BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1...

19
50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga yang berletak di jalan Hasanuddin No.806, Kelurahan Ngawen, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Rumah sakit ini pertama kali didirikan pada awal tahun 1934 dengan nama RSTP Ngawen Salatiga yang berfungsi sebagai tempat petirahan/sanatorium yaitu sebagai fasilitas medis untuk penyakit jangka panjang, terutama tuberkulosis, bagi penderita kesehatan paru yang pada masa itu lebih banyak didominasi oleh warga keturunan Belanda. Pendirian Sanatorium tersebut dilatar belakangi dengan kondisi udara yang sejuk karena secara geografis daerah Ngawen Salatiga memiliki ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18 29 C. Fungsi sanatorium ini terus berlanjut hingga diberi sebutan sebagai Rumah Sakit Paru- Paru. Pada tahun 1978 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 137/MenKes/SK/IV/1978 ditetapkan Struktur Organisasi yang lebih jelas tugas pokok dan fungsinya yaitu sebagai rumah sakit

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1...

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan

Salatiga yang berletak di jalan Hasanuddin No.806, Kelurahan Ngawen,

Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Rumah

sakit ini pertama kali didirikan pada awal tahun 1934 dengan nama

RSTP Ngawen Salatiga yang berfungsi sebagai tempat

petirahan/sanatorium yaitu sebagai fasilitas medis untuk penyakit

jangka panjang, terutama tuberkulosis, bagi penderita kesehatan paru

yang pada masa itu lebih banyak didominasi oleh warga keturunan

Belanda. Pendirian Sanatorium tersebut dilatar belakangi dengan

kondisi udara yang sejuk karena secara geografis daerah Ngawen

Salatiga memiliki ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan air

laut dengan suhu udara berkisar antara 18 – 29 C. Fungsi sanatorium

ini terus berlanjut hingga diberi sebutan sebagai Rumah Sakit Paru-

Paru.

Pada tahun 1978 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

RI Nomor: 137/MenKes/SK/IV/1978 ditetapkan Struktur Organisasi

yang lebih jelas tugas pokok dan fungsinya yaitu sebagai rumah sakit

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

51

khusus yang menyelenggarakan pelayanan terhadap penderita

penyakit TB paru, dengan sebutan RSTP.

Selanjutnya pada tanggal 26 September 2002, dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI, nomor 1208/Menkes/SK/IX/2002,

RSTP “Ngawen” Salatiga berubah nama menjadi Rumah Sakit Paru dr.

Ario Wirawan Salatiga, dan merupakan satu-satunya rumah sakit paru

di Provinsi Jawa Tengah (www.rspaw.or.id). Menurut data dari Dinas

Kesehatan Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah 2012, sampai sekarang

ini RSPAW masih merupakan satu-satunya rumah sakit paru di Provinsi

Jawa Tengah (Dinkes Jateng, 2012).

Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan memiliki fasilitas pelayanan

yaitu Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Rawat Jalan, yang terdiri

dari Ruangan Eksekutif dan Poliklinik. Rumah Paru dr. Ario Wirawan

mempunyai ruang rawat inap berjumlah 8 ruang dan didukung dengan

instalasi antara lain terdiri dari, Instalasi Radiologi, Instalasi

Laboratorium, Rehabilitas medis, Instalasi Gizi dan Instalasi Farmasi.

Rumah sakit ini memiliki pelayanan unggulan dalam pemeriksaan

spirometri, bronkoskopi, Ct Scan, dan Ct Guide, analisa gas darah dan

petanda tumor.

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

52

Dari 8 ruangan Intalasi Rawat Inap, peneliti melakukan

penelitian di 2 ruangan yaitu ruangan Dahlia bawah dan ICU. Ruangan

Dahlia bawah merupakan tempat perawatan bagi pasien kelas III yaitu

pasien yang menggunakan Jamkesmas (jaminan kesehatan

masyarakat) dan yang tidak menggunakan jaminan kesehatan ini.

Ruangan Dahlia bawah memiliki 19 perawat dengan memiliki kapasitas

38 tempat tidur dan di Ruangan ICU memiliki 13 perawat dengan

kapasitas 5 tempat tidur.

