BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Terbentuknya Toili Barat
Berhembusnya angin reformasi membawa nuansa baru disemua kehidupan di
belahan bumi nusantara ini yang kita cintai, hal ini dapat kita amati dari para digma
pemerintahan yang disentralisasi dari pusat sampai ke daerah yang tercermin dalam
Undang-undang otonomi daerah.
Menyikapi realita yang terjadi saat ini, hampir semua wilayah atau daerah
dibelahan bumi nusantara ini mulai berbenah dengan memekarkan wilayah menjadi
provinsi, kabupaten / kota menjadi kecamatan / kelurahan, namun (kesemuanya itu
masih dalam bingkai Negara kesatuan Indonesia ( NKRI ).
Tuntutan suatu otonomi daerah merupakan usaha untuk mendapatkan cara
untuk menghidupkan semangat dan kekuatan rakyat di daerah-daerah guna menata
masa depan rakyat di daerah saat ini. gaung otonomi daerah telah bergema sampai ke
wilayah Propinsi Sulawesi Tengah, dengan di deklarasikannya provinsi timur.
Khusunya di kabupaten pemekaran kecamatan mulai diperjuangkan oleh masyarakat
yang peduli dengan kehidupan yang akan datang.
Inisiatif pemekaran kecamatan Toili menjadi Kecamatan Toili dan Kecamatan
Toili Barat (selanjutnya disebut pemekaran Kecamatan Toili Barat muncul ketika
kepemimpinan H. Sudarto SH. Sebagai Bupati Banggai dan Drs. Abd. Haris Hakim
Sebagai camat Toili).
Jauh sebelum kecamatan toili Barat berdiri secara geografis istilah/
Penyebutan Toili Barat telah di Gunakan oleh masyarakat untuk menyebutkan
dataran Toili Barat yang meliputi : 1) Pandan Wangi, 2) Dongin, 3) Kamiwangi,
4) Sindang Sari, 5) Makapa, 6) Karya Makmur, 7) Mentawa Pasir Lamba, 8)
Bonebae, 9) Gunung Keramat, 10) Lembah Keramat, 11) Rata, 12) Bukit Makarti,
13) Bumi Harapan, 14) Uwelolu, 15) Mekar Jaya, 16) Mekar Sari.
Kenyataan ini didukung oleh factor pembagian wilayah kerja puskemas
sedataran Toili menjadi 3 Wilayah ;
1. Puskesmas Toili I ( Toili Bagian Timur )
2. Puskesmas Toili II ( Toili Bagian Tengah )
3. Puskesmas Toili III ( Toili Bagian Barat )
Istilah atau penyebutan Toili Barat juga telah lazim digunakan oleh organisasi
social kemasyarakatan / keagamaan. Untuk merealisasikan inisiatif pemekaran
kecamatan toili barat pada tanggal 17 Februari 2002 dilakukan pertemuan tokoh-
tokoh masyarakat guna membentuk panitia persiapan pemekaran kecamatan Toili
tanpa mengalami hambatan yang berarti, terbentuklah panitia persiapan pemekaran
kecamatan Toili Barat dengan pengurus :
- Ketua : I Gusti Suardika
- Sekretaris : I Nyoman Gita
- Bendahara : I Nyoman Sukarya
Hal ini adalah sebuah bentuk cerminan dari keinginan dan aspirasi masyarakat
Toili Barat dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah yang dilandasi oleh
peraturan perundang undangan yang berlaku. Sehubungan dengan otonomi daerah
yang menjadi konsekuensi masyarakat Indonesia yang tertuang dalam undang-undang
nomor 22 tahun 1999 dan undang-undang nomor 25 tahun 1999 mengandung makna
bahwa pemerintahan harus bersifat disentralisasi.
Selanjutnya efektifitas administrasi pencapaian tujuan pembangunan efesiensi
menejerial ekonomi dan pelayanan pembangunan serta kemampuan pemerintah
dalam memberdayakan masyarakat dalam pembangunan. Memekarkan suatu
kecamatan telah termaksud dalam kepmendagri nomor 4 tahun 2000 sebagai wujud
aplikasi Otonomi Daerah.
Setelah melakukakn berbagai kegiatan konsultasi, sosialisasi, dan konsolidasi
akhirnya titik terang terbentuknya Kecamatan Toili barat diperoleh berdasarkan
arahan Bapak Bupati banggai pada tanggal 17 April 2003 dan arahan Bapak Camat
Toili pada tanggal 2 mei 2003 yang menghendaki agar segera dibentuk panitia
peresmian kecamatan Toili Barat dan dengan dipimpin langsung oleh Bapak Camat
Toili pada tanggal 4 Mei 2003 terbentuk panitia peresmian Kecamatan Toili Barat
dengan pengurus inti ;
Ketua : I Putu Agus Suardika
Sekretaris : Ahmad M Suripno
Bendahara : I Nyoman Sukarya
Atas berkat tuhan Yang Maha Kuasa telah berbagai kegiatan dilakukan
akhirnya pada hari Rabu 24 Desember 2003 bertempat di Balai Desa Sindang Sari
diselenggarakan acara peresmian kecamatan Toili Barat berdasarkan Perda kabupaten
Banggai nomor 5 tahun 2003 sekaligus pelantikan Bapak Drs. IrfanPoma sebagai
Camat Toili Barat berdasarkan SK Bupati Banggai Nomor 821.27/ 295/ bag.peg
4.1.2 Letak Geografis
Kecamatan Toili Barat adalah wilayah yang sebelum dibentuk Kecamatan
merupakan wilayah kerja Camat Toili yang berkedudukan di Toili.
