BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/2335/9/2013-1-87201-231409010-bab4... ·...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/2335/9/2013-1-87201-231409010-bab4... ·...
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Asal Usul Kejadia Daerah Buol
Menurut keyakinan masyarakat Buol yang bersumber dari tradisi lisan yang
dituturkan dan diwariskan dari generasi ke generasi, bahwa asal mula kejadian tanah
Buol berkaitan erat dengan pelayaran Nabi Nuh a.s di zaman dahulu kala. Sebelum
itu Daerah Buol belum ada, semuanya masih berupa lautan luas.
Pada suatu ketika di tengah lautan kapal Nabi Nuh a.s melakukan putaran
(manuver) sebanyak tiga kali kemudian meneruskan pelayarannya. Di lokasi kapal
tempat melakukan manuver tersebut terjadi gelombang besar disertai buih air laut
yang sangat banyak, buih air laut tersebut lama kelamaan mengering bersamaan
dengan air banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s yang telah menenggelamkam bumi
manusia yaitu kaum yang telah ingkar kepada Allah S.W.T, dan utusannya Nabi Nuh
a.s. Setelah air laut tersebut surut kembali, maka muncullah pulau-pulau, daratan,
lembah dan gunung-gunung.
Mengalami proses alam yang lama, lengkap dengan kehidupan flora dan
fauna, maka tempat tersebut menjadi negeri yang kemudian hari diberi nama
“Bwuolyo” yaitu dari asal kata Bwulya yang artinya Buih. Menurut orang Belanda
42
kata Bwuolyo ditulis menjadi Bwuool, (Buwol) kemudian berubah menjadi Boeol dan
terakhir yang disesuaikan dengan ejaan baru yang disempurnahkan menjadi “Buol”
(dalam A. Rahim Samad, 2000 : 6-7).
4.1.2. Sejarah Singkat Kabupaten Buol
Menurut Nasarudin Mangge sebelum Daerah Buol menjadi salah satu
kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, Daerah Buol masih
bergabung dan merupakan bagian dari wilayah Toli-toli yaitu dikenal dengan
Kabupaten Buol Toli-toli. Kabupaten ini merupakan salah satu dari ke empat
kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah yang terbentuk pada tahun
1960 berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 1959, yang merupakan
gabungan dari dua wilayah yaitu Daerah Buol dan Daerah Toli-toli. Dengan
perkembangan zaman Derah Buol memekarkan diri dari Toli-toli dan menjadi
satu kabupaten sendiri. Kabupaten Buol dibentuk berdasarkan Undang-
undang No. 51 Tahun 1999 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Buol
Toli-toli dan diresmikan pada tanggal 27 November tahun 1999 atas nama
Mentri Dalam Negeri yaitu Gubernur H.B Paliudju. Ir. Abdul Karim Mbouw
dilantik di Jakarta sebagai Pejabat Bupati Buol pertama pada tanggal 12
Oktober tahun 1999 (wawancara, tanggal 29 Maret 2013).
4.1.3. Keadaan Geografis Kabupaten Buol
1. Letak Geografis
Buol adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang
beribukota di Kecamatan Biau/Kota Buol. Wilayah Kabupaten Buol berada di bagian
43
utara Provinsi Sulawesi Tengah dengan letak wilayah antara 0,35° – 1,20° LU dan
120,12° – 122,09° BT. Di samping itu, wilayah Kabupaten Buol terletak di sebelah
Timur Kabupaten Toli-toli dan terletak di sebelah utara wilayah Provinsi Sulawesi
Tengah, sebagian wilayahnya berbatasan langsung dengan pantai yang menyebabkan
Kabupaten Buol beriklim panas, dengan rata-rata curah hujan yaitu 99,75 mm
dengan maksimal curah hujan pada bulan Februari di Kecamatan Bokat.
Kabupaten Buol mempunyai batas-batas wilayah administrasi adalah sebagai
berikut :
- Sebelah Utara ------ Dengan Laut Sulawesi sekaligus Negara Fhilipina
- Sebelah Selatan ------ Dengan Provinsi Gorontalo dan Parigi Moutong
- Sebelah Timur ------ Dengan Provinsi Gorontalo
- Sebelah Barat ------ Dengan Kabupaten Toli-toli
Menurut Maryan G. Mailili bahwa BUOL adalah merupakan singkatan dari
sebuah nama batas-batas wilayah Kabupaten Buol yaitu antara Provinsi
Gorontalo di sebelah Timur, dan Kabupaten Toli-toli di sebelah Barat. Karena
Buol mempunyai nama Desa Umu yang terletak di sebelah Timur dan
berbatasan langsung dengan Provinsi Gorontalo, Kemudian Buol juga
mempunya nama Desa Lakuan yang terletak di sebelah Barat sekaligus
berbatasan langsung dengan Kabupaten Toli-toli, maka dari itu BUOL dikenal
sebagai Bujur Umu Ordinat Lakuan. Istilah ini muncul dalam fikiran
masyarakat untuk menunjukan batas-batas wilayah Kabupaten Buol dari timur
ke barat (wawancara tanggal 24 Maret 2013).
44
2. Luas Wilayah
Kabupaten Buol mempunyai luas wilayah ± 4.043, 57 Km², dan memiliki
11 (sebelas) kecamatan yaitu Kecamatan Paleleh, Paleleh Barat, Gadung, Bunobogu,
Bokat, Bukal, Biau, Momunu, Tiloan, Karamat, dan Lakea.
Untuk lebih jelas mengetahui luas wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten
Buol, yaitu dengan melihat tabel 1.1. berikut :
Tabel 1.1.
Presentase Luas Kecamatan yang ada di Kabupaten Buol.
No Kecamatan Luas (Km²) Presentase (%)
1 Paleleh 386,19 Km² 9,55 %
2 Paleleh Barat 200,68 Km² 4,96 %
3 Gadung 160,38 Km² 3,97 %
4 Bunobogu 327,15 Km² 8,09 %
5 Bokat 196,10 Km² 4,85 %
6 Bukal 355,52 Km² 8,79 %
7 Biau 217,80 Km² 5,39 %
8 Momunu 400,40 Km² 9,90 %
9 Tiloan 1.437,70 Km² 35,55 %
10 Karamat 153,10 Km² 3,79 %
11 Lakea 208,55 Km² 5,16 %
Kabupaten Buol 4.043,57 Km² 100,00 %
Hasil estimasi tahun 2010.
Sumber : Bagian tata pemerintahan Kantor Bupati Buol
45
4.1.4. Keadaan Demografis
1. Keadaan Penduduk
Berdasarkan estimasi, pada tahun 2011 penduduk Kabupaten Buol mencapai
134.776 jiwa, terdiri dari 69.290 jiwa laki-laki dan 65.486 jiwa perempuan. Penduduk
yang terbanyak berada di Kecamatan Biau. Kabupaten Buol dengan luas wilayah
4.043,57 km² memilki kepadatan penduduk 33,3 jiwa/km². Apabila dengan melihat
penyebaran penduduk pada tingkat kecamatan, wilayah yang merupakan kepadatan
penduduk tertinggi adalah Kecamatan Biau yaitu 129 jiwa/km², dan Kecamatan yang
kepadatan penduduknya sangat rendah adalah Kecamatan Tiloan yaitu 7 jiwa/km².
Rasio jenis kelamin di Kabupaten Buol tahun 2011 adalah sebesar 105,81
yang berarti secara rata-rata bila disuatu wilayah di Kabupaten Buol terdapat 100
penduduk perempuan, maka di wilayah itu juga terdapat 106 penduduk laki-laki atau
dengan kata lain jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 5,8 % dari penduduk
perempuan.
Komposisi atau struktur umur penduduk di Kabupaten Buol menunjukan
bahwa terdapat 55.469 penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke
atas), dan 79.307 penduduk usia produktif (15-64 tahun).
Untuk lebih jelas mengetahui lajunya pertumbukan penduduk Kabupaten Buol
yaitu dengan melihat tabel 1.1. berikut :
46
Tabel.1.1.
Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Buol Tahun 2011
No Kecamatan Jumlah Penduduk
Laju Pertumbuhan
Penduduk (%)
2000 2010 2011 2010-2011
1 Paleleh 13.759 11.323 11.533 1,84 %
2 Paleleh Barat 5.375 5.475 1,84 %
3 Gadung 11.337 11.546 1,83 %
4 Bunobogu 16.610 8.814 8.977 1,83 %
5 Bokat 21.012 12.609 12.841 1,82 %
6 Bukal 13.485 13.734 1,83 %
7 Biau 27.567 28.078 1,84 %
8 Momunu 19.276 13.869 14.125 1,83 %
9 Tiloan 9.955 10.139 1,83 %
10 Karamat 8.296 8.449 1,84 %
11 Lakea 27.348 9.700 9.879 1,83 %
Jumlah 98.005 132.330 134.776 1,83 %
Hasil estimasi berdasarkan data penduduk tahun 2011
Sumber : Bagian tata pemerintahan Kantor Bupati Buol
2. Agama
Kabupaten Buol adalam merupakan daerah yang didiami oleh berbagai
macam suku bangsa dengan memeluk agama yang berbeda-beda. Berdasarkan agama
yang dipeluknya bahwa 93,84 % penduduk yang ada di Kabupaten Buol memeluk
Agama Islam, 1,23 % penduduk memeluk Agama Kristen, 2,62 % penduduk
47
memeluk Agama Katolik, 2,10 % memeluk Agama Hindu dan 0,21 % penduduk
memeluk Agama Budha. Meskipun penduduk yang ada di Kabupaten Buol sangat
heterogen, namun kerukunan hidup antar agama selalu dijaga dan terjalin dengan
baik.
3. Suku
Negara Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan
didiami berbagai macam suku, ras dan etnik yang membuat bangsa Indonesia kaya
akan budaya. Walaupun demikian, Bangsa Indonesia tetap satu yang diikat dalam
suatu simbol yaitu Bhineka Tunggal Ika yang dalam arti meskipun berbeda-beda
(suku, ras, etnik dan agama) rakyat Indonesia tetap satu.
Kabupaten Buol adalah salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi
Tengah yang mempunyai bahasa, budaya dan adat istiadat sendiri yang merupakan
ciri khas dari Daerah Buol, namun demikian Kabupaten Buol telah didiami oleh
berbagai macam suku yang memperkaya budaya Daerah Buol. Suku-suku yang telah
mendiami Daerah Buol antara lain Suku Buol, Gorontalo, Bualemo, Toli-toli, Kaili,
Mandar, Bugis, Banjar, Jawa, Manado, Kaidipang, Bolangitang, Mongondow, Arab,
Cina, dan Suku Bangsa Mindanao (Fhilipina).
48
4.2. Sajian Data
4.2.1. Perubahan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Buol
Masyarakat Buol adalah masyarakat yang mempunyai bahasa, budaya dan
adat istiadat sendiri yang sampai sekarang ini masih terpelihara dan selalu digunakan
oleh masyarakat Buol sebagai satu kesatuan untuk mempersatukan masyarakat Buol.
Kehidupan sosial budaya masyarakat Buol sebelumnya masih sangat premitif
dan tradisional, hubungan-hubungan dalam masyarakat sangat bersifat kekeluargaan
dan terjalin dengan baik. Budaya-budaya dan tradisi dalam masyarakat sangat
dijunjung tinggi dan dipertahankan oleh semua masyarakat, namun dengan
perkembangan zaman dan majunya IPTEK telah membawa berbagai macam
perubahan dalah kehidupan sosial budaya masyarakat.
1. Perubahan Sosial
Menurut Samsudin Lasau kehidupan sosial masyarakat Buol masih sangat
sederhana. Masyarakat yang ingin pergi belanja di pasar Buol harus berjalan
kaki karena pada saat itu masih sangat terbatas alat transportasi seperti motor
atau mobil. Kendaraan yang digunakan masyarakat sebagai alat transportasi
adalah gerobak yang ditarik oleh sapi (wawancara, tanggal 23 Maret 2013).
Menurut Maryam G. Mailili hubungan kekerabatan dalam keluarga masih
sangat terjalin erat, saling menghargai, hormat-menghormati, dan tidak boleh
memanggil nama kepada orang yang lebih tua. Masyarakat melakukan
Silaturahmi dengan pejabat di saat hari lebaran, yaitu diadakan kunjungan dari
49
masing-masing distrik (kecamatan) dengan menggunakan rebana, kemudian
diterima oleh Madika (Raja) (wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
Menurut Hasan Ta’asar “kehidupan sosial masyarakat Buol masih sangat
sederhana dan bersifat premitif, seluruh pekerjaan selalu dilakukan dengan tenaga
manusia” (wawancara, tanggal 26 Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge kehidupan sosial masyarakat Buol sangat bersifat
kekeluargaan dan selalu menghormati orang yang lebih tua. Masyarakat selalu
mengutamakan sikap gotong royong, dan selalu sopan santun kepada orang
lain. Dalam membangun sebuah rumah seperti rumah patok (Rumah yang
terbuat dari patok ) mereka selalu bersama-sama dan saling membantu,
bahkan ada salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yaitu arisan
membangung rumah yang dilakukan setiap bulan. Pada kegiatan arisan
membangun rumah tersebut yang dilakukan setiap bulan, masyarakat terlebih
dahulu melakukan Bokidu (musyawarah) untuk memutuskan siapa yang
menjadi Itoy Kalreja (orang yang dituakan) dalam pekerjaan untuk
membangun rumah tersebut. Itoy Kalreja (orang yang dituakan) akan memilih
satu orang dari anggota-anggotanya kepada siapa yang pertama dibangun
rumah, dengan melihat kondisi dan kehidupannya (wawancara, tanggal 29
Maret 2013).
Menurut Aisyah Entu “kehidupan sosial masyarakat pada saat itu sangat
sederhana sekali, hubungan-hubungan dalam masyarakat terlajin dengan baik”
(wawancara, tanggal 02 April 2013).
Menurut Sufu Tahura “kehidupan masyarakat Buol sangat memprihatinkan,
masyarakat belum mengenal ilmu teknologi, sumber daya manusia masih sangat
50
terbatas, namun hubungan dalam masyarakat sangat dijaga dan bersifat kekeluargaan,
sifat sopan santun sangat di junjung tinggi” (wawancara, tanggal 04 April 2013).
Menurut Ibrahim Turungku “hubungan dalam masyarakat sangat tejalin
dengan baik dan bersifat kekeluargaan, namun kehidupan masyarakat pada saat itu
masih di bawah pengaruh kekuasaan Belanda” (wawancara, tanggal 09 April 2013).
Kehidupan sosial masyarakat Buol setelah bergabung dengan Toli-toli dan
membentuk satu Kabupaten mulai berubah, hal ini dijelaskan oleh beberapa orang
tokoh masyarakat Buol adalah sebagai berikut :
Menurut Samsudin Lasau setelah wilaya Buol bergabung dengan Toli-toli dan
menjadi satu kabupaten, kehidupan sosial masyarakat sudah mulai
berkembang. Dulu alat transportasi yang digunakan oleh masyarakat adalah
gerobak yang ditarik oleh sapi, namun sekarang sudah ada yang menggunakan
sepeda, motor dan mobil meskipun masih terbatas. Masyarakat yang selesai
memanen padi sekarang sebagian sudah menggunakan mesin penggiling padi.
