BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.stainkudus.ac.id/2695/7/7. BAB IV.pdfpenyuluh agama...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.stainkudus.ac.id/2695/7/7. BAB IV.pdfpenyuluh agama...
-
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Kondisi Fisik MTs Negeri Wirosari
Sebelum dipaparkan hasil penelitian terlebih dahulu akan
diurainkan tentang gambaran umum objek penelitian di MTs Negeri
Wirosari Kab. Grobogan. MTs Negeri Wirosari Grobogan merupakan
madrasah negeri yang setara dengan sekolah menengah pertama yang ada
didaerah timur kabupaten Grobogan. Tepatnya di Jl. Kuwu Km.2 Desa
Kalirejo Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan. MTs N ini berdekatan
dengan beberapa sekolah di sekitarnya yaitu, SDN 1 Kalirejo, SMP PGRI
dan SMA Kalirejo. Madrasah juga menyediakan asrama untuk siswa yang
rumahnya jauh atau sering disebut boarding school. Beberapa bangunan
dan fungsinya yaitu perpustakaan, laborat komputer, masjid yang ada di
komplek dalam sekolah, serta ada koperasi dan kantin untuk siswa sekolah
tersebut.
Sebagai satu-satunya sekolah berbasis islam dan memiliki status
negeri di sekitar daerah ujung timur kabupaten grobogan MTs Negeri
Wirosari memiliki visi “Terbentuknya insan yang bertaqwa kepada Allah
SWT, berpengetahuan luas dan berkecakapan hidup, cinta tanah air dan
bangsa”. Madrasah ini memiliki bangunan yang kondisinya masih bagus
karena ada beberapa ada gedung kelas yang mengalami perbaikan dan
pembangunan gedung baru. Kondisi masjid pun masih belum sempurna
karena masih tahap penyelesaian.
Terdapat lapangan juga sebagai tempat praktek olahraga untuk
siswa yang berlokasi di belakang dekat dengan asrama boarding school.
Kemudian untuk menunjang akses digital pihak laborat komputer juga
menyediakan layanan wifi hotspot area yang bisa digunakan untuk seluruh
guru pegawai dan siswa. Dengan adanya fasilitas ini menjadikan guru
pegawai dan siswa untuk melek digital. Kondisi parkir pun sudah tertata
-
44
rapi untuk kalangan guru maupun siswa. Parkir untuk mobil guru dan tamu
ada diluar kemudian untuk parkir kendaraan siswa ada di kompleks bagian
dalam karena menjaga keamanan untuk siswa itu sendiri.
Cikal bakalnya dari MTs YPI (Yayasan Pendidikan Islam )
Wirosari. Madrasah ini Yang merupakan peleburan dari PGA 4/6 Tahun
Persiapan Negeri Wirosari yang kronologinya sebagai berikut :
PGA 4/6 Tahun Persiapan Negeri Wirosari berdiri tahun 1969 pasca
meletusnya G 30 S/PKI, dengan dilatar belakangi kekurangan kader
penyuluh agama Islam di desa-desa Kecamatan Wirosari.
MTs YPI (Yayasan Pendidikan Islam ) Wirosari berdiri tahun 1979
dengan kebijakan Pemerintahan dalam hal ini Departemen Agama
yang melikuidasi PGA 4/6 Tahun Swasta menjadi MTs/MA.
MTs Negeri Filial; dengan pasang surutnya penerimaan siswa baru
di Wirosari lebih disebabkan karena menurunya niat masyarakat
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Swasta
• MTs Jepon Blora Filial di Wirosari mulai TP 1983/1984
dengan SK Kanwil DEPAG Provinsi Jawa Tengah No:
WK/5c/923/Ts. Fil/1984 tertanggal 21 Mei 1984
• MTs Jeketro Gubug Filial Wirosari mulai TP 1995/1996
dengan SK Kanwil DEPAG Provinsi Jawa Tengah No:
WK/5.C/PP.00/113/1995.
• MTs Negeri Wirosari Kab. Grobogan, berdiri berdasarkan SK
Menteri Agama RI No. 107 Tahun 1997 tertanggal 17 Maret
1997.
MTs Negeri Wirosari memiliki beberapa gedung sebagai
penunjang proses pembelajaran. Yaitu , gedung kelas, perpustakaan,
laboratorium computer, dan tempat ibadah. Bangunan-banguna tersebut
merupakan perbaruan dari bangunan terdahulu, karena fasilitas sebelumnya
masih mengalami kekurangan. Adapun tokoh pendiri dan perintis PGA 4/6
Tahun persiapan Negeri Wirosari antara lain Kyai Ahmad Sa’ad, Muh.
Sayidul Fadhil, KH Ahmad Su’udi, Muh. Khuzaini, Masykur, Muh.
-
45
Asmongin, dan Muh Masrukin Noor. Sedangkan penggagas sekaligus
pendiri MTs YPI sampai pada MTs Negeri Wirosari adalah : Muh. Sayidul
Fadhil, KH Ahmad Su’udi, Muh. Khuzaini, Masykur, Muh. Asmongin,
Muh Masyhudi, Moh. Imron Masyhuri dan H. Masrukhan1.
2. Sarana Prasarana MTs Negeri Wirosari
Sarana prasarana yang dimiliki oleh madrasah ini sudah cukup baik
dalam menunjang kegiatan belajar mengajar. Secara langsung sarana
prasana tersebut menunjang terhadap kelancaran proses pembelajaran,
misalnya media pembelajaran berupa buku LKS, buku paket panduan mata
pelajaran dari Kementerian Agama Republik Indonesia serta buku-buku
yang ada diperpustakaan sekolah yang dapat digunakan peserta didik untuk
belajar, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah berupa meja kursi di
dalam kelas yang bisa digunakan untuk proses pembelajaran, papan
tulis untuk mencatat pelajaran. Sarana ibadah yaitu masjid yang ada
dilingkungan madrasah dekat area belajar dapat digunakan peserta didik
untuk melaksanakan sholat dhuhur secara berjama’ah.
Sedangkan kondisi prasarana yang ada di MTs Negeri wirosari
yang memiliki pengaruh sedikit banyaknya keberhasilan dalam
pembelajaran yaitu, jalan menuju madrasah yang baik yang sudah di aspal
sehingga memudahkan peserta didik yang akan berangkat sekolah,
kemudian banyaknya angkutan umum yang sewaktu-waktu bisa digunakan
oleh siswa atau pun guru yang tidak menggunakan kendaraan sendiri.
penerangan madrasah yang sesuai pada pagi hari madrasah lebih
menggunakan cahaya matahari sebagai sumber penerangan, kamar kecil
yang ada di madrasah terpisah antara kamar kecil untuk guru dan kamar
kecil untuk siswa, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana
akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan
demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat
memengaruhi proses pembelajaran.
