BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MEDIA ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11703/4/T1...31...

30
27 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MEDIA, ANALISIS DATA, DAN REFLEKSI HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan Media 4.1.1 Profil Portal Berita Kompas.com Kompas.com merupakan portal berita di bawah naungan PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Group) yang didirikan oleh mendiang P.K. Ojong dan Jakoeb Oetama. Kompas.com menyajikan berita-berita aktual di bidang hukum, sosial, politik, humaniora, dan lain sebagainya. Dimulai pada tahun 1995 dengan nama Kompas Online, Kompas Online pada awalnya hanya berperan sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian tahun 1998 Kompas Online bertransformasi menjadi Kompas.com dengan berfokus pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru. Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di Indonesia. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2008 Kompas.com tampil dengan perubahan penampilan yang signifikan. Mengusung ide “Reborn”, Kompas.com membawa logo, tata letak, hingga konsep baru di dalamnya. Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan tentunya tetap mengedepankan unsur user-friendly dan advertiser-friendly. Sinergi ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi lengkap, yang tidak hanya menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga gambar, video, hingga live streaming. Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif Kompas.com di awal tahun 2008 yang mencapai 20 juta pembaca aktif per bulan, dengan 40 hingga 100 juta page views/impression per bulan. 1 Kemudian pada tahun 2013, Kompas.com kembali melakukan perubahan yakni tampilan halaman yang lebih rapi dan bersih, serta fitur baru yang lebih personal untuk memudahkan pembacanya dalam memilih informasi. 1 http://inside.kompas.com/about-us (diakses 01/11/2014)

Transcript of BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MEDIA ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11703/4/T1...31...

27

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MEDIA, ANALISIS DATA, DAN

REFLEKSI HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan Media

4.1.1 Profil Portal Berita Kompas.com

Kompas.com merupakan portal berita di bawah naungan PT. Kompas Cyber Media

(Kompas Gramedia Group) yang didirikan oleh mendiang P.K. Ojong dan Jakoeb Oetama.

Kompas.com menyajikan berita-berita aktual di bidang hukum, sosial, politik, humaniora, dan

lain sebagainya.

Dimulai pada tahun 1995 dengan nama Kompas Online, Kompas Online pada awalnya

hanya berperan sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian tahun 1998 Kompas

Online bertransformasi menjadi Kompas.com dengan berfokus pada pengembangan isi, desain,

dan strategi pemasaran yang baru. Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita

terpercaya di Indonesia.

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2008 Kompas.com tampil dengan perubahan

penampilan yang signifikan. Mengusung ide “Reborn”, Kompas.com membawa logo, tata letak,

hingga konsep baru di dalamnya. Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan tentunya

tetap mengedepankan unsur user-friendly dan advertiser-friendly.

Sinergi ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi lengkap, yang tidak hanya

menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga gambar, video, hingga live streaming.

Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif Kompas.com di awal tahun 2008

yang mencapai 20 juta pembaca aktif per bulan, dengan 40 hingga 100 juta page

views/impression per bulan.1

Kemudian pada tahun 2013, Kompas.com kembali melakukan perubahan yakni tampilan

halaman yang lebih rapi dan bersih, serta fitur baru yang lebih personal untuk memudahkan

pembacanya dalam memilih informasi.

1 http://inside.kompas.com/about-us (diakses 01/11/2014)

28

4.1.2 Profil Portal Berita Detik.com

Detik.com adalah portal berita terpercaya yang menyajikan berbagai berita aktual baik

lingkup nasional maupun internasional, serta menyediakan bermacam-macam artikel online.

Berbeda dari situs-situs berita berbahasa Indonesianya lainnya, Detik.com hanya mempunyai

edisi online dan menggantungkan pendapatan dari bidang iklan.

Portal berita Detik.com awalnya didirikan oleh 4 orang, mereka adalah Budiono

darsono, Yayan Sopyan, Abdul Rahman (eks wartawan Tempo), dan Didi Nugrahadi. Dari

keempat pendiri Detik.com ini, Budiono Darsono merupakan yang pertama sekali mencetuskan

ide untuk membuat media berita online dengan berita yang selalu up to date. Sesuai dengan

slogan mereka “Kenapa tunggu besok kalau detik ini juga anda sudah tahu informasi?”.

Detik.com lalu diakuisisi oleh CT. Corp pada tahun 2011 sebesar Rp 540 Milliar. Setelah

diambil alih, maka selanjutnya jajaran direksi akan diisi oleh pihak-pihak dari Trans Corp

sebagai perpanjangan dengan CT Corp di ranah media. Dan komisaris Utama dijabat Jenderal

(Purn) Bimantoro, merangkap komisaris utama Carrefour Indonesia, yang juga dimiliki Chairul

Tanjung.

