BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil...

26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Tempat penelitian Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondo Hutomo Semarang, sebagai salah satu pusat rujukan klien dengan gangguan Jiwa di Jawa Tengah. RSJD Amino Gondo Hutomo Semarang merupakan milik pemerintah provinsi Jawa Tengah, dengan tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan pelayanan dan pendidikan kesehatan Jiwa kebanggaan Jawa Tengah” (Bidang keperawatan, RSJ Amino Gondo Hutomo Jateng 2011). Upaya yang sudah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondo Hutomo untuk pelayanan kesehatan jiwa pada klien gangguan jiwa adalah pelayanan rawat jalan 6 hari kerja, UGD 24 jam x 7 hari kerja, pelayanan rawat inap dengan VIP kelas 1, 2, dan 3, pelayanan rehabilitasi pada klien gangguan jiwa, pelayanan family gathering, pelayanan rekreasi pada klien gangguan jiwa, pelayanan integrasi ke Rumah Sakit Umum (RSU) daerah pantura selatan dan Utara, dan pelayanan di panti-panti sosial.

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil...

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Tempat penelitian

Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondo Hutomo –

Semarang, sebagai salah satu pusat rujukan klien dengan

gangguan Jiwa di Jawa Tengah. RSJD Amino Gondo Hutomo –

Semarang merupakan milik pemerintah provinsi Jawa Tengah,

dengan tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan

kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

pelayanan dan pendidikan kesehatan Jiwa kebanggaan Jawa

Tengah” (Bidang keperawatan, RSJ Amino Gondo Hutomo –

Jateng 2011).

Upaya yang sudah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit

Jiwa Daerah Amino Gondo Hutomo untuk pelayanan kesehatan

jiwa pada klien gangguan jiwa adalah pelayanan rawat jalan 6

hari kerja, UGD 24 jam x 7 hari kerja, pelayanan rawat inap

dengan VIP kelas 1, 2, dan 3, pelayanan rehabilitasi pada klien

gangguan jiwa, pelayanan family gathering, pelayanan rekreasi

pada klien gangguan jiwa, pelayanan integrasi ke Rumah Sakit

Umum (RSU) daerah pantura selatan dan Utara, dan pelayanan

di panti-panti sosial.

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Dari data yang di dapat di RSJD Amino Gondo Hutomo –

Semarang, terdapat 362 klien skizofrenia yang kambuh selama

periode agustus sampai dengan September 2011, klien

skizofrenia yang kambuh dengan berbagai sebab, di antaranya

adalah karena tidak adanya biaya berobat, klien tersebut sudah

merasa sembuh, klien yang tidak mau minum obat, klien takut

ketergantungan dengan obat psikotik, ketidaktahuan klien dan

keluarga, jarak rumah klien dengan pelayanan kesehatan jiwa

yang cukup jauh, kurangnya support sistem dari keluarga klien.

RSJ Amino Gondohutomo Semarang pertama kali berdiri

pada tahun 1948 di jalan Sompok Semarang, sebagai tempat

penampungan klien psikotik akut (doorganshuizen). Pada tahun

1912 pindah ke kleedingmagazjin, sebuah gedung tua yang di

bangun pada tahun 1978 di jalan cendrawasih tawang, namanya

kemudian berubah menjadi doorganshuizen tawang. Sejak

tanggal 21 Januari 1928 berganti nama menjadi Rumah Sakit

JiwaPusat Semarang Kranzinnigenggestichten), dan mulai

menerima klien-klien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2

Februari 1928. Tanggal 2 februari 1928 di tetapkan sebagai hari

jadi RSJ pusat Semarang.

Sejak tanggal 4 Oktober 1986, seluruh kegiatan RSJ

pusat Semarang pindah ke Jalan Brigjen Sudiarto no 347

Semarang. Tanggal 9 februari 2001, berganti nama menjadi RSJ

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Dr. Amino Gondohutomo

sendiri adalah seorang psikiater pertama di Indonesia yang lahir

di Surakarta – Jawa Tengah. Tangal 1 Januari 2002 RSJ pusat

Dr. Amino Gondohutomo berubah nama menjadi RSJ daerah

Dr.Amino Gondohutomo Semarang sesuai SK Gubernur Jawa

Tengah no 440/09/2002, Februari 2002.