Kecamatan Toili mempunyai luas wilayah 1.967 km2 dengan jumlah
penduduk 60.518 jiwa. 51,02 % Wilayah Kecamatan ini terletak di bagian barat
yang masih memiliki Sarana dan Prasaran komunikasi dan tranportasi yang relatif
masih terbatas. Dengan Kondisi Geografis yang agak jauh dari Ibu kota Kecamatan
maka sudah selayaknya jika bagian barat dari Kecamatan Toili tersebut dibentuk
Kecamatan yang berdiri sendiri, guna mempercepat pemberian pelayanan kepada
masyarakat.
Kabupaten Banggai pada umumnya dan Kecamatan Toili Barat pada
khususnya, meskipun telah menunjukan kemajuan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, dalam
perkembangannya perlu ditingkatkan sesuai dengan potensi ekonomi, luas wilayah,
dan kebutuhan masa mendatang.
Dengan terbentuknya Kecamatan Toili Barat maka wilayah Kerja Kecamatan
ini meliputi wilayah seluas 1.003,66 km2
, membina dan melakukan pelayanan
terhadap 17.821 jiwa Penduduk yang terbesar di 15 (lima belas) Desa.
Bahwa perkembangan dan kemajuan kabupaten banggai pada umunya serta
Kecamatan Toili pada khususnya, dan adanya inspirasi yang berkembang dalam
masyarakat, maka di pandang perlu melakukan pemekaran terhadap Kecamatan Toili
guna meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan untuk mempercepat pemberian pelayanan kepada masyarakat agar
tetap terjaganya perkembangan dan kemajuan di maksud pada masa mendatang.
Table Letak Geografis Wilayah Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Toili Barat
No Desa / kelurahan
Pesisir
(2007-2011)
Lembah/das
(2007-2011)
Lereng
(2007-2011)
Dataran
(2007-2011)
1
2
3
4
5
6
Lembah keramat
Gunung
keramat
Rata
Bone bae
Pasir lamba
-
-
1
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
-
1
-
1
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Mantawa
Karya makmur
Makapa
Bumi harapan
Bukit makarti
Sindang sari
Kami wangi
Dongin
Pandan wangi
Uwelolu
Mekar sari
Mekar jaya
-
-
-
-
-
1
1
1
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
1
1
-
-
-
1
1
-
kecamatan Toili
Barat
6 - 1 10
Sumber : Kepala Desa / Kelurahan Se-Kecamatan Toili Barat
4.1.3 Letak Dan Luas Wilayah
Wilayah kecamatan Toili Barat dengan Ibu Kota Sindang Sari mempunyai
luas Wilayah kecamatan 1027,02 Km² dan luas lahan pertanian ( 189766 Ha )
dengan batas-batas :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bunta
- Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Peling
- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Toili
- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Morowali
Wilayah Kecamatan Toili Barat terdiri dari 17 belas desa dan wilayah
kecamatan Toili Barat dipengaruhi oleh 2 musim yaitu ;
a. Musim hujan yang berlangsung dari bulan April sampai dengan bulan
September
b. Musim panas yang berlangsung dari bulan oktober sampai dengan bulan
maret
Bentuk topografi kecamatan Toili Barat adalah daerah dataran Tinggi.
Dimana menurut klasifiksi ketinggiannya adalah berkisar 500 M dari laut. Adapun
jarak ibu kota pemerintahan kecamatan ke kabupaten adalah 120 Km dan jarak ibu
kota Pemerintahhan kecamatan ke Provinsi adaah 755 Km.
Table Luas Wilayah Dan Persentase Terhadap Luas Kecamatan Menurut
Desa/Kelurahan Di Kecamatan Toili Barat
No Desa / Kelurahan
Luas Wilayah (km2
)
(2007-2011)
Persentase Terhadap
Luas Kecamatan (%)
(2007-2011)
1
2
3
4
5
6
Lembah keramat
Gunung keramat
Rata
Bone bae
Pasir lamba
Mantawa
108,15
107,67
103,99
1,66
105,97
94,93
10,88
10,84
10,47
0,17
10,66
9,55
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Karya makmur
Makapa
Bumi harapan
Bukit makarti
Sindang sari
Kami wangi
Dongin
Pandan wangi
Uwelolu
Mekar sari
Mekar jaya
102,25
101,37
93,04
5,00
12,35
10,80
7,00
8,00
125,27
1,07
5,15
10,29
10,20
9,36
0,50
1,24
1,09
0,70
0,81
12,61
0,11
1,25
Jumlah
Kecamatan Toili
Barat 993,67 100,00
Sumber : Kepala Desa / Kelurahan Se-Kecamatan Toili Barat
4.1.4 Aksebilitas
Dilihat dari eksebilitas, kecamatan Toili Barat sangat sudah memadai karena
biasanya sudah dilalui oleh sarana dan prasarana umum yang fasilitas TK 17 unit,
SD/MI 21 unit, SMP/MTS 6 unit, SMA/MA 2 Unit dan perguruan Tinggi cabang 3
unit.
4.2 Keadaan Penduduk
4.2.1 Jumlah Penduduk Menurut Desa / Kelurahan Di Kecamatan Toili
Barat
Jumlah penduduk menurut desa bila di lihat dari table di bawah ini, desa Kami
Wangi tahun 2010 menempati urutan terbanyak dari jumlah penduduk, dikarenakan
desa kami wangi ini memiliki letak georgafis yang strategis sehingga kebanyakan
masyarakat menempati desa tersebut. Sedangkan desa yang kurang penduduknya di
tahun 2010 yaitu desa Bone Bae, desa bone bae ini sebagian besar masyarakatnya
berasal dari suku bugis. Sehingga penduduknya kurang mendiami tempat tersebut
dikarenakan sebagaian besar masyarakat yang ada di toili barat pekerjaannya sebagai
petani, jadi kebanyakan orang bugis saja yang mendiami desa Bone bae.