Setelah akuisisi, Detik.com mengalami banyak perkembangan. Saat ini situs Detik.com

telah menjadi salah satu situs ternama di Indonesia dengan jumlah visitor yang sangat besar.

Pengunjung situs Detik.com saat ini mencapai 3 juta hits per hari, dan menjadi salah satu situs

yang paling sering dibuka oleh seluruh pengguna internet di Indonesia.2

Manajemen Detik.com:

Komisaris Utama: Drs Raden Suroyo Bimantoro

Wakil Komisaris Utama: Zainal Rahman

Komisaris:

Sutrisno Iwantono

Direktur Utama: Budiono Darsono

Direktur Sales dan Marketing: Nur Wahyuni Sulistiowati

Direktur Keuangan dan HRD: Warnedy

2 https://www.maxmanroe.com/budiona-darsono-pendiri-detik-com-media-online-terbesar-di-indonesia.html(diakses

01/11/2014)

29

4.2 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis pembingkaian terhadap berita-berita

yang dimuat oleh Kompas.com dan Detik.com tentang konflik dualisme DPR pada tanggal 29

hingga 31 Oktober 2014, menggunakan analisis framing model Robert Entman. Adapun

penyajiannya diurutkan sesuai dengan urutan waktu (kronologis) diterbitkannya berita terkait di

kedua portal berita tersebut.

30

4.2.1 Analisis Artikel 1

Judul : Muncul Pimpinan Tandingan, Politisi di DPR Dinilai Belum Bisa

Move On

Sumber : Detik.com

Ringkasan : Berita ini berisikan pendapat pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengenai

konflik dualisme di DPR hingga menyebabkan munculnya pimpinan DPR tandingan.

Kemunculan pimpinan DPR tandingan ini, diberitakan karena fraksi KIH tidak puas dengan

kepemimpinan Ketua DPR Setya Novanto cs yang berasal dari fraksi KMP setelah KMP

menguasai seluruh kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD)

Tabel 4.1

Analisis Framing Robert Entman Artikel 1

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

Munculnya DPR tandingan sebagai akibat

dari dua kubu politik di DPR yang belum

beranjak dari persaingan masa Pilpres

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

Perseteruan politik antara KMP dan KIH,

serta ambisi KMP ingin menguasai DPR

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Sistem paket dalam mekanisme voting atau

pengambilan suara terbanyak tidak

mencerminkan politik demokrasi

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

KMP seharusnya merelakan pemilihan AKD

melalui musyawarah mufakat dan tidak

menggunakan sistem paket bila terpaksa

dilakukan mekanisme voting

Sumber: Data primer, 2014

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

31

Keseluruhan isi berita ini merupakan pendapat narasumber Refly Harun, seorang pakar

hukum tata negara, mengenai konflik dualisme yang melanda DPR hingga memunculkan DPR

tandingan bentukan fraksi KIH. Detik.com membingkai identifikasi masalah lewat kutipan

wawancara dengan Refly, yang menilai munculnya pimpinan DPR tandingan ini sebagai akibat

dua kubu berseberangan di DPR yakni KMP dan KIH yang belum move on atau beranjak dari

persaingan politik semasa Pilpres.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Dari Identifikasi masalah yang dibingkai Detik.com tersebut, tercermin pula apa yang

dianggap menjadi penyebab masalah dalam berita ini, yang tak lain karena perseteruan politik

antara KMP dan KIH sejak kontestasi Pilpres. Namun Detik.com juga menekankan bahwa

ambisi politik KMP merupakan penyebab masalah yang sama. Dalam berita ini, disebutkan

bahwa munculnya pimpinan DPR tandingan juga dipicu oleh ambisi KMP yang ingin menguasai

DPR dengan menyapu bersih seluruh kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan AKD.

3. Membuat Keputusan Moral

Penilaian moral dalam berita ini terlihat pula dalam kutipan wawancara Detik.com

dengan Refly Harun. Pada kutipan yang dimaksud, Refly menyatakan bahwa voting atau

mekanisme pemungutan suara terbanyak dalam proses pemilihan pimpinan di DPR harus tetap

mencermikan politik demokrasi, yaitu dengan tidak menggunakan sistem paket. Dari kutipan

tersebut, Detik.com memberi penilaian moral bahwa sistem paket pada mekanisme voting dalam

sidang pemilihan pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto cs tidak mencerminkan politik

demokrasi.

4. Menekankan Penyelesaian

Detik.com menekankan penyelesaian masalah berdasarkan keterangan Refly yang

mengatakan bahwa setelah menguasai kursi pimpinan DPR dan pimpinan komisi seharusnya

KMP merelakan pemilihan AKD melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Selain itu,

kalaupun terpaksa dilakukan voting harus tetap mencerminkan politik demokrasi dengan tidak

menggunakan sistem paket.

