BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.stainkudus.ac.id/2695/7/7. BAB IV.pdfpenyuluh agama...

30
43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik MTs Negeri Wirosari Sebelum dipaparkan hasil penelitian terlebih dahulu akan diurainkan tentang gambaran umum objek penelitian di MTs Negeri Wirosari Kab. Grobogan. MTs Negeri Wirosari Grobogan merupakan madrasah negeri yang setara dengan sekolah menengah pertama yang ada didaerah timur kabupaten Grobogan. Tepatnya di Jl. Kuwu Km.2 Desa Kalirejo Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan. MTs N ini berdekatan dengan beberapa sekolah di sekitarnya yaitu, SDN 1 Kalirejo, SMP PGRI dan SMA Kalirejo. Madrasah juga menyediakan asrama untuk siswa yang rumahnya jauh atau sering disebut boarding school. Beberapa bangunan dan fungsinya yaitu perpustakaan, laborat komputer, masjid yang ada di komplek dalam sekolah, serta ada koperasi dan kantin untuk siswa sekolah tersebut. Sebagai satu-satunya sekolah berbasis islam dan memiliki status negeri di sekitar daerah ujung timur kabupaten grobogan MTs Negeri Wirosari memiliki visi “Terbentuknya insan yang bertaqwa kepada Allah SWT, berpengetahuan luas dan berkecakapan hidup, cinta tanah air dan bangsa”. Madrasah ini memiliki bangunan yang kondisinya masih bagus karena ada beberapa ada gedung kelas yang mengalami perbaikan dan pembangunan gedung baru. Kondisi masjid pun masih belum sempurna karena masih tahap penyelesaian. Terdapat lapangan juga sebagai tempat praktek olahraga untuk siswa yang berlokasi di belakang dekat dengan asrama boarding school. Kemudian untuk menunjang akses digital pihak laborat komputer juga menyediakan layanan wifi hotspot area yang bisa digunakan untuk seluruh guru pegawai dan siswa. Dengan adanya fasilitas ini menjadikan guru pegawai dan siswa untuk melek digital. Kondisi parkir pun sudah tertata

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.stainkudus.ac.id/2695/7/7. BAB IV.pdfpenyuluh agama...

  • 43

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Objek Penelitian

    1. Kondisi Fisik MTs Negeri Wirosari

    Sebelum dipaparkan hasil penelitian terlebih dahulu akan

    diurainkan tentang gambaran umum objek penelitian di MTs Negeri

    Wirosari Kab. Grobogan. MTs Negeri Wirosari Grobogan merupakan

    madrasah negeri yang setara dengan sekolah menengah pertama yang ada

    didaerah timur kabupaten Grobogan. Tepatnya di Jl. Kuwu Km.2 Desa

    Kalirejo Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan. MTs N ini berdekatan

    dengan beberapa sekolah di sekitarnya yaitu, SDN 1 Kalirejo, SMP PGRI

    dan SMA Kalirejo. Madrasah juga menyediakan asrama untuk siswa yang

    rumahnya jauh atau sering disebut boarding school. Beberapa bangunan

    dan fungsinya yaitu perpustakaan, laborat komputer, masjid yang ada di

    komplek dalam sekolah, serta ada koperasi dan kantin untuk siswa sekolah

    tersebut.

    Sebagai satu-satunya sekolah berbasis islam dan memiliki status

    negeri di sekitar daerah ujung timur kabupaten grobogan MTs Negeri

    Wirosari memiliki visi “Terbentuknya insan yang bertaqwa kepada Allah

    SWT, berpengetahuan luas dan berkecakapan hidup, cinta tanah air dan

    bangsa”. Madrasah ini memiliki bangunan yang kondisinya masih bagus

    karena ada beberapa ada gedung kelas yang mengalami perbaikan dan

    pembangunan gedung baru. Kondisi masjid pun masih belum sempurna

    karena masih tahap penyelesaian.

    Terdapat lapangan juga sebagai tempat praktek olahraga untuk

    siswa yang berlokasi di belakang dekat dengan asrama boarding school.

    Kemudian untuk menunjang akses digital pihak laborat komputer juga

    menyediakan layanan wifi hotspot area yang bisa digunakan untuk seluruh

    guru pegawai dan siswa. Dengan adanya fasilitas ini menjadikan guru

    pegawai dan siswa untuk melek digital. Kondisi parkir pun sudah tertata

  • 44

    rapi untuk kalangan guru maupun siswa. Parkir untuk mobil guru dan tamu

    ada diluar kemudian untuk parkir kendaraan siswa ada di kompleks bagian

    dalam karena menjaga keamanan untuk siswa itu sendiri.

    Cikal bakalnya dari MTs YPI (Yayasan Pendidikan Islam )

    Wirosari. Madrasah ini Yang merupakan peleburan dari PGA 4/6 Tahun

    Persiapan Negeri Wirosari yang kronologinya sebagai berikut :

    PGA 4/6 Tahun Persiapan Negeri Wirosari berdiri tahun 1969 pasca

    meletusnya G 30 S/PKI, dengan dilatar belakangi kekurangan kader

    penyuluh agama Islam di desa-desa Kecamatan Wirosari.

    MTs YPI (Yayasan Pendidikan Islam ) Wirosari berdiri tahun 1979

    dengan kebijakan Pemerintahan dalam hal ini Departemen Agama

    yang melikuidasi PGA 4/6 Tahun Swasta menjadi MTs/MA.

    MTs Negeri Filial; dengan pasang surutnya penerimaan siswa baru

    di Wirosari lebih disebabkan karena menurunya niat masyarakat

    menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Swasta

    • MTs Jepon Blora Filial di Wirosari mulai TP 1983/1984

    dengan SK Kanwil DEPAG Provinsi Jawa Tengah No:

    WK/5c/923/Ts. Fil/1984 tertanggal 21 Mei 1984

    • MTs Jeketro Gubug Filial Wirosari mulai TP 1995/1996

    dengan SK Kanwil DEPAG Provinsi Jawa Tengah No:

    WK/5.C/PP.00/113/1995.

    • MTs Negeri Wirosari Kab. Grobogan, berdiri berdasarkan SK

    Menteri Agama RI No. 107 Tahun 1997 tertanggal 17 Maret

    1997.

    MTs Negeri Wirosari memiliki beberapa gedung sebagai

    penunjang proses pembelajaran. Yaitu , gedung kelas, perpustakaan,

    laboratorium computer, dan tempat ibadah. Bangunan-banguna tersebut

    merupakan perbaruan dari bangunan terdahulu, karena fasilitas sebelumnya

    masih mengalami kekurangan. Adapun tokoh pendiri dan perintis PGA 4/6

    Tahun persiapan Negeri Wirosari antara lain Kyai Ahmad Sa’ad, Muh.

    Sayidul Fadhil, KH Ahmad Su’udi, Muh. Khuzaini, Masykur, Muh.

  • 45

    Asmongin, dan Muh Masrukin Noor. Sedangkan penggagas sekaligus

    pendiri MTs YPI sampai pada MTs Negeri Wirosari adalah : Muh. Sayidul

    Fadhil, KH Ahmad Su’udi, Muh. Khuzaini, Masykur, Muh. Asmongin,

    Muh Masyhudi, Moh. Imron Masyhuri dan H. Masrukhan1.

