BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum...

38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kepolisian Resort Bone Bolango Kepolisian Resort Bone Bolango (Polres Bone Bolango) adalah salah satu instansi dari aparat penegak hukum yang bekerja di bawah naungan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan lebih khususnya lagi berada di bawah Kepolisian Daearah Gorontalo (POLDA Gorontalo). Karena kedudukannya sebagai alat penegak hukum maka Polres Bone Bolango tentunya memiliki tugas sebagaimana juga dimiliki oleh alat penegak hukum lainnya, yakni antara lain adalah untuk memelihara keamanan dan ketentraman masyarakat yang berada di wilayah kerjanya. Polres Bone Bolango berkedudukan di Jalan Perintis No. 2 (dua), Desa Tingkohubu, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, tepatnya berada di Ibukota Kabupaten Bone Bolango. Polres Bone Bolango berdiri sejak tahun 2005. Kepolisian Resort Bone Bolango dipimpin oleh seorang Kapolresta yakni AKBP Fitrizal Sila, SH. Polres Bone Bolango memiliki wilayah kerja yang luas, dengan membawahi 10 Kepolisian Sektor (Polsek) yang menjadi tanggung jawabnya, ke 10 Polsek tersebut adalah Polsek Kabila, Polsek Tapa, Polsek Bone Pantai, Polsek Suwawa, Polsek Bone, Polsek Bulango, PolsekBone Raya, Polsek Botupingge, Polsek Kabila Bone, dan Polsek Tilongkabila. Dalam mendorong semangat dalam melaksanakan tugasnya, polisi dalam melaksanakan tugasnya juga berdasarkan pada Pedoman Hidup (Tri-Brata) dan

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum...

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kepolisian Resort Bone Bolango

Kepolisian Resort Bone Bolango (Polres Bone Bolango) adalah salah satu

instansi dari aparat penegak hukum yang bekerja di bawah naungan Kepolisian

Republik Indonesia (POLRI) dan lebih khususnya lagi berada di bawah

Kepolisian Daearah Gorontalo (POLDA Gorontalo). Karena kedudukannya

sebagai alat penegak hukum maka Polres Bone Bolango tentunya memiliki tugas

sebagaimana juga dimiliki oleh alat penegak hukum lainnya, yakni antara lain

adalah untuk memelihara keamanan dan ketentraman masyarakat yang berada di

wilayah kerjanya.

Polres Bone Bolango berkedudukan di Jalan Perintis No. 2 (dua), Desa

Tingkohubu, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, tepatnya berada di

Ibukota Kabupaten Bone Bolango. Polres Bone Bolango berdiri sejak tahun 2005.

Kepolisian Resort Bone Bolango dipimpin oleh seorang Kapolresta yakni AKBP

Fitrizal Sila, SH. Polres Bone Bolango memiliki wilayah kerja yang luas, dengan

membawahi 10 Kepolisian Sektor (Polsek) yang menjadi tanggung jawabnya, ke

10 Polsek tersebut adalah Polsek Kabila, Polsek Tapa, Polsek Bone Pantai, Polsek

Suwawa, Polsek Bone, Polsek Bulango, PolsekBone Raya, Polsek Botupingge,

Polsek Kabila Bone, dan Polsek Tilongkabila.

Dalam mendorong semangat dalam melaksanakan tugasnya, polisi dalam

melaksanakan tugasnya juga berdasarkan pada Pedoman Hidup (Tri-Brata) dan

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Pedoman Kerja (Catur Prasetya). Berikut ini penjelasan tentang Tri-Brata dan

Catur Prasetya, yaitu:

a. Tri-Brata (Pedoman Hidup), 3 janji:

Kami polisi Indonesia:

1. berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa;

2. menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam

menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

3. senantiasa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan

keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

b. Catur Prasetya

Sebagai Insan Bhayangkara, kehormatan saya adalah berkorban demi bangsa

dan negara untuk:

1. meniadakan segala bentuk gangguan keamanan;

2. menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan Hak Asasi Manusia

(HAM);

3. menjamin kepastian berdasarkan hukum;

4. memelihara perasaan tentram dan damai.

Polisi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus selalu

berpedoman pada Tri-Brata dan Catur Prasetya.

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Sebagaimana sebuah instansi, Polres Bone Bolango tentu saja

membutuhkan struktur organisasi yang berfungsi untuk memperjelas tugas dan

wewenang dari masing-masing bagian. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak

terjadi tumpang tindih antar bagian dalam institusi khususnya Polres Bone

Bolango.

Adapun struktur organisasi Polres Bone Bolango digambarkan sebagai

berikut:

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

BAGIAN I

STRUKTUR ORGANISASI POLRES

(TIPE POLRES)

KAPOLRES

WAKAPOLRES

UNSUR PIMPINAN

SIWAS

SIPROPAM

SIKEU

SIUM

BAGOPS

BAGREN

BAGREN

SUBBAGBINOPS

SUBBAGDALOPS

SUBBAGHUMAS

SUBBAGPROGAR

SUBBAGDALGAR

SUBBAGPPERS

SUBBAGSARPRAS

SUBBAGKUM

UNSUR PENGAWAS DAN PEMBANTU PIMPINAN

SENTRA PELAYANAN

SATINTELKAM

SATRESKRIM

SATNARKOB

KEPOLISIAN TERPADU

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

SATBINMAS

SATSABHARA

SATLANTAS

SATPAMOBVIT

SATPOLAIR

SATTAHTI

SITIPOL

UNSUR PENDUKUNG

UNSUR PELAKSANA TUGAS KEWILAYAHAN

31

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Berikut ini akan dijelaskan istilah-istilah dalam bagan diatas:

1. Kapolres adalah pimpinan Polres yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Kapolda. Kapolres bertugas memimpin, membina, mengawasi

dan mengendalikan satuan-satuan organisasi dilingkungan Polres dan unsur

pelaksana kewilayahan dalam jajarannya, serta memberikan saran

pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolda.

2. Wakapolres adalah pembantu utama Kapolres yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kapolres. Wakapolres bertugas membantu

Kapolres dalam melaksanakan tugasnya dengan mengawasi, mengendalikan,

mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi Polres, dan

dalam batas kewenangannya memimpin Polres dalam hal Kapolres

berhalangan serta melaksankan tugas lain sesuai perintah Kapolres.

3. Bagops adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah

Kapolres. Bagops bertugas merencanakan, mengendalikan dan

menyelenggarakan administrasi operasi kepolisian, termasuk latihan pra

operasi, melaksanakan koordinasi baik dalam rangka keterpaduan fungsi

maupun dengan instansi dan lembaga terkait dalam rangka pelaksanaan

pengamanan kegiatan masyarakat, serta melaksanakan fungsi hubungan

masyarakat termasuk Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PID).