32

4.2.2 Analisis Artikel 2

Judul : Gonjang Ganjing Politik, Ketika DPR Terbelah Dua

Sumber : Detik.com

Ringkasan : Dalam berita ini disebut masa depan politik di parlemen Indonesia semakin

runyam menyusul adanya DPR tandingan yang digagas KIH. Disebutkan pula bahwa munculnya

DPR tandingan ini berawal dari ketidakpuasan kubu KIH yang merasa tak diajak KMP dalam

pembagian kursi di parlemen. Dalam berita ini juga dikutip wawancara politisi dari kedua kubu

tersebut yang mengklaim langkah politik masing-masing kubu adalah agar fungsi DPR

secepatnya berjalan.

Tabel 4.2

Analisis Framing Robert Entman Artikel 2

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

DPR tandingan membuat politik runyam,

serta dapat berimbas pada perekonomian

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

KMP yang menyapu bersih kursi pimpinan di

DPR, dan KIH yang bermanuver membentuk

pimpinan DPR tandingan

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Kemunculan DPR tandingan semakin

membuat masyarakat antipati terhadap DPR

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Kedua kubu sedianya musyawarah untuk

mufakat dalam setiap pengambilan keputusan

Sumber: Data primer, 2014

33

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

Pada alinea pertama berita, Detik.com menuliskan opini yang menyebut bahwa masa

depan politik parlemen di Indonesia semakin runyam dengan adanya DPR tandingan. Dituliskan

pula harapan agar konflik di kompleks Senayan itu tidak berimbas pada perekonomian. Melalui

opini tersebut, Kompas.com mengidentifikasi masalah munculnya DPR tandingan sebagai

masalah serius yang bisa saja berimbas pada perekonomian negara, serta hanya akan membuat

runyam situasi politik terutama di parlemen, apapun alasan pembentukannya.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Dalam berita ini, tak hanya disebutkan langkah KIH membentuk DPR tandingan yang

membuat runyam politik. KMP juga disebut telah menyapu bersih kursi pimpinan DPR dan tidak

membagi jatah pimpinan komisi dan AKD untuk KIH sehingga muncul ketidakpuasan dari pihak

KIH. Dari sini terihat Detik.com tidak memberi penekanan pada salah satu kubu politik tertentu

sebagai penyebab masalah, namun lebih pada perseteruan antara keduanya.

3. Membuat Keputusan Moral

Berita ini memuat kutipan wawancara narasumber dari kedua kubu yang berkonflik,

jugabopini yang menyebutkan bahwa munculnya DPR tandingan mungkin akan semakin

membuat masyarakat antipati terhadap DPR dan Parpol. Wawancara dengan narasumber dari

pihak KIH, Detik.com memilihh Arif Wibowo, anggota DPR dari fraksi PDIP, yang mengklaim

bahwa langkah KIH membentuk DPR tandingan adalah demi menjaga berjalannya fungsi

pimpinan DPR. Selanjutnya dari kubu KMP, Detik.com mewawancarai Ketua DPR Setya

Novanto dari fraksi Golkar. Setya mengatakan bahwa proses pemilihan pimpinan DPR berikut

pimpinan komisi dan AKD telah melalui proses yang panjang dan menyerahkan penilaiannya

kepada rakyat. Dengan mengutip keterangan dari kedua narasumber yang saling bertentangan

ini, tampak Detikcom tidak memberi penilaian moral bagi klaim keduanya. Penilaian moral lebih

kepada rakyat yang disebut Detik.com akan antipati pada DPR bila konflik dualisme ini terus

berlanjut.

34

4. Menekankan Penyelesaian

Pada alinea terakhir, Detik.com kembali menulis opini yang menyebutkan semoga saja

keramaian segera berakhir dan musyawarah untuk mufakat segera diambil, semua untuk rakyat.

Dari sini terihat upaya Detik.com memberi penekanan penyelesaian dengan rekomendasi untuk

musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan di DPR. Hal itu harus dilakukan demi

kepentingan rakyat sebagai konstituen para anggota dewan tersebut.

35

4.2.3 Analisis Artikel 3

Judul : DPR Terbelah, Kemana Jiwa Kenegarawanan Para Politisi Senayan?

Sumber : Detik.com

Ringkasan : Berita ini adalah seputar wawancara dengan Ketua Dewan Kehormatan Partai

Demokrat, Amir Syamsuddin, yang dalam salah satu pernyataannya menyebut politisi Senayan

membutuhkan jiwa kenegarawanan dalam menyikapi pertentangan politik di DPR.