    2. Sarana Prasarana MTs Negeri Wirosari

    Sarana prasarana yang dimiliki oleh madrasah ini sudah cukup baik

    dalam menunjang kegiatan belajar mengajar. Secara langsung sarana

    prasana tersebut menunjang terhadap kelancaran proses pembelajaran,

    misalnya media pembelajaran berupa buku LKS, buku paket panduan mata

    pelajaran dari Kementerian Agama Republik Indonesia serta buku-buku

    yang ada diperpustakaan sekolah yang dapat digunakan peserta didik untuk

    belajar, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah berupa meja kursi di

    dalam kelas yang bisa digunakan untuk proses pembelajaran, papan

    tulis untuk mencatat pelajaran. Sarana ibadah yaitu masjid yang ada

    dilingkungan madrasah dekat area belajar dapat digunakan peserta didik

    untuk melaksanakan sholat dhuhur secara berjama’ah.

    Sedangkan kondisi prasarana yang ada di MTs Negeri wirosari

    yang memiliki pengaruh sedikit banyaknya keberhasilan dalam

    pembelajaran yaitu, jalan menuju madrasah yang baik yang sudah di aspal

    sehingga memudahkan peserta didik yang akan berangkat sekolah,

    kemudian banyaknya angkutan umum yang sewaktu-waktu bisa digunakan

    oleh siswa atau pun guru yang tidak menggunakan kendaraan sendiri.

    penerangan madrasah yang sesuai pada pagi hari madrasah lebih

    menggunakan cahaya matahari sebagai sumber penerangan, kamar kecil

    yang ada di madrasah terpisah antara kamar kecil untuk guru dan kamar

    kecil untuk siswa, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana

    akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan

    demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat

    memengaruhi proses pembelajaran.

    1Hasil dokumentasi dari bapak Agus selaku Staff TU, taanggal 27 Oktober 2017

  • 46

    Kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah

    dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi,

    yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses

    pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

    Apabila mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka

    dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat

    menyalurkan pesan secara efektif dan efisien.

    B. Hasil Penelitian

    1. Penerapan Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning)

    pada mata pelajaran SKI.

    Proses pembelajaran dengan metode CTL di MTs Negeri wirosari

    memiliki tahapan yang dilakukan oleh guru SKI. Yaitu mulai dari

    merencanakan pembelajaran dengan membuat RPP, supaya nantinya bisa

    menjadi pedoman dalam proses pembelajaran. Kemudian proses penerapan

    yang dilakukan oleh guru dengan cara memberikan refleksi materi yang

    akan diajarkan hal tersebut sesuai dengan pembelajaran kontekstual. Siswa

    memiliki peran aktif di kelas kemudian guru sebagai fasilitator

    didalamnya. Selanjutnya penilaian diberikan kepada siswa dengan melihat

    keaktifan, pemahaman, dan respon belajar saat dalam kelas.

    Salah satu tindakan praktis penerapan model pembelajaran CTL

    yaitu guru sebelum memulai pelajaran berusaha memancing pikiran siswa

    mengingat kembali peristiwa yang telah dilakukan terkait materi yang

    akan disampaikan, seperti yang diungkapkan oleh guru SKI: “Dengan

    diberikannya beberapa pertanyaan diawal untuk mengulas materi SKI

    kiranya mampu mengajak siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan

    murid pun antusias mendengar dan memahaminya atau sebelum pelajaran

    dimulai, anak-anak saya suruh menulis tentang informasi-informasi terkini

    yang sedang viral di media sosial atau di televisi hari ini”2

    2 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 2017

  • 47

    Proses tersebut mampu memberikan stimulan dalam mengawali

    proses belajar mengajar dalam kelas ujar beliau ibu Nurul Badriyah selaku

    guru mata pelajaran SKI. Kemudian beliau juga memberikan penjelasan

    tentang Metode Contextual Teaching And Learning (CTL).

    “Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah konsep belajaryang mengajak siswa kedunia nyata sesuai dengan bahasan ataumateri yang sedang diberikan atau disajikan kepada siswa. Didalam CTL ini kadang-kadang antara materi yang sedang dibahasdengan dunia nyata sulit dipadukan, sehingga yang dilakukan olehguru dalam proses belajar dengan menggunakan CTL ini dengancara memberikan studi kasus yang biasa dialami oleh masyarakatsecara umum, dari studi kasus tersebut siswa melakukan diskusidan mengaitkan dengan konsep-konsep yang ada didalam bukuSejarah Kebudayaan Islam yang akan diajarkan kepada pesertadidik”

    Jadi menurut Ibu Nurul Badriyah, selaku guru mata pelajaran SKI

    sudah menerapkan CTL di kelas. Dengan cara mencari kasus yang ada di

    masyarakat umum yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan

    kemudian diberikan kepada siswa untuk didiskusikan. Berdasarkan hasil

    observasi pada tanggal 7 November 2017, peneliti sedang berada di MTs

    Negeri Wirosari dan masuk ke kelas, dan melihat siswa di beri tugas untuk

    mengklasifikasikan bagaimana proses masuknya islam di Nusantara, dan

    menyuruhnya untuk mencari negara mana saja yang memulai syiar islam

    di nusantara, kemudian siswa melakukan diskusi.

    Demikian halnya siswa diharapkan dapat membangun pengetahuan

    dalam konsep pemikirannya sendiri sesuai dengan apa yang telah diamati

    dan membaca sejarah masuknya agama islam di wilayah Nusantara pada

    buku panduan mata pelajaran SKI. Begitu juga dengan guru mapel SKI

    diharapkan dapat atau mampu menerapkan CTL meskipun belum

    sepenuhnya, tapi secara bertahap sedikit-demi sedikit agar siswa tidak

    jenuh dengan strategi yang biasanya digunakan, sehingga siswa

    termotivasi dan senang dengan proses pembelajaran tersebut.

    Proses pembelajaran dalam kelas pada mapel SKI setidaknya telah

    dibagi dalam kelompok kecil untuk berdiskusi dan memberikan ruang

  • 48

    ekspresi siswa dalam menyampaikan apa yang telah dipahami oleh siswa.

    Tujuan nya adalah menciptakan suasana belajar kelas menjadi aktif dengan

    terjalinnya komunikasi antar siswa. Hal tersebut senada dengan penuturan

    Waka Kurikulum MTs Negeri Wirosari sebagai berikut: “Siswa saling

    belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar

    bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan

    bentuk kerja sama yang diperlukan oleh orang dewasa di tempat belajar

    dan konteks lain. Jadi, siswa diharapkan untuk berperan aktif.3”

    Menanggapi keaktifan siswa tersebut peneliti memiliki anggapan

    bahwa siswa yang sedang belajar dalam kelas bisa saling bertukar pikiran

    tentang materi yang telah disampaikan oleh guru mapel SKI. Serta

    kegiatan pembelajaran menjadi dinamis dengan saling interaksi satu sama

    lain antar siswa posisi guru hanya sebagai fiasilitator kemudian

    memberikan brainstorming dipermulaan diskusi.

    Lingkungan menjadi faktor pendukung dalam menjalankan aktifitas

    pembelajaran siswa disekitarnya untuk bisa belajar secara mandiri. Hal

    tersebut diungkapkan oleh kepala madrasah MTs Negeri Wirosari sebagai

    berikut : ”Prinsip di sekolah ini, kami menjadikan lingkungan sekolah

    sebagai lingkungan belajar yang nyaman, kalau siswa sudah merasa

    nyaman berada di lingkungan sekolah,diharapkan siswa bisa belajar

    dengan mandiri, guru berperan hanya sebagai fasilitator sekaligus

    motivator” ujar beliau.