1Hasil dokumentasi dari bapak Agus selaku Staff TU, taanggal 27 Oktober 2017
-
46
Kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah
dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi,
yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses
pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Apabila mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka
dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat
menyalurkan pesan secara efektif dan efisien.
B. Hasil Penelitian
1. Penerapan Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning)
pada mata pelajaran SKI.
Proses pembelajaran dengan metode CTL di MTs Negeri wirosari
memiliki tahapan yang dilakukan oleh guru SKI. Yaitu mulai dari
merencanakan pembelajaran dengan membuat RPP, supaya nantinya bisa
menjadi pedoman dalam proses pembelajaran. Kemudian proses penerapan
yang dilakukan oleh guru dengan cara memberikan refleksi materi yang
akan diajarkan hal tersebut sesuai dengan pembelajaran kontekstual. Siswa
memiliki peran aktif di kelas kemudian guru sebagai fasilitator
didalamnya. Selanjutnya penilaian diberikan kepada siswa dengan melihat
keaktifan, pemahaman, dan respon belajar saat dalam kelas.
Salah satu tindakan praktis penerapan model pembelajaran CTL
yaitu guru sebelum memulai pelajaran berusaha memancing pikiran siswa
mengingat kembali peristiwa yang telah dilakukan terkait materi yang
akan disampaikan, seperti yang diungkapkan oleh guru SKI: “Dengan
diberikannya beberapa pertanyaan diawal untuk mengulas materi SKI
kiranya mampu mengajak siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan
murid pun antusias mendengar dan memahaminya atau sebelum pelajaran
dimulai, anak-anak saya suruh menulis tentang informasi-informasi terkini
yang sedang viral di media sosial atau di televisi hari ini”2
2 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 2017
-
47
Proses tersebut mampu memberikan stimulan dalam mengawali
proses belajar mengajar dalam kelas ujar beliau ibu Nurul Badriyah selaku
guru mata pelajaran SKI. Kemudian beliau juga memberikan penjelasan
tentang Metode Contextual Teaching And Learning (CTL).
“Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah konsep belajaryang mengajak siswa kedunia nyata sesuai dengan bahasan ataumateri yang sedang diberikan atau disajikan kepada siswa. Didalam CTL ini kadang-kadang antara materi yang sedang dibahasdengan dunia nyata sulit dipadukan, sehingga yang dilakukan olehguru dalam proses belajar dengan menggunakan CTL ini dengancara memberikan studi kasus yang biasa dialami oleh masyarakatsecara umum, dari studi kasus tersebut siswa melakukan diskusidan mengaitkan dengan konsep-konsep yang ada didalam bukuSejarah Kebudayaan Islam yang akan diajarkan kepada pesertadidik”
Jadi menurut Ibu Nurul Badriyah, selaku guru mata pelajaran SKI
sudah menerapkan CTL di kelas. Dengan cara mencari kasus yang ada di
masyarakat umum yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan
kemudian diberikan kepada siswa untuk didiskusikan. Berdasarkan hasil
observasi pada tanggal 7 November 2017, peneliti sedang berada di MTs
Negeri Wirosari dan masuk ke kelas, dan melihat siswa di beri tugas untuk
mengklasifikasikan bagaimana proses masuknya islam di Nusantara, dan
menyuruhnya untuk mencari negara mana saja yang memulai syiar islam
di nusantara, kemudian siswa melakukan diskusi.
Demikian halnya siswa diharapkan dapat membangun pengetahuan
dalam konsep pemikirannya sendiri sesuai dengan apa yang telah diamati
dan membaca sejarah masuknya agama islam di wilayah Nusantara pada
buku panduan mata pelajaran SKI. Begitu juga dengan guru mapel SKI
diharapkan dapat atau mampu menerapkan CTL meskipun belum
sepenuhnya, tapi secara bertahap sedikit-demi sedikit agar siswa tidak
jenuh dengan strategi yang biasanya digunakan, sehingga siswa
termotivasi dan senang dengan proses pembelajaran tersebut.
Proses pembelajaran dalam kelas pada mapel SKI setidaknya telah
dibagi dalam kelompok kecil untuk berdiskusi dan memberikan ruang
-
48
ekspresi siswa dalam menyampaikan apa yang telah dipahami oleh siswa.
Tujuan nya adalah menciptakan suasana belajar kelas menjadi aktif dengan
terjalinnya komunikasi antar siswa. Hal tersebut senada dengan penuturan
Waka Kurikulum MTs Negeri Wirosari sebagai berikut: “Siswa saling
belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar
bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan
bentuk kerja sama yang diperlukan oleh orang dewasa di tempat belajar
dan konteks lain. Jadi, siswa diharapkan untuk berperan aktif.3”
Menanggapi keaktifan siswa tersebut peneliti memiliki anggapan
bahwa siswa yang sedang belajar dalam kelas bisa saling bertukar pikiran
tentang materi yang telah disampaikan oleh guru mapel SKI. Serta
kegiatan pembelajaran menjadi dinamis dengan saling interaksi satu sama
lain antar siswa posisi guru hanya sebagai fiasilitator kemudian
memberikan brainstorming dipermulaan diskusi.
Lingkungan menjadi faktor pendukung dalam menjalankan aktifitas
pembelajaran siswa disekitarnya untuk bisa belajar secara mandiri. Hal
tersebut diungkapkan oleh kepala madrasah MTs Negeri Wirosari sebagai
berikut : ”Prinsip di sekolah ini, kami menjadikan lingkungan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang nyaman, kalau siswa sudah merasa
nyaman berada di lingkungan sekolah,diharapkan siswa bisa belajar
dengan mandiri, guru berperan hanya sebagai fasilitator sekaligus
motivator” ujar beliau.
Hal serupa dibenarkan oleh seorang guru yang lain, beliau
mengungkapkan dan menambahkan bahwa pembelajaran mandiri
mempunyai karakteristik tertentu : ”Lingkungan yang mendukung
pembelajaran mandiri memiliki tiga karakteristik umum, yaitu kesadaran
berfikir penggunaan strategi dan motivasi yang berkelanjutan. secara
bertahap mengalami perkembangan kesadaran terhadap; (i) keadaan
pengetahuan yang dimilikinya, (ii) karakteristik tugas-tugas yang
3 Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017
-
49
mempengaruhi pembelajarannya secara individual, dan (iii) strategi
belajarnya”
Data tersebut diperkuat oleh observasi peneliti, tanggal 10
November 2017, peneliti mengamati lingkungan belajar dalam proses
pembelajaran yang mana dengan siswa nyaman menggunakan
pembelajaran CTL, siswa bisa belajar dengan mandiri dan guru berperan
sebagai fasilitator.