Pelayanan dalam masyarakat masih sangat terbatas, karena seluruh bidang
pemerintahan masih berpusat di Toli-toli (wawancara, tanggal 23 Maret
2013).
Menurut Maryam G. Mailili kehidupan sosial masyarakat Buol sudah mulai
berkembang. Masyarakat sudah mulai tersentuh oleh modernisasi dan
mengenal perkembangan ilmu teknologi yang membuat masyarakat berfikir
ingin berubah sesuai perkembangan zaman. Majunya teknologi dan ilmu
pengetahuan membuat masyarakat berubah, dulu masyarakat masih menulis di
batu tulis, kemudian di kertas dan bahkan sudah ada mesin ketik (wawancara,
tanggal 24 Maret 2013).
51
Menurut Hasan Ta’asar “setelah terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli
hingga Kabupaten Buol kehidupan sosial masyarakat mulai ada perubahan,
masyarakat sudah mengenal ilmu teknologi, sifat individual mulai ada pada
masyarakat” (wawancara, 26 Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge “kehidupan sosial masyarakat Buol sudah mulai
ada perkembangan, masyarakat sudah mengenal ilmu teknologi, alat transportasi
sudah mulai ada seperti sepeda, motor, dan mobil meskipun masing sangat kurang”
(wawancara, 29 Maret 2013).
Menurut Aisya Entu “setelah terbentuknya kabupaten Buol Toli-toli sampai
dengan terbentuknya Kabupaten Buol, etika dan moral masyarakat mulai berkurang,
mereka sudah kurang menghormati orang yang lebih tua” (wawancara, tanggal 02
April 2013).
Pada tahun 1999, wilayah Buol dimekarkan dari Kabupaten Buol Toli-toli dan
menjadi satu Kabupetan yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. Setelah terbentunya
Kabupaten Buol kehidupan sosial masyarakat semakin meningkat.
Menurut Samsudin Lasau kehidupan sosial masyarakat Buol mulai
berkembang mengikuti perkebangan zaman. Biasanya mereka mengerjakan
sesuatu bersama-sama, namun sekarang sudah lebih bersifat individual karena
mereka sudah mengenal ilmu teknologi dan lebih banyak menggunakan
tenaga mesin (wawancara, tanggal 23 Maret 2013).
Menurut Maryam G. Mailili kehidupan sosial masyarakat Buol semakin
berkembang, masyarakat sudah mengenal kemajuan ilmu pengetahuan dan
52
teknologi, seperti ATM, HP, Internet, Facebook mesin ketik Komputer dan
Laptop. Masuknya masyarakat trans dan suku-suku lain di Daerah Buol
membuat masyarakat Buol mulai tersingkirkan dari jalur utama sebagai
penduduk asli Buol. Adanya persaingan sehat antara masyarakat asli Buol
dengan suku-suku lain. Gaya hidup masyarakat Buol sudah modern
(wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
a. Bidang Pemerintahan
Sekitar tahun 1901 wilayah Buol sudah berstatus Afdeling, merupakan salah
satu Afdeling dari residensi Manado yang sejak tahun 1858 berdiri sendiri lepas dari
Gubernur Maluku, namun tetap masih di bawah kekuasaan Hindia Belanda..
Menurut Maryam G. Mailili, masyarakat Buol sudah memiliki sistem
pemerintahan sendiri, yaitu mengakui seorang Raja sebagai Kepala
Pemerintahan. Masyarakat Buol menyebut Raja adalah “Madika”, Raja
tersebut bertugas untuk menjalankan perintah dan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah Hidia Belanda, namun demikian dengan
perkembangan zaman sistem pemerintahan berubah menjadi sebuah KPN
(Kepala Pemerintahan Negeri) dengan mengguakan sistem pemerintahan
Trias Politika, yang system pemerintahanya terdiri dari :
a. Kepala Pemerintahan (Eksekutif) atau Bubato
b. Dewan Adat ( Legislatif) atau Bokidu Lripu
c. Bidang Hukum (Yudikatif) atau Ukum
d. Bidang Agama atau Moputih/rebi
e. Pengacara (Juru Bicara) atau Pabisara
f. Panglima (Pengawal Kerajaan) atau Palrima
g. Syah Bandar (Kapten Laut) atau Kapitalyau
53
h. Wakil raja atau Jogugu
i. Sekertaris Kerajaan atau Jurutulri
j. Pendidik atau Tilo ni Guru
Wilayah Buol terbagi dalam 5 (lima) distrik, yaitu distrik Paleleh, distrik
Bunobogu, distrik Bokat, distrik Momunu dan distrik Biau (wawancara
tanggal 24 Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge bahwa sebelum Indonesia merdeka Buol sudah
mempunyai pemerintahan sendiri yaitu seorang Raja yang diseebut
“Madika”, selain itu, masyarakat Buol juga mempunyai sebuah “Bokidu”
yaitu lembaga atau tempat untuk melakukan suatu musyawarah. Bentuk
pemerintahan yang ada pada masyarakat Buol mempunyai struktur
pemerintahan, yang terdiri dari yaitu :
a. Madika yaitu Raja
b. Jogugu yaitu Bidang Hukum
c. Moputih yaitu Bidang Agama
d. Kapitalyau yaitu Kapten Laut
Wilayah Buol terdiri darii 4 (empat) balak, yaitu balak Talaki, balak
Bunobogu, balak Kantanan, dan balak Tongon, kemudian berubah menjadi
distrik yang terdiri dari distrik Paleleh, distrik Bunobogu, distrik Bokat dan
distrik Biau. Setelah pada tahun 1964 terbentuk distrik Momunu yang
merupakan pemekaran dari distrik Biau (wawancara, tanggal 29 Maret 2013).
Menurut Aisyah Entu “dulu masyarakat Buol menganggap Madika (Raja)
sebagai kepala pemerintahan” (wawancara, 02 April 2013).
Menurut Ibrahim Turungku “masyarakat Buol sudah mempunyai
pemerintahan sendiri yang kepala pemerintahannya adalah seorang Madika (Raja)
54
yang diakui dan dihormati oleh seluruh masyarakat Buol” (wawancara, tanggal 09
April 2013).
Raja-raja yang memerintah Buol pada saat itu adalah :
1. Datu Alam Turungku (Raja ke-29) dengan Gelar “Ti pasumen”, memerintah (±
1899 – 1914 M) yang berkedudukan di Kasanang.
Pada masa pemerintahan Datu Alam Turungku, Belanda menjankan wajib
kerja Rodi (Heerendienst) yaitu pada tahun 1903. Dengan demikian sudah dua
macam kewajiban yang berat dibebankan kepada rakyat, yaitu pajak dan kerja rodi,
yang membuat kehidupan rakyat bertambah susah. Di pihak lain, belum ada usaha-
usaha Belanda untuk memajukan rakyat, semua usaha Belanda adalah hanya untuk
kepentingan semata. Namun demikian, pemerintah Hindia Belanda memberikan
hadia kepada Raja Datu Alam Turungku yaitu berupa “Pasment”. Pasment ialah
hiasan yang dilapisi emas dan dililitkan pada songkok Raja, maka dari itu Beliau di
beri Gelar “ Ti Pasument “.
Pada tahun 1911 Beliau jatuh gering dan menjadi gila, tetapi sembuh kembali.
Pada tanggal 20 November 1912, Assistent Resident Gorontalo menulis surat kepada
Resident Manado yang mengusulkan perubahan dalam pemerintahan Buol. Pada
tanggal 22 November 1912 Raja Datu Alam Turungku menandatangani Korte
Verklaring. Usul itu telah disetujui oleh Resident Manado dalam surat keputusannya
pada tanggal 1 April 1914, yaitu mengenai surat yang berlaku sejak mulai dari
55
tanggal 1 Januari 1913, isi surat keputusan tersebut telah merubah sistem
pemerintahan menurut adat istiadat Buol yaitu :
a. Badan musyawarah Bokidu sebagai lembaga legislatif dihapuskan
b. Jabatan-jabatan Presiden/Raja, Jogugu (wakil Raja), Ukum (bidang hukum),
Kapitalyau (Kapten Laut), dan lain-lain jabatan di bawahnya dihapuskan.
c. Distrik-distrik disederhanakan, dari lima distrik menjadi tiga distrik, yaitu
distrik Momunu masuk distrik Biau dan distrik Paleleh masuk distrik
Bunobogu.
Dari perubahan tersebut, di pusat pemerintahan hanya ada Raja, dan di tingkat
distrik hanya ada Marsaoleh yang masing-masing dibantu oleh Jurutulri (sekertaris),
namun di tingkat kampung tetap, yaitu Kepala Kampung, Jurutulri (sekertaris) dan
Mayor.
Mengetahui Raja Datu Alam Turungku (Raja Buol) dalam keadaan tidak
waras, maka Raja Bolaang Itang yang bernama Ram Suit Pontoh (Keturunan
Bangsawan Buol), memajukan keras/permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda
untuk menjadi Raja Buol dan permohonannya diterima. Raja Bolaang Itang
berencana setelah menjadi Raja, Beliau akan membangun Ibu Kota kerajaan yang
berlokasi diantara Desa Lokodidi dan Desa Lokodoka yaitu di Tabamuang/Desa
Matinan. Usaha Ram Suit Pontoh tersebut ditantang keras oleh H. Ahmad Turungku
yang waktu itu sebagai Marsaoleh Biau. H. Ahmad Turungku berpendirian bahwa
sebagai putra dari Datu Alam Turungku (Raja Buol), Beliau berhak menjadi Raja
56
Buol. Mendapat reaksi tersebut Belanda membatalkan persetuannya, dan
mengembalikan Ram Suit Pontoh ke Bolaang Itang. Pada tahun 1914 H. Ahmad
Turungku menggantikan Datu Alam Turungku sebagai Raja Buol.
2. H. Ahmad Turungku (Raja ke-30) memerintah (± 1914 – 1947 M) berkedudukan
di Roji atau Bendar kemudian di Leok.
Raja H. Ahmad Turungku diangkat pada tahun 1914 dan dinobatkan secara
adat yang dalam bahasa Buol “Ni Tongouk” yaitu pada tahun 1916. Beliau adalah
seorang Raja yang keras kemauan, disiplindan menjamin keamanan rakyar serta
kerajaan dari semua gangguan. Beliau menandatangani Korte Verkling pada tanggal
20 November 1915, pemerintahannya mendapat penilaian yang baik dari Belanda dan
mendapat penghargaan yaitu :
a. Pada tahun 1929 mendapat hadiah “Kepala Tongkat Emas”
b. Pada tanggal 17 Februari diberikan penghargaan “Bintang Emas Besar”
c. Pada tanggal 10 Agustus 1941 diberikan penghargaan “Bintang Emas Kecil”
Beliau diberikan penghargaan tersebut oleh Belanda setelah menjalani dinas
Raja selama 25 tahun. Raja H. Ahmad Turungku membangun istana yang cukup
megah di Roji yang disebut “Kumalrigu Sirap” atau Istana Atap Sirap, nama Roji
yang mulai berlaku tahun 1830 yang diberi nama oleh Pertugis tersebut kemudian
direbut oleh Belanda, dan masih tetap digunakan sebagai nama Ibu Kota Kerajaan
Buol sampai tahun 1930. Setelah itu, Roji berubah menjadi nama “Bendar” yang
berarti Kota.
57
Pada masa pemerintahan H. Ahmad Turungku, Kota Leok dibangun dan
dijadikan pusat pemerintahan atas usul Controleur Rookmake dan Waiswisz yaitu
pada tahun 1930.
Sekitar tahun 1940 nama Bendar sudah jarang dipakai, masyarakat sudah
menyebutnya Buol, karena nama Buol adalah meliputi seluruh wilayah Kerajaan
Buol. Dengan demikian, Istana Raja Kumalrigu Sirap (Istanah atap sirap) yang baru
dingun tahun 1924 dipindahkan ke Leok.
Beberapa istana yang cukup megah yang dibangun oleh Raja-raja dari Dynasti
Mokoapat adalah :
a. Kumalrigu Kasanangano “Istana Kesenangan” dibangun di atas bukit antara
Desa Kali dan Desa Kulango sekarang.
b. Kumalrigu Mopanggato “Istana Tinggi“ di Roji yang kemudian bernama
Bendar
c. Kumalrigu Seng “Istana Atap Seng” terletak di Bendar
d. Kumalrigu Sirapo “ Istana Atap Sirap” terletak di Leok
e. Kumalrigu Palreleh “Istana Paleleh” terletak di Paleleh
Istana-istana yang sebelumnya telah dibangun oleh Raja-raja tersebut sebagai
salah satu bukti peninggalan sejarah, telah rusak dan pada akhirnya ambruk/hancur
dan menyatu dengan tanah, yang tersisa sekarang tinggal puing-puing dari bangunan
istana tersebut.
58
Raja H. Ahmad Turungku memerintah sampai zaman Jepang dengan jabatan
sebagai Suco, dan zaman NICA dengan jabatan sebagai HPB (Hoofd Van Plastsckijke
Bestuvr) dan mengakhiri tugasnya (pensiun) pada bulan Mei tahun 1947. H. Ahmad
Turungku kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Muhammad Aminullah
Turungku, beliau adalah salah seorang Raja Buol yang lama memerintah yaitu ± 33
tahun ( dalam A. Rahim Samad, 2000 : 1- 4)
Pada tahun 1960 wilayah Buol bergabung dengan wilayah Toli-toli dan
membentuk salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah yang
bernama Kabupaten Buol Toli-toli, yang dibentuk berdasarkan undang-undang No.
29 tahun 1959.
Berkembangnya zaman dan majunya ilmu teknologi telah membawa
perubahan dalam berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat seperti bidang
pemerintahan. Sistem Pemerintahan yang ada pada masyarakat sudah berbentuk
Presiden sebagai kepala pemerintahan di wilayah Ibu Kota Negara, seorang Gubernur
di wilayah Ibu Kota Provinsi dan seorang Bupati di wilayah Ibu Kota Kabupaten.
Sebelum sistem pemerintahan berubah menjadi seorang Presiden sebagai Kepala
Negara, sistem pemerintahan masih berbentu Kerajaan yaitu seorang Madika (Raja)
sebagai Kepala Pemerintahan yang menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah
Hindia Belanda, Karena sebelum Negara Indonesia merdeka, masyarakat masih di
bawah pengaruh dan jajahan Hindia Belanda.
59
Menurut Maryam G. Mailili setelah terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli,
seluruh pemerintahan berkedudukan di wilayah Toli-toli, yaitu antara lain
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dinas Jawatan lainnya. Kabupaten
Buol Toli-toli terdiri dari 11 (sebelas) kecamatan, antara lain di wilayah Toli-
toli terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan Toli-toli Utara, Galang,
Baolan, Dondo, Dampal Utara dan Dampal Selatan. Kemudian di wilayah
Buol terdiri dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan Paleleh, Bunobogu, Bokat,
Momunu dan Biau (wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
Seluruh pemerintahan berdudukan di wilayah Toli-toli yang merupakan pusat
kabupeten menyebabkan kehidupan sosial budaya masyarakat sangat sulit dalam
berbagai pelayanan dan merasa termarjinalkan.
