BAB IV HASIL PENELITIANeprints.walisongo.ac.id/1481/5/085112014_Tesis_Bab4.pdf · pada isyarat yang...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIANeprints.walisongo.ac.id/1481/5/085112014_Tesis_Bab4.pdf · pada isyarat yang...
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Penerapan Naẓariyah al-Wahdah di SMA Islam Pekalongan
Kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh siswa melalui mata
pelajaran Bahasa Arab untuk SMA Islam mencakup empat aspek kecakapan
berbahasa (Observasi Sabtu, 21 Juli 2012), yaitu:
1. Kemahiran Mendengarkan (mah rah al-sim ’)
Salah satu prinsip linguistik menyatakan bahwa bahasa itu
pertama-tama adalah ujaran, yakni bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan
dan bisa didengar. Atas dasar itulah beberapa ahli pengajaran bahasa
menetapkansatu prinsip bahwa pengajaran bahasa harus dimulai dengan
mengajarkan aspek-aspek pendengaran dan pengucapan sebelum
membaca dan menulis.
Dapat disimpulkan, menyimak merupakan satu pengalaman
belajar yang amat penting bagi para siswa dan seyogyanya mendapat
perhatian sungguh-sungguh dari pengajar.
Implikasinya dalam pelaksanaan pengajaran ialah bahwa guru
hendaknya memulai pelajarannya dengan memperdengarkan (sebaiknya
secara spontan, tidak dengan membaca) ujaran-ujaran bahasa Arab baik
berupa kata-kata maupun kalimat, setidak-tidaknya ketika guru
memperkenalkan kata-kata baru, ungkapan-ungkapan baru, atau pola
kalimat baru. Manfaat dan aktifitas ini ialah untuk membiasakan murid
mendengar ujaran dan mengenal dengan baik tata bunyi bahasa Arab,
disamping dapat menciptakan kondisi belajar penuh gairah dan
menumbuhkan motivasi dalam diri murid. Hal ini sengaja ditekankan di
sini, karena berdasar pengamatan, banyak di antara guru bahasa Arab
yang cenderung mengajak murid-muridnya membaca buku teks sejak
awal pelajaran.
Secara umum tujuan latihan menyimak adalah agar siswa dapat
memahami ujaran dalam bahasa Arab, baik bahasa sahari-hari maupun
bahasa yang digunakan dalam forum resmi.
a. Tahap-tahap latihan menyimak
1) Latihan pengenalan (identifikasi)
Kemahiran menyimak (istim ’) pada tahap pertama
bertujuan agar siswa dapat mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa
Arab secara tepat. Latihan pengenalan ini sangat penting karena
sistem tata bunyi bahasa Arab banyak berbeda dengan bahasa
Indonesia dan bahasa daerah yang dikenal oleh siswa. Satu
keuntungan bagi guru bahasa Arab bahwa umumnya anak-anak
Indonesia khususnya yang muslim telah mengenal bunyi-bunyi
bahasa Arab sejak masa kanak-kanak, dengan adanya pelajaran
membaca Al-Quran dan shalat. Namun ini tidak mengurangi
pentingnya latihan tersebut, karena ternyata pengenalan mereka
itu belum tuntas. Ada bunyi bahas Arab yang sama dengan
bunyi bahasa pelajar, ada yang mirip dan ada yang sama sekali
tidak dikenal (asing). Berdasarkan kenyataan ini, guru harus
memberikan perhatian khusus kepada bunyi-bunyi yang mirip
dan yang asing sama sekali bagi pelajar.
Penyajian pelajaran menyimak bisa langsung oleh guru
secara lisan, akan tetapi lebih baik kalau guru bisa memakai
rekaman dengan kaset CD atau di laboratorium bahasa.
Rekaman ini penting karena siswa akan mendengarkan model-
model ucapan yang benar-benar akurat, langsung dari penutur
asli bahasa Arab. Dengan pemakaian CD rekaman ini, guru akan
terhindar dari kelelahan dan juga dari kemungkinan kesalahan
atau kekurangtepatan dalam ucapan, hal mana kalau sampai
terjadi akan mengakibatkan kesalahan ‘turun menurun’.
Latihan mengenal (identifikasi) ini bisa berupa latihan
lengar untuk membedakan (discrimination exercises) dengan
teknik mengontraskan pasangan-pasangan ucapan yang hampir
sama. Misalnya:
= Guru mengucapkan atau memutarkan rekaman, pelajar
diminta menebak, apakah yang didengarnya itu bunyi A atau B.
Contoh:
A :
B :
Guru / Rekaman Murid
A
B
B
A
= Guru memperdengarkan satu set yang terdiri dari 4 - 5 kata
atau frasa, sebagian mengandung bunyi bahasa yang ingin
dilatihkan. Murid diminta mengidentifikasi dengan menyebut
nomor kata-kata yang mengandung bunyi tersebut. Misalnya,
untuk mengidentifikasi bunyi (ق) guru memperdengarkan:
مقفول-مكتب-مقبول-مقعد
Murid merespons dengan menyebutkan angka: satu, dua empat.
= Variasi lain ialah, murid diminta mengidentifikasi apakah
pasangan kata yang diperdengarkan oleh guru, fonem
pertamanya sama atau berbeda. Misalnya:
Guru / Rekaman Murid
– S
جمبل– S
– TS
مسرح–مسجد S
مصباح–مشكاة TS
Respons siswa bisa dinyatakan dengan berbagai cara :
- bisa secara lisan, segera setelah model selesai diperdengarkan,
baik individual maupun klasikal;
- bisa dengan isyarat jari, misalnya untuk menyatakan angka
satu dua atau tiga dan seterusnya; dan
- bisa secara tertulis; untuk kemudian diperiksa oleh guru.
2) Latihan mendengarkan dan menirukan.
Walaupun latihan-latihan menyimak bertujuan melatil
pendengaran, tapi dalam praktek selalu diikuti dengan latihai
pengucapan dan pemahaman, bahkan yang disebut terakhir
inilal: yang manjadi rujuan akhir dari latihan menyimak. Jadi
setelah siswa mengenal bunyi-bunyi bahasa Arab melalui
ujaran-ujaran yang didengarnya, ia kemudian dilatih untuk
mengucapkan dan mamahami makna yang dikandung oleh
ujaran tersebut. Dengan demikian pelajaran isrima'sekaligus
melatih kemampuan reseptif dan produktif.
Dalam tahap permulaan, siswa dilatih untuk
mendengarkan dan menirukan. Kegiatan ini dilakukan oleh
guru, ketika memperkenajkan kata-kata atau pola kalimat yang
baru, atau dalam waktu yang sengaja dikhususkan untuk latihan
menyimak. Latihan menirukan ini difokuskan pada bunyi-bunyi
bahasa yang asing bagi siswa, juga pada pengucapan vokal
panjang dan pendek, bertasydid dan tidak bertasydid, yang tidak
dikenal dalam bahasa Indonesia.
Beberapa contoh:
a) Latihan pengucapan bunyi ( ق )
Guru mengucapkan murid menirukan
قلم قلم
قمر قمر
قصد قصد
قدم قدم
b) Latihan pengucapan beberapa bunyi yang berdekatan.
Guru Siswa
حبر حبر
خبر خبر
c) Latihan pengucapan vokal panjang dan pendek.
Guru Siswa
بارد بارد
قابل قابل
d) Latihan pengucapan vokal bertasydid.
Guru Siswa
كسر كسر
كسّر كسّر
كفر كفر
كفّر كفّر
Latihan-latihan mendengarkan dan menirukan (listen and
repeat / ) ini akan lebih efisien dan efektif
kalau dilakukan di laboratorium bahasa, sebab berbagai
teknik bisa dipraktekkan. Oisamping itu latihan bisa
dilakukan secara individual dalam waktu bersamaan, dan
siswa dapat membandingkan ucapannya sendiri dengan
model ucapan yang ditirunya. Pembetulan ucapan bisa
dilakukan oleh siswa secara self correction.
3) Latihan mendengarkan dan memahami
Tahap selanjutnya, setelah siswa mengenal bunyi-bunyi bahasa
dan dapat mengucapkannya, latihan menyimak bertujuan agar
siswa mampu memahami bentuk dan makna dari apa yang
didengarnya itu. Latihan mendengar untuk pemahaman ini dapat
dilakukan dengan berbagai macam teknik, antara lain:
a) latihan melihat dan mendengar (انظر واسمع)
Guru memperdengarkan materi yang sudah direkam, dan
pada waktu yang sama memperlihatkan rangkaian gambar
yang mencerminkan arti dan isi materi yang didengar oleh
siswa tadi. Gambar-gambar tersebut bisa berupa film-strip,
slide, gambar dinding dan sebagainya.
b) Latihan membaca dan mendengar (اقرأ واسمع)
Guru memperdengarkan materi bacaan yang sudah direkam
dan siswa membaca teks (dalam hati) mengikuti materi
yang diperdengarkan. Pada tingkat permulaan,
perbendaharaan kata-kata yang dimiliki siswa masih
terbatas. Oleh karena itu, harus dipilihkan bahan yang
pendek-pendek, mungkin berupa percakapan sehari-hari
atau ungkapan-ungkapan sederhana yang
tidak terlalu kompleks.
c) Latihan mendengarkan dan memeragakan ( (اقرأ ومثلّ
Dalam latihan ini, siswa diminta melakukan gerakan atau
tindakan non verbal sebagai jawaban terhadap stimulus
yang diperdengarkan oleh guru. Kegiatan ini tidak terbatas
pada ungkapan sehari-hari digunakan oleh guru dalam kelas
seperti:
افتح الشباك–امسح السبورة –اكتبوا –اجلس –أقفل الكتاب –اقرأ
Tetapi juga kegiatan-kegiatan yang berlaku di luar kelas
yang dapat didemonstrasikan, seperti:
–––تبكي فاطمة
Ketiga jenis latihan yang bam saja disebutkan, adalah
latihan permulaan bagi jenis latihan berikutnya, yakni
latihan pemahaman ( ) yang lebih luas.
d) Latihan mendengarkan dan mamahami
Pada akhirnya, mendengarkan sesuatu adalah untuk
memperoleh informasi. Infofmasi itu mungkin
tersurat/ekplisit, dinyatakan seeafa jelas. Tetapi mungfcin
juga tersirat/implisit, yang memerlukan pengamatan dan
penilaian lebih jauh.
Untuk mendapatkan informasi yang akurat, dalam arti tepat
dan bermanfaat, seorang penyimak harus pandai-pandai
memilih dan mengingat hiana yang penting dan
mengabaikan apa yang tidak penting, kemudian mengambil
kesimpulan.
Ini berarti bahwa menyimak adalah ketrampilan yang dapat
dicapai hanya dehgan latihan-latihan. Tujuan latihan
menyimak pada tahap ini ialah agar siswa memiliki
ketrampilan memahami isi suatu teks lisan dan mampu
secara kritis menangkap isi yang dikandungnya, baik yang
tersurat maupun yang tersirat.
Pada tahap ini, kepada siswa diperdengarkan teks lisan
(dibacakan langsung oleh guru atau melalui pita rekaman).
Mereka diminta menyimak, memahami dan kemudian
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan
sebelumnya untuk menguji pemahaman mereka.
Dalam hubungan dengan latihan mendengarkan untuk
pemahaman ini perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Pendengar menerima informasi melalui rangkaian
bunyi bahasa dengan susunan nada dan tekanan
penempatan persendian (juncture). Perubahan susunan
unsur bunyi dapat mengubah hubungan antarbagian
kalimat atau arti kalimat secara keseluruhan. Kita
sering menjumpai kalimat tanya yang bentuk dan
susuman katanya sama dengan kalimat berita, namun
berbeda karena lagu kalimat yang dipakai.
Dalam pelajaran menyimak henclaknya dipupuk
kemampuan siswa untuk menafsirkan makna kalimat
melalui unsur-unsur bunyi.
2) Biasanya terdapat gagasan pokok dan gagasan
penunjang dalam tutur pembicaraan atau dalam teks
yang dilisankan,. Siswa hendaknya dilatih untuk dapat
membedakan gagasan pokok dari gagasan sampingan,
contoh dan ilustrasi. Misalnya dengan mengamati
ungkapan petunjuk peralihan, seperti dalam bahasa
Arab: لذلك, لأن , رغم أن, , dan sebagainya.
3) Guru dalam memilih teks lisan hendaknya
memperhatikan hal- hal berikut:
- usia dan minat siswa
- kosakata yang dimiliki siswa
- tingkat kematangan dan kecepatan siswa dalam
mengikuti teks lisan.
Prinsip pengajaran: dari yang mudah ke yang sulit, dari
yang pendek ke yang panjang, dari yang kongkrit ke
yang abstrak, sebaiknya dipakai dalam hubungan ini.
4) Kecepatan yang wajar tentu merupakan tujuan akhir
pelajaran menyimak ini, tetapi untuk tahap-tahap
permulaan tidak ada salahnya kalau ucapan diperlambat
sedikit. Yang diperlambat bukan ucapan kata-katanya,
tapi jedahnya yang diperpanjang. Penyajian teks lisan
untuk tingkat-tingkat permulaan perlu diulang, kalau
perlu sampai tiga kali.
5) Penggunaan alat peraga banyak sekali manfatnya dan
dapat membantu mempercepat pengertian. Tapi ada
kalanya alat peraga ini dengan sengaja tidak dipakai
agar siswa tidak terlalu banyak menggantungkan diri
pada isyarat yang diperolehnya dari alat peraga ini.