Table Jumlah Penduduk Menurut Desa / Kelurahan Di Kecamatan Toili Barat
No Desa / kelurahan 2007 2008 2009 2010 2011
1
2
3
4
5
6
Lembah keramat
Gunung keramat
Rata
Bone bae
Pasir lamba
Mantawa
1.170
1.097
884
268
1. 530
2.472
1.181
1.119
934
277
1.553
2.500
1.486
1.057
1.118
281
1.642
1.464
1.502
1.068
1.130
284
1.659
1. 480
1.262
1.144
999
232
1.662
1.377
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Karya makmur
Makapa
Bumi harapan
Bukit makarti
Sindang sari
Kami wangi
Dongin
Pandan wangi
Uwelolu
Mekar sari
Mekar jaya
1.575
2.500
474
778
2.008
2.456
519
873
1.236
-
-
1.601
1.743
486
798
2.055
2.488
529
882
1.251
781
-
1.894
1.770
498
857
2.089
2.323
445
836
1.218
809
918
1.914
1.789
503
866
2.111
2.346
451
844
1.231
817
928
1.697
1.786
493
813
2.057
2.410
503
730
1.827
811
905
Jumlah
Kecamatan Toili
Barat 19.840 20.177 20.705 20.923 20.708
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Banggai
4.2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di
Kecamatan Toili Barat
Jika kita bandingkan antara jumlah penduduk pria dengan jumlah penduduk
wanita yang paling dominan adalah pria dengan jumlah 10.842 sedangkan penduduk
wanita dengan jumlah sebesar 9.866. lebih jelasnya lihat table di bawah ini:
Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan
Toili Barat
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75+
1.007
1.229
1.150
899
833
918
953
897
683
559
455
372
318
269
148
152
897
1.135
1.003
792
729
866
945
740
643
465
423
295
341
230
149
123
1994
2.364
2.153
1.691
1.562
1.784
1.898
1.637
1.326
1.024
878
667
659
499
297
275
Jumlah 10.842 9.866 20.708
Kecamatan Toili Barat
2011
2010
10.842
10.791
9.866
10.123
20.708
20923
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Banggai
4.2.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama Di Kecamatan Toili Barat
Masyarakat Toili Barat mayoritas memiliki agama islam. tingkat pemahaman
terhadap ajaran islam sudah sangat meningkat. Hal ini terlihat dalam kehidupan
sehari, misalkan melaksanakan sholat 5 waktu, sholat jum’at, acara pengajian dan
sebagainya.
Table Jumlah Penduduk Menurut Agama Di Kecamatan Toili Barat
Agama 2009 2010 2011
Islam
Kristen
Katholik
Hindu
Budha
53,91
4,97
0,07
40,33
0,72
49,24
5,36
0,08
44,55
0,77
50,84
5,38
0,08
43,70
0,00
Jumlah 100,00 100,00 100,100
Sumber : Departemen Agama Kabupaten Banggai
4.2.4 Sumber Penghasilan Sebagian Besar Penduduk Menurut Desa /
Kelurahan Di Kecamatan Toili Barat
Pada umumnya masyarakat Toili Barat memiliki mata pencaharian sebagai
petani. Mata pencaharian ini sebagai mata pencaharian utama dan juga terdapat mata
pencaharian lainnya. Untuk mengetahui lebih jelas mata pencaharian masyarakat toili
barat dapat di lihat pada table di bawah ini :
Table Sumber Penghasilan Sebagaian Besar Penduduk Menurut Desa / Kelurahan Di
Kecamatan Toili Barat
No Desa / kelurahan Sumber penghasilan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Lembah keramat
Gunung keramat
Rata
Bone bae
Pasir lamba
Mantawa
Karya makmur
Makapa
Bumi harapan
Bukit makarti
Sindang sari
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Nelayan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
12
13
14
15
16
17
Kami wangi
Dongin
Pandan wangi
Uwelolu
Mekar sari
Mekar jaya
Pertanian tanaman pangan
Nelayan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Pertanian tanaman pangan
Sumber : Kepala Desa Se-Kecamatan Toili Barat
4.2.5 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pembudayaan manusia yang bertujuan untuk
menumbuhkan, mengelola, dan meningkatkan kualitas kecerdasan kehidupannya,
baik kecerdasan kejiwaan yang meliputi religio-spiritualitas (takwa), moralitas
(karsa), emosionalitas (rasa), dan intelektualitasnya (cipta), maupun kesehatan dan
pengembangan raganya. Oleh karena itu, kepada peserta didik bukan hanya dibekali
ilmu pengetahuan, teknologi, dan ketrampilan teknis suatu pekerjaan, melainkan
harus ditanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang amat mendasar bagi
kehidupannya sebagai makhluk yang berbudaya.
Penyelenggaraan pendidikan harus mengedepankan penanganan dan
penyediaan fasilitas yang baik bagi penumbuhan, pengelolaan, dan peningkatan
ketakwaan, akhlak atau budi pekerti, kesopansantunan, seni budaya, kecakapan,
ketrampilan, dan kesehatan beserta ketrampilan jasmani peserta didik. Penyenggaraan
pendidikan harus membuka peluang seluas-luasnya bagi aktualisasi diri dan
pengembangan atas segenap potensi yang dimiliki peserta didik.
Table Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan Toili Barat
No Tingkat pendidikan Jumlah
1
2
3
4
5
6
Lulusan TK
Lulusan Sekolah Dasar ( SD)
Lulusan SMP
Lulusan SMA
Lulusan Diploma
Lulusan Sarjana
623
2.145
2.462
959
125
472
Jumlah 6786
Sumber : Kepala Desa Se-Kecamatan Toili Barat
4.3 Pembahasan
4.3.1 Prosesi Perkawinan Adat Jawa Di Toili Barat
Menurut Nasirun seorang tokoh agama (wawancara pada tanggal 15 april
2012 ) menyatakan bahwa Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan
sepasang kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan
kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis
keturunan.