Menurut Nasarudin Mangge setelah wilaya Buol bergabung dengan Toli-toli,
seluruh pembangunan berpusat di wilayah Ibu Kota Kabupaten yaitu di Toli-
toli, dan wilayah Buol belum ada pembangunan. Maka dari itu, masyarakat
Buol merasa dianak tirikan, dan mengirim beberapa orang delegasi dari
masyarakat Buol untuk menghadap Bupati Buol Toli-toli, namun aspirasi
masyarakat Buol hanya di tampung dan tidak ada realisasi untuk
melaksanakan pembangunan di wilayah Buol. Melihat tidak adanya realisasi
pembangun tersebut, timbul pemikiran-pemikiran dari masyarakat yang ada di
wilayah Buol dan di rantau, seperti di Makasar, di Palu, di Jakarta dan di
Gorontalo, untuk melaksanakan simpesium/dialog yang berjudul “Buol Hari
Ini dan Kedepan”. Dengan adanya simpesium tersebut, hampir seluruh
masyarakat Buol hadir pada acara seminar untuk bersama-sama memikirkan
apakah Buol hanya tetap begini dan selamanya tidak ada perubahan,
kemudian muncullah ide dari masyarakat Buol yang ada di rantau, seperti
Abdul. Karim Hanggi, Ir. Karim Mbouw, Samsudin Salakea, Samsudin Intam,
Ibrahim Timumun mereka berembuk di Palu, isi dari rembukan tersebut
60
adalah “mo kumbulyopo kito tandanilyo tilro bwuolyo” (mari kita berkumpul
semua orang Buol) baik yang ada di wilayah Buol maupun di rantau. Dari
hasil remukan tersebut, muncullah TAWAB (Temu Akrab Warga Buol).
Melalui TAWAB itulah, timbul ide perjuangan menuntut pembentukan
kabupaten yang terjadi pada tahun 1997. Dengan adanya suatu TAWAB
melahirkan sebuah IKIB (Ikatan Keluarga Indonesia Buol), salah satu
program IKIB adalah menuntut pemekaran wilayah Buol menjadi kabupaten.
Pada tahun 1999 wilayah Buol menjadi kabupaten yang merupakan
pemekaran dari Kabupaten Buol Toli-toli, Kabupaten Buol dimekarkan
bersdarakan Undang-undang No. 51 tahun 1999, dan disahkan pada tanggal
16 September tahun 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 November tahun
1999, atas nama Mentri Dalam Negeri yaitu Gubernur H.B Paliudju. Ir. Abdul
Karim Mbouw dilantik di Jakarta sebagai Pejabat Bupati Buol pertama pada
tanggal 12 Oktober tahun 1999 (wawancara, tanggal 29 Maret 2013).
Pada tahun 1999 wilayah Buol dimekarkan dari kabupaten Buol Toli-toli dan
membentuk salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah.
Pembentukan Kabupaten Buol tersebut mengakibatkan berbagai macam perubahan
dalam pola kehidupan sosial budaya masyarakat Buol.
Menurut Samsudin Lasau “setelah tebentuknya Kabupaten Buol,
pemerintahan sudah berpusat di Kabupaten Buol. Pelayanan dalam masyarakat sudah
sangat mudah. Lembaga-lembaga hukum sudah mulai lengkap” (wawancara, tanggal
23 Maret 2013).
Menurut Maryam G. Mailili masyarakat Buol sudah mempunyai
pemerintahan sendiri dan berpusat di Kabupaten Buol. Terbukanya peluang
besar bagi anak dan masyarakat Buol untuk mengabdi kepada daerahnya
61
sendiri. Lembaga pemerintahan sudah mulai lengkap dan berpusat di
Kabupaten Buol, terkecuali Kodim/Kramil yang belum ada dan masih
terdapat di Toli-toli. Wilayah Buol terdiri dari 11 (sebelas) kecamatan yaitu,
Kecamatan Paleleh, Paleleh Barat, Gadung, Bunobogu, Bokat, Bukal,
Momunu, Tiloan, Biau, Karamat dan Lakea (wawancara, tanggal 24 Maret
2013).
Menurut Hasan Ta’asar “Terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli hingga
menjadi Kabupaten Buol, sangat memberikan perubahan dalam masyarakat,
pemerintahan-pemerintahan pada waktu itu sudah mulai ada untuk melayani
masyarakat” (wawancara, tanggal 26 Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge setelah tebentuknya Kabupaten Buol pada tahun
1999, keadaan Daerah Buol sangat memprihatinkan, karena fasilitas
pemerintahannya belum ada, namun demikian, seluruh lembaga hukum telah
berpusat di Kabupaten Buol dan mempunyai kepala pemerintahan sendiri
untuk mengatur Daerah Buol. Kabupaten Buol belum mempunyai
Kodim/kramil. Masyarakat sudah mudah mendapatkan pelayanan dari
pemerintah. Ir. Abdul Karim Mbouw ditunjuk sebagai Pejabat Bupati Buol
pertama melalui keputusan Mentri Dalam Negeri pada tanggal 12 Oktober
tahun 1999. Karena sakit, beliau meninggal Dunia pada tanggal 10 Februari
tahun 2000. Dengan demikian, melalui surat Mentri Dalam Negeri telah
ditunjuk dan dipercayai Drs. Abdul. Karim Hanggi sebagai Pejabat Bupati
Buol yang ke II dan menjabat sampai dengan tahun 2007, kemudian
dilanjutkan oleh H. Amran Batalipu yang menjabat sampai dengan tahun 2012
(wawancara, tanggal 29 Maret 2013).
62
Menurut Aisyah Entu “dengan terbentuknya Kabupaten Buol, masyarakat
dapat beraktivitas lebih baik dan mempunyai pemerintahan sendiri” (wawancara,
tanggal 02 April 2013).
Menurut Sufu Tahura “Daerah Buol sebelum menjadi kabupaten,
pemerintahannya masih berbentuk kerajaan, setelah daerah Buol bergabung dengan
Toli-toli dan menjadi satu kabupaten sendiri, pemerintahannya sudah berbentuk
presiden dan Buol sudah mempunyai pemerintahan sendiri” (wawancara, tanggal 04
April 2013).
Menurut Ibrahim Turungku “tebentuknya Daerah Buol memberikan suatu
kehidupan yang baik bagi masyarakat. Karena Buol sudah memiliki pemerintahan
sendiri dan seluruh lembaga pemerintahan sudah berpusat di Kabupaten Buol”
(wawancara, tanggal 09 April 2013).
b. Bidang Pendidikan
Pendidikan yang ada pada masyarakat Buol sebelumnya masih sangat rendah,
hal ini disebabkan kurangnya fasilitas pendidikan, biaya pendidikan sangat tinggi,
tenaga-tenaga pendidik masih sangat kurang sehingga menyebabkan kurangnya
Sumber Daya Manusia.
Menurut Maryam G. Mailili bahwa di Desa, hanya terdapat satu sekolah yang
dikenal dengan Sekolah Rakyat (SR) dan hanya sampai kelas 3 (tiga). Anak
perempuan tidak di izinkan untuk bersekolah. Setiap anak sekolah yang
bertemu dengan siapa saja selalu mengucapkan salam, karena sangat takut
kepada guru dan selalu menghormati orang yang lebih tua. Masyarakat jelata
63
yang ingin bersekolah hanya bisa sampai dengan kelas tiga dan tidak bisa
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Selain dari golongan
Bangsawan atau Raja tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi, karena biaya pendidikan yang sangat mahal. Alat tulis menulis yang
digunakan oleh anak sekolah adalah berupa batu tulis dengan menggunakan
kalam, setelah pelajaran berikutnya, tulisan tersebut harus dihapus untuk
menulis pelajaran berikutnya, karena pada saat itu belum ada terdapat buku
ataupun kertas yang bisa digunakan sebagai alat tulis menulis. Tenaga
pendidik di Sekolah Rakyat terdiri dari tenaga honorer yang diambil dari
sekolah-sekolah lain, dan lulusan dari SLTP yang dianggap mampuh untuk
mengajar. Seluruh siswa SR yang telah mengikuti ujian akhir, tes dan
jawabannya akan di periksa di Rayon Gorontalo. Setiap siswa yang pergi ke
sekolah harus berangkat sebelum matahari terbit atau masih gelap, dan
berjalan kaki menempuh jarak yang cukup jauh dengan membawa Ngongod
yaitu sebuah daun kelapa kering yang sudah diikat sedemikian rupa kemudian
dibakar dengan api untuk digunakan sebagai penerang jalan menuju sekolah.
Karena pada saat itu, belum ada kendaraan dan alat transportasi masih sangat
terbatas (wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
Menurut Hasan Ta’asar “pendidikan masyarakat Buol sebelum menjadi
kabupaten Buol Toli-toli masih sangat rendah, karena masyarakat tidak diberikan
kebebasan untuk bersekolah dan biaya pendidikan sangat mahal” (wawancara,
tanggal 26 Maret 2013).
Senada dengan Nasarudin Mangge anak-anak yang bisa bersekolah hanyalah
merupakan anak dari golongan Bangsawan, karena biaya pendidikan sangat
tinggi. Rakyat yang bukan dari golongan Bangsawan atau Raja, hanya
diberikan kebebasan untuk mendapatkan pendidikan sampai dengan kelas 3,
namun demikian, masyarakat Buol yang memiliki prestasi dalam pendidikan,
64
akan diberikan beasiswa oleh pemerintah untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Seperti Usman Binoor yang menjadi seorang duta
besar di wilayah Buol, karena Beliau adalah orang Buol yang pertama
melanjutkan pendidikan di Negara Amerika (wawancara, tanggal 29 Maret
2013).
Terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli Pada tahun 1960, telah memberikan
pengaruh terhadapa masyarakat. Pendidikan yang ada mulai berkembang, masyarakat
mempunyai kebebasan untuk bersekolah dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termasuk dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maka dibutuhkan sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai, terlebih-lebih dalam rangka menyukseskan progran wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun. Pada Tahun 2011 jumlah sekolah Taman Kanak-
kanak (TK) sebanyak 82 buah dengan murid sebanyak 4.650 orang. Jumlah tersebut
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 3.123 orang. Rasio
antara murid dan Guru TK Tahun 2011 di Kabupaten Buol adalah 12,1.
Untuk lebih jelas mengetahui jumlah sekolah, murid, dan guru taman kanak-
kanak dengan melihat tabel 1.1.
Tabel. 1.1.
Keadaan Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru Taman Kanak-kanak
dan Rasio Murid terhadap Guru
Table Number of Schools, Classes, Pupils and Teachers at Kindergartens and
65
Ratio of Pupils at Teachers
Tahun / Years 2011
No Kecamatan Sekolah Kelas Murid Guru
Rasio Murid
Terhadap Guru
1 Lakea 6 12 418 52 8,0
2 Biau 17 34 859 106 8,1
3 Karamat 2 4 125 8 15,6
4 Momunu 9 18 417 23 18,1
5 Tiloan 10 20 706 16 44,1
6 Bokat 11 22 537 46 11,7
7 Bukal 8 16 543 31 17,5
8 Bunobogu 4 8 223 28 8,0
9 Gadung 5 10 194 20 9,7
10 Paleleh 8 16 347 32 10,8
11 Paleleh Barat 2 4 103 7 14,7
Buol, 2011 82 164 4.650 369 12,1
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) terdapat 177 unit sekolah yang terdiri dari
163 unit sekolah Negeri, 3 unit sekolah Swasta, dan 11 unit Min/Mis. Jumlah SD
terbanyak terdapat di Kecamatan Biau sebanyak 29 unit. Jumlah murid SD yang
tercatat pada Tahun 2011 adalah 24.049 orang. Jumlah guru SD pada tahun 2011
sebanyak 1.352.
66
Untuk lebih jelas mengetahui jumlah Sekolah Dasar menurut statusnya
dengan melihat tabel 1.2.
Tabel. 1.2.
Keadaan Sekolah Dasar Menurut Statusnya
Table Number of Primary Schools by Status
Tahun / Years 2011
No Kecamatan
Districts
Negeri/
Public
Swasta/
Private
Min/Mis/
Islamic
School
Jumlah
Total
1 Lakea 8 - 2 10
2 Biau 24 1 4 29
3 Karamat 10 - 1 11
4 Momunu 20 - - 20
5 Tiloan 13 - - 13
6 Bokat 19 - - 19
7 Bukal 15 2 2 19
8 Bunobogu 14 - 1 15
9 Gadung 14 - - 14
10 Paleleh 16 - 1 17
11 Paleleh Barat 10 - - 10
Buol, 2011 163 3 11 177
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
67
Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat 50 sekolah Negeri dan
terdapat 9 sekolah Swasta. Jumlah guru SMP pada tahun 2011 sebanyak 362 orang
dan jumlah murid SMP pada tahun 2011 sebanyak 6.714 yang tersebar di 11 wilayah
kecamatan. Pada Tahun 2011 terdapat 13 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 7
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jumlah murid Sekolah lanjutan tingkat atas
(SMA dan SMK) sebanyak 6.105 orang dengan jumlah guru sebanyak 281 orang.
Untuk lebih jelas mengetahu jumlah Sekolah, Guru dan Siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri dan Swasta menurut kecamatan, dengan melihat
tabel 1.3 dan tabel 1.4.
Tabel. 1.3.
Keadaan Sekolah, Guru dan Siswa Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri menurut Kecamatan
Table Number of Schools, Teachers and Students at Public Junior High
Schools by District
Tahun / Years 2011
No Kecamatan
Districts Sekolah
Schools Murid
Students Guru
PNS
Guru
GKD
Rasio Murid
ThdpGuru
Ratio of
Students at
Teachers
1 Lakea 3 412 11 6 24,2
2 Biau 3 1 200 72 13 14,1
3 Karamat 4 397 20 6 15,3
4 Momunu 4 659 24 2 25,3
68
5 Tiloan 3 422 21 5 16,2
6 Bokat 5 628 29 6 17,9
7 Bukal 7 839 24 3 31,1
8 Bunobogu 5 417 27 7 12,3
9 Gadung 5 524 16 4 26,2
10 Paleleh 5 503 29 10 12,9
11 Paleleh Barat 4 306 17 2 16,1
Buol , 2011 50 6. 307 290 64 18,6
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
Tabel. 1.4.