2. Kelebihan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI
Proses pembelajaran kontekstual sudah berjalan lama dengan
memperhatikan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Pendekatan ini tidak hanya berhenti pada proses kontekstualisasi materi
dengan kehidupan yang nyata namun juga diberikan sedikit tentang
pendekatan ceramah dan diskusi kelompok kecil dalam kelas. Ketika
proses pembelajaran SKI hanya diberikan sebuah ceramah maka kondisi
kelas akan menjadi menjenuhkan. Adapun guru pengampu materi SKI di
MTs Negeri Wirosari ada 3 orang saja sebagai berikut :
Tabel. 4.1. Daftar Guru Mata pelajaran SKI
No. Nama Jabatan Alumni Kelas Mapel
1. Dra. Adibatus Syarifah, M.Si. Kepala Madrasah/
Guru
IAIN VII SKI
2. Nurul Badriyah, S.Ag Guru STAIN IX SKI
3. Muhammad Asrori, S.Ag Guru IAIN VIII SKI
Pelaksanaan pembelajaran CTL mata pelajaran sejarah kebudayaan
Islam di MTs Negeri Wirosari kabupaten Grobogan dapat dilihat dari
komponen-komponen pembelajaran, materi, media pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran. Proses pembelajaran CTL pada mata pelajaran
sejarah Kebudayaan Islam ini mampu memberikan pemahaman
-
50
Nasionalisme dikatakan berhasil apabila telah memenuhi tujuan yang
ditetapkan.
Adapun tujuan pembelajaran CTL pada mata pelajaran sejarah
kebudayaan Islam di MTs Negeri Wirosari kabupaten Grobogan adalah
untuk mencari kesepahaman dan mengerti tentang sejarah agama Islam
yang masuk di Nusantara dan kemudian dikonstektualisasikan dengan
sikap nasionalisme baik ketika proses pembelajaran maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Kemudian siswa ini diajak untuk melihat kondisi
sekarang ini kira-kira cara yang tepat untuk bisa memahami nasionalisme
itu seperti apa, bisa saja dengan cara tekun dlam belajar salinf
menghormati sesama teman yang lebih tua terlebih pada bapak ibu guru
nya.
Contextual Teaching and Learning yang di singkat menjadi CTL
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat4.
Penerapan CTL siswa akan belajar dengan baik apabila mereka
terlibat aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk
menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa
yang dapat mereka lakukan. Belajar di pandang sebagai usaha atau
kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten
melalui kegiatan instrospeksi. CTL ini menekankan pada keaktifan siswa,
maka strateginya sering disebut dengan pengajaran yang berpusat pada
siswa. Peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau
prinsip bagi diri mereka sendiri, dan bukannya memberi ceramah atau
mengendalikan seluruh kegiatan di kelas. Sebagaimana diungkapkan oleh
guru SKI dalam suatu kesempatan wawancara.
4 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013 hlm.283
-
51
Konsep pembelajaran seperti itu diharapkan mampu memberikan
suasana belajar yang baru. Yaitu dengan mengaitkan mata pelajaran SKI
dengan tema masuknya islam di Nusantara dengan sikap Nasionalisme
dari peserta didik. Penjelasan yang tekstual tentunya memiliki perbedaan
jika tekstual terkesan monoton namun kontekstual mampu membawa
pemahaman yang luas bagi peserta didik dalam memahami materi belajar
yang sedang dihadapi.
Membincang tentang keragaman siswa yang ada di sekolahan
Waka kurikulum mengatakan tentang keragaman siswa : ”Di kelas guru
harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, misalnya latar
belakang suku bangsa, status sosial-ekonomi, bahasa utama yang dipakai
di rumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka miliki. Dengan
demikian, diharapkan guru dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan
pembelajarannya.5”
Sebagaimana yang diungkapkan oleh guru yang lainnya:
“Anak-anak punya karakter yang berbeda, latar belakangkeluarganya pun berbeda, kebanyakan siswa yang saya ajarorang tuanya berasal dari golongan ekonomi menengahkebawah, walaupun ada beberapa siswa yang orang tuanyaberasal dari mereka yang berkecukupan, karena diakui atautidak, latar belakang orang tua mereka dapat mempengaruhikarakteristik belajar anak-anak, contohnya salah satu siswaketika diajar mengantuk dan sering melamun, setelah sayatanya ternyata ketika malam hari ia harus membantu orangtuanya yang bekerja sebagai penjual makanan, jadi metodepembelajaran yang saya terapkan juga terkadang bervariasi.”
Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 13 November
2017, peneliti mengikuti proses pembelajaran di kelas, ada siswa yang
mengantuk di kelas. Hebatnya guru bisa menanggulangi dengan segera
mungkin melaksanakan proses pembelajaran CTL, sehingga siswa MTs
Negeri Wirosari terkesan tidak mengantuk dan bersemangat dalam belajar.
5 Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017
-
52
Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan
berfikir tingkat tinggi.
Ada cara lain yang ditempuh oleh salah satu guru dalam
merangsang kepekaan siswa terhadap materi yang disampaikan, yaitu
dengan membuat pertanyaan, ”Agar pembelajaran kontekstual mencapai
tujuannya, maka jenis dan tingkat pertanyaan yang tepat harus
diungkapkan/ditanyakan. Pertanyaan harus secara hati-hati direncanakan
untuk menghasilkan tingkat berfikir, tanggapan, dan tindakan yang
diperlukan siswa dan seluruh peserta di dalam proses pembelajaran
kontekstual.” Ujar Nurul Badriyah S.Ag, sebagai guru SKI di MTs Negeri
wirosari.
Kemampuan untuk membuat pertanyaaan juga diberlakukan
kepada siswa, seperti yang diungkapkan oleh guru yan lain: “Saya
mewajibkan kepada anak-anak ketika didalam kelas untuk selalu bertanya
terkait materi pembelajaran, tentunya pertanyaan berdasarkan pengalaman
yang pernah dialaminya atau cerita dari orang-orang sekitar tempat tinggal,
dengan bertanya diharapkan ada interaksi antar siswa yang berujung pada
pemahaman tentang materi pembelajaran.” penuturan ali aksan sebagai
guru aqidah akhlak.
Menurut kepala sekolah, dalam suatu pembelajaran yang produktif,
kegiatan saling bertanya banyak sekali fungsinya : ”Kegiatan bertanya
akan sangat berguna untuk: (1) menggali informasi tentang kemampuan
siswa dalam penguasaan materi pelajaran; (2) membangkitkan motivasi
siswa untuk belajar; (3) merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu;
(4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; dan (5)
membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.6”
6 Hasil wawancara dengan kepala madrasah MTs N Wirosari pada tanggal 2 November2017
-
53
Data tersebut diperkuat oleh observasi 13 November 2017 bahwa
guru mempunyai teknik-teknik untuk membuat siswa mau bertanya, dan
senantiasa memperhatikan materi pembelajaran yang diajarkan.