Dengan kata lain, para siswa diharapkan memahami
teks-teks lisan hanya dari isyarat yang diterimanya
melalui gerbang telinga saja.
6) Untuk tingkat lanjut, situasi perlu dibuat mendekati
situasi sehari-hari. Gangguan-gangguan seperti
background musik atau suara orang lain yang sedang
bercakap-cakap, perlu dengan sengaja dimasukkan
dalam rekaman. Hal ini tentu memersulit usaha
meinahami teks lisan yatig sedang disajikan, tapi itulah
realitas dalam kehidupan sehari-hari.
7) Guru sebaiknya menuliskan kata-kata kunci sebelum
pelajaran dimulai dan menjelaskan maknanya. Tentu
saja tidak semua kata baru dapat dikatakan sebagai kata
kunci dan dijelaskan kepada siswa, karena kesempatan
untuk menerka arti kata dari hubungan kalimat perlu
juga diberikan kepada mereka.
8) Guru hendaknya menyampaikan kepada siswa dengan
jelas apa yang harus mereka kerjakan. Petunjuk yang
jelas akan merangsang para siswa dan menambah
semangat mereka untuk berusaha memahami teks lisan
yang disajikan guru.
9) Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa
terhadap apa yang didengarkannya, maka setiap materi
yang disajikan hendaknya dilengkapi dengan
pertanyaan-pertanyaan. Sistematika pertanyaan untuk
pelajaran menyimak ini akan diuraikan kemudian.
10) Respon atau jawaban para siswa bisa bervariasi. Untuk
tingkat-tingkat permulaan, jawaban bisa berupa:
- gambar-gambar, atau
- jawaban lisan dengan bahasa Indonesia.
Untuk siswa tingkat menengah atau lanjutan, jawaban
dalam bentuk lisan atau tulisan dengan bahasa Arab.
Tapi perlu digarisbawahi bahwa tujuan utama bukan
hakekat jawaban itu sendiri, tetapi pengertian yang
ditunjukkan siswa terhadap teks lisan yang disajikan.
e) Sistematika pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan dalam pelajaran mendengarkan dan
memahami, dapat disistematikakan menurut jenis pertanyaan itu
sendiri dan menurut perilaku siswa yang kita pancing.
Pada bagan di halaman berikut ini dapat dilihat adanya dua jenis
pertanyaan dan tiga jenis perilaku siswa. Jadi secara keseluruhan
ada enam jenis pertanyaa. Jenis 1 s/d 3 termasuk pertanyaan
yang relatif mudah, sedangkan jenis pertanyaan 4 s/d 6 termasuk
golongan pertanyaan yang sukar. Gradasi kesukaran tercermin
dalam urutan nomor pertanyaan.
Pertanyaan jenis ya – tidak (Na’am – La) ialah pertanyaan yang
jawabannya didahului dengan kata Na’am atau La. Misalnya:
-
،أو لا، نعم+
Pertanyaan jenis alternatif ( ikhtiy ri ) ialah pertanyaan yang
memberikan pilihan kepada siswa dan kedua pilihan itu secara
eksplisit disebutkan dalam pertanyaan. Misalnya:
أ موظف أنت أم تاجر؟
Hamzah ( أ ) bisa digunakan untuk keedua jenis pertanyaan di
atas, sedangkan Hal ( ) hanya untuk jenis pertanyaan pertama
(na’am-la) dan dikenal dengan istilah Lit-Tashdiq ( ).
Pertanyaan jenis wh-question ( dalam bahasa Inggris ) atau
dikenal dengan istilah Lit-Ta awwur dalam bahasa (للتصور)
Arab, iafah pertanyaan yang menggunakan Adawatul-Istifham
selain hal dan hamzah, seperti: كم, متى, من, ما
Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa berbentuk subyektif atau
obyektif. ang pertama lebih sukar karena jawabannya disamping
tergantung pada pengertian siswa akan isi teks lisan juga pada
kemampuannya menyusun kalimat dalam bahasa Arab.
Gradasi kesukaran seperti disebutkan di muka sudah tentu tidak
mutlak, karena apa yang sulit bagi seorang siswa mungkin
mudah bagi yang lain. Yang penting, dengan sistematika ini,
guru punya pegangan dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan
yang tepat, tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.
Sistematika pertanyaan ini juga dapat digunakan untuk
keperluan tes atau evaluasi.
2. Kemahiran Berbicara (mah rah al-kal m).
Kemahiran berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan
berbahasa yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa modern termasuk
bahasa Arab. Berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling
pengertian, komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa
sebagai medianya.
Kegiatan berbicara di dalam kelas bahasa mempunyai aspek
komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan pendengarnya
secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih
dahulu didasari oleh: kemampuan mendengarkan, kemampuaan
mengucapkan, dan penguasaan (relatif) kosakata dan ungkapan yang
memungkinkan siswa dapat mengkomunikasikan maksud/pikirannya.
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa latihan berbicara ini
merupakan kelanjutan dari latihan menyimak yang di dalam kegiatannya
juga terdapat latihan mengucapkan.
Kegiatan berbicara ini sebenarnya merupakan kegiatan yang
menarik dan ramai dalam kelas bahasa. Akan tetapi seringkali terjadi
sebaliknya. Kegiatan berbicara menjadi tidak menarik, tidak merangsang
partisipasi siswa, suasana menjadi kaku dan akhirnya macet. Ini terjadi
mungkin karena penguasaan kosa kata dan pola kalimat oleh siswa masih
sahgat terbatas. Namun demikian, kunci keberhasilan kegiatan tersebut
sebenarnya ada pada guru. Apabila guru dapat secara tepat memilih topik
pembicaraan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, dan memiliki
kreativitas dalam mengembangkan model-model pengajaran berbicara
yang banyak sekali variasinya, tentu kemacetan tidak akan terjadi.
Faktor lain yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah
keberanian murid dan perasaan tidak takut salah. Oleh karena itu guru
hams dapat memberikan dorongan kepada siswa agar berani berbicara
kendatipun dengan resiko salah kepada siswa hendaknya ditekankan
bahwa takut salah adalah kesalahan yang paling besar.
Secara umum tujuan latihan berbicara unruk tingkat pemula dan
menengah ialah agar siswa dapat berkomunikasi lisan secara sederhana
dalam bahasa Arab.
a. Tahap-tahap Latihan Berbicara
Pada tahap-tahap permulaan, latihan berbicara dapat dikatakan
serupa dengan latihan menyimak. Sebagimana telah dikemukakan
sebelumnya, dalam latihan menyimak ada tahap mendengarkan dan
menirukan. Latihan mendengarkan tian menirukan ini merupakan
gabungan antara latihan dasar untuk kemahiran menyimak dan
kemahiran berbicara. Namun harus disadari bahwa tujuan akhir dari
keduanya berbeda. Tujuan akhir latihan menyimak adalah
kemampuan memahami apa yang disimak. Sedangkan tujuan akhir
latihan pengucapan adalah kemampuan ekspresi, yaitu
mengemukakan ide/pikiran/pesan kepada orang lain. Keduanya
merupakan syarat mutlak bagi sebuah komunikasi lisan yang efektif
secara timbal balik.
Berikut ini diberikan beberapa model latihan berbicara. Urutan
nomor menunjukkan gradasi/tingkat kesukaran walaupun tidak
mutlak.
1) Latihan Assosiasi dan Identifikasi
Latihan ini terutama dimaksudkan untuk melatih spontanitas
siswa dan kecepatannya dalam mengidentifikasi dan
mengasosiasikan makna ujaran yang didengarnya. Bentuk
latihannya antara lain :
a) Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang
ada hubungannya dengan kata tersebut.
b) Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang
tidak ada hubungannya dengan kata tersebut.
c) Guru menyebut satu kata benda (ism), siswa menyebut kata
sifat yang sesuai.
d) Guru menyebut satu kata kerja (fi’il ), siswa menyebut
pelaku (f ’il) nya yang cocok.
e) Guru menyebut satu kata kerja (fi’il), siswa 1 menyebutkan
(f ’il)nya yang cocok, siswa 2 melengkapinya dengan
sebuah frasa dan siswa 3 mengucapkan kalimat yang
disusun bersama itu selengkapnya.
f) Guru menulis di papan tulis beberapa kategori/jenis benda,
siswa diminta mengingatnya. Beberapa saat kemudian
tulisan dihapus. Kemudian guru menyebut satu kata benda
dan siswa menyebutkan jenis benda tersebut.
g) Guru atau salah seorang siswa menulis satu kata (secara
rahasia). Kemudian siswa satu persatu mengajukan
pertanyaan untuk dapat menebak kata yang ditulis. Dalam
permainan ini kelas dapat dibagi 2 kelompok. Kelompok
yang lebih cepat menebak mendapatkan nilai lebih baik.
2) Latihan Pola Kalimat ( Pattern Practice )
Pada pembahasan mengenai teknik pengajaran qawaid/ struktur
telah diuraikan berbagai macam model latihan, yang secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga jenis:
- latihan manipulatif
- latihan bermakna
- latihan komunikatif
Semua atau sebagian jenis latihan ini dapat dipraktekan secara
lisan sesuai dengan kebutuhan. Porsi latihan-latihan manipulatif
harus dibatasi agar siswa dapat segera dibawa ke latihan-latihan
komunikatif yang sebenarnya.
3) Latihan Percakapan
Latihan percakapan ini terutama mengambil topik tentang
kehidupan sehari-hari atau kegiatan-kegiatan yang dekat dengan
kehidupan siswa. Dalam kegiatan ini juga diajarkan macam-
macam ucapan selamat/tahiyyāt dan juga al-sā’ibu al-mujāmalāt
yang banyak sekali variasinya. Dalam hal ini, tidak hanya aspek-
aspek bahasanya saja yang diajarkan, tetapi juga aspek-aspek
sosial budaya, seperti sopan santun, gerak-gerik serta perilaku
dalam bercakap-cakap.
Diantara model-model latihan percakapan itu ialah sebagai
berikut:
a) Tanya Jawab
Guru mengajukan satu pertanyaan, siswa 1 menjawab
dengan satu kalimat; kemudian siswa 1 bertanya, siswa 2
menjawab; kemudian siswa 2 bertanya siswa 3 menjawab;
demikian seterusnya sampai semua siswa mendapat
gilirannya.
Contoh:
: المدرس
. : أحمد
: .
. : فاضل
:.
Pada ronde berikutnya siswa diminta memberikan jawaban
dengan dua atau tiga kalimat.
b) Menghafalkan model dialog.
Guru memberikan suatu model dialog secara tertulis untuk
dihafalkan oleh siswa di rumah masing-masing. Pada minggu
berikutnya secara berpasangan mereka diminta tampil
kemuka kelas untuk memeragakan dialog tersebut. Untuk
menghidupkan suasana dan melatih kemahiran bercakap-
cakap secara wajar, siswa diminta tidak sekedar
menghafalkan dialog-dialog tersebut, tapi juga
mendramatisasikannya, dengan memperhatikan segi-segi
ekspresi, mimik, gerak-gerik, intonasi dan lain sebagainya
sesuai dengan teks yang ditampilkannya. Dialog-dialog
tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kemahiran siswa,
dan harus bersifat situasional yang diambil materinya dari
kehidupan sehari-hari, misalnya di rumah, di sekolah, di
pasar, di stasiun dan sebagainya. Untuk menopang penciptaan
situasi, dapat digunakan alat bantu seperti gambar-gambar,
slide dan film.
c) Percakapan terpimpin
Di dalam percakapan terpimpin, guru menentukkan situasi/
munasabahnya. Siswa diharapkan mengembangkan
imajinasinya sendiri dalam percakapan dengan lawan
bicaranya sesuai dengan munasabah yang telah ditentukan.
Apabila murid diberi kesempatan untuk mempersiapkannya
di rumah, maka sebaiknya jangan ditetapkan pasangannya
terlebih dahulu. Ini untuk menghindati kemungkinan siswa
untuk mempersiapkannya secara tertulis dan kemudian
menghafalkannya. Kalau ini terjadi akan mengurangi nilai
spontanitas.
d) Percakapan bebas
Dalam kegiatan percakapan bebas, guru hanya menetapkan
topik pembicaraan. Siswa diberi kesempatan melakukan
percakapan mengenai topik tersebut secara bebas.
Sebaiknya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang
masing-masing beranggotakan 4-5 orang, agar siswa punya
kesempatan yang cukup untuk berlatih. Guru dalam hal ini
melakukan pengawasan terhadap masing-masing kelompok,
dan memberikan perhatian khusus kepada kelompok yang
dinilai lemah atau terlihat kurang lancar dan kurang
bergairah dalam melakukan percakapan.
e) Bercerita.
Bercerita mungkin salah satu kegiatan yang menyenangkan.
Tapi bagi yang mendapat tugas bercerita, kadangkala
merupakan siksaan karena tidak punya gambaran apa yang
akan diceritakan. Oleh karena itu guru hendaknya membantu
siswa dalam menemukan topik cerita. Sebaliknya,
mendengarkan cerita juga bisa menimbulkan kejemuan
apabila yang bercerita tidak memperhatikan asas-asas
keefektifan berbicara. Tugas guru adalah membimbing siswa
agar memperhatikan asas-asas tersebut. Kejemuan juga bisa
diatasi dengan variasi pokok cerita atau bentuknya.
f) Diskusi
Ada beberapa model diskusi yang bisa digunakan dalam
latihan berbicara, antara lain:
1) Guru menetapkan satu masalah, katakanlah dalam bentuk
pertanyaan atau pernyataan. Misalnya:
:
Kemudian guru membagi siswa dalam 2 kelompok.