4.1.2 Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di RSJ Dr. Amino

Gondohutomo Semarang pada tanggal 15 April 2012 – 30 April

2012 dengan nonprobality sampling yaitu memberikan

kesempatan yang sama kepada semua populasi untuk menjadi

sampel penelitian. Selama 15 hari penelitian jumlah sampel yang

didapat mencapai 78 sampel penelitian.Sampel dalam penelitian

ini adalah klien skizofrenia yang mengalami kekambuhan dan

sudah cukup kooperatif dan bersedia menjadi riset partisipan

dari peneliti.

Penelitian di lakukan di 4 ruangan yaitu ruangan 1,2,3,

dan 4.Sebelum memberikan kuisioner kepada calon riset

partisipan, peneliti terlebih dahulu melakukan bina hubungan

saling percaya dengan calon riset partisipan. Peneliti juga

melakukan cross check kebenaran data demografi yang

diberikan oleh riset partisipan dari status klien yang ada di

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

masing-masing ruangan. Peneliti berada di masing-masing

ruangan rata-rata antara 3-4 hari per ruangan.

Selama melakukan penelitian, peneliti mengalami

beberapa kendala diantaranya adalah kesulitan melakukan bina

hubungan saling percaya (BHSP) dengan klien-klien di RSJ,

BHSP berlangsung sampai dua (2) hari untuk masing-masing

ruangan sebelum pada hari ke tiga (3) dan ke empat (4) peneliti

melakukan wawancara kepada klien-klien tersebut dengan

dibantu oleh perawat ruangan dan juga oleh teman-teman

praktikan dari institusi keperawatan lain yang sedang mengambil

program Ners (Ns) di RSJ tempat peneliti melakukan penelitian.

4.1.3 Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian

4.1.3.1 Distribusi demografi

Dalam penelitian ini, riset partisipan penelitian adalah

klien skizofrenia yang mengalami kekambuhan yang menjalani

perawatan di RSJ Amino Gondohutomo Semarang.Jumlah riset

partisipan berjumlah 78 orang. Dengan usia yang beragam

antara 16 – 67 tahun, lebih dari 50% tidak bekerja dan hanya

mengecap pendidikan hanya sampai bangku SD. Untuk lebih

jelasnya bisa di lihat di tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dan persentase

karakteristik riset partisipan (N=78)

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Karakteristik Demografi Frekuensi Prosentase

(%)

Jenis

Kelamin

Laki-laki

Perempuan

41

37

52,6

47,4

Umur 13 – 19 tahun

20 – 34 tahun

35 – 65 tahun

> 65 tahun

8

47

22

1

10,3

60,3

28,2

1,3

Status Belum Menikah

Menikah

Duda

Janda

42

28

2

6

53,8

35,9

2,6

7,7

Tingkat

Pendidikan

Tidak Tamat Sekolah

SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

3

34

27

13

1

3,8

43,6

34,6

16,7

1,3

Pekerjaan Buruh

Pegawai Swasta

Petani

Wiraswasta

Tidak bekerja

1

2

5

10

60

1,3

2,6

6,4

12,8

76,9

Lama

Menderita

Skizofrenia

< 1 tahun

> 1 tahun

11

67

14,1

85,9

Sumber data : hasil penelitian di 4 ruangan RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang per tanggal 15-30 april 2012

4.1.3.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

Untuk mengetahui tingkatan dukungan keluarga

partisipan penelitian dengan melakukan analisis data, kemudian

dibuat tabel distribusi untuk menentukan atau menggolongkan

tinggi rendahnya dukungan keluarga partisipan penelitian. Untuk

mengetahui pengkategorian dukungan keluarga dalam

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

pemenuhan kebutuhan afeksi digunakan rumus: statistik

menurut Sudjana (2002):

Panjang kelas (p) =

Rentang kelas

Banyak kelas

Dalam rumusan di atas, menjelaskan bahwa : p =

rentang/banyak kelas dan p merupakan panjang kelas, dengan

26 item maka, rentang kelas (nilai tertinggi dikurang nilai

terendah) yaitu 78-26 = 52 dan banyak kelas dibagi atas 3

kategori kelas untuk dukungan keluarga, maka akan diperoleh

panjang kelas sebesar 17. Dengan p = 17 dan nilai terendah 26

sebagai batas bawah kelas pertama, maka dukungan keluarga

dikategorikan atas kelas sebagai berikut :

