BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi...

13
36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Ir. Soekarno Sukoharjo merupakan satu satunya rumah sakit yang dimiliki pemerintah daerah Sukoharjo dan menjadi rujukan bagi kurang lebih 21 Puskesmas (12 UPT DKK Sukoharjo). Sejarah singkat cikal bakal berdirinya rumah sakit ini berawal dengan dibentuknya Djawatan Kesehatan Rakyat (DKR) pada tahun 1960. Pertama kali didirikan, bentuk pelayanan di DKR ini meliputi Juru Imunisasi, BKIA, BP dan Juru Malaria. Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 2008 sesuai perda nomer 4 tahun 2008 maka berganti nama menjadi RSUD Kabupaten Sukoharjo dengan penambahan dibidang pelayanan dan fasilitas kesehatan. Sampai pada ahirnya tahun 2017 berganti nama lagi menjadi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo dengan keputusan Bupati nomor 445/605 tahun 2017, lebih tepatnya tertanggal 2 November 2017. Salah satu misi rumah sakit ini adalah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal dan dengan motto kerja yaitu “kesembuhan dan kepuasan anda adalah komitmen pelayanan kami” .(RSUD Ir.Soekarno Sukoharjo, 2011). Kondisi saat ini, RSUD Ir. Soekarno memiliki jumlah tempat tidur 285 TT dan BOR 72,02%. Untuk keperluan rawat inap pasien, jumlah ruang atau bangsal yang dimiliki rumah sakit ini kurang lebih 8 bangsal, dan untuk kelas III ada sebanyak 7 ruangan. Khusus untuk ruang

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi...

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Ir. Soekarno Sukoharjo merupakan

satu satunya rumah sakit yang dimiliki pemerintah daerah Sukoharjo dan

menjadi rujukan bagi kurang lebih 21 Puskesmas (12 UPT DKK

Sukoharjo). Sejarah singkat cikal bakal berdirinya rumah sakit ini berawal

dengan dibentuknya Djawatan Kesehatan Rakyat (DKR) pada tahun

1960. Pertama kali didirikan, bentuk pelayanan di DKR ini meliputi Juru

Imunisasi, BKIA, BP dan Juru Malaria.

Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 2008 sesuai perda

nomer 4 tahun 2008 maka berganti nama menjadi RSUD Kabupaten

Sukoharjo dengan penambahan dibidang pelayanan dan fasilitas

kesehatan. Sampai pada ahirnya tahun 2017 berganti nama lagi menjadi

RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo dengan keputusan Bupati nomor 445/605

tahun 2017, lebih tepatnya tertanggal 2 November 2017. Salah satu misi

rumah sakit ini adalah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal dan

dengan motto kerja yaitu “kesembuhan dan kepuasan anda adalah

komitmen pelayanan kami” .(RSUD Ir.Soekarno Sukoharjo, 2011).

Kondisi saat ini, RSUD Ir. Soekarno memiliki jumlah tempat tidur

285 TT dan BOR 72,02%. Untuk keperluan rawat inap pasien, jumlah

ruang atau bangsal yang dimiliki rumah sakit ini kurang lebih 8 bangsal,

dan untuk kelas III ada sebanyak 7 ruangan. Khusus untuk ruang

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

37

cempaka atas memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 39 TT yang terdiri

dari kelas III dan 4 kamar isolasi. Bangsal cempaka atas dan dahlia atas

sering digunakan untuk keperluan penelitian dengan focusan pada

gangguan penyakit tidak menular (PTM) dan vasculer, selain itu juga

kedua ruangan ini termasuk kelas III.

B. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan

Tabel 6. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur,

tingkat pendidikan dan pekerjaan.

Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)

Jenis kelamin Laki laki 10 41,7 Perempuan 14 58,3 Total 24 100,0 Umur

Usia pertengahan 12 50,0 Lansia 8 33,3 Lansia tua 4 16,7 Total 24 100,0 Tingkat Pendidikan

Tidak sekolah 5 20,8 SD 10 41,5 SLTP 3 12,5 SLTA 6 25,0 Total 24 100,0 Pekerjaan Tidak bekerja 5 20,8 Petani 4 16,7 Buruh 10 41,7 Pedagang 5 20,8 Total 24 100

Berdasarkan tabel 6, penyakit hipertensi lebih banyak di derita

dengan jenis kelamin perempuan yaitu 58,3% jika dibanding dengan laki

laki sebesar 41,7%. Penelitian yang dilakukan di RSUP DR. M. Djamil

Padang, ditemukan hasil yang sama bahwa penyakit hipertensi primer

paling banyak diderita oleh perempuan 64,3% jika dibanding dengan laki

laki (Sedayu.,dkk, 2015). Hipertensi juga banyak diderita penduduk

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

38

Uganda, hasil penelitian di negara tersebut mengungkapkan sekitar

59,8% penyakit hipertensi diderita oleh perempuan (Guatude.,dkk, 2015).

Hal semacam ini dapat terjadi karena proporsi lansia di Indonesia

banyak didominasi oleh perempuan 8,2%, dari pada laki laki 6,9%

(Kemenkes RI, 2013). Selain itu juga terdapat pengaruh dari faktor

hormonal pada tubuh perempuan, yaitu hormon estrogen yang semakin

berkurang saat memasuki masa menapouse. Hormon estrogen berfungsi

untuk mengendalikan kadar LDL dan mengatur HDL pada pembuluh

darah, selain itu perubahan hormonal estrogen yang semakin berkurang

juga berpengaruh terhadap kenaikan berat badan dan tekanan darah

menjadi lebih reaktif terhadap konsumsi natrium (Lita, 2017).

Berdasarkan karakteristik usia pada tabel 6, Usia responden

digolongkan menjadi 3 bagian menurut WHO yaitu golongan usia

pertengahan dengan rentang umur 45-59 tahun, golongan usia lanjut

antara umur 60-74 tahun dan usia lanjut tua yaitu 75-90 tahun. Hasil

penelitian ini menunjukkan pasien hipertensi lebih banyak diderita pada

kategori usia pertengahan atau middle age yaitu antara umur 45-59

tahun sebanyak 50,0%. Sedangkan usia lansia dan lansia tua berturut-

turut yaitu 33,3% dan 16,7%. Hal ini dapat terjadi karena usia harapan

hidup penduduk Indonesia rata rata hanya mencapai umur 70 tahun dan

menurut data badan statistik pada tahun 2015 jumlah populasi lansia

dengan umur diatas 60 tahun sebesar 8,3% dari total seluruh penduduk (

BPS, 2015).

Penelitian lain mengatakan bahwa penyakit hipertensi banyak

diderita pada umur diatas 50 tahun (Agustina, 2014; Arifin, 2016).

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

39

Penyakit hipertensi di Nepal juga akan meningkat seiring dengan

pertambahan umur disemua populasi (Mehta dan Shrestha, 2018). Usia

sangat mempengaruhi tingkat elastisitas pembuluh darah seseorang.

Semakin tua usia maka terjadi perubahan struktur pembuluh darah besar

sehingga terjadi penyempitan dan kekakuan pada dinding pembuluh

darah, juga semakin banyak tumpukan plak disekitar aliran darah dan

akan beresiko menjadi ateroklerosis. Jika hal ini terjadi dalam kurun

waktu lama maka aliran darah menjadi terhambat sehingga

memunculkan sifat vasokonstruksi pembuluh darah yang akan berujung

pada penyakit hipertensi (Price dan Wilson, 2006).

Berdasarkan tabel 6, karakteristik responden berdasarkan tingkat

pendidikan digolongkan menjadi tidak sekolah, Tamat SD, SLTP, SLTA

dan perguruan tinggi. Hasil penelitian didapatkan tingkat pendidikan

responden sebanyak 41,5% merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD).

Sedangkan responden yang telah menempuh pendidikan tingkat lanjut

(SLTP dan SLTA) tidak lebih dari 40%. Pendidikan sangat penting

peranannya dalam membentuk perilaku sehat. Penelitian di Aceh

menyebutkan seseorang dengan pendidikan rendah akan berisiko 5,6

kali menderita hipertensi jika dibanding dengan dengan pendidikan

menengah dan tinggi (Fitria dan Marissa, 2016).

Penyakit hipertensi dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan

masyarat tentang bahanya dan cara menanggulangi penyakit tersebut.

