BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan … · dari luas Indonesia, merupakan provinsi...

17
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2°25’-9° Lintang Selatan dan 130°-141° Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas 317.062 km 2 atau 17,04 persen dari luas Indonesia, merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia. Pada tahun 2010, Papua dibagi menjadi 28 kabupaten dan 1 kota dimana Merauke merupakan kabupaten/kota terluas (56,84%) dan Kota Jayapura merupakan kabupaten/kota terkecil di Papua (0,1%). Papua di bagian utara dibatasi Samudra Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafuru, sebelah barat berbatasan dengan Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku dan sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea (BPS, 2010). Pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Papua sebanyak 2.833.381 jiwa. Penduduk laki-laki Provinsi Papua sebanyak 1.505.883 jiwa dan perempuan sebanyak 1.327.498 jiwa. Seks Rasio penduduk Papua adalah 113. Sedangkan Total Rasio Ketergantungan (Total Dependency Ratio) di Papua sebesar 56,37 persen, dimana Rasio Ketergantungan Usia Muda (Youth Dependency Ratio) sebesar 54,87 persen dan Rasio Ketergantungan Usia Tua (Aged Dependency Ratio) sebesar 1,50 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung sekitar 54-55 anak usia 0-14 tahun dan 1-2 orang lanjut usia (65 tahun keatas) (BPS, 2011).

Transcript of BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan … · dari luas Indonesia, merupakan provinsi...

BAB IV

GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA

4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

Provinsi Papua terletak antara 2°25’-9° Lintang Selatan dan 130°-141°

Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas 317.062 km2 atau 17,04 persen

dari luas Indonesia, merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia.

Pada tahun 2010, Papua dibagi menjadi 28 kabupaten dan 1 kota dimana Merauke

merupakan kabupaten/kota terluas (56,84%) dan Kota Jayapura merupakan

kabupaten/kota terkecil di Papua (0,1%). Papua di bagian utara dibatasi Samudra

Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafuru, sebelah barat berbatasan

dengan Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku dan

sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea (BPS, 2010).

Pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Papua sebanyak 2.833.381

jiwa. Penduduk laki-laki Provinsi Papua sebanyak 1.505.883 jiwa dan perempuan

sebanyak 1.327.498 jiwa. Seks Rasio penduduk Papua adalah 113. Sedangkan

Total Rasio Ketergantungan (Total Dependency Ratio) di Papua sebesar 56,37

persen, dimana Rasio Ketergantungan Usia Muda (Youth Dependency Ratio)

sebesar 54,87 persen dan Rasio Ketergantungan Usia Tua (Aged Dependency

Ratio) sebesar 1,50 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64

tahun) menanggung sekitar 54-55 anak usia 0-14 tahun dan 1-2 orang lanjut usia

(65 tahun keatas) (BPS, 2011).

46

Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh

tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 adalah 5,39 persen. Dengan luas

wilayah Provinsi Papua sekitar 317.062 km2 yang didiami oleh 2.833.381 orang

maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Papua adalah sebanyak

9 orang per km2.

Dari sisi ketenagakerjaan, pada Agustus 2010 jumlah angkatan kerja di

Papua mencapai 1.510.176 orang. Jumlah pengangguran mencapai 53.641 orang

atau 3,55 persen dari total angkatan kerja. Sedangkan Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 80,99 persen. Sektor pertanian masih

mendominasi dengan total pekerja mencapai 77,85 persen, diikuti oleh sektor jasa

kemasyarakatan dengan persentase 8,16 persen.

Gini rasio pendapatan penduduk Papua pada periode 2005–2009

menggambarkan distribusi pendapatan dengan ketimpangan sedang. Pada tahun

2008, ketimpangan pendapatan yang terjadi pada masyarakat Papua masih

tergolong sedang (0,36) dan pada tahun 2009 mengalami kenaikan menjadi 0,37.

Kenaikan gini rasio tersebut mengindikasikan bahwa ketimpangan pendapatan di

Provinsi Papua semakin meningkat.