Tabel 4.3

Analisis Framing Robert Entman Artikel 3

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

DPR terbelah akibat ketiadaan jiwa

negarawan para anggota dewan, dan

semangat persaingan Pilpres yang belum

mereda di antara kubu KMP dengan KIH

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

KMP dan KIH yang berebut kursi pimpinan

DPR hingga pimpinan komisi

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Terbelahnya DPR adalah cerminan wakil

rakyat yang berpikiran sempit

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Anggota DPR agar mengedepankan

musyawarah, KMP memberi jatah

proporsional pada KIH di pimpinan komisi

Sumber: Data primer, 2014

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

36

Detik.com mengidentifikasi masalah dalam pemberitaan ini sebagai semangat persaingan

pilpres antara kubu KMP dengan KIH yang belum mereda meski pilpres telah lama usai.

Akibatnya kini DPR terbelah, dan apa yang terjadi ini membuat miris. Identifikasi tersebut

secara eksplisit terungkap pada opini yang dituliskan Detik.com pada paragraf pertama dan

kedua dalam berita. Selanjutnya Detik.com juga memberi berita ini judul “DPR Terbelah,

Kemana Jiwa Kenegarawanan Para Politisi Senayan?”, judul itu diambil dari kutipan wawancara

dengan Ketua Dewan Partai Demokrat Amir Syamsudin yang mempertanyakan jiwa negarawan

para anggota dewan yang berseteru berebut kursi pimpinan DPR. Dari penggunaan judul

tersebut, Detik.com juga mengidentifikasi masalah ini sebagai ketiadaan jiwa kenegarawanan

semua anggota dewan, yang berasai dari KMP maupun KIH.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Setelah masalah diidentifikasi Detik.com sebagai persaingan masa pilpres yang tidak

kunjung reda antara KMP dan KIH, maka penyebab masalah yang ditonjolkan Detik.com dengan

sendirinya adalah KMP dan KIH yang berebut kursi pimpinan DPR serta pimpinan komisi

sebagai ekses dari persaingan politik antara kedua kubu tersebut.

3. Membuat Keputusan Moral

Detik.com kembali mengutip pernyataan narasumber, Amir Syamsuddin, yang

mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang besar, karena itu wakil rakyatnya jangan

berpikiran sempit. Melalui kutipan tersebut, Detik.com memberikan penilaian moral bawa

terbelahnya DPR ini adalah cerminan wakil rakyat berpikiran sempit yang kerjanya hanya

berebut kuasa.

4. Menekankan Penyelesaian

Upaya Detik.com menekankan penyelesaian tampak pada kutipan wawancara berikutnya

dengan Amir, narasumber tunggal dalam berita ini. Dalam wawancara tersebut, Detik.com

mengutip saran Amir agar tetap mengedepankan musyawarah dan melupakan semua konflik

yang terjadi di masa pilpres. Dituliskan pula bahwa Amir mengatakan tidak ada salahnya jika

KMP memberi jatah yang proporsional pada KIH di pimpinan komisi, hal itu dinilai tidak

merugikan KMP.

37

4.2.4 Analisis Artikel 4

Judul : DPR Terbelah Karena KMP dan KIH Berebut Kuasa, Kapan Kerjanya?

Sumber : Detik.com

Ringkasan : Berita ini masih seputar mempertanyakan anggota fraksi KMP dan KIH yang

berebut kursi pimpinan DPR serta pimpinan komisi. Narasumber Detik.com kali ini adalah

seorang pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Arie Sudjito. Disebutkan Arie dalam

wawancaranya, kalau kondisi ini berlanjut maka DPR telah kehilangan arah.

Tabel 4.4

Analisis Framing Robert Entman Artikel 4

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

DPR terbelah karena KMP dan KIH sibuk

berebut kuasa, DPR mengalami disorientasi

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

KMP dan KIH yang berebut kursi pimpinan

DPR, bukan mengurusi persoalan bangsa

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Konflik di DPR tidak substantif, kedua kubu

hanya mementingkan kekuasaan

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Seharusnya anggota DPR cooling down dan

merenungkan makna menjadi wakil rakyat

Sumber: Data primer, 2014

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

Dari judul yang digunakan Detik.com pada berita ini, yaitu “DPR Terbelah Karena KMP

dan KIH Berebut Kuasa, Kapan Kerjanya?”, secara gamblang menunjukkan Detik.com

mengidentifikasi masalah terbelahnya DPR akibat kedua koalisi yang terus berebut kuasa, dalam

38

hal ini memperebutkan kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi dan AKD. Kedua kubu juga

ditekankan sebagai pihak yang melalaikan kerjanya sebagai wakil rakyat dan mengalami

disorientasi. Penekanan itu terkandung dalam wawancara Detikcom dengan Arie Sudjito,

pengamat politik dari UGM.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Dari penggunaan judul pula, tampak penyebab masalah mengarah pada KMP dan KIH

yang hanya berebut kursi pimpinan DPR. Hal itu juga diperkuat Detik.com dengan mengutip

pernyataan Arie yang menyebutkan bahwa sangat berbahaya bila kedua koalisi itu terus

berkonflik, tugas-tugas DPR seperti budgeting (penganggaran) dan controlling (pengawasan)

menjadi terbengkalai.

