BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Kao
Kecamatan Kao adalah kecamatan yang terletak di
Kabupaten Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara. Luas
daerah Kecamatan Kao adalah 111. 20 Km2. Kecamatan Kao
terdiri dari 14 Desa, dan memiliki jumlah penduduk pada tahun
2012 sebanyak 9.203 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak
4.742 dan perempuan sebanyak 4.461 jiwa. Masyarakat yang
tinggal di wilayah Kecamatan Kao kebanyakan mempunyai
pekerjaan sebagai nelayan, petani, dan Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
Kecamatan Kao mempunyai dua tempat layanan
kesehatan yaitu 1 Puskesmas rawat inap dan 1 rumah sakit.
Pelayanan kesehatan yang diberikan pada penderita TB paru
berupa pemeriksaan dahak yang dilakukan tenaga kesehatan
Puskesmas Kao ke Desa – Desa yang ada di Kecamatan Kao.
Obat yang diberikan sesuai dengan lama penderita itu
menderita TB paru. Tenaga kesehatan juga sering mengontrol
penderita dalam mengkonsumsi obat anti-tuberkulosis secara
berkesinambungan.
55
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Gambaran Umum Riset Partisipan
Partisipan 1 adalah istri dari penderita TB paru dan
tinggal satu rumah bersama penderita dan 1 orang anak
mereka. Partisipan 2 adalah anak dari penderita TB paru
dan tinggal serumah bersama penderita dan 4 orang
anggota keluarga lainnya (partisipan, penderita TB paru,
anak laki-laki dari penderita TB dan menantu). Partisipan
3 adalah istri dari penderita TB paru, tinggal dalam satu
rumah dengan penderita, bersama 2 orang anak.
Partisipan 4 adalah istri dari penderita TB paru yang
tinggal satu rumah dengan penderita, bersama dengan 1
orang anak. Partisipan 5 adalah istri dari penderita TB
paru yang tinggal serumah dengan penderita bersama 3
orang anak.
Tabel 4.1 Data Riset Partisipan
Data Umum
Partisipan 1
Partisipan 2
Partisipan 3
Partisipan 4
Partisipan 5
Inisial partisipan
Ibu.T Nn. N Ibu.S Ibu.A Ibu.A
Umur 48 Thn 24 Thn 34 Thn 45 Thn 48 thn
Agama Kristen Kristen Kristen Kristen Islam
Status pernikahan
Sudah Menikah
Belum Menikah
Sudah Menikah
Sudah Menikah
Sudah Menikah
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
- Ibu Rumah Tangga
Ibu Rumah Tangga
Ibu Rumah Tangga
56
4.2.2 Observasi Riset Partisipan
Rumah Partisipan
Dari hasil observasi pada saat wawancara
dilakukan, rumah partisipan 1 terlihat cukup bersih di
ruang tamu, tidak terlihat sampah berserakan di
lantai. Rumah partisipan adalah rumah papan,
lantainya dari tanah dan sedikit lembab, tidak
mempunyai plafon maupun ventilasi, mempunyai
ruang tamu dan terdapat 3 kamar, serta dihuni oleh 4
orang dan terdapat sinar matahari. Di dapur
partisipan, lantai terlihat kotor. Terlihat banyak ayam
yang berkeliaran.
Dari hasil observasi partisipan ke 2, rumah
partisipan terbuat dari tembok dan seng, tapi masih
dalam perbaikan. Rumah terlihat berantakan.
Terlihat banyak pakaian di ruang tengah dan diatas
tempat tidur. Rumah masih berlantai tanah dan
sedikit lembab. Terdapat 2 kamar tidur. Ada sinar
matahari yang masuk di ruang tamu dan ruangan
lain. Tetapi untuk sementara partisipan dan
penderita tinggal di rumah anaknya penderita TB
yang lain sudah menikah dan rumah mereka terbuat
dari papan, mempunyai 3 kamar dan dihuni oleh 4
57
orang dan rumah terlihat gelap tidak mempunyai
plafon serta berlantai tanah tapi terlihat lembab.