4.2. Keadaan Perekonomian Provinsi Papua

4.2.1. Struktur Ekonomi Provinsi Papua

Sumbangan sektoral dalam PDRB ADHB digunakan sebagai salah satu

ukuran dalam melihat struktur perekonomian suatu wilayah dari tahun ke tahun.

Jika sumbangan suatu sektor relatif besar maka sedikit gangguan dalam sektor

47

tersebut akan mengakibatkan masalah pada perekonomian di wilayah

bersangkutan. Meskipun demikian, sektor dengan andil yang kecil tidak dapat

diabaikan begitu saja karena bisa jadi sektor tersebut mempunyai potensi untuk

dikembangkan dan dapat dijadikan sektor andalan wilayah tersebut di waktu yang

akan datang.

Tabel 4.1 Distribusi PDRB ADHB Menurut Lapangan Provinsi Papua

tahun 2000-2010 (persen).

LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

Pertanian 13,05 12,98 14,62 15,35 15,75 10,41 10,98 10,01 10,32 9,36 9,45

Pertambangan dan

Penggalian 68,17 68,90 64,62 61,50 57,53 71,65 68,76 68,72 64,73 65,08 63,15

Industri Pengolahan 1,94 1,89 2,01 2,25 2,51 1,62 1,78 1,62 1,62 1,40 1,39

Listrik dan Air Bersih 0,15 0,14 0,19 0,24 0,26 0,17 0,17 0,16 0,16 0,14 0,13

Bangunan 3,48 3,36 3,74 4,14 5,02 3,53 4,11 4,66 6,01 6,62 7,81

Perdagangan, Hotel

dan Restoran 3,70 3,78 4,44 5,13 6,00 4,02 4,44 4,44 4,87 4,44 4,41

Pengangkutan dan

Komunikasi 2,52 2,62 3,01 3,88 4,72 3,44 3,88 4,05 4,52 4,31 4,35

Keuangan, Persewaan

dan Jasa Perusahaan 1,91 0,89 0,96 1,01 1,25 0,83 1,08 1,48 1,77 2,15 2,08

Jasa-jasa 5,09 5,46 6,41 6,50 6,95 4,35 4,78 4,86 6,00 6,50 7,24

P D R B 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Kondisi struktur ekonomi Papua selama satu dekade ini relatif tidak

berubah. Sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi sektor unggulan

bagi perekonomian Papua, disusul oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. Rata-rata

kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB sebesar 65,71

persen. Pada tahun 2000 sektor pertambangan dan penggalian memberikan

48

kontribusi sebesar 68,17 persen, sedangkan pada tahun 2010 kontribusinya turun

menjadi 63,15 persen (Tabel 4.1).

Selama sebelas tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian; pertambangan

dan penggalian; industri pengolahan; serta listrik dan air bersih cendurung

menurun. Penurunan tersebut seiring dengan meningkatnya peranan dari sektor

bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa. Walaupun demikian,

hingga akhir tahun 2010, sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi

kontributor terbesar terhadap perekonomian Papua dimana andilnya mencapai

lebih dari 57,53 persen (Tabel 4.1).

Tabel 4.2 PDRB ADHB Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa tambang

tahun 2000-2010 (juta Rupiah).

Tahun PDRB dengan Tambang PDRB Tanpa Tambang

(1) (2) (3)

2000 18.409.760,84 5.913.994,01

2001 21.590.317,72 6.777.819,59

2002 22.548.296,24 8.051.877,92

2003 23.890.084,29 9.284.573,75

2004 24.842.903,74 10.649.592,55

2005 43.615.319,21 12.481.372,66

2006 46.895.228,88 14.787.701,41

2007 55.380.453,41 17.496.626,10

2008 61.516.238,47 21.928.604,97

2009 77.728.564,53 27.409.139,08

2010 89.451.248,76 33.292.346,56

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Keunggulan absolut Papua berupa kandungan konsentrat tembaga yang

dikelola oleh P.T. Freeport Indonesia terbukti mampu mendongkrak

perekonomian Papua selama sebelas tahun terakhir. Tingginya kontribusi sektor

49

pertambangan dan penggalian yang mencapai lebih dari setengah nilai PDRB

Papua, membuat perekonomian Papua akan jatuh apabila sektor tersebut

dikeluarkan (Tabel 4.2).

