BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran …eprints.stainkudus.ac.id/1184/7/FILE 7 BAB...

62
43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Latar Belakang a. Latar Belakang Berdirinya MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus adalah 1 1) Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 alenia ke-4 bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tentu tidak hanya menjadi tanggng jawab seluruh masyarakat Indonesia termasuk Yayasan Ibtidaul Falah yang bergerak dalam bidang pendidikan. 2) Menyadari bahwa lembaga pendidikan atas di wilayah kecamatan Dawe belum ada, sedangkan lembaga pendidikan SMP/MTs sudah banyak berdiri, sehingga untuk menampung lulusan dari SPM/MTs di wilayah kecamatan Dawe dipandang perlu untuk segera mendirikan Madrasah Aliyah. 3) Memenuhi permintaan masyarakat yang menghendaki agar didirikan atas yang menampung lulusan SMP/MTs. 4) Menyadari bahwa rata-rata sebagian penduduk Dawe memiliki tingkat penghasilan lemah. Untuk itu perlu upaya menampung dan memberikan kesempatan belajar bagi mereka yang kurang mampu. b. Sejarah Singkat MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus 2 Dari latar belakang tersebut diatas, maka diadakan rapat tentang pendidikan Madrasah Aliyah oleh Yayasan Ibtidaul Falah 1 Dokumentasi Profil MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus, 2017 2 Dokumentasi Sejarah Singkat MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus, 2017

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran …eprints.stainkudus.ac.id/1184/7/FILE 7 BAB...

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Latar Belakang

a. Latar Belakang Berdirinya MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus adalah1

1) Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 alenia ke-4 bahwa

salah satu tujuan Negara Indonesia adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tentu

tidak hanya menjadi tanggng jawab seluruh masyarakat

Indonesia termasuk Yayasan Ibtidaul Falah yang bergerak

dalam bidang pendidikan.

2) Menyadari bahwa lembaga pendidikan atas di wilayah

kecamatan Dawe belum ada, sedangkan lembaga pendidikan

SMP/MTs sudah banyak berdiri, sehingga untuk menampung

lulusan dari SPM/MTs di wilayah kecamatan Dawe dipandang

perlu untuk segera mendirikan Madrasah Aliyah.

3) Memenuhi permintaan masyarakat yang menghendaki agar

didirikan atas yang menampung lulusan SMP/MTs.

4) Menyadari bahwa rata-rata sebagian penduduk Dawe memiliki

tingkat penghasilan lemah. Untuk itu perlu upaya menampung

dan memberikan kesempatan belajar bagi mereka yang kurang

mampu.

b. Sejarah Singkat MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus2

Dari latar belakang tersebut diatas, maka diadakan rapat

tentang pendidikan Madrasah Aliyah oleh Yayasan Ibtidaul Falah

1 Dokumentasi Profil MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus, 2017

2 Dokumentasi Sejarah Singkat MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus, 2017

44

pada hari selasa tanggal 17 April 1990 dengan menghasilkan

keputusan sebagai berikut:

1) Membentuk panitia pendiri MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus

2) Konsultasi ke LP Ma’arif

3) Mengajukan surat permohonan perjanjian pendirian Madrasah

Aliyah.

Setelah rapat konsultasi dengan LP Ma’arif, maka

berdirilah MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus dengan

status TERDAFTAR dengan NSM 312 331 909 155, kemudian

pada bulan Maret 1999 pengurus MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus mengajukan Akreditasi Madrasah tingkat Aliyah

kepada tim KKMA, kemudian dari penilaian Akreditasi tersebut

menghasilakan status baru MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe

Kudus yaitu DIAKUI dengan SK dirjen Binbaga Islam

NO.B/E.IV/MA/158/2000 dan Akta Notaris No.5 tahun 1999

kemudian dengan diakui dengan status MA NU Ibtidaul Falah

Samirejo Dawe Kudus yang berjalan sampai sekarang.

c. Letak Geografis MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe

Kudus3

MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tepatnya

dijalan yang menghubungkan antara kecamatan Dawe dengan

kecamatan Gebog yakni di desa Samirejo. Lokasi MA NU Ibtidaul

Falah memiliki batas-batas sebagai berikut:

1) Sebelah Timur : Sawah

2) Sebelah Selatan : Sawah

3) Sebelah Barat : Jalan Kampung

4) Sebelah Utara : Jalan Raya/Balai Desa Samirejo

3 Hasil Observasi Tentang Letak Geografis MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe,

Kudus, pada tanggal 02 Januari 2017

45

Lokasi MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus jika

dijangkau dengan kendaraan umum tidak terlalu sulit, sehingga

mengenai transportasi tidak terlalu menjadi masalah.

2. Organisasi Madrasah

a. Struktur Organisasi Madrasah4

Organisasi MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

adalah dibawah naungan LP Ma’arif Cabang Kudus dan Depag dan

dibawah naungan ketua Yayasann Ibtidaul Falah. Selanjutnya

kepala madrasah, sarana prasarana, humas dan agama, tata usaha,

wali kelas, dewan guru, untuk lebih lanjutnya mengenai struktural

bisa dilihat dihalaman lampiran.

b. Visi5

Visi dari MA NU Ibtidaul Falah adalah “Terdidik dan

Trampil dalam IMTAQ dan IPTEK, beraqidah Ahlussunnah

Waljama’ah” dengan indikator visi:

1) Terdidik

a) Disiplin dalam berbagai hal

b) Berkepribadian yang mulia

c) Berilmu pengetahuan

2) Trampil dalam IMTAQ

a) Hafal dan fasih dalam bacaan sholat, gerakan sholat,

keserasian gerakan dan bacaan

b) Hafal dan fasih dalam dzikir dan do’a

c) Mampu dalam membaca kitab salaf ( kitab kuning )

3) Trampil dalam IPTEK

Trampil dalam mengoprasikan aplikasi teknologi informasi

dan komputer

4 Dokumentasi Struktur Organisasi MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus, 2017

5 Dokumentasi Tentang Visi di MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus, 2017

46

4) Beraqidah Ahlussunnah Waljama’ah

a) Berpegang teguh pada ajaran Ahlussunnah Waljama’ah

b) Mengamalkan ajaran Ahlussunnah Waljama’ah dalam

kehidupan sehari – hari

c. Misi6

1) Terdidik

Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan efektif

sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai

dengan potensi yang dimiliki

2) Trampil IMTAQ

Mewujudkan pembelajaran dan pembiasaan serta mampu

membaca dan menganalisis ajaran yang terkandung dalam Al-

Qur’an dan Hadits, kitab salaf dan mengamalkan dalam

kehidupan sehari- hari.

Melaksanakan pembelajaran ekstrakurikuler secara efektif

sesuai dengan bakat dan minat dalam bidang teknologi

informasi dan otomotif

3) Beraqidah Ahlussunnah Waljama’ah

Mewujudkan karakter Islam yang berhaluan Ahlussunnah

Waljama’ah dan mengaktualisasikan dalam kehidupan

bermasyarakat.

d. Tujuan Pendidikan Madrasah7

Secara umum, tujuan pendidikan Madrasah Aliyah Ibtidaul

Falah adalah meletakkan dasar kecerdasan., pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mendiri

dan mengikuti pendidikan lanjut. Bertolak dari tujuan pendidikan

dasar tersebut, Madrasah Aliyah NU Ibtidaul Falah mempunyai

tujuan sebagai berikut.

6 Dokumentasi Tentang Misi di MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus, 2017

7 Dokumentasi Tentang Tujuan Pendidikan di MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe,

Kudus. 2017

47

1) Terdidik

a) Mampu memahami ilmu pengetahuan agama dan umum

b) Mampu mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dalam

kehidupan sehari – hari.

2) Trampil

Memiliki ketrampilan IMTAQ dan IPTEK sebagai bekal

hidup di masyarakat.

3) Ahlussunnah Waljama’ah.

Mampu mengajarankan ajaran Ahlussunnah Waljama’ah

3. Kurikulum

a. Struktur Kurikulum Madrasah8

Struktur kurikulum di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus terbagi menjadi dua bagian yaitu Kurikulum Depag

dan Kurikulum Lokal dengan presentasi 50% Kurikulum Depag

dan 50% Kurikulum Lokal. Adapun penjelasanya adalah sebagai

berikut:

1) Kurikulum Depag (Kurikulum Potensial)

Pelaksanaan kurikulum potensial MA NU Ibtidaul Falah

Samirejo Dawe Kudus dapat dikatakan berhasil dalam

penyelenggaraanya. Seluruh mata pelajaran dengan alokasi

waktu serta aturan pelaksanaannya sudah sesuai dengan GBPP

yang ditentukan oleh departemen agama RI dan menggunakan

kurikulum KTSP yang diselenggarakan melalui kegiatan

belajar mengajar antara guru dan peserta didik.

2) Kurikulum Lokal

Kurikulum MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

adalah kurikulum yang hanya ada dan dijalankan sesuai

dengan madrasah ini sendiri. Kurikulum Lokal ini

dikembangkan dengan lebih mengarah pada pelajara salafiyah

8 Dokumentasi Tentang Struktur Kurikulum di MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe,

Kudus, 2017

48

yang berbagai macam kitab kuning yang tujuanya untuk

mempersiapkan siswa supaya menguasai ilmu–ilmu agama

dengan harapan siswa lulusan MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus bisa menjadi tokoh–tokoh atau pemimpin–

pemimpin agama dan masyarakat sekitar.

b. Program Tahunan9

Untuk mencapai tujuan pendidikan, sebagai lembaga

pendidikan yang handal dan professional yang berwawasan

IMTAQ dan IPTEK, MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

telah membuat progam tahunan, semesteran, dan jadwal pelajaran

sebagaimana terlampir.

c. Kebijakan Madrasah di Bidang Pengajaran10

1) Struktur Program

Penetapan struktur progam ini berdasarkan struktur progam

kurikulum dan petunjuk/ketentuan dari yayasan.

2) Penetapan lokasi dan waktu belajar

Pembagian Tugas

a) Kegiatan ini dilakukan pada awal tahun pelajaran

b) Merencanakan guru bidang study

c) Mendata jumlah jam pelajaran

d) Menyiapkan buku yang digunakan

3) Kurikulum

a) Menjabarkan GBPP

b) Melaksanakan Kurikulum Lokal

c) Membuat Sab. Gram, dan APP oleh masing – masing guru

4) Proses Belajar Mengajar

a) Merencanakan petugas piket

9 Dokumentasi Tentang Program Tahunan di MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe,

Kudus, 2017 10

Dokumentasi Tentang Kebijakan Madrasah Bidang Pengajaran di MA NU Ibtidaul Falah,

Samirejo, Dawe, Kudus, 2017

49

b) Mengatur petugas piket

c) Mengatur dan memonitor kelancaran KBM

5) Test/Evaluasi

a) Merencanakan waktu test/evaluasi

b) Merencanakan persyaratan peserta test

c) Merencanakan administrasi test

d) Mengatur pelaksanaan test

e) Membuat laporan

6) Ujian

a) Merencanakan panitia pelaksana

b) Menetapkan kegiatan-kegiatan ujian

c) Merumuskn persyaratan

d) Mendata dan mengadministrasi kegiatan ujian

e) Melaksanakan ujian

f) Melaporkan hasil ujian

4. Kesiswaan11

Dalam bidang kesiswaan di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe

Kudus dapat dibilang mempertimbangkan berbagai aspek

pengembangan siswa yang merupakan upaya pendidikan yang

dilakukan secara sadar, terarah dan teratur serta bertanggung jawab

dalam rangka mengembangkan dasar kepribadian yang seimbang,

ketrampilan dan sejalan dengan perkembangan kemampuan

intelektual, ketrampilan dan kemampuan emosional, adapun hal–hal

yang dilakukan oleh kesiswaann adalah

a. Menyusun progam pembinaan Organisasi Kesiswaan OSIS

b. Melakukan bimbingan, pengarahan, dan pengendalian kegiatan

siswa dalam rangka menegakkann kedisiplian dan tata tertib

madrasah

11

Dokumentasi Tentang Kurikulum di MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe, Kudus,

2017

50

c. Membina dan melaksanakan koordinasi keamanan, kebersihan,

ketertiban, keindahan dan kekeluargaan

d. Memberikan pengarahan dalam pemilihan OSIS

e. Melakukan pembinaan kepada pengurus OSIS dalam berorgansasi

f. Menyusun progam dan jadwal pembinaan siswa secara berkala

g. Melakukan pemilihan calon siswa teladan dan siswa penerima

beasiswa

h. Mengadakan pemilihan siswa untuk mewakili madrasah dalam

kegiatan di luar madrasah

i. Menyusun laporan pendidikan dan kegiatan kesiswaan secara

berkala

Kemudian kegiatan – kegiatan yang ada di bawah binaan

kesiswaan adalah

1) Pembinaann OSIS

2) Ketrampilan Komputer

3) Kajian Kitab Kunning

4) Kaligrafi

5) Pramuka

6) Seni Rebana

7) PMR/UKS

8) Olahraga

9) Ziarah ke makam para wali dan makam pendiri yayasan.

j. Tata Tetib

1) Ketentuan Umum

a) Setiap siswa harus bertaqwa kepada Allah SWT. Sebagai

warga negara berpendidikan dan berjiwa pancasila, siswa

wajib bersikap sopan terhadap kepala madrasah, guru,

karyawan madrasah, tamu sekolah dan sesama siswa, baik

di dalam maupun di luar madrasah.

b) Setiap siswa harus menghayati dan mengamalkan pancasila

51

c) Setiap siswa secara sadar berkewajiban menjaga,

menjunjung tinggi dan bertanggung jawab terhadap nama

baik madrasah.

d) Setiap siswa secara sadar wajib menaati dan menegakkan

seluruh peraturan tata tertib madrasah.

2) Ketentuan Khusus

a) Hak Peserta Didik

(1) Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama

yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik seagama

(2) Mendapatkan layanan ekstrakurikuler sesuai dengan

bakat, minat, dan kemampuanya.