Hasil observasi partisipan ke-3 pada saat
dilakukan wawancara, rumah partisipan terbuat dari
papan dan seng, mempunyai lantai semen, dan
terdapat ventilasi. Di dalam rumah terdapat 2 kamar
dan dihuni oleh 4 orang. Rumah terlihat sangat kotor,
terlihat pasir dan bungkusan cemilan di lantai.
Ruangan kamar terlihat gelap dan jendela tidak
terbuka, hampir semua ruangan tidak terpapar sinar
matahari.
Rumah pertisipan 4 terbuat dari papan dan
belum selesai dikerjakan. Rumah tersebut
mempunyai 2 kamar dan dihuni oleh 3 orang. Rumah
diterangi sinar matahari dan terlihat terang di semua
ruangan. Rumah terlihat kotor dan ada genangan air
di dapur, dan lantai rumah partisipan 4 hanya dari
tanah namun kondisinya kering. Terlihat beberapa
pakaian yang digantung di jendela ruang tamu.
Dari hasil observasi pada saat wawancara di
rumah partisipan 5, terlihat rumah yang terbuat dari
tembok dan keramik. Rumah tersebut mempunyai 3
kamar dan dihuni oleh 5 orang. Saat dilakukan
58
wawancara rumah terlihat bersih, tidak terlihat pasir
atau sampah berserakan di lantai, mempunyai
plafon dan ventilasi di ruang tamu dan setiap
ruangan, terlihat adanya sinar matahari di ruang
tamu dan ruang tengah. Di kamar penderita jendela
tidak terbuka dan terlihat gelap.
Interaksi Penderita TB Paru dengan Masyarakat
dan Keluarga
Dari hasil observasi pada saat dilakukan wawancara,
dari 5 partsipan, terlihat sering berinterkasi dengan
masyarakat desa, dan perilaku penderita dan
masyarakat setempat seperti biasa, tidak adanya
perbedaan atau isolasi untuk penderita TB itu
sendiri. Pada waktu peneliti melakukan wawancara
penderita sempat batuk dan tidak menutup mulut.
penderita juga kalau keluar rumah tidak pernah
menggunakan masker, dan kalau batuk tidak
menutup mulut.
4.2.3 Penemuan Sub Thema Dari Verbatim
Dari Analisa Verbatim Pada Riset Partisipan Ditemukan 3
Sub Tema Yang Akan Diuraikan Terperinci Dibawah Ini.
59
1. Pengetahuan Keluarga Terhadap Penyakit TB
Sebelum partisipan melakukan berbagai
usaha untuk pemutusan rantai penularan TB paru,
peneliti mengkaji tingkat kognitif partisipan terhadap
penyakit TB. Partisipan 1 mengatakan tahu tentang
penyakit TB dan cara penularannya. Lebih
lengkapnya dapat dilihat dalam pernyataan
partisipan dibawah ini.
(RP1)“..penyakit Tb itu penyakit tidak baik dan
menular. Penyakit itu datang dari jantung..”(14)
(RP1)“..Tb itu menular jika batuk tidak menutup
mulut. Terus saya sering mengatakan ke bapak
dahaknya itu jangan dibuang di sembarang
tempat…”(16)
Partisipan 2 waktu dikaji tentang pengetahuan
TB paru partisipan mengatakan tahu tentang
penyakit TB tetapi tidak tahu bagaimana cara
penularannya. Pernyataan partisipan dapat dilihat
dibawah ini.
(RP2)“.. yang saya tahu penyakit Tb itu
berbahaya dia menular itu saja yang kami
tahu..”(56)
(RP2)“..kami tidak tahu dia menular melalui apa,
yang kami tahu hanya penyakit Tb ini menular
tapi tidak tahu cara penularannya..”(58)
60
Partisipan 3 mengatakan tahu tentang penyakit
TB dan pernah mendengar bagaimana cara
penularan penyakit TB paru. Pernyataan partisipan 3
seperti dibawah ini.