Keadaan Sekolah, Guru dan Murid Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Swasta menurut Kecamatan
Table Number of Schools, Teachers and Students at Private Junior High
Schools by District
Tahun / Years 2011
No Kecamatan
Districts Sekolah
Schools Murid
Students Guru
PNS
Guru
GKD
Rasio Murid
ThdpGuru
Ratio of
Students at
Teachers
1 Lakea 2 179 3 1 44,75
2 Biau 1 50 - 2 12,5
3 Karamat - - - - -
4 Momunu 1 48 4 - 12
5 Tiloan - - - - -
69
6 Bokat 3 272 9 3 22,67
7 Bukal - - - - -
8 Bunobogu 1 46 4 - 11,5
9 Gadung - - - - -
10 Paleleh 1 66 4 - 16,5
11 Paleleh Barat - - - - -
Buol , 2011 9 661 24 6 20,65
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
Menurut Samsudin Lasau setelah terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli
hingga sampai terbentuknya Kabupaten Buol sebagai salah satu kabupaten yang ada
di Provinsi Sulawesi Tengah, pendidikan yang ada pada masyarakat Buol sudah ada
peningkatan. Sekolah-sekolah yang ada di Buol sudah mulai banyak, dan tenaga
pendidik semakin bertambah” (wawancara, tanggal 23 maret 2013).
Menurut Maryam G. Mailili setelah terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli,
sekolah SMA tidak ada di Buol, hanya ada di Toli-toli, namun sekolah yang
ada di Buol hanyalah SMK dan SGA/SPG tetapi di Toli-toli tidak ada,
kemudian berkembang di wilayah Buol dan Toli-toli semuanya sudah ada
sekolah SMA, SMK, SPG, dan tenaga pendidik masih sangat kurang. Sekolah
yang ada di wilayah Buol menggunakan tenaga honorer yang diambil dari
sekolah lain dan lulusan dari SLTP maupun SLTA yang dianggap mampu
untuk mengajar. Kemudian ada juga pengangkatan honor Daerah Kabupaten
Buol Toli-toli. Di wilayah Buol hanya terdapat satu SLTP, fasilitas
pendidikan masih sangat kurang sekali dan biaya pendidikan sangat tinggi.
Masyarakat Buol yang mempunyai prestasi jarang diberikan penghargaan atau
70
beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah
terbentuknya Kabupaten Buol pada tahun 1999, lembaga pendidikan semakin
bertambah seperti TK, SD, SLTP, SLTA bahkan Kabupaten Buol sudah
mempunyai Perguruan Tinggi sendiri yaitu STISIPOL, dan cabang-cabang
perguruan tinggi yang dari Toli-toli maupun Palu. Sarana dan prasarana
pendidikan sudah disiapkan oleh pemerintah. Adanya program pendidikan
gratis bagi masyarakat Buol, yang menarik perhatian masyarakat dari daerah-
daerah lain seperti Toli-toli, Gorontalo dan Palu untuk bersekolah di
Kabupaten Buol. Masyarakat Buol yang bersekolah di luar daerah dalam
rangka penyelesaian study S1, S2, dan S3 mendapatkan bantuan pendidikan
dari pemerintah. Tenaga pendidik sudah mulai bertambah dan Sumber Daya
Manusia semakin berkembang pengetahuannya seperti penggunaan Hp,
internet, dan Facebook (wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli,
pendidikan di wilayah Buol mulai berkembang, adanya kebebasan untuk
bersekolah namun biaya pendidikan masih sangat tinggi, sekolah-sekolah dan
tenaga pendidik yang ada pada saat itu masih sangat kurang sekali. Setelah
terbentuknya Kabupaten Buol, pendidkan sudah lebih meningkat, fasilitas-
fasilitas sekolah sudah sangat memadai. Tenaga pendidik merupakan putra
putri Daerah Buol sendiri, banyak masyarakat Buol yang bersekolah di luar
daerah seperti Gorontalo, Toli-toli, Palu, Makasar, Manado, dan Yogyakarta,
bahkan di Kabupaten Buol sudah ada Perguruan Tinggi yang merupakan
cabang dari daera-daerah lain. Masyarakat Buol sudah bisa merasakan
pendidikan sesuai dengan keinginannya (wawancara, tanggal 29 Maret 2013).
Menurut Ibrahim Turungku “setelah terbentuknya Kabupaten Buol,
pendidikan semakin berkembang, masyarakat Buol sudah bisa merasakan pendidikan
71
seperti masyarakat yang ada di daerah-daerah lain” (wawancara, tanggal 09 April
2013).
c. Bidang Hukum
Hukum merupakan sesuatu yang mengikat dan mengatur segala tingkah laku
masyarakat sesuai dengan peraturan yang sudah berlaku dalam masyarakat. Lembaga
hukum yang ada pada masyarakat sebelumnya masih kurang, namun demikian,
kehidupan sosial budaya masyarakat selalu aman dan terjaga, karena sudah terdapat
aturan-aturan dari pemerintah yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat, dan
adanya kesadaran dari seluruh masyarakat tentang peraturan-peraturan yang telah
dibuat oleh pemerintah.
Menurut Maryam G. Mailili lembaga hukum yang dapat melayani masyarakat
hanya terdiri dari cabang Kejaksaan Negeri, dan Polsek/kepolisian. Belum ada
terdapat pengadilan, dan lembaga bantuan hukum, namun demikian,
masyarakat tetap menjaga dan mematuhi aturan hukum. Terbentuknya
Kabupaten Buol Toli-toli, lembaga hukum yang ada di wilayah Buol sudah
mulai lengkap meskipun masih berpusat di Toli-toli, pada saat itu belum ada
Kodim/Kramil hanya ada di Toli-toli.. Masyarakat Buol sangat mematuhi
peraturan yang berlaku. Setelah terbentuknya Kabupaten Buol, lembaga
hukum sudah ada di Kabupaten Buol, seperti Polsek/Polres, Kejaksaan dan
Jawatan-jawatan hukum lainnya, terkecuali TNI (Kodim/Kramil) yang belum
ada di Kabupaten Buol (wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge “setelah terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli
lembaga hukum yang ada pada masyarakat sudah mulai lengkap, meskipun belum
ada Kodim/Kramil. Semua lembaga hukum yang ada di wilayah Buol masih berpusat
72
di Toli-toli, setelah terbentunya Kabupaten Buol, masyarakat sudah memiliki
lembaga hukum sendiri yang berpusat di Kota Buol, namun tetap saja belum ada
Kodim/Kramil” (wawancara, tanggal 29 Maret 2013).
2. Perubahan Budaya
Dalam kehidupan masyarakat pasti memiliki berbagai macama ragam budaya
yang merupakan ciri khas daerah tersebut, yang selalu dipertahankana serta
dilestarikan dari generasi ke generasi. Seperti halnya Daerah Buol yang memiliki
berbagai macam budaya dan tradisi, salah satunya adalah budaya gotong royong yang
dikenal dengan motalyo (kerja sama) dan di Daerah Gorontalo dikenal dengan huyula
(kerja sama).
2.1.Gotong Royong
Perkembangan zaman dan majunya IPTEK telah membawa berbagai macam
perubahan khususnya bagi masyarakat Buol. Salah satu contoh adalah budaya gotong
royong yang ada pada masyarakat telah berubah dan jarang lagi dilakukan,
sebelumnya budaya gotong royong sangat kental dan selalu dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat. Misalnya ketika salah satu warga membangun rumah, masyarakat
disekitar berbondong-bondong membantu untuk membangun rumah tersebut. Selain
itu, dahulu ketika seorang warga akan membuka lahan perkebunan, warga yang lain
akan ikut membantu warga tersebut dengan suka rela. Pada keadaan sekarang, hal
seperti ini sudah tidak tampak lagi pada masyarakat, yang ada hanyalah ketika
seorang warga membuka lahan baru, maka warga tersebut harus menyediakan modal
73
cukup untuk membayar orang yang akan membantunya, masyarakat lebih bersifat
individual dan sebagian sudah menggunakan tenaga mesin yang dianggap lebih
modern dan praktis. Di Daerah Buol gotong royong dikenal dengan “Motalyo”,
dalam bahasa Buol.
Menurut Samsudin Lasau setelah wilaya Buol bergabung dengan Toli-toli dan
menjadi satu kabupaten, kehidupan sosial budaya masyarakat sudah mulai
berkembang. Budaya-budaya yang ada pada masyarakat sudah mulai terkikis
dan hilang, karena diakibatkan oleh masuknya pengaruh dan budaya-budaya
Barat dalam masyarakat, salah satu contoh adalah budaya gotong royong,
masyarakat sudah mulai jarang melakukannya. Biasanya mereka mengerjakan
sesuatu bersama-sama, namun sekarang sudah lebih bersifat individual karena
mereka sudah mengenal ilmu teknologi dan lebih banyak menggunakan
tenaga mesin, seperti traktor (wawancara, tanggal 23 Maret 2013).
Menurut Maryam G. Mailili budaya gotong royong yang ada pada masyarakat
Buol telah berubah, sebelumnya budaya motalyo (kerja sama) masih sangat
kental dan masyarakat selalu melaksanakannya. Salah satu contoh adalah
apabila ada seorang warga yang sedang mopayat gua (memaras kebun) setiap
warga yang melihatnya akan ikut membantu untuk memaras kebun tersebut
dengan sukarela, namun sekarang apabila ada seorang warga ingin membuka
lahan pertanian mereka harus menyedian modal yang cukup untuk membayar
kepada warga yang ingin membantunya. Setiap pekerjaan sudah mulai
dikerjakan sendiri-sendiri karena tidak adalagi warga yang rela dan ikhlas
membantu tanpa mengharapkan sebuah imbalan atau gaji (wawancara, tanggal
24 Maret 2013).
Menurut Hasan Ta’asar terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli sampai
dengan Kabupaten Buol sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi
74
Tengah, sebelumnya kehidupan gotong royong selalu dilaksanakan dalam
setiap pekerjaan, namun sekarang kehidupan gotong royong sudah tidak ada
lagi dilaksanakan, masyarakat lebih banyak menggunakan tenaga mesin
daripada tenaga manusia seperti mesin traktor (mesin pembajak sawah)
(wawancara, tanggal 26 Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge kehidupan budaya masyarakat Buol sebelum
mengenal IPTEK masih sangat bersifat kekeluargaan dan selalu
mengutamakan sikap gotong royong, dalam hal membangun sebuah rumah
seperti rumah patok (Rumah yang terbuat dari patok ) mereka selalu bersama-
sama dan saling membantu, bahkan ada salah satu kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat yaitu arisan membangung rumah yang dilakukan setiap
bulan. Pada kegiatan arisan membangun rumah tersebut yang dilakukan setiap
bulan, masyarakat terlebih dahulu melakukan Bokidu (musyawarah) untuk
memutuskan siapa yang menjadi Itoy Kalreja (orang yang dituakan) dalam
pekerjaan untuk membangun rumah tersebut. Itoy Kalreja (orang yang
dituakan) akan memilih satu orang dari anggota-anggotanya kepada siapa
yang pertama dibangun rumah, dengan melihat kondisi dan kehidupannya,
namun pada keadaan sekarang kegiatan gotong royong seperti itu sudah tidak
tampak lagi pada masyarakat, yang ada hanyalah warga yang ingin
membangun rumah atau membuka lahan pertanaian harus menyediakan modal
yang cukup untuk membayar warga atau memberikan upah dalam pakerjaan
tersebut. Lripu molrelremitan, pamalrenda mogagandian, hukum agu adat
tetap (kabupaten/kota berpindah-pindah tempat, pemerintah berganti-ganti,
namun hukum dan adat tetap). Meskipun budaya gotong royong atau motalyo
(kerja sama) sudah mulai hilang dalam masyarakat Buol, hukum dan adat
masih tetap dipertahankan dan dilestarikan (wawancara, tanggal 29 Maret
2013).
75
Menurut Aisyah Entu budaya motalyo (kerja sama) sudah jarang terlihat
dalam masyarakat Buol, mereka ingin bekerja dan membantu warga yang lain
biasanya karena ada faktor seperti masih ada hubungan keluarga atau merasa
berhutang jasa, sehingga mereka membantu warga tersebut. Selain itu mereka
tidak mau membantu tanpa adanya suatu imbalan atau perintah dari orang
yang berwenang (wawancara, tanggal 02 April 2013).
Menurut Sufu Tahura pada awalnya masyarakat selalu melakukan pekerjaan
bersama-sama, baik itu pekerjaan yang sulit maupun yang mudah, setiap
orang yang melihat seseorang melakukan pekerjaan, mereka ikut membantu
pekerjaan tersebut tanpa mengharapkan sebuah imbalan, namun dengan
majunya zaman dan terbentuknya Kabupaten Buol, keadaan seperti itu sudah
tudak tampak lagi, mereka sudah bersifat individual dan harus mendapatkan
sebuah imbalan berupa gaji untuk membantu warga yang sedang bekerja
(wawancara, tanggal 04 April 2013).
Menurut Ibrahim Turungku masyarakat Buol mempunyai suatu budaya
gotong royong yang biasa dikenal dengan motalyo (kerja sama). Budaya ini
sebelumnya sangat dilaksanakan dan tejalin dengan baik serta bersifat
kekeluargaan. Tejadinya suatu perubahan zaman dan majunya IPTEK
membuat budaya tersebut mulai hilang, warga lebih suka bekerja sendiri-
sendiri dengan menggunakan tenaga mesin yang dianggap lebih cepat.
Mereka sudah tidak memperhatikan budaya gotong royong lagi, mereka ingin
membantu dengan ketentuan harus ada sebuah imbalan berupa gaji
(wawancara, tanggal 09 April 2013).
76
4.2.2. Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kehidupan Masyarakat
Setiap perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
akan memberikan suatu dampak, baik dampak yang bersifat positif maupun yang
bersifat negatif.
a. Dampak Negatif
Menurut Samsudin Lasau majunya zaman dan berkembangnya ilmu teknologi
membawa perubahan dan dampak terhadap kehidupan masyarakat baik
dampak negatif maupun dampak positif, setelah Daerah Buol bergabung
dengan Toli-toli dan kemudian menjadi satu kabupaten yang ada di Provinsi
Sulawesi Tengah dampak negatifnya adalah, budaya-budaya masyarakat
sudah mulai terkikis dan hilang, salah satu contohnya adalah budaya gotong
royong yng sebelumnya sangat dipertahankan dan dilaksanakana, sekarang
sudah mulai hilang dalam masyarakat. Selain itu, Permainan-permainan
tradisional sebagai salah satu tradisi dan budaya seperti gasing yang
menandakan waktunya menanam padi, dan permainan layang-layang yang
menandakan musim panen padi, sekarang sudah tidak ada lagi (wawancara,
tanggal 23 Maret 2013).
Menurut Maryam G. Mailili dampak negatif dari perubahan sosial budaya
dalam masyarakat Buol adalah dengan majunya ilmu teknologi membuat
masyarakat Buol mudah terpengaruh dan mengikuti gaya hidup dan budaya-
budaya asing/barat. Etika dan moral dalam masyarakat mulai berkurang,
Budaya gotong royong sudah mulai jarang dilakukan oleh masyarakat.