(3) Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi atau

memenuhi persyaratan yang di keluarkan oleh madrasah

(4) Menyelesaikan progam pendidikan sesuai dengan

kecepatan ketentuan batas waktu yang ditetapkan

(5) Mendapatkan pengajaran sesuai dengan jenjangnya

yaitu sesuai dengan kriteria pendidikan umum

(6) Mendapatkan rasa aman, dan nyaman dalam menempuh

pendidikan

(7) Mendapatkan layanan konseling dengan baik

(8) Mendapatkan layanan progam ulangan susulan,

remidial dan pengayaan

(9) Mendapatkan nilai akhir semester pada tiap bidang studi

(10) Mendapatkan layanan konsultasi mata pelajaran

pada guru bidang studi

(11) Mendapatkan fasilitas pendidikan (internet,

perpustakaan, laboratorium, kelas, peralatan olah raga)

yang memadai

(12) Mendapatkan fasilitas (tempat parkir kendaraan,

kantin, kamar mandi, tanah lapang) yang memadai

52

b) Kewajiban Peserta Didik

(1) Menjaga norma–norma pendidikan untuk menjamin

keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan

(2) Siswa mengenakan pakaian seragam sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

(3) Pada siswa diwajibkan datang di madrasah minimal 10

(sepuluh) menit sebelum pelajaran dimulai. Setiap hari

pelajaran berlangsung dari pukul 07.00 WIB s.d. pukul

13.00 WIB dan pelajaran dimulai tepat pukul 07.00

WIB

(4) Bila guru belum masuk kelas (lima menit dari bel

masuk dibunyikan), ketua kelas wajib menghubungi

guru yang bersangkutan atau melaporkan kepada guru

piket

(5) Pada awal pelajaran pertama dan setelah pelajaran

berakhir para siswa wajib berdoa dengan dipimpin

ketua kelas

(6) Siswa bersalaman dengan bapak guru setelah pelajaran

selesai kemudian meninggalkan kelas

(7) Siswa sebaiknya, keluar dari kelas saat istirahat

berlangsung

(8) Siswa diwajibkan mengikuti upacara bendera yang

diselenggarakan madrasah

(9) Siswa wajib bertanggungjawab atas terwujudnya 7K

(kurikulum, keamanan, kebersihan, ketertiban,

keindahan, kekeluargaan, kerindangan).

(10) Bila siswa merusak barang madrasah, siswa wajib

memperbaiki/ mengganti/ membersihkan dengan

segera.

53

(11) Siswa yang sakit atau tidak masuk madrasah karena

sesuatu hal, harus ada surat permohonan izin tertulis

dari orang tua.

(12) Siswa yang akan meninggalkan halaman madrasah

karena mendapatkan tugas dari madrasah atau ada

keperluan diri wajib minta izin kepada guru BP/wali

kelas dengan menyerahkan tanda bukti mendapatkan

tugas dari madrasah atau menyerahkan permohonan izin

dari orang tua/wali.

(13) Makan/jajan hanya boleh dilakukan pada waktu

istirahat

(14) Handphone siswa selama proses belajar mengajar

berlangsung dalam posisi mati

(15) Siswa diwajibkan mengikuti sholat dzuhur

berjamaah di masjid madrasah

(16) Siswa bersikap santun baik terhadap sesama teman,

guru, karyawan, dan kepala madrasah.

5. Kepegawaian12

Pelaksanaan pendidikan di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus tidak lepas dari peran aktif seluruh pegawai yang ada

dilingkup MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus yang

menjalankan tugas dengan sangat disiplin dan tanggung jawab

sehingga berimplikasi pada kemajuan madrasah.

Secara umum dapat kami laporkan struktur kepegawaian yang

ada di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus sebagai berikut :

a. Kepala Madrasah

b. Wakil Kepala Madrasah dengan bagian-bagian :

1) Bagina Kurikulum

12

Dokumentasi Tentang Struktur Kepegawaian di MA NU Ibtidaul Falah, Samirejo, Dawe,

Kudus, 2017

54

2) Bagian Kesiswaan

3) Bagian Sarana Prasarana

4) Bagian Humas dan Agama

5) Bagian Perpustakaan

6) Bagian Humas

c. Wali-wali Kelas

d. Staf Pegawai

1) Kepala Tata Usaha

2) Staf Tata Usaha

3) Bagian Perawat Gedung

4) Bagian Penjaga Malam

5) Bagian Kebrsihan

6) Bagian Logistik

6. Sarana Prasarana13

Sarana prasarana merupakan salah satu unsur penting guna

menunjang kelancaran bagian belajar mengajar. Proses pembelajaran

membutuhkan adanya sarana prasarana atau fasilitas baik bersifat fisik

maupun non-fisik. Masing–masing tidak dapat berdiri sendiri, akan

tetapi satu sama lainnya harus menunjang. Peningkatan kualitas

pendidikan memerlukan adanya berbagai fasilitas yag mendukung,

baik gedung maupun sarana prasarana lain, sehingga pendidikan dapat

berjalan dengan lancar.

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar KBM tentunya tidak

dapat memalingkan kebenaran atau peran serta dari sarana prasarana

penunjang pendidikan, apabila pada sebuah institusi pendidikan formal

seperti di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus. Dalam

laporan ini kami menggambarkan tentang mengoprasionalisasi sarana

prasarana MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus sebagai

berikut.

13

Dokumentasi Sarana Prasarana MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus, 2017

55

a. Tanah/Gedung/Lokal

1) Perencanaan pemanfaatan local

2) Perencanaan pemilihan

3) Pemeliharaan

4) Penambahan atau rehabilitasi

b. Meubeler/Alat Peraga

1) Cheking Inventaris

2) Perencanaan perbaikan dan penambahan

3) Penataan dan penambahan

4) Pengadministrasian

5) Penempatan tugas

c. Perpustakaan

1) Cheking Inventaris

2) Perencanaan perbaikan dan penambahan

3) Penataan dan penambahan

4) Penyiapan petugas

d. Alat-alat yang lain

1) Yang dimaksud alat-alat yang lain adalah alat-alat yang disebut

secara rinci

2) Alat-alat seperti alat kebersihan, alat perbaikan, alat elektronik,

alatpramuka, alat UKS, dan lain-lain.

B. Hasil Penelitian

1. Data Tentang Strategi Yang Diterapkan Oleh Guru Pendidikan

Agama Islam Di MA NU Ibtidaul Falah Untuk Membangun

Kesiapan Belajar Siswa (Readiness) Pada Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam Tahun Pelajaran 2016/2017

Sesuai dengan rancangan awal yang menyebutkan bahwa

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara, observasi dan dokumentasi, maka pada bagian ini akan

disajikan informasi dan data hasil wawancara, observasi dan

56

dokumentasi. Langkah ini dilakukan agar data mentah yang

pengambilannya memanfaatkan kamera, recorder maupun lembar

catatan lebih lanjut dapat dipahami. Data peneliti tentang strategi yang

diterapkan oleh guru Pendidikan Agama Islam di MA NU Ibtidaul

Falah untuk membangun kesiapan belajar siswa (readiness) pada

pembelajaran Pendidikan Agama Islam tahun pelajaran 2016/2017 ini

peneliti peroleh dari kepala madrasah, guru mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam dan siswa. Selain itu, peneliti juga memperoleh data

melalui observasi dan dokumentasi.

Sebelum peneliti membahas lebih jauh mengenai strategi yang

diterapkan oleh guru PAI untuk membangun kesiapan belajar siswa

(readiness) pada pembelajaran PAI yang meliputi Qur’an Hadits,

Akidah Akhlak, Fiqih dan SKI, peneliti akan memaparkan sedikit hasil

wawancara peneliti dengan Bapak Saifuddin Zuhri selaku Kepala

Madrasah Aliyah NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tentang

visi-misi MA NU Ibtidaul Falah sebagai berikut :

“Visi dan Misi Madrasah Aliyah NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus yaitu “Terdidik dan Trampil dalam IMTAQ dan

IPTEK, berakidah Ahlussunnah Waljama’ah”14

Tentunya untuk mewujudkan visi-misi tersebut, dibutuhkan

sebuah pembelajaran yang berpotensi untuk menghasilkan siswa yang

berkualitas yang tentunya dihasilkan juga dari seorang guru yang

berkualitas. Untuk menghasilkan siswa yang berkualitas memang tidak

terlepas dari peran seorang guru. Bagaimana seorang guru menerapkan

strategi-strategi jitu untuk membangun kesiapan belajar siswanya

sehingga ketika siswa selalu siap untuk belajar dan menerima pelajaran

maka tujuan pembelajaran akan tercapai dan visi-misi MA NU Ibtidaul

Falah pun bukan sekedar tampilan belaka namun benar-benar terwujud

seperti yang diharapkan.

14

Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. HM. Saifuddin Zuhri selaku Kepala MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus pada tanggal 17 Desember 2016 pukul 09.00 WIB – 10.00

WIB

57

Fasilitas atau sarana prasana tentunya sangat diperlukan untuk

menunjang dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran demi

tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Mengenai

fasilitas pembelajaran di MA NU Ibtidaul Falah, masyarakat sangat

membantu baik bantuan materi maupun bantuan sosial, selain dari

bantuan masyarakat, mengenai bantuan koleksi buku-buku pelajaran

mendapat bantuan dari pihak swasta yang sangat membantu dalam

bentuk buku-buku pegangan guru, sehingga guru-guru dan siswa tidak

tertinggal oleh pengetahuan baru dan tidak terpaku dengan buku dari

departemen agama saja. Pernyataan ini sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Bapak Saifuddin Zuhri selaku Kepala Madrasah

Aliyah NU Ibtidaul Falah:

“Penyediaan fasilitas yang mendukung proses pembelajaran di

MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus terbantu oleh

masyarakat sekitar yang banyak memberikan kontribusi bagi

kemajuan MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

terutama para aghniya’ yang bekerjasama dengan pihak

yayasan yang memfasilitasi madrasah sehingga dari segi

kualitas, MA NU Ibtidaul Falah ini sudah begitu mumpuni

untuk mengadakan kegiatan pembelajaran, selain itu kami juga

bekerjasama dengan pihak swasta kaitannya dengan pengadaan

buku-buku yang kami jadikan tambahan pegangan oleh guru

sehingga para guru lebih luas pengetahuan dan pengalamannya

dan tidak terpaku pada buku dari Depag saja”.15

Pernyataan di atas membuktikan bahwa sekolah akan maju dan

berkembang apabila pihak sekolah dan masyarakat sekitar saling

membantu dan pihak sekolah selalu menjaga hubungan yang harmonis

dengan masyarakat sekitar. Semua hal yang terkait dengan pernyataan

tersebut akan sangat berpengaruh bagi perkembangan peserta didik,

supaya mereka merasa nyaman dalam belajar.

Pengembangan strategi dalam belajar juga sangat patut diawasi

oleh kepala madrasah, supaya guru-guru bisa selalu mengembangkan

15

Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. HM. Saifuddin Zuhri selaku Kepala MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus pada tanggal 17 Desember 2016 pukul 09.00 WIB – 10.00

WIB

58

strategi belajar yang sesuai dengan keadaan peserta didik. Hal ini

adalah tugas seorang kepala sekolah sebagai panutan bagi seluruh guru

yang di bawah pengawasannya untuk selalu mengadakan rapat apabila

terlihat peserta didik yang kurang semangat untuk belajar. Karena

pembentukan strategi yang sesuai dengan keadaan peserta didik juga

membutuhkan peran kepala sekolah untuk mengarahkan guru-guru

yang mengajar. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh

Bapak Saifuddin Zuhri selaku Kepala Madrasah Aliyah NU Ibtidaul

Falah:

“Sebulan sekali saya dan dewan guru mengadakan rapat untuk

membahas bagaimana perkembangan siswa. Di dalam rapat

saya juga membahas dengan guru-guru yang bersangkutan

dengan mata pelajaran yang diampu, agar saya sarankan untuk

selalu memantau keadaan siswa, supaya nantinya para guru

bisa menyesuaikan strategi belajar dengan keadaan peserta

didik dan menyesuaikannya dengan materi yang diajarkan”.16

Sikap kepala sekolah seperti pernyataan di atas sudah sangat

memenuhi profesionalitas sebagai kepala sekolah, yang sangat

memerhatikan peserta didik melalui strategi belajar yang digunakan

oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan dengan mata pelajaran

yang diampu. Kepala sekolah sangat menginginkan kenyamanan

belajar peserta didik, agar peserta didik mampu menyerap apa yang

disampaikan oleh guru.

a. Strategi Yang Diterapkan Oleh Guru Qur’an Hadits Di MA

NU Ibtidaul Falah Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa

(Readiness) Pada Pembelajaran Qur’an Hadits

Sebelum menerapkan strategi jitu untuk membangun

kesiapan belajar siswa, tentunya seorang guru haruslah mengetahui

apakah siswa didalam kelas tersebut sudah dalam keadaan siap atau

belum. Jika siswa dalam keadaan belum siap maka seorang guru

16

Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. HM. Saifuddin Zuhri selaku Kepala MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus pada tanggal 17 Desember 2016 pukul 09.00 WIB – 10.00

WIB

59

harus segera dapat mengkondisikan kelasnya hingga siswa dalam

kelas tersebut berada dalam keadaan siap menerima pelajaran.

Karena dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim (dalam hal

ini guru dan siswa), memiliki tema, mengidentifikasi faktor

pendukung serta memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara

efektif.

Oleh karena itu, Bapak Masadi Irawan, S.Ag selaku guru

mata pelajaran Qur’an Hadits kelas X, XI dan XII sebelum

mengadakan KBM biasanya mengadakan penjajakan yakni dengan

bertanya sedikit kepada siswa tentang materi yang lalu dan

bertanya juga tentang materi yang akan diajarkan untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang

akan diajarkan. Setelah mengetahui sejauh mana pengetahuan

siswa tentang materi tersebut, barulah beliau akan menambahkan

pengetahuan-pengetahuan yang lain tentang materi baru tersebut

yang belum diketahui oleh siswa.

Kemahiran seorang guru dalam hal membuka pelajaran pun

turut mempengaruhi kesiapan siswa dalam menerima materi

pelajaran yang akan diajarkan. Pasalnya, mengetahui kesiapan

belajar siswa merupakan hal yang perlu dan penting yang harus

diterapkan oleh setiap guru, karena setiap siswa memiliki latar

belakang pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda. Dari

sinilah koordinasi antara guru dan siswa mampu terjalin, yakni

ketika seorang guru sadar akan pentingnya mengetahui kesiapan

belajar siswa dan sebagai siswa pun akan merasa diperhatikan

maksimal oleh gurunya sehingga siswa merasa siap menerima

materi pelajaran yang akan diajarkan.