(RP3)“…saya tahu penyakit Tb itu penyakit
mematikan dan menular..”(98)
(RP3)“..caranya yang kami tahu itu, dari
banyak macam cara tenaga kesehatan
mengatakan piring, gelas, sendok harus
dipisah tetapi saya tidak pisah, saya jadikan
satu. Soalnya bapak suami saya, kan tidak baik
kalau dipisah….”(100)
Partisipan 4 mengatakan tahu tentang penyakit
TB dan cara penularannya. Partisipan juga
mengatakan kalau warga desa Gol-Gol jijik dengan
mereka karena penyakit TB ini. Pernyataan
partisipan 4 seperti dibawah ini.
(RP4)“..ibu tahu penyakit bapak itu tidak baik,
dia menular, jadi orang-orang kampung sini
pada jijik dengan kami karena sakit Tb
ini…”(138)
(RP4)“…ia tahu caranya menular itu melalui
dahak yang kami buang dan tidak ditutup..”
(140)
Partisipan 5 mengatakan tahu tentang penyakit
TB dan bagaimana cara penularannya. Pernyataan
partisipan 5 terlihat dibawah ini.
61
(RP5)“..kami semua disini tahu kalau penyakit
Tb itu tidak baik, penyakit ini dapat
menular…”(180)
(RP5)“..yang kami tahu itu Tb ini bisa menular
melalui dahak dan waktu bapak sakit kami tidak
berani masuk ke kamarnya bapak..”(182)
2. Keluarga sebagai Inisiator-Kontributor
Berhasilnya pemutusan rantai penularan TB
paru, didukung juga dengan upaya-upaya keluarga
terhadap penderita dalam mencegah penularan TB
paru sehingga penyakit TB paru tidak tertular ke
orang lain maupun keluarga.
Usaha-usaha yang dilakukan partisipan 1 dan
keluarga yaitu dengan selalu mengingatkan
penderita tentang bagaimana penderita harus
mencegah penularan penyakit TB, dan partisipan
berusaha agar rumah selalu bersih dan ada sinar
matahari yang menerangi ke dalam rumah.
(RP1)“… caranya saya menjaga kebersihan
dan membuka jendela agar sinar matahari
masuk di dalam rumah. Kalau bapak batuk saya
sering mengingatkan bapak kalau batuk harus
menutup mulut dan jangan membuang dahak di
sembarang tempat karena dapat menularkan ke
orang lain…”(22)
Partisipan 2 mengatakan tidak melakukan apa-
apa dalam mencegah penularan TB penderita. Dan
62
tidak ada usaha-usaha yang dilakukan partisipan
dan keluarga dalam mendukung pemutusan rantai
penularan TB paru karena kurangnya pengetahuan
terhadap bagaimana cara penularan TB paru.
(RP2)“… kami tidak melakukan apa-apa, kami
saja tidak tahu bagaimana cara penularannya
melalui apa saja, apalagi untuk
mencegahnya…”(64)
Partisipan 3 tidak terlalu banyak melakukan
usaha-usaha dalam pencegahan penularan
partisipan 3 ini hanya mengingatkan penderita TB
paru untuk tidak membuang dahak di sembarang
tempat.
(RP3)“…saya ingatkan bapak tidak boleh
buang dahak di sembarang tempat..”(106)
Usaha yang dilakukan partisipan 4 dalam
pencegahan penularan TB penderita, dengan cara
memisahkan alat makan penderita, mengingatkan
penderita tidak boleh membuang dahak di
sembarang tempat. Pernyataan selengkapnya
sebagai berikut.
(RP4)“….ibu sering mengingatkan bapak kalau
buang dahak itu jangan di sembarang tempat.