Perkawinan adat Jawa melambangkan pertemuan antara pengantin wanita
yang cantik dan pengantin pria yang gagah dalam suatu suasana yang khusus
sehingga pengantin pria dan pengantin wanita seperti menjadi raja dan ratu sehari.
Hal ini harus memenuhi semua syarat yang di tetapkan oleh tradisi untuk masuk ke
dalam tata alam sakral (suci).
Menurut Murdi seorang pemangku adat (wawancara pada tanggal 10 april
2012 ) menyatakan bahwa Macam – macam acara serta upacara yang harus dilakukan
menurut perkawinan adat Jawa adalah :
Pertama Nontoni, nontoni ini Melihat dari dekat keadaan keluarga dan gadis
yang sesungguhnya. Di lakukan oleh seorang congkok (wali) atau wakil dari keluarga
pemuda yang akan mencari jodoh. dalam hal ini di bicarakan sekitar kebutuhan untuk
biaya perkawinan.
kedua Meminang, Setelah taraf nontoni selesai, di teruskan dengan taraf
meminang. Jika keduanya sudah merasa cocok, maka orangtua pengantin laki-laki
mengirim utusan ke orangtua pengantin perempuan untuk melamar puteri mereka.
Orangtua dari kedua pengantin telah menyetujui lamaran perkawinan.
Ketiga Peningset, Bila pinangan tersebut berhasil, di teruskan dengan upacara
pemberian peningset. Biasanya berupa pakaian lengkap, dan di sertai cincin kawin
(tukar cincin).
Keempat Serahan, Kedua keluarga menyetujui pernikahan. Mereka akan
menjadi besan. Keluarga dari pengantin laki-laki berkunjung ke keluarga dari
pengantin perempuan sambil membawa hadiah sejumlah hasil bumi, peralatan rumah
tangga, dan di sertai sejumlah uang. Barang-barang dan uang tersebut di pergunakan
untuk menambah biaya penyelenggaraan perkawinan nantinya. Dalam kesempatan
ini, kedua keluarga beramah tamah. Dalam wawancara oleh Misiyah seorang tokoh
adat ( pada tanggal 7 april 2012 ). (Kepapat serahan, nek loro keluorgo wes nyetujui
pernikahane. Mereka ape dadi besan. Keluorgo teko penganten lanang lunggo neng
keluorgo penganten wedo ambe gowo hadiah sejumloh hasil bumi, peralatan umah
tonggo, karo di tambahne sejumloh duet. Barang-barange karo duet iku di gae kange
tambah biayane nyelenggarakno pernikahane engkone. Podo wektu iki loro keluorgo
beramah-tamah. Dalam wawancara oleh misiyah wong took adat (pada tanggal 7
april 2012).
Kelima Pingitan, Menjelang saat perkawinan, kurang lebih tujuh hari
sebelumnya, calon pengantin putri di larang keluar rumah dan tidak boleh menemui
calon pengantin putra dan kadang-kadang di anjurkan untuk berpuasa. Selama masa
pingitan calon pengantin putri melulur seluruh badan.
Keenam Persiapan perkawinan, Menurut Safingi seorang tokoh pemuda yang
di (wawancarai pada tanggal 16 april 2012) menggemukakan bahwa Segala persiapan
tentu harus dilakukan. Dalam pernikahan jawa yang paling dominan mengatur
jalannya upacara pernikahan adalah Pemaes yaitu dukun pengantin wanita yang
menjadi pemimpin dari acara Pernikahan Adat / Perkawinan Adat, Dia mengurus
dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan pengantin perempuan yang bentuknya
berbeda selama pesta pernikahan. Karena upacara pernikahan adalah pertunjukan
yang besar, maka selain Pemaes yang memimpin acara pernikahan, dibentuk pula
Panitia kecil terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai.
Ketujuh Pemasangan Tarub Dan Dekorasi, Biasanya sehari sebelum pesta
pernikahan, pintu gerbang dari rumah orangtua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi
tumbuhan), Yang terdiri dari pohon pisang, buah pisang, tebu, buah kelapa dan daun
beringin yang memiliki arti agar Pasangan pengantin akan hidup baik dan bahagia
dimana saja. Pasangan pengantin saling cinta satu sama lain dan akan merawat
keluarga mereka. Dekorasi yang lain yang disiapkan adalah kembang mayang, yaitu
suatu karangan bunga yang terdiri dari sebatang pohon pisang dan daun pohon
kelapa.
Kedelapan Siraman, selanjutnya Jumiatun (dalam wawancara 18 april 2012)
juga menggemukakan bahwa Makna dari pesta Siraman adalah untuk membersihkan
jiwa dan raga. Pesta Siraman ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum
acara pernikahan. Siraman diadakan di rumah orangtua pengantin masing-masing.
Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Biasanya orang yang
melakukan Siraman yaitu orangtua dan keluarga dekat atau orang yang dituakan.
(Wolu siraman, selanjutne jumiatun ( dalam wawancara 18 april 2012) jugo
menyampekno bahwa maknane teko pesta siraman adalah gae Bersihno jiwo lan
rogo. pesta siraman biasane dilaksanake awan dino.sedino seurung acara kawin.
Siraman biasane di laksanake neng umah wong tua penganten dewe-dewe. Siraman
biasane di laksanake neng kamar mandi opo neng taman. Biasane wong seng
ngelakukan siraman iki yaitu wong tuane ambe keluargo cedek opo wong seng wes
tua).
Kesembilan Upacara Ngerik, Upacara mengerik wulu kalong (bulu-bulu
halus) disekitar dahi agar waktu dihias akan nampak bersih dan bersinar. Disamakan/
dinamakan dengan wulu kalong, karena kalong (kelelawar) meempunyai bulu-bulu
yang sangat halus sama seperti rambut-rambut halus yang tumbuh di dahi para gadis.