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Gambar 4.1 Jumlah PDRB ADHB dan sektor pertambangan dan penggalian

Provinsi Papua tahun 2000–2010 (triliun Rupiah).

Apabila ditelusuri lebih dalam lagi, tingginya pengaruh sektor

pertambangan dan penggalian, membuat pergerakan pertumbuhan perekonomian

Papua sangat dipengaruhi oleh naik-turunnya produksi sektor tersebut. Hal ini

terlihat jelas, ketika tahun 2005-2010 nilai sektor pertambangan dan penggalian

mengalami peningkatan, pertumbuhan ekonomi Papua juga mengikuti

peningkatan tersebut (Gambar 4.1).

Sektor kedua yang pertumbuhannya sangat menjanjikan adalah sektor

bangunan. Kontribusi sektor ini mengalami peningkatan dari 3,48 persen pada

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Trili

un

ru

pia

h

Tahun

Sektor Pertambangan dan Penggalian P D R B

50

tahun 2000 menjadi 7,81 persen pada tahun 2010 (Tabel 4.1). Kemampuan sektor

bangunan yang terus meningkat ini dikarenakan semakin meningkatnya

pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di Papua. Selain itu,

faktor tingginya biaya bahan baku bangunan juga memegang peran dalam

peningkatan sektor bangunan.

Sektor ketiga yang masih bertahan dan terus meningkat kontribusinya

terhadap perekonomian yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi. Keadaan

geografis Papua yang lebih didominasi wilayah pegunungan, mengharuskan

sebagian besar transportasi antar wilayah hanya dapat ditempuh lewat jalur udara.

Hal ini menyebabkan biaya untuk transportasi semakin meningkat sejalan dengan

meningkatnya mobilitas kegiatan perekonomian antar wilayah. Dengan

meningkatnya biaya transportasi maka pendapatan dalam sektor pengangkutan

dan komunikasi juga ikut meningkat.

Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terkecil terhadap

perekonomian Papua adalah sektor listrik dan air bersih. Kecilnya pendapatan

sektor ini dikarenakan masih rendahnya jumlah rumah tangga yang menikmati

fasilitas listrik dan air bersih. Pada tahun 2010, jumlah rumah tangga yang

menggunakan fasilitas listrik hanya sebesar 38,83 persen, sedangkan jumlah

rumah tangga yang mempunyai akses air bersih hanya sebesar 20,41 persen (BPS,

2010) (Tabel 4.1).

4.2.2. PDRB per Kapita

PDRB per kapita dengan tambang selama tahun 2000-2010 terlihat

berfluktuasi dengan kecenderungan semakin menurun. Fluktuasinya nilai ini

51

dikarenakan produksi tambang yang berfluktuasi setiap tahunnya. Sedangkan nilai

yang cenderung menurun dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah

setiap tahun. Rata-rata PDRB per kapita dengan tambang sebesar Rp. 9,24 juta.

Nilai tertinggi yang pernah dicapai adalah sebesar Rp. 11,28 juta pada tahun 2001,

sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2008 dengan nilai Rp. 7,23 juta (Tabel

4.3).

Tabel 4.3 PDRB per Kapita ADHK Provinsi Papua dengan tambang dan tanpa

tambang tahun 2000-2010 (Rupiah).