Kelompok A bersikap mendukung pernyataan dan
kelompok B bersikap menentang pernyataan. Guru atau
salah seorang siswa bertindak sebagai moderator dan
menggilirkan waktu kepada masing-masing kelompok
untuk mengemukakan alasan atau argumentasinya.
Moderator hendaknya meperhatikan agar semua anggota
kelompok mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dan
tidak dimonopoli oleh beberapa siswa saja.
2) Guru menetapkan topik. Siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya tentang masalah yang
menjadi topik pembicaraan tersebut secara bebas.
3) Diskusi kelompok
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, masing-
masing terdiri dari 6 sampai 10 siswa. Pada setiap
kelompok ditentukan/ dipilih seorang ketua, penulis dan
pelapor.
Masing-masing kelompok mendiskusikan topik yang
berbeda-beda atau topik yang sama tapi dari segi yang
berbeda. Pada bagian akhir jam pelajaran, wakil dari
masing-masing kelompok (pelapor) melaporkan hasil
diskusi kelompoknya di depan kelas dan siap menjawab
pertanyaan atau sanggahan yang diajukan oleh kelompok
lain.
4) Diskusi panel.
Guru menetapkan topik, menunjuk beberapa siswa sebagai
panelis, moderator dan penulis. Kepada petugas diberi
kesempatan satu minggu untuk mempersiapkan bahan
pembicaraannya, dan siswa yang lain menyiapkan
sanggahan-sanggahan. Dalam pelaksanaan diskusi guru
bertindak sebagai partisipan pasif. Pada akhir diskusi guru
memberikan komentar dan evaluasi.
Dalam pemilihan topik hendaknya dipertimbangkan hal-
hal berikut ini:
a) Tingkat kemampuan siswa.
b) Topik jangan terlalu sukar, karena siswa yang lemah
tidak akan mampu berpartisispasi secara aktif.
c) Minat dan selera siswa.
d) Jangan memilih topik atas dasar selera guru saja.
Kalau siswa tidak berminat kepada topik
pembicaraan, maka mereka tidak akan bergairah
untuk berpartisipasi.
e) Topik hendaknya bersifat umum dan populer. Jangan
pilih topik yang terlalu spesifik dan tekhnis yang
hanya bisa diikuti oleh siswa tertentu saja.
f) Dalam menetukan topik, sebaiknya siswa diajak serta
untuk merangsang keterlibatan mereka dalam
kegiatan berbicara.
5) Wawancara
a) Persiapan Wawancara
Wawancara sebagai suatu kegiatan dalam pelajaran
berbicara memerlukan persiapan-persiapan sebagai
berikut:
- sebelum kegiatan dilaksanakan, pihak-pihak yang
akan diwawancarai sudah mempersiapkan pokok
masalah yang akan dibicarakan.
- penanya dalam kegiatan wawancara ini juga harus
mempersiapkan.
- pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada
sasaran informasi yang sudah direncanakan.
- dalam hubungan ini guru berkewajiban
membimbing kearah pemakaian kalimat yang
singkat dan tepat, disamping unsur-unsur kefektifan
lainnya.
b) Bentuk Wawancara
Kegiatan wawancara ini dapat dilakukan dalam dua
bentuk:
• Wawancara dengan tamu
Dalam hal ini guru sengaja menghadirkan seseorang
ke dalam kelas untuk diwawancarai oleh para siswa.
Tamu yang diundang itu bisa seorang dari luar yang
belum dikenal oleh siswa mungkin seorang native-
speaker yang kebetulan berada di Indonesia atau orng
Indonesia yang mampu berbahasa Arab. Dapat juga
tamu itu seorang dari dalam sekolah yang sudah
sikenal oleh siswa, misalnya seorang guru bahasa
Arab yang lain, atau siswa dari kelas yang lebih
tinggi, ketua OSIS atau ketua panitia suatu kegiatan
sekolah dan sebagainya.
• Wawancara dengan teman sekelas.
Dalam kegiatan ini, sebagian siswa mewawancarai
yang lain, berpasang-pasangan, secara bergantian.
Setelah selesai kegiatan wawancara, setiap siswa
melaporkan di depan kelas hasil wawancaranya,
setiap siswa melaporkan di depan kelas hasil
wawancaranya. Semuanya harus dilakukan dalam
bahasa Arab. Bahan wawancara adalah data pribadi
siswa, misalnya data mengenai keluarga, tempat
tinggal, kegiatan sehari-hari, hobi dan sebagainya.
6) Sandiwara
Sandiwara merupakan kegiatan yang mengandung unsur
rekreatif, karenanya menyenangkan. Namun tidak setiap
siswa berbakat atau mempunyai minat untuk bermain
sandiwara. Oleh karena itu guru memillih siswa-siswa
tertentu untuk memainkan sandiwara, sedang siswa yang
lain sebagai penonton. Ini bukan berarti bahwa yang
mengambil manfaat dari kegiatan sandiwara ini hanyalah
mereka yang bermain. Yang menonton pun akan
memetik faedah, yakni dalam aspek reseptif
(mendengarkan dan memahami).
Persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum
kegiatan ini dilakukan ialah :
a) Memilih naskah, dengan jalan mencuplik bagian
atau fragmen sandiwara yang sudah tertulis, yang
dialog-dialognya dapat dianggap baik sebagai alat
untuk mengajarkan kemampuan berbicara. Naskah
juga bisa disusun oleh guru, yakni berupa dialog
sederhana dalam satu adegan yang sesuai dengan
tujuan pelajaran ketrampilan berbicara.
b) Siswa diberi kesempatan untuk melakukan latihan
beberapa hari sebelurn penampilan.
Tujuan latihan berbicara dengan sandiwara ini ialah
untuk mengarahkan siswa kepada pemakaian
kalimat dan ungkapan yang baik, pemakaian bentuk-
bentuk formal dan informal, sekaligus memupuk
keberanian siswa terutama dalam menghadapi pihak
penonton.
7) Berpidato
Kegiatan ini hendaknya dilakukan setelah siswa
mempunyai cukup pengalaman dalam berbagai kegiatan
berbicara yang lain seperti percakapan, bercerita,
wawancara, diskusi dan lain-lain. Hal ini perlu karena
kegiatan berpidato ini sifatnya selalu resmi dan
membutuhkan gaya bahasa yang lebih banyak. Oleh
karena itu perlu waktu persiapan yang cukup.
Pengajar dalam hal ini harus mampu menanamkan
keterlibatan pihak pendengar dengan pembicara. Untuk
mencapai hal ini guru dapat menghubungkan kegiatan
mendengar dan menulis. Misalnya saja, siswa diharuskan
menulis ringkasan isi pidato dari setiap pembicara.
Kegiatan berpidato sebagai salah satu sarana atau
bentuk pengajaran bahasa Arab telah lama dipraktekkan
di Pondok Modern Gontor. Hasilnya ternyata sangat
baik. Hendaknya guru bahasa Arab di sekolah-sekolah
berusaha memasukkan ‘lomba pidato bahasa Arab’
sebagai salah satu mata acara lomba yang biasanya
diadakan setiap tahun, baik dalam rangka PORSENI,
Hari Ulang Tahun Sekolah, Peringatan Hari-Hari Besar
Islam dan sebagainya.
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya sesuatu
kegiatan pengajaran diperlukan penilaian yang
sistematis. Tanpa sistematika, guru akan mengalami
kesukaran dalam menentukan “apa yang dinilai dan
bagaimana cara menilainya”. Akibatnya hasil penilaian
guru sangat subyektif dan tidak akurat.
Penilaian yang dilakukan oleh guru, bukan semata-
mata mengukur dan memberikan angka dapa suatu
kegiatan belajar, tetapi hendaknya juga diartikan sebagai
usaha perbaikanmutu atau prestasi belajar siswa di
samping untuk pembinaan motivasi belajar yang lebih
kuat. Penilaian diagnosis, tujuannya bukan semata-mata
untuk mengetahui kekurangan dan kesalahan siswa.
Tetapi pengetahuan guru tentang kekurangan dan
kesalahan siswa itu justru sebagai bahan untuk dijadikan
pertimbangan dalam merencanakan kegiatan-kegiatan
selanjutnya yang diharapkan akan membantu
memperbaiki kekurangan dan kelemahan siswa.
Perlu dikemukakan di sini bahwa di dalam
menyampaikan hasil penilaian, guru hendaknya jangan
hanya menekankan kekurangan-kekurangan siswa. Segi-
segi kemajuan dan keberhasilan mereka juga harus
dikemukakan. Kecaman harus diimbangi dengan pujian.
Dengan demikian akan timbul perasaan di kalangan
siswa bahwa mereka telah sanggup melakukan sesuatu
dan perasaan ini akan mendorong mereka melakukan
tugas-tugas selanjutnya dengan penuh gairah.
3. Kemahiran Membaca (mah rah al-Qir ah)
a. Pengajaran qir ’ah jahriyah
Pada awal pertemuan, guru memberikan contoh cara membaca
dengan baik dan benar, seperti membaca sebuah cerita atau
percakapan yang kemudian meminta siswa untuk mengikuti dan
mengulangi apa yang telah dibaca oleh guru.
Cerita yang diberikan adalah berupa cerita yang sederhana, dan
mudah dipahami sehingga bacaan berpusat pada ucapan dan si
pembaca tidak berpaling dari ucapan ke makna. Cerita yang pendek
bisa memudahkan bagi siswa, sedangkan untuk memahaminya dapat
dituliskan beberapa mufradat yang sulit. Sebelum qir ’ah jahriyah
dimulai, guru mengajak siswa untuk mendiskusikan isi dari teks
tersebut.
Guru memberikan waktu khusus untuk melatih siswa
mendengarkan cerita melalui pemuaran kaset rekaman, kemudian
guru meminta mereka untuk membacanya dengan keras.
Guru melatih siswa untuk membaca secara bersama-sama dan
perorangan. Dalam hal membaca perorangan, guru harus lebih
memperhatikan siswa dan meminta siswa untuk membaca dengan
cepat bukan kalimat per kalimat, tidak banyak melakukan kesalahan.
Guru harus peka terhadap kesalahan bacaaan yang dilakukan oleh
siswa, sehingga guru dapat segera memperbaiki bacaannya.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan guru dalam mengajarkan
qir ’ah jahriyah:
1) Hindari pengulangan dan membaca kata per kata
2) Gunakan intonasi dan irama yang benar sesuai struktur kalimat
tanpa mengalami kesalahan bunyi pengucapan
3) Bacalah teks secara ekspresif, sesuai dengan makna dan maksud
yang terkandung dalam teks.
b. Pengajaran Qir ’ah mitah
Qir ’ah mitah adalah aktifitas membaca yang hanya
mengandalkan mata dan pikiran. Peranan mata adalah untuk
menghimpun simbol-simbol tertulis yang telah ditangkapnya
kemudian diolah oleh otak untuk ditafsiri maknanya. Qir ’ah
mitah disebut dengan qir ’atul fahmi (membaca untuk
memahami), qir ’ah sh mitah merupakan salah satu kemahiran
membaca yang penting yang wajib diajarkan dalam pembelajaran
bahasa dan ini adalah salah satu tujuan pembelajaran bahasa.
Qir ’ah mitah merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk
menambah pengetahuan dan mengembangkan kemampuan mereka.
Perlu difahami bahwa perpindahan kemampuan siswa dari
qir ’ah jahriyah ke qir ’ah mitah tidak terjadi secara tiba-tiba,
tetapi bertahap. Maka, guru perlu jeli dalam memilih teks yang akan
menjadi sumber belajar.
1) Tahap I
a) Gunakan teks bacaan yang mengandung mufrad t yang
sudah dikenal siswa dan berkait dengan matapelajaran
tertentu.
b) Tujuannya: memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengenal berbagai jenis struktur kalimat bahasa Arab dalam
konteks yang umum, termasuk juga memperkenalkan
mufradat baru.
2) Tahap II
a) Dalam tahap ini, guru bisa memperkenalkan teks bacaan
yang sama sekali belum dipelajari siswa tetapi memiliki
keterkaitan dengan materi bacaan sebelumnya.
b) Peran guru adalah memilih teks yang sesuai dengan
kemampuan siswa, memberikan orientasi singkat tentang isi
bacaan, dan memotivasi mereka agar mau membacanya.