Budaya-budaya asli dalam masyarakat sudah mulai hilang dan terkikis oleh
budaya-budaya asing. Masyarakat lebih suka berbahasa asing (inggris) dari
pada berbahasa daerah sendiri (wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
77
Menurut Hasan Ta’asar dampak negatif dari perubahan sosal budaya
terhadapa masyarakat adalah, masyarakat lebih bersifat individual dan budaya
gotong royong jarang dilaksanakan oleh masyarakat, etika dan moral mulai
berkurang. Warga yang ingin melakukan pekerjaan selalu sendiri dan apabila
ingin dibantu oleh warga yang lain, warga tersebut harus menyediakan modal
yang cukup sebagai gaji kepada mereka yang telah membantu (wawancara,
tanggal 26 Mare 2013).
Menurut Nasarudin Mangge dampak negatif dari perubahan sosial budaya
terhadap masyarakat Buol adalah masyarakat mulai bersifat individual, sifat
gotong royong dan motalyo (kerja sama) sudah tidak nampak pada
masyarakat. Sifat hormat menghormati terhadap orang yang lebih tua sudah
mulai berkurang. Anak sekolah yang bertemu dengan siapa saja sudah tidak
ada mengucapkan salam. Masyarakat lebih suka memakai musik-musik
modern dari pada musik tradisional Daerah Buol sendiri. Budaya-budaya
masyarakat Buol sudah mulai dilupakan dan jarang dilaksanakan lagi
(wawancara, tanggal 29 Maret 2013).
Menurut Aisyah Entu “dampak negatif dari perubahan tersebut, masyarakat
sudah jarang melakukan kegiatan motalyo (kerja sama) mereka sudah lebih bersifat
individual, budaya-budaya yang dulu semakin hilang” (wawancara, tanggal 02 April
2013).
Menurut Sufu Tahura “dampak negatif dari perubahan kehidupan sosial
budaya terhadapa masyarakat adalah etika dan moral mulai berkurang, sifat saling
bantu-membantu jarang lagi dilakukan, Budaya-budaya serta tradisi dalam
masyarakat mulai terlupakan” (wawancara. Tanggal 04 2013).
78
Menurut Ibrahim Turungku masyarakat sudah modern sehingga gaya hidup
sudah berubah mengikuti perkembangan zaman. Dampak negatif dari
perubahan tersebut adalah, masyarakat sudah lebih bersifat individual dan
sudah jarang menghormati orang yang lebih tua. Setiap pekerjaan selalu
dilakukan sendiri-sendiri, hubungan kekeluargaan dalam masyarakat mulai
hilang (wawancara, tanggal 09 April 2013).
b. Dampak Positif
Menurut Samsudin Lasau majunya zaman dan berkembangnya ilmu teknologi
telah merubah kehidupan sosial budaya dalam masyarakat Buol dan
memberikan suatu dampak yang positif. Salah satu contoh adalah masyarakat
dulu masih berjalan kaki puluhan kilometer, bahkan ada yang naik perahu
untuk menuju sekolah atau pergi kepasar, sekarang sudah bisa naik motor dan
naik mobil. Masyarakat yang dulunya masih menumbuk padi sekarang sudah
menggunakan mesin penggiling padi. Masyarakat yang bekerja untuk
membajak sawah dengan menggunakan pacul sekarang sudah menggunakan
mesin traktor (mesin pembajak sawah). Budaya-budaya masyarakat sudah
bisa dikembangkan melalui musik modern. Pembangunan-pembangunan
mulai ada diwilayah Buol. Terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat
Buol (wawancara, tanggal 23 Maret 2013).
Menurut Maryam G. Mailili dampak positif dari perubahan sosial budaya
terhadap masyarakat Buol seperti terbukanya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Buol, majunya zaman dan ilmu teknologi membawa kehidupan
masyarakat lebih baik dan mengenal teknologi. Salah satu contoh adalah
masyarakat sudah bisa mengenal Hp, internet, facebook, ATM, mesin ketik
komputer/laptop. Masuknya masyarakat trans dan suku-suku lain di Daerah
Buol membuat masyarakat menjadi lebih aktif dan semangat untuk bekerja.
79
Komunikasi dan pelayanan dalam masyarakat sudah lebih mudah, alat
transportasi sudah lebih maju dan sangat banyak sperti sepeda motor, mobil,
kapal laut bahkan Daerah Buol sudah ada lapangan udara (bandara pesawat)
sendiri. Masyarakat Buol sudah bisa mengetahui perkembangan dan informasi
yang berada di wilayah lain. Budaya-budaya masyarakat Buol bisa
dikembangkan dengan musik-musik modern. Masyarakat Buol sudah
mempunyai kesempatan untuk mngadakan festifal lomba ketingkat Provinsi
dan Nasional, serta masyarakat sudah mengadakan pendataan BCB (Benda
Cagar Budaya) yang ada di Kabupaten Buol seperti, budaya-budaya
peninggalan sejarah, kuburan kramat, dan istanah Raja Buol (Rumah Adat)
(wawancara, tanggal 24 Maret 2013).
Menurut Hasan Ta’asar perubahan sosial budaya dapat memberikan dampak
positif terhadap kehidupan masyarakat, seperti mereka sudah bersifat lebih
modern, dan mengenal ilmu teknologi, pekerjaan yang dulunya dilakukan
bersama-saman dan memerlukan tenaga yang banyak sekarang sudah
menggunakan tenaga mesin yang dianggap lebih cepat dan praktis, seperti dari
tenaga manusia dengan menggunakan pacul sekarang mereka sudah
menggunakan mesin traktor (mesin pembajak sawah) (wawancara, tanggal 26
Maret 2013).
Menurut Nasarudin Mangge dengan berkembangnya kehidupan sosial budaya
masyarakat Buol dapat memberikan pengaruh dan dampak positif seperti,
masyarakat sudah mempunyai pemerintahan sendiri, pelayanan dalam
masyarakat sudah lebih mudah, adanya kebebasan untuk bersekolah dan
beraktifitas, kehidupan masyarakat lebih meningkat dari sebelumnya, dengan
majunya ilmu teknologi budaya-budaya masyarakat Buol dapat di iklankan
atau diperkenalkan kepada masyarakat yang berada di daerah-daerah lain
melalui media seperti Koran Tv, facebook, internet (wawancara, tanggal 29
Maret 2013).
80
Menurut Aisya Entu “dampak positif dari perubahan tersebut, kehidupan
masyarakat sudah lebih baik dan meningkat dari sebelumnya, masuknya budaya-
budaya asing telah memperkaya budaya yang ada pada masyarakat” (wawancara,
tanggal 02 April 2013).
Menurut Sufu Tahura “dampak positif dari perubahan-perubahan tersebut
adalah kehidupan masyarakat lebih baik dan semakin meningkat, pengetahuan
masyarakat bertambah. Budaya-budaya dan tradisi masyarakat dapat dipersatukan
dengan budaya-budaya asing” (wawancara, tanggal 04 April 2013).
Menurut Ibrahim Turungku dampak positif dari perubahan sosial budaya
adalah kehidupan masyarakat lebih maju/modern dan sudah bisa mengenal
ilmu teknologi. Masuknya suku-suku lain dan budaya-budaya asing di
Kabupaten Buol membawa masyarakat untuk lebih bersemangat bekerja dan
memperkayah budaya yang ada di Kabupaten Buol (wawancara, tanggal 09
April 2013).
4.3. Pokok-Pokok Temuan
4.3.1. Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Buol
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Buol Provinsi
Sulawesi Tengah, peneliti menemukan berbagai macam permasalahan antara lain :
1. Kurangnya kesadaran dan perhatian masyarakat terhadapa hukum/peraturan-
peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Contohnya, peraturan
dalam rambu-rambu lalu lintas, meskipun sudah menyala lampu warnah
81
merah yang bertanda berhenti, mereka masih tetap terus melarikan kendaraan.
Selain itu, kurangnya perhatian masyarakat untuk memakai hlem dalam
mengemudi kendaraan beroda dua/motor
2. Etika dan moral dalam masyarakat mulai berkurang, sebelumnya mereka
selalu mengucapkan salam dan menghormati orang yang lebih tua, namun
pada keadaan sekarang, mereka sudah tidak memperhatikannya lagi dan sudah
memanggil nama kepada orang yang lebih tua.
3. Sebelum masyarakat Buol mengenal IPTEK kehidupan sosial budaya
masyarakat masih sangat premitif dan bersifat kekeluargaan, budaya gotong
royong selalu dilaksanakan oleh masyarakat, namun pada keadaan sekarang
sudah mulai berubah, kehidupan masyarakat sudah modern, mereka sudah
lebih bersifat induvidual, budaya gotong royong sudah hilang dalam
masyarakat.
4.4. Pembahasan
4.4.1. Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Buol
1. Perubahan Sosial
.Masyarakat Buol adalah masyarakat yang mempunyai bahasa, budaya dan
adat istiadat sendiri yang sampai sekarang ini masih dipertahankan dan selalu
digunakan oleh masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mempersatukan masyarakat
Buol.
82
Kehidupan Sosial masyarakat Buol sebelumnya masih sangat premitif,
tradisional, dan sangat bersifat kekeluargaan. Rakyat pada umumnya hidup dalam
keadaan tertekan karena adanya pajak, kerja rodi yang dijalankan atas perintah
Rajanya masing-masing. Dalam kenyataanya Raja-raja hanya pelaksana dari
kekuasaan Belanda.
Belanda melalui aparat pemerintahannya di daerah memerintahkan kepada
raja-rajanya supaya mengarahkan rakyatnya memenuhi perintah dalam pemungutan
pajak, kerja rodi dan sebagainya. Dari segi kewajiban rakyat dituntut untuk
memenuhinya, tapi pada segi hak, rakyat dibatasi karena Belanda takut kalau rakyat
berpendidikan kelak nanti akan membahayakan kedudukannya. Karena itu rakyat
harus tetap bodoh dan ketaatan kepada Raja harus tetap dipupuk dan ditanamkan
baik-baik agar bisa mencapai tujuannya untuk mengeksploitasi rakyat bagi
kepentingan penjajah melalui Rajanya masing-masing.
Dengan datangnya pengaruh partai potik dan organisasi pergerakan lainnya,
maka tokoh-tokoh pergerakan mulai menyadari rakyat akan harga dirinya dan
ditimbulkan kesadarannya untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan tanah
air. Kebencian pada penjajah menjadi salah satu penyebab banyak rakyat Buol
meninggalkan daerahnya pergi merantau.
Terbukanya jaringan jalan raya antara satu kota dengan kota lainnya,
menyebabkan mobilitas dalam bidang ekonomi menjadi lebih mudah, pergaulan
antara orang dari kampung yang satu dengan kampung lainnya menjadi baik. Seiring
83
dengan adanya jalan tersebut dan suatu perkawinan menimbulkan rasa persaudaraan
yang erat dan sering mengadakan suatu perjanjian kerja sama dalam hal-hal tertentu,
yang sebelumnya orang pergi dari satu tempat ke tempat yang lain berjalan kaki
dengan memilkul barang-barang, maka seiring berjalannya waktu mereka sudah
menggunakan kuda sebagai alat pengangkut dan kemudian berganti dengan gerobak
yang ditarik oleh kerbau atau sapi.
Perdagangan yang tadinya tukar menukar barang, berubah menggunakan mata
uang sebagai alat tukar/mengukur nilai suatu benda. Mata uang yang digunakan
sebelumnya adalah mata uang yang dibuat dari logam dengan berbagai macam tinggi
nilai tukarnya. Kemudian berganti uang logam yang di dalamnya tergambar ayam,
dalam baha Buol doi manuk, lalu berganti dengan uang logam baru yang dicetak oleh
pemerintah Hindia Belanda.
Masyarakat Buol mempunyai satu organisasi sosial yaitu organisasi arisan
membangun rumah.. Pada kegiatan arisan membangun rumah tersebut yang
dilakukan setiap bulan, masyarakat terlebih dahulu melakukan Bokidu (musyawarah)
untuk memutuskan siapa yang menjadi Itoy Kalreja (orang yang dituakan) dalam
pekerjaan untuk membangun rumah tersebut. Itoy Kalreja (orang yang dituakan)
kemuudian akan memilih satu orang dari anggota-anggotanya kepada siapa yang
pertama dan berhak untuk dibangunkan rumah, dengan melihat kondisi dan
kehidupannya sehari-hari.
84
Kehidupan sosial masyarakat Buol setelah bergabung dengan Toli-toli dan
membentuk satu Kabupaten mulai berubah. Alat transportasi yang digunakan oleh
masyarakat sebelumnya adalah perahu dan gerobak yang ditarik oleh sapi, sekarang
sudah menggunakan sepeda, motor dan mobil meskipun masih terbatas. Salah satu
contoh, masyarakat yang selesai memanen padi sekarang sebagian sudah
menggunakan mesin penggiling padi.
Pelayanan dalam masyarakat masih sangat sulit, karena seluruh bidang
pemerintahan masih berpusat di Toli-toli. Majunya teknologi dan ilmu pengetahuan
membuat masyarakat berubah. Masyarakat sudah mulai tersentuh oleh modernisasi
dan mengenal perkembangan ilmu teknologi yang membuat masyarakat berfikir ingin
berubah sesuai perkembangan zaman. Majunya teknologi dan ilmu pengetahuan
membawa pengaruh yang sangat besar terhadapa masyarakat, sebelum masyarakat
tersentuh oleh modernisasi, dalam hal pendidikan masyarakat masih menulis di batu
tulis, kemudian berkembang dan sudah menulis menggunakan kertas dan bahkan
sudah ada mesin ketik.
Kehidupan sosial masyarakat Buol setelah terbentuknya Kabupaten Buol pada
tahun 1999 semakin meningkat mengikuti perkebangan zaman.. Masyarakat telah
mengenal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ATM, HP, Internet,
Facebook mesin ketik Komputer dan Laptop. Masuknya masyarakat trans dan suku-
suku lain di Daerah Buol menyebabkan terjadinya sebuah persaingan antar
masyarakat pribumi dan masyarakat trans.
85
Dalam masyarakat nilai etika, moral, sopan santun dan hormat-menghormati
mulai berkurang. Gaya hidup masyarakat semakin modern, karena terpengaruh dan
mengikuti budaya-budaya asing/barat. Alat musik tradisional seperti rebana, gambus,
dan kulintang, sudah jarang digunakan. Masyarakat lebih suka menggunakan musik
modern seperti alat musik electon, dan band.
Menurut Soerjono Soekanto (1982 : 261) merumuskan perubahan sosial
adalah “segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatau
masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai,
sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat”.