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh terhadap perilaku sebagai

hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan (Fitria dan Marissa,

2016). Tingginya tingkat pendidikan seseorang juga harus dibarengi

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

40

dengan mudahnya akses terhadap informasi kesehatan untuk

menjalankan hidup sehat, karena penelitian lain mengatakan pendidikan

tidak selamanya ikut berperan terhadap timbulnya penyakit hipertensi,

selain diderita dari kalangan berpendidikan rendah hipertensi ternyata

juga banyak diderita dari kalangan berpendidikan tinggi karena

kurangnya informasi yang mereka dapat dari tenaga kesehatan

(Ramdhani dkk., 2013).

Distribusi frekuensi karakterstik responden berdasarkan pekerjaan

dapat dilihat dalam tabel 6. Berdasarkan tabel tersebut profesi responden

paling banyak adalah sebagai buruh 41,7% dan paling sedikit adalah

berprofesi sebagai petani yaitu 16,7%.

Berdasarkan keadaan geografis sebagian besar wilayah sukoharjo di

manfaatkan sebagai lahan pertanian, namun juga terdapat dua

perusahan besar yang beroprasi dalam bidang tekstil di kabupaten

Sukoharjo. Sebagain besar karyawan pabrik adalah penduduk sekitar,

sehingga banyak masyarakat yang memilih bekerja menjadi

karyawan/buruh di pabrik tersebut. Seseorang dengan pekerjaan sebagai

buruh pabrik cenderung dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan

sesuai dengan apa yang dikehendaki atasan atau target perusahaan, jika

hal ini berlangsung dalam kurun waktu cukup lama akan dapat memicu

timbulnya tekanan pada psikis seseorang dan akan berujung pada

depresi atau stress.

Pada kondisi tersebut akan terjadi resistensi pembuluh darah perifer

dan peningkatan vasokrontruksi karena adanya peningkatan produksi

hormon adrenalin yang distimulus dari syaraf simpatis (Lita, 2017).

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

41

Banyaknya tuntutan pekerjaan seperti target uang setoran juga dapat

memicu stress pada sebagian besar sopir bus mini di Jakarta (Prima G

dkk, 2017). Penyakit hipertensi dapat timbul karena salah satunya

adanya paparan stress yang berpepanjangan, seperti yang terjadi di

Magetan, sebanyak 80% subjek depresi mengalami kenaikan tekanan

darah baik sistolik maupun diastolik (Priyoto, 2017).

C. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Hari Perawatan

Stadium hipertensi pada penelitian ini diklasifikasikan

berdasarkan JNC-7 menjadi dua bagian yaitu stage 1 dengan rentan

sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mmHg. Sedangkan stage

dua dengan rentan sistolik ≥60 mmHg atau diastolik ≥100 mmHg.

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan stadium

hipertensi dengan lama hari perawatan dapat dilihat dalam tabel 7.

Tabel 7. Distribusi subjek penelitian berdasarkan stadium hipertensi dengan

lama hari perawatan

Stadium Hipertensi

Lama Hari Perawatan Total

Pendek Sedang

n (%) N (%) n (%)

Stage 1 3 60 2 40 5 100 Stage 2 9 47 10 52,6 19 100

Berdasarkan tabel 7. Pasien dengan stadium hipertensi stage 2

yang mengalami lama hari perawatan pendek sebanyak 47%.

Sedangkan pasien dengan stadium hipertensi stage 2 yang mengalami

lama hari perawatan sedang sebanyak 52%.

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa stadium hipertensi

dapat menjadi salah satu faktor pemicu pasien mendapatkan perawatan

lebih lama. Penelitian di Semarang menyebutkan stage hipertensi yang

semakin tinggi akan menyebabkan pasien mengalami masa rawat lebih

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

42

panjang yaitu 4-6 hari (Tyashapsari dan Zulkarnain, 2012; Mehta dan

Shrestha, 2018). Lama rawat inap pendek jika rentang perawatan 1-3

hari sedangkan lama rawat inap panjang jika rentang perawatan 4-7

hari.

