BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil 4.1.1...

21
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil 4.1.1 Profil Kecamatan Kota Tengah Kecamatan Kota Tengah merupakan pemekaran dari Kecamatan Kota Utara, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005, yang diresmikan pada tanggal 24 Maret 2005. Lahirnya Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari kalangan tokoh agama/adat, tokoh Masyarakat, Generasi Muda, yang kemudian ditindak lanjuti dengan dibentuknya Komite Pemekaran Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo melalui surat keputusan Camat Kota Utara Kota Gorontalo tanggal 4 Desember 2004. Adapun Maksud dan Tujuan Pemekaran Kecamatan adalah dalam rangka Upaya Peningkatan dan Percepatan Pelayanan kepada Masyarakat dibidang Pemerintahan dan Pembangunan mulai dari Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Gorontalo, dengan Luas wilayah Kecamatan Kota Tengah 4.13 km 2 atau 6.37% dari luas Kota Gorontalo dengan posisi geografis terletak antara 0,19’ – 1,15’ Lintang Selatan dan 121,23’ – 123,43’ Bujur Timur dengan ketinggian + 5 M dari permukaan laut, dengan Suhu rata – rata pada siang hari berkisar antara 30,9 – 34,0 0 C dan pada malam hari berkisar antara 20,8 – 24,4 0 C. Sedangkan kelembaban relatif tergolong tinggi dengan rata – rata 83 %.

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil 4.1.1...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil

4.1.1 Profil Kecamatan Kota Tengah

Kecamatan Kota Tengah merupakan pemekaran dari Kecamatan Kota Utara,

yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005, yang

diresmikan pada tanggal 24 Maret 2005. Lahirnya Kecamatan Kota Tengah Kota

Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari

kalangan tokoh agama/adat, tokoh Masyarakat, Generasi Muda, yang kemudian

ditindak lanjuti dengan dibentuknya Komite Pemekaran Kecamatan Kota Utara

Kota Gorontalo melalui surat keputusan Camat Kota Utara Kota Gorontalo

tanggal 4 Desember 2004. Adapun Maksud dan Tujuan Pemekaran Kecamatan

adalah dalam rangka Upaya Peningkatan dan Percepatan Pelayanan kepada

Masyarakat dibidang Pemerintahan dan Pembangunan mulai dari Perencanaan,

Pelaksanaan, dan Pengawasan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan Masyarakat.

Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota

Gorontalo, dengan Luas wilayah Kecamatan Kota Tengah 4.13 km2 atau 6.37%

dari luas Kota Gorontalo dengan posisi geografis terletak antara 0,19’ –

1,15’ Lintang Selatan dan 121,23’ – 123,43’ Bujur Timur dengan ketinggian + 5

M dari permukaan laut, dengan Suhu rata – rata pada siang hari berkisar antara

30,9 – 34,0 0 C dan pada malam hari berkisar antara 20,8 – 24,4 0C. Sedangkan

kelembaban relatif tergolong tinggi dengan rata – rata 83 %.

Batas Wilayah Kecamatan Kota Tengah adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara.

b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Dembe II, Wongkaditi Barat,

Kecamatan Kota Utara, Kelurahan Heledulaa Utara, Kecamatan Kota

Timur

c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Limba U1 dan Limba U2,

Kecamatan Kota Selatan.

d. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kelurahan Libuo, Huangobotu,

Tomulabutao, dan Kecamatan Dungingi.

Jumlah RT/RW dan lingkungan di tingkat kelurahan dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 4.1 Jumlah RT/RW Dan Lingkungan Di Tingkat Kelurahan

No Kelurahan Luas

Lingk RT RW Ket (Km2)

1. Paguyaman 0,75 3 9 3

2. Pulubala 0,74 5 19 6

3. Dulalowo 0.33 2 10 4

4. D. Timur 1.02 3 9 3

5. Liluwo 0,56 4 11 4

6. Wumialo 0,73 4 10 5

Jumlah 4.13 21 68 25

Sumber : Doc. Profil Kecamatan Kota Tengah

4.1.2 Profil Puskesmas Dulalowo

Puskesmas Dulalowo adalah salah satu puskesmas dari tujuh puskesmas

yang ada di Kota Gorontalo, tepatnya berkedudukan di Jalan Sulawesi No. 2

Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah. Puskesmas Dulalowo mewilayahi

Kecamatan Kota Tengah sebagai wilayah kerja. Jarak antara Puskesmas Dulalowo

dengan ibukota Kecamatan Kota Tengah adalah 1 Km.