    Hal serupa dibenarkan oleh seorang guru yang lain, beliau

    mengungkapkan dan menambahkan bahwa pembelajaran mandiri

    mempunyai karakteristik tertentu : ”Lingkungan yang mendukung

    pembelajaran mandiri memiliki tiga karakteristik umum, yaitu kesadaran

    berfikir penggunaan strategi dan motivasi yang berkelanjutan. secara

    bertahap mengalami perkembangan kesadaran terhadap; (i) keadaan

    pengetahuan yang dimilikinya, (ii) karakteristik tugas-tugas yang

    3 Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017

  • 49

    mempengaruhi pembelajarannya secara individual, dan (iii) strategi

    belajarnya”

    Data tersebut diperkuat oleh observasi peneliti, tanggal 10

    November 2017, peneliti mengamati lingkungan belajar dalam proses

    pembelajaran yang mana dengan siswa nyaman menggunakan

    pembelajaran CTL, siswa bisa belajar dengan mandiri dan guru berperan

    sebagai fasilitator.

    2. Kelebihan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI

    Proses pembelajaran kontekstual sudah berjalan lama dengan

    memperhatikan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik.

    Pendekatan ini tidak hanya berhenti pada proses kontekstualisasi materi

    dengan kehidupan yang nyata namun juga diberikan sedikit tentang

    pendekatan ceramah dan diskusi kelompok kecil dalam kelas. Ketika

    proses pembelajaran SKI hanya diberikan sebuah ceramah maka kondisi

    kelas akan menjadi menjenuhkan. Adapun guru pengampu materi SKI di

    MTs Negeri Wirosari ada 3 orang saja sebagai berikut :

    Tabel. 4.1. Daftar Guru Mata pelajaran SKI

    No. Nama Jabatan Alumni Kelas Mapel

    1. Dra. Adibatus Syarifah, M.Si. Kepala Madrasah/

    Guru

    IAIN VII SKI

    2. Nurul Badriyah, S.Ag Guru STAIN IX SKI

    3. Muhammad Asrori, S.Ag Guru IAIN VIII SKI

    Pelaksanaan pembelajaran CTL mata pelajaran sejarah kebudayaan

    Islam di MTs Negeri Wirosari kabupaten Grobogan dapat dilihat dari

    komponen-komponen pembelajaran, materi, media pembelajaran dan

    evaluasi pembelajaran. Proses pembelajaran CTL pada mata pelajaran

    sejarah Kebudayaan Islam ini mampu memberikan pemahaman

  • 50

    Nasionalisme dikatakan berhasil apabila telah memenuhi tujuan yang

    ditetapkan.

    Adapun tujuan pembelajaran CTL pada mata pelajaran sejarah

    kebudayaan Islam di MTs Negeri Wirosari kabupaten Grobogan adalah

    untuk mencari kesepahaman dan mengerti tentang sejarah agama Islam

    yang masuk di Nusantara dan kemudian dikonstektualisasikan dengan

    sikap nasionalisme baik ketika proses pembelajaran maupun dalam

    kehidupan sehari-hari. Kemudian siswa ini diajak untuk melihat kondisi

    sekarang ini kira-kira cara yang tepat untuk bisa memahami nasionalisme

    itu seperti apa, bisa saja dengan cara tekun dlam belajar salinf

    menghormati sesama teman yang lebih tua terlebih pada bapak ibu guru

    nya.

    Contextual Teaching and Learning yang di singkat menjadi CTL

    merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

    yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

    membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

    penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

    masyarakat4.

    Penerapan CTL siswa akan belajar dengan baik apabila mereka

    terlibat aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk

    menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa

    yang dapat mereka lakukan. Belajar di pandang sebagai usaha atau

    kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten

    melalui kegiatan instrospeksi. CTL ini menekankan pada keaktifan siswa,

    maka strateginya sering disebut dengan pengajaran yang berpusat pada

    siswa. Peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau

    prinsip bagi diri mereka sendiri, dan bukannya memberi ceramah atau

    mengendalikan seluruh kegiatan di kelas. Sebagaimana diungkapkan oleh

    guru SKI dalam suatu kesempatan wawancara.

    4 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013 hlm.283

  • 51

    Konsep pembelajaran seperti itu diharapkan mampu memberikan

    suasana belajar yang baru. Yaitu dengan mengaitkan mata pelajaran SKI

    dengan tema masuknya islam di Nusantara dengan sikap Nasionalisme

    dari peserta didik. Penjelasan yang tekstual tentunya memiliki perbedaan

    jika tekstual terkesan monoton namun kontekstual mampu membawa

    pemahaman yang luas bagi peserta didik dalam memahami materi belajar

    yang sedang dihadapi.

    Membincang tentang keragaman siswa yang ada di sekolahan

    Waka kurikulum mengatakan tentang keragaman siswa : ”Di kelas guru

    harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, misalnya latar

    belakang suku bangsa, status sosial-ekonomi, bahasa utama yang dipakai

    di rumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka miliki. Dengan

    demikian, diharapkan guru dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan

    pembelajarannya.5”

    Sebagaimana yang diungkapkan oleh guru yang lainnya:

    “Anak-anak punya karakter yang berbeda, latar belakangkeluarganya pun berbeda, kebanyakan siswa yang saya ajarorang tuanya berasal dari golongan ekonomi menengahkebawah, walaupun ada beberapa siswa yang orang tuanyaberasal dari mereka yang berkecukupan, karena diakui atautidak, latar belakang orang tua mereka dapat mempengaruhikarakteristik belajar anak-anak, contohnya salah satu siswaketika diajar mengantuk dan sering melamun, setelah sayatanya ternyata ketika malam hari ia harus membantu orangtuanya yang bekerja sebagai penjual makanan, jadi metodepembelajaran yang saya terapkan juga terkadang bervariasi.”

    Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 13 November

    2017, peneliti mengikuti proses pembelajaran di kelas, ada siswa yang

    mengantuk di kelas. Hebatnya guru bisa menanggulangi dengan segera

    mungkin melaksanakan proses pembelajaran CTL, sehingga siswa MTs

    Negeri Wirosari terkesan tidak mengantuk dan bersemangat dalam belajar.

    5 Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017

  • 52

    Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan

    pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan

    berfikir tingkat tinggi.

    Ada cara lain yang ditempuh oleh salah satu guru dalam

    merangsang kepekaan siswa terhadap materi yang disampaikan, yaitu

    dengan membuat pertanyaan, ”Agar pembelajaran kontekstual mencapai

    tujuannya, maka jenis dan tingkat pertanyaan yang tepat harus

    diungkapkan/ditanyakan. Pertanyaan harus secara hati-hati direncanakan

    untuk menghasilkan tingkat berfikir, tanggapan, dan tindakan yang

    diperlukan siswa dan seluruh peserta di dalam proses pembelajaran

    kontekstual.” Ujar Nurul Badriyah S.Ag, sebagai guru SKI di MTs Negeri

    wirosari.

    Kemampuan untuk membuat pertanyaaan juga diberlakukan

    kepada siswa, seperti yang diungkapkan oleh guru yan lain: “Saya

    mewajibkan kepada anak-anak ketika didalam kelas untuk selalu bertanya

    terkait materi pembelajaran, tentunya pertanyaan berdasarkan pengalaman

    yang pernah dialaminya atau cerita dari orang-orang sekitar tempat tinggal,

    dengan bertanya diharapkan ada interaksi antar siswa yang berujung pada

    pemahaman tentang materi pembelajaran.” penuturan ali aksan sebagai

    guru aqidah akhlak.