Menurut Kingsley Davis (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 85) mengatakan
bahwa “perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur
masyarakat” seperti :
a. Bidang Pemerintahan
Sekitar tahun 1901 wilayah Buol sudah berstatus Afdeling, merupakan salah
satu Afdeling dari residensi Manado yang sejak tahun 1858 berdiri sendiri lepas dari
Gubernur Maluku. Di samping itu, masyarakat sudah mempunyai sebuah
pemerintahan sendiri yang kepala pemerintahannya adalah seorang Madika (Raja),
kemudian dengan berkembangnya suatu zaman sistem pemerintahan tersebut berubah
menjadi sebuah KPN (Kepala Pemerintahan Negeri) dan memakai sebuah sistem
pemerintahan Trias Politika yang sistem pemerintahanya terdiri dari :
86
a. Kepala Pemerintahan (Eksekutif) atau Bubato
b. Dewan Adat ( Legislatif) atau Bokidu Lripu
c. Bidang Hukum (Yudikatif) atau Ukum
d. Bidang Agama atau Moputih/rebi
e. Pengacara (Juru Bicara) atau Pabisara
f. Panglima (Pengawal Kerajaan) atau Palrima
g. Syah Bandar (Kapten Laut) atau Kapitalyau
h. Wakil raja atau Jugugu
i. Sekertaris Kerajaan atau Jurutulri
j. Pendidik atau Tilo Ni Guru
Wilayah Buol terdiri dari 4 (empat) balak, yaitu balak Talaki, balak
Bunobogu, balak Kantanan, dan balak Tongon, kemudian berubah menjadi distrik
yang terdiri dari 5 (lima) yaitu distrik Paleleh, distrik Bunobogu, distrik Bokat dan
distrik Biau. Setelah pada tahun 1964 terbentuk distrik Momunu yang merupakan
pemekaran dari distrik Biau.
Raja-raja yang memerintah Buol mulai dari Raja Lahadung sudah
menandatangani perjanjian dengan pemerintah Hindia Belanda, baik yang namanya
Lange Verklaring maupun Korte Verklaring. Dengan demikian kekuasaan dan
kedaulatan sudah berada di tangan Gubernur, sedangkan Raja sekedar menjalankan
perintah dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Untuk menjalankan sistem pemerintahan, masyarakat Buol mempunya badan
87
musyawarah yang dalam bahasa Buol dikenal dengan “Bokidu”. (Forum
musyawarah), badan ini dibentuk untuk merumuskan dan memecahkan semua
permasalahan yang ada dalam masyarakat baik masalah sosial, politik maupun
budaya.
Seluruh ketentuan-ketentuan maupun perangkat pemerintahan adat sebagian
sudah dirubah oleh Belanda, seperti pembagian wilayah kerajaan yang semula terdiri
dari empat Balak yang masing-masing dipimpin oleh Madika (Raja), Jogugu (wakil
raja), Ukumo (bidang hukum) dan Kapitayau (kapten laut), dirubah menjadi lima
distrik yang masing-masing dikepalai oleh marsaoleh. Demikian pula dengan badan
musyawarah “Bokidu” walaupum masih tetap ada, namun sudah tidak berfungsi
sebagai mana mestinya, karena semua kebijaksanaan dan keputusan yang akan
dijalankan haruslah dengan persetujuan Belanda sesuai dengan kepentinganya.
Beberapa Raja yang memerintah dalam periode tersebut adalah sebagai
berikut :
1. DATU ALAM TURUNGKU (Raja ke-29), dengan gelar “Ti Pasumen”
memerintah (1899 – 1914 M) berkedudukan di Kasanangan.
Pada masa pemerintahan Datu Alam Turungku, Belanda menjankan wajib
kerja Rodi (Heerendienst) yaitu pada tahun 1903. Dengan demikian sudah dua
macam kewajiban yang berat dibebankan kepada rakyat, yaitu pajak dan kerja rodi,
yang menyebabkan kehidupan rakyat bertambah susah. Di pihak lain, belum ada
usaha-usaha Belanda untuk memajukan rakyat, semua usaha Belanda adalah hanya
88
untuk kepentingan semata. Namun demikian, Pemerintah Hindia Belanda
memberikan hadia kepada Raja Datu Alam Turungku yaitu berupa “Pasment”.
Pasment ialah hiasan yang dilapisi emas dan dililitkan pada songkok Raja, maka dari
itu Beliau di beri Gelar “ Ti Pasument “.
Pada tahun 1911 Beliau jatuh gering dan menjadi gila, tetapi sembuh kembali.
Pada tanggal 20 November 1912, Assistent Resident Gorontalo menulis surat kepada
Resident Manado yang mengusulkan perubahan dalam pemerintahan Buol. Pada
tanggal 22 November 1912 Raja Datu Alam Turungku menandatangani Korte
Verklaring. Usul itu telah disetujui oleh Resident Manado dalam surat keputusannya
pada tanggal 1 April 1914, yaitu mengenai surat yang berlaku sejak mulai dari
tanggal 1 Januari 1913, isi surat keputusan tersebut telah merubah system
pemerintahan menurut adat istiadat Buol yaitu :
a. Badan musyawarah Bokidu sebagai lembaga legislatif dihapuskan
b. Jabatan-jabatan Presiden/ Madika (Raja), Jogugu (wakil raja), Ukum (bidang
hukum), Kapitalyau (kapten laut), dan lain-lain jabatan di bawahnya
dihapuskan
c. Distrik-distrik disederhanakan, dari lima distrik menjadi tiga distrik, yaitu
distrik Momunu masuk wilayah distrik Biau dan distrik Paleleh masuk
wilayah distrik Bunobogu.
Maka dengan adanya perubahan tersebut, di pusat pemerintahan hanya ada
Madika (Raja), dan di tingkat distrik hanya ada Marsaoleh yang masing-masing
89
dibantu oleh Jurutulri (sekertaris). Namun di tingkat kampung tetap, yaitu Kepala
Kampung, Jurutulri (sekertaris) dan Mayor. Setelah status Afdeling Buol yang sudah
berlaku dari tahun 1858 berubah menjadi Onder Afdeling dalam lingkungan Afdeling
Gorontalo yaitu dari tahun 1919 sampai dengan tahun 1926, kemudian pada tahun
1926 sampai dengan tahun 1933 wilayah Buol masuk dalam Afdeling Donggala.
Melihat jarak antara wilayah Buol dengan Donggala sangat jauh dan susah
transportasi untuk pelayanan masyarakat, mulai dari tahun 1933 wilayah Buol masuk
kembali dalam Afdeling Gorontalo sampai pada masa pendudukan Jepang, karena
dengan alasan jarak antara wilayah Buol dengan Gorontalo sangat dekat
dibandingkan dengan Donggala.
Mengetahui Raja Datu Alam Turungku (Raja Buol) dalam keadaan tidak
waras, maka Raja Bolang Itang yang bernama Ram Suit Pontoh (Keturunan
Bangsawan Buol), memajukan keras/permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda
untuk menjadi Raja Buol dan permohonannya diterima. Raja Bolaang Itang
berencana setelah menjadi Raja, Beliau akan membangun Ibu Kota kerajaan yang
berlokasi diantara Desa Lokodidi dan Desa Lokodoka yaitu di Tabamuang/Desa
Matinan. Usaha Ram Suit Pontoh tersebut ditantang keras oleh H. Ahmad Turungku
yang waktu itu sebagai Marsaoleh Biau. H. Ahmad Turungku berpendirian bahwa
sebagai Putra dari Datu Alam Turungku (Raja Buol), Beliau berhak menjadi Raja
Buol. Mendapat reaksi tersebut Belanda membatalkan persetuannya dengan Ram Suit
90
Pontoh, dan mengembalikannya ke Bolaang Itang. Pada tahun 1914, H. Ahmad
Turungku menggantikan Datu Alam Turungku sebagai Raja Buol.
2. H. AHMAD TURUNGKU (Raja ke-30), memerintah (1914 – 1947 M)
berkedudukan di Roji atau Bendar kemudian di Leok.
Raja H. Ahmad Turungku diangkat pada tahun 1914, dan dinobatkan secara
adat yang dalam bahasa Buol “Ni Tongouk” yaitu pada tahun 1916. Beliau adalah
seorang Raja yang keras kemauan, disiplin dan menjamin keamanan rakyar serta
kerajaan dari semua gangguan. Beliau menandatangani Korte Verkling pada tanggal
20 November 1915, pemerintahannya mendapat penilaian yang baik dari Belanda dan
mendapat penghargaan yaitu :
a. Pada tahun 1929 mendapat hadiah “Kepala Tongkat Emas”
b. Pada tanggal 17 Februari diberikan penghargaan “Bintang Emas Besar”
c. Pada tanggal 10 Agustus 1941 diberikan penghargaan “Bintang Emas Kecil”
Beliau diberikan penghargaan tersebut oleh Belanda setelah menjalani dinas
Raja selama 25 tahun. Raja H. Ahmad Turungku membangun Istana yang cukup
megah di Roji yang disebut “Kumalrigu Sirap” atau Istana Atap Sirap. Nama Roji
mulai berlaku tahun 1830 yang diberi nama oleh Pertugis, kemudian direbut oleh
Belanda, dan masih tetap digunakan sebagai nama Ibu Kota Kerajaan Buol sampai
tahun 1930. Setelah itu, Roji berubah menjadi nama “Bendar” yang berarti Kota.
91
Pada masa pemerintahan H. Ahmad Turungku, Kota Leok dibangun dan
dijadikan pusat pemerintahan atas usul Controleur Rookmake dan Waiswisz yaitu
pada tahun 1930.
Sekitar tahun 1940 nama Bendar sudah jarang dipakai, masyarakat sudah
menyebutnya Buol, karena nama Buol adalah meliputi seluruh wilayah Kerajaan
Buol. Dengan demikian, Istana Raja Kumalrigu Sirap (Istanah atap sirap) yang baru
dibangun tahun 1924 dipindahkan ke Leok.
Beberapa Istana yang cukup megah yang dibangun oleh Raja-raja dari Dynasti
Mokoapat adalah :
a. Kumalrigu Kasanangano “Istana Kesenangan” dibangun di atas bukit antara
Desa Kali dan Desa Kulango sekarang.
b. Kumalrigu Mopanggato “Istana Tinggi” terletak di Roji yang kemudian
berubah menjadi nama Bendar
c. Kumalrigu Seng “Istana Atap Seng” terletak di Bendar
d. Kumalrigu Sirap “ Istana Atap Sirap” terletak di Leok
e. Kumalrigu Palreleh “Istana Paleleh” terletak di Paleleh.
Istana-istana yang sebelumnya telah dibangun oleh Raja-raja tersebut sebagai
salah satu bukti peninggalan sejarah telah rusak dan pada akhirnya ambruk/hancur
dan menyatu dengan tanah, yang tersisa sekarang tinggal puing-puing dari bangunan
Istana tersebut. Bangunan Istanah tersebut telah hancur karena lapuk dan kurangnya
92
perhatian dari masyarakat untuk merawat Istana tersebut. Namun, masih ada tersisah
satu bangunan Istana yaitu berada di Leok.
Raja H. Ahmad Turungku memerintah sampai zaman Jepang dengan jabatan
sebagai Suco, dan zaman NICA dengan jabatan sebagai HPB (Hoofd Van Plastsckijke
Bestuvr) dan mengakhiri tugasnya/pensiun pada bulan Mei tahun 1947. H. Ahmad
Turungku kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Muhammad Aminullah
Turungku, Beliau adalah salah seorang Raja Buol yang lama memerintah yaitu ± 33
tahun (dalam A. Rahim Samad, 2000 : 1- 4).
Terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli sebagai salah satu Kabupaten yang
ada di Provinsi Sulawesi Tengah, yang dibentuk pada tahun 1960 berdasarkan
undang-undang No. 29 tahun 1959 yang merupakan gabungan dari dua wilayah yaitu
wilayah Buol dengan wilayah Toli-toli telah membawa berbagai macam perubahan
dalam pola kehidupan masyarakat Buol. Sistem Pemerintahan yang ada pada
masyarakat sudah berbentuk Presiden sebagai kepala pemerintahan di wilayah Ibu
Kota Negara, seorang Gubernur di wilayah Ibu Kota Provinsi dan seorang Bupati di
wilayah Ibu Kota Kabupaten. Sebelum sistem pemerintahan berubah menjadi seorang
Presiden sebagai Kepala Negara, sistem pemerintahan masih berbentu Kerajaan yaitu
seorang Madika (Raja) sebagai Kepala Pemerintahan yang menjalankan peraturan-
peraturan dari pemerintah Hindia Belanda, Karena sebelum Negara Indonesia
merdeka, masyarakat masih dibawah pengaruh dan jajahan Hindia Belanda.
93
Setelah terbentuknya Kabupaten Buol Toli-toli, seluruh pemerintahan
berkedudukan dan berpusat di wilayah Toli-toli, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dinas Jawatan lainnya. Distrik-distrik yang berada di Kabupaten Buol
berubah menjadi kecamatan dan terdiri dari 11 (sebelas) kecamatan, antara lain
wilayah Toli-toli terdiri dari enam kecamatan, yaitu kecamatan Toli-toli Utara,
Galang, Baolan, Dondo, Dampal Utara dan Dampal Selatan. Kemudian wilayah Buol
terdiri dari lima Kecamatan, yaitu kecamatan Paleleh, Bunobogu, Bokat, Momunu
dan Biau. Karena seluruh pemerintahan berdudukan di wilayah Toli-toli yang
merupakan pusat Kabupaten menyebabkan kehidupan sosial budaya masyarakat Buol
sangat sulit dalam berbagai pelayanan dan merasa termarjinalkan.
Selama wilayah Buol bergabung dengan Toli-toli, Seluruh pembangunan
berpusat di wilayah Ibu Kota Kabupaten yaitu di Toli-toli, dan wilayah Buol belum
ada pembangunan. Maka dari itu, masyarakat Buol merasa dianak tirikan, dan
mengirim beberapa orang delegasi dari masyarakat Buol untuk menghadap Bupati
Buol Toli-toli, namun aspirasi masyarakat hanya di tampung dan tidak ada realisasi
untuk melaksanakan pembangunan di wilayah Buol. Melihat tidak adanya realisasi
pembangun tersebut, timbul pemikiran-pemikiran dari masyarakat yang ada di
wilayah Buol dan di rantau, seperti di Makasar, di Palu, di Jakarta dan di Gorontalo,
untuk melaksanakan simpesium/dialog yang berjudul “Buol Hari Ini dan Kedepan”.
Adanya simpesium tersebut, hampir seluruh masyarakat Buol hadir pada acara
seminar untuk bersama-sama memikirkan apakah Buol hanya tetap begini dan
94
selamanya tidak ada perubahan, kemudian muncullah ide dari masyarakat Buol yang
ada di rantau, seperti Abdul. Karim Hanggi, Ir. Karim Mbouw, Samsudin Salakea,
Samsudin Intam, Ibrahim Timumun dan Tokoh-tokoh masyarakat Buol lainnya,
mereka berembuk (bermusyawarah) di Palu, isi dari rembukan (musyawarah) tersebut
adalah “mo kumbulyopo kito tandanilyo tilro bwuolyo” (mari kita berkumpul semua
orang Buol) baik yang ada di wilayah Buol maupun di rantau
Hasil remukan tersebut, muncullah TAWAB (Temu Akrab Warga Buol).