3. Membuat Keputusan Moral

Penilaian moral negatif dijatuhkan kepada KMP dan KIH. Perseteruan kedua kubu

dikonstruksi Detik.com sebagai keributan yang tidak substantif, dalam hal ini bukan meributkan

persoalan bangsa tetapi kekuasaan dan kepentingan politik belaka. Penilaian itu terdapat pada

kutipan wawancara Arie yang mengatakan kedua koalisi ribut sendiri dan tidak mengurusi

persoalan bangsa, mereka juga melanggar sumpahnya sebagai anggota dewan.

4. Menekankan Penyelesaian

Penekanan penyelesaian yang ditonjolkan Detik.com kali ini terlihat pada alinea terakhir

dalam berita. Detik.com mengutip statement terakhir Arie Sudjito yang menyarankan anggota

DPR seharusnya cooling down dulu atau menenangkan suasana hati untuk mencairkan situasi

politik yang tegang. Arie menambahkan bahwa mereka juga perlu merenungkan kembali makna

menjadi wakil rakyat.

39

4.2.5 Analisis Artikel 5

Judul : Kegaduhan DPR Dapat Diselesaikan di MK Untuk Hilangkan Sistem

Paket

Sumber : Detik.com

Ringkasan : Artikel berita ini menyebutkan ada saran untuk KIH yang protes dengan aturan

sistem paket. Narasumber berita ini, Refly Harun yang merupakan pakar hukum tata negara

memberikan saran untuk mengajukan gugatan terkait aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi

(MK). Disebutkan Refly dalam wawancaranya, gugatan kali ini lebih berpeluang dikabulkan

MK.

Tabel 4.5

Analisis Framing Robert Entman Artikel 5

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

KIH yang protes dengan sistem paket

berlandaskan UU MD3 adalah masalah

ketatanegaraan yang bisa diselesaikan di MK

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

Aksi sapu bersih yang dilakukan KMP

menggunakan sistem paket, reaksi KIH yang

membentuk pimpinan DPR tandingan

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Sistem paket merupakan bahaya laten

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

UU MD3 diajukan ke MK untuk ditinjau

kembali agar sistem paket bisa dihapus

Sumber: Data primer, 2014

40

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan keterangan dalam wawancara dengan Pakar Hukum Tata Negara Refly

Harun, Detik.com mengidentifikasi masalah KIH yang protes dengan sistem paket berlandaskan

UU MD3 sebagai masalah ketatanegaraan yang dapat diseselaikan di MK.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Sistem paket dan UU MD3 dianggap sebagai penyebab masalah. Hal itu berdasarkan

penuturan Refly dalam berita ini yang mengatakan munculnya DPR tandingan bentukan KIH

adalah akibat sapu bersih kursi pimpinan DPR oleh KMP dengan menggunakan sistem paket.

Pendapat Refly yang juga dikutip Detik.com menyebutkan bahwa hulu dari masalah (konflik

dualisme DPR) ini adalah sistem paket yang terdapat di UU MD3. Namun reaksi KIH

membentuk DPR tandingan juga dipandang Detik.com sebagai penyebab masalah. Disebutkan

dalam berita ini, KIH seharusnya berusaha sejak awal melakukan upaya musyawarah, namun

bila kemungkinan musyawarah tak kunjung tercipta maka bukan berarti KIH boleh membentuk

DPR tandingan.

3. Membuat Keputusan Moral

Penilaian moral diberikan pada keberadaan UU MD3 yang memungkinkan digunakannya

sistem paket dalam memilih pimpinan DPR. Kutipan wawancara Refly selanjutnya menyatakan

sistem paket yang terdapat dalam UU MD3 merupakan bahaya laten karena mungkin saja sistem

ini juga dianut pimpinan lembaga negara lainnya yang akan mengakibatkan lembaga negara

hanya diisi golongan tertentu.

4. Menekankan Penyelesaian

Upaya penyelesaian yang hendak ditekankan Detik.com terihat dari saran Refly Harun

untuk mengajukan UU MD3 ke MK untuk ditinjau kembali. Dikatakan Refly, kalau pasal itu

nantinya bisa dihapus, maka sistem paket juga bisa dihapus dan dapat dilakukan pemilihan ulang

pimpinan DPR, MPR, serta alat kelengkapan dewan lainnya.