Namun, bukan menjadi hal yang mengejutkan apabila

dalam suatu kelas ketika guru pengampunya memasuki ruang kelas

dan kondisi kelasnya masih belum dalam keadaan siap. Hal ini juga

pernah dialami oleh Bapak Masadi ketika akan menyampaikan

60

materi pelajaran Qur’an Hadits. Namun, Bapak Masadi memiliki

cara tersendiri agar siswa dalam kelas tersebut segera

mengkondisikan diri untuk siap menerima materi pelajaran. Beliau

akan duduk dan menunggu dalam diam, dengan strategi seperti itu

maka siswa dapat memahami bahwasannya kesiapan mereka itu

sedang ditunggu oleh guru pengampu, sehingga saat beliau diam

dan mempersiapkan diri dengan cara tenang, maka siswa-siswa

yang mulanya kurang memperhatikan atau belum siap itu akan

segera mengkondisikan diri dan bersiap menerima materi yang

akan diajarkan.

Cara tersebut cukup ampuh untuk menarik perhatian siswa

agar sesegera mungkin mempersiapkan diri untuk menerima materi

pelajaran. Dan ketika siswa dalam kelas tersebut sudah terlihat siap

untuk menerima materi pelajaran, selanjutnya Bapak Masadi akan

melakukan tanya jawab dengan para siswa sebagai salah satu

strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa dimana dalam

pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan tersebut nantinya adalah

sebagai acuan seberapa jauh pengetahuan siswa tentang materi

tersebut yang selanjutnya oleh Bapak Masadi akan meneruskannya

menjadi sebuah materi pelajaran yang mudah dicerna dan dipahami

oleh semua siswa.

“Diantaranya dengan cara tanya jawab dan itu sering sekali

karena di awal pelajaran biasanya saya menanyakan sedikit

tentang materi yang lalu dan mencoba mengorek sedikit

pengetahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari dan

meminta siswa menceritakan pengalaman yang pernah

dialami atau dilihat. Karena pengetahuan agama, terutama

Al-Qur’an dan Hadits itu sering disampaikan di media

cetak atau elektronik juga di masyarakat seperti pada saat

ada pengajian umum. Dengan pengalaman-pengalaman

semacam itu saya yakin siswa akan memiliki pengetahuan

tentang Al-Qur’an dan Hadits semakin banyak.”17

17

Hasil Wawancara dengan Bapak Masadi Irawan, S.Ag selaku pengampu mata pelajaran

Qur’an Hadits kelas X, XI, dan XII MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 02

Januari 2017 pukul 09.00 WIB – 10.00 WIB

61

Ririn Rahmawati selaku siswi kelas X 5 juga menambahkan

pernyataan serupa yakni :

“Pak Masadi yang setiap awal pelajaran selalu melakukan

tanya jawab kepada siswanya, karena kebiasaan inilah yang

membuat saya selalu belajar terlebih dahulu dan selalu siap

menerima pelajaran baru yang akan diajarkan.”18

Tidak hanya melakukan tanya jawab kepada siswa saja,

namun Bapak Masadi juga selalu memberikan respon positif

terhadap jawaban-jawaban siswa. Sehingga ketika siswa turut aktif

menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Bapak Masadi, siswa

tersebut merasa dihargai jawabannya dan dengan sendirinya akan

tercipta antusias yang tinggi dalam diri siswa untuk mengetahui

sesuatu yang belum diketahuinya. Biasanya respon terhadap

jawabannya siswa hanya dengan kata-kata positif dan terkadang

juga dalam bentuk nilai tambahan. Biasanya juga di tambahkan

motivasi agar siswa lainnya juga turut aktif dalam menjawab

pertanyaan yang Bapak Masadi tanyakan pada pertemuan

selanjutnya.

Dalam hal menjelaskan materi pelajaran, Bapak Masadi

memiliki khas tersendiri agar apa yang beliau sampaikan tersebut

dapat dicerna dan dipahami secara baik-baik oleh para siswanya.

Biasanya beliau berdiri di tengah-tengah kelas agar suara beliau

dapat terdengar oleh semua siswa dalam kelas lalu beliau

menjelaskan materi dengan segenap ilmu yang telah beliau pelajari

dan beliau sampaikan semua kepada siswa agar siswa juga

memiliki pengetahuan yang luas terhadap materi tersebut.

Zahro Tyas Sani selaku siswi kelas XII IPA 2

menambahkan bahwa :

“Pak Masadi yang mengajar Qur’an Hadits, cara beliau

mengajar ini dengan menjelaskan yang disertai dengan

18

Hasil Wawancara dengan Ririn Rahmawati selaku siswi kelas X 5 MA NU Ibtidaul Falah

Samirejo Dawe Kudus tanggal 02 Januari 2017 pukul 12.30 WIB – 13.00 WIB

62

cerita-cerita atau contoh-contoh yang tidak hanya mengacu

pada buku LKS saja dimana hal ini dapat menambah

wawasan siswanya seperti saya ini.”19

Hal serupa juga dinyatakan oleh Zuliana kelas X 6 bahwa :

“Cara Pak Masadi menjelaskan materi mudah dipahami dan

menjelaskannya itu sangat detail dan jelas”20

Selain dengan cara menjelaskan atau ceramah, Bapak

Masadi juga menerapkan variasi mengajar yang lain yakni dengan

cara praktik. Jadi disamping ceramah, biasanya beliau

mempersilakan siswa untuk membaca satu-persatu dan siswa yang

lainnya nanti memperhatikan, kemudian dari bacaan itu, beliau

mengharapkan ada siswa yang berkomentar atau menanggapi

materi yang dibaca oleh temannya tersebut. Setelah itu, beliau

menilai tanggapan siswa tersebut, apabila sudah bagus maka

dianggap bisa diterima namun apabila belum cukup bagus maka

akan beliau sempurnakan. Dan variasi semacam itu adalah sebagai

ajang latihan bagi siswa untuk menyikapi, mengkritisi dan

mencermati pendapat dari seseorang.

Selain praktik untuk melatih siswa agar mampu menyikapi,

mengkritisi dan mencermati pendapat teman lainnya, Bapak

Masadi juga menerapkan praktik membaca Al-Qur’an jika materi

yang disampaikan pada hari tersebut sudah selesai dan masih ada

sisa waktu untuk praktik. Hal ini di ungkapkan oleh Rizqi

Handayani selaku siswa kelas XII IPA 2 yakni :

“Khusus Pak Masadi, kalau misalnya soal-soal di LKS

sudah dikerjakan dan masih ada waktu yang tersisa,

biasanya di isi untuk membaca Al-Qur’an satu persatu.”21

19

Hasil Wawancara dengan Zahro Tyas Sani selaku siswi kelas XII IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 23 Desember 2016 pukul 14.30 WIB – 15.30 WIB

20

Hasil Wawancara dengan Zuliana selaku siswi kelas X 6 MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus tanggal 28 Desember 2016 pukul 12.00 WIB – 13.00 WIB 21

Hasil Wawancara dengan Rizqi Handayani selaku siswi kelas XII IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 23 Desember 2016 pukul 13.30 WIB – 14.30 WIB

63

Jika pada mata pelajaran lain banyak menggunakan diskusi

sebagai variasi pembelajaran, berbeda Bapak Masadi yang hanya

akan melakukan diskusi jika memang materi tersebut perlu

dilakukan diskusi, jadi bukan setiap pertemuan selalu mengadakan

diskusi. Karena setiap bab dalam suatu mata pelajaran pasti

memiliki tema berbeda, jadi strategi atau taktik yang digunakan

pun harus sesuai dengan tema atau materi yang sedang dipelajari.

Ketika dalam suatu kelas terdapat beberapa siswa yang

berkemampuan lebih rendah dari siswa lainnya dalam hal

membaca Al-Qur’an dan kurang cepat memahami materi pelajaran

yang disampaikan, maka berikut ini adalah yang dilakukan oleh

Bapak Maasadi yakni :

“Terutama untuk membaca Al-Qur’an yang mengarah ke

nilai kognitif dan psikomotorik, siswa yang dalam kategori

nilai sembilan atau delapan biasanya saya beri amanah

untuk membantu dua atau tiga siswa yang lain agar

nantinya dibimbing supaya pada saat ada ulangan membaca

Al-Qur’an, siswa yang tadinya belum begitu lancar

menmbaca dapat menjadi lancar membaca dan mendapat

nilai lebih dari KKM. Karena kalau saya sendiri yang

membimbing itu akan menghabiskan banyak waktu.”22

Mengenai hasil evaluasi belajar siswa, Bapak Masadi

menjelaskan bahwa rata-rata sudah diatas KKM, namun juga masih

ada yang dibawah KKM. Kalau siswa perempuan, kebanyakan

nilainya diatas KKM bahkan ada yang mendapat nilai 100. Tapi

kalau siswa laki-laki, masih banyak yang pas KKM bahkan ada

juga yang di bawah KKM.

22

Hasil Wawancara dengan Bapak Masadi Irawan, S.Ag selaku pengampu mata pelajaran

Qur’an Hadits kelas X, XI, dan XII MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 02

Januari 2017 pukul 09.00 WIB – 10.00 WIB

64

b. Strategi Yang Diterapkan Oleh Guru Akidah Akhlak Di MA

NU Ibtidaul Falah Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa

(Readiness) Pada Pembelajaran Akidah Akhlak

Sebelum menerapkan strategi jitu untuk membangun

kesiapan belajar siswa, tentunya seorang guru haruslah mengetahui

apakah siswa didalam kelas tersebut sudah dalam keadaan siap atau

belum. Jika siswa dalam keadaan belum siap maka seorang guru

harus segera dapat mengkondisikan kelasnya hingga siswa dalam

kelas tersebut berada dalam keadaan siap menerima pelajaran.

Karena dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim (dalam hal

ini guru dan siswa), memiliki tema, mengidentifikasi faktor

pendukung serta memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara

efektif.

Maka dari itu, Bapak Ahmad Thoha, S.Pd.I selaku guru

mata pelajaran Akidah Akhlak kelas X, XI dan XII biasanya untuk

menguji kesiapan siswa, selain ada tugas yang dikerjakan di

madrasah, ada juga yang disebut PR, dan ditambah lagi dengan

diskusi dan presentasi yang biasanya dalam satu kelas dibagi

menjadi empat kelompok. Dengan adanya tugas atau PR itu secara

tidak langsung akan membuat siswa mempelajari kembali materi

yang telah diajarkan dan tidak menutup kemungkinan siswa akan

mempelajari juga materi yang akan diajarkan pada pertemuan

berikutnya. Begitu juga dengan presentasi, siswa akan belajar pada

malam harinya karena pada pagi harinya siswa akan

mendiskusikan dan mempresentasikan materi yangs edang

dipelajari. Ketika siswa tidak belajar pada malam harinya atau

kurang memiliki kesiapan belajar maka bisa jadi siswa tersebut

mengalami keterlambatan dalam mencerna materi pelajaran yang

sedang berlangsung.

Kemahiran seorang guru dalam hal membuka pelajaran pun

turut mempengaruhi kesiapan siswa dalam menerima materi

65

pelajaran yang akan diajarkan. Ketika seorang guru mampu

membuat suasana kelas menjadi hangat dan menyenangkan untuk

memulai pelajaran, maka sudah barang tentu siswa pun akan

memiliki semangat belajar yang tinggi. Sebelum mulai mengajar,

biasanya Bapak Thoha mengucapkan salam lalu membaca

basmalah dan sebelum menginjak pelajaran seterusnya, beliau

mencoba mengulangi lagi materi pelajaran yang sebelumnya.

Menanyakan tentang materi pelajaran yang sebelumnya untuk

menguji siswa apakah materi pelajaran yang kemarin itu masih

diingat atau tidak. Setelah itu, beliau juga mengabsen kehadiran

siswa untuk mengetahui apakah ada yang tidak masuk karena sakit

atau ijin.

Setelah mengawali pelajaran dengan rutinitas seperti diatas,

biasanya para guru langsung memulai pelajaran dengan cara

menjelaskan materi atau ceramah. Peneliti mencoba mencari tahu

lebih jauh tentang strategi lain yang diterapkan oleh Bapak Thoha

dalam menyampikan materi Akidah Akhlak selain menggunakan

strategi ceramah. Berikut pemaparan Bapak Thoha mengenai hal

tersebut :

“Selain ceramah biasanya diskusi dan presentasi, artinya

kalau siswa sudah dewasa kan tidak monoton guru

menjelaskan dan siswa mendengarkan jadi alangkah lebih

baiknya jika siswa yang aktif. Gunanya juga untuk

mempersingkat waktu dan mempercepat penyampaian

materi dan bisa untuk mengecek kemampuan siswa itu

sendiri. Karena menilai kecerdasan siswa itu lebih akurat

ketika ulangan harian daripada UTS atau UAS. Jadi guru

bisa langsung berinteraksi dengan anak secara langsung.”23

Zahro Tyas Sani, siswi kelas XII IPA 2 pun menyatakan hal

yang sama, yakni :

23

Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad Thoha, S.Pd.I selaku pengampu mata pelajaran

Akidah Akhlak kelas X, XI, dan XII MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 29

Desember 2016 pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB

66

“Pak Thoha yang mengajar Akidah Akhlak, cara beliau

mengajar biasanya dengan cara menjelaskan dan presentasi.

Siswanya disuruh presentasi dulu baru kemudian

dijelaskan.”24

Sebagai seorang profesional, alangkah baiknya jika jam

pelajaran bukan menjadi suatu penghalang untuk selalu

membangun kesiapan belajar siswa. Karena tidak dapat dipungkiri,

terkadang kondisi siswa pada saat pagi hari itu berbeda dengan

pada saat siang hari. Bapak Thoha memiliki cara tersendiri untuk

menghadapi hal semacam itu, beliau biasanya mengambil inisiatif

yang kiranya mampu membuat siswa menjadi tidak bosan salah

satunya dengan cara mengganti metode pembelajaran. Selain itu,

beliau juga memberi hiburan berupa humor-humor ringan yang

diperlukan untuk mencairkan suasana dan mengembalikan antusias

(mood) siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

Bapak Thoha juga menambahkan keterangan bahwa

terkadang terdapat juga siswa yang tertidur di dalam kelas.