Kabagops dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subbagian Pembinaan Operasi, disingkat Kasubbagbinops;

b. Kepala Subbagian Pengendalian Operasi, disingkat Kasubbagdalops;

c. Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat, disingkat Kasubbaghumas.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

4. Bagren adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah

Kapolres. Bagren bertugas menyusun rencana kerja dan anggaran,

pengendalian program dan anggaran serta analisa dan evaluasi atas

pelaksanaannya, termasuk rencana program pengembangan satuan wilayah.

Kabagren dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subbagian Program dan Anggaran, disingkat Kasubbagprogar;

b. Kepala Subbagian Pengendalian Anggaran, disingkat Kasubbagdalgar.

5. Bagsumda adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah

Kapolres. Bagsumda bertugas menyelenggarakan pembinaan dan administrasi

personel, pelatihan fungsi dan pelayanan kesehatan, pembinaan dan

administarasi logistik serta pelayanan bantuan dan penerapan hukum.

Kabagsumba dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subbagian Personel, disingkat Kasubbagpers;

b. Kepala Subbagian Sarana dan Prasarana, disingkat Kasubbagsarpras;

c. Kepala Subbagian Hukum, disingkat Kasubbagkum.

6. Siwas adalah unsur pengawas dan pembantu pimpinan Polres yang berada di

bawah Kapolres. Siwas bertugas menyelenggrakan monitoring dan

pengawasan umum baik secara rutin maupun insidentil terhadap pelaksanaan

kebijakan pimpinan oleh semua unit kerja khususnya dalam proses

perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian rencana kerja, termasuk bidang

material, fasilitas dan jasa serta memberikan secara tindak terhadap

penyimpangan yang ditemukan. Kasiwas dalam melaksanakan tugas

kewajibannya dibantu oleh:

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

a. Kepala Subseksi Bidang Operasional, disingkat Kasubsibidops;

b. Kepala Subseksi Bidang Pembinaan, disingkat Kasubsibidbin.

7. Sipropam adalah unsur pengawas dan pembantu pimpinan Polres yang berada

di bawah Kapolres. Sipropam bertugas menyelenggarakan pelayanan

pengaduan masyarakat tentang penyimpangan perilaku dan tindakan anggota

Polri, pembinaan disiplin dan tata tertib, termasuk pengamanan internal, dalam

rangka penegakan disiplin dan pemuliaan profesi. Kasipropam dalam

melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Unit Provos, disingkat Kanitprovos;

b. Kepala Unit Pengamanan Internal, disingkat Kanitpaminal.

8. Sikeu adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah

Kapolres. Sikeu bertugas menyelenggarakan pelayanan fungsi keungan yang

meliputi pembiayaan, pengendalian, pembukuan dan akuntansu, pelaporan

serta pertanggung jawaban keuangan. Kasikeu dalam melaksanakan tugas

kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subseksi Administrasi, disingkat Kasubsimin;

b. Kepala Subseksi Gaji, disingkat Kasubsgaji;

c. Kepala SubSeksi Akuntansi dan Verifikasi, disingkat Kasubsiakun;

d. Kepala Subseksi Data, disingkat Kasubsidata.

9. Sium adalah unsur pembantu pimpinan Polres yang berada di bawah pimpinan

Kapolres. Sium bertugas menyelenggarakan terjaminnya pelayanan

administrasi dan kelancaran tugas-tugas pimpinan yang mencakup fungsi

kesekretariatan, kearsipan, dan administrasi umum lainnya serta pelayanan

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

markas di lingkungan Polres. Kasium dalam melaksanakan tugas

kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Subseksi Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat

Kasubsimintu;

b. Kepala Subseksi Pelayanan Markas, disingkat Kasubsiyanma.

10. Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) adalah unsur pelaksana tugas

pokok Polres yang terdiri dari 3 (tiga) Unit dan disusun berdasarkan

pembagian waktu (Ploeg) yang berada di bawah Kapolres. SPKT bertugas

memberikan pelayanan kepolisian terhadap masyarakat, dalam bentuk

penerimaan dan penanganan pertama laporan/pengaduan, pelayanan bantuan

perolongan kepolisian, bersama fungsi terkait mendatangi TKP untuk

melaksanakankegiatan pengamanan dan olah TKP sesuai ketentuan hukum

dan peraturan yang berlaku.

11. Satintelkam adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Satintelkam bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi

intelijen bidang keamanan, termasuk perkiraan intelijen, persandian,

pemberian pelayanan dalam bentuk surat izin/keterangan yang menyangkut

orang asing, senjata api dan bahan peledak, kegiatan sosial politik masyarakat

dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada masyarakat serta

melakukan pengamanan, pengawasan terhadap pelaksanaannya.

Kasatintelkam dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Karmintu;

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

c. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 7 (tujuh) unit.

12. Satreskrim adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang di bawah

Kapolres. Satreskrim bertugas menyelenggarakan/membina fungsi

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana secara transparan dan akuntabel

dengan penerapan SP2HP, memberikan pelayanan dan perlindungan khusus

terhadap korban dan pelaku anak dan wanita, menyelenggarakan fungsi

identifikasi baik untuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum,

menyelenggarakan pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS baik

dibidang operasional maupun administrasi penyidikan sesuai ketentuan hukum

dan perundang-undangan. Kasatreskrim dalam melaksanakan tugas

kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu;

c. Kepala Urusan Identifikasi, disingkat Kaurident;

d. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 6 (enam) unit.

13. Satnarkoba adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Satnarkoba bertugas menyelenggarakan/membina fungsi

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Narkoba, serta koordinasi dalam

rangka pembinaan, pencegahan, rehabilitasi korban dan penyalahgunaan

Narkoba. Kasatnarkoba dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu

oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurminto;

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

c. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Unit.

14. Satbinmas adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Satbinmas bertugas menyelenggarakan pembinaan masyarakat yang

meliputi pembinaan teknis Polmas dan kerjasama dengan instansi

pemerintah/lembaga/organisasi masyarakat, pembinaan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa serta pembinaan keamanan ketertiban masyarakat

dalam rangka memberdayakan upaya pencegahan masyarakat terhadap serta

meningkatkan hubungan sinergitas Polri-masyarakat. Kasatbinmas dalam

melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu;

c. Kepala Unit Pembinaan Perpolisian Masyarakat, disingkat

Kanitbinpolmas;

d. Kepala Unit Pembinaan Ketertiban Masyarakat, disingkat Kanitbintibmas;

e. Kepala Unit Pembinaan Keamanan Swakarsa, disingkat Kanitbinkamsa.

15. Satsabhara adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Satsabhara bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi

Samapta Bhayangkara yang mencakup tugas Polisi umum, yang meliputi

pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, termasuk pengamanan kegiatan

masyarakat dan objek vital, pengambilan tindakan pertama di tempat kejadian

perkara (TPTKP), penanganan tindak pidana ringan, pengendalian massa,

dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kasatsbhara

dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu;

c. Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli, disingkat

Kanitturjawali;

d. Kepala Unit Pengamanan Objek Vital, disingkat Kanitpamobvit;

e. Kepala Unti Pengendalian Massa, disingkat Kanitdalmas.

16. Satlantas adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Satlantas bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu

lintas kepolisian, yang meliputi penjagaan, pengaturan, pengawalan dan

patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi, dan

identikasi pengemudi/kenderaan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas

dan penegakan hukum dibidang lalu lintas, guna memelihara keamanan,

keselamata, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Kasatlantas dalam

melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu;

c. Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli, disingkat

Kanitturjawali;

d. Kepala Unit Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa, disingkat

Kanitdikyasa;

e. Kepala Unit Registrasi dan Identifikai , disingkat Kanitregident;

f. Kepala Unit Kecelakaan, disingkat Kanitlaka.

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

17. Saptamobvit adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Saptamobvit bertugas menyelenggarakan kegiatan pengamanan

objek vital yang meliputi proyek/instalasi vital, objek wisata, kawasan tertentu

dan objek lainnya termasuk VIP yang memerlukan pengamanan kepolisian.

Kasaptamobvit dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu;

c. Kepala Unti Pengamanan Kawasan Tertentu, disingkat Kanitpamwaster;

d. Kepala Unit Pengamanan Pariwisata, disingkat Kanitpamwisata.

18. Satpolair adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres wilayah perairan yang

berada di bawah Kapolres. Satpolair bertugas menyelenggarakan fungsi

kepolisian perairan, yang meliputi patroli perairan, penegakan hukum di

perairan, pembinaan masyarakat pantai dan perairan lainnya, serta pencarian

dan penyelamatan kecelakaan di perairan (SAR). Kasatpolair dalam

melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional, disingkat Kaurbinops;

b. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu;

c. Kepala Unit Patroli, disingkat Kanitpatroli;

d. Kepala Unit Penegakan Hukum, disingkat Kanitgakkum;

e. Kepala Unit Kapal, disingkat Kanitkapal.

19. Sattahti adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres yang berada di bawah

Kapolres. Sattahti bertugas menyelenggarakan pelayanan perawatan dan

kesehatan tahanan, termasuk pembinaan jasmani dan rohani, serta menerima,

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

menyimpan dan memelihara barang bukti, yang didukung dengan

penyelenggaraan administrasi umum yang terkait sesuai dengan bidang

tugasnya. Kasattahti dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh:

a. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, disingkat Kaurmintu;

b. Kepala Unit Perawatan Tahanan, disingkat Kanitwattah;

c. Kepala Barang Bukti, disingkat Kanitbarbuk.

20. Sitipol adalah unsur pendukung Polres yang berada di bawah Kapolres. Sitipol

bertugas menyelenggarakan pelayanan teknologi komunikasi dan teknologi

informasi, meliputi kegiatan komunikasi kepolisian, pengumpulan dan

pengolahan serta penyajian data, termasuk informasi kriminal dan pelayanan

multimedia. Kasitipol dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh;

a. Kepala Subseksi Teknologi dan Komunikasi, disingkat Kasubsittekkom;

b. Kepala Subseksi Teknologi dan Informatika, disingkat Kasubsitekinfo.

Berikut juga akan digambarkan secara lebih jelas bagan dari Unit

Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA), yakni sebagai berikut:

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

STRUKTUR ORGANISASI/JABATAN

UNIT LAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (UNIT PPA)

TINGKAT POLRES

KASATRESKRIM

Iptu Sofyan

KANIT PPA

Brigadir Yahya Boudelo

BANIT IDIK

1. Brig. Martinus Masaguni

2. Briptu Adnan H. Tandi

3. Briptu Mudatsir Yunus

BANIT LINDUNG

Briptu Hijriyanti Baruadi

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

4.2 Realitas Kasus Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Di bawah

Umur di Wilayah Hukum Polres Bone Bolango

Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) adalah suatu unit khusus di

bawah pengawasan Satuan Reserse Kriminal yang berfungsi untuk melayani

perkara-perkara tertentu yang terkait dengan tindak pidana kesusilaan, yakni

tindak pidana yang melibatkan perempuan sebagai korban atau pelaku maupun

yang melibatkan anak sebagai korban ataupun pelaku. Pembentukan unit ini

dengan pertimbangan bahwa unit ini akan mempermudah dalam pengungkapan

tindak pidana kesusilaan dengan pelaku ataupun korban perempuan dan anak. Hal

ini dikarenakan pada penanganan kasus tindak pidana kesusilaan memerlukan

penanganan dan pendekatan yang berbeda dibandingkan tindak pidana pada

umumnya. Pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Bone Bolango ini,

para penyidiknya terdiri dari penyidik polisi wanita dan 3 (tiga) orang penyidik

polisi laki-laki. Dalam unit ini penyidik polisi wanita, bertugas sebagai Banit

Lindung (Bintara Unit Perlindungan) dan penyidik polisi laki-laki bertugas

sebagai Banit Idik (Bintara Unit Penyidik). Peranan penyidik polisi wanita

diharapkan akan lebih mempermudah proses penyidikan dengan pendekatan yang

lebih bersifat kekeluargaan, terutama untuk menghadapi korban yang masih di

bawah umur. Sedangkan untuk penyidik polisi laki-laki diharapkan dapat mampu

menghadapi pelaku tindak kejahatan ini, agar mereka mau mengakui

perbuatannya dan lebih bersifat terbuka dalam menceritakan kejadian yang

sebenarnya. Kebutuhan akan adanya pendekatan yang bersifat kekeluargaan

khususnya untuk korban anak di bawah umur ini, karena dipandang bahwa anak

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

memiliki kondisi psikologis yang berbeda dengan orang dewasa. Adapun realitas

kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur di Polres Bone Bolango akan

diuraikan sebagai berikut:

Tabel 1

Data Tentang Tindak Pidana Pencabulan Anak Di bawah Umur yang

Ditangani UPPA Rentang Tahun 2010-2012

No. Tahun Jumlah Jenis Tindak Pidana Penerapan Pasal

1.

2.

3.

2010

2011

2012 (Nov)

12

15

19

Pencabulan

Pencabulan

Pencabulan

Pasal 82 UUPA

Pasal 82 UUPA

Pasal 82 UUPA

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dapat diketahui dalam rentang waktu 3

(tiga) tahun, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) telah menangani

sebanyak 46 kasus pencabulan dengan anak di bawah umur sebagai korban.

Perkara yang ditangani oleh UPPA dimana anak di bawah umur sebagai korban

pencabulan dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu dari 12

kasus menjadi 15 kasus. Kemudian pada tahun 2012 (Bulan November) kembali

mengalami peningkatan menjadi 19 kasus. Menurut penjelasan dari Bapak Yahya

Boudelo (Kepala Unit PPA Polres Bone Bolango), hal ini dikarenakan sudah

tersosialisasikan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak (UUPA). Gencarnya sosialisasi yang dilakukan pihak kepolisian ini

membawa hasil yang dengan meningkatnya jumlah perkara yang ditangani UPPA

dari tahun 2010 sampai 2012. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran

masyarakat tentang adanya UPPA semakin tinggi, sehingga masyarakat sudah

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

mau melaporkan jika terjadi suatu kejahatan atau tndak pidana yang dialami oleh

anak di bawah umur. Walaupun belum semua masyarakat khususnya masyarakat

Bone Bolango yang menyadari akan hal ini.1

Dari pasal-pasal yang diajukan pada tindak pidana pencabulan terhadap

anak di bawah umur, terlihat bahwa Polres Bone Bolango sudah menggunakan

pasal mengenai tindak pidana pencabulan dalam UUPA sebagai acuan dalam

mengajukan tuntutan terhadap pelaku. Menurut Briptu Adnan Tandi (Anggota

UPPA), dalam penanganan kasus yang menimpa anak di bawah umur temasuk

kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur pihak Polres Bone Bolango, sejak

tahun 2006 telah menggunakan pasal-pasal dalam UUPA dalam melakukan

penuntutan terhadap pelaku. Hal ini juga berdasarkan asas lex specialis derogat

lex generalis yaitu peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang

umum. Dalam hal ini peraturan yang umum adalah KUHP dan peraturan yang

khusus adalah UUPA. Polres Bone Bolango menggunakan UUPA karena UUPA

adalah undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan anak.2

Berikut akan digambarkan tabel tentang usia pelaku dan korban

pencabulan terhadap anak di bawah umur di Polres Bone Bolango:

1 Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 8

Mei 2013, diolah. 2 Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 8

Mei 2013, diolah

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Tabel 2

Tingkat Rata-rata Usia Korban dan Pelaku

No. Tahun Usia Pelaku Usia Korban

1.

2.

3.

2010

2011

2012

20 tahun-30 tahun

30 tahun-40 tahun

20 tahun-31 tahun

8 tahun-12 tahun

10 tahun-15 tahun

14 tahun-18 tahun

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rentang usia korban

berkisar antara 9 tahun sampai 18 tahun, sedangkan untuk usia pelaku berkisar

antara 20 tahun sampai 40 tahun. Dalam rentang usia korban dapat dikategorikan

sebagai remaja yang duduk dibangku SD, SLTP. Dari sini dapat diketahui bahwa

pada tindak pidana pencabulan anak di bawah umur rata-rata usia terendah adalah

8 tahun.

Berdasarkan penjelasan dari Brigadir Yahya Boudelo mengatakan, bahwa

korban tindak pidana pencabulan pada umumnya memiliki usia di bawah pelaku.

Hal ini karena usia korban yang lebih muda dari pelaku maka pelaku dengan

mudah mengintimidasi korban bahkan dengan cara kekerasan dan ancaman

kekerasan sekalipun agar niat pelaku terhadap korban dapat tercapai karena

korban tidak dapat melawan pelaku yang usianya lebih tua.3

Sementara itu korban yang usianya lebih muda tidak mampu dan tidak

berani melawan atau menolak keinginan pelaku dikarenakan usia yang lebih

muda, maka secara fisik pun korban lebih lemah dari pelaku. Selain itu juga

adanya tekanan dari pelaku yang menggunakan alasan bahwa orang muda harus

3 Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 8

Mei 2013, diolah

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

tunduk dan patuh pada orang lebih tua. Dengan ancaman demikian itu menjadikan

korban dengan terpaksa melakukan apa yang diminta oleh pelaku.4

Berikut juga akan digambarkan tabel tentang tingkat pendidikan pelaku

dan korban:

Tabel 3

Data Tentang Tingkat Pendidikan Pelaku Dan Korban Pencabulan

Anak Di bawah Umur

No. Nama Pelaku Pendidikan Nama Korban Pendidikan

1.

2.

3.

4.

5.

Iwan Usman

Anis N.

Karim Makidu

Rein Balango

Amran Datuage

SD

SLTP

SD

SD (tamat)

SLTP

Yuyun Kimbo

Koci Djingo

Isti Qomariah

Sasmita Balango

Astuti Isa

SD

SLTP

SD

SLTP

SLTP

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Apabila dilihat dan dibaca berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa

rata-rata tingkat pendidikan terakhir pelaku adalah antara SD dan SLTP.

Sedangkan untuk korbannya sendiri adalah antara SD dan SLTP. Jika melihat

latar belakang dari tingkat pendidikan terakhir para pelaku, tentunya hal ini

dikarenakan pelaku tidak mendapatkan pendidikan mengenai kesehatan

reproduksi dan norma-norma asusila sejak usia dini. Dari sini dapat ditarik

kesimpulan bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang,

sekalipun bukan menjadi satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya kasus

pencabulan atau kasus asusila lainnya.

4 Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10

Mei 2013, diolah

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak ini, pada umumnya

antara pelaku dan korban sudah saling kenal. Adapun hubungan yang ada antara

pelaku dan korban biasa dalam bentuk pacar, tetangga, bahkan keluarga terdekat.

Berikut akan digambarkan tabel tentang hubungan pelaku dan korban dalam

tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur sebagai korban.

Tabel 4

Data Tentang Hubungan Pelaku dan Korban

Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Di bawah Umur

No. Nama & Alamat

Pelaku

Nama & Alamat

Korban

Hubungan

Korban & Pelaku

1.

Rein Balango

Ds. Lombongo, Kec.

Suwawa Tengah, Kab.

Bone Bolango

Sasmita Balango

Ds. Lombongo, Kec.

Suwawa Tengah, Kab.

Bone Bolango

Keluarga

2.

Anis N.

Desa Molutabu, Kec

Kabila Bone, Kab.

Bone Bolango

Koci Djingo

Desa molutabu, Kec.

Kabila Bone, Kab.

Bone Bolango

Keluarga

3.

Karim Makidu

Desa Oluhuta, Kec.

Kabila, Kab. Bone

Bolango

Isti Qomariah

Desa Oluhuta,

Kec.Kabila, Kab Bone

Bolango

Keluarga

4.

Iwan Usman

Desa molutabu, Kec.

Kabila Bone, Kab.

Bone Bolango

Yuyun Kimbo

Desa molutabu, Kec.

Kabila Bone, Kab.

Bone Bolango

Pacaran

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

5.

Amran Datuage

Ds. Tingkohubu, Kec.

Suwawa, Kab. Bone

Bolango

Astuti Isa

Ds. Tingkohubu, Kec.

Suwawa, Kab. Bone

Bolango

Teman Sekampung

Sumber: Data Sekunder 2013, diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada umumnya antara

korban dan pelaku adalah kenal baik dan mempunyai hubungan yang dekat. Dari

tabel di atas juga dapat dilihat bahwa hubungan pelaku dan korban cenderung

mempunyai hubungan keluarga, pacar dan teman sekampung. Pada kasus pertama

(kasus 1 sampai 3) hubungan antara korban dan pelaku adalah hubungan kelurga

(Paman dan Keponakan). Tindak pidana yang terjadi ini karena pelaku

memanfaatkan posisinya sebagai orang yang lebih tua dari dari korban, sehingga

korban harus menghormatinya dan memaksa korban untuk menuruti

keinginannya. Dalam hal ini pelaku mengatakan pada korban bahwa yang lebih

muda harus patuh dan menuruti apa yang diperintahkan oleh orang yang lebih tua.

Sehingga korban pun dengan terpaksa mau menuruti apa yang diinginkan oleh

pelaku.

Selain hubungan keluarga, pada tindak pidana pencabulan terhadap anak

di bawah umur juga terdapat hubungan pacaran yaitu korban adalah merupakan

pacar dari pelaku atau dengan kata lain korban dan pelaku adalah sepasang

kekasih. Pada kondisi seperti ini, biasanya pelaku merayu korban dengan

mengatasnamakan cinta. Dalam hal ini pelaku mengatakan kalau korban harus

melakukan apa yang diinginkan pelaku, sebagai bukti cinta korban terhadap

pelaku. Selain itu pelaku biasanya mengancam akan meninggalkan korban jika

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

tidak mau menuruti keinginan pacarnya (pelaku). Karena seringnya ancaman yang

dilakukan pelaku, korban akhirnya terpaksa menuruti apa yang diinginkan pelaku.

Berdasarkan wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi menjelaskan

bahwa korban juga mempunyai peran dalam terjadinya tindak pidana ini. Jadi

pada dasarnya terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak bukan hanya

disebabkan oleh pelaku, tetapi juga karena korban baik disadari atau tidak disadari

oleh korban. Peranan korban itu sendiri dalam bentuk bermacam-macam. Adapun

bentuk-bentuk peranan korban berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh

penulis diantaranya adalah cara berpakaian korban yang terlalu terbuka, gaya

berjalan korban yang menggoda, serta pergaulan korban yang terlalu bebas. Dari

cara berpakaian korban yang terbuka dan seksi dan gaya berjalan korban dapat

mengundang pelaku untuk melakukannya karena dapat membangkitkan nafsu

syahwat pelaku. Pergaulan korban yang terlalu bebas maksudnya disini adalah

korban tidak membatasi pergaulan dengan lawan jenisnya sehingga pelaku

menganggap korban perempuan gampangan sehingga mendorong pelaku untuk

melakukan tindak pidana pencabulan atau bahkan mungkin perkosaan.5

Selain itu pada korban yang mempunyai hubungan khusus dengan pelaku

seperti pacaran kebiasaan korban yang mau diajak keluar pelaku pada malam hari

menjadikan pelaku dapat dengan mudah melakukan perbuatannya pada korban.

Pada korban yang masih sekolah kebiasaan korban yang tidak langsung pulang ke

rumahnya tetapi mau diajak ke rumah pelaku atau sekadar jalan-jalan dulu

menjadikan pelaku mempunyai banyak kesempatan untuk melampiaskan

5 Wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango,

tanggal 10 Mei 2013, diolah.

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

nafsunya. Keberadaan korban yang jauh dari jangkauan orang tua menjadikan

korban mudah dirayu oleh pelaku untuk menuruti keinginan pelaku.6

Pada tindak pidana pencabulan dengan anak sebagai korban, modus

operandi yang dilakukan oleh pelaku dalam melancarkan aksinya bisa dalam

berbagai bentuk. Salah satu modus operandi yang dilakukan oleh pelaku adalah

dengan berpura-pura pacaran dengan anak yang usianya di bawah umur 18 tahun.

Dengan memacari korban, pelaku akan lebih mudah melakukan aksinya yaitu

dengan alasan mengatasnamakan cinta untuk merayu dan memperdaya korban.

Apabila melihat usia korban yang masih di bawah umur, maka korban akan

dengan mudah termakan rayuan pelaku, karena pada dasarnya usia korban adalah

usia yang masih sangat rentan dan lemah secara psikologisnya. Selain dua cara

yang sudah uraikan di atas, yang lebih parah adalah pelaku biasanya langsung

memaksa korban untuk menuruti keinginannya. Pelaku mengancam akan

menyakiti dan membunuh korban jika korban tidak mau menuruti keinginan

pelaku. Korban sebagai sosok yang lemah dan tidak berdaya, tidak mampu

melawan pelaku yang secara fisik lebih besar, sehingga dengan mudah pelaku

melakukan aksinya.7

Berdasarkan hasil wawancara dengan Briptu Adnan Tandi mengatakan

bahwa tempat-tempat terjadinya tindak pidana pencabulan atau kejahatan asusila

lainnya dengan anak di bawah umur sebagai korban biasanya adalah tempat-

tempat sepi, misalnya di semak-semak. Pelaku memilih tempat sepi dalam

melakukan perbuatannya karena pelaku akan dengan mudah menguasai korban

6 Wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango,

tanggal 10 Mei 2013, diolah. 7 Ibid

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

karena tidak ada orang yang mengetahui perbuatannya. Dengan begitu pelaku

akan bebas memaksa dan mengancam korban untuk memenuhi nafsunya. Selain

ditempat sepi, tempat lain yang biasanya dipilih pelaku adalah di rumah korban

ataupun dirumah pelaku, bahkan terkadang dirumah kerabat (keluarga) korban

atau pelaku. Hal ini tentunya terjadi pada saat kondisi rumah sedang kosong atau

sepi. Pelaku sudah mengetahui bahwa keadaan rumahnya kosong sehingga pelaku

mengajak korban ke rumahnya. Pada saat itulah pelaku merayu korban sehingga

mau melakukan apa yang diinginkan pelaku. Apabila korban menolak, karena

kondisi rumah sedang dalam keadaan kosong maka pelaku akan dengan mudah

memaksa dan mengancam korban untuk memenuhi keinginannya. Sementara itu

korban yang pada posisi lemah tidak mampu untuk melawan pelaku dan dengan

terpaksa menuruti keinginan pelaku.8

Berdasarkan wawancara dengan Brigadir Yahya B. dalam proses

penangan (proses hukum) yang dilakukan oleh Polres Bone Bolango khususnya

Satreskrim Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) yakni laporan dari

korban langsung diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) dimana

merupakan unit yang pertama berhubungan dengan pelapor atau korban. Dari

SPK laporan kemudian diteruskan ke Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim). Oleh

Satreskrim laporan tersebut kemudian dipelajari untuk menentukan laporan

tersebut akan diteruskan ke unit mana. Pada kasus pencabulan dengan anak di

bawah umur sebagai korban, Satreskrim melimpahkan laporan ke UPPA untuk

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. UPPA sendiri adalah suatu unit khusus di

8 Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 13

Mei 2013, diolah

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

bawah pengawasan Satreskrim yang khusus melayani perkara-perkara tindak

pidana kesusilaan dengan pelaku ataupun korban adalah perempuan dan anak.

Setelah menerima laporan dari Satreskrim, UPPA segera melakukan pemeriksaan

baik terhadap korban, saksi, maupun pelaku. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur tindak pidana. 9

Selain itu pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari alat bukti guna

memperlancar proses persidangan. Perihal alat bukti sebagaimana diatur dalam

Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu:

Pasal 184

(1) Alat bukti yang sah adalah:

a. keterangan saksi

b. keterangan ahli

c. surat

d. petunjuk

e. keterangan terdakwa

(2) Hal yang sudah secara umum diketahui tidak perlu dibuktikan.10

Pemeriksaan yang dilakukan oleh UPPA terhadap saksi dan pelaku

merupakan rangkaian pencarian alat bukti sebagaimana diuraikan dalam Pasal 184

KUHAP, yaitu keterangan saksi dan terdakwa merupakan alat bukti sah. Jika

semua unsur-unsur tindak pidana sudah terpenuhi, maka proses selanjutnya yang

dilakukan oleh UPPA adalah melakukan penyidikan mulai dari visum et repertum,

sita barang bukti, pemeriksaan saksi, pemeriksaan terdakwa dan pemeriksaan

pelaku. Yang dimaksud dengan visum et repertum adalah laporan tertulis yang

dibuat oleh dokter atas permintaan pihak yang berwenang tentang segala sesuatu

yang dilihat dan ditentukan dalam pemeriksaan barang bukti berdasarkan sumpah

9 Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal

10Mei 2013, diolah 10

Andi, Hamzah, 2006, KUHP dan KUHAP, Jakarta, Asdi Mahasatya, hal 306, hal 306

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

dan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Dalam kasus pencabulan ini,

permintaan visum sendiri digunakan untuk mengetahui apakah dalam tubuh

korban terdapat luka akibat kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan

oleh pelaku terhadap korban.

Pada sita barang bukti, penyidik yaitu anggota UPPA melakukan

penyitaan terhadap barang-barang yang bisa dijadikan barang bukti misalnya

pakaian korban dan pakaian pelaku, serta alat-alat lain yng digunakan oleh pelaku

untuk melancarkan perbuatannya. Barang-barang bukti tersebut dapat digunakan

polisi sebagai alat bukti untuk menuntut pelaku dalam persidangan.

Sementara itu pemeriksaan terhadap saksi dan tersangka maupun korban

dilakukan karena mereka merupakan orang yang terkait langsung terhadap

terjadinya tindak pidana. Pemeriksaan terhadap mereka dilakukan dengan tujuan

untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya tentang terjadinya tindak

pidana tersebut, karena merekalah yang secara langsung melihat terjadinya tindak

pidana tersebut.

Setelah semua pemberkasan yang dimulai visum et repertum, pemeriksaan

saksi dan korban, pemeriksaan tersangka, dan penyitaan barang bukti selesai,

maka berkas kemudian diserahkan ke Kejaksaan. Di Kejaksaan berkas tersebut

diteliti lagi oleh pihak Kejaksaan mengenai kelengkapannya. Apabila berkas

masih kurang, maka berkas dikembalikan lagi ke penyidik untuk dilengkapi.

Tetapi apabila berkas sudah lengkap menurut Kejaksaan, kemudian Kejaksaan

menyatakan P21. Yang dimaksud dengan P21 adalah bahwa dinyatakan sudah

lengkap yang berarti pemeriksaan sudah selesai. Setelah semua rangkaian

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

pemberkasan selesai, selanjutnya dilakukan penyerahan tersangka beserta semua

barang bukti yang sudah dikumpulkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk

dilakukan proses selanjutnya yaitu proses persidangan sampai penjatuhan vonis

oleh hakim.

Pada semua proses penanganan tindak pidana, wewenang polisi hanya

sampai pada tahap penyidikan. Untuk tahap selanjutnya merupakan wewenang

dari Kejaksaan.

4.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tindak Pidana

Pencabulan Di Wilayah Hukum Bone Bolango

Dalam hal mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

tindak pidana pencabulan, dapat dimulai dengan mengetahui peningkatan,

hubungan pelaku sampai modus operandi dari kasus pencabulan, dalam hal ini

Polres Bone Bolango, khususnya Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, dalam hal

ini menurut Briptu Hijriyanti Baruadi ada tiga jenis kekerasan terhadap anak yang

diklasifikasikan sebagai kejahatan yang sangat meresahkan anak dan masyarakat

yang diantaranya ialah kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan psikis.11

Pelaku tindak pidana pencabulan dalam melakukan suatu tindak

pidananya dilakukan dengan berbagai macam cara untuk pemenuhan atau

pencapaian hasrat seksualnya, sehingga banyak anak-anak yang menjadi korban

pencabulan.

11

Wawancara dengan Briptu Hijriyanti Baruadi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango,

tanggal 10 Mei 2013, diolah.

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Berdasarkan hasil penelitian, dalam hal pencabulan dapat dilakukan

dengan beragam modus operandi sebagai berikut12

:

1. Modus 1

Pelaku melakukan tindak pidana pencabulan dengan cara pelaku mengajak

berkenalan dengan anak yang akan menjadi korbannya, pelaku menawarkan

sesuatu seperti mengantarkannya pulang ataupun menjanjikan sesuatu. Setelah

korban menerima penawaran tersebut pelaku melakukan pencabulan.

2. Modus 2

Pelaku melakukan pencabualan terhadap anak di bawah umur dengan cara

pelaku yang mempunyai jiwa yang dekat dengan anak-anak atau yang sering

berada di lingkungan anak-anak, mengajak bermain ataupun berbicara dengan

anak kemudian mengajaknya ke suatu tempat dengan iming-iming akan diberi

sejumlah uang atau hadiah, setelah anak tersebut mengiyakan ajakan pelaku,

setelah itu pelaku melakukan pencabulan.

3. Modus 3

Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan cara

atau modus kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap anak atau korbannya

sehingga anak tersebut menjadi takut, dan pelaku bebas melakukan pencabulan

terhadap korbannya.

Dari modus-modus operandi pencabulan terhadap anak di bawah umur di

atas, ialah sejumlah modus operandi atau cara yang digunakan oleh pelaku demi

mencapai kepuasan seksualnya yang dilampiaskan kepada anak-anak.

12

Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal

13 Mei 2013, diolah

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Berdasarkan penelitian dan disertai dengan wawancara Kanit Pelayanan

Perempuan dan Anak, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana

pencabulan yakni peredaran CD porno, pengaruh minuman keras, unsur coba-

coba, dan adanya kesempatan.13

Selain itu faktor-faktor lain ialah sebagai berikut :

1. Faktor Lingkungan.

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung

terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Hal ini dapat

terjadi dikarenakan situasi dan keadaan dari lingkungan tempat tinggal yang

mendukung dan memberi kesempatan untuk melakukan suatu tindak pidana

pencabulan terhadap anak di bawah umur, yang antara lain sebagai berikut :

a. Pergaulan di lingkungan masyarakat sekitar yang terkadang sering kali

melanggar norma-norma yang berlaku seperti perkumpulan yang seringkali

berperilaku yang tidak sopan seperti mengganggu wanita, minum-minuman

beralkohol dan lain sebagainya.

b. Lingkungan tempat tinggal yang cenderung mendukung terjadinya kejahatan,

seperti lampu penerangan jalanan yang tidak memadai sehingga

menimbulkan daerah tersebut menjadi gelap, dan sepi yang dimana hal

tersebut dapat mendukung terjadinya tindak pidana pencabulan.

c. Keadaan di lingkungan keluarga yaitu kurang efisiennya antisipasi keluarga

terhadap anak seperti seorang anak dibiarkan bermain atau berpergian

sendirian tanpa pendampingan dan pengawasan secara intensif sehingga anak

13

Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal

10Mei 2013, diolah

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

tidak dapat diawasi dengan baik, dengan siapa anak bermain ataupun dengan

siapa teman yang baru anak kenal dan ketahui.

2. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yang dalam

hubungannya dengan masalah ini merupakan suatu hasil karya yang diciptakan

dan secara terus-menerus diperbaharui oleh sekelompok masyarakat tertentu atau

dengan kata lain perkembangan suatu ciri khas masyarakat pada suatu daerah

seperti gaya hidup masyarakat.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pencabulan pada anak-

anak yaitu dengan berkembangnya kebudayaan tersebut dapat mengarah pada

keterbukaan dalam bentuk seksual, seperti gaya berpakaian terutama kaum wanita

dan ditiru oleh anak-anak, semakin bebasnya pergaulan terutama dalam hal

seksual bebas dan lain-lain yang mengarah pada perbuatan melanggar kesusilaan

dan norma-norma yang berlaku.

Menurut Brigadir Yahya Boudelo, faktor budaya berpakaian bagi anak

terkadang mengikuti perkembangan zaman yang model dari pakaiannya tidak

menutupi auratnya yang hal ini disebabkan usia seorang anak masih dalam taraf

peniruan orang-orang disekitarnya demi tumbuh kembangnya, hal berpakaian

inilah yang sedikit demi sedikit hal dapat menjadi dampak yang mengancam anak

untuk dilakukannya suatu perbuatan pencabulan tersebut, dikarenakan anak yang

berpakaian tidak menutupi auratnya yang dapat mengundang hasrat seksual orang

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

lain untuk menjadi seorang pelaku pencabualan demi pemenuhan hasrat seksual

pelaku.14

3. Faktor Ekonomi.

Ekonomi merupakan suatu penunjang kehidupan setiap manusia,

ekonomi atau keuangan dapat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya suatu pencabualan terhadap anak di bawah umur. Dalam hal yang

dimaksud tersebut ialah apabila seseorang mengalami himpitan atau kesusahan

dalam bidang perekonomian, hal tersebut dapat menganggu akal pikirannya dan

dapat mengakibatkan orang tersebut akan mengalami stres berat, sehingga dapat

membuat orang tersebut melakukan sesuatu hal yang tak bisa dikontrol oleh

dirinya sendiri. Hal ini cenderung di kehidupan berkeluarga dan pengangguran

yang dapat melakukan tindakan apa saja yang tak bisa dikontrol oleh dirinya

sendiri akibat dari kemerosotan perekonomian dalam kehidupannya.15

4.4 Upaya Polres Bone Bolango Untuk Mencegah Terjadinya Tindak Pidana

Pencabulan

Pihak kepolisian sebagai salah satu lembaga yang mempunyai tanggung

jawab dalam melakukan penegakan hukum dan menjadi ujung tombak dalam

menanggulangi terjadinya tindak pidana, dimana polisi merupakan penyidik

utama dalam menangani suatu tindak pidana. Sebagai institusi pertama yang

berinteraksi langsung dengan tindak pidana, maka diperlukan suatu keahlian dan

kecakapan khusus dalam menghadapi tindak pidana yang terjadi di masyarakat.

14

Wawancara Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10Mei

2013, diolah 15

Ibid

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Untuk itu polisi memberikan pelayanan kepada masyarakat guna memberikan

perlindungan dan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Dalam hal upaya polisi

untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan seperti yang telah dijelaskan

di atas dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur

sebagai korban tindak pidana pencabulan, maka upaya-upaya yang dilakukan

polisi adalah sebagai berikut:

1. Upaya Preventif

Upaya preventif adalah upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk

mencegah terjadinya tindak pidana kesusilaan dengan anak sebagai korban.

Adapun upaya-upaya tersebut adalah:

a. Melakukan koordianasi dengan semua pihak yang memiliki keterkaitan

dan kepentingan akan terjadinya tindak pidana kesusilaan termasuk

pencabulan terhadap anak di bawah umur. Koordinasi ini penting

dilakukan untuk menemukan solusi dalam pencegahan terjadinya tindak

pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Pihak-pihak terkait ini

diantaranya adalah sekolah-sekolah, pemerintah daerah, dan LSM-LSM

yang mengkhususkan perhatiannya pada anak.

b. Melaksanakan penyuluhan atau sosialisasi hukum kepada masyarakat guna

lebih meningkatkan kesadaran hukum masyarakat maupun bekerjasama

dengan pihak sekolah untuk sosialisasi permasalahan hukum dengan

pelajar. Berdasarkan wawancara dengan Briptu Adnan Tandi mengatakan

bahwa dalam hal ini unit yang bertugas adalah Satuan Binamitra.

Penyuluhan ini dilakukan dengan nara sumber langsung dari pihak

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

kepolisian yang sudah berpengalaman dalam menangani terjadinya tindak

pidana. Dengan adanya penyuluhan hukum ini diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sehingga memperlancar dam

mempermudah tugas polisi karena pada dasarnya dalam melaksanakan

pekerjaannya polisi sangat membutuhkan kerjasama dengan masyarakat

secara langsung.16

c. Melakukan operasi-operasi terpadu di tempat-tempat yang dicurigai

sebagai tempat yang rawan terjadinya tindak pidana. Tempat-tempat yang

dimaksud antara lain di tempat-tempat hiburan yang ditengarai

merupakan tempat yang rawan terjadinya tindak pidana.

d. Melakukan penggrebekan terhadap pengedar VCD porno dan tempat-

tempat penyewaan VCD porno. Hal ini dilakukan karena salah satu

terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak adalah karena pengaruh

dari menonton VCD porno. Dengan adanya upaya ini diharapkan dapat

mencegah atau minimal mengurangi angka tindak pidana kesusilaan

terhadap anak di bawah umur.

Dalam upaya preventif ini pihak kepolisian hanya melakukan upaya yang

terkait dengan institusinya. Pada dasarnya upaya preventif ini tidak selamanya

harus dilakukan oleh kepolisian, akan tetapi juga bisa dilakukan oleh lingkungan,

sekolah, maupun keluarga.

Upaya prevetif ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah atau minimal

mengurangi terjadinya tindak pidanan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

16

Wawancara dengan Briptu Adnan Tandi, penyidik polisi UPPA Polres Bone Bolango, tanggal

13 Mei 2013, diolah.

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Dengan adanya upaya preventif ini, maka masyarakat terutama orangtua akan

lebih hati-hati menjaga dan mengawasi anak-anaknya agar tidak menjadi korban

pencabulan atau kejahatan kesusilaan lainnya. Selain itu anak juga bisa lebih hati-

hati dalam bergaul karena sudah tahu akan bahayanya apabila berhubungan terlalu

dekat dengan lawan jenisnya.

2. Upaya Represif

Upaya represif merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian

untuk memberantas terjadinya suatu tindak pidana. Upaya ini dilakukan setelah

tindak pidana itu terjadi. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Polres Bone

Bolango adalah:

a. Menerapkan aturan hukum yang tepat baik dalam KUHP maupun diluar

KUHP yang terkait dengan tindak pidana kesusilaan terhadap anak

dibawah umur misalnya UUPA. Hal ini dilakukan untuk menghindari

kesalahan penerapan pasal dengan tujuan agar pelaku tidak lepas dari

jeratan hukum.

b. Kepada saksi dilakukan pemanggilan secara resmi yaitu dengan

mengirimkan surat pemanggilan untuk menjadi saksi pada perkara tindak

pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Hal ini sesuai dengan

ketentuan Pasal 146 ayat (2) KUHAP, yaitu: “Penuntut umum

menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari

serta jam sidang yang untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum

sidang dimulai.”17

Apabila saksi menolak untuk datang memenuhi panggilan dengan alasan

yang bisa diterima oleh penyidik, maka penyidik akan mendatangi saksi ke

rumahnya dan selanjutnya melakukan pemeriksaan terhadap saksi secara

langsung di rumahnya. Akan tetapi apabila saksi memang pada dasarnya

sengaja tidak mau hadir memenuhi panggilan, maka saksi tersebut dapat

dikenai ancaman Pasal 224 KUHP, yaitu:18

Pasal 224

Barangsiapa yang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut

undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang

menurut undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya, diancam:

1. dalam perkara pidana, dengan pidana pencara paling lama sembilan

bulan;

2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

Upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses hukum

sehingga pelaku dapat dihukum secepatnya sesuai dengan perbuatannya.

Selain itu juga pada korban memberikan dampak positif karena dengan

melihat upaya yang dilakukan oleh kepolisian yang secara bersungguh

menangani kasusnya, korban akan merasa dihargai dan diperhatikan. Hal

ini secara psikologis dapat menumbuhkan rasa kepercayaan diri lagi bagi

korban untuk lebih siap dalam menghadapi masa depannya pasca

kejadianyang dialaminya

17

Andi HAmzah, Op.cit., hal 289-290 18

Andi HAmzah, Op.cit., hal 92.

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

c. Kepada tersangka yang melarikan diri, polisi melakukan upaya pencarian

terhadap tersangka dan apabila tidak juga menemukan, maka polisi

memasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Apabila tersangka

sudah ditemukan, maka polisi segera melakukan penangkapan terhadap

tersangka. Adapun yang dimaksud dengan penangkapan berdasarkan Pasal

1 angka 20 KUHAP, yang berbunyi: “Penangkapan adalah suatu tindakan

penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau

terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau

penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini.”19

Penangkapan ini dilakukan setelah adanya

pelaporan korban atau pihak lain yang tahu dan berdasarkan bukti

permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHAP, yang

berbunyi: “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga

keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang

cukup.”20

Dengan tertangkapnya pelaku diharapkan korban merasa aman

karena tidak akan mendapatkan perlakuan yang sama untuk kedua kalinya.

Hal ini sebagaiamana diatur dalam Pasal 64 ayat (3) huruf c UUPA,

yaitu:21

Pasal 64 ayat (3) huruf c

(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:

c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli,

baik fisik, mental, maupun sosial.

19

Andi HAmzah, Op.cit., hal 232. 20

Andi HAmzah, Op.cit., hal 239. 21

Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Beserta Penjelasannya,

Op.cit., hal 95.

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum …eprints.ung.ac.id/2408/9/2013-1-74201-271409138-bab4-26072013042428.pdf · mengkoordinir pelaksanaan tugas-tugas seluruh satuan organisasi

Pada pelaksanaan upaya penanggulangan jenis represif ini yang dilakukan

Polres Bone Bolango adalah jenis treatmen atau perlakuan yaitu mengenai sanksi

pidana. Sedangkan untuk punishment atau penghukuman sudah bukan merupakan

tanggung jawab pihak kepolisian melainkan tugas hakim pengadilan.

Berdasarkan wawancara dengan Brigadir Yahya B. dalam hal upaya

polisi untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan di wilayah hukum

Polres Bone Bolango diantaranya yaitu:22

1. Untuk penempatan korban mengenai rumah aman, masih diusulkan kepada

Pemerintah Daerah untuk membangun rumah aman di Kabupaten Bone

Bolango.

2. Menambah jumlah personil Polres Bone Bolango, khususnya untuk Unit PPA.

Mengingat jumlah petugas yang menangani tindak pidana pencabulan

terhadap anak masih kurang terutama petugas polisi wanita yang hanya satu

orang.

22

Wawancara dengan Brigadir Yahya Boudelo, KANIT UPPA Polres Bone Bolango, tanggal 10

Mei 2013, diolah.