41

4.2.6 Analisis Artikel 6

Judul : Koalisi Indonesia Hebat Ingin Gelar Pemilihan Pimpinan Alat

Kelengkapan DPR Tandingan

Sumber : Kompas.com

Ringkasan : Dalam artikel ini diberitakan fraksi partai yang tergabung di Koalisi Indonesia

Hebat (KIH) ingin menggelar pemilihan alat kelengkapan dewan (AKD) sendiri sebagai

tandingan dari pemilihan AKD yang diadakan KMP plus Partai Demokrat. Langkah tersebut

diambil KIH karena mereka menganggap pemilihan AKD yang dilakukan fraksi (Koalisi Merah

Putih) KMP tidak sah.

Tabel 4.6

Analisis Framing Robert Entman Artikel 6

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

KIH ingin menggelar pemilihan AKD

tandingan karena pemilihan AKD versi KMP

tidak sah

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

KMP yang dianggap tidak sah dalam

menggelar pemilihan AKD karena hanya

diikuti oleh 5 fraksi atau setengah dari

keseluruhan jumlah fraksi di DPR

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Keinginan KIH menggelar pemilihan AKD

tandingan merupakan perjuangan politik

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Keinginan KIH tersebut wajar bila

direalisasikan karena politik itu dinamis

Sumber: Data primer, 2014

42

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

Dalam artikel berita ini, dibahas seputar keinginan fraksi-fraksi partai politik yang

tergabung di dalam KIH untuk mengadakan pemilihan pimpinan AKD tandingan. Melalui

narasumber tunggalnya, Hendrawan Supratikno yang merupakan seorang politisi dari KIH,

Kompas.com mengidentifikasi masalah keinginan KIH tersebut sebagai ekses atas langkah KMP

yang menggelar pemilihan AKD secara tidak sah.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Melalui narasumbernya pula, Kompas.com menuliskan bahwa pemilihan AKD yang

digelar KMP tidak sah karena hanya diikuti oleh lima fraksi, yakni Partai Golkar, Gerindra,

PAN, PKS, serta Demokrat, dimana jumlah itu hanya setengah keseluruhan jumlah fraksi di

DPR. Langkah KMP itu dituding sebagai pemicu timbulnya keinginan KIH untuk menggelar

pemilihan AKD tandingan, sehingga dalam berita ini tampak jelas KMP dianggap sebagai

penyebab masalah.

3. Membuat Keputusan Moral

Dituliskan dalam artikel ini bahwa pemilihan AKD yang digelar oleh KMP tetap berjalan

meski tanpa kehadiran fraksi yang tergabung dalam KIH, dan KIH juga dianggap tidak ingin

menempatkan anggota fraksinya di AKD tersebut. Pernyataan itu menunjukkan KMP telah

melakukan tindakan yang tidak fair dan terkesan sewenang-wenang, sehingga menimbulkan

anggapan bahwa keinginan KIH untuk menggelar pemilihan AKD tandingan merupakan suatu

perjuangan politik melawan kesewenang-wenangan KMP.

4. Menekankan Penyelesaian

Penekanan penyelesaian pada berita ini tampak pada pernyataan Hendrawan Supratikno

yang mengatakan bahwa keinginan KIH menggelar sendiri pemilihan AKD secara terpisah

dengan yang digelar oleh KMP merupakan sebuah solusi yang cerdas dan solutif karena politik

sangat dinamis. Kompas.com memberi ruang bagi Hendrawan untuk memberi keterangan secara

diplomatis, sebagaimana dinyatakan Hendrawan bahwa sedang dilakukan kajian-kajian untuk

dasar hukum pemilihan AKD tandingan tersebut. Secara tidak langsung Kompas.com

membingkai bahwa keinginan KIH ini, meski tanpa dasar hukum, adalah suatu hal yang lumrah

dalam konteks politik yang dinamis, sehingga wajar bila direalisasikan.

43

4.2.7 Analisis Artikel 7

Judul : Koalisi Indonesia Hebat Angkat Pimpinan DPR Tandingan

Sumber : Kompas.com

Ringkasan : Artikel ini memberitakan fraksi-fraksi KIH yang mengangkat sendiri

pimpinan DPR untuk sementara diluar pimpinan DPR yang telah disahkan sebelumnya. KIH

juga diberitakan sepakat untuk melayangkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR dan

mempermasalahkan penyelenggaraan beberapa sidang paripurna terakhir, termasuk sidang

pemilihan Alat Kelengkapan Dewan.