Berdasarkan pengamatan selama penelitian sebanyak 79%

responden ketika masuk rumah sakit sudah dalam kondisi hipertensi

stage 2 seperti terlihat dalam lampiran 8. Pasien yang masuk rumah sakit

dengan tingkat keparahan cukup tinggi akan memerlukan masa

perawatan lebih panjang dibanding dengan pasien datang dengan

penyakit sederhana atau stag 1 (Tedja, 2012).

Status malnutrisi pada penderita hipertensi stage 2 pada

peneltian ini, sebanyak 31,2% beresiko atau malnutrisi. Beberapa pasien

yang menderita hipertensi stage 2 mengeluhkan pusing, berat ditengkuk

sampai mual dan muntah. Penurunan nafsu makan akan terjadi pada

kondisi seperti ini. Jika terjadi dalam kurun waktu lama akan

mengakibatkan penurunan berat badan dan deplesi massa otot.

Faktor lain yang menyebabkan lama hari perawatan pasien

dirumah sakit lebih lama adalah kepatuhan diet terhadap penyakit dan

peran keluarga sebagai pihak pendukung (Ismansyah.,dkk, 2012). Selain

itu jenis dignosis penyerta, dan jenis penyakit yang diderita pasien,

tingkat keparahan penyakit, faktor psikis seperti kecemasan juga menjadi

faktor penentu lama hari perawatan pasien (Nurlindayanti., dkk, 2015).

D. Gambaran Status Malnutrisi Berdasarkan SGA

Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan

metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan menjadi status

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

43

SGA baik, kurang dan buruk. Status SGA baik mempunyai arti bahwa

pasien tidak berisiko malnutrisi, sedangkan status SGA kurang dan buruk

berarti pasien beresiko malnutrisi dan perlu mendapatkan penanganan

khusus dari ahli gizi rumah sakit. Frekuensi karakteristik responden

berdasarkan SGA dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 8.

Tabel 8 Distribusi subjek penelitian berdasarkan status SGA

Stadium Hiperten

si

Status SGA Total

Baik Kurang Buruk

N (%) N (%) N (%) n (%)

Stage 1 2 40 3 40 0 0 5 100

Stage 2 13 68,4 4 21,1 2 10,5 19 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pasien hipertensi

stage 1 dengan status SGA kurang sebayak 40%. Sedangkan pasien

hipertensi stage 2 yang mengalami status SGA kurang dan buruk berturut-

turut sebesar 22,1% dan 10,5%. Prevalensi malnutrisi dirumah sakit masih

cukup tinggi, terbukti dari penelitian di tiga rumah sakit yang berbeda

menyatakan 56,9% menderita malnutrisi saat masuk rumah sakit

(Budiningsari dan Hadi, 2004). Kejadian malnutrisi akan berdampak

negatif pada pasien, selain mempengaruhi masa rawat yang cukup lama,

dampak secara tidak langsung adalah terhadap peningkatan biaya yang

dikeluarkan pasien semakin tinggi (Budiningsari dan Hadi, 2004).

Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa resiko malnutrisi pada

pasien lebih banyak diderita pada usia lansia tua. Semakin tua umur

pasien maka semakin banyak beresiko malnutrisi seperti yang terlihat

dalam lampiran 8. Selain terjadi pada lansia tua, resiko malnutrisi juga

banyak dialami oleh pasien dengan jenis kelamin perempuan (lampiran 8).

Perempuan lebih beresiko untuk menderita malnutrisi dibanding laki laki

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

44

karena perubahan nafsu makan pada gender tersebut lebih cepat berubah

kearah negatif jika dibanding dengan laki laki, sehingga mempengaruhi

asupan makan (Hardinsyah dkk., 2014) dan indikator asupan makan

merupakan salah satu indikator dalam penialain SGA.

Penilaian SGA pada penelitian ini menggunakan 11 indikator.

indikator-indikator tersebut antara lain Indikator pertama dan kedua adalah

kehilangan berat badan selama 6 bulan dan adanya perubahan berat

badan selama 2 minggu terahir. Indikator ke-tiga dan ke-empat adalah

perubahan dan jumlah asupan makan dan lamanya derajat perubahan

asupan makan. Indikator ke-lima dan ke-enam yaitu gejala gastrointestinal

dan kapasitas fungsional tubuh. Indikator ke-tujuh dan ke-delapan adalah

penyakit yang berhubungan dengan kebutuhan gizi dan kehilangan lemak

subkutan. Sedangkan indikator ke-sembilan dan sepuluh adalah

kehilangan massa otot dan odema. Dan indikator terahir adalah adanya

asites. Hasil distribusi indikator SGA pada pasien dapat dilihat dalam tabel

10.