3) Rambu-rambu pengajaran qir ’ah mitah
a) Guru tidak memperbolehkan siswa untuk melihat kosa kata
kecuali setelah siswa membaca teks secara keseluruhan
dalam sekali atau dua kali untuk mengetahui isi globalnya.
b) Guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan kamus, tetapi memaksa mereka untuk
memahami teks sesuai kemampuan mereka.
c) Guru berusaha sebisa mungkin untuk menghindari bahasa ibu
ketika pembelajaran qir ’ah mitah, guru menumbuhkan
kepercayaan diri mereka untuk menggunakan bahasa Arab
dalam hal ini.
d) Guru perlu membagi satu tema bacaan ke dalam beberapa
paragraf, kemudian siswa membacanya paragraf per paragraf,
setelah siswa membaca semua paragraf guru mengajukan
pertanyaan untuk didiskusikan, dan sebaiknya pertanyaan
yang diajukan oleh guru masih seputar tema yang sedang
dibahas dan sudah tertulis di buku.
e) Siswa cenderung meremehkan kegiatan pembelajaran qir ’ah
mitah, Oleh karena itu, guru perlu punya kiat jitu untuk
mengatasinya, dengan cara memberi reward kepada siswa
yang aktif.
f) Guru memberi tahu arti dari kosa kata yang belum diketahui
oleh siswa, misalnya ketika siswa menemukan kosa kata baru
guru meminta untuk menuliskan arti kata tersebut di atasnya.
g) Guru harus mengetahui macam-macam tadribat dalam
qir ’ah mitah yang mencakup latihan makna, suara dan
mufrad t. Misalnya ;
)معنى: (اكمل مختارا كلمة من الكلمات الثلاث –أ
........... أنا
ذاكر –أذاكر –
:اكمل مختارا كلمة من الكلمات الأربع –ب
.من الفصل .......... المعلم
مرح –خرج –فرح –جرح
: اكمل بالكلمة المناسبة –ج
) .مفردات(الباب ........
وراء –ثقب –نافذة
Selain itu, masih ada latihan-latihan yang lain, seperti ;
a) Menguraikan kata dan artinya
b) Memilih gambar dan mendeskripsikannya
c) Membedakan antara fi’il māḍi dan muḍ ri’
d) Memilih beberapa kata dan menempatkan tiap kata pada
kalimat.
4) Mengajarkan Qir ah bagi siswa pemula
Diperuntukkan bagi siswa yang baru pertama belajar membaca
huruf Arab.
Ada dua metode yang bisa diterapkan:
a) Metode struktural (al- ṭar qah al-tark biyah)
1) Teknik alpabetis (al-usl b al-hij ’i)
2) Teknik fonetis (al-usl b al- auti)
b) Metode analisis (al- ṭar qah at-tahl liyah)
1) Teknik kata (usl b al-kalimat)
2) Teknik kalimat (usl b al-jumlah)
c. Pengajaran Qir ’ah Muk tsafah (intensive reading)
1) Membaca intensif merupakan kegiatan membaca bacaan secara
teliti dan seksama dengan tujuan memahaminya secara rinci.
2) Membaca intensif merupakan salah satu upaya untuk
menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara
kritis.
3) Yang termasuk membaca intensif ini adalah membaca
pemahaman
d. Pengajaran qira’ah wasi’ah (extensive reading)
1) Membaca ekstensif merupakan proses membaca yang dilakukan
secara luas, bahan bacaan yang digunakan bermacam-macam
dan waktu yang digunakan cepat dan singkat.
2) Tujuan membaca ekstensif adalah sekadar memahami isi yang
penting dari bahan bacaan dengan waktu yang singkat dan cepat.
Yang termasuk membaca ekstensif adalah:
a) Membaca survey, merupakan kegiatan membaca yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran umum isi dan ruang
lingkup bahan bacaan. Kegiatan membaca survey ini
misalnya melihat judul, pengarang, daftar isi, dan lain-lain.
b) Membaca sekilas atau skimming, adalah membaca dengan
cepat untuk mencari dan mendapatkan informasi secara
cepat. Dalam hal ini pembaca melakukan kegiatan membaca
secara cepat untuk mengetahui isi umum suatu bacaan atau
bagian-bagiannya. Membaca sekilas merupakan salah satu
teknik dalam membaca cepat.
c) Membaca dangkal, merupakan kegiatan membaca untuk
memperoleh pemahaman yang dangkal dari bahan bacaan
ringan yang kita baca. Tujuan membaca dangkal adalah untuk
mencari kesenangan.
4. Kemahiran Menulis (mah rah al-kitâbah)
a. Pengertian Menulis
Menulis adalah
• Aktifitas memindahkan bunyi bahasa ke dalam simbol-simbol
tulisan dalam bentuk huruf atau rangkaian huruf sesuai dengan
aturan dalam bahasa yang bersangkutan.
• Aktifitas memindahkan gagasan, pikiran, hayalan, informasi,
dan lain-lain ke dalam sistem tulisan dalam bahasa tertentu.
• Sebagai bagian dari kemahiran berbahasa yang produktif dan
penting untuk mengkomunikasikan informasi, gagasan, pikiran,
dan lain-lain dalam bentuk tertulis.
b. Kompetensi menulis bahasa Arab
1) Menuliskan huruf Arab dengan benar
2) Menuliskan kata dalam huruf Arab yang benar
3) Menyusun ungkapan dan kalimat dengan bahasa Arab yang bisa
difahami oleh pembaca
4) Merangkai ungkapan dan kalimat-kalimat menjadi beberapa
paragraf yang mencerminkan maksud penulis secara jelas.
c. Tujuan pengajaran Kitâbah
1) Aspek mekanis
a) Menulis huruf-huruf Arab dan mampu menghubungkan
antara bentuk huruf dan bunyinya
b) Menulis kata-kata dalam bahasa Arab dengan huruf terpisah
dan huruf sambug serta membedakan bentuk huruf dalam
awal, tengah dan akhir kata.
c) Menguasai cara menulis bahasa Arab dengan penulisan
yang benar.
d) Mampu membiasakan menulis dari kanan ke kiri
e) Memahami tanda-tanda baca dan mengetahui cara
penggunaannya.
f) Mengetahui dasar-dasar imlâ’ dan mengetahui
perbedaan-
perbedaan antara pengucapan dengan penulisan dan juga
sebaliknya dalam bahasa Arab
2) Aspek behavioris
a) Menerjemahkan pikiran-pikirannya secara tertulis dalam
kalimat yang menggunakan susunan bahasa Arab yang
sesuai.
b) Menerjemahkan pikiran-pikirannya secara tertulis dalam
kalimat dengan pemilihan mufradat yang sesuai disertai
dengan perubahannya yang juga mempengaruhi makna
sebuah kata.
c) Menerjemahkan pikiran-pikirannya secara tertulis dengan
menggunakan bentuk struktur nahwiyah yang benar.
(Grammatically sentences)
d) Menggunakan gaya penuturan bahasa yang sesuai dengan
tema tulisan.
e) Mampu menuliskan dengan cepat apapun yang
menggambarkan tentang dirinya dalam bahasa yang benar,
dan jelas.
Rincian operasional kemampuan menulis dalam bahasa Arab
(aspek behavioris):
a) Siswa mampu menulis sebuah teks melalui kegiatan
membaca
b) Mampu meringkas bacaan teks dengan tema sederhana
setelah siswa membacanya
c) Mampu menulis surat resmi atau surat kepada temannya
d) Menulis pesan untuk meminta izin
e) Mampu menulis keputusan yang sederhana dalam
sebuah perkumpulan atau pekerjaan
f) Mampu menulis pembicaraan yang sederhana
g) Mampu menjelaskan tulisan tentang sebuah pemikiran
untuk dicetak.
Bagaimana cara mengajarkan menulis Arab?
a) Al-Iml ’ dan al-Khath : diterapkan untuk mencapai
kemampuan menulis secara mekanis.
. : الإملاء
.الكتابة مع البعد عن الخطأ في الرسم
:أغراض الإملاء
•.
•.
•.
.إنماء •
•.
•.
•
b) Iml ’ manq l
1) Bertujuan untuk memperbaiki kemampuan siswa dalam
menulis huruf, dan kata bahasa Arab.
2) Untuk mengatasi:
o Kesulitan menulis dari arah kanan ke kiri.
o Perbedaan penulisan huruf-huruf Arab dengan huruf
latin
o Perbedaan bentuk huruf bahasa Arab karena perbedaan
letaknya, di awal kata, di tengah, atau di akhir kata.
o Sebagian huruf terucap dan tertulis dan sebagian lagi
hanya terucap saja tidak tertulis.
o Terdapat ciri khusus kebahasaan seperti tanwin, taḍ’ f,
t ’ maft hah dan t ’ marb ṭah
o Pemberian titik juga harus mendapatkan perhatian dan
kemampuan untuk membedakan, contoh :
ب ت ث ج ح خ ذ ز ش ض ظ غ ف ق ن ي
c) Imlâ’ manẓ r
.
1) Guru meminta siswa untuk menyiapkan teks tertentu
yang ditentukan oleh guru untuk dijadikan tema tulisan
atau imla’, siswa membaca teks di rumah dan kemudian
ketika di kelas didiskusikan dengan guru secara tertulis
di papan tulis dan mengeluarkan kata-kata yang sulit
dibaca kemudian guru menjelaskan cara penulisannya.
2) Siswa diminta untuk menghafal teks pendek dan
sederhana kemudian mengeja kata-katanya. Setelah itu
siswa diminta untuk menuliskannya dan diperbolehkan
melihat teks sekiranya dibutuhkan.
3) Meminta siswa untuk menulis sebagian kalimat atau
jumlah yang telah dipelajari, dibaca dan ditulis dalam
iml ’ manq l tanpa melihat kembali pada buku.
Kemudian membandingkan tulisan yang ditulis dalam
imlâ’ man r dengan tulisan pada iml ’ manq l dari sisi
kebenaran tulisannya.
4) Juga bisa dengan mengemukakan satu atau dua
paragraph yang pernah dibaca siswa kemudian dibuang
sebagian kata-kata kuncinya, lalu siswadiminta untuk
menyempurnakannya. Pada latihan ini, guru bisa
membantu siswa dengan pertanyaan melengkapi kata.
Setelah itu guru menampilkan jawaban yang benar dan
siswa mengoreksi pekerjaannya.
5) Juga bisa dengan guru memberikan pertanyaan yang
jawabannya berupa satu atau dua kalimat yang telah
dihafal siswa kemudian guru meminta siswa untuk
menuliskan jawabannya tersebut.
6) Mungkin juga pada tingkatan ini dengan mengeluarkan
kata-kata sulit dari teks imla’ dan menuliskan pada papan
tulis, kemudian siswa menulisnya beberap kali pada
bukunya.
d) Iml ikhtib ry
Iml ’ ikhtib riy ini pelaksanaannya membutuhkan tiga
kemampuan, yaitu kemampuan mendengar, kemampuan
menghafal apa yang didengar dan kemampuan untuk
menuliskan apa yang didengar sekaligus dalam waktu yang
sama.
Iml ’ ikhtib ry ini bertujuan untuk ;
1) Memperkuat hubungan antara suara dan symbol yang
telah dipelajari siswa ketika membaca. Siswa-siswa yang
tidak bisa melihat kata dan mengucapkannya tidak akan
bisa menulis kata itu dengan benar dan iml .
2) Mengevaluasi perkembangan dan kemajuan ingatan
terhadap yang didengar siswa.
Yang perlu perhatikan dalam iml ’ ikhtib ry:
a) Guru membaca teks dengan kecepatan sedang
b) Mendiktekan teks dengan kecepatan yang rata,
karena ketika sangat lambat kata perkata bisa
merusak tujuan iml ’
c) Hendaknya guru berusaha untuk membuat
penggalan-penggalan kalimat yang bermakna dalam
mendiktekannya.
d) Guru mengucapkan satu penggalan satu kali dan
siswa menulisnya, kemudian guru mengulangi sekali
lagi agar siswa bisa mengulangi apa yang telah
ditulis dan bisa mengoreksinya.
e) Guru tidak mengabulkan permintaan siswa untuk
mengulangi ditengah-tengah mendikte.
f) Sambil mendikte hendaknya guru memperhatikan
siswa satu persatu dengan sungguh-sungguh.
g) Setelah mendiktekan semua, guru bisa memberi
waktu sebentar kepada siswa untuk mengulangi dan
mengoreksi kebenaran tulisan.
h) Bagi siswa yang tidak menemui kesulitan dalam
istima’ dan menulis bisa diberi latihan yang lebih
sulit agar tidak jenuh dan tetap termotivasi untuk
belajar
e) Al-Ta’b r dan al-Insy ’: diterapkan untuk mencapai
kemampuan menulis secara behavioris.
1) Al-Ta’b r al-Muwajjah
Pengajaran Ta’b r Muwajjah
o Pada tingkat ini siswa telah mengenal ejaan dengan
beratus-ratus kata dan telah menguasai
perbendaharaan kata yang benyak serta telah
berkembang konsep-konsep kebahasaannya.
o Mereka disiapkan untuk berlatih menulis dengan
menggunakan bentuk-bentuk tata kebahasaan dalam
latihan menulis tetapi tidak diperbolehkan menulis
ta’b r di atas tingkat kebahasaannya.
o Siswa mulai menulis satu atau dua paragraf seputar
apa yang mereka telah dengar dan mereka baca.
o Seiring dengan bertambahnya kemampuan mereka
dalam seni dan gaya menulis, mereka siap untuk
melanjutkan pada tingkat berikutnya tingkatan ta’b r
bebas yaitu menulis tema-tema karangan dengan
mengungkapkan maksud dan pikiran-pikirannya
dengan berbahasa Arab.
o Oleh sebab itu pembelajaran pada tingkat ini harus
bertahap dimulai dari menulis sederhana dengan
menulis satu kalimat kemudian berlanjut menjadi
satu paragrap dan seterusnya.