Gambar 4.1: Peta lokasi RSP dr. Ario Wirawan salatiga (www.rspaw.or.id).

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

53

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia,

tingkat pendidikan dan masa kerja selengkapnya disajikan dalam

tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat

pendidikan dan masa kerja (n:32)

Karakteristik

Responden

Jumlah (n:32)

Presentase (%)

Jenis Kelamin : Pria Wanita

14 18

43,8 56,2

Usia : 20-30 tahun 31-40 tahun

12 20

37,5 62,5

Tingkat Pendidikan : D3 S1

31 1

96,9 3,1

Masa Kerja <5 tahun >5 tahun

14 18

43,8 56,2

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden

dalam penelitian ini mayoritas wanita yaitu 56,25% dibandingkan

dengan jumlah responden pria yaitu 43,75%. Mayoritas usia

responden yaitu 31-40 tahun sebanyak 62,5%. Tingkat pendidikan

responden hampir seluruhnya D3 dengan 96,875% disusul S1 hanya

3,125%. Mayoritas masa kerja lebih banyak rata-rata antara <5

tahun yaitu 43,75%, menyusul masa kerja >5 tahun yaitu 56,25%.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

54

4.3 Gambaran Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan

Alat Pelindung Diri (APD) di Rumah Sakit Paru dr. Ario

Wirawan Salatiga

Berikut ini adalah distribusi gambaran kepatuhan

perawat terhadap penggunaan alat pelindung diri yang

meliputi penggunaan masker, handschoen, pelindung

tubuh/baju dalam menangani pasien penderita TB Paru.

Peneliti memisahkan gambaran kepatuhan perawat terhadap

penggunaan APD di Ruang ICU dan Ruang Dahlia. Hasil

penelitian selengkapnya disajikan dalam tabel 4.2 dan tabel

4.3.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ruang ICU

Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga

No Kepatuhan Penggunaan

APD

Frekuensi Presentasi

1 Patuh 13 100

2 Kurang Patuh 0 0

3 Tidak Patuh 0 0

Jumlah 13 100%

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa seluruh responden di

ruang ICU patuh dalam penggunaan alat pelindung diri

dengan kategori 100.

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

55

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Kepatuhan

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ruang Dahlia Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga

No Kepatuhan Penggunaan APD Frekuensi Presentasi

1 Patuh 16 84,2

2 Kurang Patuh 3 15,8

3 Tidak Patuh 0 0

Jumlah 19 100%

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden di ruang Dahlia

sebagian besar patuh terhadap penggunaan alat pelindung diri

dengan kategori baik 84,2%, disusul responden kurang patuh

15,8%.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Karakteristik Responden

4.3.1.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruang

ICU dan Dahlia Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga

pada bulan Juni 2012, dari 32 responden perawat jumlah

perawat perempuan sebanyak 18 orang (56,25%) sedangkan

untuk jumlah perawat laki-laki sebanyak 14 orang (40,625%).

Penelitian ini sesuai dengan pendapat Muchlas

(2004) yang menyatakan bahwa proporsi perempuan dalam

personel keperawatan jauh lebih besar dibandingkan dengan

laki-laki.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

56

Hal ini sesuai dengan rumah sakit lain pada

umumnya, dimana sebagian besar perawat pelaksananya

didominasi oleh kaum perempuan. Dilain pihak terdapat

pertimbangan lain bahwa perempuan dalam melaksanakan

pekerjaannya lebih disiplin dalam mematuhi wewenang

daripada laki-laki, sehingga akan tercapai pelayanan

keperawatan secara optimal (Stephen P. Robbin, 2001:48).

Ariyani, 2008 mengatakan bahwa tidak ada batas

ideal perbandingan antara perawat laki-laki dan perempuan.

Namun dalam manajemen keperawatan mengenai

pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam satu shift ada

perawat laki-laki dan perempuan, sehingga apabila

melakukan tindakan yang bersifat privacy bisa dilakukan

oleh perawat yang sama jenis kelaminnya misalnya personal

higiyene, eliminasi, perekaman EKG, pemasangan asesoris

bed side monitor dan lain-lain.

