BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pembuatan...

37
66 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pembuatan Serat Proses pembuatan serat melalui beberapa tahap yaitu pengambilan serat, pencucian serat dan pengeringan serat. Proses pengambilan serat dilakukan secara mekanis dengan menggunakan mesin dekortikator. Pencucian serat dilakukan untuk membersihkan serat dari gum atau zat-zat yang masih menempel. Pengeringan serat dilakukan dengan menjemur serat dibawah sinar matahari. Pengukuran yang dilakukan dalam proses pembuatan serat meliputi karakteristik bahan baku, kapasitas kerja mesin dekortikator, serta dilakukan pengukuran rendemen dari setiap tahapan proses pembuatan serat. 4.1.1 Karakteristik Bahan Baku Daun-daun tanaman lidah mertua dan sisal yang sudah dipanen dilakukan pembersihan dan pengelompokan daun. Daun daun yang sudah terkelompok selanjutnya dilakukan penimbangan sebanyak 5 kg untuk satu ulangan. Penelitian ini menggunakan 3 ulangan (3 kelompok daun) untuk jenis daun yang berbeda. Bahan baku dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Gambar 16. Daun lidah mertua Gambar 17. Daun sisal Pangkal Ujung Tengah Pangkal Ujung Tengah

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pembuatan...

66

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pembuatan Serat

Proses pembuatan serat melalui beberapa tahap yaitu pengambilan serat,

pencucian serat dan pengeringan serat. Proses pengambilan serat dilakukan secara

mekanis dengan menggunakan mesin dekortikator. Pencucian serat dilakukan untuk

membersihkan serat dari gum atau zat-zat yang masih menempel. Pengeringan serat

dilakukan dengan menjemur serat dibawah sinar matahari. Pengukuran yang

dilakukan dalam proses pembuatan serat meliputi karakteristik bahan baku,

kapasitas kerja mesin dekortikator, serta dilakukan pengukuran rendemen dari

setiap tahapan proses pembuatan serat.

4.1.1 Karakteristik Bahan Baku

Daun-daun tanaman lidah mertua dan sisal yang sudah dipanen dilakukan

pembersihan dan pengelompokan daun. Daun – daun yang sudah terkelompok

selanjutnya dilakukan penimbangan sebanyak 5 kg untuk satu ulangan. Penelitian

ini menggunakan 3 ulangan (3 kelompok daun) untuk jenis daun yang berbeda.

Bahan baku dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.

Gambar 16. Daun lidah mertua

Gambar 17. Daun sisal

Pangkal Ujung

Tengah

Pangkal Ujung

Tengah

67

Daun yang sudah ditimbang selanjutnya dilakukan pengukuran dimensi daun

yaitu tebal daun, panjang daun dan lebar daun. Pengukuran dilakukan terhadap 5

daun dalam setiap ulangan, namun khusus untuk pengukuran tebal dan lebar,

dilakukan 3 kali pengukuran dalam satu daun (ujung, tengah, dan pangkal). Panjang

daun khusus tanaman sisal diukur setelah dilakukan pemotongan pangkal daun. Hal

ini dilakukan karena pangkal daun sisal memiliki ketebalan rata-rata yang besar

yaitu 5 cm sehingga tidak memungkinkan saat dilakukan pengambilan serat. Hal

ini berhubungan dengan celah masukan pada mesin dekortikator yang memiliki

ukuran tertentu sehingga pangkal daun tanaman sisal tidak dapat masuk kedalam

celah tersebut. Oleh karena itu data panjang daun sisal pada Tabel 12 merupakan

ukuran panjang daun yang telah dilakukan pemotongan pangkal daun, sedangkan

data lengkap pengukuran disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 12. Rata-rata panjang, tebal dan lebar daun

Bahan

baku

Tebal daun (cm) ± SD Panjang

daun (cm)

± SD

Lebar daun (cm) ± SD

Ujung Tengah Pangkal Ujung Tengah Pangkal

Lidah

mertua

3,68 ±

0,50

3,39 ±

0,52

2,99 ±

0,48

77,18 ±

7,56

5,76 ±

0,75

6,33 ±

0,87

4,38 ±

1,08

Sisal 4,27 ±

0,69

3,63 ±

1,05

3,01 ±

0,39

89,03 ±

4,12

7,64 ±

1,37

14,85 ±

1,15

8,63 ±

1,76

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa daun tanaman lidah mertua

memiliki tebal daun rata-rata sebesar 3,68 cm bagian ujung, 3,39 cm bagian tengah,

dan 2,99 bagian pangkal. Panjang rata-rata daun lidah mertua sebesar 77,18 cm.

Lebar rata-rata daun lidah mertua sebesar 5,76 cm bagian ujung, 6,33 cm bagian

tengah, dan 4,38 cm bagian pangkal. Daun tanaman sisal memiliki ketebalan rata-

rata sebesar 4,27 cm bagian ujung, 3,63 cm bagian tengah, dan 3,01 cm bagian

pangkal. Panjang rata-rata daun sisal sebesar 89,03 cm. Lebar rata-rata daun sisal

sebesar 7,64 cm bagian ujung, 14,85 cm bagian tengah, dan 8,63 bagian pangkal.

68

Daun sisal memiliki ukuran daun yang lebih panjang, daun yang lebih lebar dan

daun yang lebih tebal dibandingkan dengan lidah mertua. Ukuran panjang daun dari

tanaman sisal dan lidah mertua yang digunakan sudah memenuhi persyaratan

pengambilan serat dengan menggunakan mesin dekortikator. Ukuran panjang daun

yang dapat di proses dengan menggunakan mesin dekortikator yaitu minimal 50

cm. Hal ini bertujuan agar dalam pengambilan serat daun-daun tidak tertelan atau

terbawa ke dalam mesin, sehingga diperlukan kriteria panjang daun yang sesuai.

4.1.2 Kapasitas Kerja Mesin

Pengambilan serat dilakukan secara mekanis dengan menggunakan mesin

dekortikator dan prosesnya disebut dengan dekortikasi. Mesin dekortikator yang

digunakan memiliki beberapa bagian penting yaitu rangka, sistem transmisi, bagian

pemasukan, bagian pemisahan serat dan bagian pengeluaran ampas daun

sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 18. Mesin dekortikator memiliki panjang

80 cm, lebar 42 cm dan tinggi 95 cm. Tenaga penggerak yang digunakan adalah

motor diesel 7 PK, dengan transmisi belt dan pulley dengan perbandingan pulley

pada bagian motor diesel sebesar 3 inci dan pada bagian poros penghubung dan

pada bagian poros pemisah serat sebesar 6 inci.

Gambar 18. Mesin dekortikator

95

cm

Motor

penggerak

Rangka

Pulley

Belt

Bagian

pemasukan

Penutup

silinder

69

Bagian pemisah serat terbuat dari plat besi siku ukuran 26 cm dan diameter

pisau 41 cm yang berjumlah 12 buah dan dipasangkan pada silinder pemukul

menggunakan baut sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Pisau atau plat mesin dekortikator

Prinsip keja mesin dekortikator dimulai dengan menghidupkan motor

penggerak, yang selanjutnya akan memutar silinder pemisah serat. Daun lidah

mertua sebanyak 3 helai dan sisal sebanyak 1 helai dimasukkan kedalam bagian

pemasukkan mesin dengan memegang bagian pangkal daun. Plat siku yang berputar

pada bagian pemisah serat akan memisahkan serat pada daun melalui proses

tumbukan. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga hanya menghasilkan

seratnya saja sedangkan ampas daun akan keluar melalui bagian pengeluaran

ampas.

Salah satu parameter yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kapasitas

kerja mesin dekortikator. Kapasitas kerja mesin merupakan kemampuan kerja suatu

alat atau mesin dalam (kg) persatuan waktu. Nilai kapasitas kerja mesin

dekortikator dari kedua daun tanaman lidah mertua dan sisal sedikit berbeda. Nilai

tersebut merupakan nilai rata-rata dari 3 ulangan. Setiap 1 ulangan terdapat 5 kg

daun. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Persamaan 7 didapatkan

nilai rata-rata kapasitas kerja mesin dari daun lidah mertua dan sisal yang disajikan

pada Tabel 13. Contoh perhitungan kapasitas dapat dilihat pada Lampiran 3.

Plat pemukul

Transmisi (belt

& pulley)

Motor

penggerak

70

Tabel 13. Rata-rata kapasitas kerja mesin

Bahan Kapasitas input

(kg/jam) ± SD

Kapasitas output

(kg/jam) ± SD

Lidah mertua 30,72 ± 2,26 1,44 ± 0,28

Sisal 30,02 ± 1,06 3,87 ± 0,54

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa kapasitas input kerja mesin untuk

daun lidah mertua sebesar 30,72 kg/jam dan daun sisal sebesar 30,02 kg/jam. Proses

pengambilan serat daun lidah mertua memiliki kapasitas input yang lebih besar

dibandingkan dengan proses pengambilan serat daun sisal. Hal ini dikarenakan

daun sisal memiliki karakteristik yang kasar dan besar sehingga proses pelepasan

daging daun yang menempel pada serat memakan waktu yang cukup lama

dibandingkan dengan proses pelepasan daging pada lidah mertua. Untuk

mendapatkan serat sisal diperlukan beberapa kali pengulangan tarikan dan masukan

pada bagian pemasukan, sedangkan daun lidah mertua memiliki karakteristik daun

dengan permukaan daun yang cukup licin dan lunak sehingga proses dekortikasi

yang dilakukan cukup mudah dan memakan waktu yang lebih singkat dibandingkan

dengan proses dekortikasi daun sisal. Namun berbeda halnya dengan kapasitas

output mesin yang menunjukan bahwa sisal memiliki kapasitas output yang lebih

besar 3,87 kg/jam dibandingkan dengan lidah mertua sebesar 1,44 kg/jam. Hal ini

dikarenakan serat yang dihasilkan oleh daun sisal lebih besar 0,65 kg dibandingkan

dengan serat lidah mertua 0,16 kg.