Dukungan keluarga Rendah : 26 - 43

Dukungan keluarga Sedang : 44 - 61

Dukungan keluarga Tinggi : 62 – 68

Berikut ini akan disajikan mengenai data dukungan

keluarga pada klien Skizofrenia :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

No Kategori Jumlah

Partisipan

Prosentase (%)

1 Tinggi 22 28,2

2 Sedang 28 35,9

3 Rendah 28 35,9

Jumlah 78 100

Berdasarkan tabel Distribusi Frekuensi Dukungan

Keluarga diatas yang menunjukkan bahwa frekuensi dukungan

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

keluarga dari klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo

Semarang yang mendapat dukungan keluarga yang tinggi

sebanyak 22 partisipan atau sebanyak 28,8% sedangkan

partisipan dengan dukungan keluarga sedang dan rendah

sebanyak 28 partisipan atau 35,9%.

Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen emosional

(Item 1 - item 10), nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 30

dan nilai terendah adalah 10. Dukungan keluarga untuk

komponen emosional tersebut dapat dikategorikan dengan

interval sebagai berikut :

Dukungan keluarga Rendah = 10-16

Dukungan keluarga Sedang =17-23

Dukungan keluarga Tinggi = 24-30

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

komponen Emosional

No Kategori Jumlah

Partisipan

Prosentase (%)

1 Tinggi 30 38,5

2 Sedang 21 26,9

3 Rendah 27 34,6

Jumlah 78 100

Dukungan keluarga untuk komponen dukungan

emosional dalam penelitian ini untuk kategori tinggi berjumlah 30

partisipan (38,5%) atau yang tertinggi di banding kategori

sedang dan rendah yang berjumlah 21 partisipan (26,9%) untuk

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

kategori sedang dan 27 partisipan (34,6%) untuk kategori

rendah.

Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen Informasi

(Item 11 - item 17), nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah

21 dan nilai terendah adalah 7. Dukungan keluarga untuk

komponen Emosional tersebut dapat dikategorikan dengan

interval sebagai berikut :

Dukungan keluarga Rendah = 7-11

Dukungan keluarga Sedang =12-16

Dukungan keluarga Tinggi = 17-21

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

komponen Informasi

No Kategori Jumlah

Partisipan

Prosentase (%)

1 Tinggi 25 32,1

2 Sedang 25 32,1

3 Rendah 28 35,9

Jumlah 78 100

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dukungan keluarga untuk

komponen dukungan informasi menunjukkan bahwa distribusi

dukungan keluarga komponen informasi dengan kategori tinggi

berjumlah 25 partisipan (32,1%), kategori sedang berjumlah 25

pastisipan (32,1%), dan kategori rendah berjumlah 28 partisipan

(35,9%).

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen

Instrumental (Item 18 - item 20), nilai tertinggi yang mungkin

dicapai adalah 9 dan nilai terendah adalah 3. Dukungan keluarga

untuk komponen Instrumental tersebut dapat dikategorikan

dengan interval sebagai berikut :

Dukungan keluarga Rendah = 3-5

Dukungan keluarga Sedang =6-7

Dukungan keluarga Tinggi = 8-9

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

komponen Instrumental

No Kategori Jumlah

Partisipan

Prosentase (%)

1 Tinggi 13 16,7

2 Sedang 30 38,5

3 Rendah 35 44,9

Jumlah 78 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa untuk

distribusi dukungan keluarga komponen instrumental dengan

kategori tinggi berjumlah 13 partisipan (16,7%), untuk kategori

sedang sebanyak 30 partisipan (38,5%), dan untuk kategori

rendah sebanyak 35 partisipan (44,9%).

Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen

Penghargaan (Item 21 - item 26), nilai tertinggi yang mungkin

dicapai adalah 18 dan nilai terendah adalah 6. Dukungan

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

keluarga untuk komponen Penghargaan tersebut dapat

dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

Dukungan keluarga Rendah = 6-10

Dukungan keluarga Sedang =11-14

Dukungan keluarga Tinggi = 15-18

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

komponen Penghargaan

No Kategori Jumlah

Partisipan

Prosentase (%)

1 Tinggi 15 19,2

2 Sedang 26 33,3

3 Rendah 37 47,4

Jumlah 78 100

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dukungan keluarga untuk

komponen dukungan penghargaan menunjukkan bahwa

distribusi dukungan keluarga komponen Penghargaan dengan

kategori tinggi berjumlah 15 partisipan (19,2%), kategori sedang

berjumlah 26 pastisipan (33,3%), dan kategori rendah berjumlah

37 partisipan (47,4%).

4.1.3.3 Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia

Untuk mengetahui frekuensi kekambuhan skizofrenia

partisipan penelitian dengan melakukan analisis data, kemudian

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

dibuat tabel distribusi untuk menentukan atau menggolongkan

tinggi rendahnya resiko bunuh diri partisipan penelitian. Penilaian

frekuensi kekambuhan skizofrenia dinilai berdasarkan kejadian

kekambuhan skizofrenia (Nurdiana, 2007).. Frekuensi

Kekambuhan klien skizofrenia

Tinggi : Bila klien dalam satu tahun kambuh lebih dari

atau sama dengan 2 kali,

Sedang : Bila kurang dalam satu tahun kambuh satu

kali, dan

Rendah : Bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh.

Tabel 4.7 Frekuensi kekambuhan Klien Skizofrenia

No Kategori Jumlah

Partisipan

Prosentase (%)

1 Tinggi 48 61,5

2 Sedang 23 29,5

3 Rendah 7 9,0

Jumlah 78 100

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, dapat di lihat bahwa

frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino

Gondohutomo Semarang dengan kategori tinggi mencapai 48

partisipan (61,5%), untuk kategori sedang berjumlah 23

partisipan (29,5%) , dan untuk frekuensi kekambuhan dengan

kategori rendah berjumlah 7 partisipan (9,0%).

4.1.4 Hasil Penelitian Uji Bivariat

4.1.4.1 Uji Normalitas

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka terlebih

dahulu persyaratan analisis data penelitian yang akan di uji.

Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau

tidaknya suatu distribusi atau penyebaran data.Untuk menguji

normalitas data, pada penelitian ini menggunakan Statistical

Program for Social Science (SPSS) 16. Dasar pengambilan

keputusan adalah :

Jika nilai sig > 0,05 maka data distribusi dikatakan normal,

dan

Jika nilai sig < 0,05 maka data distribusi dikatakan tidak

normal.

Tabel 4.8 Uji Normalitas

Variabel Peneliitian Sig. Kolmogorov-

Smirnova

Sig. Shapiro-

Wilk

Dukungan keluarga .000 .003

Frekuensi

kekambuhan .000 .000

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setelah di lakukan

uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov

untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data dukungan

keluarga. Dari hasil tes di atas menunjukkan nila sig 0,000 < 0,05

yang berarti bahwa data dukungan keluarga tidak berdistribusi

normal. Uji Kolmogorov Smirnov juga dilakukan pada data

frekuensi kekambuhan yang hasilnya menunjukkan bahwa nilai

sig 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa data tidak berdistribusi

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

normal. Oleh karena itu, maka peneliti menggunakan uji alternatif

yaitu uji Rank Spearman.

4.1.4.2 Hubungan Dukungan keluarga dengan Frekuensi

kekambuhan klien Skizofrenia

Setelah seluruh data-data terkumpul, kemudian peneliti

melakukan pengolahan data dengan menggunakan korelasi

Spearman dengan bantuan program komputer program SPSS

16 (Statistical Program for Social Science 16). Dari hasil

pengolahan data secara statistik diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.9 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Frekuensi

Kekambuhan Klien Skizofrenia

Dukuangan

Keluarga

Frekuensi

Kekambuhan

Dukungan

keluarga

Correlation

Coefficient

1.000 .385**

Sig. (2-

tailed)

. .001

N 78 78

Frekuensi

Kekambuhan

Correlation

Coefficient

.385** 1.000

Sig. (2-

tailed)

.000 .

N 78 78

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai

signifikansi (p) 0,01< 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara dukungan keluarga terhadap frekuensi

kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo.