Tujuan utama menurut adat adalah agar si calon benar-benar bersih baik secara
lahiriah maupun batiniah.
Kesepuluh Midodareni, Menurut Suparno seorang tokoh adat ( hasil
wawancara pada tanggal 10 april 2012 ) menggemukakan bahwa Dalam upacara
midodareni pengantin putri mengenakan busana polos artinya dilarang mengenakan
perhiasan apa-pun kecuali cincin kawin. Dalam malam midodareni itulah baru dapat
dikatakan pengantin dan sebelumnya disebut calon pengantin. Pada malam itu
pengantin putra datang ke rumah pengantin putri. Pengantin putra pada waktu malam
midodareni mengenakan jas lengkap dengan mengenakan dasi asal jangan dasi kupu-
kupu. Kira-kira pukul 19:00, pengantin putra datang ke rumah pengantin putri untuk
berkenalan dengan keluarga dan rekan-rekan pengantin putri. Setibanya pengantin
putra, maka terus diserahkan kepada Bapak dan Ibu pengantin putri. Setelah
penyerahan diterima pengantin putra diantarkan ke pondok yang telah disediakan
yang jaraknya tidak begitu berjauhan dengan rumah pengantin putri. Pondoknya telah
disediakan makanan dan minuman sekedarnya dan setelah makan dan minum ala
kadarnya maka pengantin putra menuju ke tempat pengantin putri untuk menemui
para tamu secukupnya kemudia pengantin putra kembali ke pondoknya untuk
beristirahat.
Kesebelas Ijab Kabul, Menurut Katijo seorang tokoh agama ( dalam
wawancara 25 april 2012 ) menggemukakan bahwa Orang Jawa biasanya bicara lahir,
menikah dan meninggal adalah takdir Tuhan. Upacara Ijab merupakan syarat yang
paling penting dalam mengesahkan pernikahan. Pelaksanaan dari Ijab sesuai dengan
agama dari pasangan pengantin. Pada saat ijab orang tua pengantin perempuan
menikahkan anaknya kepada pengantin pria. Dan pengantin pria menerima nikahnya
pengantin wanita yang disertai dengan penyerahan mas kawin bagi pengantin wanita.
Pada saat ijab ini akan disaksikan oleh Penghulu atau pejabat pemerintah yang akan
mencatat pernikahan mereka.
Keduabelas Upacara Panggih, Selanjutnya menurut Saminem seorang tokoh
adat ( dalam wawancara 22 april 2012 ) menggemukakan bahwa Dalam upacara
panggih penantin putra sebelumnya sudah bersiap-siap di muka pintu gerbang atau
pintu utama dengan di sertai para pengiring. Bagian-bagian dari upacara panggih
adalah :
a. Upacara Balangan Suruh
Upacara Balangan suruh dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian.
Gantal yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri
disebut gondhang kasih, sedang gantal yang dipegang pengantin laki-laki disebut
gondhang tutur. Makna dari balangan suruh adalah berupa harapan semoga segala
goda akan hilang dan menjauh akibat dari dilemparkannya gantal tersebut. Gantal
dibuat dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang
kemudian diikat dengan benang putih/lawe. Daun sirih merupakan perlambang bahwa
kedua penganten diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan karya.
b. Ngidek Endhok
Selanjutnya menurut Jumiatun seorang pemangku adat (dalam wawancara
pada tanggal 18 april 2012 ) Upacara ngidak endhog diawali oleh juru paes, yaitu
orang yang bertugas untuk merias pengantin dan mengenakan pakaian pengantin,
dengan mengambil telur dari dalam bokor, kemudian diusapkan di dahi pengantin
pria yang kemudian pengantin pria diminta untuk menginjak telur tersebut. Ngidak
endhog mempunyai makna secara seksual, bahwa kedua pengantin sudah pecah
pamornya.
c. Wiji Dadi
Upacara ini dilakukan setelah acara ngidak endhok. Setelah acara ngidak
endhog, pengantin wanita segera membasuh kaki pengantin pria menggunakan air
yang telah diberi bunga setaman. Mencuci kaki ini melambangkan suatu harapan
bahwa “benih” yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan
yang baik. Dengan menginjak telur pengantin putra menyatakan kesanggupannya
untuk menjadi ayah dengan segala tanggung jawabnya. pengantin putri menyatakan
kesanggupanya berbakti kepada suami.
d. Kacar-Kucur
Selanjutnya menurut Meri seorang tokoh masyarakat ( hasil wawancara pada
tanggal 29 april 2012 ) menggemukakan bahwa Caranya pengantin pria menuangkan
raja kaya dari kantong kain, sedangkan pengantin wanitanya menerimanya dengan
kain sindur yang diletakkan di pangkuannya. Kantong kain berisi dhuwit recehan,
beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara, dan bunga telon (mawar, melati,
kenanga atau kanthil). Makna dari kacar kucur adalah menandakan bahwa pengantin
pria akan bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya. Raja kaya yang
dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikitpun, maknanya agar pengantin
wanita diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam
mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya.
e. Dhahar Kembul
Pasangan pengantin makan bersama dan menyuapi satu sama lain. Pertama,
pengantin laki-laki membuat tiga bulatan kecil dari nasi dengan tangan kanannya dan
di berinya ke pengantin wanita. Setelah pengantin wanita memakannya, dia
melakukan sama untuk suaminya. Setelah mereka selesai, mereka minum teh manis.