Kapasitas kerja mesin dekortikator dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah keterampilan operator, jenis bahan yang digunakan dan kondisi

mesin dekortikator. Keterampilan operator dalam proses dekortikasi akan

mempengaruhi kapasitas kerja mesin dekortikator. Keterampilan atau keahlian

operator yang baik akan meminimalisir waktu terbuang atau waktu yang

dibutuhkan dalam proses dekortikasi cukup cepat. Keterampilan operator sangat

dibutuhkan karena sedikit kelalaian yang dilakukan akan mengakibatkan serat yang

dihasilkan akan ikut terbawa atau terbuang bersama dengan ampas. Kelalaian

71

operator juga dapat berakibat buruk pada keselamatan dirinya, selain itu jenis bahan

yang diproses pada mesin dekortikator juga sangat mempengaruhi.

4.1.3 Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan massa produk yang dihasilkan (massa

akhir) dengan massa bahan baku (massa awal) dikalikan dengan 100%. Pada

penelitian ini rendemen yang dianalisis terdiri atas rendemen parsial dan rendemen

total.

a. Rendemen Parsial

Rendemen parsial didapatkan dari rangkaian proses pembuatan serat kering

yang terdiri atas beberapa tahap yaitu pengambilan serat, pencucian serat, dan

pengeringan serat. Pengambilan serat dalam penelitian ini dilakukan secara

mekanis dengan menggunakan mesin dekortikator dan prosesnya disebut dengan

dekortikasi. Proses dekortikasi memiliki kelebihan yaitu proses pengambilan serat

yang cepat dan mudah. Selain itu tidak menggunakan bahan kimia yang dapat

merusak lingkungan. Proses pengambilan serat dilakukan terhadap daun-daun yang

masih segar dan basah (wet condition), hal ini dilakukan untuk memudahkan

pemisahan zat-zat yang ada disekitar serat dan menghindari kerusakan pada serat.

Daun yang sudah mulai mengering akan menyebabkan daun serta serat akan mudah

terputus dan rapuh saat proses dekortikasi berlangsung. Hasil dari proses

dekortikasi yaitu serat basah yang masih terdapat kulit daun atau disebut dengan

serat basah kotor. Perhitungan rendemen serat dilakukan dengan 3 kali ulangan.

Hasil perhitungan rata-rata rendemen dapat dilihat pada Tabel 14 dan contoh

perhitungan rendemen parsial dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 14. Rata-rata rendemen parsial

Jenis daun

Rendemen

pengambilan

serat (%) ± SD

Rendemen

pencucian serat (%)

± SD

Rendemen

pengeringan

serat (%) ± SD

Lidah mertua 4,74 ± 1,06 69,89 ± 1,48 40,61 ± 1,25

Sisal 12,89 ± 2,10 96,46 ± 4,62 38,45 ± 4,30

72

Rendemen pengambilan serat terbesar terdapat pada tanaman sisal sebesar

12,89 % dibandingkan dengan lidah mertua sebesar 4,74 %. Baik sisal maupun

lidah mertua memiliki rendemen yang cukup besar jika dibandingkan dengan

tanaman rami yang hanya berkisar antara 2,5-3 % namun masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan kapas 30-40 % dan kapuk 20 % (Sukardan, 2016). Pada

proses pengambilan serat dengan menggunakan mesin dekortikator akan

menghasilkan ampas. Ampas tersebut merupakan daging daun atau kulit daun dan

juga terdapat serat-serat potong yang terbawa saat proses dekortikasi. Ampas yang

dihasilkan untuk daun lidah mertua sebesar 4,76 kg atau setara dengan 95,20 % dari

keseluruhan bahan baku dan ampas daun sisal sebesar 4,35 kg atau setara dengan

87,00 % dari keseluruhan bahan baku. Kondisi daun tanaman sisal dan lidah mertua

yang digunakan dalam keadaan segar dan tidak kering. Baik daun sisal dan lidah

mertua diproses 1 hari setelah panen. Hal ini diketahui dari kadar air bahan baku.

Data kadar air bahan baku dapat dilihat pada Tabel 15, sedangkan data lengkapnya

disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 15. Kadar air bahan baku

Jenis daun Kadar air awal bahan (%) bb ± SD

Lidah mertua 93,99 ± 0,20

Sisal 81,18 ± 0,29

Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa kadar air lidah mertua sebesar

93,99% dan sisal sebesar 81,18 %. Kadar air yang tinggi akan memudahkan saat

pengambilan serat atau pelepasan daging daun. Kondisi lidah mertua dan sisal yang

digunakan telah melalui tahap penyortiran, sehingga tidak terdapat daun yang

rusak.

Serat basah kotor kemudian melewati tahap pencucian. Proses pencucian

dilakukan untuk mengurangi zat pengikat serat (Hidayat, 2008). Rendemen

pencucian pada kedua jenis serat baik lidah mertua maupun sisal tidak bernilai

100% dikarenakan pada proses pencucian dan pembersihan kedua serat dicuci dan

73

dilakukan pengerokan atau pembersihan gum (zat pengikat serat) yang masih

menempel pada serat dengan menggunakan kape. Selain itu dilakukan pemotongan

pada ujung serat. Pemotongan dilakukan pada ujung serat yang kusut. Pada proses

pencucian, nilai rendemen terbesar terdapat pada sisal sebesar 96,46 % sedangkan

lidah mertua sebesar 69,89 %. Hal ini dikarenakan pada serat lidah mertua

pemotongan ujung serat lebih banyak.

Serat bersih selanjutnya melewati tahap pengeringan. Pengeringan serat

dilakukan dibawah sinar matahari. Pengeringan serat memakan waktu antara 3 -5

hari bergantung pada cuaca saat pengeringan. Rendemen pengeringan kedua jenis

serat tidak bernilai 100% dikarenakan terjadi penguapan kandungan air di dalam

serat. Serat kering yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21.

(a) (b)

Gambar 20. (a) Serat kering lidah mertua, (b) Serat kering sisal

74

(a) (b)

Gambar 21. (a) Detail serat kering lidah mertua, (b) Detail serat kering sisal

Nilai rendemen parsial yang dihasilkan dipengaruhi oleh nilai kadar air.

Pengukuran kadar air dilakukan terhadap serat basah dan serat kering. Hasil

pengukuran kadar air serat dapat dilihat pada Tabel 16 dan contoh perhitungan nilai

kadar air dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 16. Kadar air serat

Jenis daun Kadar air serat basah

(%) bb ± SD

Kadar air serat kering

(%) bb ± SD

Lidah mertua 62,04 ± 0,66 10,79 ± 0,34

Sisal 64,97 ± 1,16 10,66 ± 0,20

Rendemen pengeringan terbesar terjadi pada serat basah lidah mertua

sebesar 40,61%, sedangkan rendemen pengeringan serat basah sisal sebesar

38,45%. Hal ini dikarenakan kadar air serat basah sisal 64,97 % lebih besar

dibandingkan kadar air serat basah lidah mertua yaitu sebesar 62,04%. Semakin

tinggi kadar air serat basah maka akan semakin sedikit massa serat kering. Hal ini

diduga karena ada lebih banyak massa yang menguap berbentuk air dibandingkan

75

dengan massa padatan. Kadar air serat kering daun lidah mertua sebesar 10,79 %

dan serat kering sisal sebesar 10,66 %. Kadar air serat kering sangat penting untuk

diketahui, karena akan berpengaruh pada proses selanjutnya dan juga umur simpan

dari serat tersebut. Serat yang terlalu basah akan mudah rusak atau umur simpan

yang pendek, sedangkan serat yang terlalu kering akan mudah rapuh atau rusak saat

akan dilakukan proses selanjutnya. Kandungan air dan kelembaban udara yang

terlalu rendah mengakibatkan kekuatan serat menurun dan serat mudah putus,

sehingga akan berpengaruh pada panjang serat (Moerdoko dkk, 1973).

b. Rendemen Total

Rendemen total pada penelitian ini merupakan rendemen produk akhir berupa

serat kering atau produksi serat kering. Hal ini dikarenakan rendemen dalam

pembuatan kain tenun dilakukan dengan mengkombinasikan 2 benang yaitu benang

katun dan serat lidah mertua atau sisal, sehingga perhitungan rendemen pembuatan

kain tenun tidak dapat dihitung. Berdasarkan hasil perhitungan dengan

menggunakan Persamaan 6 didapatkan rendemen total yang disajikan pada Tabel

17, sedangkan data lengkap rendemen total disajikan pada Lampiran 4.

Tabel 17. Rendemen total

Jenis Daun Rendemen total (serat kering) (%)

Lidah mertua 1,32 ± 0,31

Sisal 4,79 ± 1,06

Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa rendemen total yang terbesar terdapat

pada daun sisal sebesar 4,79 % dibandingkan dengan daun lidah mertua sebesar

1,32%. Secara keseluruhan rendemen total hingga mencapai serat kering ini

merupakan rendemen yang cukup rendah.