    Menurut kepala sekolah, dalam suatu pembelajaran yang produktif,

    kegiatan saling bertanya banyak sekali fungsinya : ”Kegiatan bertanya

    akan sangat berguna untuk: (1) menggali informasi tentang kemampuan

    siswa dalam penguasaan materi pelajaran; (2) membangkitkan motivasi

    siswa untuk belajar; (3) merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu;

    (4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; dan (5)

    membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.6”

    6 Hasil wawancara dengan kepala madrasah MTs N Wirosari pada tanggal 2 November2017

  • 53

    Data tersebut diperkuat oleh observasi 13 November 2017 bahwa

    guru mempunyai teknik-teknik untuk membuat siswa mau bertanya, dan

    senantiasa memperhatikan materi pembelajaran yang diajarkan.

    Pada penerapan penilaian dalam pembelajaran tersebut

    menggunakan istilah autentik evaluasi. Seperti yang telah dijelaskan oleh

    Waka Kurikulum sebagai berikut: ”Penilaian autentik mengevaluasi

    penerapan pengetahuan dan berfikir kompleks seorang siswa, bukan

    sekedar hafalan informasi aktual. Kondisi alamiah pembelajaran

    kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur

    pengetahuan dan keterampilan lebih dalam dengan cara yang bervariasi

    dibandingkan dengan penilaian satu disiplin.7”

    Seperti yang diungkapkan oleh seorang Guru mapel lain seperti

    halnya mapel aqidah ahklak:

    “Ditengah-tengah proses pembelajaran, tidak jarang sayamenyuruh siswa kedepan kelas untuk bercerita berdasarkanpengalaman yang mereka alami atau yang mereka lihat yangberhubungan dengan materi yang sedang saya samSKIkan, agarmateri tidak hanya dihapalkan, namun mereka juga merasapernah dan akan mengalaminya8”

    Berdasarkan data observasi tanggal 14 November 2017, terbukti

    penilaian autentik sangat memuaskan ketika diterapkan, dengan siswa

    disuruh kedepan kelas untuk menceritakan pengalaman yang berhubungan

    dengan materi yang sedang disampaikan. Serta dalam penilaian bisa dilihat

    dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dengan melihat hasil

    evaluasi siswa tentang SKI.

    Contextual Teaching and Learning (CTL) itu memang sangat

    bagus untuk diterapkan dalam sebuah pembelajaran. Karena dengan

    menggunakan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut siswa

    akan mudah memahami materi pelajaran yang sedang diajarkan karena

    7 Hasil wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3November 20178 Hasil wawancara dengan guru aqidah akhlak pada tanggal 7 November 2017

  • 54

    siswa mengalami secara langsung apa yang dipelajarinya. Sehingga

    pembelajaran tersebut bisa lebih bermakna bagi siswa.

    Pada kesempatan yang sama salah seorang siswa kelas IX A yang

    bernama Zakiyyatul Fakiroh mengatakan bahwa: ”Menurut saya guru SKI

    itu sangat bagus dalam menerapkan metode pembelajaran. Dalam

    pembelajaran guru biasanya menyuruh kita untuk mengerti dulu atau

    mempelajari materi yang diajarkan kemudian didiskusikan dengan teman-

    teman dan setelah itu guru memberikan kesempatan kepada kita untuk

    bertanya tentang materi yang belum kita mengerti dan kemudian guru

    menjelaskannya. Dengan begitu kita akan lebih cepat memahami materi

    yang diajarkannya.” ujarnya disaat sela-sela waktu istirahat.

    Siswa kelas IX B nama Bagas erdi pamungkas mengatakan bahwa :

    ”Menurut saya guru SKI itu dalam melakukan pembelajaran di kelas itu

    kurang enak dan kurang menarik, karena saya lebih suka ketika guru SKI

    saya itu menyampaikan materi dengan berkelompok dan diskusi. Dengan

    begitu dalam pembelajaran kita merasa jenuh dan kurang menyenangkan,

    dan dengan menggunakan metode kontekstual ada sedikit perbedaan dalam

    mata pelajaran SKI tapi masih kurang mengena, karena Mata Pelajaran

    SKI itu identik dengan cerita ”

    Ferdinan Ajhi Diastoro Siswa kelas IX C mengatakan bahwa :

    ”Menurut saya pada waktu guru saya menerapkan Contextual Teaching

    and Learning (CTL) sangat menarik, karena bermacam-macam metode

    pembelajaran yang digunakan sehingga tidak membuat jenuh. Metode

    yang digunakan oleh guru SKI dalam pembelajaran biasanya menyuruh

    kita berdiskusi dengan teman, sehingga kita bisa saling mengutarakan

    pendapat tentang suatu topik yang dibahas tersebut samSKI akhirnya kita

    bisa menemukan suatu keputusan yang bisa dipahami oleh semua siswa.”

    Data tersebut di dukung oleh hasil observasi peneliti pada tanggal

    14 November 2017 pada saat pembelajaran guru sedang menyuruh siswa

    dengan beranggotakan 4 siswa untuk menceritakan tokoh-tokoh pejuang

  • 55

    islam indonesia dalam memperjuangkan islam di Indonesia secara

    bergantian sesuai apa yang telah siswa baca dari buku sejarah tersebut,

    para siswa sangat suka dengan pembelajaran CTL, karena siswa lebih

    mudah mengingat apa yang telah ia baca dari buku-buku sejarah bersama

    teman-temannya.

    Dari pendapat siswa dan siswi kelas IX tersebut dapat disimpulkan

    bahwa guru SKI kelas IX di MTs Negeri Wirosari dalam menerapkan

    Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran SKI sudah

    bagus itu terbukti karena siswa-siswi kelas IX mudah memahami materi

    yang diberikan. Selain itu siswa kelas X juga mengaku bahwa mereka

    tidak merasa bosan dan jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran SKI.

    Sehingga penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut

    akan menjadikan siswa lebih semangat dalam proses pembelajaran SKI

    dan siswa terdorong untuk berlomba-lomba dalam mendapatkan nilai yang

    bagus, sehingga dengan begitu hasil belajar yang diperoleh siswa lebih

    bagus dan meningkat serta lebih memuaskan.

    Dari uraian di atas, temuan penelitian mengenai pelaksanaan

    pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MTs Negeri

    Wirosari, adalah: Pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan kewajaran

    perkembangan mental siswa. Kemudian membentuk kelompok belajar

    yang saling tergantung dan berinteraksi dengan bagus. Menyediakan

    lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri. Memberikan

    pertimbangan terhadap keragaman siswa. Memperhatikan multi-

    intelegensi siswa. Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk

    meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah,

    dan keterampilan berfikir tingkat tinggi serta Menerapkan penilaian

    autentik.

    Hasil yang ditemukan di MTs Negeri Wirosari Kabupaten

    Grobogan sudah menerapkan pembelajaran Contextual Teaching and

    Learning (CTL) dengan menggunakan langkah-langkah atau strategi yang

    ada didalam komponen Contextual Teaching and Learning (CTL) yang

  • 56

    sesuai dengan topik pelajaran yang akan di bahas dengan begitu dalam

    pembelajaran mata pelajaran SKI akan lebih bermakna dan kelas menjadi

    kelas yang hidup, sehingga siswa merasa senang, semangat dan tidak jenuh

    dalam mengikuti pelajaran SKI dan siswa akan mudah memahami materi

    yang diajarkan, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Dengan

    metode yang seperti ini mampu memberikan bukti bahwa pembelajaran

    tentang sejarah yang katanya membosankan justeru malah sebaliknya yaitu

    menyenangkan dan berkesan bagi siswa yang belajar di kelas.