Tabel 4.7

Analisis Framing Robert Entman Artikel 7

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

Fraksi-fraksi KIH mengangkat pimpinan

DPR sendiri karena kecewa dengan pimpinan

DPR yang dikuasai politisi KMP

Diagnose Causes

(Menentukan penyebab masalah)

Pimpinan DPR dari kubu KMP yang

dianggap mengabaikan hak pokok anggota

DPR yakni hak menyatakan pendapat

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Pimpinan DPR yang berasal dari kubu KMP

hanya mementingkan golongannya

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Pimpinan DPR bila tidak cakap memimpin,

maka harus digantikan

Sumber: Data primer, 2014

Analisis:

1. Pendefinisan Masalah

44

Dalam artikel ini, Kompas.com kembali memilih narasumber hanya dari kubu KIH, salah

satunya Arif Wibowo dari fraksi PDIP, yang menyatakan bahwa pengangkatan pimpinan DPR

tandingan oleh KIH ini merupakan bentuk kekecewaan atas kepemimpinan politisi KMP. Dari

keterangan narasumber tersebut, Kompas.com mengkonstruksi upaya pengangkatan pimpinan

DPR sendiri oleh KIH ini sebagai reaksi kekecewaan KIH yang diperlakukan tidak adil oleh

pimpinan DPR asal KMP.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Kompas.com juga mengutip pernyataan Arif Wibowo bahwa pimpinan DPR asal KMP

telah secara nyata mengabaikan hak pokok anggota DPR yakni hak menyatakan pendapat,

dimana hal itu merupakan tindakan melanggar tata tertib. Dari pernyataan tersebut, KMP dilihat

sebagai penyebab masalah, dalam hal ini sebagai penyebab terjadinya dualisme kepemimpinan di

DPR.

3. Membuat Keputusan Moral

Disebutkan pula dalam berita ini, bahwa fraksi KIH sepakat untuk melayangkan mosi

tidak percaya kepada pimpinan DPR karena sidang paripurna yang selama ini dipimpin oleh

pimpinan DPR asal KMP, termasuk sidang pemilihan AKD, hanya mengakomodasi keinginan

KMP. Melalui keterangan itu, secara eksplisit Kompas.com telah memberikan penilaian moral

bahwa pimpinan DPR dari fraksi KMP ini hanya mementingkan golongannya dengan tidak

mengakomodasi kepentingan fraksi KIH.

4. Menekankan Penyelesaian

Penekanan penyelesaian oleh Kompas.com tampak dalam kutipan narasumber

Kompas.com selanjutnya yang juga berasal dari KIH, yakni politisi Partai Nasdem Victor

Laiskodat. Dalam berita ini, Victor menyatakan bahwa sejauh ini pimpinan DPR yang berasal

dari KMP tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya, dan pemimpin yang tidak cakap haruslah

digantikan. Dalam masalah ini yang dianggap tidak cakap memimpin adalah pimpinan DPR

definitif yang dikuasai politisi KMP, karena sebelumnya diberikan penilaian moral bahwa

pimpinan DPR versi KMP ini hanya mementingkan golongannya.

45

4.2.8 Analisis Artikel 8

Judul : “Sejak Awal, Koalisi Merah Putih Memang Cuma Basa-basi…”

Sumber : Kompas.com

Ringkasan : Fokus dalam berita ini adalah pendapat dari pakar psikologi Universitas

Indonesia, Hamdi Muluk, yang menilai bahwa 6 kursi pimpinan AKD yang ditawarkan KMP

untuk KIH hanyalah basa-basi. Dalam kutipan wawancaranya, Hamdi juga mengatakan bahwa

sejumlah upaya KIH untuk mendapatkan kursi pimpinan DPR juga tidak terlalu baik karena tak

mempertimbangkan KMP yang ngotot menggunakan UU MD3 sehingga KIH bisa dipastikan

kalah dalam mekanisme pengambilan suara terbanyak.

Tabel 4.8

Analisis Framing Robert Entman Artikel 8

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

Penawaran pembagian kekuasaan oleh KMP

dengan memberi 6 kursi pimpinan AKD

untuk KIH hanya sekedar basa-basi

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

KMP yang hanya membagi 6 dari total 47

kursi pimpinan AKD untuk KIH

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Sebagai koalisi pemenang Pilpres 2014,

kondisi KIH memprihatinkan. KIH dinilai

akan kesulitan mengesahkan sejumlah

program pemerintah

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

KIH seharusnya memperoleh kursi pimpinan

AKD secara proporsional, pemilihan

pimpinan AKD dilakukan secara

musyawarah untuk mufakat

Sumber: Data primer, 2014

46

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

Lewat kutipan wawancara dengan narasumber Hamdi Muluk dan penggunaan judul pada

berita ini, Kompas.com menngidentifikasi masalah KMP yang menawarkan pembagian

kekuasaan dengan memberi jatah 6 kursi pimpinan AKD untuk KIH sebagai langkah politik

yang tidak didasari itikad baik, atau hanya sekedar basa-basi.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Dari Identifikasi masalah yang dikonstruksi Kompas.com, praktis penyebab masalah

diarahkan pada langkah KMP yang dinilai oleh narasumber Kompas.com hanyalah basa-basi.