4.2 Karakteristik Fisik dan Mekanik Serat

Karakteristik fisik dan mekanik serat merupakan karakteristik yang sangat

penting untuk diketahui. Karekteristik fisik dan mekanik serat akan mempengaruhi

76

kain yang akan dihasilkan. Pengukuran karakteristik fisik serat meliputi panjang

serat, diameter serat, warna, kehalusan serat, dan moisture regain, sedangkan

pengukuran karakteristik mekanik meliputi kekuatan tarik dan mulur perbundel dan

perhelai serat.

4.2.1 Panjang Serat

Panjang merupakan salah satu karakteristik atau sifat penting dari serat.

Setiap serat memiliki struktur bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung

pada sifat seratnya. Sifat serat dalam industri tekstil sangat berperan penting, karena

sifat serat menentukan bahan tekstil yang diproduksi. Selain itu dengan mengetahui

sifat serat, dapat menentukan proses pengolahan yang tepat. Pengujian panjang

serat dilakukan dengan menggunakan SNI 08-0590-1989 cara uji panjang serat

buatan bentuk staple (cara perhelai). Prinsip pengukuran yang dilakukan yaitu

dengan meluruskan serat perhelai kemudian dilakukan pengukuran. Setiap sampel

serat dilakukan 10 kali ulangan. Hasil rata-rata panjang serat tersedia pada Tabel 18

dan data lengkap panjang serat disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 18. Panjang serat

Jenis serat Panjang serat (cm)

Lidah mertua 68,40 ± 3,66

Sisal 81,60 ± 1,11

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui panjang serat lidah mertua sebesar

68,40 cm dan panjang serat sisal sebesar 81,60 cm. Serat sisal memiliki ukuran yang

lebih panjang dibandingkan dengan serat lidah mertua. Hal ini dikarenakan panjang

serat yang dihasilkan bergantung pada panjang daun atau bahan baku yang

digunakan. Semakin panjang bahan baku yang digunakan maka serat yang

dihasilkannya pun akan panjang. Ukuran daun sisal 89,03 cm lebih panjang

dibandingkan dengan daun lidah mertua 77,18 cm. Panjang daun dapat dipengaruhi

dari umur tanaman. Menurut Bisanda, dkk (1991) panjang serat sisal berkisar antara

1 -1,5 m. Hasil penelitian menunjukan nilai yang berbeda jauh dikarenakan adanya

pemotongan bagian pangkal daun yang memiliki ketebalan yang besar dan tidak

77

dapat masuk kedalam celah masukan mesin dekortikator. Namun tidak menutup

kemungkinan terjadinya putus serat saat dilakukan pengambilam serat dengan

menggunakan mesin dekortikator akibat adanya tarikan pada bahan baku. Panjang

serat dapat diatur sesuai dengan kebutuhan produksi.

Serat sisal dan lidah mertua memiliki ukuran yang lebih panjang

dibandingkan dengan serat alam yang lain seperti serat rami 10,24 cm (Novarini

dkk, 2015), serta serat yang sudah komersial yaitu serat kapas 2,85 cm dan serat

kapuk 1,60 cm (Sukardan dkk, 2016). Nilai panjang serat sisal dan lidah mertua

termasuk kedalam serat staple panjang.

4.2.2 Warna

Warna merupakan hal yang cukup penting untuk diketauhi. Warna dalam

pengujian karakteristik serat yang perlu diketahui terdiri dari kecerahan (L*) dan

derajat kuning (b*). Selain itu terdapat nilai a* dan H. Warna pada serat

berhubungan dengan nilai estetika dari serat baik yang akan diberi pewarnaan atau

tanpa perwanaan. Pengujian kecerahan dan derajat kuning dilakukan dengan

menggunakan kromameter. Setiap jenis serat dilakukan 3 kali ulangan. Nilai L*

merupakan tingkat kecerahan warna serat. Semakin besar nilai L* dan mendekati

nilai 100 menunjukan secara visiual serat memiliki warna putih yang baik dan

cerah, sedangkan nilai L* mendekati nilai 0 mengindikasikan warna hitam atau

gelap. Nilai b* menunjukan derajat kekuningan serat. Nilai a* menunjukan adanya

pigmen warna merah dalam serat. Nilai warna lidah mertua dan sisal disajikan pada

Tabel 19 dan data lengkap pengukuran disajikan pada Lampiran 7.

Tabel 19. Nilai rata-rata warna

Jenis serat L* ± SD b* ± SD a*± SD H ± SD Kromatisitas

Lidah

mertua

67,62 ±

0,34

20,42 ±

0,41

0,89 ±

0,05

87,52 ±

0,16

Yellow Red

Sisal

66,42 ±

0,23

23,80 ±

0,60

-0,17 ±

0,18

90,41 ±

0,43

Yellow

78

Keterangan :

L* = Kecerahan

b* = Warna kuning

a* = Warna merah

H = Hue

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa serat lidah mertua memiliki nilai

kecerahan (L*) yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat sisal. Serat lidah

mertua memiliki nilai L* sebesar 67,62 sedangkan serat sisal memiliki nilai *L

sebesar 66,42. Hal ini menunjukkan bahwa serat lidah mertua secara visual tampak

lebih putih dan cerah dibandingkan dengan serat sisal. Hal ini dipengaruhi oleh

kandungan lignin dari kedua serat tersebut. Menurut Wibisono (2002), adanya

lignin dapat menyebabkan warna serat menjadi kecoklatan. Kandungan lignin pada

serat sisal lebih besar 8% dibandingkan dengan serat lidah mertua 3 % (Suryanto

dkk, 2014), selain itu warna dari serat dapat dipengaruhi oleh pigmen alam yang

terkandung didalam serat. Kedua serat ini memiliki nilai yang lebih tinggi

dibandingkan serat kapuk sebesar 57,2, namun lebih rendah dibandingkan dengan

serat kapas sebesar 72 (Sukardan dkk, 2016). Serat lidah mertua yang dihasilkan

pada penelitian ini memiliki nilai kecerahan (L*) yang lebih kecil dibandingkan

dengan serat lidah mertua dalam penelitian Situmorang, dkk (2017) rata-rata

sebesar 75. Hal ini dikarenakan penelitian Situmorang, dkk (2017) menggunakan

proses pengambilan serat dengan merendam dalam larutan NaOH. Untuk

menentukan batas respon kecerahan apabila serat akan dipergunakan untuk

kebutuhan tekstil, dapat dibandingkan dengan SNI 08-0280-2004 Kain mori

primissima. Kain mori merupakan kain tenun kapas dengan anyaman polos dan

tetal rapat, sudah diputihkan dan tanpa atau diberi penyempurnaan kanji, digunakan

untuk bahan batik. Kain mori membutuhkan serat dengan syarat kecerahan minimal

80 (BSN, 2004). Nilai kecerahan dari serat lidah mertua dan sisal tidak mencapai

80, oleh karena itu sebaiknya dilakukan peningkatan kecerahan serat. Salah satunya

dengan bleaching, namun proses ini menggunakan bahan kimia.

79

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa derajat kekuningan (b*) serat

sisal lebih besar dibandingkan dengan serat lidah mertua. Hal ini menunjukkan

bahwa serat sisal secara visual tampak lebih kuning dibandingkan dengan serat

lidah mertua. Derajat kekuningan kedua jenis serat ini lebih besar dibandingkan

dengan derajat kekuningan serat kapuk sebesar 12,7 dan serat kapas 9,1 (Sukardan

dkk, 2016). Hal ini dikarenakan serat kapas dan kapuk merupakan serat yang

berasal dari biji, sedangkan serat sisal dan lidah mertua merupakan serat daun yang

memiliki gum yang masih menempel. Dari kedua parameter kecerahan dan derajat

kuning, menunjukkan bahwa serat lidah mertua secara visual tampak lebih putih,

cerah dan berkilau.

Nilai a* kedua serat menunjukan nilai yang sangat kecil. Nilai a* untuk serat

lidah mertua sebesar 0,89 dan serat sisal sebesar -0,17. Hal ini menunjukan bahwa

serat lidah mertua dan sisal tidak memiliki pigmen warna merah yang banyak dan

cenderung berwarna kuning.

Parameter terakhir dalam pengukuran warna yaitu derajat hue (H). Nilai hue

disesuaikan dengan daerah kisaran warna kromatisitas sehingga warna dari serat

dapat ditentukan. Derajat hue serat daun lidah mertua berwarna yellow red,

sedangkan untuk serat sisal berwarna yellow.

4.2.3 Kehalusan Serat

Kehalusan merupakan salah satu sifat fisik yang penting dan perlu untuk di

amati. Kehalusan serat merupakan ukuran relativ diameter yang dinyatakan dalam

berat persatuan panjang (BSN, 1989a). Pada penelitian ini nilai kehalusan

dinyatakan dalam tex. Nilai tex yang kecil menunjukan semakin halus serat.

Semakin kecil nilai kehalusan serat, maka serat tersebut akan semakin ringan. Pada

umumnya serat yang halus dipilih untuk menghasilkan benang dan untuk

mendapatkan pegangan yang enak dan daya isolasi panas yang baik, karena serat-

serat yang halus mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga lebih

banyak menahan udara dalam kain dan memperbesar gesekan antar serat. Serat

yang terlalu halus atau ringan akan menyulitkan pada saat proses pemintalannya.