Terus piring, gelas dan alat makannya bapak
semuanya saya pisah, soalnya saya takut kami
dapat tertular. Kalau bapak selesai makan atau
63
minum tempat makannya saya beri abu tungku
panas dan biarkan selama 1 jam baru
dicuci…”(146)
Partisipan 5 melakukan usaha pencegahan
pada keluarga dengan memisahkan alat makan. Dan
tidak mau masuk ke dalam kamarnya penderita
karena takut penyakit TB akan menular ke keluarga.
(RP5)“…dirumah kami pisahkan alat makan
(piring, gelas, sendok) sendiri. Soalnya kami
takut sakitnya bapak menular pada kami. Kalau
bapak belum mendapat obat, kami tidak pernah
masuk ke kamar bapak. Setelah diberikan obat
sudah minum, sekarang kami sudah bisa
masuk kamarnya bapak…”(188)
3. Keluarga Memberikan Perawatan pada Penderita
TB
Upaya-upaya yang dilakukan partisipan
terkait merawat anggota keluarga yang sakit dalam
pemutusan rantai penularan TB paru dengan cara
pencegahan penularan TB paru dan usaha dalam
pengobatan penderita serta membantu penderita
untuk meningkatkan kesembuhan dari penyakit TB
paru.
Usaha yang dilakukan partisipan 1 dalam
membantu kesembuhan penderita adalah dengan
64
cara mengingatkan penderita untuk selalu minum
obat selain itu partisipan sering membawa penderita
untuk kontrol lagi ke Puskesmas Desa untuk
pengobatan penyakit Tb paru penderita.
(RP1)“… saya sering mengingatkan bapak
untuk teratur minum obat dan kalau obat sudah
habis saya membawa bapak kontrol lagi ke
puskesmas desa supaya dikasih obat lagi untuk
bapak..” (34)
Pada partisipan 2 tidak ada usaha yang
dilakukan partisipan atau keluarga terhadap
kesembuhan penderita TB paru. Partisipan
mengatakan yang tahu hanya ibu bidan desa dan
penderita saja. Semua keluarga tidak tahu tentang
pengobatan penderita.
(RP2)“…kami tidak lakukan apa-apa tapi bidan
desa datang dan berikan obat kepada mama,
kami sekeluarga tidak tahu apa yang harus
kami lakukan karena yang tahu hanya ibu
bidan dan mama..”(78)
Partisipan 3 mengatakan tidak ada yang
mereka lakukan dalam kesembuhan penderita,
karena penderita sudah mendapat obat dan nanti
akan sembuh sendiri.
(RP3)“…saya tidak lakukan apa-apa, saya
tahu bapak pasti sembuh karena sudah
65
diberikan obat dari Puskesmas dan diminum
oleh bapak…”(120)
Partisipan 4 melakukan usaha dalam
kesembuhan penderita dengan selalu mengingatkan
penderita untuk minum obat dan membawa
penderita kontrol ke Puskesmas Kao agar penderita
cepat sembuh. Penderita sudah 3 bulan mendapat
pengobatan.
(RP4)“….saya ingatkan bapak untuk selalu
minum obat dan kalau sudah jadwal kontrol
saya membawa bapak untuk kontrol, saya mau
bapak cepat sembuh. Sudah 3 bulan ini bapak
minum obat….”(146)
Usaha yang dilakukan partisipan adalah
dengan selalu mengawasi penderita untuk minum
obat dan selalu ingatkan penderita agar tidak lupa
minum obat. Dan penderita pun tidak pernah lupa
untuk minum obat. Sudah selama 5 bulan ini,
partisipan selalu mendukung dalam kesembuhan
penderita.