    3. Faktor Pendukung dan penghambat pembelajaran CTL pada mata

    pelajaran SKI.

    a. Faktor Pendukung

    Menurut guru SKI mengatakan bahwa:

    Dalam menerapkan Contextual Teaching and Learning (CTL)di MTs Negeri Wirosari faktor pendukungnya adalah saranadan prasarana sekolah maka penerapan Contextual Teachingand Learning (CTL) sangat bagus dilaksanakan dan siswa yangaktif itu akan mudah termotivasi, sehingga proses pembelajaranakan berlangsung dengan lancar9

    Menurut Waka Kurikulum mengatakan:

    ”Untuk faktor pendukung yang paling utama dalam penerapanContextual Teaching and Learning (CTL) itu adalah sarana danprasarana sekolah itu sendiri, selain itu dana juga sangatpenting dalam proses pembelajaran dengan menggunakanstrategiContextual Teaching and Learning (CTL) karenaapabila dana tidak ada maka kita akan kesulitan untukmengadakan proses pembelajaran diluar kelas.10”

    Menurut kepala Madrasah di MTs Negeri Wirosari mengatakan

    bahwa:

    “Untuk faktor pendukung dari penerapan Contextual Teachingand Learning (CTL) itu antara lain guru harus memahami

    9 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 201710Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017

  • 57

    strategi itu. Untuk itu di MTs Negeri Wirosari ini mengadakankegiatan pelatihan untuk guru misalnya guru diikutkan dalamMGMP, kemudian sekolah ini juga sering mengadakanpelatihan untuk guru dengan mengundang instruktur dan jugamengadakan Workshop, dengan kegiatan tersebut guru dapatmenguasai dan tidak mengalami dalam menerapkan sebuahstrategi pembelajaran. Dan selain itu sarana prasarana jugasangat mendukung dan di MTs Negeri Wirosari ini sudahtersedia fasilitas pendukung mata pelajaran SKI.11”

    Dari ketiga hasil wawancara diatas diperoleh beberapa faktor

    pendukung penerapan pembelajaran CTL yaitu:

    - Adanya antusias yang tinggi dari siswa ketika model pembelajaran

    diterapkan,itu terbukti ketika prosespembelajaran berlangsung

    siswa sangat antusias dan terlihat semangat mengikuti proses

    pambelajaran SKI, Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh

    siswa:

    ”Penggunaan dan penerapan model pembelajaran yangbervariasi dapat meningkatkan minat dan antusias belajarsiswa, terlebih dalam konteks ini, ketika model pembelajaranCTL diterapkan dengan persiapan yang matang dari awalsamSKI akhir siswa akan semakin tertarik untuk lebihsemangat belajar SKI.”12

    - Adanya persiapan siswa sebelum pembelajaran dimulai, itu terbukti

    sebelum proses pembelajaran dimulai sebagian siswa sudah

    mempelajari materi yang akan dipelajarinya, Sebagaimana

    dikatakan oleh seorang guru Aqidah Akhlak:

    “Anak-anak apabila memulai kegiatan pembelajaranmengucapkan basmalah dan berdoa, mempersiapkan alat-alatbelajar tanpa disuruh oleh guru, memberitahukan kepadaguru tentang Pekerjaan Rumah (PR) yang sudah dikerjakan,bahkan di antara peserta didik sebagian besar sudahmengenal materi pembelajaran yang akan dipelajarinya.Selain itu, peserta didik ketika ditanya kaitannyapembelajaran yang telah lalu dengan yang akan dipelajari

    11 Wawancara dengan kepala madrasah pada tanggal 2 November 201712 Wawancara dengan siswa pada tanggal 14 November 2017

  • 58

    pada jam pelajaran tersebut, mereka mencoba menjawabnyadengan antusias.”13

    Hal tersebut senada dengan penuturan seorang guru SKI yang

    sedang mengajar :

    “Peserta didik sebelum kegiatan pembelajaran SKI sudahmempersiapkan diri. Bahan ajar SKI yang akan dipelajari,sudah di informasikan guru pada proses pembelajaran yangtelah lalu ada dalam buku catatan mereka. Ini menandakanbahwa semua peserta didik sudah siap untuk mengikutikegiatan pembelajaran.”14

    Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 16

    November 2017, pada saat itu peneliti sedang berada di lokasi

    penelitian dan meminjam buku pada salah satu siswa, yang ternyata

    sebelum materi di ajarkan peserta didik sudah menyiapkan materi

    yaitu meringkas di rumah, sebelum materi yang diajarkan di

    kelas.15

    - Penyediaan media pembelajaran yang cukup memadai, meskipun

    tidak begitu lengkap tetapi bisa digunakan untuk menunjang proses

    pembelajaran.

    Dalam hal ini ibu Adibatus Syarifah selaku kepala

    madrasah menuturkan :

    ”Di sekolah ini, kami sudah menyediakan media pembelajaranyang bisa digunankan untuk menunjang proses pembelajaran.Semuanya itu sudah disiapkan oleh lembaga dengan fasilitasyang nyaman yang dilengkapi dengan media dialam kelas,disamping ruang tersendiri.”16

    Data tersebut diperkuat oleh observasi, pada tanggal 16

    November 2017, peneliti datang ke MTs Negeri Wirosari kebetulan

    13 Wawancara dengan Guru aqidah akhlak pada tanggal 7 November 201714 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 201715Hasil Observasi pada tanggal 16 November 201716Wawancara dengan kepala madrasah pada tanggal 2 November 2017

  • 59

    guru sedang menggunakan media yang tepat yaitu media gambar

    untuk memperlancar proses pembelajaran.17

    - Adanya media cetak dan elektronik yang mendukung terkait

    masalah kontekstual permasalahan di lingkungan, seperti majalah,

    koran, televisi dan lain-lain.

    ”Dengan adanya media elektronik seperti televisi atau koran,saya justru memanfaatkannya sebagai salah satu media dalammenerapkan model pembelajaran CTL, karena televisi ataukoran biasanya memuat tentang berita terkini, kemudian siswamemilah-milah yang ada hubungan”18

    - Terkontrolnya kegiatan instruksional guru hasil supervisi Kepala

    Madrasah yang terprogram, hal ini terbukti kepala madrasah

    seminggu sekali melakukan pengawasan evaluasi terhadap kinerja

    guru, hal ini juga dituturkan oleh kepala sekolah:

    ” Demi peningkatan mutu pendidikan pada umumnya, danmajunya sekolah pada khususnya, kami selalu melakukanpengawasan dan evaluasi secara bertahap agar kami bisamemantau perkembangan kinerja guru dan melakukanpembenahan terhadap kekurangan-kekurangan.”19

    Data tersebut diperkuat oleh hasil observasi tanggal 16

    November 2017, peneliti secara langsung melihat bahwa guru

    menggunakan media dalam pembelajaran.20

    Kemudian beberapa siswa juga menuturkan tentang faktor

    pendukung dalam pembelajaran dikelas yaitu dengan sejumlah fasilitas

    yang sudah memadai untuk mnunjang proses pembelajaran.