Pada penerapan penilaian dalam pembelajaran tersebut
menggunakan istilah autentik evaluasi. Seperti yang telah dijelaskan oleh
Waka Kurikulum sebagai berikut: ”Penilaian autentik mengevaluasi
penerapan pengetahuan dan berfikir kompleks seorang siswa, bukan
sekedar hafalan informasi aktual. Kondisi alamiah pembelajaran
kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur
pengetahuan dan keterampilan lebih dalam dengan cara yang bervariasi
dibandingkan dengan penilaian satu disiplin.7”
Seperti yang diungkapkan oleh seorang Guru mapel lain seperti
halnya mapel aqidah ahklak:
“Ditengah-tengah proses pembelajaran, tidak jarang sayamenyuruh siswa kedepan kelas untuk bercerita berdasarkanpengalaman yang mereka alami atau yang mereka lihat yangberhubungan dengan materi yang sedang saya samSKIkan, agarmateri tidak hanya dihapalkan, namun mereka juga merasapernah dan akan mengalaminya8”
Berdasarkan data observasi tanggal 14 November 2017, terbukti
penilaian autentik sangat memuaskan ketika diterapkan, dengan siswa
disuruh kedepan kelas untuk menceritakan pengalaman yang berhubungan
dengan materi yang sedang disampaikan. Serta dalam penilaian bisa dilihat
dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dengan melihat hasil
evaluasi siswa tentang SKI.
Contextual Teaching and Learning (CTL) itu memang sangat
bagus untuk diterapkan dalam sebuah pembelajaran. Karena dengan
menggunakan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut siswa
akan mudah memahami materi pelajaran yang sedang diajarkan karena
7 Hasil wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3November 20178 Hasil wawancara dengan guru aqidah akhlak pada tanggal 7 November 2017
-
54
siswa mengalami secara langsung apa yang dipelajarinya. Sehingga
pembelajaran tersebut bisa lebih bermakna bagi siswa.
Pada kesempatan yang sama salah seorang siswa kelas IX A yang
bernama Zakiyyatul Fakiroh mengatakan bahwa: ”Menurut saya guru SKI
itu sangat bagus dalam menerapkan metode pembelajaran. Dalam
pembelajaran guru biasanya menyuruh kita untuk mengerti dulu atau
mempelajari materi yang diajarkan kemudian didiskusikan dengan teman-
teman dan setelah itu guru memberikan kesempatan kepada kita untuk
bertanya tentang materi yang belum kita mengerti dan kemudian guru
menjelaskannya. Dengan begitu kita akan lebih cepat memahami materi
yang diajarkannya.” ujarnya disaat sela-sela waktu istirahat.
Siswa kelas IX B nama Bagas erdi pamungkas mengatakan bahwa :
”Menurut saya guru SKI itu dalam melakukan pembelajaran di kelas itu
kurang enak dan kurang menarik, karena saya lebih suka ketika guru SKI
saya itu menyampaikan materi dengan berkelompok dan diskusi. Dengan
begitu dalam pembelajaran kita merasa jenuh dan kurang menyenangkan,
dan dengan menggunakan metode kontekstual ada sedikit perbedaan dalam
mata pelajaran SKI tapi masih kurang mengena, karena Mata Pelajaran
SKI itu identik dengan cerita ”
Ferdinan Ajhi Diastoro Siswa kelas IX C mengatakan bahwa :
”Menurut saya pada waktu guru saya menerapkan Contextual Teaching
and Learning (CTL) sangat menarik, karena bermacam-macam metode
pembelajaran yang digunakan sehingga tidak membuat jenuh. Metode
yang digunakan oleh guru SKI dalam pembelajaran biasanya menyuruh
kita berdiskusi dengan teman, sehingga kita bisa saling mengutarakan
pendapat tentang suatu topik yang dibahas tersebut samSKI akhirnya kita
bisa menemukan suatu keputusan yang bisa dipahami oleh semua siswa.”
Data tersebut di dukung oleh hasil observasi peneliti pada tanggal
14 November 2017 pada saat pembelajaran guru sedang menyuruh siswa
dengan beranggotakan 4 siswa untuk menceritakan tokoh-tokoh pejuang
-
55
islam indonesia dalam memperjuangkan islam di Indonesia secara
bergantian sesuai apa yang telah siswa baca dari buku sejarah tersebut,
para siswa sangat suka dengan pembelajaran CTL, karena siswa lebih
mudah mengingat apa yang telah ia baca dari buku-buku sejarah bersama
teman-temannya.
Dari pendapat siswa dan siswi kelas IX tersebut dapat disimpulkan
bahwa guru SKI kelas IX di MTs Negeri Wirosari dalam menerapkan
Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran SKI sudah
bagus itu terbukti karena siswa-siswi kelas IX mudah memahami materi
yang diberikan. Selain itu siswa kelas X juga mengaku bahwa mereka
tidak merasa bosan dan jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran SKI.
Sehingga penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut
akan menjadikan siswa lebih semangat dalam proses pembelajaran SKI
dan siswa terdorong untuk berlomba-lomba dalam mendapatkan nilai yang
bagus, sehingga dengan begitu hasil belajar yang diperoleh siswa lebih
bagus dan meningkat serta lebih memuaskan.
Dari uraian di atas, temuan penelitian mengenai pelaksanaan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MTs Negeri
Wirosari, adalah: Pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan kewajaran
perkembangan mental siswa. Kemudian membentuk kelompok belajar
yang saling tergantung dan berinteraksi dengan bagus. Menyediakan
lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri. Memberikan
pertimbangan terhadap keragaman siswa. Memperhatikan multi-
intelegensi siswa. Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk
meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah,
dan keterampilan berfikir tingkat tinggi serta Menerapkan penilaian
autentik.
Hasil yang ditemukan di MTs Negeri Wirosari Kabupaten
Grobogan sudah menerapkan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan menggunakan langkah-langkah atau strategi yang
ada didalam komponen Contextual Teaching and Learning (CTL) yang
-
56
sesuai dengan topik pelajaran yang akan di bahas dengan begitu dalam
pembelajaran mata pelajaran SKI akan lebih bermakna dan kelas menjadi
kelas yang hidup, sehingga siswa merasa senang, semangat dan tidak jenuh
dalam mengikuti pelajaran SKI dan siswa akan mudah memahami materi
yang diajarkan, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Dengan
metode yang seperti ini mampu memberikan bukti bahwa pembelajaran
tentang sejarah yang katanya membosankan justeru malah sebaliknya yaitu
menyenangkan dan berkesan bagi siswa yang belajar di kelas.