(RP5)“…pertama kami membawa bapak
untuk pengobatan tradisional, karena tidak
sembuh maka kami membawa ke puskesmas
Kao untuk diperiksa dan diberikan obat saya
selalu ingatkan bapak minum obat sampai
bapak sudah minum obat baru saya
tinggalkan. Dan sudah 5 bulan berjalan bapak
tidak pernah lupa untuk minum obat..”(202)
66
4.3 Uji Keabsahan Data
4.3.1 Triangulasi Sumber
1. Pengetahuan Keluarga Terhadap Penyakit Tb
Dari ke-4 keluarga riset partisipan dan 1
tenaga kesehatan. Partisipan 1, 3, 4 dan 5 adalah
penderita TB paru, mengatakan tahu tentang
penyakit TB paru dan bagaimana cara
penularannnya. Sedangkan untuk partisipan ke-2,
yang menjadi triangulasi adalah bidan desa itu
sendiri, dan mengatakan tahu tentang penyakit TB
dan cara penularannya, bahkan bidan desa selalu
meberitahukan informasi tentang penyakit TB pada
keluarga dan penderita.
2. Keluarga sebagai Insiator-Kontributor
Dari ke-4 keluarga partisipan dan 1 tenaga
kesehatan. Penderita TB paru, partisipan 1, 3
mengatakan untuk partisipan 1 berperan dengan
mengingatkan selalu membuka jendela-jendela
ruangan rumah. Untuk partisipan 3 partisipan tidak
melakukan apa-apa dalam pencegahan penularan
TB ini. Untuk keluarga partisipan 2, 4 dan 5 keluarga
menyiapkan tempat dahak didalam kamar. Partisipan
67
2 yang dikatakan bidan desa bahwa penderita
menaruh baskom berisi abu tungku panas untuk
tempat pembuangan dahak, partisipan 4
memasukan baskom berisi pasir di dalam kamar dan
partisipan 5 memasukan kaleng cat untuk tempat
dahak penderita.
3. Keluarga Memberikan Perawatan pada Penderita
TB.
Penderita partisipan 1, 3, 4 dan 5
mengatakan partisipan dan keluarga membantu
penderita dalam kesembuhan, dengan membawa
kontrol dan selalu mengingatkan penderita untuk
minum obat secara teratur dan penderita juga tidak
lupa untuk meminum obat. Sedangkan untuk
partisipan 2 keluarga memang tidak tahu tentang
pengobatan, karena yang selalu mengantarkan obat
ke penderita adalah bidan desa setempat. Jadi
keluarga atau partisipan 2 tidak terlalu tahu dengan
pengobatan penderita.
68
4.4 Pembahasan
Dari hasil analisa data di atas didapatkan bahwa
pengetahuan keluarga tentang penyakit TB paru dan cara
penularan TB paru yaitu; pengetahuan partisipan 1, 2, 3, 4 dan
5 tentang pengertian TB paru masih minim. Sejauh yang
peneliti lihat dan dengar ketika wawancara bahwa partisipan 1
sampai 5 hanya mengetahui kalau penyakit TB paru itu
menular, dan tidak tahu penyebab dari penyakit TB paru.
Peneliti bisa katakan belum tahu karena dilihat dari perkataan
partisipan 1 kalau penyakit TB itu menular dan penyakit TB
paru datang dari jantung. Bila dikaitkan dengan teori
Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap objek tertentu. Tetapi sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui pancaindra yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Partisipan 1,
melalui hasil wawancara diketahui hanya mendapat informasi
tentang penyakit TB paru satu kali dari bidan dengan materi
yang terfokus pada penyakit TB menular, pantangan makanan
untuk penderita dan bagaimana mencegah penularan TB paru.
Partisipan 2, 3, dan 5 melalui hasil wawancara diketahui hanya
mendapat informasi satu kali dari bidan desa dengan materi
yang terfokus pada penyakit TB dapat menular. Partisipan 4,
mendapat informasi dari tenaga kesehatan Puskesmas Kao
69
kalau penyakit TB menular dan pantangan makanan untuk
penderita TB paru. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. (Efendy, 2009).