Rambu-rambu pengajaran ta’b r muwajjah
o Lanjutan latihan sebelumnya, bisa menggunakan
latihan menganalisis, yaitu dengan mengganti bagian
kalimat dengan ungkapan-ungkapan yang bisa
memberi makna lain pada kalimat. Ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
berbagai makna dalam satu kalimat.
o Siswa diberi kalimat-kalimat pendek dan sederhana
kemudian diminta untuk memanjangkan atau
menambah dengan kata-kata baru.
o Mengajukan beberapa kata yang tidak boleh diulang
untuk membentuk kalimat tetapi harus ditambah
dengan satu atau dua kata sehungga menjadi kalimat
sempurna.
o Menampilkan kalimat-kalimat dan diubah salah
satu katanya sehingga menuntut untuk mengubah
kata yang lain. Contoh :
۱.
۲.
۳.
o Bisa juga dengan mengkhususkan latihan dengan
memakai bentuk-bentuk waktu fi’il.
o Bisa dengan menggunakan pertanyaan yang harus
dijawab siswa dengan apa yang telah didengar
atau telah dibaca dengan bentuk jawaban tertulis.
o Bisa pindah dalam bentuk paragraf, siswa diberi satu
paragraf dan diminta untuk merubah fi’il nya dari
m ḍi ke muḍ ri’ atau isimnya dari mufr d ke
muṡanna atau ke jama’ atau dari mużakkar ke
mu’annaṡ.
o Atau juga bisa berlatih dengan menggunakan
kerangka karangan seperti menggunakan urutan
pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya secara urut
akan membentuk paragraf atau cerita. Contoh
menulis dengan tema “tanah air ku”
ما اسم وطنك ؟.۱
۲.
۳.
٤.
٥.
٦.
۷.
ما اكثر المحصولات ؟ .۸
o Bisa juga dengan menggunakan latihan meringkas
bacaan atau tema-tema dalam buku atau majalah,
kemudian mendiskusikan hasilnya bersama-sama di
kelas setelah itu siswa diminta untuk menuliskan
ringkasan diskusi. Latihan ini mendorong siswa
untuk mencari sumber-sumber pengetahuan,
pikiran–pikiran yang bisa membantu mereka dalam
menulis, seperti menggunakan kitab-kitab referensi.
o Menyempurnakan kalimat dengan penjelasan atau
menjelaskan tentang sesuatu.
o Menggunakan gambar dan lukisan seperti kartu
bergambar, gambar pemandangan, gambar-gambar
reklame dan lain-lain.
o Latihan menjelaskan kondisi tertentu. Seperti
menjelaskan bagaimana ketika menghadap guru di
depan kelas untuk meminta waktu untuk bertemu,
apa yang dikatakan dan lain-lain.
o Bisa juga dengan mengacu pada kegiatan-
kegiatan seperti rekreasi, bermain dan lain-lain.
2) Al-Ta’b r al- Hurr
Pengajaran Ta’b r Hurry (al-Insy al-Hurr)
o Tingkatan ini merupakan tingkatan terakhir pada
pembelajaran menulis.
o Pada tingkatan ini siswa diberi kebebasan untuk
memilih tema, mengembangkan pikiran-
pikirannya, penggunaan mufrad t atau tark b
dalam tulisannya, akan tetapi bukan berarti siswa
lepas dari bimbingan dan bantuan guru.
o Atau pada tingkat ini siswa sampai pada tingkat
kreasi dalam menggunakan bahasa Arab walaupun
tidak sampai pada tingkat seperti ketika
menggunakan bahasa ibu.
o Pada tingkat ini pembelajaran dimulai dengan
pemilihan tema yang sesuai dengan tingkat
kebahasaan siswa dari sisi kosa kata, tark b, dan
penggunaan kaidah-kaidah bahasa.
o Mungkin tema yang sesuai adalah yang ada seputar
teks-teks bacaan pada buku pelajaran tetapi
kemudian diperluas dengan pengalaman atau
pikiran-pikiran yang bisa membawa pikiran siswa
pada hal-hal yang berhubungan dengan teks.
o Untuk itu, hal penting yang bisa membantu siswa
dalam mencari itu semua adalah pertanyaan-
pertanyaan yang mendorong mereka untuk mencari
jawabannya di luar teks buku.
o Di antara manfaat menggunakan teks-teks bacaan
dalam buku untuk tahap awal pembelajaran
mengarang ini adalah sebagai titik batu loncatan
bagi siswa yang akan mengarungi tempat yang luas
yang penuh dengan pikiran, pengalaman-
pengalaman dan lain sebagainya.
o Di antara manfaatnya lagi agar baik guru maupun
siswa tidak melompat langsung dari kitâbah
muwajjahah ke kitâbah hurrah yang mungkin
berakibat terjadinya kesalahan-kesalahan, seperti
siswa menulis karangan berbahasa Arab dengan
menerjemahkan dari bahasa mereka atau dengan
berbahasa Arab tetapi memakai ungkapan dan gaya
susunan bahasa mereka (bahasa ibu).
o Di antara tujuan awal antara menulis karangan
dengan tema seputar tema-tema bacaan dalam buku
teks adalah untuk melatih siswa menjelaskan,
menimbang realita, menampilkan pikiran-pikiran
serta menemukan penguat-penguat.
o Juga melatih siswa bagaimana memperoleh
pikiran-pikiran dan kemudian mengungkapkannya
dan serta menyampaikannya dengan cara yang
sistematis, menuangkan ke dalam bentuk tulisan
yang mudah untuk dipahami, menyampaikan
pikiran-pikirannya secara urut, dan sampailah pada
sebuah kesimpulan yang jelas.
o Sedangkan untuk pemilihan tema pada tingkatan
awal sebaiknya kita memilih tema-tema yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari atau
aktifitas sehari-hari, mendeskripsikan tentang
orang, tempat, kejadian-kejadian, tentang yang
dibicarakan, didengar, dirasakan atau apa saja yang
ditemui dalam kehidupan sehari-hari, semua itu
merupakan tema-tema yang baik untuk latihan
menulis karangan.
Cara memperbaiki kemampuan kit bah siswa
o Latihan-latihan menulis ta’b r yang diberikan
kepada siswa hendaknya membantu siswa untuk
mengetahui kesalahannya sehingga siswa memiliki
rasa tanggung jawab untuk membenarkan
tulisannya.
o Apabila siswa belajar dari kesalahan mereka maka
selanjutnya siswa akan mampu menulis dengan
tulisan yang benar.
o Guru hendaknya tidak langsung membenarkan
tulisan siswa yang salah akan tetapi guru
menjelaskan bagaimana cara membenarkannya dan
macam-macam kesalahan tulisan yang telah
ditulisnya serta mendidkusikannya sehingga siswa
mengerti dan paham akan kesalah tulisan mereka.
o Membaca tulisan siswa setelah mereka
menyelesaikan penulisannya dan mengoreksinya,
lalu guru meminta siswa untuk menulis kembali
tulisan yang telah dikoreksi oleh guru.
o Bagi siswa yang mungkin tidak dapat
menyimpulkan semua kesalahan di awal, kemudian
hendaknya guru membimbingnya dengan
menunjukkan tulisan-tulisan yang salah dan
menjelaskannya.
o Ketika guru mengoreksi tulisan siswa dan tanpa
mengabaikannya, guru harus mengembalikannya
kepada siswa dan meminta mereka untuk menulis
ulang tulisan yang telah dikoreksi oleh guru,
o Guru mengoreksi kesalahan tulisan mereka dengan
menuliskannya di papan tulis. Hal ini dapat melatih
keberanian siswa untuk mengakui kesalahan
mereka. Guru menuliskan tulisan siswa yang salah
di papan tulis, lalu menuliskan tulisan yang benar
di samping tulisan yang salah.
o Guru menggunakan simbol-simbol tertentu yang
telah disepakati untuk mengetahui jenis kesalahan
dari tulisan siswa. Contoh :
املاء = م قواعد = ق .۱
= ت خط = خ .۲
فكرة=ف أسلوب = أ .۳
B. Hasil Penerapan Naẓariyah al-Wahdah dalam Pembelajaran Bahasa
Arab di SMA Islam Pekalongan
1. Hasil Implementasi Pembelajaran Naẓariyah al-wahdah (All in one
System)
Dalam pembelajaran bahasa Arab dikenal dua pendekatan sistem
pembelajaran, yaitu pendekatan sistem terpadu/kesatuan (Naẓariyah al-
Wahdah ) dan pendekatan sistem pembelajaran bagian/cabang
(Naẓariyah al-furu’). Pendekatan sistem terpadu ini memandang bahasa
Arab sebagai satu kesatuan yang sangat utuh. Untuk melaksanakan sistem
ini dalam mengajarkan bahasa Arab hendaklah diambil satu pokok
bahasan yang akan dijadikan sebagai pusat pembahasan, di mana semua
cabang bahasa dikembangkan dari sebuah topik (mauḍū), sehingga
standar kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis,
dapat terpadu menjadi satu kesatuan di dalam mencapai kompetensi dasar
yang diinginkan hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Azhar
Arsyad (2004: 67)
Pendekatan sistem kesatuan yang diterapkan di SMA Islam erat
hubungannya dengan pemakaian bahasa lisan, tulisan, dan bahasa dengar
yang dipraktekkan secara utuh, dengan demikian pendekatan sistem ini
tidak mengenal jam-jam pelajaran tertentu dari tiap-tiap mata pelajaran
bahasa Arab seperti yang diajarkan pada sistem Naẓariyah al- furū’
(Syamsuddin Asyrofi, dkk, 2006: 119).
Pelaksanaan sistem kesatuan (terpadu) sebagaimana dikemukakan
di atas, dalam pembelajaran bahasa Arab, pada semua jenjang pendidikan
tingkat menengah yang sedang dikembangkan di madrasah/sekolah saat
ini harus didasarkan juga kepada metode dan pendekatan, yang biasa
diterapkan seperti pendekatan aural-oral, aural-oral approach. Di mana
pemahaman istilah approach di sini adalah bukan sebagai pengertian
pendekatan yang lazim dipahami, sebagai sekumpulan asumsi yang
merupakan keyakinan axiomatik, akan tetapi sebuah rencana menyeluruh
yang berhubungan dengan penyajian materi pelajaran secara teratur dan
tidak saling bertentangan.
Perkembangan kurikulum dan silabus bidang studi bahasa Arab
dewasa ini telah dikembangkan dan diterapkan dengan memadukan
cabang-cabang materi bahasa Arab tersebut menjadi sebuah satu
kesatuan dengan sistematika penerapan pendekatan sistem terpadu yang
mencakup standar kompetensi kemahiran membaca, menulis, berbicara,
dan mendengar, yang ingin dicapai oleh peserta didik, dan tuntutan
profesionalisme guru bahasa Arab di dalam menerapkan pendekatan
sistem ini sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan.
Jadi istilah pendekatan sistem terpadu dalam metodologi
pembelajaran bahasa Arab adalah bentuk lain dari istilah Naẓariyah al-
Wahdah (teori kesatuan) bahasa Arab sebagai sebuah sistem memadukan
keempat unsur kemahiran berbahasa yang mencakup mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis menjadi satu kesatuan yang utuh dalam
proses pembelajaran, untuk mencapai standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang diharapkan.
Dengan demikian dalam pengajaran bahasa Arab sebagai suatu
sistem terpadu, apabila salah satu sub sistem tidak atau kurang diajarkan
sebagaimana mestinya, maka hasil dari pengajaran tersebut tentunya
tidak memuaskan. Misalnya sub sistem tata bunyi tidak mendapat
perhatian untuk diajarkan. Hal tersebut pasti akan menghambat
kemahiran menyimak sehingga tidak mampu menangkap dan memahami
pembicaraan orang lain dalam bahasa Arab, dan akan pula menghambat
kemahiran berbicara sehingga tidak mampu bercakap-cakap, berdialog
dan mengutarakan pikiran serta perasaan dalam bahasa Arab. Begitu pula
halnya bila sub sistem tata kalimat tidak mendapat perhatian, akan
menghambat kemahiran berbicara dan manulis sehingga tidak mampu
mengutarakan pikiran dan perasaan dengan bahasa yang benar dan baik,
atau tidak mampu memahami pembicaraan dan tulisan orang lain
(Achmad Chotib. dkk, 1976: 108-109).
Jadi sub-sub sistem itu seperti telah dikemukakan merupakan
bagian-bagian yang semuanya penting dan saling berkaitan sehingga bila
salah satu sub sistem tidak terbina dalam pengajaran, maka tujuan
menguasai bahasa tidak mungkin berhasil dengan baik, karena
pengajaran suatu sub sistem seperti nahwu dan sarf (qawā‘id ) misalnya
hanyalah memungkinkan pelajaran bahasa hanya menguasai sub sistem
tersebut (Achmad Chotib. dkk, 1976: 108-109).
Penting diketahui pula bahwa sistem terpadu ini tidak lagi
menekankan pengajaran kepada pengetahuan tentang bahasa, akan tetapi
penekanannya pada kemampuan menggunakan bahasa, baik secara lisan
maupun tulisan. Pelaksanaan pengajaran kemampuan tersebut terutama
untuk tingkat dasar dan tingkat menengah (Malibary dkk., 1976: 111).
Kurikulum dan sistem pembelajaran bahasa Arab pada SMA Islam
Pekalongan mencakup:
a. Tujuan pembelajaran bahasa Arab.