Dalam pembuatan benang, serat yang halus akan cenderung menghasilkan banyak

80

nep (kusut). Semakin kecil nilai kehalusan maka akan berpotensi sering teradi putus

benang pada saat proses pembuatan roving di mesin roving/simplex maupun saat

pembuatan benang di mesin ring spinning. Hal ini disebabkan karena benang tidak

tahan gesekan dan mudah berbulu. Serat yang semakin halus (tanpa

mempertimbangkan efek friksi) akan berbanding lurus dengan kekuatan serat

perberkas, karena jumlah serat yang berkontribusi terhadap kekuatan serat per

berkas lebih banyak dari pada serat yang kasar (jumlah luas permukaan serat halus

lebih besar dibandingkan serat kasar). Pengujian kehalusan pada pada penelitian ini

menggunakan SNI 08 – 1111 – 1989 Cara uji kehalusan serat batang. Pengujian

dilakukan dengan 10 kali ulangan dengan ukuran 30 mm sebanyak 150. Nilai rata-

rata kehalusan dari serat lidah mertua dan sisal disajikan pada Tabel 20. Contoh

perhitungan kehalusan dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 20. Rata-rata kehalusan serat

Sampel Kehalusan (tex) ± SD

Lidah mertua 6,30 ± 0,20

Sisal 19,70 ± 0,40

Berdasarkan nilai rata-rata kehalusan pada Tabel 20 diketahui bahwa rata-rata

kehalusan lidah mertua sebesar 6,3 tex dan sisal sebesar 19,7 tex. Serat lidah mertua

lebih halus dibandingkan serat sisal. Hal ini dikarenakan berat serat sisal perhelai

lebih besar dibandingkan dengan serat lidah mertua perhelai dalam ukuran panjang

yang sama. Secara visual serat sisal memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan

dengan serat lidah mertua. Serat lidah mertua dan sisal memiliki nilai kehalusan

yang cukup besar jika dibandingkan dengan kehalusan serat alam lain yaitu serat

rami sebesar 6 denier atau setara dengan 0,67 tex (Novarini dkk, 2015). Nilai

kehalusan serat rami yang kecil, kemungkinan disebabkan oleh proses pengambilan

serat yang berbeda atau melalui proses lain. Menurut penelitian Kanimozhi (2011)

kehalusan serat lidah mertua yang diproses melalui proses water retting bernilai 9,8

tex. Selain itu menurut penelitian Situmorang, dkk (2017) kehalusan serat lidah

mertua yang melalui proses perendaman dengan air tanpa tambahan larutan NaOH

81

bernilai 7.6 tex, perlakuan perendaman dengan larutan NaOH 5% bernilai 5,2 tex

serta perlakuan perendaman dengan larutan NaOH 10% bernilai 3,8 tex.

Peningkatan konsentrasi NaOH mengakibatkan semakin kecilnya perbandingan

berat per panjang atau semakin halus, dikarenakan serat akan semakin terurai

menjadi serat-serat individu (elementer) dan zat-zat yang bukan serat akan larut dan

menghasilkan serat semakin bersih (Roetjito dkk, 1979). Zat yang larut dapat

berupa kandungan lignin dan sebagian hemiselulosa yang terkandung didalam

serat. Jika pengambilan serat dengan menggunakan proses mekanik maka

kandungan lignin tidak akan hilang atau tetap ada pada serat. Nilai kehalusan serat

lidah mertua dan sisal telah memenuhi syarat kehalusan (nomor benang) SNI 08-

0033-2006 persyaratan mutu benang tunggal kapas untuk tenun yang berkisar

antara 5,9-36,9 tex.

4.2.4 Diameter Serat

Kehalusan pada serat tekstil dapat menunjukan besar kecilnya diameter

serat. Hasil data pengukuran diameter kedua jenis serat disajikan pada Tabel 21.

Nilai diameter yang diperoleh dari perhitungan persamaan 11 dan 12, yang

merupakan konversi hasil dari nilai kehalusan (tex) menjadi nilai Ne dan kemudian

di konversi menjadi diameter. Contoh perhitungan nilai diameter serat dapat dilihat

pada Lampiran 9.

Tabel 21. Rata-rata diamater serat

Sampel Diameter (μm ) ± SD

Lidah mertua 103,60 ± 0,00

Sisal 182,50 ± 0,00

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa diameter rata-rata serat lidah

mertua 103,6 μm dan sisal sebesar 182,5 μm. Serat sisal memiliki diameter yang

lebih besar dibandingkan dengan serat lidah mertua. Hal ini sebanding dengan

kehalusan dari serat tersebut yaitu kehalusan yang kecil dibandingkan dengan serat

lidah mertua. Semakin kecil diameter serat maka semakin halus serat. Hal ini

82

dikarenakan kehalusan merupakan perbandingan panjang terhadap berat serat.

Menurut penelitian Bisanda, dkk (1991) diameter serat sisal sebesar 100-300 μm.

Menurut penelitian Kanimozhi (2011) diameter serat lidah mertua (S. trifaciata)

yang diekstrak dengan cara water retting sebesar 120 μm.

Berdasarkan penelitian Munandar, dkk (2013) terhadap kekuatan tarik serat

ijuk menyatakan bahwa diameter serat mempengaruhi kekuatan tarik serat.

Semakin kecil diameter serat, kekuatan tariknya akan semakin besar. Hal ini

dikarenakan rongga dan ikatan antar molekul pada serat dengan diameter kecil lebih

banyak sehingga kekuatannya semakin besar. Selain itu diameter serat juga

mempengaruhi nilai regangan. Semakin kecil diameter serat maka nilai rengangan

akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya semakin besar diameter semakin besar

nilai regangan, namun dalam penelitian ini tidak menghasilkan data yang sesuai

dengan yang hasilkan oleh Munandar (2013). Serat sisal dengan diameter yang

besar dibandingkan dengan serat lidah mertua memiki nilai kekuatan tarik perhelai

yang lebih besar. Dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi kekuatan tarik serat

tidak hanya berasal dari ukuran diameter serat, melainkan kandungan kimia yang

ada dalam serat tersebut. Mukherjee dkk (1984) mengkaji pengaruh diameter serat

terhadap kekuatan tarik, modulus elastisitas, dan mulur. Hasilnya menunjukkan

bahwa diameter serat tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap sifat

mekanik serat sisal.

4.2.5 Moisture Regain (Daya Serap Air)

Moisture regain merupakan indeks karakteristik kemampuan sorpsi uap air di

udara (kelembaban), yang juga merefleksikan karakteristik struktur serat. Nilai

moisture regain dinyatakan dalam %. Hampir semua serat menyerap air sampai

batas tertentu. Beberapa macam serat menyerap uap air lebih banyak dibandingkan

serat yang lain. Serat yang menyerap air lebih banyak dapat dikatakan serat tersebut

bersifat higroskopis (Soeprijono dkk, 1973). Sifat higroskopis ditentukan oleh

struktur molekul dari serat itu sendiri. Serat-serat selulosa yang mengandung gugus

hidroksil yang lebih banyak akan menyerap uap air. Besarnya nilai moisture regain

sangat penting dalam industri tekstil dikarenakan berhubungan dengan kenyamanan

83

(comfort) saat digunakan. Serat-serat dengan sifat higroskopis yang menyerap uap

air dengan cepat merupakan penahan dalam perubahan kelembaban yang

mendadak, misalnya apabila terjadi perubahan yang cepat dari panas kedingin.

Selain itu penyerapan air diikuti dengan timbulnya panas, dan hal ini sangat nyata

pada serat-serat yang banyak menyerap air. Selain itu serat – serat yang banyak

menyerap air juga dapat mencegah timbulnya listrik statik dalam pengerjaan.

Pengujian moisture regain dilakukan sesuai dengan SNI 8100:2015 cara uji kadar

lembab (moisture regain atau moisture content). Pengujian ini dilakukan 2 kali

ulangan untuk setiap satu jenis serat. Hasil pengujian moisture regain dari serat

sisal dan lidah mertua disajikan pada Tabel 22. Data lengkap dan contoh

perhitungan nilai moisture regain dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 22. Moisture regain serat lidah mertua dan sisal

Jenis serat MR ± SD

Lidah mertua 11,93 ± 1,52

Sisal 12,57 ± 0,19

Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata moisture regain

(MR) lidah mertua sebesar 11,93 % dan sisal sebesar 12,57 %. Nilai rata-rata

moisture regain sisal lebih besar dibandingkan dengan serat lidah mertua. Kedua

serat ini memiliki nilai moisture regain yang lebih besar jika dibandingkan dengan

kapuk 8 % dan kapas 8,5 % (Sukardan dkk, 2017), namun nilai moisture regain

serat lidah mertua lebih kecil jika dibandingkan dengan serat rami yaitu sebesar 12

% (Novarini dkk, 2015). Serat sisal memiliki nilai moisture regain yang besar. Hal

ini menunjukan bahwa serat sisal memiliki kemampuan menyerap air yang lebih

cepat dibandingkan serat alam lainya, namun apabila nilai MR dari suatu serat

terlalu tinggi kemungkinan dapat menyebabkan umur simpan yang lebih pendek,

karena nilai kadar air serat akan bertambah. Nilai moisture regain berkaitan dengan

nilai kadar air serat (MC). Semakin tinggi nilai kadar air atau (MC) maka nilai MR

akan meningkat pula. Nilai moisture regain dapat dipengaruhi oleh morfologi serat.