    Dari hasil wawancara dan observasi diatas dapat disimpulkan

    bahwa faktor-faktor pendukung perencanaan pembelajaran CTL adalah

    1. Adanya antusias yang tinggi dari siswa ketika model

    pembelajaran diterapkan

    2. Adanya persiapan siswa sebelum pembelajaran dimulai

    17 Hasil Observasi pada tanggal 16 November 201718 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 201719 Wawancara dengan kepala madrasah pada tanggal 2 November 201720Hasil Observasi pada tanggal 16 November 2017

  • 60

    3. Penyediaan media pembelajaran yang cukup memadai

    4. Adanya media cetak dan elektronik yang mendukung

    terkait masalah kontekstual permasalahan di lingkungan,

    seperti majalah, oran, televisi dan lain-lain

    5. Terkontrolnya kegiatan instruksional guru hasil supervisi

    kepala madrasah yang terprogram.

    b. Faktor Penghambat

    Menurut guru SKI mengatakan bahwa:

    Dalam penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL)faktor penghambatnya antara lain: (1) antara materi pelajarandengan dunia nyata terkadang sulit dipadukan, dan (2) jumlahjam pelajaran yang terbatas sehingga kesulitan membawa siswauntuk langsung memahami sekaligus menjadikan sebuah ibrohdalam kehidupan. Karena dalam mempelajari sejarah perlusebuah pembawaan yang santae namun tepat sasaran sesuaimateri yang disampaikan21

    Menurut Waka Kurikulum mengatakan: Dalam penerapan

    Contextual Teaching and Learning (CTL) tidak bisa sewaktu-waktu

    langsung digunakan harus di jadwal terlebih dahulu, sehingga

    kasusnya dalam penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL)

    yang terjadi adalah adanya bentrokan dengan jadwal yang lain.22

    Dari kedua hasil wawancara diatas diperoleh beberapa faktor

    penghambat penerapan pembelajaran CTL yaitu:

    - Ada sebagian guru yang menggunakan model pembelajaran yang

    monoton dengan persiapan yang kurang matang, hal ini terbukti

    ketika peneliti mengamati proses pembelajaran dikelas yang lain

    masih banyak guru yang menggunakan metode yang membuat

    siswa merasa jenuh contohnya guru hanya menggunakan metode

    ceramah saja.

    21 Wawancara dengan guru SKI pada tanggal 2 November 201722 Wawancara dengan waka kurikulum pada tanggal 3 November 2017

  • 61

    Sebagaimana yang diungkapkan kepala sekolah: ” Terkadang ada

    beberapa guru pada saat mengajar itu terkesan kurang persiapan,

    hal ini dapat dilihat dari cara beliau mengajar, biasanya mereka

    menggunakan model pembelajaran yang itu-itu saja dan tidak

    bervariasi, akibatnya ssiwa menjadi kurang menarik disaat proses

    pembelajarannya.”23

    - Kurangnya waktu untuk melakukan tindak lanjut pelajaran yang

    sudah disampaikan, ini juga terbukti di MTs Negeri Wirosasri

    untuk mata pelajaran SKI kurang maksimal dalam memahamkan,

    karena terkadang mapel SKI dianggap materi yang menjenuhkan

    seperti halnya sebuah dongeng.

    Terkait ini, guru SKI mengeluhkan :

    ” Terbatasnya kesempatan berdiskusi di dalam kelas menjadikendala dalam menerapkan dan mengembangkan modelpembelajaran CTL, bayangkan dalam waktu satu minggu hanyaada waktu 2 jam untuk mata pelajaran SKI, selain itu jugaadanya tuntutan target kurikulum yang terlalu padat sehinggaterkesan materi yang banyak terabaikan, dan terkadang hanyadisampaikan dengan model ceramah saja. ”24

    - Terkadang siswa tidak melaksanakan tugasnya, ini sesuai dengan

    apa yang diamati oleh peneliti masih banyak siswa yang tidak

    mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dikarenakan

    pada waktu pembelajaran siswa kurang memperhatikan ketika guru

    menyampaikan materi, sebagaimana yang diungkapkan oleh guru

    SKI:

    ” Tugas yang kita berikan sebenarnya tidak terlalu sulit, asalkansiswa benar-benar mau berusaha untuk mengerjakannya, kitamembuka kesempatan seluas-luasnya untuk bertanya ketika adapermasalahan, tetapi anak-anak terkadang tidak menyadari itu,akibatnya mereka tidak mampu mengerjakan tugasnya, kebanyakanyang demikian adalah siswa laki-laki, sehingga dapat disimpulkan

    23 Wawancara dengan Kepala Madrasah pada tanggal 2 November 201724 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 2017

  • 62

    bahwasannya ketidaksiapan siswa dalam menjalankan tugasnyadapat menganggu kelancaran proses pembelajaran.”25

    - Bagi anak yang kurang memiliki kreatifitas, bisa menjadi beban

    terhadap tugas yang yang diberikan, ini juga akan bisa menjadi

    kendala pada penerapan pembelajaran CTL dalam hal menemukan

    pokok permasalahan materi pelajarannya.

    Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bu Nurul sebagai

    guru SKI :

    ” Salah satu kendala dalam menerapkan dan mengembangkanmodel pembelajaran CTL yaitu terkadang beberapa siswakebingungan ide dalam mengerjakan tugas yang diberikan, makapentingnya kreatifitas dan inovasi sangat mempengaruhi siswadalam melaksanakan tugas-tugasnya.”26

    Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan faktor-

    faktor penghambat penerapan pembelajaran Contextual Teaching and

    Learning (CTL) yaitu:

    1. Ada sebagian guru yang menggunakan model

    pembelajaran yang monoton dengan persiapan yang

    kurang matang

    2. Kurangnya waktu untuk melakukan tindak lanjut

    pelajaran yang sudah disampaikan

    3. Terkadang siswa tidak melaksnakan tugasnya

    4. Bagi anak yang kurang memiliki kreatifitas, bisa menjadi

    beban terhadap tugas yang diberikan

    Berdasarkan hasil analisis diatas, temuan peneliti tentang faktor

    pendukung dan penghambat dalam implementasi strategi pembelajaran

    Contextual Teaching and Learning (CTL) di MTs Negeri Wirosari adalah

    25 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 201726 Wawancara dengan Guru SKI pada tanggal 2 November 2017

  • 63

    faktor guru, siswa, sarana prasarana, waktu, dan kebijakan kepala

    Madrasah.

    4. Analisis Pembahasan

    1. Analisis penerapan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI

    Abdul Majid dalam strategi pembelajaran mengutip penjelasan

    Sardiman AM dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi dalam

    Belajar Mengajar menyebut istilah pembelajaran dengan interaksi

    edukatif. Menurut beliau, yang dianggap interaksi edukatif adalah interaksi

    yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk mendidik,

    dalam rangka mengantar peserta didik kearah kedewasaanya.

    Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta

    didik di dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan

    diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalani.27

    Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

    merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

    yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

    membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

    penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

    masyarakat.28 Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk

    kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari

    guru ke siswa.29

    Berdasarkan temuan penelitian mengenai pelaksanaan

    pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MTs Negeri

    Wirosari, adalah: 1) Pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan

    mental siswa. 2) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung. 3)

    Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri. 4)

    27 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013 hlm.28328 Abdul majid, op.cit hlm.228.29 Ibid, hlm. 103.

  • 64

    Mempertimbangkan keragaman siswa. 5) Memperhatikan multi-

    intelegensi siswa. 6) Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk

    meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah,

    dan keterampilan berfikir tingkat tinggi. 7) Menerapkan penilaian autentik.

    Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan

    bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal di

    kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan,

    kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.Untuk itu

    diperlukan sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa

    menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa

    mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui strategi

    Contextual Teaching and Learning (CTL), siswa diharapkan belajar

    melalui mengalami bukan menghafal.

    Hal tersebut di atas, sesuai menurut E. Mulyasa bahwa : “Melalui

    proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik

    akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna

    yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. “Contextual Teaching

    and Learning (CTL) memungkinkan proses belajar yang tenang dan

    menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga

    peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa-apa yang

    dipelajarinya”.30

    Contextual Teaching and Learning (CTL) membuat siswa mampu

    menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dan konteks kehidupan

    mereka untuk menemukan makna. Hal itu memperluas konteks pribadi

    mereka. Kemudian, dengan memberikan pengalaman-pengalaman baru

    yang merangsang otak membuat hubungan-hubungan baru, kita membantu

    mereka menemukan makna baru.

    30 E. Mulyasa, Kurikulum Yang Disempurnakan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2006), hlm.218

  • 65

    Oleh karena itu strategi yang saat ini dianggap tepat dalam

    pembelajaran SKI adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning

    (CTL), karena Contextual Teaching and Learning (CTL) memungkinkan

    proses belajar yang menyenangkan, karena pebelajaran dilakukan secara

    alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung

    apa-apa yang dipelajarinya. Pembelajaran Contextual Teaching and

    Learning (CTL) mendorong peserta didik memahami hakikat, makna dan

    manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin dan termotivasi

    untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar.

    Seperti yang diungkapkan oleh guru SKI di MTs Negeri Wirosari

    bahwa dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

    siswa dibawa kedunia nyata dengan begitu siswa akan mudah termotivasi,

    dan dengan siswa dibawa pada penerapan yang sengguhnya dimasyarakat

    anak akan lebih mudah memahami sesuatu yang dipelajarinya dari pada

    kita menggunakan metode-metode yang lainnya, sehingga dengan

    Contextual Teaching and Learning (CTL) hasil belajar siswa yang

    diharapkan akan lebih maksimal.

    Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

    sangat bermanfaat bagi siswa baik dilingkungan sekolah, keluarga,

    maupun masyarakat, dalam pembelajaran Contextual Teaching and

    Learning (CTL) ini siswa lebih berkesan karena mereka mengalami

    sendiri secara langsung. Dari sini dapat di lihat salah satu unsur terpenting

    dalam penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

    adalah pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran di dalam

    kelas.

    Seperti yang dikatakan oleh Nurhadi dalam bukunya Pembelajaran

    Kontekstual Dan Penerapannya Dalam KBK menjelaskan bahwa peran

    guru dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

    adalah sebagai pengarah dan pembimbing.Untuk itu seorang guru harus

    memahami konsep pembelajaran Contextual Teaching and Learning

  • 66

    (CTL) terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan benar.Agar siswa

    dapat belajar lebih efektif, guru perlu mendapat informasi tentang konsep-

    konsep pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan

    penerapannya.31

    Adapun Komponen - Komponen Pembelajaran Kontekstual yang

    diterapkan sebagai berikut :

    1. Konstruktivisme

    Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL

    yaitu bahwa pengehtahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit

    yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit dan

    tidak sekoyong-konyong . Mengembangkan pemikiran siswa akan

    belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan

    sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan

    barunya. Pandangan konstruktivis strategi memperoleh lebih

    diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didik

    memperoleh dan mengingat pengetahuan .

    2. Inquiri

    Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan

    pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang

    diperoleh peserta didik diharapkan bukan dari hasil mengingat

    seperangkat fakta-fakta, melainkan dari hasil menemukan sendiri.

    Siklus inquiry: observasi (Observation), bertanya (Questioning),

    mengajukan (Hiphotesis), pengumulan data (Data Gathering),

    penyimpulan (Conclussion)

    3. Bertanya

    Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan

    guru untuk mendorong membimbing dan menilai kemampuan

    peserta didik. Bagi peserta didik kegiatan bertanya merupakan

    bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis

    31 Nurhadi, dkk, Pembelajaran Konetekstual dan Penerapan Dalam KBK,(Malang:Universitas Negeri Malang, 2003), hlm. 13

  • 67

    inquiry yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang

    sudah ia ketahui, dan mengarahkan perhatian ada aspek yang belum

    diketahui. Setelah siswa mampu memberikan sebuah pertanyaan,

    maka keaktifan siswapun mulai tumbuh dalam memulai proses

    pembelajaran CTL dengan baik.

    4. Masyarakat Belajar

    Konsep learning community menyarankan agar hasil

    pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain .

    Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pembelajaran

    sebagai proses sosial. Melalui interaksi dalam komunitas belajar

    proses dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Hasil belajar

    diperoleh dari berkolaborasi dan kooperasi .

    5. Pemodelan

    Komponen pemodelan maksudnya dalam sebuah

    pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model

    yang bisa ditiru . Misalnya adalah seorang guru memberikan contoh

    bagaimana tata cara berwudhu yang sesuai aturan kemudian

    ditirukan oleh peserta didik secara bersamaan.

    6. Refleksi

    Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau

    pengetahuan yang baru diterima . Misalnya ketika pelajaran mata

    pelajaran SKI, guru menerangkan sejarah Rosullullah SAW dalam

    berdakwah maka siswa bisa merenung dan berfikir bahwa betapa

    susahnya menyebarkan agama islam pada zaman dulu. Maka dari

    itu refleksi bisa dijadikan proses untuk menganalisis pada proses

    pembelajaran.

    7. Penilaian Otentik

    Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang

    bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik .

    Kemajuan pembelajaran siswa dinilai dari prosesnya, bukan semata-

    mata dilihat dari hasilnya saja. Proses inipun menekankan pada

  • 68

    peserta didik untuk melakukan kegiatan yang nyata bermanfaat

    untuk diri peserta didik32.

    Pembelajaran kontekstual bisa digunakan sebagai dasar menilai

    prestasi peserta didik antara lain kegiatan dan laporannya, pekerjaan

    rumah, kuis, hasil karya, presentasi atau penampilan peserta didik,

    demontrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.

    2. Analisis Kelebihan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI

    Abdul Majid menjelaskan tentang CTL dalam bukunya yang

    berjudul Stategi Pembelajaran adalah sebagai berikut: Stategi

    pembelajaran CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan

    bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran

    yang dipelajarinya dengan mengaikan materi tersebut terhadap konteks

    kehidupan mereka sehari-hari (pribadi, sosial dn kultural). Sehingga siswa

    memiliki pengetahuan/ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan

    dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan / konteks lainnya.

    Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa

    mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari

    pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim

    yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kelas.

    Sesuatu yang baru datangnya dari siswa itu sendiri bukan dari guru33.

    Penerapan pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI ini

    memberikan pemahaman tentang nasionalisme. Hal tersebut dilihat dari

    materi sejarah yang disampaikan oleh guru ketika dikelas. Diawali ketika

    guru tersebut memberikan brainstorming kepada peserta didik kemudian

    dikontekstualkan pada keadaan sekarang. Peserta didik diajak untuk

    menyelami pembahasan sejarah supaya bisa dijadikan sebuah ibrah dalam

    kehidupan sehari-hari. Siswa nantinya akan memahami bagaimana sikap

    nasionalisme ini terpatri dalam kehidupan di madrasah maupun dirumah.