Nilai koefesien korelasi (ρ) 0,385 yang berarti terdapat derajat

hubungan yang lemah antara dukungan keluarga terhadap

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino

Gondohutomo Semarang.

Pada tabel 4.9 dapat dilihat juga bahwa koefisien korelasi

antara dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan klien

skizofrenia yaitu (p) = 0,01 pada penilaian <(0.05) sehingga

dapat dikatakan bahwa Hipotesis (H1) diterima yaitu ada

hubungan dukungan keluarga terhadap frekuensi kekambuhan

klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Tabel 4.10 Hubungan Dukungan Keluarga komponen

Emosional frekuensi kekambuhan klien skizofrenia

Dukuangan Keluarga

Frekuensi Kekambuhan

Dukungan keluarga

Correlation Coefficient

1.000 .301

Sig. (2-tailed) . .007

N 78 78

Frekuensi Kekambuhan

Correlation Coefficient

.301 1.000

Sig. (2-tailed) .007 .

N 78 78

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan nilai signifikansi (p)

0,007(p>0,05) dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai 0,301 yang

berarti terdapat hubungan antara dukungan keluarga komponen

emosional dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di

RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Tabel 4.11 Hubungan Dukungan Keluarga komponen

Informasi frekuensi kekambuhan klien skizofrenia

Dukuangan Frekuensi

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Keluarga Kekambuhan

Dukungan

keluarga

Correlation

Coefficient

1.000 .453

Sig. (2-tailed) . .001

N 78 78

Frekuensi

Kekambuhan

Correlation

Coefficient

.453 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 78 78

Berdasarkan tabel 4.11menunjukkan bahwa nilai

signifikansi (p) 0,01 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara dukungan keluarga komponen

informasidengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di

RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Tabel 4.12 Hubungan Dukungan Keluarga komponen

Instrumental dengan frekuensi kekambuhan klien

skizofrenia

Dukuangan

Keluarga

Frekuensi

Kekambuhan

Dukungan

keluarga

Correlation

Coefficient

1.000 .279

Sig. (2-tailed) . .013

N 78 78

Frekuensi

Kekambuhan

Correlation

Coefficient

.279 1.000

Sig. (2-tailed) .013 .

N 78 78

Berdasarkan tabel 4.11menunjukkan bahwa nilai

signifikansi (p) 0,013 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan

yang bermakna antara dukungan keluarga komponen

instrumentaldengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di

RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Tabel 4.13 Hubungan Dukungan Keluarga komponen

penghargaan dengan frekuensi kekambuhan klien

skizofrenia

Dukuangan

Keluarga

Frekuensi

Kekambuhan

Dukungan

keluarga

Correlation

Coefficient

1.000 .351

Sig. (2-tailed) . .002

N 78 78

Frekuensi

Kekambuhan

Correlation

Coefficient

.351 1.000

Sig. (2-tailed) .002 .

N 78 78

Berdasarkan tabel 4.12menunjukkan bahwa nilai

signifikansi (p) 0,02 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara dukungan keluarga komponen penghargaan di

RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Data demografi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kliean gangguan jiwa

skizofrenia yang mengalami kekambuhan di RSJ Dr.

Aminogondohutomo Semarang berusia antara 20-34 tahun

sebanyak 47 riset partisipan (60,3%), dengan frekuensi 78 riset

partisipan berada pada rentang usia dewasa muda. Sedangkan

pada usia dewasa tengah pada rentang usia 35-65 tahun

terdapat sebanyak 22 riset partisipan (22,8%), riset partisipan

dengan usia dewasa lanjut terdapat 1 riset partisipan (1,3%).

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Dari data tersebut mayoritas riset partisipan dari penelitian ini

terdapat pada rentang usia dewasa muda.