Upacara itu melukiskan bahwa pasangan akan menggunakan dan menikmati hidup
bahagia satu sama lain.
f. Sungkeman
Menurut Umi Sulehah seorang tokoh masyarakat (dalam wawancara pada
tanggal 27 april 2012) Kedua mempelai bersujut kepada kedua orangtua untuk mohon
doa restu dari orangtua mereka masing-masing. Pertama ke orangtua pengantin
wanita, kemudian ke orangtua pengantin laki-laki. Selama Sungkeman sedang
berlangsung, Pemaes mengambil keris dari pengantin laki-laki. Setelah Sungkeman,
pengantin laki-laki memakai kembali kerisnya. (Pendapate umi sulehah wong tokoh
masyarakat (dalam wawancara pada tanggal 27 april 2012) loro penganten bersujut
podo loro wong tuane gae mohon doa restune teko wong tuo dewe-dewe. Kesiji wong
tuo penganten wedo,langsungan neng wong tuo penganten lawang. Selama
sungkeman lage dilaksanake,dukun penganten jimo kerise teko penganten lanang.
Setelah sungkeman, penganten lanang gae maneh kerise).
Ketigabelas Resepsi, Menurut Anton seorang kepala desa ( dalam wawancara
pada tanggal 5 april 2012 ) Resepsi di rumah dapat di selenggarakan beberapa saat
setelah upacara adat telah selesai. Dalam resepsi ini Sesudah seluruh rangkaian
upacara perkawinan selesai, dilakukan resepsi, dimana kedua temanten baru, dengan
diapit kedua belah pihak orang tua, menerima ucapan selamat dari para tamu.
Dalam acara resepsi, hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yang sudah
disediakan, sambil beramah tamah dengan kerabat dan kenalan. Ada kalanya,
sebelum resepsi dimulai, diadakan pementasan fragmen tari Jawa klasik yang sesuai
untuk perkawinan seperti fragmen Pergiwo Gatotkaca atau tari Karonsih, yang
melukiskan hubungan cinta kasih wanita dan pria.
4.3.2 Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Tahap-Tahap Pelaksanaan
Perkawinan Adat Jawa Di Toili Barat
1. Nilai Pendidikan
Menurut Suripno (dalam wawancara pada tanggal 5 april 2012) Ilmu
pengetahuan yang di peroleh di lingkungan pendidikan dan bimbingan orang tua
seorang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus
di tinggalkan dan mana yang harus di pertahankan serta di lestarikan. Masyarakat
yang sudah banyak menempuh pendidikan, mengubah wawasan mereka tentang
budaya perkawinan yang merupakan budaya mereka sendiri.
Wawasan yang makin luas seiring dengan tingginya tingkat pendidikan yang di
tempuh oleh generasi muda di segala bidang ilmu seperti ilmu-ilmu agama serta ilmu
pengetahuan umum lainnya mendorong mereka untuk mengedepankan sikap yang
lebih bersifat rasionalistik.
Walaupun masyarakat Toili Barat adalah masyarakat yang sudah memiliki
pendidikan yang lebih tinggi, namun sistem perkawinan tetap di pertahankan dan di
laksanakan masyarakat pada umumnya.
Hal ini di sebabkan karena nilai-nilai pendidikan dari upacara perkawinan itu
benar-benar dapat memberikan nilai konstribusi positif terhadap masyarakat terutama
kepada generasi yang akan datang. Pelaksanaan upacara perkawinan tersebut berarti
masyarakat akan mengingat kembali para pendahulu-pendahulu sebagai tokoh
pencetus dari upacara perkawinan tersebut, dengan melalui ingatan masyarakat maka
budaya tersebut akan tetap di pertahankan dan di laksananakan oleh generasi
selanjutnya.
2. Nilai Ekonomi
Persoalan ekonomi merupakan persoalan yang sangat penting sehubungan
dengan kelangsungan hidup manusia. Di mana dalam persoalan ini menyentuh
lansung dengan kelangsungan hidup manusia. Di dalam penggunaan kebutuhan hidup
terdapat perbedaan yang sangat mendalam karena tidak semua masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik tetapi di sesuaikan dengan kemampuan
dan status sosialnya.
Menurut Fantoni seorang tokoh pemuda ( dalam wawancara tanggal 19 april
2012 ) menyatakan bahwa Masyarakat toili barat pada umunya dalam upacara
perkawinan adat jawa memerlukan biaya yang sangat besar yang harus di persiapkan
baik itu dalam bentuk bahan maupun dalam bentuk uang harus di penuhi. Oleh karena
itu, masyarakat Toili Barat banyak yang tidak mampu atau mungkin tak akan
melaksanakan upacara-upacara perkawinan adat jawa hanya melaksanakan ijab Kabul
saja. Dengan demikian selaku generasi muda yang belum mempunyai pekerjaan yang
tetap tidak mampu untuk melaksanakan upacara adat tersebut.
3. Nilai Sosial
Satu bagian penting dari kebudayaan atau suatu masyarakat adalah nilai
sosial. Suatu tindakan dianggap sah, dalam arti secara moral diterima, kalau tindakan
tersebut harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat di mana tindakan tersebut dilakukan. Dalam sebuah masyarakat yang
menjunjung tinggi kasalehan beribadah, maka apabila ada orang yang malas
beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan, cercaan, celaan, cemoohan, atau
bahkan makian. Sebaliknya, kepada orang-orang yang rajin beribadah, dermawan,
dan seterusnya, akan dinilai sebagai orang yang pantas, layak, atau bahkan harus
dihormati dan diteladani.
Kemudian menurut Dewi Anggreni seorang tokoh masyarakat ( hasil
wawancara pada tanggal 29 april ) Sebagai mahluk social tidak mampu bertahan
hidup tanpa bantuan orang lain atau sesamanya guna mengembangkan potensi yang
di miliki. Maka mereka sebaiknya harus menciptakan suasana yang kondusif bersama
manusia dengan kehidupan sekitarnya. Hal tersebut dapat terlihat dalam masyarakat
toili barat yang mana dalam kehidupan keseharian mereka atau dalam sebuah acara-
acara seperti perkawinan telah mencerminkan adanya suatu sikap atau bentuk
hubungan di antara mereka yang berlatar belakang etnik budaya yang berbeda tetapi
mereka tetap saling menjaga hubungan satu sama lain.