“Terkadang ada yang tidur tapi tetap harus dibangunkan

karena kesalahan siswa sekecil apapun harus kita ingatkan

jangan dibiarkan.”25

Berbicara tentang diskusi, biasanya cara guru dalam

membimbing diskusi dapat membangun kesiapan belajar siswa.

Pasalnya, meski terkesan belajar sendiri dengan cara diskusi

dengan teman, namun siswa tidak akan merasa dibiarkan oleh

gurunya. Siswa tetap merasa diperhatikan walaupun mereka sedang

melakukan diskusi. Bapak Thoha pun berlaku demikian, tetap

memantau jalannya diskusi dan tidak meninggalkan siswa begitu

saja ketika diskusi. Karena tidak menutup kemungkinan jika dalam

24

Hasil Wawancara dengan Zahro Tyas Sani selaku siswi kelas XII IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 23 Desember 2016 pukul 14.30 WIB – 15.30 WIB 25

Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad Thoha, S.Pd.I selaku pengampu mata pelajaran

Akidah Akhlak kelas X, XI, dan XII MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 29

Desember 2016 pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB

67

proses diskusi tersebut terdapat pendapat yang dirasa perlu untuk

dibahas bersama atau menambahkan materi pelengkap ketika

diskusi telah berakhir.

Hal serupa juga disampaikan oleh Rizqi Handayani kelas

XII IPA 2 bahwa setelah melakukan diskusi dan presentasi,

biasanya Bapak Thoha tetap memberi penjelasan terkait materi

yang sedang dibahas.

“Kalau Pak Thoha biasanya pakai model diskusi dan

presentasi di depan kelas tapi setelah siswanya presentasi,

beliau tetap menjelaskan banyak tentang materi yang

sedang dibahas.”26

Dalam satu kelas biasanya terdapat satu atau dua siswa

yang mungkin memiliki kemampuan mencerna materi pelajaran

sedikit lambat dari siswa lainnya. Namun cara Bapak Thoha dalam

memperlakukan para siswanya tetap sama karena menurutnya

semua siswa telah dibagi menjadi kelas-kelas sesuai dengan tingkat

kecerdasannya. Misalnya pada kelas X yang terdiri dari enam

kelas, itu pembagian kelasnya sudah di seleksi menurut tingkat

kecerdasan masing-masing jadi cara beliau memperlakukan pun

sama semua tidak ada yang dibeda-bedakan.

Selanjutnya, bukan hanya cara membuka pelajaran saja

yang harus menarik namun juga saat menutup pelajaran. Karena

kesan baik pada saat menutup pelajaran akan menjadi daya tarik

bagi siswa untuk menanti pelajaran tersebut dan secara tidak

langsung juga menjadikan siswa memiliki kesiapan dalam

menerima pelajaran pada waktu yang akan datang. Berikut yang

Bapak Thoha lakukan pada saat menutup pelajaran :

“Sebelum kita menutup pelajaran, kita ulang lagi apa yang

tadi kita sampaikan, lalu mengingatkan siswa agar

senantiasa belajar serta memberi pertanyaan tentang materi

26

Hasil Wawancara dengan Rizqi Handayani selaku siswi kelas XII IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 23 Desember 2016 pukul 13.30 WIB – 14.30 WIB

68

yang hari itu diajarkan untuk menguji pemahaman siswa

tentang materi yang disampaikan tersebut.”27

Amrina Rosyada siswi kelas XI IPA 2 menambahkan

bahwa dalam pembelajaran Akidah Akhlak yang diampu oleh

Bapak Thoha biasanya diberi nilai jika siswanya mampu menjawab

pertanyaan di akhir pertemuan. Berikut pernyataannya :

“Kalau ada jawaban yang kurang benar pun selalu

diluruskan akhirnya, selain itu setiap jawaban benar

biasanya dikasih poin atau nilai.”28

Mengenai hasil evaluasi belajar siswa, Bapak Thoha

menjelaskan bahwa rata-rata sudah diatas KKM, namun juga masih

ada yang dibawah KKM dimana KKM mata pelajaran Akidah

Akhlak di MA NU Ibtidaul Falah adalah 75.

c. Strategi Yang Diterapkan Oleh Guru Fiqih Di MA NU Ibtidaul

Falah Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa (Readiness)

Pada Pembelajaran Fiqih (Miftahul Huda, S.Pd.I)

Sebelum menerapkan strategi jitu untuk membangun

kesiapan belajar siswa, tentunya seorang guru haruslah mengetahui

apakah siswa didalam kelas tersebut sudah dalam keadaan siap atau

belum. Jika siswa dalam keadaan belum siap maka seorang guru

harus segera dapat mengkondisikan kelasnya hingga siswa dalam

kelas tersebut berada dalam keadaan siap menerima pelajaran.

Karena dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim (dalam hal

ini guru dan siswa), memiliki tema, mengidentifikasi faktor

pendukung serta memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara

efektif.

27

Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad Thoha, S.Pd.I selaku pengampu mata pelajaran

Akidah Akhlak kelas X, XI, dan XII MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 29

Desember 2016 pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB 28

Hasil Wawancara dengan Amrina Rosyada selaku siswi kelas XI IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 28 Desember 2016 pukul 11.00 WIB – 12.00 WIB

69

Berbeda dari guru yang lainnya, Bapak Miftahul Huda,

S.Pd.I sebagai pengampu mata pelajaran Fiqih kelas X dan XII ini

memiliki cara unik untuk membangun kesiapan siswa yang

dibangun sejak awal pertemuan dengan para siswanya yakni

dengan menerapkan model presentasi sebagai hal yang wajib

dilakukan ketika mata pelajaran Fiqih sedang berlangsung. Jadi

kesiapan siswa untuk belajar sudah tertanam sejak awal pertemuan

karena jika siswa tidak belajar pada malam harinya, maka pada

pagi harinya pasti siswa tersebut tidak bisa mempresentasikan

materi yang sedang dipelajari. Walaupun pemilihan siswa untuk

presentasi di depan kelas dilakukan secara acak, hal ini tetap

mewajibkan siswa untuk belajar pada malam harinya, siapa tahu

besok pagi harinya siswa tersebut yang mendapat giliran

presentasi.

Walaupun siswa sudah terbiasa belajar pada malam harinya

untuk persiapan presentasi pagi harinya, namun Bapak Miftahul

Huda tetap melakukan rutinitas seperti mengirim hadlarah setelah

beliau mengucapkan salam agar proses pembelajaran yang akan

dilalui pada hari tersebut dapat berjalan lancar dan penuh ridlo

Allah SWT. Rutinitas semacam ini bisa menjadi khas sebuah

madrasah salafiyah dan kebiasaan yang baik bagi siswa agar

tertanam dalam hatinya rasa rendah hati bahwa segala sesuatu yang

ada di dunia ini tidak akan terjadi selain dengan izin Allah

termasuk juga dalam hal belajar. Semua orang pasti menghendaki

apa yang telah mereka pelajari kelak dapat bermanfaat bagi dirinya

sendiri dan orang lain.

Apabila guru lainnya banyak yang menggunakan ceramah

sebagai cara menjelaskan yang dirasa paling efektif, Bapak

Miftahul Huda justru banyak menggunakan presentasi sebagai

strategi pembelajaran. Dan juga praktik sebagai selingannya karena

mata pelajaran Fiqih tidak terlepas dari praktik tentunya. Karena

70

dengan cara presentasi itu secara tidak langsung menuntut siswa

untuk selalu siap belajar, aktif dan kritis dalam memahami materi

pelajaran.

Ririn Rahmawati siswi kelas X 5 juga mengungkapkan

bahwa Bapak Miftahul Huda menggunakan presentasi sebagai

metode pembelajaran yang paling banyak digunakan. Begitu juga

dengan Zuliana siswi kelas X 6 yang mengatakan hal serupa dan

menjelaskan bahwa dengan cara presentasi itu membuat dirinya

sadar akan pentingnya belajar. Jika kesadaran akan belajar telah

terbangun, maka seseorang akan selalu merasa haus akan ilmu dan

terus belajar selama hidupnya. Namun sayangnya, Bapak Miftahul

Huda memberikan penjelasan materi hanya jika dalam proses

presentasi tersebut terdapat masalah yang belum terjawab oleh para

siswa. Padahal mata pelajaran Fiqih banyak membutuhkan

penjelasan secara detail. Semoga hal ini dapat menjadi koreksi bagi

guru yang bersangkutan agar dapat menyeimbangkan antara

presentasi dan penjelasan materi untuk siswa.

Ketika ditanya tentang variasi pembelajaran yang pernah

dilakukan untuk membangun kesiapan belajar siswa, jawabannya

pun tetap sama. Presentasi. Karena mungkin pengalaman mengajar

mata pelajaran Fiqih ini baru dilakukannya sejak setengah semester

yang lalu karena Bapak Miftahul Huda menggantikan posisi guru

Fiqih sebelumnya yaitu Bapak Sudiyono karena Bapak Sudiyono

wafat pada pertengahan semester yang lalu. Biasanya Bapak

Miftahul Huda meminta tiga siswa secara acak untuk

mempresentasikan materi yang akan dipelajari. Cara presentasi ini

ternyata memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut peneliti

paparkan pendapat tentang kelebihan strategi presentasi ini

menurut Zahro Tyas Sani siswi kelas XII IPA 2 yakni :

71

“Kalau Pak Huda yang mengajar Fiqih, biasanya siswanya

disuruh presentasi yang tujuannya agar siswanya memiliki

sikap berani tampil dan aktif dalam proses pembelajaran.”29

Dan tentang kekurangefektifan presentasi ini disampaikan

oleh Rizqi Handayani siswi kelas XII IPA 2 yakni :

“Kalau Pak Huda, menurut saya kurang efektif soalnya

pakai model diskusi dan presentasi di depan kelas, belum

lagi teman-teman yang jarang memperhatikan kalau

temannya yang lain sedang presentasi jadi suasananya

berubah jadi membosankan, ditambah lagi kalau selesai

presentasi biasanya hanya diberi tambahan penjelasan

sedikit jadinya sangat kurang efektif cara mengajarnya.”30

Untuk menghadapi siswa yang kurang memperhatikan

disaat proses pembelajaran berlangsung biasanya Bapak Miftahul

Huda melontarkan beberapa lelucon atau humor dengan tujuan

agar siswa yang tadinya kurang memperhatikan dapat kembali

fokus pada presentasi yang sedang berlangsung. Mengenai hasil

evaluasi belajar siswa, Bapak Miftahul Huda menjelaskan bahwa

rata-rata sudah diatas KKM karena menurutnya mata pelajaran

Fiqih (Kurikulum) itu lebih mudah dibandingkan dengan Fiqih

Lokal yang menggunakan Kitab Fathul Mu’in.

d. Strategi Yang Diterapkan Oleh Guru Fiqih Di MA NU Ibtidaul

Falah Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa (Readiness)

Pada Pembelajaran Fiqih (Suja’i, S.Pd)

Sebelum menerapkan strategi jitu untuk membangun

kesiapan belajar siswa, tentunya seorang guru haruslah mengetahui

apakah siswa didalam kelas tersebut sudah dalam keadaan siap atau

belum. Jika siswa dalam keadaan belum siap maka seorang guru

29

Hasil Wawancara dengan Zahro Tyas Sani selaku siswi kelas XII IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 23 Desember 2016 pukul 14.30 WIB – 15.30 WIB 30

Hasil Wawancara dengan Rizqi Handayani selaku siswi kelas XII IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 23 Desember 2016 pukul 13.30 WIB – 14.30 WIB

72

harus segera dapat mengkondisikan kelasnya hingga siswa dalam

kelas tersebut berada dalam keadaan siap menerima pelajaran.

Karena dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim (dalam hal

ini guru dan siswa), memiliki tema, mengidentifikasi faktor

pendukung serta memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara

efektif.

Untuk mengetahuinya, Bapak Suja’i, S.Pd selaku guru mata

pelajaran Fiqih kelas XI setelah mengucapkan salam biasanya

memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi yang lalu dan

mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari. Dapat peneliti

simpulkan bahwa ketika siswa mampu menjawab pertanyaan yang

Bapak Suja’i ajukan, maka bisa dikatakan bahwa siswa sudah

dalam keadaan siap menerima pelajaran. Mengenai strategi yang

diterapkan oleh Bapak Suja’i untuk membangun kesiapan belajar

siswa, Bapak Suja’i memberikan keterangan bahwa beliau masih

menerapkan strategi ceramah dikarenakan beliau belum lama

mengajar mata pelajaran Fiqih, yaitu baru sekitar setengah

semester. Disamping itu, materi yang diajarkan pun kebetulan

belum mengarah pada praktik jadi beliau belum melakuka praktik,

dan kebetulan pada awal semesternya itu yang mengajar adalah

para PPL jadi kalau dihitung, beliau baru masuk kelas dan

mengajar Fiqih itu sebanyak empat kali saja.

Amrina Rosyada dan Isna Maisyaroh siswi kelas XII IPA 2

menjelaskan bahwa strategi yang diterapkan oleh Bapak Suja’i

yakni dengan cara menjelaskan atau biasa disebut dengan ceramah.

Cara beliau menjelaskan pun mampu membuat siswa

memperhatikan karena biasanya penjelasan materinya diselingi

dengan cerita-cerita lucu yang dimana cerita tersebut berhubungan

dengan materi yang sedang dipelajari. Walaupun cara ceramah

mendominasi strategi yang diterapkan oleh Bapak Suja’i, namun

Bapak Suja’i juga tetap menggunakan tanya jawab sebagai

73

selingan dalam mengajar. Bukan hanya di awal pelajaran saja

tetapi juga di akhir pelajaran yang biasanya berbentuk soal. Karena

di akhir pelajaran pasti ada evaluasi. Nah jika waktunya masih ada,

biasanya langsung Bapak Suja’i bahas soal yang diberikan itu,

namun jika waktunya habis, maka akan beliau minta untuk

dikumpulkan dan diberi nilai. Isna Maisyaroh juga memberikan

keterangan bahwa Pak Suja’i kerap memberikan pertanyaan pada

saat pembelajaran berlangsung. Terkadang diawal pembelajaran,

terkadang juga di akhir pembelajaran.