4.1.2.1 Rencana Strategis Puskesmas Dulalowo Tahun 2008-2013

a. Visi : Hidup sehat melalui kemandirian masyarakat

b. Misi: Membuat pelayanan kesehatan masyarakat yg berkualitas

c. Penilalian nilai : 1. Berpihak kepada masyarakat

2. Bertindak cepat dan tepat

3. Kerja sama tim

4. Integritas yang tinggi

5. Transparan dan akuntabel

d. Motto : Jadikan pasien sebagaimana keluarga sendiri

e. Tujuan :

1. Meningkatnya umur harapan hidup menjadi 70 tahun

2. Menurunnya angka kematian bayi menjadi 12 orang per 1000

kelahiran hdup

3. Menurunnya angka kematian ibu menjadi I bawah 1 orang

4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 5 %

f. Strategi :

1. Meningkatkan akses masyarakat Terhadap pelayanan kesehatan dasar

yang berkualitas

2. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat

3. Meningkatkan system surveilans, monitoring, dan informasi kesehatan

4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan dasar

g. Program

a. Upaya kesehatan Wajib :

1. Promosi kesehatan

2. Kesehatan Lingkungan

3. KIA Dan KB

4. Perbaikan gizi masyarakat

5. Pemberantasan penyakit menular

6. Pengobatan

b. Upaya kesehatan Pengembangan :

1. Perawatan kesmas

2. Upaya kesehatan Sekolah

3. Kesehatan gigi dan mulut

4. Kesehatan kerja

5. Kesehatan jiwa

6. Kesehatan usia lanjut

7. Kesehatan mata dan telinga

8. Kesehatan olahraga

9. Laboratorium Sederhana

10. Konsultasi medik, gizi, dan sanitasi

c. Upaya kesehatan Inovatif

1. Pelayanan prima

2. Pengembangan keluarga siaga

3. Menuju kelurahan sehat

4. Pengembangan system informasi kesehatan

4.1.2.2 Wilayah Kerja

Puskesmas Dulalowo memiliki wilayah kerja sebanyak enam kelurahan se-

Kecamatan Kota Tengah yaitu :

1. Kelurahan Wumialo dengan 4 lingkungan, 7 RW dan 28 RT

2. Kelurahan Dulalowo dengan 2 lingkungan, 4 RW dan 17 RT

3. Kelurahan Dulalowo Timur dengan 3 lingkungan, 5 RW dan 18 RT

4. Kelurahan Liluwo dengan 4 lingkungan, 6 RW dan 22 RT

5. Kelurahan Pulubala dengan 5 lingkungan, 8 RW dan 34 RT, dan

6. Kelurahan Paguyaman dengan 3 lingkungan, 5 RW dan 16 RT

Dengan batas-batas wilayah kerja :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

Kecamatan Kota Utara

2. Sebelah Timur berbatasan dengan sebagian wilayah kerja Puskesmas

Tamalate Kecamatan Kota Timur dan sebagian lagi wilayah kerja Puskesmas

Wongkaditi

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Limba B

Kecamatan Kota Selatan, dan

4. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Dungingi

Kecamatan Dungingi.

Jumlah penduduk pada tahun 2012 di wilayah kerja puskesmas Dulalowo

berdasarkan data SP2PT adalah 24.658 Jiwa dan jumlah KK adalah 6.489 KK,

dengan jumlah masyarakat miskin 4.574 jiwa, jumlah KK miskin 1.120 kk,

jumlah peserta Askes Sosial 572 kk, Ibu Hamil 605, Ibu Menyusui/Bersalin 570 ,

Bayi 0 – 1 thn 648 Anak Balita 1 – 5 thn 3.241 orang.