84

Serat yang memiliki stuktur atau morfologi yang memiliki banyak celah

didalamnya atau disebut dengan lumen, maka kemungkinan serat memiliki nilai

moisture regain yang tinggi. Hal ini dikarenakan lumen dapat berperan sebagai

kapiler sepanjang serat serta dapat menampung 27 kali berat seratnya (Mulyawan

dkk, 2015).

4.2.6 Kekuatan Tarik dan Mulur perbundel

Kekuatan tarik dan mulur merupakan salah satu sifat serat yang sangat

penting untuk diketahui. Pengujian kekuatan tarik dan mulur perbundel serat

dilakukan dengan menggunakan tensolab. Penentuan kekuatan tarik menggunakan

alat tensolab dilakukan dengan kecepatan tarik sebesar 5 mm/menit dan dengan

jarak jepit antar clamp 50 mm. Pengujian ini dilakukan 15 kali pengulangan.

Kekuatan tarik serat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekutan tarik

benang. Kekuatan tarik perbundel merupakan kekuatan putus atau kemampuan

perbundel serat untuk menahan beban putus. Kekuatan tarik dapat dinyatakan

dalam satuan gram (g). Selain itu kekuatan tarik dapat dikonversi menjadi tegangan

spesifik atau tenacity yang merupakan kekuatan tarik yang dinyatakan dalam gaya

per kehalusan serat. Dengan menggunakan alat tensolab didapatkan dua data dalam

sekali pengujian, yaitu data kekuatan tarik dan mulur. Mulur serat merupakan

kemampuan serat bertambah panjang ketika ada beban tarik yang dialami serat

tersebut sebelum putus. Oleh karena itu istilah mulur seringkali dinyatakan dalam

mulur saat putus dengan satuan %, yang menunjukkan pertambahan panjang

sebelum putus dibandingkan panjang awal. Data kekuatan tarik dan mulur serat

perbundel disajikan pada Tabel 23, sedangkan untuk data lengkap dan contoh

perhitungan tenacity dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 23. Kekuatan tarik dan mulur serat perbundel

Jenis serat Kekuatan tarik (g) Mulur (%) Tenacity (g/tex)

Lidah mertua 24891,60 ± 5770,60 20,00 ± 1,80 33,17 ± 4,07

Sisal 35263,90 ± 10583,70 22,90 ± 3,10 30,92 ± 4,61

85

Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kekuatan tarik

perbundel serat lidah mertua sebesar 24891,6 g dan serat sisal sebesar 35263,9 g.

Selisih nilai kekuatan tarik perbundel kedua serat tersebut cukup kecil. Serat lidah

mertua dan serat sisal menunjukan nilai kekuatan tarik yang tinggi, hal ini

dikarenakan kandungan selulosa pada serat yang tinggi. Kandungan selulosa pada

serat mempengaruhi karakteristik serat. Semakin tinggi kadar selulosa maka

semakin baik mutu serat tersebut (Imani dkk, 2015). Serat tanaman lidah mertua ini

memiliki kadar selulosa yang tinggi hingga mencapai 79% (Ornamenti, 2017).

Serat sisal mengandung 64–71% α-selulosa (Nugrahal, 2016). Serat sisal memiliki

kekuatan tarik yang lebih besar dibandingkan dengan serat llidah mertua

dikarenakan sifat kaku dari sisal. Hal ini dipengaruhi oleh kadar lignin dalam serat

yang menyebabkan serat menjadi keras dan kaku. Kandungan lignin pada serat sisal

lebih besar 8% dibandingkan dengan serat lidah mertua 3 % (Suryanto dkk, 2014).

Kekuatan tarik serat sisal lebih besar dibandingkan dengan serat lidah mertua,

namun berbeda dengan nilai tenacity, serat lidah mertua memiliki nilai tenacity

33,17 g/tex yang lebih besar dibandingkan dengan serat sisal 30,92 g/tex. Tenacity

adalah parameter tekstil yang masih berhubungan dengan kekuatan suatu material

tekstil. Semakin kecil ukuran serat namun kekuatannya tinggi, maka serat tersebut

dikatakan memliki tenacity yang tinggi. Hal ini sesuai dengan ukuran serat lidah

mertua yang lebih kecil dibandingkan dengan serat sisal namun memiliki kekuatan

tarik yang cukup tinggi seperti serat sisal.

Sifat mulur serat tekstil sangat berguna, mengingat banyak sekali beban tarik

yang dialami serat pada proses-proses pemintalan, pertenunan sampai proses

penyempurnaan. Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata mulur

perbundel yang terbesar terdapat pada serat sisal sebesar 22,9 % sedangkan nilai

rata-rata mulur perbundel serat lidah mertua sebesar 20%. Semakin besar nilai

mulur suatu serat yang akan dijadikan sebagai kain maka semakin bagus serat

tersebut. Hal ini dikarenakan jika serat tekstil mempunyai mulur kecil, maka ketika

ada beban tarik yang kecil pun serat akan mudah putus sehingga kurang baik

digunakan sebagai serat tekstil peruntukan bahan baku pakaian (Noerati dkk, 2013).

86

4.2.7 Kekuatan Tarik dan Mulur Perhelai

Kekuatan tarik perhelai serat merupakan kekuatatan yang besarnya sama

dengan beban yang dapat ditahan oleh serat tersebut sampai putus. Kekuatan tarik

dipengaruhi oleh kadar selulosa yang terkandung di dalam serat. Nilai kekuatan

tarik sangat perlu diketahui karena akan mempengaruhi produk yang akan

dihasilkan. Jika peruntukan serat sebagai benang maka, kekuatan benang dan kain

yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kekuatan serat. Semakin besar kekuatan

serat maka akan semakin kuat benang dan kain yang dihasilkan. Selain itu kekuatan

tarik serat sangat perlu untuk diketahui agar proses pengolahan selanjutnya yang di

berikan terhadap serat dapat ditentukan. Mulur serat perhelai merupakan

pertambahan panjang serat selama pengujian dinyatakan dalam persen.

Menurut Hidayat (2008) serat alam yang berasal dari tanaman baik yang

berasal dari daun (leaf fibres) ataupun batang, memiliki jumlah serat yang terdiri

dari beberapa ikatan serat dan masing – masing ikatan memiliki beberapa serat. Hal

ini menjadikan serat alam memiliki ukuran dan sifat yang tidak seragam. Oleh

karena itu pengujian kekuatan tarik dan mulur serat perhelai dilakukan dengan 20

kali ulangan untuk setiap jenis serat. Pengukuran kekuatan tarik serat perhelai

dilakukan berdasarkan SNI 08-0618-1989 cara uji kekuatan tarik dan mulur serat

buatan bentuk staple perhelai. Data kekuatan tarik dan mulur rata-rata serat perhelai

disajikan pada Tabel 24, sedangkan data lengkap pengukuran kekuatan tarik dan

mulur dapat dilihat pada Lampiran 12.

Tabel 24. Kekuatan tarik dan mulur rata-rata serat perhelai

Jenis serat Kekuatan tarik (g) Mulur (%)

Lidah mertua 364,25 ± 143,10 7,50 ± 2,60

Sisal 1264,00 ± 430,40 11,50 ± 4,30

Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa nilai rata-rata kakuatan tarik perhelai

serat lidah mertua sebesar 364,25 g dan serat sisal sebesar 1264 g. Serat sisal

mempunyai nilai rata-rata kekuatan tarik yang lebih besar dibandingkan dengan

87

serat lidah mertua, namun kedua serat ini memiliki kekuatan tarik perhelai yang

lebih besar dibandingkan dengan serat rami 35,1 g (Novarini dkk, 2015). Nilai

kekuatan tarik perhelai serat lidah mertua dalam penelitian ini lebih besar jika

dibandingkan dengan penelitian Situmorang dkk (2017) sebesar 112 g dengan

perlakuan perendaman NaOH dan 144 g dengan perlakuan perendaman air tanpa

larutan NaOH. Hal ini menunjukan, proses pengambilan serat dengan proses

manual perendaman atau watter retting dan tambahan larutan kimia NaOH dapat

menurunkan nilai kekuatan tarik serat. Perlakuan kimia pada serat dapat mengubah

struktur fisik maupun kimia dari permukaan serat (Pradana dkk, 2017).

Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa nilai rata-rata mulur perhelai serat sisal

lebih besar 11,50 % dibandingkan dengan nilai rata-rata mulur serat lidah mertua

7.50 %. Menurut penelitian Kalaprasad, dkk (1997) nilai mulur serat sisal berkisar

antara 5-14 %. Nilai rata-rata mulur dari kedua serat lidah mertua dan sisal

termasuk tinggi dibandingkan dengan nilai mulur kapas sebesar 8 % dan kapuk

sebesar 3,8% (Sukardan, 2016) serta lebih besar dibandingkan dengan nilai mulur

serat rami sebesar 4,14% (Novarini dkk, 2015). Hal ini menunjukan bahwa serat

daun sisal dan lidah mertua memiliki sifat elastis yang tinggi sehingga apabila

melalui proses atau tahap selanjutnya tidak akan mudah putus. Jika peruntukan serat

sebagai benang maka semakin kecil tingkat mulur serat maka akan berakibat pada

rendahnya mulur benang yang akan dihasilkannya. Menurut Saroso dan Darmono

(2002), serat yang memiliki nilai mulur yang tinggi, apabila melalui tahap

pemintalan maka akan menghasilkan benang yang halus. Berdasarkan data yang

disajikan pada Lampiran 12, semakin tinggi nilai kekuatan tarik serat maka nilai

mulur seratpun akan semakin tinggi.