3. Faktor Pendukung dan penghambat pembelajaran CTL pada mata
pelajaran SKI.
a. Faktor Pendukung
Menurut guru SKI mengatakan bahwa:
Dalam menerapkan Contextual Teaching and Learning (CTL)di MTs Negeri Wirosari faktor pendukungnya adalah saranadan prasarana sekolah maka penerapan Contextual Teachingand Learning (CTL) sangat bagus dilaksanakan dan siswa yangaktif itu akan mudah termotivasi, sehingga proses pembelajaranakan berlangsung dengan lancar9
Menurut Waka Kurikulum mengatakan:
”Untuk faktor pendukung yang paling utama dalam penerapanContextual Teaching and Learning (CTL) itu adalah sarana danprasarana sekolah itu sendiri, selain itu dana juga sangatpenting dalam proses pembelajaran dengan menggunakanstrategiContextual Teaching and Learning (CTL) karenaapabila dana tidak ada maka kita akan kesulitan untukmengadakan proses pembelajaran diluar kelas.10”
Menurut kepala Madrasah di MTs Negeri Wirosari mengatakan
bahwa:
“Untuk faktor pendukung dari penerapan Contextual Teachingand Learning (CTL) itu antara lain guru harus memahami
9 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 201710Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017
-
57
strategi itu. Untuk itu di MTs Negeri Wirosari ini mengadakankegiatan pelatihan untuk guru misalnya guru diikutkan dalamMGMP, kemudian sekolah ini juga sering mengadakanpelatihan untuk guru dengan mengundang instruktur dan jugamengadakan Workshop, dengan kegiatan tersebut guru dapatmenguasai dan tidak mengalami dalam menerapkan sebuahstrategi pembelajaran. Dan selain itu sarana prasarana jugasangat mendukung dan di MTs Negeri Wirosari ini sudahtersedia fasilitas pendukung mata pelajaran SKI.11”
Dari ketiga hasil wawancara diatas diperoleh beberapa faktor
pendukung penerapan pembelajaran CTL yaitu:
- Adanya antusias yang tinggi dari siswa ketika model pembelajaran
diterapkan,itu terbukti ketika prosespembelajaran berlangsung
siswa sangat antusias dan terlihat semangat mengikuti proses
pambelajaran SKI, Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
siswa:
”Penggunaan dan penerapan model pembelajaran yangbervariasi dapat meningkatkan minat dan antusias belajarsiswa, terlebih dalam konteks ini, ketika model pembelajaranCTL diterapkan dengan persiapan yang matang dari awalsamSKI akhir siswa akan semakin tertarik untuk lebihsemangat belajar SKI.”12
- Adanya persiapan siswa sebelum pembelajaran dimulai, itu terbukti
sebelum proses pembelajaran dimulai sebagian siswa sudah
mempelajari materi yang akan dipelajarinya, Sebagaimana
dikatakan oleh seorang guru Aqidah Akhlak:
“Anak-anak apabila memulai kegiatan pembelajaranmengucapkan basmalah dan berdoa, mempersiapkan alat-alatbelajar tanpa disuruh oleh guru, memberitahukan kepadaguru tentang Pekerjaan Rumah (PR) yang sudah dikerjakan,bahkan di antara peserta didik sebagian besar sudahmengenal materi pembelajaran yang akan dipelajarinya.Selain itu, peserta didik ketika ditanya kaitannyapembelajaran yang telah lalu dengan yang akan dipelajari
11 Wawancara dengan kepala madrasah pada tanggal 2 November 201712 Wawancara dengan siswa pada tanggal 14 November 2017
-
58
pada jam pelajaran tersebut, mereka mencoba menjawabnyadengan antusias.”13
Hal tersebut senada dengan penuturan seorang guru SKI yang
sedang mengajar :
“Peserta didik sebelum kegiatan pembelajaran SKI sudahmempersiapkan diri. Bahan ajar SKI yang akan dipelajari,sudah di informasikan guru pada proses pembelajaran yangtelah lalu ada dalam buku catatan mereka. Ini menandakanbahwa semua peserta didik sudah siap untuk mengikutikegiatan pembelajaran.”14
Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 16
November 2017, pada saat itu peneliti sedang berada di lokasi
penelitian dan meminjam buku pada salah satu siswa, yang ternyata
sebelum materi di ajarkan peserta didik sudah menyiapkan materi
yaitu meringkas di rumah, sebelum materi yang diajarkan di
kelas.15
- Penyediaan media pembelajaran yang cukup memadai, meskipun
tidak begitu lengkap tetapi bisa digunakan untuk menunjang proses
pembelajaran.
Dalam hal ini ibu Adibatus Syarifah selaku kepala
madrasah menuturkan :
”Di sekolah ini, kami sudah menyediakan media pembelajaranyang bisa digunankan untuk menunjang proses pembelajaran.Semuanya itu sudah disiapkan oleh lembaga dengan fasilitasyang nyaman yang dilengkapi dengan media dialam kelas,disamping ruang tersendiri.”16
Data tersebut diperkuat oleh observasi, pada tanggal 16
November 2017, peneliti datang ke MTs Negeri Wirosari kebetulan
13 Wawancara dengan Guru aqidah akhlak pada tanggal 7 November 201714 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 201715Hasil Observasi pada tanggal 16 November 201716Wawancara dengan kepala madrasah pada tanggal 2 November 2017
-
59
guru sedang menggunakan media yang tepat yaitu media gambar
untuk memperlancar proses pembelajaran.17
- Adanya media cetak dan elektronik yang mendukung terkait
masalah kontekstual permasalahan di lingkungan, seperti majalah,
koran, televisi dan lain-lain.
”Dengan adanya media elektronik seperti televisi atau koran,saya justru memanfaatkannya sebagai salah satu media dalammenerapkan model pembelajaran CTL, karena televisi ataukoran biasanya memuat tentang berita terkini, kemudian siswamemilah-milah yang ada hubungan”18
- Terkontrolnya kegiatan instruksional guru hasil supervisi Kepala
Madrasah yang terprogram, hal ini terbukti kepala madrasah
seminggu sekali melakukan pengawasan evaluasi terhadap kinerja
guru, hal ini juga dituturkan oleh kepala sekolah:
” Demi peningkatan mutu pendidikan pada umumnya, danmajunya sekolah pada khususnya, kami selalu melakukanpengawasan dan evaluasi secara bertahap agar kami bisamemantau perkembangan kinerja guru dan melakukanpembenahan terhadap kekurangan-kekurangan.”19
Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 16
November 2017, peneliti secara langsung melihat bahwa guru
menggunakan media dalam pembelajaran.20
Kemudian beberapa siswa juga menuturkan tentang faktor
pendukung dalam pembelajaran dikelas yaitu dengan sejumlah fasilitas
yang sudah memadai untuk mnunjang proses pembelajaran.