Tabel 9 Distribusi indikator SGA

Indikator SGA

Skore SGA Total

A B C

N (%) n (%) N (%) n (%)

1 20 83,3 1 4,2 3 12,5 24 100 2 3 12,5 12 50,0 5 28,8 3 7 29,2 12 50,0 5 20,8 4 17 70,0 5 20,8 2 8,3 5 19 79,2 4 16,7 1 4,2 6 0 0,0 24 100,0 0 0,0 7 0 0,0 24 100,0 0 0,0 8 13 54,2 4 16,7 7 29,2 9 13 54,2 8 33,3 3 12,5 10 22 91,7 2 8,3 0 0,0 11 20 83,3 3 12,5 1 4,2

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

45

Berdasarkan tabel 9. Dapat diketahui bahwa indikator ke-satu

atau kehilangan berat badan selama 6 bulan terahir skore A lebih

dominan 83,3% dibanding skore B dan C berturut turut 4,2% dan 12,5%.

Artinya bahwa pasien selama 6 bulan terahir tidak mengalami perubahan

berat badan atau ada perubahan baik beratambah atau menurun namun

masih kurang dari 5%.

Pada indikator ke-2 yaitu perubahan berat badan selama 2

minggu terahir, didapatkan skore A paling sedikit 12,5% jika dibanding

dengan skore B (50,0%) dan Skore C (28,8). Hal ini berarti sebagian

besar pasien selama 2 minggu terhir mengalami penurunan berat badan,

meskipun ada kenaikan tetapi berat badan belum normal atau dibawah

berat badan ideal.

Indikator ke-3 adalah perubahan asupan makan sehari-hari

dibandingkan dengan kebiasaan. Hasil dari wawancara mendalam

sebagian besar pasien mengalami penurunan asupan makan tetapi

masih dalam tingkat ringan, terbukti dengan lebih banyak skore B 50,0%

dan C 28% dibanding skore A 29,2%. Penurunan asupan makan pada

pasien meskipun masih tingkat ringan namun tetap menjadi

permasalahan yang harus di selesaikan agar kondisi pasien tidak

semakin memburuk karena asupan makan sangat penting untuk

menunjang pasien dalam kesembuhan (Kasim dkk., 2016).

Indikator selanjutnya adalah lamanya derajat dari perubahan

asupan makan tersebut. Sebanyak 70,0% adalah skore A, sedangkan

skore B dan C berturut-turut 20,8% dan 8,3%. Walapun terjadi

penurunan asupan makan namun perubahan tersebut tidak lebih dari 2

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

46

minggu. Perubahan asupan makan terjadi hanya dalam waktu tertentu

yaitu saat pasien mengeluhkan adanya gejala-gejala dari hipertensi.

Indikator ke-5 SGA adalah perubahan gastroitestinal dan

didapatkan skore A 79,2%; skore B 16,7%; dan skore C 4,2%.

Berdasarkan wawancara dengan pasien dan keluarga, banyak

ditemukan pasien mengalami penurunan asupan makan, bahkan sampai

mual dan muntah namun frekuensi tidak setiap hari dan kurang dari 2

minggu. Pasien akan merasakan gejala tersebut tatkala tekanan darah

meningkat yang diikuti dengan pusing dan rasa berat ditungkuk.

Indikator ke-6 adalah kapasitas fungsional tubuh pasien.

Sebagian besar pasien hipertensi yang masuk rumah sakit akan terjadi

penurunan aktifitas tahap ringan. Pada umumnya kondisi pasien kompos

mentis. Mobilisasi diri hanya dilakukan saat pasien pergi ke kamar mandi

dan duduk untuk makan siang. Pada indikator ini sebanyak 100% pasien

berada pada skore B.

Indikator ke-7 yaitu hubungan penyakit dengan kebutuhan gizi.