Dalam tindakan keperawatan selain memberikan

asuhan keperawatan kepada klien, tenaga laki-laki lebih

cenderung dibutuhkan untuk membantu memindahkan beban

yang berat seperti pasien obesitas, peralatan tabung O2

serta tindakan lain yang sulit untuk dilakukan oleh

perempuan, dimana akan mengganggu kelancaran proses

keperawatan ketika perawat sedang bertugas.

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

57

4.3.1.2 Usia

Rata-rata umur responden di atas 30 tahun, dengan

umur termuda 22 tahun. Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat

bahwa umur responden berdasarkan kelompok umur

sebesar 37,5% untuk umur 20 tahun sampai 30 tahun dan

sebesar 62,5% untuk umur diatas 30 tahun.

Secara fisiologis pertumbuhan dan perkembangan

seseorang dapat digambarkan dengan pertambahan umur.

Dengan peningkatan umur diharapkan terjadi pertumbuhan

kemampuan motorik sesuai dengan tumbuh kembangnya,

yang identik dengan idealisme tinggi, semangat tinggi dan

tenaga yang prima.

Umur responden dalam penelitian ini antara 22 tahun

hingga 40 tahun. Umur sampai 40 merupakan umur yang

masih sangat produktif yang dalam menjalankan

pekerjaannya masih bersifat ideal ditunjang dengan fisik

yang masih kuat dan prima sehingga dapat menjalankan

tugasnya dengan baik. Pada umur 40 sampai 45 tahun,

secara fisik sudah mengalami kemunduran (Monks, 2000).

Faktor usia juga merupakan variabel individu, secara

prinsip bahwa seseorang bertambah usianya akan

bertambah kedewasaannya dan semakin banyak menyerap

informasi yang akan mempengaruhi perilakunya. Hal ini

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

58

sesuai dengan keadaan di ruangan dimana perawat yang

paling dominan di ruangan adalah perawat yang umurnya di

atas 30 tahun dan dari hasil penelitian didapatkan bahwa

hampir seluruhnya dari jumlah perawat patuh terhadap

penggunaan alat pelindung diri (Baihaqi, 2009).

Menurut Georgios Efstathiou, 2011 umur dapat

menjadi penentu terhadap kepatuhan penggunaan alat

pelindung diri. Semakin tinggi umur perawat maka akan lebih

mengikuti kepatuhan penggunaan alat pelindung diri. Umur

menjadi penentu pengalaman praktek seorang perawat.

Perawat yang sudah berpengalaman selama bertahun-tahun

akan membuat mereka lebih melakukan tindakan

pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri.

4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 32

orang perawat Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga,

tingkat pendidikan perawat pelaksana hampir seluruhnya

lulusan Akademi Keperawatan yang berjumlah 31 orang

perawat (96,875%). Hal ini membuktikan bahwa perawat

pelaksana di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga

rata-rata sudah memiliki tingkat pendidikan yang cukup untuk

kapasitas pekerjaannya.

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

59

Kriteria perawat profesional adalah lulusan

pendidikan tinggi keperawatan minimal Akademi

Keperawatan, mentaati kode etik, mampu berkomunikasi

dengan pasien dan keluarga, serta mampu memanfaatkan

sarana kesehatan yang tersedia secara berdaya guna dan

berhasil guna,mampu berperan sebagai agen pembaharu

dan mengembangkan ilmu serta teknologi keperawatan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan akan lebih rasional

dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam

usaha pembaharuan dan dapat menyesuaikan diri terhadap

pembaharuan (Baihaqi, 2009).

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam

memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.

Dengan bekal pendidikan yang tinggi seseorang akan lebih

banyak menyerap informasi dan luasnya pengetahuan yang

telah diperoleh dan tanggap dengan permasalahan yang

dihadapi sehingga mereka akan dengan cepat menerima

perubahan dan informasi serta melakukan tindakan nyata

dalam memproteksi diri dari bahaya akibat dari pekerjaannya

dengan berperilaku aman dalam bekerja dengan

menggunakan alat pelindung diri (APD) (Baihaqi, 2009).