Dari hasil wawancara dan observasi diatas dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor pendukung perencanaan pembelajaran CTL adalah
1. Adanya antusias yang tinggi dari siswa ketika model
pembelajaran diterapkan
2. Adanya persiapan siswa sebelum pembelajaran dimulai
17 Hasil Observasi pada tanggal 16 November 201718 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 201719 Wawancara dengan kepala madrasah pada tanggal 2 November 201720Hasil Observasi pada tanggal 16 November 2017
-
60
3. Penyediaan media pembelajaran yang cukup memadai
4. Adanya media cetak dan elektronik yang mendukung
terkait masalah kontekstual permasalahan di lingkungan,
seperti majalah, oran, televisi dan lain-lain
5. Terkontrolnya kegiatan instruksional guru hasil supervisi
kepala madrasah yang terprogram.
b. Faktor Penghambat
Menurut guru SKI mengatakan bahwa:
Dalam penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL)faktor penghambatnya antara lain: (1) antara materi pelajarandengan dunia nyata terkadang sulit dipadukan, dan (2) jumlahjam pelajaran yang terbatas sehingga kesulitan membawa siswauntuk langsung memahami sekaligus menjadikan sebuah ibrohdalam kehidupan. Karena dalam mempelajari sejarah perlusebuah pembawaan yang santae namun tepat sasaran sesuaimateri yang disampaikan21
Menurut Waka Kurikulum mengatakan: Dalam penerapan
Contextual Teaching and Learning (CTL) tidak bisa sewaktu-waktu
langsung digunakan harus di jadwal terlebih dahulu, sehingga
kasusnya dalam penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL)
yang terjadi adalah adanya bentrokan dengan jadwal yang lain.22
Dari kedua hasil wawancara diatas diperoleh beberapa faktor
penghambat penerapan pembelajaran CTL yaitu:
- Ada sebagian guru yang menggunakan model pembelajaran yang
monoton dengan persiapan yang kurang matang, hal ini terbukti
ketika peneliti mengamati proses pembelajaran dikelas yang lain
masih banyak guru yang menggunakan metode yang membuat
siswa merasa jenuh contohnya guru hanya menggunakan metode
ceramah saja.
21 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 201722 Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017
-
61
Sebagaimana yang diungkapkan kepala sekolah: ” Terkadang ada
beberapa guru pada saat mengajar itu terkesan kurang persiapan,
hal ini dapat dilihat dari cara beliau mengajar, biasanya mereka
menggunakan model pembelajaran yang itu-itu saja dan tidak
bervariasi, akibatnya ssiwa menjadi kurang menarik disaat proses
pembelajarannya.”23
- Kurangnya waktu untuk melakukan tindak lanjut pelajaran yang
sudah disampaikan, ini juga terbukti di MTs Negeri Wirosasri
untuk mata pelajaran SKI kurang maksimal dalam memahamkan,
karena terkadang mapel SKI dianggap materi yang menjenuhkan
seperti halnya sebuah dongeng.
Terkait ini, guru SKI mengeluhkan :
” Terbatasnya kesempatan berdiskusi di dalam kelas menjadikendala dalam menerapkan dan mengembangkan modelpembelajaran CTL, bayangkan dalam waktu satu minggu hanyaada waktu 2 jam untuk mata pelajaran SKI, selain itu jugaadanya tuntutan target kurikulum yang terlalu padat sehinggaterkesan materi yang banyak terabaikan, dan terkadang hanyadisampaikan dengan model ceramah saja. ”24
- Terkadang siswa tidak melaksanakan tugasnya, ini sesuai dengan
apa yang diamati oleh peneliti masih banyak siswa yang tidak
mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dikarenakan
pada waktu pembelajaran siswa kurang memperhatikan ketika guru
menyampaikan materi, sebagaimana yang diungkapkan oleh guru
SKI:
” Tugas yang kita berikan sebenarnya tidak terlalu sulit, asalkansiswa benar-benar mau berusaha untuk mengerjakannya, kitamembuka kesempatan seluas-luasnya untuk bertanya ketika adapermasalahan, tetapi anak-anak terkadang tidak menyadari itu,akibatnya mereka tidak mampu mengerjakan tugasnya, kebanyakanyang demikian adalah siswa laki-laki, sehingga dapat disimpulkan
23 Wawancara dengan Kepala Madrasah pada tanggal 2 November 201724 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 2017
-
62
bahwasannya ketidaksiapan siswa dalam menjalankan tugasnyadapat menganggu kelancaran proses pembelajaran.”25
- Bagi anak yang kurang memiliki kreatifitas, bisa menjadi beban
terhadap tugas yang yang diberikan, ini juga akan bisa menjadi
kendala pada penerapan pembelajaran CTL dalam hal menemukan
pokok permasalahan materi pelajarannya.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bu Nurul sebagai
guru SKI :
” Salah satu kendala dalam menerapkan dan mengembangkanmodel pembelajaran CTL yaitu terkadang beberapa siswakebingungan ide dalam mengerjakan tugas yang diberikan, makapentingnya kreatifitas dan inovasi sangat mempengaruhi siswadalam melaksanakan tugas-tugasnya.”26
Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan faktor-
faktor penghambat penerapan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) yaitu:
1. Ada sebagian guru yang menggunakan model
pembelajaran yang monoton dengan persiapan yang
kurang matang
2. Kurangnya waktu untuk melakukan tindak lanjut
pelajaran yang sudah disampaikan
3. Terkadang siswa tidak melaksnakan tugasnya
4. Bagi anak yang kurang memiliki kreatifitas, bisa menjadi
beban terhadap tugas yang diberikan
Berdasarkan hasil analisis diatas, temuan peneliti tentang faktor
pendukung dan penghambat dalam implementasi strategi pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) di MTs Negeri Wirosari adalah
25 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 201726 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 2017
-
63
faktor guru, siswa, sarana prasarana, waktu, dan kebijakan kepala
Madrasah.
4. Analisis Pembahasan
1. Analisis penerapan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI
Abdul Majid dalam strategi pembelajaran mengutip penjelasan
Sardiman AM dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi dalam
Belajar Mengajar menyebut istilah pembelajaran dengan interaksi
edukatif. Menurut beliau, yang dianggap interaksi edukatif adalah interaksi
yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk mendidik,
dalam rangka mengantar peserta didik kearah kedewasaanya.
Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta
didik di dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan
diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalani.27
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.28 Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari
guru ke siswa.29
Berdasarkan temuan penelitian mengenai pelaksanaan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MTs Negeri
Wirosari, adalah: 1) Pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental siswa. 2) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung. 3)
Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri. 4)
27 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013 hlm.28328 Abdul majid, op.cit hlm.228.29 Ibid, hlm. 103.
-
64
Mempertimbangkan keragaman siswa. 5) Memperhatikan multi-
intelegensi siswa. 6) Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk
meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah,
dan keterampilan berfikir tingkat tinggi. 7) Menerapkan penilaian autentik.
Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan
bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal di
kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan,
kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.Untuk itu
diperlukan sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui strategi
Contextual Teaching and Learning (CTL), siswa diharapkan belajar
melalui mengalami bukan menghafal.