Tahun Dengan Tambang Tanpa Tambang

(1) (2) (3)

2000 10.931.227,28 3.511.572,65

2001 11.281.302,07 3.497.517,72

2002 11.243.567,17 3.586.954,38

2003 10.627.902,74 3.625.420,91

2004 7.804.916,28 3.587.710,84

2005 10.092.816,70 3.608.594,98

2006 7.931.195,36 3.726.359,61

2007 7.849.456,87 3.844.745,81

2008 7.342.183,27 4.067.939,24

2009 8.549.761,61 4.373.316,60

2010 7.931.382,82 4.666.965,38

Rata-rata 9.235.064,74 3.827.008,92

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Berbeda dengan PDRB per kapita dengan tambang yang semakin

menurun, PDRB per kapita tanpa tambang cenderung semakin meningkat selama

sebelas tahun terakhir. Walaupun PDRB per kapita tanpa tambang semakin

meningkat, akan tetapi jika nilainya dibandingkan dengan PDRB per kapita

dengan tambang, rata-rata PDRB per kapita tanpa tambang hanya empat puluh

persen dari PDRB per kapita dengan tambang. Rata-rata PDRB per kapita tanpa

tambang sebesar Rp. 3,83 juta. Nilai tertinggi yang pernah dicapai sebesar

52

Rp. 4,67 juta pada tahun 2010, sedangkan nilai terendahnya pada tahun 2001

dengan nilai sebesar Rp. 3,50 juta (Tabel 4.3)

4.2.3. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua

Dalam kurun waktu 2000–2010, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi

Papua sangat fluktuasi. Pada tahun 2000–2004 laju pertumbuhan ekonomi

Provinsi Papua cenderung menurun hingga -22,53 persen. Pertumbuhan ekonomi

tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang meningkat signifikan sebesar 36,40 persen.

Di tahun 2010, ekonomi Papua turun hingga 2,65 persen. Fluktuasinya laju

pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari pengaruh sektor pertambangan dan

penggalian yang berfluktuasi sepanjang sebelas tahun terakhir dan meningkatnya

peranan sektor-sektor lainnya terhadap perekonomian Papua (Gambar 4.2).

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Gambar 4.2 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua tahun 2001–2010

(persen).

-30.00

-20.00

-10.00

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

53

Jika dilihat menurut lapangan usaha, sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan adalah sektor yang mengalami pertumbuhan paling pesat selama satu

dekade terakhir. Meskipun hanya tumbuh 2,91 persen di tahun 2002, namun

sektor tersebut terus mengalami pertumbuhan positif hingga 6,40 persen di tahun

2010. Sektor jasa-jasa; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta

pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang selalu mengalami

pertumbuhan positif. Sedangkan Sektor pertambangan dan penggalian

menunjukkan pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha

Provinsi Papua tahun 2000–2010 (persen).

LAPANGAN

USAHA 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Pertanian 9,31 6,84 4,82 -0,62 4,82 5,20 1,36 4,69 3,79 6,19

Pertambangan

dan Penggalian 10,68 3,80 -3,47 -36,26 61,74 -31,38 0,57 -13,42 34,08 -17,58

Industri

Pengolahan 6,26 4,97 5,87 3,21 3,64 6,79 -1,16 1,81 6,22 8,34

Listrik dan Air

Bersih 4,64 5,93 9,38 7,41 8,01 8,74 5,98 3,85 5,79 6,00

Bangunan 4,85 10,45 7,64 8,85 7,54 12,16 16,05 19,35 17,93 16,38

Perdagangan,

Hotel dan

Restoran

7,32 9,77 8,87 8,06 8,20 9,63 9,69 10,86 11,57 10,49

Pengangkutan

dan Komunikasi 9,26 13,33 19,68 13,97 13,74 13,76 15,48 14,85 14,31 13,71

Keuangan,

Persewaan dan

Jasa Perusahaan

-49,64 2,91 5,01 17,03 7,66 25,25 46,49 16,69 44,53 6,40

Jasa-jasa 10,60 8,71 2,67 3,62 1,80 8,76 9,58 19,31 21,99 20,82

P D R B 8,89 5,15 -0,28 -22,53 36,40 -17,14 4,34 -1,40 22,74 -2,65

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

54

4.2.4. Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Papua

Dalam periode tahun 2000–2010, rata-rata ekspor riil Papua adalah sebesar

Rp. 14,31 triliun per tahun yang terdiri atas Rp. 10,03 triliun (70,09%) ekspor ke