Dalam satu kelas, biasanya terdapat siswa yang terlihat

kurang antusias dalam mengikuti pelajaran, Bapak Suja’i memiliki

cara untuk menanggulanginya. Yaitu biasanya beliau cermati dulu

apa kiranya yang membuat siswa terlihat kurang antusias, kalau

sekiranya karena mengantuk atau lesu, biasnaya beliau selingi

dengan lelucon atau motivasi agar semangat siswa bangkit lagi.

Selain itu beliau juga memberikan pertanyaan kepada siswa yang

terlihat kurang antusias tersebut agar siswa tersebut merasa

diperhatikan dan timbul semangat untuk mengikuti proses

pembelajaran. Amrina Rosyada turut menambahkan jika Bapak

Suja’i memang sering menyelingi proses pembelajaran dengan

humor-humor segar agar suasana kelas menjadi semangat.

Selain terlihat kurang antusias dalam mengikuti pelajaran,

terkadang juga terdapat siswa yang memiliki kecerdasan yang lebih

rendah dibanding teman-temannya atau kurang cepat bisa

memahami apa yang disampaikan oleh guru. Bapak Suja’i

memiliki penanganan tersendiri sebagai alternatif agar supaya

siswa tersebut mampu menyeimbangkan kemampuannya dengan

teman-teman lainnya. Berikut penuturannya :

“Biasanya untuk siswa yang saya rasa kurang cepat bisa

memahami pelajaran itu saya panggil pada saat jam

pelajaran sudah selesai, saya tanyakan alasan mengapa dia

seperti itu, apakah dia sedang menghadapi sebuah masalah

74

atau bagaimana. Lalu saya persilakan sebebas-bebasnya

untuk bertanya pada saat pembelajaran tentang materi yang

memang belum dia pahami. Intinya adalah saya akan selalu

mendorong semangatnya untuk selalu giat belajar walaupun

mungkin dia mengalami kesulitan dalam mencerna materi

pelajaran.”31

Bapak Suja’i memiliki kepedulian yang besar terhadap

siswa-siswanya terutama dalam hal memahami pelajaran. Mungkin

itulah sebabnya para siswanya pun banyak yang memiliki antusias

tinggi dengan langsung mengkondisikan diri ketika beliau masuk

kelas dan hendak mengajar. Biasanya saat beliau masuk ke kelas,

para siswa langsung bisa mengkondisikan diri untuk tenang dan

siap menerima pelajaran serta berdo’a bersama.

Mengenai hasil evaluasi belajar siswa, Bapak Suja’i

menjelaskan bahwa rata-rata sudah diatas KKM karena mata

pelajaran pendukung Fiqih itu banyak, berikut pemaparannya :

“Alhamdulillah rata-rata diatas KKM, karena kebetulan di

MA ini pelajaran pendukung Fiqih itu ada banyak. Ada

Fiqih Kurikulum itu sendiri, ada Fiqih Lokal, Ushul Fiqih,

Masailul Fiqhiyyah dan ada juga Qowaidul Fiqhiyyah, jadi

pengetahuan siswa itu cukup luas mbak kalau materi

Fiqih.”32

e. Strategi Yang Diterapkan Oleh Guru Sejarah Kebudayaan

Islam (SKI) Di MA NU Ibtidaul Falah Untuk Membangun

Kesiapan Belajar Siswa (Readiness) Pada Pembelajaran

Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)

Sebelum menerapkan strategi jitu untuk membangun

kesiapan belajar siswa, tentunya seorang guru haruslah mengetahui

apakah siswa didalam kelas tersebut sudah dalam keadaan siap atau

31

Hasil Wawancara dengan Bapak Suja’i, S.Pd. selaku pengampu mata pelajaran Fiqih

kelas XI MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 02 Januari 2017 pukul 11.00 WIB

– 12.00 WIB 32

Hasil Wawancara dengan Bapak Suja’i, S.Pd. selaku pengampu mata pelajaran Fiqih

kelas XI MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 02 Januari 2017 pukul 11.00 WIB

– 12.00 WIB

75

belum. Jika siswa dalam keadaan belum siap maka seorang guru

harus segera dapat mengkondisikan kelasnya hingga siswa dalam

kelas tersebut berada dalam keadaan siap menerima pelajaran.

Karena dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim (dalam hal

ini guru dan siswa), memiliki tema, mengidentifikasi faktor

pendukung serta memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara

efektif.

Oleh karena itu, Bapak Busiri, S.Pd.I selaku guru mata

pelajaran SKI kelas X, XI dan XII menjelaskan bahwa terdapat

tahapan-tahapan untuk mengetahui kesiapan belajar siswa seperti

ketika guru masuk mengucapkan salam, kemudian berdoa bersama

siswa, setelah itu mengecek kehadiran siswa, lalu guru melihat

siswa sudah siap atau belum, kalau sudah siap beliau memberi

apersepsi dan pertanyaan tentang materi yang lalu. Kalau sudah

siap betul itu baru beliau mulai pelajarannya.

Bapak Busiri juga menambahkan bahwa mengetahui

kesiapan belajar siswa itu adalah hal yang perlu dilakukan oleh

para guru. Pasalnya, jika dalam menjelaskan materi itu siswa tidak

memperhatikan maka sia-sia saja yang guru jelaskan ke siswa,

berikut penuturannya :

“Mengetahui kesiapan belajar siswa itu perlu . Sebab kalau

kita bicara atau menjelaskan materi namun tidak

didengarkan itu juga tidak ada gunanya. Apalagi kalau

siswanya tidak memperhatikan, karena syarat siswa bisa

paham itu kan melihat dan mendengarkan. Makanya kita

harus fokus, melihat dan mendengarkan itu harus sejalan

bersama, kalau tidak nanti kacau.”33

Membuat siswa memperhatikan apa yang disampaikan oleh

guru bukan merupakan hal yang sulit bagi seorang guru yang

benar-benar bisa menguasai kondisi kelas. Tidak berpengaruh juga

33

Hasil Wawancara dengan Bapak Busiri, S.Pd.I selaku pengampu mata pelajaran Sejarah

kebudayaan Islam (SKI) kelas X, XI dan XII MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

tanggal 28 Desember 2016 pukul 09.00 WIB – 10.00 WIB

76

dari jam ke berapa mata pelajaran tersebut diajarkan. Namun

semuanya itu juga kembali ke diri siswa masing-masing. Jadi

terdapat kepedulian antara guru dan siswa untuk sama-sama belajar

dan mensukseskan proses pembelajaran. Guru siap siswa pun siap.

SKI pun demikian, walaupun SKI bisa berada pada jam pagi atau

berada pada jam siang, namun ketika siswa tetap memiliki

semangat untuk belajar maka posisi jam pelajaran bukan menjadi

penghalang masuknya ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh

Bapak Busiri.

Berbicara tentang strategi yang diterapkan untuk

membangun kesiapan belajar siswa, Bapak Busiri menjelaskan

bahwa beliau menganjurkan kepada siswa agar tidak hanya terpacu

pada LKS atau buku dari kemetrian saja tetapi juga bisa belajar hal

yang lebih banyak lagi via internet. Seperti misalnya gambar-

gambar walisongo atau kejadian pada saat perang atau yang

lainnya itu kan terkadang tidak ada di LKS atau buku dari

kementrian, nah biasanya beliau menyuruh siswa mencari dari

internet. Juga termasuk menonton film sejarah Islam itu biasanya

lebih menarik bagi siswa dan beliau mempergunakan itu untuk

mendampingi strategi ceramah dalam penyampaian materi

pelajaran.

Rizqi Handayani siswi kelas XII IPA 2 menambahkan

keterangan bahwa walaupun hanya dengan ceramah saja,

penjelasan materi dari Bapak Busiri cukup mudah dimengerti.

Karena dalam mempelajari sejarah, seseorang harus lebih banyak

mengasah ingatan agar mampu menghafal detail sejarah yang telah

dipelajari dengan baik dan benar.

Jika guru lainnya sering melakukan tanya jawab dengan

siswanya, begitu juga dengan Bapak Busiri yang juga melakukan

tanya jawab dengan siswa walaupun tidak seintensif guru lain

dikarenakan jam pelajaran SKI yang hanya satu jam pelajaran yaitu

77

sekitar 45 menit saja belum lagi ditambah dengan berdo’a bersama

dimana semua itu pasti akan menyita banyak waktu. Zahro Tyas

Sani siswi kelas XII IPA 2 menjelaskan bahwa Bapak Busiri

biasanya bertanya dengan menunjuk salah satu siswa terkadang

juga langsung secara global satu kelas.

Ketika peneliti mencari tahu tentang apakah Bapak Busiri

pernah menerapkan diskusi dalam proses pembelajaran SKI, Bapak

Busiri pun menjelaskan bahwa setiap pelajaran itu pasti ada

diskusi. Kalau hanya gurunya saja yang ceramah terus nanti

siswanya menjadi pasif, sedangkan sekarang ini kan tuntutannya

gurunya yang pasif dan siswanya yang aktif. Lain dengan MI,

kalau sudah MA kan sudah dewasa dan bisa berpikir sendiri jadi

guru harus banyak pasifnya. Guru nanti hanya menjelaskan yang

penting-penting saja. Makanya harus diadakan diskusi dan

presentasi. Dalam hal presentasi pun itu tergantung siswanya.

Kalau dia sudah bisa, itu langsung menjelaskan hasil diskusi dari

teman-temannya, kalau belum bisa ya disuruh membaca dulu

karena kan tidak setiap siswa itu pandai berbicara di depan kelas.

Jadi nanti setelah membaca barulah dia akan menyimpulkan hasil

diskusi nya.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Zuliana kelas X 6

bahwasannya Bapak Busiri memang menerapkan ceramah dan

presentasi sebagai strategi untuk membangun eksiapan belajar

siswa. Berikut penuturannya :

“Pak Busiri biasanya ceramah dan presentasi”34

Isna Maisyaroh siswi kelas XI IPA 2 pun turut

membenarkan:

“SKI biasanya menggunakan strategi ceramah dan

presentasi.”35

34

Hasil Wawancara dengan Zuliana selaku siswi kelas X 6 MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus tanggal 28 Desember 2016 pukul 12.00 WIB – 13.00 WIB

78

Amrina Rosyada siswi kelas XI IPA 2 juga menambahkan

bahwa :

“Dalam pembelajaran SKI, siswanya disuruh diskusi nanti

kalau ada permasalahan baru dijelaskan oleh pak guru.”36

Melihat pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa Bapak

Busiri menerapkan strategi yang sama dalam mengajar semua kelas

hanya saja terkadang terdapat perbedaan materi yang disampaikan

karena siswa antar kelas yang pembagiannya menurut tingkat

intelegensi masing-masing. Kelas yang memiliki tingkat

intelegensi lebih tinggi biasanya mendapat cakupan materi dan

penjelasan lebih luas daripada siswa yang tingkat intelegensinya

standar saja. Bukan bermaksud pilih kasih hanya saja

menyesuaikan kapasitas penerimaan materi yang dapat mereka

pahami. Karena pembagian siswa di kelas itu kan sudah

dikelompokkan menurut tingkat intelegensinya, biasanya kelas

yang siswanya cenderung cerdas dan cepat tanggap itu materi nya

beliau lebarkan maksudnya beliau beri keterangan yang lebih

banyak daripada kelas yang cenderung biasa saja tingkat

intelegensinya itu beliau biasanya hanya menerangkan apa adanya

seperti di buku dan kalaupun ada tambahan itu juga hanya sedikit.”

Mengenai nilai hasil evaluasi siswa pada saat ulangan

umum, Bapak Busiri menjelaskan bahwa nilai UAS itu malah tidak

bisa dijadikan patokan, karena tidak bisa dipungkiri bahwa banyak

juga siswa yang mencontek pekerjaan teman lainnya supaya

nilainya sendiri itu bagus. Yang efektif menurut beliau itu ulangan

harian.”

35

Hasil Wawancara dengan Isna Maisyaroh selaku siswi kelas XI IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 02 Januari 2017 pukul 12.00 WIB – 12.30 WIB 36

Hasil Wawancara dengan Amrina Rosyada selaku siswi kelas XI IPA 2 MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus tanggal 28 Desember 2016 pukul 11.00 WIB – 12.00 WIB

79

2. Data Tentang Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat

Penerapan Strategi Guru Untuk Membangun Kesiapan Belajar

Siswa (Readiness) Di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe

Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017

Penerapan strategi guru untuk membangun kesiapan belajar

siswa di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus telah

direncanakan dan diaktualisasikan secara maksimal, namun dalam hal

ini, peneliti menemukan faktor pendukung dan faktor penghambat

yang menyertainya, diantaranya adalah :

a. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Penerapan

Strategi Guru Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa

(Readiness) Pada Pembelajaran Qur’an Hadits Di MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

Dalam usaha untuk membangun kesiapan belajar siswa

tentunya terdapat faktor pendukung dan penghambat. Bapak

Masadi menjelaskan bahwa faktor pendukungnya adalah seperti

buku bacaan dan juga kegiatan madrasah yang mengarah pada Al-

Qur’an seperti acara akhir tahun, ziarah kubur atau khotmil Qur’an

yang menjadikan siswa termotivasi untuk setiap saat mudarosah

Al-Qur’an agar pada saat moment seperti itu, siswa tidak tertinggal

dengan yang lain.

Jadi faktor pendukung itu bisa hadir dan turut andil dari

mana saja. Bukan hanya dari siswa saja atau guru saja melainkan

lingkungan juga dapat menjadi faktor pendukung untuk

membangun kesiapan belajar siswa. Sedangkan faktor

penghambatnya adalah seperti terkadang dalam satu kelas ada

siswa yang tidak memperhatikan atau ramai sendiri, jadi hal itu

menjadi gangguan bagi siswa lain yang ingin serius belajar.