Kepadatan penduduk diwilayah kerja Puskesmas Dulalowo tahun 2012

adalah 987.57 jiwa per kilometer persegi, terpadat di Kelurahan Wumialo dan

terendah kepadatannya adalah Kelurahan Paguyaman seperti yang terdapat dalam

lampiran tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Menurut Kelurahan Tahun 2012

Kelurahan

Penduduk

(Km²)

Kepadatan Per Km² 2008 2012

2008 2012 Wumialo 3053 4612 7,86 504,33 504,33 Dulalowo 4397 3319 135,96 40,10 40,10 Liluwo 4451 4813 9,735 359,01 359,01 Pulubala 5254 5601 74,58 56,03 56,03 Paguyaman 2438 2703 78,99 28,09 28,09 Dul-tim 2398 3610 - - -

Jumlah 21.991 24.658 307,125 987,57 987,57

Sumber Data : SP2TP 2012

Ratio kepadatan penduduk diwilayah kerja Puskesmas Dulalowo

menunjukkan bahwa tingkat persebaran penduduk antar kelurahan berbeda

dimana tampak penduduk terkonsentrasi di Kelurahan Dulalowo dan Kelurahan

Wumialo.

4.1.2.3 Diagnosis Epidemiologi

Untuk menggambarkan tingkat prevalensi penyakit di wilayah kerja suatu

puskesmas maka disusunlah 10 Penyakit Menonjol Puskesmas. 10 penyakit

menonjol merupakan suatu pola penyakit yang disusun berdasarkan tingkat

kunjungan pasien ke puskesmas yang dapat digunakan sebagai acuan dalam

perencanaan upaya – upaya pencegahan dan surveylans epidemiologis puskesmas.

Berikut ini adalah tabel prevalensi penyakit paling menonjol di wilayah kerja

Puskesmas Dulalowo padas tahu 2012.

Tabel 4.3 10 Penyakit Menonjol Wilayah Puskesmas Dulalowo Tahun 2012

No Jenis Penyakit Jumlah

1 ISPA 3475

2 Nesofaringitis Akut 2972

3 Hipertensi 1457

4 Febris 1377

5 Influenza 1341

6 Luka / Trauma 641

7 Gastritis 638

8 Dermatitis kontak Alergi 514

9 Artristis 439

10 Pulpitis 282

Jumlah 13136

Sumber : Data Puskesmas Dulalowo

Menurut tabel di atas, sepanjang tahun 2012 jumlah seluruh kasus di

Puskesmas Dulalowo sebanyak 13136 kasus, dengan penyakit tertinggi selama

tahun 2012 adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan

jumlah kasus 3475 dan jumlah kasus terendah adalah penyakit pulpitis.

4.2 Hasil Penelitian

Pengumpulan data penelitian tentang “Fakor Risiko Penyebab Asma

Bronkial” dilakukan tanggal 20 April 2013 sampai dengan tanggal 04 Mei 2013.

Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap responden,

sedangkan data sekunder diambil dari catatan medik penderita yang berobat di

Puskesmas Dulalowo, dan alamat lengkap penderita di peroleh dari pencatatan

penduduk yang berada di kantor Kecamatan Kota Tengah.

Berdasarkan jumlah sampel yang dicantumkan di atas, jumlah penderita asma

yang berobat di Puskesmas Dulalowo sebanyak 52 penderita. Namun, setelah

melakukan penelitian, ada 2 penderita yang tidak memenuhi kriteria inklusi. Dua

penderita tersebut tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo. Yang

satunya bertempat tinggal di Kelurahan Tomulabutao dan penderita yang satu lagi

sudah pindah di luar daerah. Hal ini merupakan salah satu kendala yang ditemui

selama melakukan penelitian.

Berdasarkan hasil pengumpulan data penelitian melalui wawancara langsung

kepada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo, maka data disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :

4.2.1 Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 4.4 di

bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Jenis Kelamin n %

Laki – laki (L) 26 52 Perempuan (P) 24 48

Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang

pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang memiliki jenis kelamin laki – laki

lebih banyak dari jumlah penderita perempuan. Laki – laki 26 penderita (52%)

dan perempuan 24 penderita (48%).

4.2.2 Deskripsi Berdasarkan Kelompok Umur

Distribusi responden berdasarkan kelompok umur disajikan pada tabel 4.5 di

bawah ini :

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Kelompok Umur n %

<1 thn 0 0 1 – 10 18 36 11 – 20 6 12 21 – 30 7 14 31 – 40 6 12 40 – 50 5 10

>50 8 16 Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang

pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang paling banyak yaitu penderita yang

berusia 1 – 10 tahun sebanyak 18 penderita (36%), dan yang paling sedikit yaitu

penderita asma yang berusia 40 – 50 tahun sebanyak 5 penderita (10%).