Partisipan 1, 4 dan 5 tahu tentang cara penularan TB
paru karena dari pernyataan partisipan bahwa penyakit TB
paru dapat menular melalui dahak yang tidak ditutup, batuk
tidak menutup mulut dan membuang dahak di sembarang
tempat. Pernyataan ini sesuai dengan teori pencegahan TB
paru yaitu pencegahan penularan TB paru dapat diinstruksikan
melalui pentingnya menjaga kebersihan, menutup mulut dan
hidung ketika batuk dan bersin, membuang tisu bekas pakai
dengan baik dan bagi penderita TB paru jangan membuang
dahak di sembarang tempat. Cara membuang dahak yang
benar yaitu, menimbun dahak dengan tanah/pasir, tampung
dahak dalam kaleng berisi lisol, air sabun, spritus, dan dapat
dibuang di lubang WC. (Asih, 2004). Sedangkan partisipan 2
tidak tahu bagaimana cara penularan TB paru. Partisipan 2
kurang terpapar dengan informasi-informasi tentang penyakit
TB paru. Partisipan 2 hanya mendapat informasi kalau
penyakit TB paru dapat menular tetapi tidak dengan informasi
bagaimana cara penularannya. Partisipan 3 mendapat
informasi kalau penyakit TB ini dapat menular melalui alat
70
makan penderita penyakit tuberkulosis paru. Pernyataan
partisipan 3 tidak sesuai dengan teori. Menurut Muttaqin
(2008), penularan pertama penyakit TB paru disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terdapat dalam
droplet (percikan dahak) yang dikeluarkan penderita TB paru
sewaktu batuk, bersin bahkan saat berbicara.
Dengan adanya pengetahuan keluarga tentang
bagaimana cara penularan TB paru dan penyakit TB paru itu
sendiri, maka dengan begitu keluarga akan melakukan upaya
pencegahan dan pengobatan untuk pemutusan rantai
penularan TB paru. Menurut Sukana & Manalu (2011), faktor
pengetahuan pada keluarga sangatlah penting dalam
penularan TB paru. Dengan kurangnya pengetahuan keluarga
tentang TB paru maka akan menunjukkan suatu perilaku yang
tidak baik antara lain kebiasaan penderita meludah di
sembarang tempat, batuk tanpa menutup mulut, dan
pengobatan yang tidak teratur.
Upaya pencegahan yang dilakukan partisipan 3, 4 dan 5
cukup baik, dalam melakukan perannya sebagai anggota
keluarga dalam mengingatkan penderita TB paru untuk tidak
membuang dahak di sembarang tempat dan memisahkan alat
makan penderita. Adapun partisipan 1 melakukan perannya
sebagai anggota keluarga dalam pemutusan rantai penularan
71
dengan baik. Hasil observasi peneliti, menunjukan bahwa
rumah yang ditempati partisipan 1 terlihat bersih, tidak terlihat
sampah yang berhamburan di lantai, dan terdapat sinar
matahari yang menerangi rumah pada setiap ruangan yang
ada. Partisipan 1 juga melakukan perannya sebagai istri dan
anggota keluarga dalam mengingatkan penderita TB paru
untuk tidak membuang dahak di sembarang tempat dan kalau
batuk harus menutup mulut. Partisipan 4 dan 5 menyediakan
tempat dahak untuk penderita TB paru di dalam kamar, seperti
baskom berisi pasir, dan kaleng cat kosong. Tindakan yang
dilakukan partisipan 4 dan 5 ini tidak sesuai dengan teori,
sehingga dapat memungkinkan terjadinya penularan pada
anggota keluarga lainnya atau orang lain. Adapun cara
membuang dahak yang benar yaitu, menimbun dahak dengan
tanah/pasir, tampung dahak dalam kaleng berisi lisol, air
sabun, spritus dan membuang dilubang WC (Asih, 2004).