4. Nilai Budaya
Istilah budaya atau kebudayaan memiliki cakupan makna yang amat luas,
karena pada hakikatnya kebudayaan merupakan seluruh aktivitas manusia, baik yang
bersifat lahiriah maupun batiniah. Memahami aktivitas manusia sebagai makhluk
sosio-kultural berarti melahirkan tuntutan untuk memahami sistem atau konfigurasi
nilai-nilai yang dipegang oleh manusia, karena cara berpikir, cara berekspresi, cara
berperilaku, dan hasil tindakan manusia pada dasarnya bukan hanya sekadar reaksi
spontan atas situasi objektif yang menggejala di sekitarnya, melainkan jauh lebih
dalam dikerangkai oleh suatu sistem atau tata nilai tertentu yang berlaku dalam suatu
kebudayaan.
4.3.3 Akulturasi Budaya Pada Perkawinan Masyarakat Toili Barat Terhadap
Prosesi Perkawinan Adat Jawa
Proses dari wujud akulturasi kebudayaan, terjadi ketika beberapa kebudayaan
saling berhubungan secara intensif dalam jangka waktu yang cukup lama, kemudian
masing-masing dari kebudayaan tersebut berubah saling menyesuaikan diri menjadi
satu kebudayaan.
Dalam masyarakat Toili Barat hasil dari proses wujud akulturasi kebudayaan
tersebut, dapat dilihat pada Bahasa, gotong royong, hidup bermasyarakat. Bentuk dari
perwujudan akulturasi budaya, merupakan salah satu hasil aktivitas manusia dalam
menjalankan proses perpaduan budaya. Hasil wawancara dari Halim seorang tokoh
masyarakat (pada tanggal 23 april 2012 ).
Dalam tata upacara adat jawa terdapat perbedaan bila sang pengantin putra
bukan berasal dari jawa melainkan dari suku lain. Perbedaan tersebut adalah pada
waktu upacara panggih, pengantin putra duduk di sebelah kiri pengantin putri.
Selain itu juga perbedaan tersebut pada Upacara ngunduh mantu, ini di
selenggarakan di rumah orang tua pengantin putra, setelah di adakan upacara di
rumah orang tua pengantin putri. Upacara ini di langsungkan beberapa hari setelah
upacara adat di rumah orang tua putri. Upacara ini tepat sekali di laksanakan apabila
pasangan pengantin berlainan suku, misalnya pengantin putra dari suku jawa
sedangkan pengantin putri berasal dari suku lain atau sebaliknya. Dari masing-masing
pihak menghendaki berlangsungnya upacara perkawinan adat dari daerah asalnya.
Hal ini untuk saling menghargai upacara perkawinan adat masing-masing. pada
dasarnya upacara perkawinan adat secara tradisional di daerah indonesia adalah sama,
bersifat sakral dan bersifat pengharapan kepada tuhan yang maha esa agar
mendapatkan keselamtan dan kebahagiaan di kemudian hari.
Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk (multietnik), selalu
menimbulkan perpaduan antara kebudayaan inti (kebudayaan asli) dengan
kebudayaan luar lainnya. Konsep melting pot (tempat bertemunya berbagai suku,
agama dan tempat persinggahan antar bangsa) merupakan salah satu hasil dari sebuah
wujud akulturasi budaya, ketika unsur-unsur kebudayaan saling bertemu dan melebur
menjadi satu kebudayaan. Proses perubahan kebudayaan tersebut, terjadi dikarenakan
adanya kontak langsung terus menerus dengan kebudayaan asing yang berbeda (ada
unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, ada juga yang sukar diterima bahkan
ditolak).
Kehidupan masyarakat Toili Barat di tandai dengan adanya perkembangan
yang berkelanjutan, perkembangan ini karena adanya usaha masyarakat yang di tuntut
dan di perhadapkan dalam berbagai persoalan kehidupan, tuntutan atau dorongan
yang paling mendasar adalah untuk bertahan hidup dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari, sehingga dari situlah masyarakat sudah berakulturasi atau membaur
dalam satu kelompok atau desa.
Masyarakat Toili Barat terbentuk oleh perpaduan antara berbagai suku yaitu
suku jawa,bali,Lombok,bugis yang masyarakatnya saling menciptakan kerukunan
anatr suku, golongan dan menjaga solidaritas yang tinggi serta mempererat tali
persaudaraan antar masyarakat di toili barat. Dalam sebuah perkawinan masyarakat
toili barat berkumpul dan merasakan kerukunan antar sesama manusia. Sehingga
terjadilah proses akulturasi budaya.
4.3.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Akulturasi Budaya Di
Toili Barat
a. Bahasa
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang masih dipergunakan dalam keseharian
masyarakat Toili Barat, di samping bahasa Indonesia dan bahasa asing. Sebagai
“arsip kebudayaan”, Bahasa Jawa memuat begitu banyak kearifan yang telah
diciptakan dan dipraktekkan oleh komunitas Jawa dalam sepanjang sejarahnya.
Sebagai sarana komunikasi, Bahasa Jawa menunjukkan dan sekaligus mengatur
hubungan antarmanusia, baik strata usia, strata sosial, hubungan kekerabatan, maupun
konteks komunikasinya. Itulah mengapa, dalam Bahasa Jawa dikenal tingkatan-
tingkatan berbahasa dalam berkomunikasi sesuai posisi masing-masing pihak dalam
tata komunikasi, agar harmoni pergaulan sosial tetap terjaga dengan baik.