Hal tersebut di atas, sesuai menurut E. Mulyasa bahwa : “Melalui
proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik
akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna
yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. “Contextual Teaching
and Learning (CTL) memungkinkan proses belajar yang tenang dan
menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga
peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa-apa yang
dipelajarinya”.30
Contextual Teaching and Learning (CTL) membuat siswa mampu
menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dan konteks kehidupan
mereka untuk menemukan makna. Hal itu memperluas konteks pribadi
mereka. Kemudian, dengan memberikan pengalaman-pengalaman baru
yang merangsang otak membuat hubungan-hubungan baru, kita membantu
mereka menemukan makna baru.
30 E. Mulyasa, Kurikulum Yang Disempurnakan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2006), hlm.218
-
65
Oleh karena itu strategi yang saat ini dianggap tepat dalam
pembelajaran SKI adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL), karena Contextual Teaching and Learning (CTL) memungkinkan
proses belajar yang menyenangkan, karena pebelajaran dilakukan secara
alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung
apa-apa yang dipelajarinya. Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) mendorong peserta didik memahami hakikat, makna dan
manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin dan termotivasi
untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar.
Seperti yang diungkapkan oleh guru SKI di MTs Negeri Wirosari
bahwa dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
siswa dibawa kedunia nyata dengan begitu siswa akan mudah termotivasi,
dan dengan siswa dibawa pada penerapan yang sengguhnya dimasyarakat
anak akan lebih mudah memahami sesuatu yang dipelajarinya dari pada
kita menggunakan metode-metode yang lainnya, sehingga dengan
Contextual Teaching and Learning (CTL) hasil belajar siswa yang
diharapkan akan lebih maksimal.
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
sangat bermanfaat bagi siswa baik dilingkungan sekolah, keluarga,
maupun masyarakat, dalam pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) ini siswa lebih berkesan karena mereka mengalami
sendiri secara langsung. Dari sini dapat di lihat salah satu unsur terpenting
dalam penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran di dalam
kelas.
Seperti yang dikatakan oleh Nurhadi dalam bukunya Pembelajaran
Kontekstual Dan Penerapannya Dalam KBK menjelaskan bahwa peran
guru dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah sebagai pengarah dan pembimbing.Untuk itu seorang guru harus
memahami konsep pembelajaran Contextual Teaching and Learning
-
66
(CTL) terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan benar.Agar siswa
dapat belajar lebih efektif, guru perlu mendapat informasi tentang konsep-
konsep pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan
penerapannya.31
Adapun Komponen - Komponen Pembelajaran Kontekstual yang
diterapkan sebagai berikut :
1. Konstruktivisme
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL
yaitu bahwa pengehtahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit dan
tidak sekoyong-konyong . Mengembangkan pemikiran siswa akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya. Pandangan konstruktivis strategi memperoleh lebih
diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didik
memperoleh dan mengingat pengetahuan .
2. Inquiri
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh peserta didik diharapkan bukan dari hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, melainkan dari hasil menemukan sendiri.
Siklus inquiry: observasi (Observation), bertanya (Questioning),
mengajukan (Hiphotesis), pengumulan data (Data Gathering),
penyimpulan (Conclussion)
3. Bertanya
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan
guru untuk mendorong membimbing dan menilai kemampuan
peserta didik. Bagi peserta didik kegiatan bertanya merupakan
bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis
31 Nurhadi, dkk, Pembelajaran Konetekstual dan Penerapan Dalam KBK,(Malang:Universitas Negeri Malang, 2003), hlm. 13
-
67
inquiry yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang
sudah ia ketahui, dan mengarahkan perhatian ada aspek yang belum
diketahui. Setelah siswa mampu memberikan sebuah pertanyaan,
maka keaktifan siswapun mulai tumbuh dalam memulai proses
pembelajaran CTL dengan baik.
4. Masyarakat Belajar
Konsep learning community menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain .
Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pembelajaran
sebagai proses sosial. Melalui interaksi dalam komunitas belajar
proses dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Hasil belajar
diperoleh dari berkolaborasi dan kooperasi .
5. Pemodelan
Komponen pemodelan maksudnya dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model
yang bisa ditiru . Misalnya adalah seorang guru memberikan contoh
bagaimana tata cara berwudhu yang sesuai aturan kemudian
ditirukan oleh peserta didik secara bersamaan.
6. Refleksi
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau
pengetahuan yang baru diterima . Misalnya ketika pelajaran mata
pelajaran SKI, guru menerangkan sejarah Rosullullah SAW dalam
berdakwah maka siswa bisa merenung dan berfikir bahwa betapa
susahnya menyebarkan agama islam pada zaman dulu. Maka dari
itu refleksi bisa dijadikan proses untuk menganalisis pada proses
pembelajaran.
7. Penilaian Otentik
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik .
Kemajuan pembelajaran siswa dinilai dari prosesnya, bukan semata-
mata dilihat dari hasilnya saja. Proses inipun menekankan pada
-
68
peserta didik untuk melakukan kegiatan yang nyata bermanfaat
untuk diri peserta didik32.
Pembelajaran kontekstual bisa digunakan sebagai dasar menilai
prestasi peserta didik antara lain kegiatan dan laporannya, pekerjaan
rumah, kuis, hasil karya, presentasi atau penampilan peserta didik,
demontrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.
2. Analisis Kelebihan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI
Abdul Majid menjelaskan tentang CTL dalam bukunya yang
berjudul Stategi Pembelajaran adalah sebagai berikut: Stategi
pembelajaran CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengaikan materi tersebut terhadap konteks
kehidupan mereka sehari-hari (pribadi, sosial dn kultural). Sehingga siswa
memiliki pengetahuan/ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan / konteks lainnya.
Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari
pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kelas.
Sesuatu yang baru datangnya dari siswa itu sendiri bukan dari guru33.
Penerapan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI ini
memberikan pemahaman tentang nasionalisme. Hal tersebut dilihat dari
materi sejarah yang disampaikan oleh guru ketika dikelas. Diawali ketika
guru tersebut memberikan brainstorming kepada peserta didik kemudian
dikontekstualkan pada keadaan sekarang. Peserta didik diajak untuk
menyelami pembahasan sejarah supaya bisa dijadikan sebuah ibrah dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa nantinya akan memahami bagaimana sikap
nasionalisme ini terpatri dalam kehidupan di madrasah maupun dirumah.
32 Daryanto, Inovasi Pembelajaran Efektif, Yrama widya, Bandung, 2013. Hlm.14133 Ibid, Abdul Majid. Hlm.228
-
69
3. Analisis Faktor Pendukung dan penghambat proses penerapan
pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI.