Nilai kekuatan tarik dan mulur serat dipengaruhi oleh kandungan kimia serat

yaitu selulosa. Serat daun lidah mertua dan sisal mengandung selulosa dalam

jumlah yang besar, sehingga menyebabkan nilai kekuatan tarik serat tinggi. Selain

itu kandungan lain seperti hemiselulosa dan lignin pada serat dapat memperkuat

nilai kekuatan tarik dan mulur serat. Hal ini dikarenakan lignin berfungsi sebagai

perekat antar sel (Wibisono, 2002).

88

4.3 Kriteria Serat

Kriteria serat merupakan suatu ukuran yang menjadi dasar penilaian terhadap

karakteristik serat untuk dapat menentukan hasil terbaik dari pengujian serat yang

telah dilakukan. Kriteria serat yang digunakan mengacu pada serat kapas. Hal ini

dikarenakan serat kapas merupakan serat yang sudah dikomersilkan dan paling

banyak digunakan sebagai bahan baku tekstil, khususnya dalam pembuatan kain

tenun. Berikut kriteria serat disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Kriteria serat

Parameter Kriteria Referensi

Kadar air serat

(%)

Kadar air serat kapas kering mencapai 7%. Saroso dkk,

2002

Panjang serat

(cm)

Semakin panjang ukuran serat maka akan

dapat dibuat benang yang lebih halus, selain

itu semakin panjang serat akan memudahkan

dalam pembuatan benang. Rata-rata panjang

serat kapas 2,79 cm.

Sukardan

dkk, 2016

Kehalusan

(tex)

Semakin kecil nilai tex, maka serat tersebut

akan semakin halus Serat kapas yang akan

digunakan sebagai benang tenun minimum

5,9 tex -36,9 tex.

SNI 08-0033-

2006

Diameter serat

(μm)

Berbanding lurus dengan kehalusan.

Semakin kecil ukuran serat atau diameter

serat, maka akan semakin halus serat yang

dihasilkan.

-

Warna

*L Nilai *L yang semakin besar menyatakan

bahwa serat tersebut secara visual tampak

lebih putih dan cerah. Nilai kecerahan serat

kapas mencapai 72.

Sukardan

dkk, 2016

a* Nilai warna merah (a*) yang kecil. -

b* Nilai warna kuning (b*) yang kecil pada

serat menyatakan bahwa serat secara visual

tampat lebih putih. Nilai b* serat kapas

mencapai 10,2.

Sukardan

dkk, 2016

H Nilai H* yang kecil. -

89

Tabel 25. Kriteria serat (lanjutan)

4.4 Rekapitulasi Serat Terbaik

Terdapat dua serat yang berbeda pada penelitian ini yaitu serat lidah mertua

dan sisal. Kedua serat melalui proses pengambilan serat yang sama dan tidak

diberikan perlakuan tambahan apapun. Penentuan serat terbaik dapat diketahui

berdasarkan analisis karakteristik serat yang terdiri dari rendemen, panjang serat,

kehalusan, diameter, kecerahan (*L), derajat kuning (*b), moisture regain,

kekuatan tarik dan mulur perbundel, kekuatan tarik dan mulur perhelai, dan tenacity

yang disesuaikan dengan kriteria serat yang ada pada Tabel 25. Serat terbaik

ditentukan dengan menjumlahkan warna kuning pada kolom tabel masing-masing

serat. Kolom yang memiliki warna kuning yang terbanyak akan menentukan bahwa

serat tersebut adalah serat terbaik. Rekapitulasi hasil serat terbaik dapat dilihat pada

Tabel 26, Tabel 27, dan Tabel 28.

Parameter Kriteria Referensi

Moisture

regain (%)

Moisture regain serat kapas mencapai 8,5%. Sukardan dkk,

2016

Kekuatan tarik

perbundel (g)

Serat tekstil harus mempunyai kekuatan

yang memadai, hal ini disebabkan saat

pemrosesan misalnya pemintalan,

pertenunan, pencelupan maupun saat

pemakaian serat mengalami beban - beban

yang umumnya berupa beban tarik.

Noerati, 2013

Mulur

perbundel (%)

Jika serat tekstil mempunyai mulur yang

kecil, maka ketika ada beban tarik yang kecil

pun serat akan mudah putus sehingga kurang

baik digunakan sebagai serat tekstil pakaian.

Noerati, 2013

Tenacity

(g/tex)

Tenacity serat kapas yang akan dijadikan

sebagai benang tenun minimum 15,9 g/tex -

23,00 g/tex.

SNI 08-0033-

2006

Kekuatan tarik

perhelai (g)

Kekuatan tarik perhelai serat kapas untuk

dijadikan benang tenun minimum 125 g

sampai 760 g.

SNI 08-0033-

2006

Mulur (%) Nilai mulur serat kapas mencapai 8%. Sukardan dkk,

2016

90

Tabel 26. Rekapitulasi serat terbaik berdasarkan karakteristik kimia

Parameter Serat lidah mertua Serat sisal

Kadar air serat kering (%) 10,79 10,66

Keterangan : Bagian yang diberi warna kuning merupakan serat terbaik berdasarkan kriteria serat

Tabel 27. Rekapitulasi serat terbaik berdasarkan karakteristik fisik

Parameter Serat lidah mertua Serat sisal

Panjang serat (cm) 68,40 81,60

Kehalusan (tex) 6,30 19,70

Diameter serat (μm) 103,60 182,50

Warna

L 67,62 66,42

a* 0,89 -0,17

b* 20,42 23,80

H 87,52 90,41

Moisture regain (%) 11,93 12,57

Keterangan : Bagian yang diberi warna kuning merupakan serat terbaik berdasarkan kriteria serat

Tabel 28. Rekapitulasi serat terbaik berdasarkan karakteristik mekanik

Parameter Serat lidah mertua Serat sisal

Kekuatan tarik perbundel (g) 24891,60 35263,90

Mulur perbundel (%) 20,00 22,90

Tenacity (g/tex) 33,17 30,92

Kekuatan tarik perhelai (g) 364,25 1264,00

Mulur perhelai (%) 7,50 11,50

Keterangan : Bagian yang diberi warna kuning merupakan serat terbaik berdasarkan kriteria serat

91

4.5 Proses Pembuatan Kain Tenun

Kain tenun yang dihasilkan dari penelitian ini merupakan kain tenun yang

terdiri dari kombinasi 2 benang 50% -50%. Benang yang digunakan pada arah lusi

merupakan benang kapas atau katun dengan nomor benang Ne1 20/2 dan benang

yang digunakan pada arah pakan merupakan serat alam lidah mertua atau sisal yang

diperoleh dari proses dekortikasi. Benang katun merupakan benang yang terbuat

dari serat kapas. Benang katun yang digunakan pada penelitian ini merupakan

benang katun grey. Benang katun grey merupakan benang kapas yang tidak

mengalami proses pemutihan dan pewarnaan, sehingga warnanya masih alami. Hal

ini dikarenakan benang yang diperuntukan pada arah lusi harus memiliki panjang

minimal 15 meter. Serat lidah mertua dan sisal yang dihasilkan akan sulit jika

dijadikan benang lusi dikarenakan serat sisal dan lidah mertua merupakan jenis

serat staple, yaitu serat yang memiliki ukuran pendek, sehingga akan membutuhkan

waktu yang sangat lama dalam pembuatannya dan membutuhkan serat yang sangat

banyak. Berikut diagram alir proses pembuatan kain tenun disajikan pada Gambar

22.

Benang lusi Benang pakan

(serat)

Pengelosan

Penghanian

Pencucukan

Pemuntiran (4-5

helai)

A

92

Gambar 22. Diagram alir pembuatan kain tenun

Kain tenun yang dihasilkan merupakan kain tenun tipe anyaman dasar atau

polos. Kain tenun sisal yang dihasilkan berukuran 195 cm x 35 cm dan kain tenun

lidah mertua sebesar 208 cm x 35 cm. Untuk mencapai panjang dan lebar tersebut,

kain sisal menggunakan kombinasi serat sisal sebanyak 119 g dan benang katun

grey sebanyak 21,4 g, sedangkan kain tenun lidah mertua menggunakan serat

sebanyak 171 g dan benang katun grey sebanyak 55,1 g. Gambar kain tenun sisal

dan lidah mertua dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24. Informasi pelengkap alamat

tempat pembuatan kain tenun dapat dilihat pada Lampiran 13.

Pembukaan mulut

lusi

Penyisipan benang

pakan

Pengetekan

Penutupan mulut lusi

Kain tenun

A

93

(a) (b)

Gambar 23. (a) Kain tenun sisal, (b) Kain tenun lidah mertua

(a) (b)

Gambar 24. (a) Detail kain tenun sisal, (b) Detail kain tenun lidah mertua

94

4.3.1 Kapasitas ATBM

Kapasitas ATBM merupakan kemampuan kerja ATBM untuk menghasilkan

kain dengan luas tertentu (cm2) persatuan waktu. Kapasitas ATBM sangat

dipengaruhi oleh keterampilan operator dan juga jenis benang yang digunakan

dalam pembuatan kain tenun. Kapasitas ATBM disajikan pada Tabel 29 dan data

lengkap pegukuran disajikan pada Lampiran 14.