Sebagaimana yang telah dituturkan oleh guru bahasa Arab
dalam wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, tujuan
pembelajaran bahasa Arab di SMA Islam Pekalongan khususnya
kelas XI sesuai dengan kompetensi dasar dengan tolak ukur indikator
pencapaian yang tertuang dalam silabus bahasa Arab Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Madrasah Aliyah. Tujuan
ini juga sesuai dengan tujuan dalam buku Pedoman Pengajaran
Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama/IAIN (Depag, 1975:
169-170) .
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan dalam mata
pelajaran bahasa Arab, setiap dars disusun untuk mencapai
kompetensi dasar tertentu yang meliputi empat materi pokok: al-
hiwâr (dialog pendek), al-tark b (bentuk kata dan struktur kalimat),
al qir ’ah (membaca), dan al kitâbah (imlâ’ dan insyâ’ muwajjah)
yang kesemuanya disajikan dengan memperhatikan naẓariyah al-
wahdah (all in one system). Rumusan kompetensi dasar dalam
pembelajaran bahasa Arab yaitu menyimak, bercakap, membaca, dan
menulis sesuai tema dengan menggunakan struktur kalimat dasar
yang sudah ditentukan. Dari kompetensi dasar ini, dijabarkan ke
dalam indikator-indikator pencapaian yang sifatnya lebih konkret.
Indikator-indikator pencapaian dirumuskan sesuai dengan
materi pokok yang terbagi menjadi empat: al-hiwâr (dialog
pendek), al-tark b (bentuk kata dan struktur kalimat), al-qirâ’ah
(membaca), dan al-kitâbah (imlâ’ dan insyâ’’ muwajjah). Adapun
indikator dalam hiwâr yaitu melafalkan mufradat baru dengan
makhraj dan panjang pendek yang baik dan benar; menyebutkan arti
mufradât dengan benar; melafalkan hiwâr dengan makhraj serta
intonasi yang benar; menjelaskan maksud setiap ungkapan hiwâr
dengan benar; dan memperagakan hiwâr secara berpasangan
dengan baik dan benar.
Adapun tujuan yang terdapat dalam tark b meliputi
menggunakan pola kalimat yang telah dipelajari dengan benar;
bertanya jawab dengan kata tanya tertentu dalam struktur kalimat
yang telah dipelajari dengan benar.
Sedangkan indikator yang harus dicapai dalam qirâ’ah yaitu
membaca dengan makhraj serta intonasi yang baik dan benar, serta
menjawab pertanyaan tentang kandungan bahan qirâ’ah dengan
benar.
Setelah qirâ’ah, materi pokok selanjutnya sekaligus sebagai
yang terakhir yaitu kitâbah. Adapun indikator pencapaian dari
pembelajaran kitâbah antara lain menyalin bahan imlâ’ yang
disediakan dengan tulisan yang baik dan benar, melengkapi kalimat
dalam struktur yang telah dipelajari, dan menjawab pertanyaan yang
meliputi struktur kalimat yang telah dipelajari.
b. Metode Pengajaran Bahasa Arab
Menurut Anthony, sebagaimana dikutip olah Richard dan
Theodore, approach (pendekatan) dalam metode pembelajaran suatu
bahasa hanya mengacu pada dua teori, yaitu teori tentang bahasa itu
sendiri dan teori tenteng belajar bahasa, yang pada tahap
selanjutnya akan menjadi acuan dalam praktek-praktek dan prinsip-
prinsip pengajaran bahasa. Mengenai pelukisan bahasa, Anthony
mengelompokannya sebagai bagian dari teori tentang bahasa (
Richards dan Rodgers, 1986: 16). Adapun menurut A. Samana
(1992: 123), metode merupakan kesatuan langkah kerja yang
dikembangkan berdasarkan pertimbangan rasional tertentu, masing-
masing jenisnya bercorak khas, dan semuanya berguna untuk
mencapai tujuan pengajaran.
Sistematika penerapan pendekatan naẓariyah al-wahdah
dalam pembelajaran bahasa Arab dalam upaya pengembangan
kemampuan metodologi pembelajaran oleh guru bahasa Arab
menunjukkan hasil yang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari
kurangnya pemahaman guru tentang pendekatan sistem pembelajaran
bahasa Arab yang diterapkan guru bahasa Arab pada SMA Islam
Pekalongan ini.
c. Materi pelajaran bahasa Arab.
Materi pembelajaran adalah topik bahasan khusus dan
rumusan silaby yang disajikan oleh guru kepada siswa dan
dipelajari oleh siswa dalam aktifitas pembelajaran yang meliputi
aspek teoritis dan aplikatif, sesuai dengan tingkat dan
spesifikasinya. Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
dalam merumuskan sebuah materi pembelajaran, supaya
memungkinkan untuk pencapaian tujuan sebagaimana dikemukan
oleh Basyir dan Sa’id (1415.H: 23-24) adalah:
1) Materi merupakan wujud nyata dari tujuan, oleh sebab itu
haruslah sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2) Materi harus menarik dan sesuai dengan situasi dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya.
3) Dalam materi harus ada keterpaduan, keharmonisan dan
saling melengkapi antara masing-masing pokok bahasan.
4) Harus mengutamakan pengetahuan yang berhubungan dengan
pola piker ilmiah dan mampu mengarahkan siswa untuk
melakukan penelitian dari pada pengetahuan-pengetahuan yang
bersifat parsial.
5) Terdapat integrasi antara aspek teoritis dan aplikatif.
Sistem penyajian materi pelajaran bahasa Arab di SMA Islam
Pekalongan ini adalah dengan menerapkan pendekatan naẓriyyah al-
wahdah, dalam menjabarkan materi-materi pelajaran bahasa Arab
menjadi sebuah satu kesataun yang tidak terpisah-pisah. Sistem
terpadu (naẓriyyah al-wahdah) ini adalah upaya penguasaan satu
pokok bahasan yang meliputi bacaan (qirā’ah), pemaknaan kosa kata
(fahm al-mufradāt), tata bahasa (qawā’id), percakapan, (al-hiwār),
menulis (al-Kitābah) berupa insyā' dan imlā’’, latihan (tamrināt) dan
mendengar (istimā’ ) secara utuh dan bersamaan tidak terpisah-pisah
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran bahasa Arab terhadap
aspek kemahiran mendengar, berbicara, membaca sistematis menulis
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Adapun materi pelajaran bahasa Arab secara umum yang
sedang diterapkan di SMA Islam Pekalongan saat ini adalah materi
pelajaran yang mengacu pada pengembangan silabus sistematis
Kurikulum Tingkat Sataun Pendidikan serta penyajiannya
berdasarkan pada pendekatan sistem naẓriyyah al-wahdah (terpadu)
yang meliputi:
a) Istimā' (mendengar)
Penerapan istimā' dalam pembelajaran bahasa Arab di
SMA Islam Pekalongan ini, adalah latihan kemahiran untuk
menyimak atau mendengar yang akan dapat dicapai dengan
latihan-latihan mendengarkan perbedaan bunyi unsur kata
(fonem) dengan unsur kata lainnya menurut makhra huruf yang
benar, baik langsung dari penutur asli (native speaker) dalam hal
ini seorang pengajar bahasa Arab ataupun melalui rekaman
kaset, laboratorium bahasa dan lainnya, baik unsur kata yang
terpisah dari pemahaman arti maupun bunyi kata dan kalimat
dengan pemahaman arti yang terkandung di dalamnya.
Tujuan dari pembelajaran istimā' adalah: agar siswa dapat
mebedakan bunyi-bunyi huruf Arab, agar siswa terlatih untuk
dapat menangkap pesan/pokok pikiran dari tulisan teks-teks
Arab yang didengarnya, agar siswa dapat memahami pesan/ide
yang disampaikan oleh pembicara asli (native speaker) baik
makna tersurat (tekstual) ataupun tersirat (kontekstual), dan agar
siswa terlatih untuk menyimpulkan pokok-pokok pikiran secara
kritis dari suatu pembicaraan yang didengarnya.
Adapun implementasi penyajian materi pelajaran
menyimak adalah dengan cara terlebih dahulu guru
membacakan sebuah teks yang ada dalam buku paket yang
telah ditentukan oleh sekolah, sedangkan siswa hanya boleh
mendengarkannya tanpa melihat atau membuka bukunya sendiri,
agar pada tahap awal, pendengaran siswa yang dilatih.
Setelah dua kali guru membaca teks tersebut,
barulah siswa diperintahkan membuka bukunya, dan
memperhatikan bacaan guru, serta mengulangi apa yang
dibacakan oleh guru. Kemudian guru menunjuk salah seorang
siswa untuk membaca teks tersebut dan siswa yang lainnya
mendengarkan dan bersama-sama dengan guru mengoreksi
jika terdapat kesalahan dalam bacaan. Apabila bacaan siswa
dianggap telah benar, barulah guru menanyakan mufradāt (kosa
kata) yang sulit dan tidak diketahui artinya. Jika tidak ada lagi
mufradāt yang sulit, maka dengan spontan salah seorang siswa
mengacungkan tangan untuk menerjemahkan teks tersebut,
dan guru mempersilahkannya, sedangkan siswa yang lain
menyimaknya. Apabila terdapat kesalahan dalam
penerjemahanan tersebut, guru langsung mengoreksinya.
Selanjutnya guru memerintahkan siswa untuk membaca teks
tersebut secara bergantian, dan menanyakan beberapa makna
mufradāt yang telah dipelajari sebelumnya. Apabila siswa
sudah dianggap mampu membaca dan menerjemahkan,
dilanjutkan dengan mengerjakan latihan yang terdapat dalam
buku tersebut, baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan
petunjuk penyelesaian. Pada akhir pelajaran, guru
menyimpulkan isi gagasan yang terdapat dalam teks tersebut.
b) Hiwār (percakapan)
Materi hiwār yang diberikan kepada siswa, untuk tujuan
agar siswa mampu bercakap-cakap dengar menggunakan bahasa
Arab dalam pernbicaraannya sehari-hari, sehingga dengan
kemampuan tersebut, dapat memudahkan siswa untuk
berkomukasi antara satu dengan lainnya dengan menggunakan
bahasa Arab yang baik dan benar.
Pembelajaran bahasa Arab melalui materi percakapan ini
terjadi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa.
Materi percakapan ini memanfaatkan kosa kata yang ada pada
wacana bacaan berdasarkan pedoman percakapan sistematis
merupakan latihan bagi siswa untuk bagaimana supaya caranya
meng-ungkapkan pikiran dan perasaannya secara lisan kepada
orang lain. Aplikasi dari materi pelajaran ini siswa diarahkan
untuk tanya jawab berdasarkan pokok bahasan yang telah
ditentukan dalam percakapan. Penerapan sistem pembelajaran
percakapan (hiwār) mencakup:
1) Mempersiapkan bahan pelajaran (pokok bahasan) dan di
tuangkan dalam rencana pembelajaran;
2) Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kemampuan
berbahasa siswa, terutama kora kata (mufradāt) yang telah
dihafal siswa;
3) Menggunakan alat bantu pengajaran yang langsung dapat
dijadikan sebagai objek pembicaraan;
4) Terlebih dahulu menerangkan arti kata-kata yang
dipergunakan dalam percakapan dan siswa diminta untuk
mempraktekkannya, sementara siswa lainnya menyimak
dan memperhatikan sebelum mendapat giliran;
5) Setelah pereakapan selesai dilaksanakan, kemudian guru
membuka forum tanya jawab untuk mendiskusikan
pelaksanaan muhadasah yang baru selesai.
Implementasi penyajian materi pelajaran berbicara
adalah dimulai dengan guru membacakan materi pelajaran
berupa hiwār, sedangkan siswa mendengarkannya dalam
keadaan buku siswa tertutup. Untuk selanjutnya siswa
diperbolehkan membuka buku dan dituntut mendengarkan
bacaan guru kembali. Setelah berlangsung berulang kali, barulah
guru mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan
dengan materi hiwār.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
kemampuan siswa dalam menguasai mufradāt yang ada dalam
hiwār tersebut. Apabila terdapat kesulitan dalam memahami
makna, maka guru menyebutkan arti mufradāt yang sulit sesuai
dengan yang ditanyakan oleh siswa. Setelah itu, siswa
melafazkan hiwār tersebut lalu menghafalkannya. Pada
saat siswa sudah hafal, guru menunjuk dua orang siswa
untuk mendemonstrasikan hiwār tersebut secara berganti-
gantian di depan kelas. Pelajaran ditutup dengan menjawab
soal-soal yang terdapat diakhir materi pelajaran.
c) Qirā'ah (bacaan)
Qirā'ah adalah wacana bacaan, baik yang dibaca maupun
dalam hati. Membaca merupakan bagian yang penting dalam
pelajaran bahasa Arab, sebab kalimat-kalimat yang
dikembangkan dalam bagian ini adalah kata-kata yang telah
dikemukakan sebelumnya dalam mufradāt baik dalam bentuk
kata benda (isim), kata kerja (fi'il) dan kata selain isim dan fi'il
yaitu (harf). Materi yang disajikan adalah fakta yang
disesuaikan dengan kernampuan siswa, sehingga menumbuhkan
minat belajar. Bagian ini sebagai latihan membentuk
keterampilan membaca dan menterjemahkan dari bahasa Arab
kedalam bahasa sehari-hari peserta didik. Melalui materi bacaan
ini, diharapkan peserta didik dapat mengucapkan kata dan
kalimat bahasa Arab dengan fasih, lancar dan benar, sebab
kesalahan dalam mengucapkan huruf-huruf Arab sistematis
tanda baca mengakibatkan kesalahan arti yang dimaksudkan.