Kalau faktor penghambat yang seperti ini mungkin juga

banyak dijumpai oleh guru mata pelajaran lain juga. Karena

rasanya pasti ada saja siswa dalam satu kelas yang ingin

80

diperhatikan dengan cara selalu ramai sendiri atau mengganggu

temannya yang ingin serius belajar.

b. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Penerapan

Strategi Guru Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa

(Readiness) Pada Pembelajaran Akidah Akhlak Di MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

Dalam usaha untuk membangun kesiapan belajar siswa

tentunya terdapat faktor pendukung dan penghambat. Bapak Thoha

menjelaskan bahwa faktor pendukungnya adalah seperti salah

satunya itu perpustakaan. Jadi kalau misalnya siswa menemui

sebuah permasalahan yang tidak ada jawabannya di LKS maka bisa

menjadikan perpustakaan sebagai tempat referensi jawaban yang

cukup valid. Disamping itu juga selalu memotivasi siswa agar

supaya rajin belajar sambil menerangkan keutamaan-keutamaan

orang yang berilmu. Karena setiap orang itu cenderung giat itu kan

tergantung niatnya dimana niat itu harus disertai dengan tujuan

yang jelas dan manfaat yang jelas sehingga menimbulkan semangat

untuk belajar itu sendiri.

Jadi faktor pendukung itu bisa hadir dan turut andil dari

mana saja. Bukan hanya dari siswa saja atau guru saja melainkan

fasilitas sarana prasarana seperti perpustakaan juga dapat menjadi

faktor pendukung untuk membangun kesiapan belajar siswa.

Sedangkan faktor penghambatnya adalah seperti terkadang beliau

menemukan siswa yang tidak membawa buku pelajaran. Ini

menandakan bahwa pada malam harinya siswa tidak melakukan

penjadwalan pelajaran atau bisa juga menandakan bahwa siswa itu

tidak belajar sehingga paginya lupa menjadwal dan akhirnya tidak

membawa buku pelajaran.

Kalau faktor penghambat yang seperti ini mungkin juga

banyak dijumpai oleh guru mata pelajaran lain juga. Karena

81

rasanya pasti ada saja siswa dalam satu kelas yang tidak belajar

atau bahkan tidak memperhatikan jadwal pelajaran sehingga seperti

yang dikatakan oleh Bapak Thoha bahwa ada siswa yang tidak

membawa buku. Peran keluarga pun turut diperlukan agar nantinya

kejadian-kejadian semacam ini tidak terulang kembali terlebih

mengingat kewajiban seorang siswa adalah belajar. Bukan hanya di

madrasah saja tetapi juga di rumah masing-masing.

c. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Penerapan

Strategi Guru Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa

(Readiness) Pada Pembelajaran Fiqih Di MA NU Ibtidaul

Falah Samirejo Dawe Kudus (Miftahul Huda, S.Pd.I)

Dalam usaha untuk membangun kesiapan belajar siswa

tentunya terdapat faktor pendukung dan penghambat. Bapak

Miftahul Huda menjelaskan bahwa faktor pendukungnya adalah

seperti proyektor, tapi belum pernah beliau gunakan karena beliau

kan baru mengajar Fiqih itu pertengahan semester kemarin

menggantikan Pak Sudiyono, kalau faktor penghambat itu seperti

terkadang ada siswa yang membuat kericuhan dan menjadikan

suasana kelas tidak kondusif.

d. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Penerapan

Strategi Guru Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa

(Readiness) Pada Pembelajaran Qur’an Hadits Di MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

Dalam usaha untuk membangun kesiapan belajar siswa

tentunya terdapat faktor pendukung dan penghambat. Bapak Suja’i

menjelaskan bahwa faktor pendukungnya seperti itu adalah

gurunya itu sendiri. Jadi bagaimana sang guru itu memberi kesan

yang baik pada saat awal pembelajaran yang membuat kehadiran

sang guru itu selalu ditunggu-tunggu oleh siswa. Saya selalu

82

memberikan kesan baik yang berbeda-beda pada setiap pertemuan

jadi menurut beliau itu merupakan faktor pendukung agar siswa

selalu siap menerima pelajaran. Kalau faktor penghambatnya,

menurut beliau itu faktor intern siswa itu sendiri. Terkadang ada

siswa yang mungkin sedang memiliki masalah atau mengantuk

atau bahkan sedang merasa capek yang akhirnya menghambat

kesiapannya dalam mengikuti proses pembelajaran.

e. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Penerapan

Strategi Guru Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa

(Readiness) Pada Pembelajaran Qur’an Hadits Di MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

Dalam usaha untuk membangun kesiapan belajar siswa

tentunya terdapat faktor pendukung dan penghambat. Bapak Busiri

menjelaskan bahwa faktor penghambatnya adalah seperti kalau

beliau tidak muthola’ah terlebih dahulu. Karena mengajar SKI itu

harus muthola’ah dulu, nanti setelah muthola’ah bahan baru bisa

menyampaikan materi. Solusi dari hambatan ini adalah dengan

membuat ringkasan materi, kalau kita tidak memiliki ringkasan

materi maka masalahnya adalah pada hafalan itu karena SKI kan

banyak hafalan tahun atau tokoh-tokoh Islam.

Ada lagi yang lain, salah satu hambatannya itu HP, kalau

HP nya dibaut untuk mencari tambahan materi SKI itu kan bagus

tapi kalau digunakan untuk yang lain kan akhirnya HP itu menjadi

hambatan siswa untuk belajar. Apalagi sekarang banyak siswa

yang jarang belajar, mereka hanya belajar pada saat ada ulangan

UTS atau UAS saja.

Setelah menjelaskan tentang faktor penghambatnya, Bapak

Busiri juga menambahkan tentang faktor pendukung dalam

membangun kesiapan belajar siswa adalah dikembalikan ke agama.

Siswa diberi motivasi seperti jika mereka menjadi da’i itu kan

83

harus menguasai sejarah. Nah dari situlah siswa terbangun untuk

selalu siap dalam menerima pelajaran. Tidak hanya untuk

keperluan ulangan saja namun juga sebagai bekal diri di

masyarakat nantinya.

C. Analisis Data

1. Analisis Data Tentang Strategi Yang Diterapkan Oleh Guru

Pendidikan Agama Islam Di MA NU Ibtidaul Falah Untuk

Membangun Kesiapan Belajar Siswa (Readiness) Pada

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Tahun Pelajaran

2016/2017

Setiap guru pastilah memiliki cara atau strategi untuk

membangun kesiapan belajar siswanya. Bukan hanya pada pelajaran

umum saja seperti IPA atau Bahasa Inggris, tetapi juga dalam

pembelajaran Pandidikan Agama Islam yang terdiri dari Qur’an

Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih dan SKI, guru pun pastilah memiliki

strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa. Terlebih lagi pada

jenjang pendidikan Aliyah seperti MA NU Itidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus dimana pendidikan keagamaan tentunya lebih

mendominasi dibandingkan pendidikan non-agama (umum).

Guna menyiapkan dan mengarahkan siswa sebagai proses

untuk mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya, strategi guru

untuk membangun kesiapan belajar siswa sangatlah diperlukan.

Strategi guru terdiri dari dua kata yaitu strategi dan guru. Strategi

memiliki arti pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk

mencapai tujuan.37

Sedangkan guru memiliki arti pendidik professional

yang wajib memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu

pendidikan.38

Jadi, strategi guru adalah pola umum rentetan kegiatan

37

Zainal Asri, Micro Teaching, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm.13 38

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Perundang-undangan RI Tentang Sistem

Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Undang-undang RI no.20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya,

CV. Nuansa Aulia Bandung, 2005, hlm.39

84

yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang diterapkan oleh

seorang guru sebagai pendidik professional yang wajib memiliki

komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Sedangkan kesiapan belajar siswa yang terdiri dari tiga kata

yaitu kesiapan, belajar dan siswa dimana kesiapan itu sendiri dapat

diartikan dengan keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya

siap untuk memberikan respons/jawaban di dalam cara tertentu

terhadap suatu situasi. Kesiapan untuk belajar merupakan kondisi diri

yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan.39

Sedangkan

belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil

atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari

itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil

latihan melainkan pengubahan kelakuan.40

Selanjutnya adalah siswa.

Siswa sering disebut juga dengan peserta didik atau anak didik. Peserta

didik diartikan sebagai makhluk homo educandum yang artinya

makhluk yang menghajatkan pendidikan. Ia dipandang sebagai

manusia yang meiliki potensi yang bersifat laten sehingga dibutuhkan

binaan dan bimbingan untuk megaktualisasikannya agar ia dapat

menjadi manusia susila yang cakap.41

Jadi, kesiapan belajar siswa

adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk

mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-

latihan dan pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi

bukan karena peristiwa kebetulan yang dilakukan oleh makhluk yang

menghajatkan pendidikan (siswa).

Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam

kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan.

Terdapat empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi

hal-hal berikut :

39

Syaiful Bahri Djamarah, Rahasia Sukses Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.39 40

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm.27 41

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014,

hlm.39

85

a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi

perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik

sebagaimana yang diharapkan.

b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan

aspirasi dan pandangan hidup masyarakat

c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar

mengajar yang dianggap paling efektif sehingga dapat

dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan

mengajarnya.

d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau

ktriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan

pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan

belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik

untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan

secara keseluruhan.42

Yang pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah

laku yang diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan

adalah jika pada pembelajaran Qur’an Hadits yakni agar dalam diri

siswa tertanam pemahaman tentang Al-Qur’an dan Hadits dengan

sebaik-baiknya disamping cara penyampaiannya kepada manusia,

penerimaannya juga sebagai tindak lanjut dalam kehidupan sehari-hari.

Pada pembelajaran Akidah Akhlak yakni agar supaya siswa yang

berpendidikan ini memiliki akhlaqul karimah dan karakter yang baik

serta perilaku yang baik seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Pada pembelajaran Fiqih yakni agar siswa dapat menerapkan syariat

dan hukum Islam dengan baik dan benar karena hal itu menjadi dasar

pengetahuan atas diterima atau tidaknya amal ibadah seseorang. Pada

pembelajaran SKI yakni mengingat pentingnya mempelajari sejarah

42

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,

Jakarta, 2013, hlm.6

86

sebagai referensi untuk menjalani kehidupan sehari-hari agar lebih

baik dan bermanfaat.

Yang kedua, memilih sistem pendekatan belajar mengajar yang

paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran, jika pada

pembelajaran Qur’an Hadits adalah dengan menyesuaikan topik yang

sedang dipelajari. Artinya, jika topik yang dipelajari atau dibahas

dengan cara menghafal, maka akan berbeda hasilnya jika dipelajari

atau dibahas dengan cara diskusi. Seperti halnya Bapak Masadi yang

menerapkan diskusi apabila topik yang sedang dibahas memang

memerlukan diskusi. Dan menerapkan hafalan apabila topik yang

sedang dibahas berupa ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadits. Penyesuaian

topik dengan pendekatan belajar mengajar ini juga dilakukan oleh

Bapak Thoha pengampu Akidah Akhlak, Bapak Suja’i pengampu

Fiqih kelas XI dan Bapak Busiri pengampu SKI. Berbeda dengan

Bapak Miftahul Huda yang selalu menerapkan pendekatan belajar

dengan cara presentasi dimana menurut beliau cara presentasi ini

efektif dan mampu menjadikan siswa aktif serta dapat mencapai

sasaran.

Yang ketiga, hampir sama dengan keterangan di atas tentang

pemilihan metode sesuai dengan topik yang dipelajari, pada

pembelajaran Qur’an Hadits, Bapak Masadi banyak menerapkan

metode ceramah sebagai teknik yang tepat dan efektif dalam kegiatan

pembelajaran. Bapak Masadi terkenal sebagai guru yang cara

menjelaskan materi pelajarannya dengan sangat detail dan jelas sampai

siswanya pun mudah memahami. Variasi pembelajaran yang sering

diterapkan dalam proses pembelajaran adalah diskusi dan praktik

membaca Al-Qur’an. Pada pembelajaran Akidah Akhlak, Bapak Thoha

dan SKI yang diampu Bapak Busiri banyak menerapkan metode

diskusi dan presentasi sebagai teknik yang tepat dan efektif dalam

kegiatan pembelajaran. Namun tetap memberikan penjelasan materi

kepada siswanya setelah diskusi dan presentasi tersebut selesai. Pada

87

pembelajaran Fiqih kelas XI yang diampu Bapak Suja’i juga banyak

menerapkan metode ceramah sebagai teknik yang tepat dan efektif

dalam kegiatan pembelajaran. Berbeda dengan Bapak Miftahul Huda

pengampu Fiqih kelas X dan XII yang selalu menerapkan metode

presentasi sebagai teknik yang tepat dan efektif dalam kegiatan

pembelajaran.

Dari keterangan diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa suatu

metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.

Jadi, dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya tidak

menggunakan teknik penyajian yang sama. Untuk itu, guru

membutuhkan variasi dalam penggunaan teknik penyajian supaya

kegiatan belajar mengajar yang erlangsung tidak membosankan.

Yang keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria

keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan

ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas

yang telah dikerjakan oleh siswa. Dalam hal ini, kelima guru PAI

berpedoman pada indikator-indikator pembelajaran yang telah tersusun

dalam RPP dan menetapkan KKM sebesar 75 pada keempat mata

pelajaran PAI yakni Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih dan SKI.

Selain itu, bukan hanya aspek kognitif yang dipertimbangkan namun

juga aspek afektif dan psikomotor siswa juga seperti absensi kelas dan

perilaku sehari-hari di madrasah.

Strategi guru yang digunakan dalam pembahasan ini adalah

berupa keterampilan-keterampilan dasar mengajar guru. Keterampilan

dasar mengajar merupakan suatu karakteristik umum dari seseorang

yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang

diwujudkan melalui tindakan.43

Dengan penerapan keterampilan dasar

mengajar guru sebagai sebuah strategi, maka guru PAI akan dapat

membantu siswa untuk mengarahkan dan menyiapkan kesiapan dirinya

43

Rusman, Model-model Pembelajaran:Mengembangkan Profesionalisme Guru,

Rajawali Pers, Jakarta, 2016, hlm. 80

88

untuk belajar materi-materi PAI yakni Qur’an Hadits, Akidah Akhlak,

Fiqih dan SKI. Karena keterampilan dasar mengajar pada dasarnya

adalah berupa bentuk-bentuk perilaku bersifat mendasar dan khusus

yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai modal awal untuk

melaksanakan tugas-tugas pembelajarannya secara terencana dan

professional, sehingga keterampilan dasar mengajar dirasa sangat tepat

jika diterapkan untuk membangun kesiapan belajar siswa pada

pembelajaran PAI.