luar negeri dan Rp. 4,28 triliun (29,91%) ekspor antarprovinsi. Meskipun secara

nominal ekspor tahun 2003 jauh lebih kecil dibandingkan tahun-tahun berikutnya,

namun secara riil ekspor luar negeri di tahun 2003 adalah yang tertinggi yakni

mencapai Rp. 12,72 triliun (Tabel 4.5). Tingginya nilai ini didorong oleh

pertumbuhan ekonomi dunia yang utamanya digerakkan oleh memulihnya sektor

industri, membaiknya konsumsi masyarakat, dan menguatnya investasi.

Tabel 4.5 Nilai Ekspor Riil dan Impor Riil Luar Negeri dan Antarprovinsi

Provinsi Papua Tahun 2000-2010 (triliun Rupiah).

Tahun

Ekspor Riil Impor Riil

Luar

Negeri

Antar-

provinsi Total

Luar

Negeri

Antar-

provinsi Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2000 10,57 3,72 14,28 4,98 4,19 9,18

2001 10,19 4,33 14,52 5,04 4,48 9,52

2002 11,40 4,02 15,42 4,26 4,98 9,23

2003 12,72 4,74 17,45 4,53 5,47 10,00

2004 7,82 5,71 13,53 4,12 5,99 10,11

2005 10,13 5,10 15,23 4,73 6,69 11,43

2006 10,77 5,03 15,81 6,54 7,47 14,00

2007 9,16 5,05 14,21 5,23 7,81 13,04

2008 7,88 5,16 13,04 6,33 8,93 15,26

2009 10,84 2,28 13,12 3,87 10,33 14,20

2010 8,87 1,98 10,85 4,90 10,93 15,83

Rata-rata 10,03 4,28 14,31 4,96 7,03 11,98

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi di tahun 2003 berpengaruh pada

meningkatnya volume dan harga komoditi perdagangan dunia, termasuk

55

meningkatnya permintaan negara-negara di dunia terhadap produk ekspor

unggulan Papua, konsentrat tembaga. Pada tahun-tahun berikutnya ekspor riil

Papua menunjukkan pergerakan yang fluktuatif akibat dari naik-turunnya volume

ekspor konsentrat tembaga yang memberikan kontribusi lebih dari 90 persen

terhadap total ekspor Papua.

Pada tahun 2008, ekspor riil Papua turun cukup signifikan sebagai dampak

dari krisis finansial global yang mengguncang sebagian besar negara-negara di

dunia. Krisis tersebut memaksa banyak negara untuk mengurangi permintaan

mereka terhadap produk dari negara lain (impor) guna menjaga stabilitas ekonomi

dalam negerinya. Mulai pulihnya perekonomian dunia di tahun 2009 memberikan

efek positif terhadap ekspor riil Papua ke luar negeri yang meningkat 37,65

persen. Namun, kenaikan ekspor riil luar negeri Papua di tahun 2009 tidak diikuti

oleh ekspor riil antarprovinsi yang justru turun menjadi Rp. 2,28 triliun (Tabel

4.5).

Rata-rata impor riil Papua periode 2000–2010 sebesar Rp. 11,98 triliun

dimana 41,37 persen (Rp. 4,96 triliun) merupakan impor luar negeri dan 58,63

persen lainnya (Rp. 7,03 triliun) adalah impor antarprovinsi. Impor riil luar negeri

Papua selama sebelas tahun terakhir relatif stabil. Walaupun pada tahun 2006 dan

2008 sempat mengalami kenaikan sebesar 31,15 persen dan 26,99 persen

dibandingkan tahun 2000, tetapi apabila kita lihat impor luar negeri tahun 2010

relatif tidak berubah dibandingkan tahun 2000 (Tabel 4.5).

Sedangkan impor riil antarprovinsi cenderung semakin meningkat selama

sebelas tahun terakhir ini. Peningkatan ini disebabkan karena semakin banyaknya

56

barang-barang kebutuhan sehari-hari yang harus didatangkan dari luar Papua

sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi di

Papua. Hingga akhir tahun 2010, impor riil antarprovinsi sebesar Rp. 10,93 triliun

(Tabel 4.5).