Keterampilan membaca ( /reading skill) adalah
kemampuan mengenali dan memahami isi sesuatu yang tertulis
(lambang-lambang tertulis) dengan melafalkan atau
mencernanya didalam hati. Pembaca yang baik adalah orang
yang mampu berkomunikasi secara intim dengan bacaannya
sehingga ia bisa gembira, marah, kagum. Rindu, sedih, dan
sebagainya sesuai gelombang isi bacaan. Bukan hanya itu saja,
pembaca yang baik harus dapat menggunakan isi bacaannya
dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar, membaca
terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Membaca nyaring )(
Membaca nyaring adalah membaca dengan melafalkan/
menyuarakan simbol-simbol tertulis berupa kata-
kata/kalimat yang dibaca. Latihan membaca ini lebih cocok
diberikan kepada siswa tingkat pemula. Ada dua teknik
yang bisa dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu:
a) Teknik sintesis )(
Teknik ini dilakukan dengan mendahulukan huruf
daripada kata. Teknik ini bisa disebut persial sebab/الجزء
pengajaran materi dimulai dari latihan terkecil (huruf)
sampai kepada keseluruhan (kata). Misalnya mengajar
kata :ada dua cara ,علم
• Memisahkan huruf )ع ل م( ‘ain, lam, mim disertai
I’rabnya ‘ain difathah dibaca “a”, lam dikasroh
dibaca “li”, mim difathahkan dibaca “ma”.
• Menyatukan huruf-huruf sehingga menjadi bentuk
kata yang utuh.
b) Teknik analisis )(
Teknik ini biasanya disebut كل /total, sebuah pengajaran
materi dari keseluruhan sampai ke bagian . Ketentuannya
: jika materi yang diajarkan berbentuk kat, maka yang
didahulukan adalah kata atau huruf.
2) Membaca Diam )القراءت الصامتة (
Membaca diam atau disebut juga membaca dalam hati
lazim dikenal dengan membaca pemahaman, yaitu
membaca dengan tidak melafalkan simbol-simbol teknis
berupa kata-kata atau kalimat yang dibaca, melainkan hanya
mengandalkan kecermatan eksplorasi visual.
Beberapa teknik membaca diam yang bisa dilakukan
oleh guru. Guru menyajikan suatu bacaan yang ditulis di
papan tulis, di papan peraga, di transparasi untuk digunakan
di OHP, atau di computer yang ditayangkan dengan LCD
proyektor, kemudian:
• Menunjukan dan menyuruh pelajar untuk membaca
sambil dihitung waktunya.
• Menggunakan penggaris atau kertas panjang untuk
mengikuti kecepatan membaca yang ditentukan.
• Menggunakan penutup bacaan yang agak lebar,
ditengah penutup itu diberi lubang panjang, dan guru
memperlihatkan baris demi baris dengan lubang
memanjang.
d) Qawā'id (tata bahasa)
Qawā'id adalah aturan-aturan tentang ketentuan bahasa. baik
yang berkenaan dengan masalah al-sarfiyyah maupun al-
nahwiyah. Penggunaan qawā'id dalam pembelajaraan bahasa
Arab di SMA ini telah dapat memudahkan siswa itu sendiri
dalam mempelajari materi pelajaran bahasa Arab, sehingga
tidak terkesan bahwa bahasa Arab itu adalah pelajaran yang
dianggap sukar/sulit. Penerapan sistem pembelajaran qawā'id
di SMA Islam ini adalah: Al- Qawā'id diajarkan dengan cara
induktif, yaitu materi qawā'id diambil dari bacaan dalam
pembelajaran qirā'ah, kemudian diuraikan segi-segi tata
bahasanya baik yang mengenai nahwu ataupun sarf-nya;
memberikan contoh-contoh kemudian disusunan dari kata-kata
sehingga menjadi sebuah kalimat yang sempurna; dan
kemudian menarik kesimpulan (istimbāt) dari contoh-contoh
tersebut, sehingga menjadi sebuah kaidah qawaid tertentu.
e) Insyā ' (karangan)
Insyā adalah kemahiran menulis dengan menyuruh siswa
mengarang dalam bahasa Arab yang berhubungan dengan
ungkapan isi hati, pikiran. perasaan dan pengalaman yang
dimilikinya. Melalui cara ini diharapkan siswa dapat
mengembangkan dan imajinasinya secara kreatif dan produktif
sehingga pemikiran, siswa menjadi berkembang. Penerapan
sistem pembelajaran Insyā ' di SMA Islam Pekalongan adalah:
1) Menyesuaikan bahan pelajaran dengan taraf kemampuan
berbahasa siswa;
2) Materi pelajaran insyā diberikan untuk pembentukan
kalimat berdasarkan kosa kata yang telah dikuasainya
sehingga menjadi sebuah kalimat sempurna yang
sederhana;
3) Pembelajaran insyā dilakukan guru dengan mengarahkan
siswa untuk mampu membuat kalimat-kalimat yang
sempuma dan mengandung pengertian yang utuh;
4) Pembelajaran insya' dilakukan dengan menentukan topik
sistematis tema pelajaran insyā
5) Guru memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam kalimat
insyā
6) Guru mengakhiri pembelajaran dengan memberikan
petunjuk yang berguna bagi siswa.
d. Guru Pelajaran bahasa Arab.
Guru harus memiliki kompentensi agar menjadi guru yang
sebenarnya, diantaranya adalah mempunyai kemampuan
untuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,
melaksanakan hubungan pribadi dengan siswa, melaksanakan
evaluasi, dan melaksanakan perbaikan pembelajaran (Imran, 1996:
49). Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan
mengajar dalam rangka melaksanakan sebagaian dari rencana
bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah terkandung
tujuan mengajar, pokok yang diajarkan, metode mengajar, bahan
pelajaran, alat peraga, dan teknik evaluasi yang akan digunakan.
Oleh sebab itu, seorang guru haruslah memahami benar tentang
tujuan pengajaran, cara merumuskan tujuan mengajar, secara khusus
memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai, memahami bahan pelajaran sebaik mungkin
dengan menggunakan berbagai sumber, cara memilih, menentukan
dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan
menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi (Depag
RI, 2005: 63)
Bagi seorang guru bahasa Arab, harus dibekali dengan
pemahaman, pengetahuan, penguasaan, dan wawasan tentang
beberapa hal berikut (Zaenuddin, dkk, 2005: 23) :
1) Memiliki pemahaman budaya yang luas, sebab tugas seorang
guru bahasa Arab bukan hanya mentransfer materi
pelajaran saja, tetapi juga mempunyai misi untuk
mentransfer pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan.
2) Adanya komitmen atas profesi yang ditekuni sebagai seorang
guru bahasa Arab, sehingga mampu melaksanakan tugas dengan
baik.
3) Memahami materi ajar secara komprehensif, khususnya
materi kebahasaArab-an yang sesuai dengan tingkat studi yang
akan diajarkan.
Unsur-unsur yang menjadi indikator penelitian dari sistematika
penerapan pendekatan naẓariyah al-wahdah dalam pembelajaran
bahasa Arab oleh guru (pengajar) di SMA Islam Pekalongan
meliputi:
1) Kualifikasi pedidikan para pengajar bahasa Arab;
2) Rentang waktu mengajar bahasa Arab;
3) Pemahaman tentang hakekat bahasa, apakah bahasa itu yang
didengar lalu diucapkan atau apa yang dibaca sistematis
ditulis kemudian dipahami;.
4) Tingkat kemampuan berbahasa Arab siswa yang diinginkan,
serta faktor latar belakang pendidikan peserta didik;
5) Pendekatan sistem yang diterapkan;
6) Langkah-langkah pembelajaran bahasa Arab dengan penerapan
pendekatan naẓariyah al-wahdah;
7) Penggunaan media pembelajaran dalam rangka penerapan
pendekatan naẓariyah al-wahdah dalam pembelajaran bahasa
Arab;
8) Pemahaman pengeetahuan guru bahasa arab tentang istilah
pendekatan naẓariyah al-wahdah itu sendiri;
9) Pemahaman guru tentang sistematika pembelajaran bahasa Arab
yang meliputi perencanaan, pelaksananaan dan penilaian
(evaluasi).
Dari pendekatan sistem pembelajaran naẓariyah al-wahdah
dapat dikemukakan bahwa, guru bahasa Arab di SMA Islam
Pekalongan belum melaksanakan hal tersebut dengan baik,
indikatornya adalah belum terrealisasikannya teori kesataun dalam
pembelajaran bahasa Arab, yaitu dengan cara menyajikan materi
pelajaran membaca, berbicara, menerjemahkan, tata bahasa,
mengarang, dikte dan mendengar dalam satu kesataun. Artinya
setiap pokok bahasan diajarkan dengan pendekatan sistem terpadu,
baik pelajaran membaca, berbicara, menulis dan mendengar teks-
teks Arab untuk mencapai hasil belajar yang tuntas.
Guru bahasa Arab di SMA Islam Pekalongan beranggapan
bahwa pembelajaran bahasa adalah apa yang didengar dari bacaan
dan pembicaraan sehingga pembelajaran bahasa yang utama adalah
mendengar dan bercakap, dengan demikian pemahaman guru tentang
bahasa Arab dan apa yang harus menjadi prioritas dalam
pembelajaran telah relevan dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab
di SMA Islam Pekalongan berdasarkan Garis-Garis Besar Program
Pembelajaran dalam pengembangan Kurikulum Tingkat Sataun
Pendidikan saat ini.
Penerapan pendekatan sistem terpadu oleh guru bahasa Arab
dapat menumbuhkan atau mematikan minat belajar bahasa Arab
siswa. Pendekatan sistem dapat berperan sebagai motivator jika
siswa dapat terfokus minatnya pada bahan pelajaran yang disajikan
guru. Sebagian besar siswa SMA Islam Pekalongan memiliki minat
yang besar terhadap pelajaran bahasa Arab, walaupun ada siswa
kurang berminat dan selebihnya tidak berminat pada pelajaran
bahasa Arab. Siswa yang menyatakan minatnya pada pelajaran
bahasa Arab memberikan alasan bahwa guru bahasa Arab pandai
mengajar, sehingga pelajaran bahasa Arab mudah dipahami dan
dipelajari, sedangkan diantara sebagian kecil siswa yang menyatakan
tidak berminat tehadap pelajaran bahasa Arab disebabkan pelajaran
bahasa Arab tergolong sulit dan guru bahasa Arab kurang pandai
mengajar.
Berdasarkan deskripsi data penelitian tentang sistematika
penerapan pendekatan naẓariyah al-wahdah dalam pembelajaran
bahasa Arab yang diterapkan guru SMA Islam Pekalongan telah
sesuai dengan prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang disyaratkan
dalam pengembangan silabus dan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, indikatornya adalah pemahaman guru terhadap,
metodologi pembelajaran bahasa Arab belum maksimal. Keberadaan
media pembelajaran bahasa Arab, khususnya laboratorium bahasa,
belum maksimal dimanfaatkan oleh guru bahasa Arab pada SMA
Islam Pekalongan, akan tetapi lebih mengutamakan buku paket
pelajaran bahasa Arab sebagai media pembelajaran yang aktif serta
sosok guru itu sendiri sebagai media pembelajaran yang digunakan
sebagai alat bantu didalam meningkatkan kemampuan peserta didik
untuk menguasai keterampilan berbahasa secara tuntas.
e. Evaluasi Pembelajaran
Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses
merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang
sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Dengan demikian kegiatan evaluasi merupakan proses yang sengaja
direncanakan untuk memperoleh informasi atau data untuk
kemudian membuat suatu keputusan (Purwanto, 2004: 3). Dengan
demikian, tujuan utama evaluasi dalam proses belajar mengajar
adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat
pencapaian kompetensi oleh siswa sesuai dengan indikator yang
dirumuskan (tujuan instruksional) sehingga dapat diupayakan tindak
lanjutnya.
Evaluasi melalui beberapa tahap, dimulai dengan tahap
persiapan kemudian dilanjutkan dengan upaya menyusun alat ukur
yang sesuai baik berupa tes maupun non-tes. Adapun inti dari
evaluasi adalah pelaksanaan pengukuran yang dilanjutkan dengan
pengolahan hasil pengukuran dan penafsiran sehingga dapat
digunakan sebagai laporan dan bahan pertimbangan dalam
merumuskan kebijakan selanjutnya.
2. Pelaksanaan Penilaian (Evaluasi) Pembelajaran Bahasa Arab dengan
pendekatan Naẓariyah al-Wahdah.
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari suatu proses
pembelajaran yang akan menilai tingkat keberhasilan proses yang
telah dijalani sebelumnya. Evaluasi adalah penghargaan yang
dijalankan dengan sadar terhadap proses belajar, demi usaha perbaikan
belajar itu sendiri. Penilaian ini perlu dilakukan oleh setiap orang yang
ada hubungannya dengan aktifitas belajar, terutama anak didik yang
merupakan faktor yang sangat penting dalam evaluasi, karena evaluasi
mempunyai hubungan dan pengaruh serta akibat atas perbaikan kualitas
pekerjaannya sendiri (Mursell, 1954: 263).