Sedangkan tidak ada penderita yang berusia <1 tahun.

4.2.3 Deskripsi Faktor Paparan Debu

Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap debu

disajikan pada tabel 4.6 di bawah ini :

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Paparan Debu

Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Debu n %

Ya 33 66 Tidak 17 34

Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang

pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap debu sebanyak 33

penderita (66%), dan yang tidak alergi terhadap debu sebanyak 17 penderita

(34%).

4.2.4 Deskripsi Faktor Paparan Asap Rokok

Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap asap

rokok disajikan pada tabel 4.7 di bawah ini :

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Asap Rokok

Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Asap Rokok n %

Ya 23 46 Tidak 27 54

Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang

pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap asap rokok sebanyak

23 penderita (46%), dan yang tidak alergi terhadap asap rokok sebanyak 27

penderita (54%).

4.2.5 Deskripsi Faktor Binatang Peliharaan

Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap binatang

peliharaan disajikan pada tabel 4.8 di bawah ini :

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Binatang Peliharaan

Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Binatang

Peliharaan n %

Ya 11 22 Tidak 39 78

Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang

pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap binatang peliharaan

(kucing / anjing / burung) sebanyak 11 penderita (22%), dan yang tidak alergi

terhadap binatang peliharaan sebanyak 39 penderita (78%).

4.2.6 Deskripsi Faktor Makanan

Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap makanan

tertentu disajikan pada tabel 4.9 di bawah ini :

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Makanan Tertentu

Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Makanan n %

Ya 32 64 Tidak 18 36

Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang

pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap makanan tertentu

yaitu sebanyak 32 penderita (64%), dan yang tidak alergi terhadap makanan

apapun sebanyak 18 penderita (36%).

4.2.7 Deskripsi Berdasarkan Faktor Riwayat Keturunan

Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita yang memiliki riwayat

keturunan asma disajikan pada tabel 4.10 di bawah ini :

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Keturunan

Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Memiliki Riwayat

Keturunan Asma n %

Ya 20 40 Tidak 30 60

Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang

pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang memiliki riwayat keturunan penyakit

asma yaitu sebanyak 20 penderita (40%), dan yang tidak memiliki riwayat

keturunan asma sebanyak 30 penderita (60%).

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, faktor risiko penyebab asma bronkial di

wilayah kerja Puskesmas Dulalowo akan disajikan pada tabel 4.11 berikut :

Tabel 4.11 Distribusi Faktor Risiko Penyebab Asma Bronkial

No Faktor Risiko Ya % Tdk %

1 Debu 33 27,7 17 13 2 Asap Rokok 23 19,3 27 20,6 3 Binatang Peliharaan 11 9,2 39 29,8 4 Makanan 32 26,9 18 13,7 5 Riwayat Keturunan 20 16,8 30 22,9

TOTAL 119 100 131 100 Sumber : Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.11 diatas, faktor risiko penyebab asma bronkial yang

sangat berpengaruh terhadap kejadian asma bronkial yaitu faktor paparan debu.

Dimana dari 50 responden yang saya temui, ada 33 responden yang menyatakan

bahwa responden alergi terhadap debu, sedangkan 17 responden lainnya tidak

alergi terhadap debu. Dan faktor risiko yang kurang mempengaruhi kejadian asma

bronkial yaitu faktor binatang peliharaan. Dimana responden yang alegi terhadap

binatang peliharaan hanya 11 responden, sedangkan 39 responden lainnya

menyatakan bahwa mereka tidak alergi terhadap binatang peliharaan.

Berikut ini merupakan pembahasan hasil penelitian tentang faktor risiko

penyebab asma bronkial yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo :

4.3.1 Umur

Berdasarkan hasil penelitian, responden yang lebih banyak mengalami

penyakit asma yaitu anak – anak yang berusia 1 – 10 tahun. Menurut asumsi dari

peneliti, hal ini disebabkan karena pada usia 1 – 10 tahun tergolong dalam usia

anak – anak. Pada usia ini, merupakan usia sekolah dan usia bermain. Di usia ini

dimana anak – anak lebih banyak berinteraksi dengan berbagai macam benda,

melalui benda – benda tersebut mereka tidak menyadari bahwa mereka banyak

menghirup debu. Hal lainnya, di usia seperti ini pemahaman anak – anak tentang

pentinnya PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) masih kurang. Serta pada usia

seperti ini, anak – anak lebih suka mengkonsumsi berbagai macam makanan

seperti cokelat, ice cream, makanan yang mengandung pengawet, dan makanan –

minuman yang dingin lainnya. Pengetahuan mereka tentang faktor risiko

penyebab asma masih sangat kurang, sehingga mereka tidak menyadari bahwa

yang mereka lakukan dapat menyebabkan timbulnya penyakit asma bronkial.