Melalui TAWAB itulah, timbul ide perjuangan menuntut Kabupaten yang terjadi
pada tahun 1997. TAWAB (Temu Akrab Warga Buol) yang dilakukakan oleh
masyarakat, melahirkan sebuah IKIB (Ikatan Keluarga Indonesia Buol), salah satu
program IKIB adalah menuntut pemekaran wilayah Buol menjadi Kabupaten. Pada
tahun 1999 wilayah Buol menjadi Kabupaten yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Buol Toli-toli, Kabupaten Buol dimekarkan bersdarakan Undang-undang
No. 51 tahun 1999, dan disahkan pada tanggal 16 September tahun 1999 dan
diresmikan pada tanggal 27 November tahun 1999, atas nama Mentri Dalam Negeri
yaitu Gubernur H.B Paliudju. Ir. Abdul Karim Mbouw dilantik di Jakarta sebagai
Pejabat Bupati Buol pertama pada tanggal 12 Oktober tahun 1999.
Berkembangnya suatu zaman dan majunya ilmu teknologi telah mendorong
lapisan masyarakat Buol untuk menjadikan Daerah Buol sebagai salah satu
Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. Pembentukan Kabupaten Buol
95
tersebut mengakibatkan berbagai macam perubahan dalam pola kehidupan sosial
budaya masyarakat.
Pada tahun 1999 Kabupaten Buol dimekarkan dari Kabupaten Buol Toli-toli,
meskipun demikian, keadaan Daerah Buol sangat memprihatinkan, karena fasilitas
pemerintahannya belum ada. Seiring dengan berjalannya waktu, seluruh masyarakat
dan pemerintah Kabupaten Buol membangun fasilitas sarana dan prasarana
pemerintahan yang semua telah berpusat di Kabupaten Buol.
Pelayanan dalam masyarakat sudah sangat mudah, karena seluruh lembaga
pemerintahan telah berpusat di Kabupaten Buol. Terbukanya peluang besar bagi anak
dan masyarakat Buol untuk mengabdi kepada Daerahnya sendiri. Lembaga
pemerintahan mulai lengkap, terkecuali Kodim/Kramil yang belum ada dan masih
tergabung dengan Buol Toli-toli yaitu berada di Toli-toli. Wilayah Buol terdiri dari
11 (sebelas) kecamatan yaitu, kecamatan Paleleh, Paleleh Barat, Gadung, Bunobogu,
Bokat, Bukal, Momunu, Tiloan, Biau, Karamat dan Lakea.
Masyarakat setelah terbentuknya Kabupaten Buol sudah mempunyai
pemerintahan sendiri dan berpusat di Kabupaten Buol. Ir. Abdul Karim Mbouw
ditunjuk sebagai Pejabat Bupati Buol pertama melalui keputusan Mentri Dalam
Negeri pada tanggal 12 Oktober tahun 1999. Karena sakit, Beliau meninggal Dunia
pada tanggal 10 Februari tahun 2000. Dengan demikian, melalui surat keputusan
Mentri Dalam Negeri telah ditunjuk dan dipercayai Drs. Abdul. Karim Hanggi
sebagai Pejabat Bupati Buol yang ke II dan menjabat sampai dengan tahun 2007,
96
Kemudian dilanjutkan oleh H. Amran Batalipu yang menjabat sampai dengan tahun
2012.
b. Bidang Pendidikan
Pendidikan yang ada pada masyarakat sebelumnya belum begitu berkembang
dan masih sangat rendah, Untuk Sulawesi Tengah, Daerah Buol meupakan kota yang
pertama mempunya Sekolah Rakyat (SR), yang didirikan oleh Pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1903. Sekolah tersebut hanya sampai dengan kelas 3, dan guru
pertamnya adalah Ahmadi Biga yang berasal dari Daerah Gorontalo.
Semula masyarakat tidak memberikan anaknya untuk bersekolah, karena
mendengar kabar bahwa nantinya anak-anak tersebut akan dijadikan serdadu atau
akan dikristenkan. Raja Datu Alam Turungku berusaha keras menyadarkan
masyarakat tentang pendidikan dengan cara memberikan penjelasan-penjelasan dari
rumah ke rumah, dan akhirnya masyarakat menjadi sadar tentang hal tersebut. Setelah
beberapa tahun sekolah yang ada di Daerah Buol berdiri dan muridnya sudah semakin
banyak, maka diusahakan untuk memperbanyak tenaga pendidik/guru. Pada tahun
1917 atas usaha dari masyarakat Buol sendiri didirikan beberapa sekolah partikulir
yang terletak di beberapa desa antara lain sebagai berikut :
a. di Desa Kantanan oleh Tolowiu Buhang
b. di Desa Bokat oleh J. Walewangko
c. di Desa Paleleh oleh Z. Kawatu
97
d. di Lintidu oleh seorang Noni Belanda.
Pada tahun 1918 – 1919 diadakan pendidikan guru, yang pertama-tama di
didik menjadi guru sebanyak tiga orang adalah N. A. Ain, P. Marhum dan H. Lalisu.
Kemudian disusul oleh T. Kawandaud, B. Alpiah, P. Simbogolo, T. Naukoko, S.
Gayanda dll. Pada tahun 1922 beberapa sekolah partikulir yang berada di Daerah
Buol dijadikan sekolah pemerintah (Berstuurs Volkschool), menyusul kemudian di
beberapa desa lainnya dibuka sekolah yang sama. Oleh karena sudah banyak sekolah
rakyat (BVS) yang dibuka di desa-desa, maka sangat terasa akan kekurangan guru.
Atas usaha O. H. Kandow yang menjabat sebagai kepala sekolah di Deerah Buol,
diadakan sebuah khursus pada waktu sore yang diberi nama Naminddag Curssus.
Setelah berjalan beberapa bulan, maka pada tanggal 7 November 1927 diadakan ujian
sebanyak 35 orang, namun yang lulus hanya 21 orang.
Dengan adanya khursus guru tersebut, kekurangan tenaga-tenaga
pengajar/guru, yang ada di desa-desa, setahap demi setahap dapat dipenuhi. Untuk
jasa-jasa memajukan pendidikan di Daerah Buol, pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 17 februari 1932 telah memberikan penghargaan “Bintang Perak Besar”
kepada O. H. Kandow yang menjabat sebagai Kepala Sekolah di Daerah Buol (dalam
A. Rahim Samad, 2000 : 29-30).
Rendahnya pendidikan di daerah Buol, dikarenakan kurangnya sarana dan
prasarana, biaya pendidikan sangat mahal, serta tenaga pendidik masih sangat
terbatas. Anak perempuan tidak izinkan untuk bersekolah. Selain dari golongan
98
bangsawan tidak diberikan kebebasan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Rakyat biasa (Jelata) hanya sebagian yang bisa mendapatkan pendidikan,
karena biaya pendidikan sangat mahal, hanya masyarakat yang dari golongan
Bangsawan dan dari keturunan Rajalah yang bisa merasakan pendidikan yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, Sumber Daya Manusia masih sangat rendah.
Di Desa-desa, hanya terdapat satu sekolah yang dikenal dengan SR (Sekolah
Rakyat) dan sampai dengan kelas 3 (tiga), fasilitas sekolah belum memadai/tidak
lengkap, siswa yang belajar harus duduk melantai dan menulis di batu tulis dengan
menggunakan kalam, setelah pelajaran berikutnya tulisan-tulisan yang sebelumnya
ada pada batu tersebut akan dihapus kembali untuk menulis pelajaran berikutnya.
Maka dari itu, semua pelajaran harus dimengerti dan dipahami oleh seluruh siswa.
Sekolah inilah yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia. Anak sekolah yang
bertemu dengan siapa saja selalu mengucapkan salam. Karena mereka sangat takut
dan mentaati semua aturan dan perintah dari guru. Tenaga pendidik yang ada di
Daerah Buol hanyalah terdiri dari tenaga honorer, yang diambil dari sekolah lain dan
lulusan dari SLTP serta dianggap mampu untuk mengajar. Seluruh siswa SR yang
telah mengikuti ujian akhir, tes dan jawabannya akan di periksa di Rayon Gorontalo.
Setiap siswa yang pergi ke sekolah harus berangkat sebelum matahari terbit atau
masih gelap, dan berjalan kaki menempuh jarak yang cukup jauh dengan membawa
Ngongod yaitu sebuah daun kelapa kering yang sudah diikat sedemikian rupa
99
kemudian dibakar dengan api untuk digunakan sebagai penerang jalan menuju
sekolah. Karena pada saat itu, belum ada kendaraan dan alat transportasi masih sangat
terbatas.
Masyarakat yang memiliki prestasi dalam pendidikan, akan diberikan
beasiswa oleh pemerintah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Seperti Usman Binoor yang menjadi seorang duta besar di Daerah Buol, karena
Beliau adalah orang Buol yang pertama melanjutkan pendidikan di Negara Amerika.
Majunya zaman dan berkembangnya ilmu teknologi membuat perubahan
dalam masyarakat Buol. Pendidikan yang ada pada masyarakat setelah tebentuknya
Kabupaten Buol Toli-toli pada tahun 1960 mulai berkembang, Sekolah yang
sebelumnya benama SR (Sekolah Rakyat) yang hanya sampai dengan kelas tiga telah
berubah menjadi SD (Sekolah Dasar) dan sampai dengan kelas enam. Di wilayah
Buol belum ada sekolah SMA, yang ada hanya di Toli-toli. Namun, di wilayah Buol
sudah terdapat sekolah SMK dan SGA/SPG tetapi di Toli-toli tidak ada, kemudian
berkembang di wilayah Buol dan Toli-toli semuanya sudah terdapat sekolah SMA,
SMK, SPG.
Tenaga pendidik yang ada di wilayah Buol masih sangat kurang, sekolah yang
ada di wilayah Buol menggunakan tenaga honorer yang diambil dari sekolah lain dan
lulusan dari SLTP maupun SLTA yang dianggap mampu untuk mengajar. Di wilayah
Buol hanya terdapat satu SLTP, fasilitas pendidikan masih sangat kurang dan biaya
pendidikan sangat tinggi. Masyarakat yang mempunyai prestasi jarang diberikan
100
penghargaan atau beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Terbentuknya Kabupaten Buol pada tahun 1999 memberikan pengaruh bagi
masyarakat. Pendidikan di Kabupaten Buol semakin meningkat, Lembaga pendidikan
semakin bertambah seperti TK, SD, SLTP, SLTA bahkan Kabupaten Buol sudah
mempunyai Perguruan Tinggi sendiri yaitu STISIPOL, dan cabang-cabang perguruan
tinggi yang dari Toli-toli maupun Palu. Sarana dan fasilitas pendidikan sudah
disiapkan oleh pemerintah. Adanya program pendidikan gratis bagi masyarakat Buol
yang menarik perhatian masyarakat dari Daerah-daerah lain seperti Toli-toli,
Gorontalo dan Palu untuk bersekolah di Kabupaten Buol.
Masyarakat yang bersekolah di luar daerah dalam rangka penyelesaian study
S1, S2 dan S3, mendapatkan bantuan pendidikan dari pemerintah. Tenaga pendidik
sudah mulai bertambah dan merupakan putra putri Daerah Buol sendiri. Sumber Daya
Manusia semakin berkembang pengetahuannya seperti menggunakan Hp, ATM,
Komputer/Laptop, Internet dan Facebook. Masyarakat sudah bisa merasakan
pendidikan sesuai dengan keinginannya.
Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termasuk dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maka dibutuhkan sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai, terlebih-lebih dalam rangka menyukseskan progran wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun. Pada Tahun 2011 jumlah sekolah Taman Kanak-
101
kanak (TK) sebanyak 82 buah dengan murid sebanyak 4.650 orang. Jumlah tersebut
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 3.123 orang. Rasio
antara murid dan Guru TK Tahun 2011 di Kabupaten Buol adalah 12,1.
Untuk lebih jelas mengetahui jumlah sekolah, murid, dan guru taman kanak-
kanak dengan melihat tabel 1.1.
Tabel. 1.1.
Keadaan Sekolah, Kelas, Murid, dan Guru Taman Kanak-kanak
dan Rasio Murid terhadap Guru
Table Number of Schools, Classes, Pupils and Teachers at Kindergartens and
Ratio of Pupils at Teachers
Tahun / Years 2011
No Kecamatan Sekolah Kelas Murid Guru
Rasio Murid
Terhadap Guru
1 Lakea 6 12 418 52 8,0
2 Biau 17 34 859 106 8,1
3 Karamat 2 4 125 8 15,6
4 Momunu 9 18 417 23 18,1
5 Tiloan 10 20 706 16 44,1
6 Bokat 11 22 537 46 11,7
7 Bukal 8 16 543 31 17,5
8 Bunobogu 4 8 223 28 8,0
9 Gadung 5 10 194 20 9,7
10 Paleleh 8 16 347 32 10,8
11 Paleleh Barat 2 4 103 7 14,7
Buol, 2011 82 164 4.650 369 12,1
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
102
Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) terdapat 177 unit sekolah yang terdiri dari
163 unit sekolah negeri, 3 unit sekolah swasta, dan 11 unit Min/Mis. Jumlah SD
terbanyak terdapat di Kecamatan Biau sebanyak 29 unit. Jumlah murid SD yang
tercatat pada Tahun 2011 adalah 24.049 orang. Jumlah guru SD pada tahun 2011
sebanyak 1.352.
Untuk lebih jelas mengetahui jumlah Sekolah Dasar menurut statusnya
dengan melihat tabel 1.2.
Tabel. 1.2.
Keadaan Sekolah Dasar Menurut Statusnya
Table Number of Primary Schools by Status
Tahun / Years 2011
No Kecamatan
Districts
Negeri/
Public
Swasta/
Private
Min/Mis/
Islamic
School
Jumlah
Total
1 Lakea 8 - 2 10
2 Biau 24 1 4 29
3 Karamat 10 - 1 11
4 Momunu 20 - - 20
5 Tiloan 13 - - 13
6 Bokat 19 - - 19
7 Bukal 15 2 2 19
8 Bunobogu 14 - 1 15
9 Gadung 14 - - 14
10 Paleleh 16 - 1 17
11 Paleleh Barat 10 - - 10
Buol, 2011 163 3 11 177
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
103
Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat 50 sekolah negeri dan
terdapat 9 sekolah swasta. Jumlah guru SMP pada tahun 2011 sebanyak 362 orang
dan jumlah murid SMP pada tahun 2011 sebanyak 6.714 yang tersebar di 11 wilayah
kecamatan. Pada Tahun 2011 terdapat 13 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 7
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jumlah murid Sekolah lanjutan tingkat atas
(SMA dan SMK) sebanyak 6.105 orang dengan jumlah guru sebanyak 281 orang.
Untuk lebih jelas mengetahu jumlah Sekolah, Guru dan Siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri dan Swasta menurut Kecamatan, dengan melihat
tabel 1.3 dan tabel 1.4.
Tabel. 1.3.