Tabel 29. Kapasitas kerja ATBM

Jenis kain Kapasitas (cm2/s)

Lidah mertua 0,18 ± 0,01

Sisal 0,17 ± 0,02

Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa kapasitas ATBM dalam pembuatan

kain tenun lidah mertua 0,18 cm2/s lebih besar dibandingkan dengan kapasitas

ATBM dalam pembuatan kain tenun sisal 0,17 cm2/s. Hal ini dikarenakan serat

lidah mertua yang dipuntir atau twist memiliki ukuran yang lebih besar sehingga

proses pertenunan menjadi lebih cepat. Selain itu faktor lain yang cukup penting

yang dapat mempengaruhi nilai kapasitas dari proses pembuatan kain tenun yaitu

operator. Identitas operator dalam pembuatan kain tenun dapat dilihat pada

Lampiran 13. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi nilai kapasitas

pembuatan kain dengan menggunakan ATBM yaitu ukuran panjang serat. Serat

yang panjang akan lebih cepat dalam prosesnya karena tidak harus sering

mengganti dengan serat yang baru.

4.3.2 Prinsip kerja

Prinsip kerja ATBM yang digunakan prinsipnya masih sama dengan cara

kerja ATBM standar pada umumnya yaitu menyilangkan benang-benang lusi dan

benang pakan sehingga menjadi anyaman dan pada akhirnya akan menjadi kain.

Prinsip kerja secara umum terdiri dari pembukaan mulut lusi, gerakan peluncuran

pakan, gerakan pengetekan, gerakan penguluran lusi, dan gerakan penggulungan

kain.

95

Benang pakan yang terbuat dari serat alam, ditwist dari 4-5 helai menjadi 1

benang pakan dengan diameter yang lebih besar. Hal ini ditujukan agar

mempermudah proses pemintalan dan dapat menonjolkan benang pakan pada kain

yang dihasilkan. Selanjutnya mengangkat kamran dengan urutan 1 dan 3 ; 2 dan 4.

Hal ini sesuai dengan jenis anyaman yang akan dibuat. Jenis anyaman yang

terbentuk ditentukan oleh naik turunya kamran. Karena anyaman yang akan dibuat

adalah polos atau dasar sehingga kamran yang diangkat adalah 1 dan 3 ; 2 dan 4.

Kamran diangkat dengan cara menurunkan tuas pengangkat kamran yang telah

dihubungkan oleh tali dari kedua sisi kamran, sehingga 1 tuas angkat megangkat 1

kamran. Setelah beberapa tuas terangkat dan tuas yang lainya tetap maka akan

terjadi pembukaan mulut lusi. Pembukaan mulut lusi (shedding) yaitu proses

menaikan atau menurunkan sebagian benang lusi. Setelah itu serat yang telah di

twist dimasukan kedalam mulut lusi secara manual dan tanpa menggunakan

teropong. Setelah benang pakan dimasukan kemudian dilakukan pengetekan atau

merapatkan benang pakan dengan menggunakan sisir tenun. Selanjutnya menaikan

tuas yang sebelumnya turun dan menurunkan tuas yang sebelumnya diangkat.

Kemudian memasukan kembali serat sebagai benang pakan dan selanjutnya di

ketek kembali. Melakukan atau mengulangi terus menerus sehingga terjadi

penyilangan atau penganyaman benang menjadi kain. Ketika jarak anyaman dengan

sisir tenun sudah dekat, maka perlu dilakukan penguluran benang lusi dari lalatan

(beam) tenun dan menggulung roll kain dan mengunci kembali rachet.

4.6 Karakteristik Kain Tenun

Karakteristik kain tenun perlu untuk diketahui, hal ini bertujuan untuk dapat

menentukan peruntukan kain. Karakteristik kain tenun yang diuji dalam penelitian

ini terdiri dari kekuatan tarik dan mulur, kekuatan sobek dan daya tembus udara.

4.6.1 Karakteristik Fisik

Warna Kain

Pengujian warna kain tenun yang dihasilkan terdiri dari nilai L*, a*, b* dan

H. Hasil pengukuran warna kain tenun dapat dilihat pada Tabel 30 dan data lengkap

pengujian warna kain tenun dapat dilihat pada Lampiran 15.

96

Tabel 30. Warna kain tenun

Jenis Kain L* ± SD a* ± SD b* ± SD H ± SD Kromatisitas

Kain lidah

mertua

69,73 ±

0,12

1,86 ±

0,09

17,38 ±

0,09

83,88 ±

0,26 Yellow Red

Kain sisal 67,51 ±

0,31

2,52 ±

0,03

18,39 ±

0,16

82,21 ±

0,01 Yellow Red

Keterangan :

L* = Kecerahan

b* = Warna kuning

a* = Warna merah

H = Hue

Berdasarkan Tabel 30 diketahui bahwa kecerahan dan warna dari kain tenun

yang dihasilkan baik lidah mertua dan sisal tidak jauh berbeda. Nilai kecerahan (L*)

kain tenun lidah mertua 69,73 lebih tinggi dibandingkan dengan kecerahan kain

tenun sisal 67,51. Nilai kecerahan kain tenun lidah mertua dan sisal mengalami

peningkatan dari kecerahan seratnya. Hal ini dikarenakan kain tenun yang

dihasilkan merupakan kombinasi dengan benang katun. Benang katun terbuat dari

serat kapas yang memiliki kecerahan sebesar 72 (Sukardan dkk, 2016), hanya saja

dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian kecerahan terhadap benang katun

yang digunakan.

Nilai a* dari kedua kain yaitu bernilai positif dan menunjukan nilai yang

cukup kecil. Hal ini dikarenakan tidak adanya pigmen warna merah didalam kain

maupun serat yang digunakan. Nilai b* yang dihasilkan dari kain sisal 18,39 lebih

tinggi dibandingkan dengan nilai b* kain lidah mertua sebesar 17,38. Hal ini

menunjukan bahwa kain yang dihasilkan memiliki warna kuning. Nilai b* pada

kedua kain mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai b* pada serat, hal ini

dikarenakan penambahan benang katun atau kapas yang memiliki nilai b*sangat

kecil dan lebih memiliki visual yang tampak putih. Parameter terakhir dalam

pengujian warna adalah derajat hue (H). Nilai H disesuaikan dengan daerah kisaran

warna kromatisitas sehingga warna dari serat dapat ditentukan. Nilai H dari kedua

97

kain baik kain tenun lidah mertua dan sisal memiliki kromatisitas yellow red. Nilai

H untuk kain tenun sisal mengalami penurunan dibandingkan dengan serat sisal

kering. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan benang katun dalam pembuatan

kain.

4.6.2 Karakteristik Mekanik

1. Kekuatan Tarik dan Mulur Kain Tenun

Kekuatan tarik kain merupakan daya tahan kain terhadap tarikan. Pengujian

kekuatan tarik kain dilakukan dengan menggunakan alat tensolab pada dua arah

kain yang berbeda, yaitu arah pakan dan lusi. Masing-masing pengujian pada kedua

arah kain dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Selain menghasilkan kekuatan tarik,

alat tensolab akan secara otomatis menunjukan nilai mulur yang terjadi pada kain.

Nilai kekuatan tarik dan mulur kain serat sisal dan kain serat lidah mertua disajikan

pada Tabel 31, sedangkan untuk data lengkap kekuatan tarik dan mulur kain tenun

dapat dilihat pada Lampiran 16.

Tabel 31. Kekuatan tarik kain tenun

Jenis kain

Arah pakan Arah lusi

Kekuatan

tarik (kg)

Mulur (%) Kekuatan

tarik (kg)

Mulur (%)

Lidah mertua 46,05 ± 11,97 22,00 ± 20,85 19,96 ± 2,49 55,20 ± 1,74

Sisal 54,46 ± 14,53 14,53 ± 1,22 18,63 ± 3,38 44,02 ± 1,22

Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa nilai rata-rata kekuatan tarik kain

lidah mertua pada arah pakan sebesar 46,05 kg dan arah lusi sebesar 19,96 kg,

sedangkan nilai kekuatan tarik kain sisal pada arah pakan sebesar 54,46 kg dan arah

lusi sebesar 18,63 kg. Kekuatan tarik kain arah pakan pada kain sisal lebih besar

dibandingkan dengan kekuatan tarik arah pakan kain lidah mertua. Hal ini

dikarenakan karakteristik dari serat sisal yang digunakan sebagai benang pakan

memiliki nilai kekuatan tarik yang lebih besar dibandingkan dengan serat sisal.

Nilai kekuatan tarik kain lidah mertua pada arah lusi lebih besar dibandingkan

98

dengan kain sisal. Padahal benang lusi yang digunakan pada kedua kain ini

menggunakan benang yang sama. Hal ini bisa saja terjadi karena kurang rapatnya

atau kurang terkuncinya pola anyaman kain sisal dibandingkan dengan kain lidah

mertua. Kurang rapatnya anyaman kain dapat dilihat dari nilai daya tembus udara.

Semakin besar daya tembus udara maka semakin rendah kerapatan kain yang

dihasilkan. Kain yang terkunci pola anyamannya, saat dilakukan penarikan maka

akan menghasilkan nilai yang tinggi. Nilai kekuatan tarik kedua kain pada arah

pakan telah memenuhi SNI 08-0056-2006 persyaratan mutu kain tenun untuk

setelan dengan minimal 186 N atau 19 kg, namun untuk kekuatan tarik arah lusi

pada kedua kain tidak mencapai nilai persyaratan mutu kain tenun untuk setelan

yaitu nilai kekuatan tarik arah lusi minimal 226,5 N atau 23 kg. Oleh karena itu

sebaiknya kain tenun yang dihasilkan baik kain tenun lidah mertua maupun sisal

tidak diperuntukan untuk setelan atau kain sandang, namun dapat digunakan

sebagai kain untuk kerajinan.

Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui nilai mulur kain lidah mertua pada arah

pakan sebesar 22,00% dan arah lusi sebesar 55,20%, sedangkan nilai mulur kain

sisal pada arah pakan sebesar 14,53% dan arah lusi sebesar 44,02%. Kain lidah

mertua pada arah pakan dan lusi memiliki nilai mulur yang lebih besar

dibandingkan dengan kain sisal. Nilai mulur kain lidah mertua dalam penelitian ini

lebih besar jika dibandingkan dengan nilai mulur pada kain lidah mertua dalam

penelitian Murti (2009) sebesar 28,37 % untuk arah pakan dan 13,25 % untuk arah

lusi.

2. Kekuatan Sobek Kain Tenun

Kekuatan sobek kain merupakan daya tahan kain terhadap sobekan. Kekuatan

sobek kain dilakukan pada arah pakan dan arah lusi. Kedua kain dilakukan 3 kali

ulangan pengujian baik pada arah pakan maupun arah lusi. Nilai kekuatan sobek

kain memiliki satuan kg. Kekuatan sobek rata-rata kain lidah mertua dan sisal

disajikan pada Tabel 32, sedangkan untuk data lengkap dapat dilihat pada Lampiran

17.

99

Tabel 32. Kekuatan sobek kain tenun

Jenis kain Kekuatan sobek kain (kg) ± SD

Arah pakan Arah lusi

Lidah mertua 19,17 ± 1,04 4,60 ± 0,45

Sisal 21,67 ± 2,75 2,98 ± 0,60

Berdasarkan Tabel 32 diketahui bahwa nilai kekuatan sobek kain lidah

mertua arah pakan sebesar 19 kg dan arah lusi sebesar 4,60 kg, sedangkan nilai

kekuatan sobek kain sisal pada arah pakan sebesar 21,67 kg dan arah lusi sebesar

2,98 kg. Kain sisal memiliki nilai kekuatan sobek yang lebih besar pada arah pakan

dibandingkan dengan nilai kekuatan sobek kain lidah mertua pada arah pakan. Hal

ini dikarenakan nilai kekuatan serat sisal digunakan sebagai benang pakan memiliki

nilai yang lebih besar dibandingkan dengan serat lidah mertua. Menurut Siregar dkk

(2015) nilai kekuatan sobek kain yang tinggi disebabkan oleh karena kain dengan

benang pakan yang digunakan memiliki nomor atau diameter benang yang lebih

besar serta berat kain yang lebih tebal sehingga kuat terhadap sobekan. Pada arah

lusi, kain lidah mertua memiliki nilai kekuatan sobek yang lebih besar

dibandingkan dengan kain sisal. Hal ini bisa saja dikarenakan kurang rapatnya atau

kurang terkuncinya pola anyaman kain sisal dibandingkan dengan kain lidah

mertua, sehingga saat dilakukan pengujian kekuatan sobek pada arah lusi akan

menghasilkan nilai yang lebih kecil. Kekuatan sobek pada kain lidah mertua dalam

penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kekuatan sobek kain lidah

mertua dalam penelitian Murti (2009) yaitu sebesar 7,359 kg dan sedangkan arah

lusi sebesar 4,20 kg. Kedua kain ini telah memenuhi atau mencapai nilai persyaratan

mutu kain tenun untuk setelan sesuai dengan SNI 08-0056-2006. Kekuatan sobek

kain baik arah lusi dan pakan minimal sebesar 14,7 N atau 1,5 kg. Jika dilihat dari

persyaratan mutu kekuatan sobek kain, maka baik kain lidah mertua maupun sisal

dapat dilakukan proses lebih lanjut dikarenakan kekuatan sobeknya yang cukup

tinggi, sehingga saat dilakukan proses lebih lanjut, kain tidak mudah sobek.

100

3. Daya Tembus Udara Kain Tenun

Pengujian daya tembus udara kain dilakukan untuk mengetahui volume udara

yang dapat melalui kain pada suatu satuan luas dengan tekanan tertentu. Pada

pegujian ini menunjukan semakin kecil nilai yang diperoleh maka akan semakin

baik kain yang dihasilkan. Data daya tembus udara pada kain lidah mertua dan sisal

dapat dilihat pada Tabel 33, sedangkan data lengkap pengujian daya tembus udara

dapat dilihat pada Lampiran 18.

Tabel 33. Daya tembus udara

Jenis kain Daya tembus udara (cm3/cm2/s) ± SD

Lidah mertua 116,20 ± 12,78

Sisal 186,40 ± 27,25

Berdasarkan data Tabel 33 diketahui bahwa kain dari serat lidah mertua

memiliki daya tembus udara sebesar 116,2 cm3/cm2/s dan kain dari serat sisal

sebesar 186,4 cm3/cm2/s. Kain yang terbuat dari serat sisal memiliki daya tembus

udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat lidah mertua. Hal ini

menunjukan bahwa kain dari serat sisal memiliki kerapatan yang rendah

dibandingkan dengan kain dari serat lidah mertua. Berbedanya kerapatan dari kedua

kain ini dikarenakan diameter puntiran serat sebagai benang pakan yang berbeda-

beda, selain itu dapat dikarenakan faktor fisik dari serat. Serat sisal memiliki fisik

yang kaku atau keras dan memiliki kehalusan yang rendah sehingga saat dilakukan

proses pengetekan atau proses merapatkan benang pakan pada ATBM tidak dapat

merapat dengan baik. Serat lidah mertua memiliki fisik yang lebih kecil dan halus

sehingga proses pengetekan pada ATBM menghasilkan anyaman yang lebih rapat.

4.7 Kriteria Kain Tenun

Kriteria kain tenun merupakan suatu ukuran yang menjadi dasar penilaian

terhadap karakteristik kain tenun untuk dapat menentukan hasil terbaik dari

101

pengujian kain tenun yang telah dilakukan. Berikut kriteria kainHal tenun disajikan

pada Tabel 34.

Tabel 34. Kriteria kain tenun

Parameter Kriteria Refensi

Warna L* Kain yang memiliki nilai kecerahan

yang tinggi akan semakin baik dan

akan memudahkan dalam proses

pewarnaan.

-

a* Kain tenun yang baik memiliki nilai

*a yang rendah. -

b* Kain tenun yang baik memiliki nilai

b* yang rendah. -

H Kain tenun yang baik memiliki nilai H

yang rendah. -

Kekuatan tarik

kain (kg)

Nilai kekuatan tarik jika akan

digunakan sebagai setelan maka harus

memenuhi syarat minimal arah pakan

sebesar 19 kg dan arah lusi sebesar 23

kg.

SNI 08-0056-

2006

Mulur (%) Nilai mulur kain tenun yang tinggi

akan semakin baik.

-

Kekuatan Sobek

(kg)

Nilai kekuatan sobek kain jika akan

digunakan sebagai setelan maka harus

memenuhi syarat minimal arah pakan

dan arah lusi sebesar 12,5 kg.

SNI 08-0056-

2006

Daya tembus

udara (cm3/cm2/s)

Semakin kecil nilai daya tembus udara

menyatakan bahwa kain yang

dihasilkan akan semakin rapat.

-

102

4.8 Rekapitulasi Kain Tenun Terbaik

Terdapat dua kain tenun yang berbeda dari dua serat yang berbeda, yaitu kain

tenun lidah mertua dan kain tenun sisal. Pada dasarnya serat yang memiliki

karakteristik yang baik akan menghasilkan kain yang baik pula, namun dikarenakan

kain yang dihasilkan dalam penelitian ini bukan merupakan 100% kain yang terbuat

dari serat lidah mertua ataupun sisal sehingga terdapat faktor lain yang

mempengaruhi nilai karakteristik kain, yaitu proses penganyaman dengan

menggunakan ATBM dan benang lusi yang digunakan berupa benang katun grey.

Penentuan kain tenun terbaik dapat diketahui berdasarkan analisis karakteristik kain

yang terdiri dari warna, kekuatan tarik, mulur, kekuatan sobek, serta daya tembus

udara yang diseusaikan dengan kriteria kain tenun. Rekapitulasi hasil kain terbaik

dapat dilihat pada Tabel 35 dan Tabel 36.

Tabel 35. Rekapitulasi kain tenun terbaik berdasakan karakteristik fisik

Parameter Kain tenun lidah

mertua

Kain tenun sisal

Warna

L* 69,73 67,51

a* 1,86 2,52

b* 17,38 18,39

H 83,88 82,21

Keterangan : Bagian yang diberi warna kuning merupakan kain terbaik

Tabel 36. Rekapitulasi kain tenun terbaik berdasarkan karakteristik mekanik

Parameter Kain tenun lidah

mertua

Kain tenun sisal

Kekuatan tarik kain

(kg)

Pakan 46,05 54,46

Lusi 19,96 18,63

Mulur (%) Pakan 22,00 14,53

Lusi 55,20 44,02

Kekuatan Sobek

(kg)

Pakan 19,17 21,67

Lusi 4,60 2,98

Daya tembus udara(cm3/cm2/s) 116,20 186,40

Keterangan : Bagian yang diberi warna kuning merupakan kain terbaik