Harmoni pergaulan sosial akan tetap terjaga dengan baik, apabila setiap orang
mengerti dengan tepat posisinya dan dapat menggunakan bahasa dengan tepat pula:
tepat penggunaan kata-kata baik dalam mentaati kaidah-kaidah Bahasa Jawa yang
baik dan benar maupun perspektif waktu, tempat, dan konteks. Barang siapa dapat
menggunakan bahasa dengan tepat, maka dia telah mengerti dan mampu
mempraktekkan tata krama, dan ia terjauhkan dari celaan. Sesungguhnya, cara
berbahasa seseorang menunjukkan watak dan kepribadiannya. Mengingat betapa
pentingnya bahasa ini, maka Pemerintah Daerah dan seluruh lapisan masyarakat
Toili Barat harus menjaga, melestarikan, dan mengembangkan bahasa Jawa, baik
dalam bentuk tuturan maupun tulisan, di dalam pergaulan hidup yang wajar, dan
menjadikannya salah satu mata ajaran dalam dunia pendidikan.
b. Gotong Royong
Menurut Jaenuri seorang tokoh agama ( Dalam wawancara 11 april 2012 )
Secara umum dalam pelaksanaan upacara perkawinan terdapat nilai-nilai gotong
royong yang terkandung di dalamnya. Di mana terlihat ketika di langsungkan suatu
perkawinan di hadiri oleh seluruh sanak keluarga maupun orang banyak yang
tujuannya adalah bekerja sama untuk membantu dan meringankan beban keluarga
yang sedang melaksanakan acara tersebut. Misalnya pemasangan tenda mereka
bersama-sama membuat dengan penuh rasa tanggung jawab tanpa mengharapkan
imbalan dari apa yang mereka kerjakan.
Begitulah gotong royong, sebuah budaya khas Indonesia sebagai perwujudan
harmoni kebersamaan dan kekeluargaan penduduknya. Dalam perjalanan sejarah
kehidupan bangsa, gotong royong menjadi perekat sosial paling efektif. Di dalam
bergotong royong terjadi sinergi antar-partisipator sehingga kegiatan berjalan lancar,
lebih hemat biaya dan memberikan kebanggaan khusus bagi yang terlibat. Selain itu,
gotong royong merupakan kepedulian dan kepekaan sosial. Untuk itu, gotong royong
perlu terus didorong dan dilaksanakan agar tidak terkikis budaya individulistis yang
tidak sensitif terhadap situasi dan kondisi sekitar.
c. Hidup Bermasyarakat
Masyarakat dipahami sebagai suatu keluarga tetapi keluarga yang besar.
Landasan utama suatu keluarga ialah kasih sayang di antara para anggotanya. Hidup
bermasyarakat haruslah dilandasi oleh kasih sayang dengan mewujudkan dan
senantiasa menjaga kerukunan.
Kerukunan merupakan tiang utama kehidupan kemasyarakatan, karena
kerukunan memberikan kekuatan, sedangkan pertikaian mendatangkan kehancuran.
Apabila timbul persoalan di antara anggota masyarakat, maka harus diselesaikan
sebaik-baiknya dengan bermusyawarah secara kekeluargaan, karena masyarakat itu
sejatinya merupakan suatu keluarga besar.
Menurut Mustopa seorang tokoh pemuda (hasil wawancara pada tanggal 17
april 2012) Hidup bersama dalam masyarakat toili barat dituntut adanya solidaritas
atau kesetiakawanan sosial antar anggota masyarakat, baik dalam keadaan senang
maupun susah. Satu sama lain harus tolong-menolong, bantu-membantu, sehingga
setiap permasalahan yang timbul dapat dihadapi dan diselesaikan secara lebih ringan
dan memadai. Terlebih lagi, dalam menangani urusan yang berkaitan dengan
kepentingan bersama, antar anggota masyarakat hendaknya bekerja sama,
bergotong-royong bahu-membahu merampungkan urusan bersama dengan sebaik-
baiknya. Bahkan, demi kepentingan umum, orang janganlah berhitung-hitung akan
imbalan bagi pekerjaan yang dilakukannya karena bekerja demi kepentingan umum
itu merupakan wujud keutamaan tugas yang harus diemban manusia sebagai makhluk
Tuhan dalam rangka memperindah dan menjaga kelestarian dunia, agar dunia
senantiasa dapat memberi perasaan aman dan damai bagi penghuninya.
Cita – cita kehidupan bermasyarakat adalah untuk mengalami masyarakat
yang serasi, yaitu rukun. Kerukunan ini tidak datang sebagai suatu pemberian atau
sesuatu yang datang dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil dari kemauan aktif
untuk saling menghormati dan saling menyesuaikan diri. Kemauan itu di dasarkan
pada pengakuan bahwa orang tidak bisa sendiri atau mencukupi dirinya sendiri dan
bahkan harus memerlukan orang lain untuk menyelesaikan urusan kehidupan.
Untuk menjaga kohesi dan harmoni kehidupan sosial, hubungan antar anggota
masyarakat di Toili Barat dilandasi oleh prinsip hormat. Penghormatan ini pertama-
tama diberikan kepada kedua orang tua, mertua lelaki dan perempuan, saudara tua,
guru, kepada pemimpin atau atasan. Secara umum, yang muda harus menghormati
yang tua atau yang dituakan. Sebaliknya, yang tua atau yang dituakan wajib
menghargai, melindungi, membimbing, dan menyayangi yang muda. Prinsip hormat
ini dijalankan agar tiap orang bersedia memanusiakan orang lain dan dari lain pihak
dirinya juga merasa dimanusiakan oleh orang lain.
Dengan prinsip memanusiakan orang itu ialah prinsip empati dan timbal-
balik, suatu prinsip yang menempatkan diri sendiri pada diri orang lain sehingga
orang akan berhati-hati dan bertindak adil kepada orang lain karena dalam diri orang
lain itu bersemayam pula dirinya yang akan ikut merasakan akibat tindakannya.
Dengan demikian, setiap orang tidak merasa terasing dan senantiasa menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari orang lain dalam masyarakatnya.