Proses penerapan pembelajaran kontekstual metode CTL dalam
pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas IX di MTs Negeri
Wirosari Kabupaten Grobogan, tentu tidak lepas dari hal-hal yang
mendukung maupun menghambat akibat dari faktor-faktor yang beraneka
ragam
1) Faktor pendukung
Peran guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah relatif tinggi.
Peran guru tersebut terkait dengan peran siswa dalam belajar.34 Dalam
rangka meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam mengikuti mata
pelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam di MTs Negeri Wirosari
Kabupaten Grobogan, kemampuan guru itu sendiri sangat menjadi
faktor utama pendukung berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran.
Guru mata pelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam di MTs Negeri
Wirosari Kabupaten Grobogan. Peneliti menganggap sudah
mempunyai kemamapuan yang cukup baik untuk meningkatkan
pemahaman nasionalisme pada mata pelajaran Sejarah Kebudaayaan
Islam dikelas. Guru mampu memilih metode Contextual Teaching and
Learning (CTL) dalam menyampaikan materi, menjelaskan materi
dengan baik, mampu mengaitkan adanya teori pada materi dalam
sebuah kehidupan yang nyata atau dengan bahasa lain adalah
mengkontekstualisasikan nilai-nilai sejarah dalam pemahaman siswa.
Serta mampu memberikan humor-homor ringan ditengah-tengah
seriusnya pelajaran, Tanya jawab kepada siswa, sehingga siswa sangat
antusisas dalam pembelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam yang
diajarkan sehingga terhindar dari rasa bosan.
2) Faktor penghambat
Selain faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas belajar
siswa juga terdapat faktor dari dalam diri siswa yang sangat
34 Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 33
-
70
mempengaruhi yaitu kesiapan siswa untuk mengikuti mata pelajaran.
Berdasarkan pengamatan peneliti dilokasi siswa di MTs Negeri
Wirosari Kabupaten Grobogan disini adalah kelas IX terkesan kurang
dalam mengikuti mata pelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam yang jam
pelajarannya di waktu siang dikarenakan capek, terkadang mereka
masih terkonsentrasi pada mata pelajaran sebelumnya ataupun malah
asik melanjutkan obrolan dengan teman sebangkunya.
Sering atau bahkan ada dari siswa yang tidak memperhatikan
dengan baik saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran didepan
kelas, dari mereka kebanyakan ada yang mengobrol dengan teman
sebangkunya atau sibuk menulis dan menggambar sendiri bahkan
melamun dan mengantuk, kemampuan siswa juga perlu mendapat
sorotan yang tajam, kemampuan disini yang dimaksud adalah
kemampuan siswa untuk memahami pelajaran, kemampuan siswa
untuk memahami keterangan guru, dan kemampuan siswa untuk
mengambil ibroh dalam kehidupan sehari-hari baik dikelas maupun di
keluarga.
Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran juga masih kurang,
siswa manjadi pendengar setia dan objek pembelajaran dari guru.
Selain itu aktivitas belajar dalam memperhatikan penjelasan dari guru
masih sering terganggu jika ada salah satu murid yang berbuat ramai
dan gaduh, sehingga perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran
menjadi terganggu bahkan bisa beralih. Untuk mengatasi hal tersebut
maka biasanaya di awal pelajaran guru memberikan pertanyaan-
pertanyaan mengenai mata pelajaran terdahulu secara acak terhadap
siswa dan juga selain itu kemampuan untuk berinteraksi atau
komunikasi secara baik dengan siswa mutlak dimiliki, agar dapat
membuat siswa merasa senang sehingga siswa aktif untuk
memperhatikan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Keadaan sarana dan prasarana juga dapat menjadi faktor
penghambat dalam pembelajaran diantaranya kurangnya pemanfaatan
-
71
sarana perpustakaan, meskipun diperpustakaan terdapat beberapa
sumber pelajaran yang dibutuhkan dan juga siswa kesulitan untuk
belajar sendiri dirumah ada yang membantu orang tua dan banyak
aktivitas dikarenakan banyak siswa yang siang juga masih sekolah dan
malamnya juga masih mengaji dimushola.
Adanya faktor internal dan eksternal yang terjadi tentu harus
mampu disikapi dengan bijaksana. Peran penting seorang guru dalam
pembelajaran, suasana belajar mengajar kooperatif yang harus
diciptakan guru, antara lain:
1) Membuat desain Pembelajaran secara tertulis, lengkap, dan
menyeluruh.
2) Melakukan pembelajaran sesuai dengan berbagai model
pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa, bahan
belajar, dan kondisi sekolah setempat. Penyesuain tersebut
dilakukan untuk peningkatan mutu belajar.
3) Dalam berhadapan dengan siswa, guru berperan sebagai fasilitator
belajar, pembimbing belajar, dan pemberi balikan belajar.35
4) Guru sebagai komunikator terhadap orang tua siswa dan
masyarakat harus menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya
dengan siswa. Adanya rasa kasih sayang yang tumbuh antara guru
dan siswa.
Dari pemarapan di atas peneliti menyimpulkan bahwa faktor
pendukung penerapan pembelajaran dengan model CTL dalam pada
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas IX di MTs Negeri
Wirosari Kabupaten Grobogan dari kemampuan guru itu sendiri
sangat menjadi faktor utama pendukung berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran dan sikap yang ramah dan terbuka serta dapat
membimbing siswa, fasilitas sekolah yang memadai untuk proses
pembelajaran, komunikasi yang terjalin dengan baik antara guru dan
siswa seingga dapat menimbulkan rasa nyaman belajar siswa.
35 Ibid, hlm. 37
-
72
Sedangkan faktor penghambat penerapan pembelajaran dengan
model CTL pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas IX
di MTs Negeri Wirosari Kabupaten Grobogan diantaranya ketidak
matangan atau ketidaksiapan siswa, dan sifat egoisme siswa masih
sering muncul. Dari segi eksternal diantaranya adanya masalah dalam
keluarga peserta siswa, kurangnya pemberian motivasi untuk belajar,
komunikasi dan pengertian yang kurng maksimal dari keluarga, dan
yang sangat berpengaruh di era global sekarang yaitu penggunaan
fasilitas elektronik di rumah yang kurang bijaksana oleh anggota
keluarga dan siswa.
Berdasarkan analisis tentang faktor penghambat penerapan
pembelajaran kontekstual maka muncul sebuah solusi yang bisa
menjadi jawaban dari hambatan tersebut. Yaitu dengan mengajak
peserta didik untuk berperan aktif dalam forum pembelajaran dalam
kelas. Memberikan peringatan kepada peserta didik yang ribut dalam
kelas, bisa oleh temannya sendiri. Terkait sarana prasarana yang
memang bisa digunakan untuk menunjang pembelajaran bisa dipakai
sebagaimana mestinya. Yang terpenting adalah subtansi materi bisa
tersampaikan dengan lancar.