Pada usia dewasa muda indivisu mempertahankan

hubungannya dengan orang tua dan teman sebaya, individu

belajar mengambil keputusan dan memperhatikan saran dan

pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan, karir, dan

melangsungkan pernikahan. Namun pada tahap usia dewasa

muda inilah ketika individu mengalami kegagalan misalnya

dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan dan pernikahan akan

mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi

orang lain dan putus asa akan pekerjaan (Dalami, 2009)

Individu yang mengalami kegagalan dalam melanjutkan

pendidikan juga menjadi salah satu faktor penyebab gangguan

jiwa hasil penelitian menunjukkan bahwa riset partisipan yang

tidak tamat sekolah dan tidak bersekolah sebanyak 3 riset

partisipan (3,8%), sedangkan prosentase terbesar adalah riset

partisipan yang hanya mengeyam pendidikan sampai tingkat SD

yaitu sebanyak 34 riset partisipan (43,6%), untuk tingkat SMP

terdapat 27 riset partisipan (34,6%), SMA sebanyak 13 riset

partisipan (16,7%), dan perguruan tinggi 1 riset partisipan

(1,3%). Berarti hampir separuh dari total riset partisipan memiliki

tingkat pendidikan yang tergolong rendah. Hal ini di pertegas

oleh Santoso (2010) bahwa pendidikan berpengaruh terhadap

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

proses perkembangan intelek dan sosial yang sudah dimulai dari

rumah.Hal ini makin dipertegas oleh Yosep (2009), yang

menyatakan bahwa ketidakmampuan mengatasi kehidupan dan

tekanan hidup karena kurangnya tingkat pengetahuan dapat

menyebabkan gangguan jiwa.

Peneliti sendiri berpendapat bahwa tingkat pendidikan yang

rendah membuat seorang individu kesulitan untuk mengatasi

setiap masalah yang datang, sehingga semakin lama individu

tersebut tidak tahu cara mengatasi masalah yang ada, akan

membuat individu mengalami stress yang berkepanjangan dan

akan berujung pada gangguan jiwa.

Dalam Yosep (2009), dia berpendapat bahwa masalah

ekonomi merupakan masalah yang paling dominan sebagai

pencetus gangguan jiwa di Indonesia. Hal ini terlihat dalam

penelitian ini di mana terdapat 60 riset partisipan (76,9%) dari

total 78 riset partisipan tidak bekerja atau pengangguran.

Sehingga masalah pengangguran merupakan salah satu faktor

pencetus masalah gangguan jiwa di Indonesia. Hal ini terjadi

sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan sehingga

terjadi tingkat pengangguran yang cukup tinggi yang akhirnya

menyebabkan stress berkepanjangan dan berujung pada

gangguan jiwa. Dalam Yosep (2009) juga mengatakan bahwa

masalah kemiskinan seperi pengangguran dan atau tidak

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

bekerja di Indonesia yang mencapai 40 juta rakyat di Indonesia

telah menyebabkan rakyat mengalami keterpurukan, tingkat

pendidikan rendah, daya beli lemah, gizi buruk, lingkungan yang

buruk telah menyebabkan banyak rakyat Indonesia mengalami

gangguan jiwa.

Peneliti juga memiliki pendapat bahwa kehilangan pasangan

hidup, atau tidak ada pasangan hidup dalam hal ini, riset

partisipan yang belum menikah dan janda/duda, seperti

kehilangan faktor pelindung atau pendukung yang mendukung

atau membantu menanggulangi masalah dan tekanan kehidupan

yang ada, dapat membuat seorang individu mengalami stress

bahkan sampai mengalami gangguan jiwa. dari hasil penelitian di

temukan bahwa lebih dari separuh riset partisipan belum

menikah 42 (53,8%), meskipun hampir semua riset partisipan

berada pada usia subur atau usia produktif yang siap menikah.

Hal ini kembali dipertegas oleh Yosep (2009) bahwa kondisi

keluarga yang tidak mendukung seperti perpisahan orang tua

atau perceraian, komunikasi yang kurang baik antara orang tua

dan anak, pada akhirnya menyebabkan seseorang mengalami

perubahan dalam kehidupan sehingga ketika tidak mampu

melakukan adaptasi dan tidak mampu mengatasi masalah-

masalahnya maka timbul keluhan-keluhan kejiwaan yang

menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa.