Hal ini selaras dengan hasil penelitian penelitian Kurnia Pramesti (2006),

menginformasikan bahwa makanan yang mengandung monosodium glutamat

dapat menyebabkan pemicu sesak nafas pada anak – anak usia 1 – 15 tahun

dengan OR = 3,45 (95%C I=2,10-3,43).

Menurut Gary Rachelefsky (2006), pada beberapa orang gejala – gejala asma

bisa berkurang saat merek bertambah dewasa. Namun, penyakit itu tidak

menghilang. Sekitar 50% dari semua anak yang menderita asma bisa terus

mengalami gejala – gejalanya sepanjang hidup mereka atau gejala – gejala akan

kembali saat mereka menginjak akhir masa remaja dan dewasa. Hal ini yang

menyebabkan prevalensi penderita asma lebih banyak anak – anak dibandingkan

orang dewasa.

4.3.2 Debu

Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan bahwa debu rumah yang

menempel pada lantai kamar dan ruang keluarga, perabot rumah, langit – langit

rumah, tempat tidur, jendela kamar tidur yang selalu tertutup, membersihkan debu

tidak dengan lap basah dapat menyebabkan timbulnya penyakit asma bronkial.

Menurut asumsi peneliti, masuknya suatu alergen (debu) ke dalam saluran

pernafasan seseorang dapat merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas.

Bisaanya benda – benda yang paling banyak menyimpan debu, seperti kasur

(tempat tidur), karpet, jok kursi, tumpukan koran – koran, buku – buku, pakaian

yang lama digantung, lantai yang tidak sering dibersihkan dapat merangsang

saluran pernapasan sehingga menyebabkan sesak napas kemudian terjadi asma.

Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008).

Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa debu rumah yang

menempel pada kipas angin, langit-langi rumah, jendela kamar tidur anak yang

selalu tertutup, membersihkan debu tidak dengan lap basah, merupakan faktor

risiko bagi penderita asma bronkial pada anak dengan nilai OR ; 0,66 (95% CI ;

0,29 – 1,47 ; p=0,306), artinya penderita asma memiliki peluang 0,656 kali

menderita asma lebih kecil, dibandingkan anak yang tidak menderia asma.

Menurut John Rees MD. FRCP (1996), debu yang tersebar luas dalam seprei,

perabot rumah, karpet, dan mainan yang lembut/berbulu merupakan unsure

penting dalam peningkatan prevalensi asma. Jika, penderita asma dipindahkan ke

lingkungan yang kurang dari debu, gejalanya akan membaik. Pembersihan kamar

tidur secara teratur dan menghindari bahan yang mungkin mengumpulkan debu

adalah upaya yang bijaksana untuk menekan jumlah antigen. Pengurangan debu

telah dicoba dengan penutup kasur yang tak dapat tembus oleh debu, penyaring

yang halus pada pembersih vakum, akarisida, ayau bahkan pemberian nitrogen

cair pada karpet. Suatu usaha yang bersungguh – sungguh dapat mengurangi

jumlah debu sehingga cukup rendah untuk memperbaiki pengendalian asma.

Desensitisasi terhadap debu rumah mungkin dapat berguna pada anak – anak.

4.3.3 Asap Rokok

Asap rokok yang dihirup penderita asma bronkial secara aktif mengakibatkan

rangsangan pada sistima pernafasan, sebab pembakaran tembakau menghasilkan

zat iritan dalam rumah yang menghasilkan gas yang komplek dan partikel –

partikel berbahaya. Didukung pula pernyataan responden yang mengatakan ”bau

asap rokok saja anak saya langsung kumat seseknya, diawali dengan batuk –

batuk, hidung merasa tersumbat dan nafas bunyi ngik – ngik, jika akan tidur saya

beri bantal agar tidak sesek”.