Jenjang pendidikan yang tinggi menyebabkan

perawat memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

60

tugas. Perawat yang mempunyai jenjang pendidikan yang

lebih tinggi yang diikuti pengalaman yang lebih banyak serta

mendapatkan informasi tentang teori-teori baru mengenai

pencegahan infeksi nosokomial diharapkan semakin mampu

melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial. Pada

penelitian ini tidak bisa menunjukkan efek pendidikan

terhadap praktik pencegahan infeksi karena responden

mempunyai tingkat pendidikan yang homogen.

4.3.1.4 Masa Kerja

Masa kerja responden berkisar antara 1 sampai 10

tahun dengan rata-rata masa kerja 5 tahun. Masa kerja

responden <5 tahun berjumlah 14 orang (43,75%), masa

kerja responden >5 tahun berjumlah 18 orang (56,25%).

Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar

responden sudah lama menjalankan profesinya sebagai

perawat. Semakin lama perawat bekerja semakin banyak

kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat

pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja

maka semakin sedikit kasus yang ditanganinya.(Agus, 2002).

Seseorang perawat yang pengalaman kerjanya sudah

lama, akan memiliki ketelatenan atau keterampilan lebih luas

karena sudah banyak menangani berbagai macam kasus

serta sudah dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

61

dan lingkungan pekerjaannya. Sehingga perawat yang

berpengalaman dengan status masa kerja lebih lama akan

lebih patuh dan akan melaksanakan tugasnya dengan baik.

Semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki

seorang perawat baik dari kemampuan teknis dan praktek

dalam tindakannya keperawatan yang dilakukan, maka akan

dapat meningkatkan prestasi perawat tersebut.

Hal ini disebabkan oleh karena seseorang yang telah

lama bekerja memiliki wawasan yang luas dan pengalaman

yang lebih dan seseorang individu akan melakukan sesuatu

tindakan berdasarkan pengalamannya. Petugas kesehatan

yang berpengalaman akan melakukan tindakan sesuai

ketentuan yang telah mereka kenal dan tidak merasa

canggung dengan tindakannya.

Jadi asumsi peneliti bahwa, semakin lama masa kerja

responden maka mereka semakin patuh. Hal ini dipengaruhi

oleh beberapa hal seperti pengalaman yang lebih banyak

dalam mengatasi berbagai macam kasus penyakit,

keterampilan dalam menghadapi pekerjaannya serta

kemampuan teknis praktek.

Asumsi peneliti diatas juga sesuai dengan yang

dikatakan Siagian (2006) yang mengatakan bahwa kualitas

dan kemampuan kerja seseorang bertambah dan

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

62

berkembang melalui 2 jalur utama yakni pengalaman kerja

yang dapat mendewasakan seseorang dari pelatihan dan

pendidikan.

4.3.2 Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Dalam pembahasan ini peneliti membahas masing-masing

tingkat kepatuhan di kedua ruangan yang diteliti. Dari 32 jumlah

responden perawat, di Ruang ICU terdapat 13 orang perawat yang

diteliti dan 19 orang perawat di Ruang Dahlia yang diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 dari 13

responden di Ruang ICU menunjukkan bahwa frekuensi responden

berdasarkan kepatuhan perawat menggunakan alat pelindung diri

dalam menangani pasien penderita TB Paru diatas, bahwa semua

perawat pelaksana di ruangan tersebut patuh dalam penggunaan

alat pelindung diri yaitu masker, handschoen dan baju pelindung diri.

Semua responden dikategorikan patuh karena, selama

peneliti melakukan observasi langsung sebanyak 3 kali dalam waktu

yang berbeda pada setiap responden, peneliti melihat bahwa setiap

perawat selalu menggunakan dengan tepat dan benar alat pelindung

diri dalam menangani pasien penderita TB Paru. Penggunaan alat

pelindung diri ini merupakan teknik pencegahan penyakit menular

seperti TB Paru, yang dapat menular melalui udara sehingga perlu

menggunakan masker, selain itu dapat juga menular melalui

percikan darah jika mengenai tubuh perawat sehingga mewaspadai

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

63

penularan dengan menggunakan handschoen dan baju/pelindung

diri.