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 48

riset partisipan (61,5%) bukan merupakan klien baru, atau sudah

dirawat lebih dari 2 (dua) kali dalam kurun waktu 1 tahun,

sedangkan yang baru 1 (satu) kali di rawat dalam kurun 1 tahun

terdapat 23 riset partisipan (29,5%). Berdasarkan pengamatan

dan pengalaman klien selama praktek dan selama melakukan

penelitian di RSJD Amino Gondohutomo Semarang, peneliti

berpendapat bahwa klien di RSJ sering kambuh karena berbagai

faktor, di antaranya adalah kurangnya dukungan keluarga

kepada klien jiwa yang di rawat di RSJ, seperti mengingatkan

untuk menkonsumsi obat secara teratur setelah pulang ke

rumah, dan juga jarang mengantar klien jiwa kontrol secara

teratur setelah klien pulang ke rumah. Dalam bukunya Dalami

(2009), mengatakan bahwa masalah komunikasi dalam keluarga

dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan

tingkah laku. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian

Manungkalit (2009) yang menyatakan bahwa kurang adanya

perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan

menyebabkan tingkat kekambuhan yang tinggi, serta kurangnya

mendapat kunjungan dari anggota keluarga selama di rawat di

RSJ akan memperlambat proses penyembuhan klien.

4.2.2 Hubungan Dukungan keluarga dengan Frekuensi

kekambuhan

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

Hasil hubungan menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)

0,00<0,05 dan Nilai koefesien korelasi (ρ) 0,385 yang berarti

terdapat hubungan dengan derajat hubungan yang lemah antara

dukungan keluarga terhadap frekuensi kekambuhan klien

skizofrenia di RSJD dr. Amino Gomdohutomo.

Hasil penelitian Dukungan Keluarga menunjukkan bahwa

klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo semarang

yang mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi sebanyak 22

partisipan (28,8%) sedangkan sisanya mendapatkan dukungan

keluarga yang rendah dan sedang berjumlah 28 (35,9%).

Karena rendahnya dukungan keluarga terhadap klien

skizofrenia (28,8%) maka mengakibatkan tingginya frekuensi

kekambuhan. Hal ini di dukung oleh Mcfarlane (1995) dalam

Buku ajar keperawatan jiwa, yang menyatakan bahwa

penyuluhan dan terapi keluarga diketahui mengurangi efek

negatif skizofrenia sehingga mengurangi angka relaps (kambuh).

Frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino

Gondohutomo Semarang dengan kategori tinggi mencapai 48

partisipan (61,5%), untuk kategori sedang berjumlah 23

partisipan (29,5%) , dan untuk frekuensi kekambuhan dengan

kategori rendah berjumlah 7 partisipan (9,0%).

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

4.2.3 Hubungan Dukungan Keluarga komponen emosional

dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia

Dukungan emosional dapat berupa dukungan yang

memberikan klien rasa nyaman, merasa dicintai, memberikan

dukungan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya,

perhatian, sehingga klien merasa berharga dan diterima.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan

keluarga untuk komponen dukungan emosional dalam penelitian

ini untuk kategori tinggi berjumlah 30 partisipan (38,5%) atau

yang tertinggi di banding kategori sedang dan rendah yang

berjumlah 21 partisipan (26,9%) untuk kategori sedang dan 27

partisipan (34,6%) untuk kategori rendah. Hal ini juga

menunjukkan bahwa klien skizofrenia tidak cukup mendapatkan

dukungan emosional yang membuat mereka merasa dicintai

meskipun saat mengalami suatu masalah, klien skizofrenia

kurang mendapatkan empati dan perhatian dari keluarga

sehingga menjadi salah satu penyebab klien skizofrenia mudah

kambuh. Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit

(2009), yang menyatakan bahwa kurang adanya perhatian dan

perawatan keluarga selama proses penyembuhan

mengakibatkan kekambuhan yang tinggi. Dari pengalaman

peneliti selama berada di RSJ, klien skizofrenia kurang

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

mendapatkan dukungan emosional dari keluarga selama di

rawat di RSJ, karena keluarga jarang mengunjungi klien di RSJ.

4.2.4 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Informasi dengan

frekuensi kekambuhan klien skizofrenia

Dukungan Informasi, keluarga yang berperan dalam

menghimpun dan memberikan informasi kepada anggota

keluarga yang mengalami skizofrenia, memberikan informasi

tempat, dokter dan terapi yang baik bagi klien. Dukungan ini

termasuk di dalamnya memberikan pangarahan dan solusi

terhadap masalah yang dialami penderita.