Menurut asumsi peneliti, bahwa keluarga yang mempunyai anggota keluarga

yang menderita asma bronkial bila anggota keluarga lainnyanya yang merokok

didalam rumah kemudian terhisap oleh penderita asma atau bahkan penderita

asma merupakan perokok aktif memiliki risiko lebih besar, dibandingkan dengan

keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang tidak menderita asma, apabila

keluarganya menghisap merokok didalam rumah. Paparan asap tembakau pasif

berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah dan naiknya risiko

asma dan serangan asma.

Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008),

hasil analisis multivariat yang melihat antara asap rokok dengan kejadian asma

bronkial memiliki nilai OR ; 23,13, (95% CI ; 4,141 – 129,2) nilai p=3,141,

sehingga hipotesis terbukti. Dengan demikian dapat menginformasikan bahwa

keluarga yang mempunyai anak menderita asma bronkial bila anggota

keluarganya yang merokok didalam rumah kemudian terhisap oleh penderita asma

memiliki risiko 23,13 kali lebih besar, dibandingkan dengan keluarga yang

mempunyai anak, tidak menderita asma, apabila keluarganya menghisap merokok

didalam rumah. Hasil tersebut didukung oleh C. Infante Rivarrd (1993), dalam

penelitiannya tentang ibu perokok berat mengakibatkan reaksi batuk dan asma

menjadi kumat pada anak yang diasuhnya dengan OR ; 2,77 (95% CI ; 1,35 –

5,66).

Hal ini didukung dengan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996),

pencemaran udara secara pribadi dengan asap rokok memperberat asma. Merokok

aktif dan pasif menyebabkan timbulnya menyebabkan timbulnya penyempitan

saluran pernapasan. Akhir – akhir ini minat akan pencemaran lingkungan

meningkat. Meskipun kabut kota (smog) telah mengilang setelah adanya peraturan

udara bersih, kadar ozon, belerang dioksida, oksidanitrogen, dan bahan partikulat

meningkat di daerah – daerah padat penduduk dan perkotaan. Kombinasi suhu

tinggi, kelembaban, dan lalu – lintas yang padat menyebabkan kadar polusi udara

meningkat. Penderita asma harus sadar akan upaya untuk memperbaiki kualitas

udara. Kadar nitrogen dioksida yang ditemukan dalam rumah dapat meningkatkan

respons saluran pernapasan terhadap alergen.

4.3.4 Binatang Peliharaan

Kepemilikan binatang piaraan yang menjadi faktor pencetus terjadinya asma

bronkial. Seperti hasil wawancara dengan salah satu responden yang alergi

terhadap binatang piaraan, dia mengatakan bahwa “Saya alergi jika mengirup bulu

binatang seperti kucing, sehingga jika saya berada di tempat yang banyak terdapat

bulu kucing, gejala yang saya rasakan adalah bersin – bersin”. Pada penelitian ini,

dari 50 responden ada 11 penderita yang alergi terhadap binatang peliharaan.

Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008).

Kepemilikan binatang piaraan yang menjadi faktor pencetus terjadinya asma

bronkial pada anak, saat dilakukan analisis multivariat hasilnya bermakna secara

statistik dengan p=0,025 nilai OR ;30,65 (95% CI ; 1,538-610,7), memberikan arti

bahwa keluarga yang memiliki anak menderita asma bronkial dan mempunyai

binatang piaraan memilki besar risiko 30,65 kali dibandingkan dengan keluarga

tidak memiliki anak menderita asma dan tidak mempunyai binatang piaraan.

Hasil ini juga didukung oleh David I. Duffy (1998), alergi oleh binatang yang

dipelihara didalam rumah maupun diluar rumah oleh penderita asma mempunyai

OR ; 10,23. Selaras dengan hasil wawancara mendalam oleh beberapa responden

mengatakan ”kurang lebih lima tahun ini anak saya suka sekali menggendong-

gendong kucing dan setiap tidur kucing dibawa juga ketempat tidur (ibu A ;

Indept Interview), responden lain menjelaskan ”kelinci yang saya punya itu

kandangnya dekat rumah tinggal, kalau pada saat ganti bulu sering bulunya masuk

rumah, bahkan masuk didalam tidur dan ruang tamu” (ibu G ; Indept Interview).

Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu

binatang. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3 – 4

mikron) dan terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama

dari burung dan hewan menyusui.