Partisipan 2 tidak melakukan apa-apa dalam pemutusan
rantai penularan ini, sehingga bisa dilihat peran keluarga untuk
partisipan 2 tidak baik karena kurangnya informasi tentang
penyakit TB paru dan pengetahuan partisipan terhadap
penyakit TB paru, dan juga bisa dikatakan tidak baik karena
terkait dengan hasil penelitian Lukman (2002) mengatakan
keluarga yang mempunyai strategi koping yang baik, akan
72
berpengaruh bagi keluarga dalam mempertahankan keutuhan
keluarga, kerja sama dan rasa optimis dalam menghadapi
keadaan. Dalam hal ini strategi koping dipengaruhi oleh
pendidikan dan pengetahuan keluarga, sikap keluarga,
ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan, serta persepsi
keluarga terhadap penyakit TB paru itu sendiri. Oleh karena itu
kepatuhan penderita TB paru dalam pengobatan, berhubungan
dengan strategi koping dan tingkat stress penderita.
Selain peran keluarga dalam melakukan upaya
pencegahan dalam pemutusan rantai penularan TB paru,
pengobatan juga temasuk dalam pemutusan rantai penularan.
Dengan begitu tujuan utama pengobatan penderita TB paru
adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta
mencegah penularan dengan cara menyembuhkan penderita
TB paru dan strategi penanggulangan TB paru DOTS (Directly
Observed Treatmen Short-Course) (Depkes RI, 2009).
Peran partisipan 1 dan 4 cukup baik dalam membantu
pengobatan penderita TB. Dikatakan cukup baik karena
partisipan 1 dan 4, melakukan peran sebagai pengingat untuk
penderita agar penderita tidak lupa untuk meminum obat.
Partisipan 1 dan 4 juga membawa penderita untuk kontrol ke
Puskemas supaya penderita TB paru cepat sembuh. Partisipan
5 melakukan dengan cukup baik. Usaha dalam pengobatan
73
yang dilakukan partisipan 5 dalam menyembuhkan penderita
TB paru dengan mencoba pengobatan-pengobatan tradisional
untuk kesembuhan penderita TB paru. Ketika upaya
pengobatan tradisional tidak sembuh, partisipan membawa
penderita Tb paru pergi ke Puskesmas diperiksa dan diberikan
obat. Peran partisipan 5 dalam pengobatan juga cukup baik,
karena partisipan 5 berperan sebagai Pengawas Menelan Obat
(PMO) untuk penderita TB paru. Hal ini tampak dalam
pernyataan partisipan 5 yang menjaga penderita sampai
selesai meminum obat baru keluar dari kamarnya. Menurut
Widayanti (2012), dukungan keluarga yang diterima penderita
TB paru dipengaruhi oleh penilaiannya terhadap peran
keluarga dalam mendorong kesembuhan penderita. Partisipan
5 juga menyadari perannya sebagai PMO, yang harus
mendorong kesembuhan penderita dengan baik. Persepsi
terhadap dukungan keluarga sebagai PMO adalah pandangan
dan penilaian penderita TB terhadap interaksi dengan keluarga
berupa informasi, perhatian, dorongan, dan bantuan dari PMO
sehingga memunculkan kualitas hubungan yang dapat
mempengaruhi kesembuhan penderita. Sedangkan partisipan
2 dan 3 tidak melakukan usaha pengobatan dalam mendukung
kesembuhan penderita TB paru. Partisipan 2 memiliki
keterbatasan pengetahuan terkait pengobatan dan kurang
74
mendapat informasi. Partisipan 3, tidak melakukan apa-apa
dalam membantu kesembuhan penderita karena partisipan
juga tidak tahu bagaimana harus melakukan perannya sebagai
PMO, dan keterbatasan pengetahuan terkait penyakit TB paru
sehingga membuat partisipan 2 dan 3 tidak melakukan apa-
apa dalam membantu pemutusan rantai penularan TB paru
dengan cara pengobatan.