Dukungan keluarga untuk komponen dukungan informasi

menunjukkan bahwa distribusi dukungan keluarga komponen

informasi dengan kategori tinggi berjumlah 25 partisipan

(32,1%), kategori sedang berjumlah 25 pastisipan (32,1%), dan

kategori rendah berjumlah 28 partisipan (35,9%). Dari data hasil

penelitian di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 28 partisipan

dari total 78 partisipan mendapatkan dukungan informasi yang

rendah. Hal ini menunjukkan bahwa peran keluarga dalam

memberikan informasi kepada klien masih rendah, sehingga

menjadi salah satu faktor rentan dalam kekambuhan klien

skizofrenia. Hasil penelitian Sianipar (2008), yang menyatakan

41,32% keluarga tidak tahu cara merawat penderita skizofrenia

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

karena keterbatasan informasi yang diterima tentang cara

perawatannya.

4.2.5 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Instrumental

dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia

Dukungan Instrumental atau dukungan nyata, dapat

berupa bantuan pengobatan biaya perawatan penderita anggota

keluarga yang mengalami skizofrenia. Bentuk dukungan ini juga

dapat berupa perawatan saat penderita mengalami sakit

jasmani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga

komponen instrumental dengan kategori tinggi berjumlah 13

partisipan (16,7%), untuk kategori sedang sebanyak 30

partisipan (38,5%), dan untuk kategori rendah sebanyak 35

partisipan (44,9%). Sebanyak 35 partisipan dari total 78

partisipan mendapatkan dukungan instrumental yang rendah,

dan sebanyak 30 partisipan mendapatkan dukungan yang cukup

dari keluarga. Dari pengalaman peneliti sendiri selama

melakukan penelitian di RSJ, mayoritas klien dibiayai oleh

pemerintah dengan menggunakan jasa Jamkesmas, bahkan ada

yang di biayai oleh dinas sosial dari kota tempat klien tersebut

tinggal, hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya bantuan

dana dari keluarga terhadap klien skizofrenia. Menurut (Andri,

2008) Keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

menderita skizofrenia sehingga tidak membawa untuk berobat ke

rumah sakit secara teratur. Menurut Mubin, dkk (2008) keluarga

yang memiliki klien gangguan jiwa mengalami stigma yang buruk

dari masyarakat dan lingkungan tempat tinggal serta aib bagi

keluarga sehingga keluarga merasa malu mempunyai anggota

keluarga yang menderita gangguan jiwa.

4.2.6 Hubungan Dukungan Keluarga komponen penghargaan

dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia

Dukungan penghargaan, dukungan ini berupa dorongan

dan motivasi yang diberikan keluarga kepada klien. Dalam

dukungan penghargaan, kelompok dukungan dapat berupa

memepengaruhi persepsi akanancaman. Dukungan keluarga

dapat membantu klien mengatasi masalah dan keluarga

bertindak sebagai pembimbing klien dalam menghadapi masalah

klien.

Dari data penelitian menunjukkan bahwa dukungan

keluarga untuk komponen dukungan penghargaan dengan

kategori tinggi berjumlah 15 partisipan (19,2%), kategori sedang

berjumlah 26 pastisipan (33,3%), dan kategori rendah berjumlah

37 partisipan (47,4%).

Hal ini menunjukkan bahwa keluarga masih kurang

memberikan motivasi secara optimal kepada klien sehingga klien

sering dikucilkan dan tidak diajak melakukan aktivitas sehari-

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2743/5/T1_462007050_BAB IV.pdf · kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan

hari.Klien skizofrenia kurang mendapatkan dukungan dari

keluarga untuk mengatasi masalah dan keluarga kurang

memainkan perannya dengan bertindak sebagai pembimbing

klien dalam menghadapi masalah klien. Hal ini dipertegas oleh

(Cohen,1984) Dukungan keluarga dapat membantu klien

mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut

sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai

pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu

membangun harga diri klien. Sebenarnya tempat terbaik bagi

klien skizofrenia adalah berada di tengah-tengah keluarga yang

mau memperhatikan dan membimbing klien skizofrenia menuju

kehidupan yang lebih baik.Yang sangat dibutuhkan klien

skizofrenia adalah dukungan dari keluarga dalam bentuk cinta,

kasih sayang dan perhatian dari keluarga.