    32 Daryanto, Inovasi Pembelajaran Efektif, Yrama widya, Bandung, 2013. Hlm.14133 Ibid, Abdul Majid. Hlm.228

  • 69

    3. Analisis Faktor Pendukung dan penghambat proses penerapan

    pembelajaran CTL pada mata pelajaran SKI.

    Proses penerapan pembelajaran kontekstual metode CTL dalam

    pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas IX di MTs Negeri

    Wirosari Kabupaten Grobogan, tentu tidak lepas dari hal-hal yang

    mendukung maupun menghambat akibat dari faktor-faktor yang beraneka

    ragam

    1) Faktor pendukung

    Peran guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah relatif tinggi.

    Peran guru tersebut terkait dengan peran siswa dalam belajar.34 Dalam

    rangka meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam mengikuti mata

    pelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam di MTs Negeri Wirosari

    Kabupaten Grobogan, kemampuan guru itu sendiri sangat menjadi

    faktor utama pendukung berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran.

    Guru mata pelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam di MTs Negeri

    Wirosari Kabupaten Grobogan. Peneliti menganggap sudah

    mempunyai kemamapuan yang cukup baik untuk meningkatkan

    pemahaman nasionalisme pada mata pelajaran Sejarah Kebudaayaan

    Islam dikelas. Guru mampu memilih metode Contextual Teaching and

    Learning (CTL) dalam menyampaikan materi, menjelaskan materi

    dengan baik, mampu mengaitkan adanya teori pada materi dalam

    sebuah kehidupan yang nyata atau dengan bahasa lain adalah

    mengkontekstualisasikan nilai-nilai sejarah dalam pemahaman siswa.

    Serta mampu memberikan humor-homor ringan ditengah-tengah

    seriusnya pelajaran, Tanya jawab kepada siswa, sehingga siswa sangat

    antusisas dalam pembelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam yang

    diajarkan sehingga terhindar dari rasa bosan.

    2) Faktor penghambat

    Selain faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas belajar

    siswa juga terdapat faktor dari dalam diri siswa yang sangat

    34 Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 33

  • 70

    mempengaruhi yaitu kesiapan siswa untuk mengikuti mata pelajaran.

    Berdasarkan pengamatan peneliti dilokasi siswa di MTs Negeri

    Wirosari Kabupaten Grobogan disini adalah kelas IX terkesan kurang

    dalam mengikuti mata pelajaran Sejarah Kebudaayaan Islam yang jam

    pelajarannya di waktu siang dikarenakan capek, terkadang mereka

    masih terkonsentrasi pada mata pelajaran sebelumnya ataupun malah

    asik melanjutkan obrolan dengan teman sebangkunya.

    Sering atau bahkan ada dari siswa yang tidak memperhatikan

    dengan baik saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran didepan

    kelas, dari mereka kebanyakan ada yang mengobrol dengan teman

    sebangkunya atau sibuk menulis dan menggambar sendiri bahkan

    melamun dan mengantuk, kemampuan siswa juga perlu mendapat

    sorotan yang tajam, kemampuan disini yang dimaksud adalah

    kemampuan siswa untuk memahami pelajaran, kemampuan siswa

    untuk memahami keterangan guru, dan kemampuan siswa untuk

    mengambil ibroh dalam kehidupan sehari-hari baik dikelas maupun di

    keluarga.

    Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran juga masih kurang,

    siswa manjadi pendengar setia dan objek pembelajaran dari guru.

    Selain itu aktivitas belajar dalam memperhatikan penjelasan dari guru

    masih sering terganggu jika ada salah satu murid yang berbuat ramai

    dan gaduh, sehingga perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran

    menjadi terganggu bahkan bisa beralih. Untuk mengatasi hal tersebut

    maka biasanaya di awal pelajaran guru memberikan pertanyaan-

    pertanyaan mengenai mata pelajaran terdahulu secara acak terhadap

    siswa dan juga selain itu kemampuan untuk berinteraksi atau

    komunikasi secara baik dengan siswa mutlak dimiliki, agar dapat

    membuat siswa merasa senang sehingga siswa aktif untuk

    memperhatikan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

    Keadaan sarana dan prasarana juga dapat menjadi faktor

    penghambat dalam pembelajaran diantaranya kurangnya pemanfaatan

  • 71

    sarana perpustakaan, meskipun diperpustakaan terdapat beberapa

    sumber pelajaran yang dibutuhkan dan juga siswa kesulitan untuk

    belajar sendiri dirumah ada yang membantu orang tua dan banyak

    aktivitas dikarenakan banyak siswa yang siang juga masih sekolah dan

    malamnya juga masih mengaji dimushola.

    Adanya faktor internal dan eksternal yang terjadi tentu harus

    mampu disikapi dengan bijaksana. Peran penting seorang guru dalam

    pembelajaran, suasana belajar mengajar kooperatif yang harus

    diciptakan guru, antara lain:

    1) Membuat desain Pembelajaran secara tertulis, lengkap, dan

    menyeluruh.

    2) Melakukan pembelajaran sesuai dengan berbagai model

    pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa, bahan

    belajar, dan kondisi sekolah setempat. Penyesuain tersebut

    dilakukan untuk peningkatan mutu belajar.

    3) Dalam berhadapan dengan siswa, guru berperan sebagai fasilitator

    belajar, pembimbing belajar, dan pemberi balikan belajar.35

    4) Guru sebagai komunikator terhadap orang tua siswa dan

    masyarakat harus menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya

    dengan siswa. Adanya rasa kasih sayang yang tumbuh antara guru

    dan siswa.

    Dari pemarapan di atas peneliti menyimpulkan bahwa faktor

    pendukung penerapan pembelajaran dengan model CTL dalam pada

    mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas IX di MTs Negeri

    Wirosari Kabupaten Grobogan dari kemampuan guru itu sendiri

    sangat menjadi faktor utama pendukung berhasil atau tidaknya suatu

    pembelajaran dan sikap yang ramah dan terbuka serta dapat

    membimbing siswa, fasilitas sekolah yang memadai untuk proses

    pembelajaran, komunikasi yang terjalin dengan baik antara guru dan

    siswa seingga dapat menimbulkan rasa nyaman belajar siswa.

    35 Ibid, hlm. 37

  • 72

    Sedangkan faktor penghambat penerapan pembelajaran dengan

    model CTL pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas IX

    di MTs Negeri Wirosari Kabupaten Grobogan diantaranya ketidak

    matangan atau ketidaksiapan siswa, dan sifat egoisme siswa masih

    sering muncul. Dari segi eksternal diantaranya adanya masalah dalam

    keluarga peserta siswa, kurangnya pemberian motivasi untuk belajar,

    komunikasi dan pengertian yang kurng maksimal dari keluarga, dan

    yang sangat berpengaruh di era global sekarang yaitu penggunaan

    fasilitas elektronik di rumah yang kurang bijaksana oleh anggota

    keluarga dan siswa.

    Berdasarkan analisis tentang faktor penghambat penerapan

    pembelajaran kontekstual maka muncul sebuah solusi yang bisa

    menjadi jawaban dari hambatan tersebut. Yaitu dengan mengajak

    peserta didik untuk berperan aktif dalam forum pembelajaran dalam

    kelas. Memberikan peringatan kepada peserta didik yang ribut dalam

    kelas, bisa oleh temannya sendiri. Terkait sarana prasarana yang

    memang bisa digunakan untuk menunjang pembelajaran bisa dipakai

    sebagaimana mestinya. Yang terpenting adalah subtansi materi bisa

    tersampaikan dengan lancar.