Keterampilan dasar mengajar secara apikatif indikatornya dapat

digambarkan melalui sembilan keterampilan mengajar, yakni

keterampilan membuka pelajaran, keterampilan bertanya, keterampilan

memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan

menjelaskan, keterampilan mengelola kelas, keterampilan

membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan pembelajaran

perseorangan, dan keterampilan menutup pelajaran. Dari hasil

pengamatan dan wawancara, berikut peneliti paparkan keterampilan

dasar mengajar yang diterapkan oleh guru PAI sebagai strategi untuk

membangun kesiapan belajar siswa pada pembelajaran PAI di MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus.

a. Keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru PAI

sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa pada

pembelajaran Qur’an Hadits

Mata pelajaran Qur’an Hadits di MA NU Ibtidaul Falah kelas

X, XI dan XII diampu oleh Bapak Masadi Irawan, S.Ag. Menurut

hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, Bapak Masadi

menerapkan banyak keterampilan, diantaranya keterampilan

membuka pelajaran yaitu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh

guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi

bagi siswa agar mental maupun perhatiannya terpusat pada apa

yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan

89

efek positif terhadap kegiatan pembelajaran.44

Keterampilan

membuka pelajaran ini ditunjukkan dengan penjajakan yang

dilakukan oleh bapak Masadi melalui proses tanya jawab dengan

siswa tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan

sebelumnya dan tanya jawab mengenai sejauh mana pengetahuan

siswa tentang materi yang akan diajarkan. Secara tidak langsung,

hal ini juga termasuk pada keterampilan bertanya dimana

keterampilan bertanya memiliki peranan penting karena pertanyaan

yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan pertanyaan yang

tepat akan memberikan dampak positif terhadap aktivitas dan

kreatifitas siswa.

Bapak Masadi juga menerapkan keterampilan memberi

penguatan kepada siswa. Karena secara psikologis, siswa sebagai

individu membutuhkan penghargaan atas segala usaha yang telah

dilakukannya apalagi pekerjaan itu dinilai baik, sukses, dan efektif.

Bapak Masadi banyak memberikan respon positif pada jawaban-

jawaban yang dilontarkan siswa dengan cara membenarkan

jawaban siswa di depan teman-teman lainnya, terkadang juga

dengan memberi tambahan nilai serta tambahan motivasi bagi

siswa lainnya agar lebih giat belajar dan mampu memberikan

jawaban pada pertanyaan dari Bapak Masadi pada pertemuan

selanjutnya. Karena respon positif dari Bapak Masadi dalam setiap

jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan akan menumbuhkan rasa

siap pada siswa untuk terus belajar.

Selain itu, Bapak Masadi juga menerapkan keterampilan

menjelaskan sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar

siswa yaitu penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi

secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan satu

dengan yang lainnya. Dengan cara berdiri di tengah kelas dan

44

Ibid., hlm. 81

90

menjelaskan materi sejelas mungkin agar siswa mudah memahami

dan bisa menerapkan apa yang dijelaskan oleh Bapak Masadi.

Yang terakhir adalah keterampilan mengadakan variasi dan

keterampilan pembelajaran perseorangan yang merupakan strategi

yang diterapkan oleh Bapak Masadi untuk membangun kesiapan

belajar siswa. Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang

paling humanis untuk memenuhi kebutuhan dan interes siswa.

Meskipun pembelajaran dilakukan secara klasikal, namun sentuhan

tetap individual. Guru dapat melakukan variasi dan bimbingan

dalam rangka memberi sentuhan kebutuhan individual. Variasi

yang diterapkan oleh Bapak Masadi adalah praktik membaca Al-

Qur’an. Praktik membaca Al-Qur’an ini dilakukan agar siswa

menjadi lebih fasih dan benar bacaan Al-Qur’annya. Karena

lingkungan sehari-hari siswa dekat dengan kehidupan keagamaan,

maka praktik membaca Al-Qur’an pun pastilah menjadi hal yang

menarik karena dengan adanya praktik tersebut, siswa mampu

mengasah kemampuan membaca Al-Qur’an mereka dengan

seorang guru yang professional dan alim tentunya.

b. Keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru PAI

sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa pada

pembelajaran Akidah Akhlak

Mata pelajaran Akidah Akhlak di MA NU Ibtidaul Falah

kelas X, XI dan XII diampu oleh Bapak Ahmad Thoha, S.Pd.I.

Menurut hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, Bapak Thoha

menerapkan beberapa keterampilan sebagai strategi untuk

membangun kesiapan belajar siswanya. Diantaranya adalah

keterampilan bertanya karena dalam kegiatan pembelajaran,

bertanya memiliki peranan penting. Begitu juga yang dilakukan

oleh Bapak Thoha yaitu bertanya kepada siswa sebelum memulai

proses pembelajaran. Pertanyaannya meliputi pertanyaan tentang

materi yang telah lalu agar mengetahui sejauh mana siswa

91

mengingat materi yang telah lalu dan siap untuk menerima materi

yang akan diajarkan pada hari tersebut.

Disamping itu, Bapak Thoha juga menerapkan keterampilan

mengadakan variasi yang ditujukan untuk mengatasi kejenuhan dan

kebosanan siswa karena pembelajaran yang monoton. Variasi yang

dilakukan oleh Bapak Thoha adalah dengan diskusi dan presentasi.

Jadi siswa dibentuk menjadi empat kelompok kemudian siswa

diminta untuk berdiskusi dan setelah itu siswa mempresentasikan

apa yang mereka diskusikan. Dengan keterampilan mengadakan

variasi yang diisi dengan diskusi dan presentasi, maka kesiapan

belajar siswa akan terbangun karena pastinya sebelum mereka

melakukan diskusi, para siswa pasti belajar terlebih dahulu agar

ketika diskusi mereka dapat berpendapat dengan penuh referensi

jadi bukan hanya asal-asalan saja. Hal ini juga menunjukkan bahwa

Bapak Thoha menerapkan keterampilan membimbing diskusi

kelompok kecil yaitu suatu proses teratur yang melibatkan banyak

sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang informal

dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan

kesimpulan dan pemecahan masalah.

Keterampilan selanjutnya yang digunakan untuk membangun

kesiapan belajar siswa adalah keterampilan mengelola kelas yaitu

keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi

belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan

dalam proses pembelajaran. Keterampilan ini diterapkan apabila

terdapat siswa yang mengantuk atau tertidur di kelas maka akan

segera di tegur dan di bangunkan serta menyuruh siswa untuk

berwudlu, bukan hanya itu, jika mata pelajaran Akidah Akhlak

mendapat jam siang maka Bapak Thoha akan melakukan variasi

lain agar siswa tetap memiliki semangat belajar dan mengikuti

proses pembelajaran dengan maksimal.

92

Yang terakhir adalah keterampilan menutup pelajaran yang

diterapkan oleh Bapak Thoha yaitu dengan cara bertanya kembali

tentang materi yang dibahas pada hari tersebut dan juga memberi

nilai pada setiap siswa yang mampu menjawab pertanyaan dari

Bapak Thoha di akhir proses pembelajaran. Pemberian nilai pada

hjawaban siswa ini juga dapat dikategorikan keterampilan memberi

penguatan yakni agar siswa tetap memiliki antusias belajar yang

tinggi walaupun proses pembelajaran pada hari tersebut telah usai.

c. Keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru PAI

sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa pada

pembelajaran Fiqih (Miftahul Huda, S.Pd.I)

Mata pelajaran Fiqih di MA NU Ibtidaul Falah kelas X dan

XII diampu oleh Bapak Miftahul Huda, S.Pd.I. Menurut hasil

penelitian yang telah peneliti lakukan, Bapak Miftahul Huda

menerapkan beberapa keterampilan sebagai strategi untuk

membangun kesiapan belajar siswanya. Diantaranya keterampilan

membuka pelajaran yaitu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh

guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi

siswa agar mental maupun perhatiannya terpusat pada apa yang

akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek

yang positif terhadap kegiatan belajar. Keterampilan membuka

pelajaran yang diterapkan oleh Bapak Miftahul Huda adalah

dengan mengucapkan salam dan mengirimkan hadlarah dengan

tujuan mencari ridlo Allah SWT dan berharap agar proses

pembelajaran Fiqih dapat berjalan dengan lancar dan bermanfaat

bagi para siswa.

Disamping itu, Bapak Miftahul Huda juga menerapkan

keterampilan mengadakan variasi yaitu dengan cara presentasi.

Presentasi ini menjadikan siswa memiliki kesiapan belajar karena

pada malam harinya siswa akan belajar tentang materi yang akan

dipresentasikan besok. Presentasi ini juga membantu siswa agar

93

berani tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi.

Setelah proses presentasi berakhir biasanya terdapat tanya jawab

yang dilakukan siswa. Ketika terdapat permasalahan yang belum

terpecahkan maka barulah Bapak Miftahul Huda akan menjelaskan

jawaban dari pertanyaan yang belum terjawab tersebut.

d. Keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru PAI

sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa pada

pembelajaran Fiqih (Suja’i, S.Pd)

Mata pelajaran Fiqih di MA NU Ibtidaul Falah kelas XI

diampu oleh Bapak Suja’i, S.Pd. Menurut hasil penelitian yang

telah peneliti lakukan, Bapak Suja’i menerapkan beberapa

keterampilan sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar

siswanya. Diantaranya adalah keterampilan membuka pelajaran

yaitu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan

pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar

mental maupun perhatiannya terpusat pada apa yang akan

dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberi efek yang

positif terhadap kegiatan belajar. Keterampilan membuka pelajaran

ini ditunjukkan oleh Bapak Suja’i dengan cara menyapa siswa

kemudian bertanya kepada siswa tentang materi yang lalu setelah

itu mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari.

Hal ini juga bisa termasuk dalam keterampilan bertanya

karena bertanya memiliki peranan penting dalam kegiatan

pembelajaran. Dengan bertanya, itu dapat meningkatkan partisipasi

siswa dalam kegiatan pembelajaran serta dapat membangkitkan

minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang

sedang dibicarakan. Oleh karena itu, siswa akan senantiasa siap

untuk belajar dan menerima pelajaran karena merasa haus akan

ilmu pengetahuan.

Keterampilan lain yang diterapkan oleh Bapak Suja’i untuk

membangun kesiapan belajar siswa adalah keterampilan

94

menjelaskan. Seorang guru yang pandai menjelaskan materi

pelajaran serta rajin menggunakan media-media pembelajaran akan

selalu di tunggu-tunggu kehadirannya oleh para siswa karena akan

membangkitkan kesiapan belajar siswa yang terbiasa dengan hal-

hal menarik yang dilakukan oleh sang guru. Keterampilan

menjelaskan ini ditunjukkan oleh Bapak Suja’i dalam setiap proses

pembelajaran. Bukan hanya banyak ilmu yang beliau berikan,

namun cara beliau dalam menyampikan pun mudah dipahami.

Selain itu, beliau juga seling menyelingi penjelasannya dengan

humor-humor yang segar yang mampu menyita perhatian siswa

ketika dilihat siswa mulai menunjukkan rasa kurang antusiasnya.

Hal ini dapat dikategorikan dalam keterampilan mengelola kelas

dimana keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru

untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal

dan mengembalikannya jika terjadi gangguan dalam proses

pembelajaran. Jadi Bapak Suja’i dapat melakukan dua

keterampilan sekaligus dalam satu waktu.

Keterampilan yang terakhir adalah keterampilan menutup

pelajaran dimana kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa,

mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru

dalam proses pembelajaran. Keterampilan ini ditunjukkan dengan

evaluasi yang diadakan oleh Bapak Suja’i di akhir pembelajaran.

Terkadang dalam bentuk pertanyaan lisan, terkadag juga dalam

bentuk soal-soal untuk selanjutnya dikerjakan oleh siswa dan

dinilai.

e. Keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru PAI

sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa pada

pembelajaran SKI

Mata pelajaran SKI di MA NU Ibtidaul Falah kelas X, XI dan

XII diampu oleh Bapak Busiri, S.Pd.I. Menurut hasil penelitian

95

yang telah peneliti lakukan, Bapak Busiri menerapkan beberapa

keterampilan sebagai strategi untuk membangun kesiapan belajar

siswanya. Diantaranya adalah keterampilan membuka pelajaran

yaitu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan

pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar

mental maupun perhatiannya terpusat pada apa yang akan

dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberi efek yang

positif terhadap kegiatan belajar. Keterampilan ini ditunjukkan

dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh Bapak Busiri di awal

pembelajaran seperti mengucapkan salam, mengabsen kehadiran

siswa, memberikan apersepsi dan selanjutnya memberikan

pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang materi yang lalu dan

materi yang akan dipelajari. Sama seperti guru yang lainnya yang

banyak memberikan pertanyaan di awal pembelajaran yang

tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh siswa mengingat materi

yang lalu dan seberapa jauh siswa mengetahui tentang materi yang

akan diajarkan. keterampilan ini juga termasuk dalam keterampilan

bertanya. Cara guru memilih kata-kata dalam bertanya dan juga

cara melontarkan pertanyaan kepada siswa sangat berpengaruh

pada usaha untuk membangun kesiapan belajar siswa.

Jika dalam hal membuka pelajaran saja seorang guru dapat

menarik perhatian siswanya agar terus memperhatikan apa yang

disampaikan oleh guru maka bukan tidak mungkin tujuan

pembelajaran akan tercapai dengan maksimal. Bapak Busiri

menyadari bahwa jika pada saat guru menjelaskan materi pelajaran

namun siswanya tidak memperhatikan maka sia-sia saja yang

dilakukan guru karena materi yang disampaikan tidak sampai pada

siswa.

Keterampilan lain yang diterapkan oleh Bapak Busiri adalah

keterampilan mengelola kelas yaitu keterampilan guru untuk

menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan

96

mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses

pembelajaran seperti misalnya terdapat siswa yang mengantuk

pada saat jam pelajaran maka Bapak Busiri akan menegurnya dan

membangunkannya agar tidak menggangu siswa lain dalam belajar

serta supaya siswa tersebut dapat kembali mengikuti pelajaran SKI.