Keadaan Sekolah, Guru dan Siswa Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri menurut Kecamatan
Table Number of Schools, Teachers and Students at Public Junior High
Schools by District
Tahun / Years 2011
No Kecamatan
Districts
Sekolah
Schools
Murid
Students
Guru
PNS
Guru
GKD
Rasio Murid
ThdpGuru
Ratio of
Students at
Teachers
1 Lakea 3 412 11 6 24,2
2 Biau 3 1 200 72 13 14,1
3 Karamat 4 397 20 6 15,3
104
4 Momunu 4 659 24 2 25,3
5 Tiloan 3 422 21 5 16,2
6 Bokat 5 628 29 6 17,9
7 Bukal 7 839 24 3 31,1
8 Bunobogu 5 417 27 7 12,3
9 Gadung 5 524 16 4 26,2
10 Paleleh 5 503 29 10 12,9
11 Paleleh Barat 4 306 17 2 16,1
Buol , 2011 50 6. 307 290 64 18,6
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
Tabel. 1.4.
Keadaan Sekolah, Guru dan Murid Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Swasta menurut Kecamatan
Table Number of Schools, Teachers and Students at Private Junior High
Schools by District
Tahun / Years 2011
No Kecamatan
Districts
Sekolah
Schools
Murid
Students
Guru
PNS
Guru
GKD
Rasio Murid
ThdpGuru
Ratio of
Students at
Teachers
1 Lakea 2 179 3 1 44,75
2 Biau 1 50 - 2 12,5
3 Karamat - - - - -
4 Momunu 1 48 4 - 12
5 Tiloan - - - - -
6 Bokat 3 272 9 3 22,67
7 Bukal - - - - -
8 Bunobogu 1 46 4 - 11,5
9 Gadung - - - - -
10 Paleleh 1 66 4 - 16,5
105
11 Paleleh Barat - - - - -
Buol , 2011 9 661 24 6 20,65
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buol
Source : Education, Youth and Sports Service of Buol Regency
c. Bidang Hukum
Hukum adalah merupakan sesuatu yang mengatur segala tingkah laku
manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Lembaga hukum yang ada pada
masyarakat sebelumnya masih sangat kurang. Lembaga hukum yang dapat melayani
masyarakat hanya terdiri dari cabang kejaksaan negeri, dan polsek/kepolisian. Belum
terdapat pengadilan, dan lembaga bantuan hukum lainnya, namun demikian,
kehidupan sosial budaya masyarakat Buol selalu aman dan terjaga, karena sudah
terdapat aturan-aturan dari pemerintah yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat,
dan adanya kesadaran dari seluruh masyarakat tentang peraturan-peraturan yang telah
dibuat oleh pemerintah.
Terbentunknya Kabupaten Buol Toli-toli pada tahun 1960 telah memberikan
perubahan terhadap masyarakat. Lembaga hukum yang ada di wilayah Buol sudah
mulai lengkap meskipun masih berpusat di Toli-toli. Wilayah Buol belum terdapat
Kodim/Kramil, yang ada hanyalah di Toli-toli. Setelah pada tahun 1999 wilayah Buol
menjadi salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, Lembaga
hukum yang berada di Kabupaten Buol mulai lengkap, seperti Polsek, Polres,
Kejaksaan dan Jawatan-jawatan hukum lainnya, seluruh lembaga hukum tersebut
106
telah berpusat di Kabupaten Buol, terkecuali TNI (Kodim/Kramil) yang belum ada
dan masih terdapat di Toli-toli.
Sekarang ini, meskipun lembaga-lembaga hukum sudah mulai lengkap di
Kabupaten Buol, namun tidak berfungsi sebagai mana mestinya, aturan-aturan yang
telah berlaku sudah mulai kurang diperhatikan lagi oleh masyarakat. Salah satu
contoh adalah atauran-aturan dalam lalu lintas, rambu-rambu lalu lintas yang ada
sudah tidak diperhatikan lagi seperti adanya lampu merah, yang seharusnya berhenti
masyarakat sudah tidak memperhatikannya lagi, begitu juga dengan aturan memakai
hlem, masyarakat sudah mulai kurang memakai hlm, akibatnya banyak terjadi
kecelakaan karena tidak memperhatikan dan mematuhi aturan-aturan tersebut.
2. Perubahan Budaya
Negara Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau, yang
dihuni berbagai macam suku bangsa, ras dan etnik, yang mempunyai berbagai macam
ragam bahasa dan budaya. Salah satu budaya yang ada pada masyarakat Indonesia
pada umumnya adalah budaya kerja sama yang biasa dijumpai diberbagai daerah dan
mempunyai istilah masing-masing. Seperti halnya di Daerah Buol budaya gotong
royong dikenal sebagai motalyo (kerja sama,) dan di Derah Gorontalo dikenal sebagai
huyula (kerja sama) oleh masyarakat.
107
2.1.Gotong Royong
Perkembangan zaman dan majunya IPTEK telah membawa berbagai macam
perubahan khususnya bagi masyarakat Buol. Salah satu contoh adalah budaya gotong
royong yang ada pada masyarakat telah berubah dan jarang lagi dilakukan,
sebelumnya budaya gotong royong sangat kental dan selalu dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat. Misalnya ketika salah satu warga membangun rumah, masyarakat
disekitar berbondong-bondong membantu untuk membangun rumah tersebut. Selain
itu, dahulu ketika seorang warga akan membuka lahan perkebunan, warga yang lain
akan ikut membantu warga tersebut dengan suka rela. Pada keadaan sekarang, hal
seperti ini sudah tidak tampak lagi pada masyarakat, yang ada hanyalah ketika
seorang warga membuka lahan baru, maka warga tersebut harus menyediakan modal
cukup untuk membayar orang yang akan membantunya, masyarakat lebih bersifat
individual dan sebagian sudah menggunakan tenaga mesin yang dianggap lebih
modern dan praktis. Di Daerah Buol gotong royong dikenal dengan “Motalyo”,
dalam bahasa Buol.
Kehidupan sosial budaya masyarakat Buol setelah bergabung dengan Toli-toli
sampai dengan terbentuknya Kabupaten Buol pada tahun 1999 semakin meningkat,
namun budaya gotong royong yang ada pada masyarakat sudah terkikis dan hilang.
Biasanya mereka mengerjakan sesuatu bersama-sama, sekarang sudah lebih bersifat
individual karena mereka sudah mengenal IPTEK dan lebih banyak menggunakan
tenaga mesin. Masyarakat sudah mulai tersentuh oleh modernisasi yang membuat
108
masyarakat berfikir ingin berubah di segala bidang sesuai perkembangan zaman dan
tuntutan hidup.
Dalam kehidupan masyarakat Buol kerja sama atau gotong royong sudah
jarang dilakukan dan bahkan tidak berlaku lagi. Akan tetapi kerja sama dalam hal
tertentu masih tetap terjalin dengan baik ketika dari pemerintah kabupaten, maupun
dari kecamatan untuk menghimbau masyarakat agar melakukan suatu pekerjaan,
sehingga seluruh masyarakat siap untuk melaksanakan pekerjaan yang ingin akan
diselesaikan.
Sebelum terbentuknya Kabupaten Buol masyarakat dalam melakukan suatu
pekerjaan selalu dilakukan bersama-sama tanpa mengharapkan imbalan. Sistem kerja
yang berlaku pada umumnya adalah bersifat gotong royong atau kerja sama atas dasar
kekerabatan. Pelaku pelaksana gotong royong atau kerja sama pihak yang
memerlukan tenaga kerja biasanya menyediakan makan dan minum bagi pekerja.
Setelah terbentuknya Kabupaten Buol Budaya gotong royong mulai berubah
dan bahkan sudah tidak ada lagi dilakukan. Masyarakat apabila melakukan sesuatu
pekerjaan sudah lebih bersifat individual atau menggunakan upahan kepada
masyarakat lain yang ingin bekerja. Selain itu, masyarakat sudah tersentuh dengan
peralatan modern yang lebih cepat dan praktis, sehingga menyebabkan budaya gotong
royong tidak lagi dilakukan dan hilang dari masyarakat.
109
Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosal budaya masyarakat
Buol :
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya
masyarakat Buol adalah letak Geografis, karena Kabupaten Buol berada di bagian
utara Provinsi Sulawesi Tengah dengan letak wilayah antara 0,35° – 1,20° LU dan
120,12° – 122,09° BT. Selain itu, wilayah Kabupaten Buol mempunyai batas wilayah
administrasi yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya masyarakat.
Batas wilayah administrasi Kabupaten Buol adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara ------ Dengan Laut Sulawesi sekaligus Negara Fhilipina
- Sebelah Selatan ------ Dengan Provinsi Gorontalo dan Parigi Moutong
- Sebelah Timur ------ Dengan Provinsi Gorontalo
- Sebelah Barat ------ Dengan Kabupaten Toli-toli
a. Kabupaten Buol berbatasan dengan Negara Fhilipina
Negara Fhilipina adalah salah satu Negara yang berbatasan langsung dengan
laut sulawesi sekaligus berbatasan dengan Kabupaten Buol di bagian Utara, namun
daratan Negara Fhilipina tidak berhubungan secara langsung dengan daratan
Kabupaten Buol karena telah dipisahkan oleh laut dan mempunyai jarak yang sangat
jauh, sehingga menyebabkan Negara Fhilipina tidak berhubungan secara langsung
dan tidak begitu berpengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Buol.
110
b. Kabupaten Buol berbatasan dengan Parigi Moutong
Parigi Moutong adalah salah satu daerah yang berbatasan dengan Kabupaten
Buol di bagian selatan. Meskipun demikian, masyarakat Buol tidak berhubungan
secara langsung dengan masyarakat yang ada di Parigi Moutong, karena seperti
halnya dengan Negara Fhilipina, Kabupaten Buol mempunyai jarak yang sangat jauh
dan dibatasi oleh gunung-gunung serta tidak ada jalan yang menghubungkan secara
langsung antara Kabupaten Buol dengan Parigi Moutong, sehingga tidak
menyebabkan terjadinya kontak sosial budaya secara langsung antara masyarakat,
oleh karena itu, Parigi Moutong tidak begitu berpengaruh terhadap kehidupan sosial
budaya masyarakat Buol.
c. Kabupaten Buol berbatasan dengan Provinsi Gorontalo
Provinsi Gorontalo adalah salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Buol di bagian timur. Letak Provinsi Gorontalo dengan Kabupaten Buol
sangat strategis, karena Provinsi Gorontalo adalah merupakan jalur utama yang
dilalui oleh masyarakat Buol untuk menuju ke daerah-daerah lain seperti Kota
Manado, sehingga menyebabkan kontak sosial budaya antara masyarakat sering
terjadi dan sangat memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat. Salah satu contoh adalah banyak masyarakat Buol yang pergi bersekolah
di Provinsi Gorontalo, karena alat stransportasi sudah semakin banyak dan kondisi
Provinsi Gorontalo cukup aman untuk menimbah ilmu pengetahuan. Melihat realita
111
tersebut, banyak masyarakat Buol yang berada di Provinsi Gorontalo setelah kembali
ke Daerah Buol sudah terpengaruh oleh cara-cara hidup modern dan budaya-budaya
yang ada di Provinsi Gorontalo, sehingga menyebabkan perubahan sosial budaya
pada masyarakat.
d. Kabupaten Buol berbatasan dengan Kabupaten Toli-toli.
Kabupaten Toli-toli adalah salah satu daerah yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Buol, seperti halnya Kabupaten Buol dengan Provinsi Gorontalo,
letak Kabupaten Toli-toli sangat strategis dan memberikan peluang bagi masyarakat
Buol untuk melakukan kontak sosial budaya secara langsung antara masyarakat,
karena Kabupaten Toli-toli merupakan jalur utama yang dilewati masyarakat untuk
menuju ke daerah-daerah lain seperti Kota Palu. Melihat keadaan tersebut, banyak
masyarakat Buol berhubungan secara politik, sosial, ekonomi, budaya, sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya dalam masyarakat.
4.4.2. Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kehidupan Masyarakat
Setiap perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
akan memberikan suatu dampak, baik dampak yang bersifat positif maupun yang
bersifat negatif.
112
a. Dampak Positif
Majunya zaman dan berkembangnya ilmu teknologi telah merubah kehidupan
sosial budaya dalam masyarakat dan memberikan suatu dampak yang positif antara
lain :
1. Masyarakat telah mengenal teknologi modern, seperti mesin penggiling padi,
traktor (mesin pembajak sawah) yang membuat masyarakat lebih mudah dan
praktis bekerja walaupun tanpa memerlukan bantuan orang lain.
2. Masyarakat yang bekerja menggunakan tenaga manusia dan peralatan
tradisional, sekarang sudah menggunakan tenaga mesin dan peralatan modern.
3. Budaya-budaya dan tradisi masyarakat dikembangkan melalui musik modern.
4. Pembangunan-pembangunan sudah mulai ada di wilayah Kabupaten Buol.
5. Terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Buol.
6. Pendidikan dan ilmu pengetahuan masyarakat meningkat, seperti penggunaan
Hp, ATM, Internet, Facebook, mesin ketik Komputer/Laptop.
7. Masuknya masyarakat trans dan suku-suku lain di Kabupaten Buol membuat
masyarakat menjadi lebih aktif dan semangat untuk bekerja
8. Komunikasi dan pelayanan dalam masyarakat lebih mudah.
9. Alat transportasi sudah lebih maju dan sangat banyak sperti sepeda motor,
mobil, kapal laut bahkan Daerah Buol sudah mempunyai lapangan udara
(bandara pesawat) sendiri.
113
10. Masyarakat sudah bisa mengetahui perkembangan dan informasi yang berada
di wilayah lain.
11. Masyarakat mempunyai kesempatan untuk mngadakan festifal lomba
ketingkat Provinsi dan Nasional, serta masyarakat sudah mengadakan
pendataan BCB (Benda Cagar Budaya) yang ada di Kabupaten Buol seperti,
budaya-budaya peninggalan sejarah, kuburan kramat, dan istanah Raja Buol
(Rumah Adat).
12. Adanya kebebasan untuk bersekolah dan beraktifitas
13. Kehidupan masyarakat lebih meningkat dari sebelumnya.
14. Masuknya budaya-budaya asing/barat dapat memperkaya budaya dalam
masyarakat.
b. Dampak Negatif
Majunya zaman dan berkembangnya ilmu teknologi membawa perubahan dan
dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat antara lain :
1. Budaya-budaya dan tradisi khususnya budaya gotong royong dalam
masyarakat sudah tidak ada lagi dilakukan
2. Hubungan-hubungan dan sifat kekeluargaan dalam masyarakat mulai hilang.
3. Benda-benda sebagai bukti peninggalan sejarah masyarakat Buol jarang
diperhatikan lagi.
114
4. Permainan-permainan tradisional sebagai salah satu budaya dan tradisi
masyarakat yaitu permainan gasing yang menandakan waktunya menanam
padi, dan permainan layang-layang yang menandakan musim panen padi,
sekarang sudah tidak ada.
5. Etika dan moral dalam masyarakat mulai berkurang, mereka mulai memanggil
nama kepada orang yang lebih tua.
6. Masyarakat lebih suka berbahasa asing (inggris) dari pada berbahasa daerah
sendiri.
7. Masyarakat mulai bersifat individual.
8. Kurangnya perhatian dan kesadaran terhadap hukum /peraturan-peraturan
yang berlaku dalam masyarakat.
9. Masyarakat lebih suka memakai peralatan modern atau tenaga mesin dari
pada tenaga manusia.