Alat yang lazim digunakan sebagai alat evaluasi adalah tes.
Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 53), tes merupakan alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Sedangkan menurut Nurkancana dan Sumartana, sebagaimana dikutip
oleh Burhan Nurgiyantoro (1987: 56), tes adalah suatu cara untuk
melakukan penilaian yang berbentuk tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa untuk mendapatkan data tentang nilai dan
prestasi siswa tersebut yang dapat dibandingkan dengan yang dicapai
kawan-kawannya atau nilai standar yang ditetapkan. Dengan demikian
tes dapat dikatakan sebagai suatu cara yang berfungsi untuk
mengukur kemampuan siswa dan keberhasilan proses pembelajaran
melalui pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan atau
dijawab oleh siswa. Jawaban ini dianggap sebagai informasi terpercaya
yang akan mencerminkan kemampuannya.
Penilaian pembelajaran oleh guru bahasa Arab di SMA Islam
Pekalongan dilaksanakan untuk mencapai standar kompetensi
(mendengar, berbicara, membaca dan menulis). Penilaian selanjutnya
ditujukan pada pencapaian kompetensi dasar peserta didik yang
dilakukan berdasarkan indikator pencapaian. Penilaian pembelajaran
bahasa Arab dilaksanakan dengan menggunakan tes dan non tes dalam
bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, penggunaan portofolio dan penilaian
diri. Setiap kompetensi dasar dan indikator sudah mencerminkan alat
penilaian yang akan digunakan, dan indikator dari satu kompetensi
dasar dapat juga sebagai alat ukur bagi kompetensi dasar lainnya
terutama pada penilaian berbasis kelas.
Pelaksanaan penilaian pembelajaran bahasa Arab dengan
pendekatan sistem terpadu (naẓariyah al-wahdah) yang dilaksanakan
oleh guru bahasa Arab pada SMA Islam Pekalongan, mendeskripsikan
bahwa penilaian pembelajaran bahasa Arab di sekolah ini dilaksanakan
dalam bentuk tes ujian tertulis (al-imtihan at-tahririy) dan tes ujian
lisan (al-imtihan asy-syafahiy) Hal ini sesuai dengan apa yang
dijelaskan Anas Sudijono dalam bukunya, Pengantar Evaluasi
Pendidikan, memberi penjelasan, bahwa : "ditinjau dari segi cara
mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tes tertulis (pencil and paper
test), dan tes lisan (nonpencil and paper test) (Arias Sudijono, 2005:
75).
Fungsi dan tujuan tes hasil belajar secara umum yang
dilaksanakan oleh guru SMA Islam Pekalongan memiliki dua macam
pencapaian:
a. Sebagai alat ukur bagi peserta didik. Dalam hubungan ini tes
berfungsi mengukur tingkat perkembangan dan keberhasilan hasil
belajar yang telah dicapai oleh peserta didik. Setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar bahasa Arab dalam jangka
waktu tertentu.
b. Sebagai alat ukur keberhasilan perencanaan sistematis pelaksanaan
pembelajaran bahasa Arab, sebab melalui tes tersebut akan dapat
diketahui sudah seberapa jauh perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran tersebut mencapai ketuntasan hasil belajar yang
diinginkan oleh pengajar (guru).
Berdasarkan pada hasil analisa yang dilakukan, bahwa penilaian
pembelajaran bahasa Arab melalui bentuk tes lisan dan tes tertulis
memiliki beberapa kebaikan/kelebihan dan kekurangan sebagaimana
dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto (1994: 37), yaitu: kelebihan
tes lisan di antaranya, adalah: guru dapat menilai kepribadian dan isi
pengetahuan peserta didik secara tepat; jika peserta didik tidak
memahami pertanyaan, seorang guru dapat mengubah atau menjelaskan
pertanyaan tersebut sehingga peserta didik dapat memahami pertanyaan
tersebut. Kekurangan tes lisan, di antaranya adalah: hubungan pribadi
antara guru dengan peserta didik dapat mengganggu objektivitas hasil
tes; sikap gugup atau tidak percara diri pada peserta didik dapat
mengganggu jawaban; dan pertanyaan yang diajukan tidak selalu sama
pada tiap-tiap peserta didik.
Adapun kelebihan dari tes tertulis di antaranya adalah: lebih
memungkinkannya materi pelajaran yang diberikan guru dapat
disajikan secara representatif yang nantinya akan diujikan mewakili
semua bahan yang diberikan; dan lebih mudah dan cepat dalam
mengkoreksinya, karena kunci jawaban telah tersedia. Sedangkan
kekurangan dari tes tertulis di antaranya adalah; pembuatan soal tes ini
memakan waktu cukup lama dan memerlukan pemikiran yang cukup
cermat dan matang; dapat memberi peluang yang besar bagi peserta
didik untuk berfikir spekulatif (menebak-nebak) soal terhadap alternatif
yang masih samar-samar, dan kurang mendidik peserta didik untuk
berfikir secara kritis (nalar), karena peserta didik digiring kepada
pilihan jawaban yang mengikat.
Tes tulisan dalam penilaian pembelajaran bahasa Arab yang
sering diterapkan di SMA Islam Pekalongan, memiliki beberapa
bentuk, diantaranya adalah: tes pilihan berganda (al-ikhtiyār al-
muta’addid), tes benar-salah (sahih aw khata), tes isian (imla'al-farāg),
tes menjodohkan (al-mul'amah), tes menguraikan kalimat ('irāb al-
kalimah), tes memberi harakah (syakl al-kalimah).
Pelaksanaan penilaian pembelajaran bahasa Arab di sekolah ini
diarahkan untuk menilai semua aspek yang meliputi aspek pengetahuan
(kognitif), aspek sikap (afektif), dan aspek keterampilan (psikomotorik).
Ketiga aspek tersebut harus dinilai secara proporsional sesuai dengan
masing-masing materi pelajaran dengan mengembangkan aspek
keterampilan berbahasa yang meliputi kemahiran mendengar, berbicara,
membaca dan menulis.
Dalam kurikulum Tingkat Sataun Pendidikan pengembangan
indikator instrumen didasarkan pada kompetensi dasar untuk masing-
masing aspek yang hendak dikuasai oleh peserta didik. Tiap kompetensi
dasar dapat dijabarkan menjadi tiga atau lebih indikator. Setiap
indikator dapat dibuat menjadi tiga butir soal atau lebih. Artinya
pengembangan indikator dan penentuan soal ujian yang dilakukan oleh
para guru bahasa Arab adalah untuk mengembangkan kompetensi dasar
untuk menjadi sejumlah indikator dan indikator tersebut menjadi
sejumlah instrumen soal ujian. Soal ujian itu dijadikan sebagai tes lisan
atau tes tulisan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, bahwa ada banyak
teknik tes yang telah dilakukan oleh guru dalam rangka penilaian
pembelajaran kemahiran berbahasa arab pada Islam Pekalongan.
Adapun tehnik-tehnik tes tersebut adalah; menjawab pertanyaan kosa
kata (mufradāt), menjawab pertanyaan, menjawab pertanyan (wacana),
merumuskan inti wacana, menceritakan kembali, membedakan phonem,
statement dan dialog, dan memahami percakapan dan wacana.
Tes yang dilaksanakan sebagai salah satu alat untuk mengevaluasi
dilakukan secara lisan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
siswa-siswi terhadap bahasa Arab secara langsung. Hasilnya akan
dimanfaatkan sebagai bahan perbandingan dengan nilai rapor siswa.
Dipilihnya tes secara lisan adalah supaya hasilnya lebih valid. Para
siswa yang sudah terpilih namanya melalui undian, dikumpulkan dalam
suatu ruangan kelas. Mereka dites untuk menjawab beberapa
pertanyaan yang telah disediakan oleh penulis. Pada tahap pertama,
dibacakan sebuah teks hiwār dengan topik sebanyak dua
kali, dan para siswa menyimaknya dengan saksama. Setelah itu, para
siswa dituntut untuk merespon hiwār tersebut dengan menanyakan
makna kata, frase, dan kalimat yang dibacakan kepada masing-
masing siswa yang terpanggil namanya. Penulis langsung mengoreksi
jawabannya dengan memberikan dan mencantumkan kriteria atau
penilaian di atas kertas yang sudah disediakan sebelumnya oleh penulis.
Kemudian, dengan bantuan media yang ada, seperti LCD, papan tulis,
dan spidol, hiwār tersebut disajikan untuk dibaca oleh siswa yang
dipanggil namanya satu persatu. Selanjutnya mereka disuruh
untuk mendemonstrasikan hiwār tersebut ke depan kelas secara
berpasangan.
Setelah selesai menguji aspek istimā' dan kalām, dilanjutkan
pada aspek qirā'ah dan kitābah. Penulis menyuguhkan lagi sebuah
teks tertulis dengan topik untuk dibaca oleh para siswa
secara bergantian. Siswa diperintahkan juga untuk mengartikan
beberapa mufradāt yang telah disebutkan dan menjelaskan gagasan
yang terdapat dalam teks tersebut.
Adapun untuk menguji aspek kitābi, siswa diperintahkan maju
ke depan kelas satu persatu secara bergantian untuk menuliskan di
papan tulis kata-kata, kalimat yang dibacakan oleh penulis.
Selanjutnya siswa diperintahkan untuk menyusun kata acak menjadi
kalimat sempurna, membuat kalimat sempurna dengan kata-kata yang
telah disediakan, serta menyusun sebuah paragraf sederhana dengan
ungkapan-ungkapan yang disediakan.
Semua jawaban dan tindakan yang diberikan oleh siswa sebagai
reaksi dari pertanyaan, langsung dikoreksi dan dinilai oleh penulis
sendiri tanpa sepengetahuan siswa dan mencantumkannya untuk
sementara di atas kertas yang sudah disediakan sebelumnya oleh
penulis.
Adapun kriteria yang digunakan untuk penilaian adalah:
a. Ketepatan gramatikal dan leksikal (aspek qawā 'id dan mufradāt)
b. Kelancaran dalam pengucapan atau membaca
c. Penyampaian pesan atau isi materi
d. Pelafalan (intonasi dan stress)
e. Ketepatan dalam penulisan
Karena pada saat tes dilaksanakan, penulis sudah membagi
dan mengelompokan siswa berdasarkan kelasnya, sehingga mudah
untuk mengambil kesimpulan tentang rata-rata kemampuan masing-
masing kelas, yang sudah terlihat pada saat mereka menjawab.
Kelompok dengan anggota yang lebih aktif dan lebih banyak atau
sering menjawab dengan benar, maka itulah yang mempunyai rata-rata
tinggi atau baik. Dan kelompok yang hanya sebagian anggotanya saja
menjawab dengan benar, maka memiliki rata-rata sedang. Kelompok
yang sebagian kecil saja dari anggotanya menjawab benar, berarti itulah
yang mempunyai rata-rata cukup. Penilaian ini berlaku untuk setiap
aspek kecakapan, al-mufradāt, al-hiwār, al-qirā’ah, al-kitābah/
insyā'.
Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 7. Rata-rata Hasil Tes Bahasa Arab Kelas XI SMA Islam
Pekalongan
No Kelas المُفْرداتَ والحوار القراءة الانشاء \الكتابة
1الإملاء\ XI IPA. 1 Baik Baik Baik Baik
2 XI IPA. 2 Baik Sedang Sedang Baik
3 XI IPS. 1 Baik Sedang Sedang Baik
4 XI IPS. 2 Cukup Cukup Sedang Sedang
5 XI IPS. 3 Cukup Cukup Sedang Sedang
Berdasarkan hasil tersebut, maka kelompok atau kelas yang
mempunyai nilai rata-rata tinggi atau baik adalah kelas XI IPA. 1, nilai rata-
rata sedang adalah kelas XI IPA. 2 dan XI IPS. 1, sedangkan untuk nilai rata-
rata cukup adalah kelas XI IPS. 2 dan kelas XI IPS. 3.
Hasil belajar siswa yang diambil adalah nilai rapor siswa berupa nilai
rata-rata pelajaran bahasa Arab yang meliputi aspek hiwâr (bercakap),
qirâ'ah (membaca), qawâ'id (gramatika), insyâ’/kitâbah (menulis), imla’
(mendengar) pada masing-masing kelas, sebagaimana tercantum pada tabel
berikut ini:
Tabel 8: Nilai Rata-rata Pelajaran Bahasa Arab Kelas XI SMA Islam
No Kelas المُفْرداتَ والحوار القراءة الانشاء \الكتابة
1الإملاء\ XI IPA. 1 79 77 78 88
2 XI IPA. 2 73 63 64 82
3 XI IPS. 1 68 65 68 81
4 XI IPS. 2 66 63 66 67
5 XI IPS. 3 63 63 66 67
Keterangan:
Angka 85-90 = Amat baik (hampir tidak ada kesalahan)
Angka 75-84 = Baik (ada sedikit kesalahan)
Angka 65-74 = Sedang (ada beberapa kesalahan)
Angka 55-64 = Cukup (banyak kesalahan)
Setelah rata-rata masing-masing kelas diperoleh, maka
dilakukan perbandingan antar masing-masing kelas. Adapun kelas yang
memiliki rata-rata tertinggi adalah kelas XI IPA.1, nilai rata-rata sedang
adalah kelas XI IPA. 2 dan XI IPS. 1, dan nilai rata-rata cukup adalah
kelas XI IPS. 2 dan XI IPS. 3.