Hal ini didukung dengan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), orang

tua dari anak – anak yang menderita asma sering khawatir mengenai hewan

piaraan di rumah. Kucing merupakan masalah yang terbesar, dengan alergen

dalam liur, urin, dan bulunya. Tetapi sebagian besar hewan piaraan dapat sekali

kali memicu asma. Pasien yang mempunyai masalah besar dengan asma harus

dianjurkan untuk tidak memelihara hewan piaraan baru. Bila anak – anak lahir

dalam suatu keluarga dengan riwayat atopi yang kuat, hewan piaraan yang

berbulu lebih baik dihindari. Hewan piaraan yang ada di rumah harus dijaga untuk

tidak masuk ke kamar tidur dan perabot yang lembut. Kalau hewan ini

diperkirakan merupakan penyebab gejala yang berbahaya, dapat dicoba untuk

pemisahan sementara. Alergen hewan tetap berada dalam rumah lama setelah

hewan tersebut dibuang, oleh karena itu hewan harus dipindahkan dari rumah

tersebut selama satu atau dua bulan. Pilihan lainnya, pasien dapat pindah rumah

selama satu atau dua minggu. Tetapi, membuang hewan kesayangan tanpa alasan

yang tepat dapat menyebabkan timbulnya masalah yang lebih berbahaya akibat

gangguan emosional.

4.3.5 Makanan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa beberapa jenis

makanan penyebab alergi seperti susu sapi, cokelat, ice cream, makanan –

minuman dingin dapat meningkatkan produksi lendir / dahak yang menyebabkan

penyempitan saluran pernapasan terutama pada bagian pernapasan bronkus

sehingga penderita merasa sesak napas dan bunyi mengi, serta makanan produk

industri dengan pewarna buatan, pengawet, vetsin dapat menjadi penyebab asma

bronkial.

Hal ini selaras dengan hasil penelitian penelitian Kurnia Pramesti (2006),

menginformasikan bahwa makanan yang mengandung monosodium glutamat

dapat menyebabkan pemicu sesak nafas pada anak-anak usia 1 – 15 tahun dengan

OR=3,45 (95%C I=2,10-3,43) (Purnomo, 2008).

Berdasarkan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), intoleransi pada

makanan tidak selalu menunjukkan adanya mekanisme alergi. Reaksi dapat

berkaitan dengan mediator farmakologik misalnya histamin atau tiramin dalam

makanan. Mereka dapat dihasilkan oleh zat tambahan makanan misalnya zat

warna kuning tartrazin, yang ditambahkan pada sejumlah besar makanan dan obat

– obatan. Bila terdapat alergi khusus terhadap bahan makanan dan obat – obatan.

Bila terdapat alergi khusus terhadap bahan makanan, yang paling mungkin akan

terlibat adalah susu, telurm kacang – kacangan, dan gandum.

4.3.6 Riwayat Keturunan

Adanya riwayat keturunan penyakit asma bronkial, merupakan salah satu

faktor risiko penyebab menurunnya penyakit asma pada anggota keluarganya. Hal

ini dibuktikan berdasarkan hasil survey dan wawancara yang saya lakukan, dari

50 penderita asma ada 20 penderita yang memiliki riwayat keturunan asma atau

40% dari jumlah responden. Salah satu responden mengatakan bahwa “saya

memiliki riwayat keturunan asma, ibu saya sejak kecil mengidap penyakit asma”.

Hal ini dibuktiktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008).

Adanya riwayat penyakit asma bronkial, mempunyai tiga kali lipat lebih tinggi

jika riwayat keturunan dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Melihat hasil

analisi multivariat kejadian asma bronkial pada responden memiliki nilai OR ;

8,27 (95% CI : 1,505 – 45,434) dengan p=0,015. Hasil tersebut menginformasikan

bahwa keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma bronkial mempunyai

8,27 kali dibandingkan dengan, keluarga yang tidak memiliki riwayat penyakit

asma bronkial. Selaras dengan penelitian Ehrlich RI (1996), berdasarkan hasil

penelitiannya yang mengunakan analisis multivariat, orang tua asma (OR=2,77:

95%CI; 1,11 - 2,48). Didukung pula dengan pernyataan responden yang

mengatakan “ibu saya mempunyai penyakit sesak nafas (ampek) seperti anak

saya, bahkan pernah dirawat di Puskesmas dan Rumah Sakit sampai lama”.