Bapak Busiri juga menerapkan keterampilan mengadakan

variasi yaitu dengan cara diskusi, presentasi dan menonton film

sejarah. Diskusi dilakukan supaya siswa tidak pasif ketika proses

pembelajaran. Diskusi akan membuat siswa aktif dan berani

mengungkapkan pendapat yang kemudian akan dipresentasikan di

depan kelas. Karena menurut pendapat Bapak Busiri, MA berbeda

dengan MI dimana proses berpikir anak MA pun pasti sudah lebih

tinggi oleh karena itu diskusi dan presentasi pun perlu diadakan

sebagai variasi pembelajaran selain ceramah.

Tentang variasi dengan menonton film, Bapak Busiri

menjelaskan bahwa bila ada sisa waktu pada saat pelajaran dapat

dibuat untuk menonton film sejarah Islam, selain itu siswa juga

dapat mencari banyak tambahan materi lain dari internet sebagai

sumber referensi yang lebih luas.

Setelah mengetahui hasil analisis strategi untuk membangun

kesiapan belajar siswa (readiness) dari masing-masing guru pada

keempat mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu Qur’an

Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih dan SKI dapat kita simpulkan bahwa

setiap guru memiliki khas tersendiri dalam menyampaikan materi,

memiliki taktik yang tepat untuk membangun kesiapan belajar

siswanya (readiness) sehingga tujuan pembelajaran dari masing-

masing mata pelajaran pun mampu tercapai dengan maksimal.

Seperti Bapak Masadi yang dengan khasnya dalam menjelaskan

sehingga beliau menjadi guru mata pelajaran PAI yang menjadi

favorit para siswa, Bapak Thoha yang dengan khasnya dalam

diskusi dan presentasi, Bapak Miftahul Huda yang dengan khasnya

97

dalam menerapkan presentasi, Bapak Suja’i yang khasnya

menjelaskan dengan selingan humor pembangkit semangat siswa

serta Bapak busiri yang dengan khasnya dalam menerapkan diskusi

dan menjelaskan cerita-cerita sejarah Islam.

TABEL 4.145

TABEL PENERAPAN KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR SEBAGAI

STRATEGI UNTUK MEMBANGUN KESIAPAN BELAJAR SISWA

Bp. Masadi Bp. Thoha Bp. Huda Bp. Suja’i Bp. Busiri

Keterampilan

Membuka

Pelajaran

V

V V V

Keterampilan

Bertanya V V V V

Keterampilan

Memberi

Penguatan

V

Keterampilan

Mengadakan

Variasi

V V V V

Keteranpilan

Menjelaskan V

V

Keterampilan

Mengelola

Kelas

V

V V

Keterampilan

Membimbing

Diskusi

Kelompok

Kecil

V

45

Hasil Dokumentasi Strategi Guru Untuk Membangun Kesiapan Belajar Siswa di MA

NU Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus

98

Keterampilan

Pembelajaran

Perseorangan

V

Keterampilan

Menutup

Pelajaran

V

V

Berdasarkan tabel diatas, dapat kita ketahui lebih jelas tentang

keterampilan dasar mengajar yang diterapkan oleh guru PAI sebagai

strategi untuk membangun kesiapan belajar siswa. Hal ini senada

dengan pengertian strategi guru itu sendiri yaitu pola umum rentetan

kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang diterapkan

oleh seorang guru sebagai pendidik professional yang wajib memiliki

komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Strategi yang diterapkan oleh guru PAI terbukti mampu

membangun kesiapan belajar siswa dengan bukti terpenuhinya faktor-

faktor penentu kesiapan belajar siswa sebagai berikut :

a. Kematangan (Maturation)

Kematangan adalah suatu proses pertumbuhan yang

ditentukan oleh proses pembawaan. Kematangan disebabkan

karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan

struktur fisiologis dalam sistem saraf, otak dan indera sehingga

semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-

reaksi terhadap setiap stimulus lingkungan.46

Kematangan siswa bisa dikatakan cukup bagus terlihat ketika

proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa antusias

menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Siswa juga sering

memberikan pertanyaan ketika mereka belum paham dengan

materi yang diberikan oleh guru. Hal lain yang terjadi adalah

dengan adanya kesadaran siswa akan pentingnya belajar setiap

46

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2012, hlm.199

99

hari. Juga dengan perilaku siswa sehari-hari ketika di dalam kelas

maupun di luar kelas serta keberanian siswa saat mengikuti

kegiatan belajar mengajar di MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus. Hal ini terlihat saat peneliti mengikuti proses

KBM.47

b. Pengalaman (Experience)

Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani,

dirasa, ditanggung, dsb) baik yang sudah lama atau yang baru saja

terjadi. Pengalaman siswa ini dapat diketahui dari hasil

wawancara dengan siswa yang menjelaskan bahwa dirinya

menjadi rajin belajar karena terdapat guru yang menerapkan

presentasi dan ada juga guru yang sering bertanya ketika awal dan

akhir pelajaran.

Jika siswa tidak belajar pada malam harinya, maka siswa tidak

dapat mengikuti pelajaran dengan baik disebabkan tidak belajar

tersebut. Dari pengalaman inilah, siswa akhirnya memiliki

kesiapan belajar yang tinggi karena tertanam dalam dirinya rasa

tidak ingin ketinggalan pelajaran karena tidak belajar sebelumnya.

Selain itu, pengalaman juga dapat terlihat saat siswa

menceritakan apa yang pernah dialami atau dilihat. Dari

pengalaman yang dialami atau dilihat itu, akan menimbulkan rasa

ingin tahu yang besar terhadap arti atau makna dari pengalaman

itu dan menurut peneliti, hal ini akan dapat membangun kesiapan

belajarnya karena didorong rasa ingin tahu yang tinggi.48

c. Kesesuaian Bahan Ajar dengan Metode Pengajaran (Subject and

Teaching Method Accordance)

Dalam hal ini, seorang guru harus melihat sejauh mana

kesiapan seorang siswa dalam menerima pembelajaran. Dengan

47

Hasil Observasi, 02 Januari 2017, pukul 12.00 WIB, MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus 48

Hasil Observasi, 02 Januari 2017, pukul 12.00 WIB, MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus

100

begitu, seorang guru juga akan lebih mudah menentukan metode

pembelajaran yang akan digunakan dan melalui bahan ajar yang

sesuai untuk diajarkan. Kesesuaian bahan ajar dan metode

pengajaran memang mampu membangun kesiapan belajar siswa.

Hal ini terlihat dari siswa yang antusias mengikuti pelajaran

dengan aktif dalam bertanya maupun memberikan respon

terhadap hasil presentasi teman sekelasnya. Juga aktif dalam

menjawab pertanyaan dari guru ketika proses pembelajaran

berlangsung.

d. Sikap Emosional dan Penyesuaian Diri (Emotional Attitude and

Self Adjucment)

Sikap emosional adalah suatu kemempuan yang dapat

mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui

bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan

maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Sikap seorang murid

dalam belajar sangat mempengaruhi kesiapan belajarnya

(readiness for learning).

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai

harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungnnya. Sehingga rasa

permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan

lain-lain sebagai emosi negatif dapat dikikis habis.

Hal ini terlihat ketika seorang siswa sedang memiliki masalah

intern dalam dirinya, maka hal itu akan mempengaruhi kesiapan

belajarnya. Masalah intern dalam diri siswa tersebut akan

membuat siswa menjadi badmood sehingga pelajaran yang

disampaikan oleh guru pun tidak sampai pada siswa. Namun

sebaliknya, ketika siswa memiliki suasana hati yang sedang

gembira dan senang, maka kesiapan belajarnya pun akan

terbangun dengan sendirinya dan materi pelajaran yang

disampaikan pun akan sampai pada siswa.

101

Selain itu, siswa di MA NU Ibtidaul Falah sedikit demi sedikit

sudah mampu menyesuaikan diri. Hal ini terlihat dari sikap siswa

yang menghilangkan budaya permusuhan, iri, dengki, marah yang

mana semua sikap itu memang harus dihindari oleh siswa dan

juga menanamkan sikap tolong menolong, sopan santun juga taat

beribadah dimana sikap tersebut memang harus dibiasakan sejak

dini. Hal ini merupakan dampak dari tujuan pembelajaran PAI

yang terpenuhi sehingga generasi yang dihasilkan pun berkualitas

imannya.49

e. Lingkungan atau Kultur

Lingkungan belajar yang mendukung juga berpengaruh pada

kesiapan belajar siswa. Ketika peneliti melakukan observasi di

MA NU Ibtidaul Falah, peneliti mengamati ruangan belajar siswa

yang mendukung proses pembelajaran. Meja tulis dan kursi yang

tertata rapi, tersedia proyektor untuk materi tambahan yang tidak

ada di buku bacaan.50

Hal ini sesuai dengan teori yang

mengungkapkan mengenai pentingnya lingkungan belajar untuk

mendukung proses belajar mengajar yang menyatakan bahwa

perkembangan siswa tergantung pada pengaruh lingkungan dan

kultur. Stimulasi lingkungan serta hambatan-hambatan mental

individu mempengaruhi perkembangan mental, kebutuhan, minat,

tujuan-tujuan, perasaan dan karakter siswa yang bersangkutan.

Lingkungan yang mempengaruhi kesiapan belajar siswa

bukan hanya lingkungan madrasah saja, tetapi juga lingkungan

tempat tinggal dan juga lingkungan pergaulan atau teman sehari-

hari. Ketika lingkungan tempat tinggal dan teman-teman

sebayanya mendukung agar siswa tersebut menjadi siswa yang

rajin belajar maka kesiapan belajar pun akan senantiasa terbangun

49

Hasil Observasi, 02 Januari 2017, pukul 12.00 WIB, MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus 50

Hasil Observasi, 02 Januari 2017, pukul 12.00 WIB, MA NU Ibtidaul Falah Samirejo

Dawe Kudus

102

dengan baik. Namun, jika siswa tersebut berada pada lingkungan

yang sembarangan dalam arti lingkungan yang kurang

mendukung siswa agar menjadi siswa teladan yang baik, maka

kesiapan belajar siswa juga menjadi kurang berkembang dengan

baik.

2. Analisis Data Tentang Faktor Pendukung Dan Faktor

Penghambat Penerapan Strategi Guru Untuk Membangun

Kesiapan Belajar Siswa (Readiness) Di MA NU Ibtidaul Falah

Samirejo Dawe Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017

Dari data yang peneliti peroleh tentang faktor pendukung dan

faktor penghambat dalam membangun kesiapan belajar siswa, terdapat

banyak faktor pendukung diantaranya seperti buku-buku bacaan,

kegiatan-kegiatan madrasah dan kegiatan di lingkungan tempat tinggal,

perpustakaan, media pembelajaran seperti proyektor, internet, motivasi

yang diberikan guru bahkan guru itu sendiri dapat menjadi faktor

pendukung dalam usaha membangun kesiapan belajar siswa.

Sesuai dalam buku teori yang menjelaskan bahwa faktor

pendukung untuk membangun kesiapan belajar siswa (readiness)

membutuhkan kematangan siswa yang dalam hal ini merupakan suatu

proses pertumbuhan yang ditentukan oleh proses pembawaan. Proses

kematangan ini belajar tanpa adanya usaha-usaha yang disengaja untuk

mempercepat proses ini. Kematangan ini juga berjalan jika ada usaha

untuk tantangan.

Siswa setara MA, rata-rata sudah bisa dipastikan kalau mereka

sudah cukup matang dalam hal berpikir dan bertindak untuk selalu siap

belajar sebagaiman yang peneliti temukan di MA NU Ibtidaul Falah

Samirejo Dawe Kudus. Siswa di madrasah tersebut, rata-rata sudah

mampu mengembangkan daya pikir mereka terutama dalam mata

pelajaran PAI yang bisa dibuktikan dengan kesiapan mereka dalam

belajar. Selain kematangan siswa, lingkungan belajar yang kondusif

103

juga sangat diperlukan demi kelancaran dalam proses belajar mengajar.

Lingkungan yang mendukung seperti halnya tempat duduk yang tertata

rapi, meja tulis yang layak pakai, tersedia juga proyektor dan laptop.

Dalam buku teori menjelaskan bahwa, adanya perubahan lingkungan

dalam diri siswa, membuat siswapun menjadi lebih bebas

menggunakan dunia unuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut.

Perubahan lingkungan itu terjadi akibat belajar serta bertambahnya

kematangan siswa. Semakin dewasa siswa pun semakin merdeka dan

bertanggungjawab.

Sikap professional yang ditunjukkan oleh guru PAI di MA NU

Ibtidaul Falah Samirejo Dawe Kudus sudah sesuai kriteria

profesionalitas yang layak dimiliki oleh seorang guru. Sikap

profesional ini dibuktikan dengan guru PAI yang selalu mengamati

perkembangan siswa dalam menerima pelajaran, sehingga hal ini dapat

memudahkan guru untuk menentukan model, metode dan strategi

pembelajaran yang tentunya akan berpengaruh pada perkembangan

pemahaman siswa dalam menerima pelajaran. Sesuai dengan teori

bahwa seorang guru harus melihat sejauh mana kesiapan seorang siswa

dalam menerima pelajaran. Dengan begitu, seorang guru juga akan

lebih mudah menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan

dan melalui bahan ajar yang sesuai untuk diajarkan.

Jadi faktor pendukung dalam membangun kesiapan belajar

siswa itu bukan hanya dari dalam diri siswa itu sendiri tetapi juga dari

guru, madrasah, lingkungan tempat tinggal juga sarana prasarana yang

terdapat di madrasah.

Sedangkan tentang faktor penghambat yang terdapat dalam

usaha membangun kesiapan belajar siswa adalah kebanyakan dari

siswa itu sendiri. Ada siswa yang memang sering membuat keributan

sehingga mengganggu siswa lainnya agar fokus pada pelajaran, ada

juga siswa yang malas sehingga pada saat pelajaran tidak membawa

buku pelajaran selain itu juga pengaruh lingkungan seperti banyaknya

104

konsumsi HP untuk hal yang kurang bermanfaat sehingga keberadaan

HP tersebut membuat siswa malas untuk belajar. Ketika siswa

memiliki rasa malas untuk belajar maka bisa dipastikan siswa tersebut

tidak memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran. Oleh karena itu,

sebagai seorang guru yang professional haruslah mampu

meminimalisir hambatan-hambatan dalam usaha membangun kesiapan

belajar siswa khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.