Dari hasil penelitian ini dapat diasumsikan peneliti bahwa hal

ini didukung pula karena penggunaan APD merupakan kebijakan

rumah sakit dalam penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional)

dalam memberikan asuhan keperawatan. Disamping itu dipengaruhi

juga oleh peran kepala ruang atau kepala tim dalam memimpin dan

mengayomi anggota atau perawat pelaksana dalam menerapkan

SPO khususnya penggunaan APD demi menjaga keselamatan dan

kesehatan kerja pasien dan juga perawat.

Hal ini menunjukkan ketua tim di ruangan tersebut berhasil

mengembangkan tipe kepemimpinan dan ilmu yang dimiliki dengan

cara membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan

keperawatan. Selain itu hampir seluruhnya perawat pelaksana di

ruangan memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu Akademi

Keperawatan dan pengalaman kerja dimana lebih dari setengah

responden memiliki masa kerja lama yaitu di atas 5 tahun.

Berbeda halnya dengan hasil penelitian pada tabel 4.3 dari

19 responden di Ruang Dahlia menunjukkan jumlah responden yang

patuh yaitu 16 orang perawat (84,2%) dan jumlah responden yang

kurang patuh yaitu 3 orang perawat (15,8%).

Responden dengan kategori kurang patuh terlihat

menggunakan alat pelindung diri dengan tidak benar dan tidak tepat.

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

64

Observasi peneliti menunjukkan, hal ini diakibatkan karena perawat

saat itu datang terlambat sehingga tidak terlalu memperhatikan

kelengkapan atribut APD yang digunakannya. Sebab lain karena

ada pasien yang dalam keadaan darurat harus segera diberikan

pertolongan, dan perawat memiliki prinsip lebih mendahulukan akan

keselamatan pasien. Hal ini menjadikan perawat kurang

memperhatikan kelengkapan dan kerapian penggunaan APD yang

digunakan dalam setiap memberikan asuhan keperawatan.

Hal tersebut juga sama dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Anastasios Merkouris (2011) yaitu tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat terhadap

penggunaan alat pelindung diri untuk menghindari pajanan

mikroorganisme di Amerika Serikat, dimana hasil dari penelitiannya

mengatakan bahwa alasan dari keseluruhan respondennya

mengalami hambatan dalam kepatuhan penggunaan alat pelindung

diri karena ketika mereka sedang bertugas, sesuatu yang tidak

terduga/darurat bisa terjadi seperti menemukan pasien dalam situasi

hidup atau mati, pada saat itu juga mereka akan segera memberikan

perawatan secara langsung bukan lagi memikirkan untuk

menggunakan alat pelindung diri. Perhatian utama mereka adalah

untuk melindungi keselamatan pasien sekalipun itu akan

membahayakan diri mereka sendiri.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

65

Keadaan ini sangat berisiko atau berpotensi menimbulkan

bahaya kesehatan bagi perawat selama menangani pasien

penderita TB Paru. Pada studi pendahuluan sebelum peneliti

melakukan penelitian, peneliti memperoleh informasi dari salah

seorang perawat di RSPAW Salatiga mengemukakan bahwa, dalam

dua tahun belakangan ini, ada beberapa perawat yang tertular

penyakit TB Paru. Jumlah perawat yang tertular TB tidak dapat di

data, karena jika mereka tertular TB/ penyakit dari pasien mereka

tidak pernah melaporkan atau dengan kata lain mereka

menyembunyikan kasus tersebut karena merupakan privasi masing-

masing individu perawat tersebut. Penyebab penularan ini diduga

diakibatkan karena kurang disiplin dalam menjaga keamanan diri

sendiri dengan tidak disiplin menggunakan APD.