Penyakit hipertensi dapat dimasukkan ke dalam kelompok penyakit

dengan stres metabolik tingkat ringan bersamaan dengan penyakit

jantung kongesif, hernia inguinal dan infeksi. Sedangkan penyakit

dengan stres metabolik tinggi salah satunya adalah kanker dan ulceratif

colitis + diare. Pada penyakit ini akan terjadi katabolisme lebih tinggi,

sehingga diperlukan asupan yang adequat untuk dapat menyeimbangkan

proses metabolisme dalam tubuh sehingga tidak terjadi penurunan berat

badan lebih lanjut (Champe dkk., 20210). Pada penelitian ini semua

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

47

responden adalah pasien dengan diagnosis hipertensi primer sehingga

didapat hasil skore B sebanyak 100% atau stres metabolik tingkat ringan.

Indikator ke-8 dan ke-9 merupakan kehilangan lemak pada

subkutan dan massa otot pasien. Setelah diukur dengan skindfod

calliper, sebagian besar 54,2% adalah skore A yang mempunyai arti

tidak ada kehilangan pada lemak subkutan pada bagian bisep dan trisep

pasien. Sedangkan pada penurunan massa otot juga didapatkan hasil

yang sama skore A sebanyak 54,2%. Pengukuran massa otot dilakukan

dibagian tulang selangka, tulang scapula, tulang rusuk dan betis.

Indikator ke-10 dan 11 adalah ada atau tidak adanya edama dan

asites. Edema adalah penumpukan cairan pada lapisan bawah kulit,

biasanya terjadi pada kaki dan tubuh. Sedangakan asites adalah

penumpukan cairan khusus yang terjadi pada bagian perut. Kondisi

edema dan asites pasien pada penelitian ini semua mengarah pada

skore A yaitu berturut turut sebanyak 91,7% dan 83,3%. Hal ini

menandakan bahwa pasien hipertensi hanya sedikit yang didapati

menderita edema dan asites. Beberapa pasien saat masuk rumah sakit

menderita asites (skore B 12,5% dan C 4,5%) namun telah ditangani

oleh dokter. Kejadian edema dan asites pada penyakit hipertensi dapat

terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar natrium dan kalium

dengan diperantarai adanya proses osmosis dalam sel ketika asupan Na

Lebih Tinggi dari pada asupan Kalium sehingga cairan sel akan tertarik

keluar dan memenuhi volume darah. Selain meningkatkan curah jantung

peningkatan cairan ekstraseluler tersebut juga dapat mengganggu

kinerja dari organ ginjal (Murray dkk., 2014).

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/68362/7/BAB IV.pdf · Penilaian Status malnutrisi dalam penelitian ini menggunakan metode SGA. Hasil ahir dari penilaian ini digolongkan

48

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat keseluruhan skore SGA

A, B maupun C. Skore A pada penelitian ini lebih dominan jika dibanding

dengan skore yang lainnya. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar

status malnutrisi pasien dapat dikatan tidak beresiko malnutrisi.

E. Internalisasi Nilai Keislaman

Dalam pandangan islam juga disebutkan bahwa penyakit

seseorang dapat timbul lantaran dari manjemen qolbu yang kurang

benar. selain itu juga sebagai ujian, karena sesungguhnya tidaklah Allah

menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya

(HR Bukori). Manajemen qolbu yang kurang baik dapat menyebabkan

stress dan depresi. Hal ini akan mendorong tubuh untuk memproduksi

hormon adrenalin yang berujung pada hipertensi dan kesakitan.

Manajemen stres dalam alquran dijelaskan dalam Surah Al Qoshash (72)

menjelaskan “ terangkanlah kepadaku jika Allah menjadikan untukmu

siang itu terus menerus sampai pada hari kiamat, siapakah Tuhan selain

Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu dapat

beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. Jadi

pada hakikatnya manusia yang diberi cobaan sakit dalam waktu panjang

merupakan cobaan sekaligus pengampunan dosa.

F. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pada pengkategorian

umur responden tidak dilakukan secara spesifik. Kriteria inklusi umur

dalam penelitian ini adalah pasien dengann usia dewasa >19 tahun.

Seharusnya pengkategorian umur dilakukan pada rang tertentu karena

proses fisiologi dan metabolisme pada setiap umur berbeda beda.