4.2.4.1. Perkembangan Ekspor Luar Negeri Provinsi Papua

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Gambar 4.3 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Golongan Barang

Provinsi Papua tahun 2000–2010 (dalam juta US$).

Komoditi ekspor andalan Papua adalah bijih tembaga & konsentrat (HS26)

yang andilnya mencapai lebih dari 90 persen terhadap total ekspor luar negeri

Papua tiap tahunnya. Komoditi ekspor luar negeri Papua lainnya antara lain

golongan kayu & barang dari kayu (HS44) berupa kayu lapis dan kayu serpih;

serta golongan ikan & hewan air lainnya (HS03) berupa ikan hias, kepiting,

kerapu, dan beragam ikan laut beku lainnya. Meskipun kontribusinya terhadap

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Nilai Ekspor (juta US$)

Tahun

HS26

HS44

HS03

Lainnya

57

ekspor luar negeri Papua jauh lebih kecil dibandingkan konsentrat tembaga,

namun nilai ekspor luar negeri kedua golongan tersebut secara umum terus

mengalami peningkatan (Gambar 4.3).

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Gambar 4.4 Nilai Ekspor Luar Negeri Menurut Negara Tujuan Provinsi Papua

tahun 2000–2010 (dalam juta US$).

Jepang dan Spanyol merupakan pangsa ekspor luar negeri utama Papua

dimana komoditi yang diekspor kedua negara tersebut seluruhnya berupa

konsentrat tembaga. Secara umum ekspor luar negeri Papua ke seluruh negara

tujuan mengalami tekanan di tahun 2004 dan 2008 sebagai akibat dari kenaikan

harga minyak dunia dan krisis finansial global. Ekspor ke India dan Korea Selatan

terus meningkat yang mendorong naiknya andil ekspor ke dua negara Asia

tersebut. Pada periode 2000–2006, nilai ekspor ke negara lainnya cukup besar,

namun setelah 2006 nilainya merosot. Hai ini disebabkan adanya ekspor

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Nilai Ekspor (juta US$)

Tahun

Jepang (JP)

Spanyol (ES)

Korea (KR)

India (IN)

China (CN)

Philipina (PH)

Lainnya

58

konsentrat tembaga ke Singapura pada tahun 2000–2006, namun setelah itu

ekspor ke Singapura hanya berupa golongan ikan saja (Gambar 4.4).

4.2.4.2. Perkembangan Impor Luar Negeri Provinsi Papua

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Gambar 4.5 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Golongan HS 2-digit

Provinsi Papua Tahun 2000-2010 (dalam juta US$).

Sebelum tahun 2008, golongan mesin-mesin/pesawat mekanik (HS84)

selalu memberikan andil terbesar terhadap total impor Papua. Akan tetapi pada

tahun 2009-2010, golongan bahan bakar mineral (HS27) yang didominasi oleh

impor bahan bakar diesel (solar) yang didatangkan dari Singapura menduduki

peringkat tertinggi dengan kontribusi sebesar 18,52 persen pada tahun 2009 dan

22,84 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2010, andil HS84 mencapai 20,77

persen. Golongan barang dengan andil yang cukup besar antara lain barang dari

-

200.00

400.00

600.00

800.00

1,000.00

1,200.00

1,400.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Nilai Impor (juta US$)

Tahun

HS84

HS27

HS87

HS73

HS40

HS85

Lainnya

59

besi atau baja (HS73); kendaraan, suku cadang, dan aksesorisnya (HS87); karet

dan barang dari karet (HS40); serta mesin/peralatan listrik (HS85) (Gambar 4.5).

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Gambar 4.6 Nilai Impor Luar Negeri Menurut Negara Asal Provinsi Papua

Tahun 2000–2010 (dalam juta US$).

Pangsa impor luar negeri utama Papua selama kurun 2000–2010 adalah

Singapura, Australia, dan Amerika Serikat. Tingginya impor dari Singapura

dipicu oleh impor bahan bakar diesel yang seluruhnya berasal dari Singapura.

Sementara impor dari Australia dan Amerika Serikat didominasi oleh impor

pesawat mekanik, kendaraan, dan produk besi baja. Negara asal impor luar negeri

lainnya yang cukup tinggi yaitu dari Jepang, Malaysia, Filipina, Cina dan Kanada

(Gambar 4.6).

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Nilai Impor (juta US$)

Tahun

Singapura

Australia

Amerika Serikat

Malaysia

Filipina

Jepang

Cina

Kanada

Lainnya

60

4.2.4.3. Neraca Perdagangan Provinsi Papua

Rata-rata neraca perdagangan riil luar negeri Papua per tahun periode

2000–2010 adalah senilai Rp. 5,07 triliun. Ekspor bersih riil luar negeri selama

satu dekade tersebut selalu mengalami surplus akibat adanya ekspor konsentrat

tembaga yang memang hanya diekspor ke luar negeri. Kebutuhan masyarakat

Papua sebagian besar didatangkan dari luar Papua, terutama berasal dari Pulau

Jawa. Namun minimnya produk Papua yang diekspor ke provinsi lainnya

menyebabkan neraca perdagangan riil antarprovinsi mengalami defisit pada 2000-

2010, dimana rata-rata per tahunnya terjadi minus Rp. 2,74 triliun (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Neraca Perdagangan Riil dan Nominal Provinsi Papua

Tahun 2000-2010 (triliun Rupiah).

Tahun

Neraca Perdagangan Riil Neraca Perdagangan Nominal

Luar

Negeri

Antar-

provinsi Total

Luar

Negeri

Antar-

provinsi Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2000 5,58 -0,48 5,11 5,58 -0,48 5,11

2001 5,15 -0,15 5,00 6,26 0,18 6,43

2002 7,14 -0,96 6,18 7,59 -1,95 5,64

2003 8,19 -0,73 7,45 8,04 -3,05 4,99

2004 3,70 -0,29 3,41 3,89 -3,30 0,59

2005 5,40 -1,60 3,80 14,43 -4,17 10,25

2006 4,24 -2,44 1,80 20,42 -2,94 17,48

2007 3,92 -2,75 1,17 19,79 -4,19 15,60

2008 1,55 -3,77 -2,22 12,19 -0,16 12,02

2009 6,97 -8,05 -1,08 31,62 -8,92 22,70

2010 3,97 -8,95 -4,98 32,77 -16,50 16,27

Rata-rata 5,07 -2,74 2,33 14,78 -4,13 10,64

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Meskipun secara nominal neraca perdagangan luar negeri Papua

meningkat, namun secara riil nilainya justru menunjukkan kecenderungan

61

menurun. Menurunnya neraca perdagangan secara riil tersebut dikarenakan

semakin tingginya impor antarprovinsi yang didominasi oleh impor bahan

kebutuhan sehari-hari. Secara nominal, peningkatan neraca perdagangan terjadi

pada tahun 2005, 2006 dan puncaknya pada tahun 2009 dengan nilai surplus

sebesar Rp. 22,7 triliun (Gambar 4.7). Apabila dihitung rata-rata kenaikan tiap

tahunnya mencapai Rp. 1,12 triliun. Sedangkan secara riil, hanya pada tahun 2002

dan 2003 mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, neraca perdagangan secara

riil surplus sebesar Rp. 5,11 triliun, sedangkan pada akhir tahun 2010 neraca

perdagangan secara riil mengalami defisit sebesar Rp. 4,98 triliun. Apabila

dihitung penurunan tiap tahunnya mencapai Rp. 1 triliun (Tabel 4.6).

Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah), 2011.

Gambar 4.7 Perbandingan Ekspor Bersih Riil dan Nominal Provinsi Papua

Tahun 2000–2010 (dalam triliun rupiah).

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(triliun rupiah)

Tahun

Ekspor Bersih Riil Ekspor Bersih Nominal