Dari kejadian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa alat

pelindung diri berperan penting untuk perlindungan diri bagi perawat

sendiri. Perawat yang patuh menggunakan alat pelindung diri serta

digunakan dengan tepat dan benar memiliki tingkat resiko rendah

untuk tertular penyakit menular seperti TB Paru dibandingkan

dengan perawat yang kurang patuh ataupun tidak patuh dalam

menggunakan alat pelindung diri.

Dikatakan perawat patuh dengan memiliki tingkat resiko

rendah tertular penyakit menular seperti TB Paru, jika menggunakan

APD tidak akan dengan mudah terinfeksi karena masih ada atribut di

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

66

luar tubuh yang bisa melindungi anggota tubuh bagian dalam.

Apabila perawat tertusuk jarum suntik mungkin hanya tertusuk di

kulit luar handschoen atau baju pelindung tubuh. Jika terkena

paparan selaput lendir, kemungkinan hanya terkena sampai di

bagian luar baju pelindung tubuh, sedangkan paparan udara/droplet

masih terhalangi oleh penggunaan masker yang menutupi bagian

muka.

Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti, penilaian APD

dilihat dari kepatuhan penggunaan alat pelindung diri dan cara

penggunaannya. Ini merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi penilaian tingkat kepatuhan perawat. Penilaian yang

dimaksud peneliti yaitu, tentang penggunaan APD dengan benar

dan tepat dan penggunaan alat pelindung diri dengan tidak benar

dan tidak tepat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Yusran Muhammad pada tahun 2007 dengan judul kepatuhan

penerapan prinsip-prinsip pencegahan infeksi (Universal Precaution)

pada perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Muluk Bandar

Lampung, yakni dihasil penelitiannya menemukan bahwa

pelaksanaan Universal Precaution oleh responden masih sub

optimal. Hanya 64 (33,5%) responden yang masuk dalam kategori

baik dalam menjalankan prinsip Universal Precaution. Tingkat

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

67

kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (gaun, pelindung mata,

pelindung wajah) masih rendah.

Hasil dalam penelitian ini sama halnya dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Georgios Efstathiou, (2011) tentang

kepatuhan perawat terhadap penggunaan alat pelindung diri untuk

pencegahan penularan patogen di Amerika Serikat, yang

menemukan hanya 9,1% responden yang patuh terhadap

penggunaan alat pelindung diri. Dalam penelitiannya, Georgios

mengatakan bahwa sebagian dari respondennya kurang patuh

karena tidak selalu menggunakan sarung tangan ketika

berimplementasi kepada pasien, maupun masker dan pelindung

tubuh hanya kadang-kadang mereka menggunakannya.

Respondennya mengatakan bahwa mereka menggunakan

cincin dan kuku palsu sehingga akan mengganggu jika

menggunakan sarung tangan, merasa tidak nyaman menggunakan

masker karena memiliki bau yang mengerikan, serta dalam

penggunaan gaun pelindung tubuh mereka mengatakan akan

mengganggu ketangkasan dan keterampilan mereka dalam bekerja.

Peneliti mengaitkan tentang kepatuhan perawat dalam

penggunaan alat pelindung diri, dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor berdasarkan Standard Precautions Clinical Governance,

2010. Penggunaan SPO di suatu Rumah Sakit, dapat mencegah

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6706/4/T1... · pencegahan seperti halnya penggunaan alat pelindung diri. 4.3.1.3 Tingkat Pendidikan

68

kontaminasi (orang ke orang atau benda yang terkontaminasi ke

orang) baik itu resiko penularan patogen melalui darah dan droplet.

Selain prosedur tetap yang diterapkan di rumah sakit harus

dipatuhi, sikap, ketekunan dan kesadaran perawat turut memberi

sumbangsih terhadap kepatuhan penggunaan APD dalam

menjalankan tugasnya.

Hal ini sesuai dengan teori kepatuhan perawat menurut

Setiadi, 2007 bahwa kepatuhan perawat adalah perilaku perawat

sebagai profesional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan

yang dilakukan atau ditaati. Akan tetapi perilaku kepatuhan bersifat

sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan.

Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku

ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu

sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan

diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan.