BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran...

14
16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Pasar Induk Kramat Jati didirikan pada 28 Desember 1973, diremajakan pada tanggal 01 Maret 2003 s/d 31 Desember 2008.Sebagai pusat perdagangan besar sayur mayur dan buah- buahan untuk menjamin kelancaran distribusi dan juga sebagai terminal pengadaan dan penyaluran sayur dan buah yang akan berpengaruh kepada kegiatan perekonomian baik lokal maupun regional.Mengurangi volume sampah dalam kota mengingat Jakarta sebagai Ibukota Negara. 4.1.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur, tepatnya Jl.Raya Bogor KM 22 Jakarta Timur. Pasar Induk Kramat Jati merupakan fasilitas pusat perdagangan besar sayur mayur dan buah- buahan di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh dengan fasilitas pelengkap yang diperlukan. Secara organisasi dan administrasi Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu pasar dari 153 pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya.Pasar Induk Kramat Jati sebagai wadah pada kegiatan perdagangan besar bahan pangan sayur mayur dan buah- buahan yang pengisiannya diserahkan kepada potensi swasta dan pedagang yang bersangkutan. Gambar 3.1Denah lokasi Pasar Induk Di pasar ini pengelola tidak membakukan tempat atau lokasi penjualan buah yang bersifat musiman, jika pada saat musim buah jeruk rata-rata penggunaan lapak/kios

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran...

16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan

Pasar Induk Kramat Jati didirikan pada 28 Desember 1973, diremajakan pada

tanggal 01 Maret 2003 s/d 31 Desember 2008.Sebagai pusat perdagangan besar sayur

mayur dan buah- buahan untuk menjamin kelancaran distribusi dan juga sebagai terminal

pengadaan dan penyaluran sayur dan buah yang akan berpengaruh kepada kegiatan

perekonomian baik lokal maupun regional.Mengurangi volume sampah dalam kota

mengingat Jakarta sebagai Ibukota Negara.

4.1.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur,

tepatnya Jl.Raya Bogor KM 22 Jakarta Timur. Pasar Induk Kramat Jati merupakan fasilitas

pusat perdagangan besar sayur mayur dan buah- buahan di DKI Jakarta yang bersifat

menyeluruh dengan fasilitas pelengkap yang diperlukan. Secara organisasi dan

administrasi Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu pasar dari 153 pasar yang

dikelola oleh PD Pasar Jaya.Pasar Induk Kramat Jati sebagai wadah pada kegiatan

perdagangan besar bahan pangan sayur mayur dan buah- buahan yang pengisiannya

diserahkan kepada potensi swasta dan pedagang yang bersangkutan.

Gambar 3.1Denah lokasi Pasar Induk

Di pasar ini pengelola tidak membakukan tempat atau lokasi penjualan buah yang

bersifat musiman, jika pada saat musim buah jeruk rata-rata penggunaan lapak/kios

17

berkisar 40% dari keseluruhan pasar, bila musim jeruk berakhir biasanya kios/lapak akan

disewakan kepada pedagang buah lain yang sedang musim.

Selain jeruk Medan, jenis jeruk lain yang diperdagangkan di pasar tersebut ialah

jeruk Pontianak, Jember dan Bali. Namun diantara semua jenis jeruk yang dijual di pasar

tersebut lebiih banyak jeruk Medan, dan khusus untuk pedagang yang berasal dari Tanah

Karo hanya menjual jeruk Medan. Jika saat musim jeruk mulai berakhir kebanyakan para

pedagang yang berasal dari Medan memilih untuk berlibur dan pulang kampung sampai

saat musim jeruk kembali tiba.

Saluran pemasaran jeruk Medan oleh pedagang Karo di Pasar Induk Kramat Jati,

Jakarta Timur.

Petani – Agen – Pedagang di Jakarta.

4.2. Gambaran Umum Responden

Gambaran umum responden adalah latar belakang atau karakteristik dari responden

yang meliputi : umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan formal pedagang.

4.2.1 Umur Responden

Dalam penelitian ini responden yang diambil tersebar dalam berbagai golongan

umur yang ada, seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur

Golongan Umur

(Tahun)

Jumlah Orang

Jiwa %

20-35 58 92,06

36-60 5 7,94

Total 63 100

Sumber : Analisis Data Primer (2013)

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa umur responden 20-35 tahun menempati

persentase tertinggi 92,06% (58 orang sampel), dan umur 36-60 menempati persentase

terendah berkisar 7,94% (5 orang sampel). Hal ini menunjukkan bahwa para pedagang

yang berada di Pasar Induk Kramat Jati masih tergolong muda, karena orang yang lebih

muda lebih telaten dalam berdagang dan fisiknya juga lebih kuat.

4.2.2 Jenis Kelamin

Responden yang diambil tidak ditentukan satu jenis kelamin saja, namun pria dan

wanita memiliki peluang yang sama untuk dijadikan responden.

18

Setelah dilakukan penelitian ditemukan bahwa mayoritas pedagang jeruk di Pasar

Induk Kramat Jati adalah pria 48 orang (76,19%) sedangkan pedagang wanita hanya 15

orang (23,81%). Hal tersebut dikarenakan di Pasar tersebut lebih dibutuhkan tenaga pria

dibanding wanita, karena pedagang pria bisa sekaligus menjadi tenaga kerja untuk

meringankan biaya yang dikeluarkan dan pedagang pria juga sewaktu-waktu dapat

bermalam di Pasar apabila barang tiba tidak tepat waktu. Sedangkan pedagang wanita

hanya bekerja sampai jam tertentu dan biasanya pedagang wanita hanya melakukan

pekerjaan yang ringan seperti menawarkan barang kepada konsumen/langganan,

membantu menyortir barang saat barang sedang menumpuk banyak, dan melakukan

pembukuan.

4.2.3 Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan responden sangat bervariasi, adapun distribusi responden

menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Formal

Tingkat Pendidikan Jumlah Orang

Jiwa %

Tidak Tamat SD

SD

SMP

SMA

PT/Diploma

- -

7 11,11

14 22,22

34 53,97

8 12,7

Total 63 100

Sumber : Analisis Data Primer (2013)

Tabel 4.2 memperlihatkan responden yang paling banyak adalah lulusan SMA

yaitu 34 orang (53,97%), responden yang lulus tingkat SD hanya 7 orang (11,11%), lulus

SMP hanya 14 orang (22,22), dan lulus PT/Diploma ada 8 orang (12,7%). Hal ini

menunjukkan bahwa para responden ternyata lebih memilih berdagang jeruk setelah lulus

SMA dari pada harus melanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ini dikarenakan

oleh dua faktor, yakni : keterbatasan ekonomi keluarga dan ketertarikan meneruskan usaha

keluarga.Sedangkan para responden yang lain seperti lulus SD dan SMP biasanya

beralasan karena tidak memiliki pilihan lain, karena menurut mereka tidak ada pekerjaan

lain yang layak untuk mereka kerjakan karena keterbatasan pengetahuan. Responden yang

19

lulus PT/Diploma beralasan bahwa, pekerjaan ini lebih memberikan hasil yang cukup

tinggi dibanding dengan bekerja sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan tertentu.

4.3. Variabel Penelitian

4.3.1 Volume Penjualan (X1) dan Pendapatan Kotor (X3)

Setiap pedagang memiliki jumlah volume penjualan barang yang berbeda-beda

setiap minggunya, hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan barang, modal dan waktu yang

dimiliki oleh masing-masing agen dan pedagang. Banyaknya jumlah volume penjualan

yang dimiliki oleh pedagang dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Volume Penjualan setiap minggu

Jumlah Volume

Penjualan

(Per Minggu)

Jumlah Orang Rata-rata Harga

(Rp) Jiwa %

1-4,9 Ton

5-9,9 Ton

≥10 Ton

35

21

7

57,10

31,79

11,11

10.000

9.800

8.600

Total 63 100 28.400

Sumber : Analisis Data Primer 2013

Pada tabel di atas terlihat bahwa pedagang yang memiliki jumlah volume penjualan

tertinggi (lebih dari 10 Ton) perminggunya ada sebanyak 7 orang (11,11%) dengan harga

jual rata-rata Rp.8.600,-. Pedagang yang memiliki jumlah volume penjualan sebanyak 5-9

ton ada sebanyak 21 orang (31,79), harga jual rata-rata Rp. 9.800,- dan jumlah volume

penjualan 1-4,9 ton adalah pedagang yang paling banyak (35 orang atau 57,10%) dengan

harga rata-rata paling tinggi sebesar Rp.10.000,-.

Untuk mengetahui rata-rata harga jual jeruk, maka perlu mengetahui jumlah

pendapatan kotor yang diperoleh pedagang setelah barang habis terjual. Setiap pedagang

menjual jeruk dengan harga yang berbeda-beda setiap klasifikasi, maka jelas harga rata-

rata setiap pedagang juga bervariasi, karena ini dipengaruhi oleh biaya-biaya yang

dikelurkan oleh pedagang selama proses penjualan barang. Banyaknya pendapatan kotor

yang diperoleh oleh pedagang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

20

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pendapatan Kotor

Jumlah Pendapatan Jumlah Orang Rata-rata Harga

(Rp) Jiwa %

10.000.000 – 50.999.000 40 63,49 9.900

51.000.000 – 100.000.000 15 23,81 9.400

> 100.000.000 8 12,7 12.300

Total 63 100 31.600

Sumber : Analisis Data Primer 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang mencapai pendapatan antara Rp

10.000.000,- - Rp 50.999.999,- sebanyak 40 orang (63,49%) dengan harga rata-rata Rp

9.900, responden yang mencapai pendapatan kotor Rp 51.000.000,- - Rp 100.000.000,-

sebanyak 15 orang (23,81%) dengan harga jual rata-rata Rp 9.400, dan responden yang

mencapai pendapatan kotor diatas Rp 100.000.000,- ada sebanyak 8 orang (12,7%) dengan

harga jual rata-rata sebesar Rp 12.300,-.Artinya bahwa responden yang berpendapatan

tinggi dengan persentase terendah mencapai harga jual tertinggi.

4.3.2 Biaya Pemasaran (X2)

Pada penelitian ini biaya yang dikeluarkan oleh setiap pedagang bervariasi, semua

tergantung banyaknya volume barang yang dikirim dari Medan, banyaknya tenaga kerja

yang dipekerjakan dan harga sewa lapak/kios. Banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh

pedagang dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Biaya Pemasaran yang dikeluarkan

Jumlah Biaya

(Rp/Minggu)

Jumlah Orang Rata-rata Harga

(Rp) Jiwa %

< 10.000.000

10.000.000 – 50.999.000

51.000.000 – 100.000.000

39 61,91

23 36,51

1 1,5

10.700

9.200

8.700

Total 63 100 26.900

Sumber : Analisis Data Primer 2013

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, pedagang dengan biaya dibawah Rp

10.000.000,- sebanyak 39 orang (61,91%) dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 10.700,-,

pedagang dengan biaya Rp 10.000.000,- - Rp 50.999.000,- sebanyak 23 orang (36,51%)

dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 9.200,-, dan pedagang dengan biaya Rp

21

51.000.000,- - Rp 100.000.000,- hanya 1 orang (1,58%) dengan harga jual rata-rata sebesar

Rp 7.000,-.

4.3.4 Tingkat Pengalaman (X4)

Lamanya pengalaman berdagang setiap pedagang sangat bervariasi, hal tersebut

dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Pengalaman Berdagang

Pengalaman (Tahun) Jumlah Orang Rata-rata Harga

(Rp) Jiwa %

0 – 5 36 57,14 9.700

6 – 10 20 31,75 9.950

≥ 11 7 11,11 12.600

Total 63 100 32.250

Sumber : Analisis Data Primer (2013)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pedagang yang berpengalaman 0-5 tahun

sebanyak 36 orang (57,14%)dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 9.700,-, pedagang yang

berpengalaman 6-10 tahun sebanyak 20 orang (31,75%) dengan harga jual rata-rata

sebesar Rp 9.950,-, dan pedagang dengan pengalaman diatas 11 tahun ada sebanyak 7

orang (11,11%) dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 12.600,-.

Artinya semakin lama pengalaman berdagangnya maka semakin banyak

memahami situasi pasar, maka penentuan harga juga akan semakin baik dibanding dengan

pedagang yang baru melakoni pekerjaan tersebut. Namun disisi lain pedagang yang

memiliki pengalaman diatas 11 tahun lebih sedikit, ini disebabkan oleh pertambahan usia

pedagang. Semakin lama pengalaman berdagang maka semakin tua usianya, jadi pedagang

lebih memilih beristirahat dan menyerahkan pekerjaannya kepada anak atau sanak

saudaranya yang lebih muda.

4.3.5 Hubungan Kekerabatan (D1)

Hubungan kekerabatan antara pedagang dengan agen (pengirim) juga sangat

bervariasi, dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.

22

Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Hubungan Kekerabatan

Hubungan Kekerabatan Jumlah Orang Rata-rata Harga

(Rp) Jiwa %

Saudara 36 57,14 10.400

Bukan Saudara 27 42,86 9.700

Total

63

100

20.100

Sumber : Analisis Data Primer (2013)

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa hubungan kekerabatan antara pedagang dengan

agen jeruk di Medan kebanyakan antara saudara sebanyak 36 orang (57,14%) dengan

harga jual rata-rata sebesar Rp 10.400,-, ini menunjukkan bahwa bisnis berdagang jeruk

Medan ini lebih banyak dilakukan bersama keluarga dekat, alasannya agar lebih

memudahkan komunikasi antara pedagang dengan agen dan lebih mudah menemukan

solusi bila terjadi masalah antara pedagang dengan agen. Sedangkan hubungan

kekerabatan yang terjalin antara pedagang dan agen yang bukan saudara sebanyak 27

orang (42,86%) dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 9.700,-.

4.3.6 Hubungan Bisnis (D2)

Hubungan bisnis yang terjalin antara pedagang dengan agen (pengirim) dapat

dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.

Tabel 4.8 Distribusi Responden Munurut Hubungan Bisnis

Hubungan Bisnis Jumlah Orang Rata-rata Harga

(Rp) Jiwa %

Nota / komisi 34 53,97 9.500

Bagi Dua 29 46,03 10.800

Total 63 100 20.300

Sumber : Analisis Data Primer (2013)

Dari tabel 4.8 terlihat bahwa hubungan bisnis yang paling banyak dilakukan adalah

dengan nota/komisi 34 orang (53,97%) dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 9.500,-,ini

dikarenakan agen dan pedagang ingin menghindari kesalah pahaman dalam pembagian

untung rugi dikemudian hari.Sedangkan hubungan bisnis yang dilakukan dengan bagi dua

sebanyak 29 orang (46,03%) dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 10.800,-. Namun bila

dilihat dari tingkat harga maka harga tertinggi dengan bagi dua, karena semua biaya-biaya

yang dikeluarkan juga ditanggung berdua.

23

4.3.7 Harga Jual Jeruk (Y)

Setelah dilakukan wawancara langsung kepada para pedagang yang berada di Pasar

Induk Kramat Jati, ternyata harga jual jeruk setiap ukuran berbeda-beda, walaupun harga

pembelian di Medan sama namun di Pasar Induk diberi harga yang berbeda. Perbedaaan

tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.9 Harga Jual Jeruk Menurut Ukuran

Ukuran Rata-rata Harga (Rp/Minggu)

Super

AB

C

D

D Kecil

16.400

14.500

11.900

9.000

5.700

Total 57.500

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa harga jual jeruk berbeda-beda menurut

ukuran dari terbesar sampai terkecil. Harga jual tertinggi ialah jeruk yang berukuran super

(Rp 16.400,-/kg), karena jeruk yang berukuran super tidak hanya ukurannya yang besar,

namun kualitasnya juga sudah pasti jauh lebih baik dari yang lain maka pedagang memberi

harga tertinggi. Sedangkan harga terrendah ialah jeruk berukuran DK (D Kecil) dengan

harga Rp 5.700,-/kg.

Namun pada penelitian ini harga jual jeruk tidak diklasifikasikan menurut ukuran,

melainkan menurut harga rata-rata yang tidak melihat perbedaan kualitas dan ukuran pada

jeruk tersebut.

4.4. Hasil Pengujian Komputasi

Dalam penelitian ini menemukan satu variabel dependen dan variabel independen

lebih dari satu, jadi regresi yang digunakan ialah regresi berganda dengan persamaan

sebagai berikut :

Y = 10.127,779 – 1,773X1* + 0,00004977X2

* + 0,00X3

* – 70,499X4– 646,6487D1

* + 204,417D2

(0,000) (0,044) (0,000) (0,089) (0,031) (0,483)

Pengujian komputasi dilakukan untuk mencari nilai F hitung, t hitung dan untuk

melihat sampai seberapa besar variabel-variabel yang diamati berpengaruh terhadap harga

jual.

24

4.4.1. Uji Asumsi Multikolinearitas

Lihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) pada tabel coefficients pada kolom

collinearity statistics, apabila nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.

- Volume jual memiliki nilai VIF 7,025,

- Biaya memiliki nilai VIF 2,975,

- Pendapatan kotor memiliki nilai VIF 4,268,

- Pengalaman berdagang memiliki nilai VIF 1,179,

- Hubungan kekerabatan memiliki nilai VIF 1,261,

- Hubungan bisnis memiliki nilai VIF 1.256.

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa nilai VIF setiap variabel bernilai dibawah 10,

ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas atau tidak terjadi kemiripan dan

tidak terdapat korelasi antara variabel-variabel independent.

4.4.2. Uji Asumsi Heteroskedastisitas

Mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilihat dari nilai t-hitung dan F-hitung.

Dimana dalam penelitian ini terdapat perbedaan t-hitung dan t-tabel setiap variabel. Untuk

nilai F hitung > F tabel. Walaupun nilai t-hitung berbeda-beda, hasil dari penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dimana nilai t-hitung yang

signifikan ada 4 variabel, ini berarti lebih dari 50% variabel yang signifikan.

4.4.3. Uji Asumsi Autokorelasi

Dilakukan dengan pendekatan ρ (rho)

ρ = (2-DW)/2

= (2-1,714)/2

= 0,143

Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa ρ mendekati 0, ini artinya tidak

terdapat autokolerasi atau tidak terjadi korelasi diantara kesalahan pengganggu.

4.5. Pembahasan

4.5.1. Hasil Pengujian Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Terhadap

Harga Jual Jeruk

Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi volume jual, biaya pemasaran,

pendapatan kotor, pengalaman berdagang, hubungan kekerabatan dan hubungan bisnis.

Hasil analisis regresi berganda dengan variabel bebas tersebut diatas dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

25

Tabel 4.10 Hasil Analisis Komputasi Persamaan Regresi

No Variabel Bebas Parameter Dugaan Signifikansi

׀t׀

Keterangan

1 Konstanta 10.127,779 0,000

2 Volume Jual (X1) -1,773 0,000*

Signifikan

3 Biaya Pemasaran (X2) 0,000049 0,044*

Signifikan

4 Pendapatan Kotor (X3) 0,000 0,000*

Signifikan

5 Pengalaman Berdagang (X4) -70,499 0,089 Tidak Signifikan

6 Hubungan Kekerabatan (D1) -646,648 0,031*

Signifikan

7 Hubungan Bisnis (D2) 204,417 0,483 Tidak Signifikan

R-Square = 0,918 Adjusted R Square = 0,909

F- Hitung = 104,317 F- Tabel = 2,265

(Sumber : Analisis Data Primer, 2013).

Keterangan : * = parameter dugaan signifikan pada taraf kepercayaan (α) 5%.

Hasil pendugaan parameter persamaan harga jual jeruk (Y) menunjukkan nilai

adjusted R Square sebesar 0,909. Artinya bahwa 90,9% variasi dari variabel harga jual

jeruk dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang meliputi: volume jual (X1), biaya

pemasaran (X2), pendapatan kotor (X3), pengalaman berdagang (X4), hubungan

kekerabatan (D1) dan hubungan bisnis (D2). Sedangkan 9,1% dijelaskan oleh variabel-

variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Variabel-variabel lain yang

mungkin berpengaruh terhadap harga jual jeruk yang tidak diteliti antara lain: tingkat

permintaan, ketersediaan barang, keadaan cuaca dan lain-lain.

Untuk mengetahui pengaruh hubungan bebas secara bersama-sama terhadap

variabel tidak bebas digunakan uji F(0,05). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai F-

hitung 104,317 > F-tabel 2,265 pada tingkat kepercayaan 95%. Artinya variabel bebas

yaitu : volume jual (X1), biaya pemasaran (X2), pendapatan kotor (X3), pengalaman

berdagang (X4), hubungan kekerabatan (D1) dan hubungan bisnis (D2) secara bersamaan

berpengaruh nyata terhadap harga jual jeruk (Y) pada tingkat kepercayaan 95%.

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap harga jual jeruk

dilakukan dengan uji t(0,05) dan uji signifikansi.

Dari hasil analisis yang sudah dilakukan maka dapat diketahui pengaruh variabel

bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas dengan menggunakan uji signifikan

dengan uji t. Hasil analisis komputasi persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel

bebas volume jual, biaya pemasaran, pendapatan kotor dan hubungan kekerabatan

26

memiliki nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 pada tingkat kesalahan 5%. Hal ini berarti

variabel volume jual, biaya pemasaran, pendapatan kotor dan hubungan kekerabatan

berpengaruh nyata terhadap harga jual jeruk. Sedangkan variabel bebas pengalaman

berdagang dan hubungan bisnis memiliki nilai signifikan lebih besar dai 0,05 pada tingkat

kesalahan 5%. Artinya bahwa variabel bebas pengalaman berdagang dan hubungan bisnis

tidak berpengaruh nyata terhadap harga jual jeruk pada tingkat kesalahan 5%.

Koefisien regresi dari masing-masing faktor sosial ekonomi yang berpengaruh

nyata terhadap harga jual jeruk dapat diartikan sebagai berikut:

- Volume jual (X1) berpengaruh nyata terhadap harga jual jeruk (Y) dengan nilai

koefisien parameter dugaan sebesar -1,773. Artinya bahwa volume jual (X1)

meningkat sebanyak 1 Kg akan mengurangi harga jual jeruk sebesar Rp.1,773,-.

- Biaya pemasaran berpengaruh nyata terhadap harga jual jeruk (Y) dengan nilai

koefisien parameter dugaan sebesar 0,000049. Artinya bahwa setiap penambahan

jumlah biaya pemasaran (X2) sebesar Rp.1,- akan meningkatkan harga jual jeruk

sebesar Rp.0,000049,-.

- Pengaruh pendapatan kotor terhadap harga jual jeruk tidak teridentifikasi. Artinya

kenaikan pendapatan kotor tidak bisa dilihat pengaruhnya terhadap harga jual. .

- Hubungan kekerabatan berpengaruh nyata terhadap harga jual jeruk (Y) dengan nilai

koefisien parameter dugaan sebesar -646,648. Artinya bahwa jika semakin jauh

hubungan kekerabatan yang terjalin antara agen dengan pedagang maka semakin

rendah nilai jual yang ditetapkan.

4.5.2. Pengaruh Volume Jual dan Pendapatan Kotor Terhadap Harga Jual Jeruk

Hasil pengujian komputasi yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa volume jual

memiliki nilai signifikan ׀t׀untuk variabel volume jual adalah 0,00 < 0,05, oleh karena itu

Ha diterima dan Ho ditolak.Dengan demikian hipotesa yang menyatakan bahwa volume

jual berpengaruh terhadap harga jual jeruk terbukti.

Angka dari koefisien regresi sebesar -1,773 artinya, bila volume jual meningkat

sebanyak 1 kg maka akan mengurangi harga jual sebesar Rp.1,773,-. Hal ini disebabkan

karena ketika pedagang memiliki jeruk banyak maka pedagang akan kawatir apabila

jeruknya tidak habis terjual dan akan membusuk, ini akan menyebakan kerugian bagi

pedagang. Untuk menghindari resiko tersebut pedagang akan menurunkan harga jual

jerulnya agar para pelanggan dapat membeli dengan jumlah yang lebih banyak dan juga

memungkinkan konsumen lain juga membeli kepada pedagang tersebut, sehingga jeruk

dapat habis terjual dan pedagang tidak merugi.

27

Berdasarkan hasil pengujian komputasi yang sudah dilakukan maka terlihat bahwa

pendapatan kotor berpengaruh nyata terhadap harga jual, ini ditunjukkan dari

nilaisignifikan ׀t0,05 > 0,00 ׀.

Pada tabel 4.5 terlihat bahwa responden yang memperoleh pendapatan kotor

terbanyak antara Rp 10.000.000,- - Rp 50.999.000,- sebanyak 40 orang (63,49%), namun

ini tidak menunjukkan bahwa nilai jual pada pendapatan ini lebih tinggi, melainkan harga

jual yang tertinggi ada pada pendapatan yang tinggi pula, yakni diatas Rp 100.000.000,-

dengan harga jual rata-rata Rp 12.300.

Dengan pendapatan kotor yang tinggi, diduga pedagang akan menetapkan harga

yang lebih tinggi karena pedagang yang memiliki pendapatan kotor yang tinggi akan

menjadi pemimpin pasar, hal ini dikarenakan pedagang tersebut tidak mengejar omset atau

pun tidak perlu mengejar pelanggan baru. Dengan penetapan harga yang lebih tinggi

diharapkan pedagang lain memaksimalkan harga yang sudah ditetapkan oleh pemimpin

pasar atau pedagang yang memiliki pendapatan kotor tertinggi.

4.5.3. Pengaruh Biaya Pemasaran Terhadap Harga Jual Jeruk

Dari hasil pengujian komputasi yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa biaya

pemasaran yang dikeluarkan oleh para pedagang selama proses berdagang berpengaruh

terhadap harga jual. Hal ini dapat dilihat pada nilai signifikan ׀t0,05 > 0,04׀.

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semakin kecil biaya yang dikeluarkan oleh

pedagang, maka semakin tinggi nilai jual yang diberikan oleh pedagang kepada konsumen.

Dimana pada tabel tersebut ditunjukkan pedagang yang mengeluarkan biaya < Rp

10.000.000,- sebanyak 39 orang (61,91%), denga nilai jual rata-rata Rp 10.700,-.Hal ini

berarti bahwa pedagang ingin memperoleh keuntungan yang lebih tinggi maka pedagang

menetapkan harga yang tinggi pula.

4.5.4. Pengaruh Pengalaman Berdagang Terhadap Harga Jual Jeruk

Pengalaman berdagang yang dimiliki oleh para pedagang ternyata tidak

berpengaruh terhadap harga jual yang diberikan oleh pedagang. Ini ditunjukkan pada

nilaisignifikan ׀t0,05 < 0,08 ׀.

Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa pengalaman yang lebih lama memiliki harga

jual yang lebih tinggi yakni lebih dari 11 tahun memiliki harga jual rata-rata Rp 12.600,-.

Namun hal ini sebenarnya bukan menyatakan hal tersebut, dimana sebenarnya karena

responden yang berpengalaman lebih dari 11 tahun lebih sedikit, maka harga jual rata-

28

ratanya jauh lebih tinggi dari pada responden yang berpengalaman antara 0-5 tahun yang

ada sebanyak 36 orang (57,14%) dengan harga rata-rata Rp 9.700,- dan berpengalaman

selama 6-10 tahun ada sebanyak 20 orang (31,75%) dengan harga rata-rata Rp 9.950,-.

Berdasarkan penjelasan diatas dan nilai signifikan yang tinggi maka jelas terlihat

bahwa hipotesa yang menyatakan pengalaman berdagang yang dimiliki oleh pedagang

berpengaruh terhadap harga jual adalah salah.

Disini terlihat bahwa para pedagang memiliki pengalaman yang cukup lama dalam

menjalankan usaha tidak hanya pengalaman menjalankan usaha sebagai pedagang jeruk,

melainkan usaha yang lain juga dapat menjadi pelajaran bagi pedagang dalam menjalankan

usahanya sebagai pedagang jeruk.

Dari hasil penelitian ini juga dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan juga dapat

mempengaruhi pengalaman yang dimiliki oleh pedagang, khususnya pengalaman dalam

cara berpikir dan menentukan hal yang baik untuk dijalankan untuk usaha berdagang jeruk.

Disini terlihat bahwa mayoritas pedagang berpendidikan lulus SMA sederajat, terlihat jelas

bahwa cara berpikir seorang lulusan SMA jauh lebih baik dibanding lulusan SMP dan SD.

4.5.5. Pengaruh Hubungan Kekerabatan Terhadap Harga Jual Jeruk

Berdasarkan hasil pengujian komputasi menunjukkan bahwa hubungan

kekerabatan berpengaruh terhadap harga jual. Hal ini ditunjukkan pada nilai signifikan

maka Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian terdapat pengaruh yang ,0,05 >0,03׀t׀

signifikan dari dummy hubungan kekerabatan terhadap harga jual jeruk.

Dummy hubungan kekerabatan (D1) yaitu: 1 adalah hubungan saudara yang

meliputi orang tua, anak, saudara kandung (senina dan turang), sedangkan 0 adalah

hubungan kekerabatan yang bukan saudara yang meliputi paman (mama dan kila), tante

(bibik dan mami), keponakan (bebere dan permen), teman biasa (semarga), ini

berpengaruh nyata terhadap harga jual jeruk (Y).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada para pedagang yang ada di

Pasar Induk Kramat Jati, hubungan kekerabatan antara pedagang dengan agen jeruk di

Tanah Karo lebih banyak antar saudara sebanyak 36 orang (57,14%), harga rata-rata yang

diberikan oleh pedagang yang memiliki hubungan saudara dengan agen ialah sebesar Rp

10.400,-. Ini menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan mempengaruhi harga jual jeruk,

artinya semakin dekat hubungan kekerabatan yang terjalin antara pedagang dengan agen,

maka semakin sedikit modal atau biaya yang dikeluarkan dengan kata lain biaya-biaya

yang dikeluarkan dapat semakin ditekan, ini juga akan memungkinkan untuk memperoleh

harga jual yang lebih tinggi pula.

29

4.5.6. Pengaruh Hubungan Bisnis Terhadap Harga Jual Jeruk

Hasil pengujian komputasi menunjukkan bahwa hubungan bisnis yang dijalin

antara pedagang dengan agen jeruk di Tanah Karo tidak berpengaruh terhadap harga jual.

Ini ditunjukkan pada nilai signifikan ׀t0,05 < 0,48 ׀, oleh karena itu maka Ho diterima dan

Ha ditolak.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa hubungan bisnis yang banyak dijalin

adalah dengan nota /komisi sebanyak 34 orang (53,97%) dengan harga rata-rata Rp 9.500,-

. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan bisnis dengan nota/komisi lebih terlihat

menghindari masalah pembagian untung atau rugi yang diperoleh dan tidak berhubungan

terhadap harga jual. Jelas hal ini menunjukkan bahwa hubungan bisnis tidak berpengaruh

terhadap harga jual, karena lebih banyak responden yang menjalin hubungan bisnis dengan

nota/komisi namun harga jual yang diberikan lebih kecil dibanding dengan bagi dua.