Disebutkan pula KMP hanya memberi KIH 6 dari total 47 kursi pimpinan AKD, atau dengan

kata lain KMP membagi kekuasaan dengan KIH secara tidak proporsional.

3. Membuat Keputusan Moral

Penilaian moral diberikan oleh Kompas.com pada KIH lewat keterangan yang

menyebutkan KIH sebagai koalisi pemenang Pilpres 2014 namun mengalami kondisi

memprihatinkan di parlemen. Melalui wawancara berikutnya dengan Hamdi, diprediksikan KIH

juga akan menghadapi jalan terjal dalam upaya mengesahkan program pemerintah.

4. Menekankan Penyelesaian

Kompas.com menekankan rekomendasi penyelesaian bahkan mulai dari alinea pertama

berita. Disitu disebutkan bahwa seharusnya KIH memperoleh kursi secara proporsional, dalam

hal ini kursi pimpinan AKD. Selain itu terdapat pula kutipan wawancara dengan Hamdi yang

mengatakan bahwa KIH harus sadar kalau mereka akan kalah kalau KMP ngotot pakai UU

MD3. Dengan kata lain, ingin ditekankan Kompas.com bahwa penyelesaian masalah adalah

dengan mengesampingkan UU MD3 yang memungkinkan voting, serta menggelar pemilihan

AKD dengan mekanisme musyawarah untuk mufakat.

47

4.2.9 Analisis Artikel 9

Judul : Ini Alasan Fraksi Pendukung Jokowi-JK Gelar Sidang Paripurna

Tandingan

Sumber : Kompas.com

Ringkasan : Dalam artikel ini diberitakan seputar alasan fraksi KIH yang bersikeras ingin

menggelar sidang paripurna tandingan utuk memilih dan menetapkan pimpinan DPR yang baru.

Disebutkan pula bahwa kubu KIH telah menggelar rapat pleno di masing-masing fraksi dalam

KIH yang hasilnya adalah keputusan untuk mengadakan sidang paripurna tandingan sebagai

upaya memberikan pesan moral kepada pimpinan dan seluruh anggota DPR yang berasal dari

kubu KMP.

Tabel 4.9

Analisis Framing Robert Entman Artikel 9

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

KIH terpaksa menggelar sidang paripurna

tandingan karena pimpinan DPR yang

dikuasai KMP tidak aspiratif

Diagnose Causes

(Menentukan penyebab masalah)

Pimpinan DPR dari KMP yang tidak

mendengarkan aspirasi fraksi-fraksi KIH

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Fraksi KIH memiliki hak dan kewenangan

konstitusional untuk mengambil sikap

politik, termasuk menggelar sidang paripurna

tandingan dengan tujuan memilih pimpinan

DPR sendiri

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Setjen DPR harus netral dengan juga

memfasilitasi sidang paripurna tandingan

yang digelar KIH

Sumber: Data primer, 2014

48

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

Pada berita Kompas.com kali ini, masalah fraksi KIH yang berencana menggelar sidang

paripurna tandingan diidentifikasi sebagai suatu langkah mendesak karena keadaan terpaksa. Hal

itu berdasarkan penuturan narasumber Ahmad Basarah, Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR.

Basarah mengatakan rencana KIH tersebut didorong ketidakpuasan lima fraksi KIH yang merasa

aspirasi dan pemikiran-pemikirannya tidak didengar oleh pimpinan DPR yang diisi oleh politisi-

politisi KMP, sehingga KIH dengan terpaksa harus menggelar sidang paripurna sendiri untuk

menandingi dominasi KMP.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Dari Identifikasi masalah diatas, tentu pimpinan DPR dari kubu KMP kembali dituding

menjadi penyebab masalah. Selain itu, penggunaan diksi “pendukung Jokowi-JK” oleh

Kompas.com sebagai kata ganti Koalisi Indonesia Hebat pada judul berita ini, terlihat pula

sebagai upaya mendiskreditkan KMP karena seolah-olah KMP tidak mendukung pemerintahan

Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sebagaimana saat Pilpres 2014 lalu. Tentunya setelah

Pilpres berakhir, maka hubungan pimpinan DPR dengan Jokowi-JK adalah hubungan legislatif

dengan eksekutif, tidak lagi pendukung atau bukan pendukung.

3. Membuat Keputusan Moral

Kompas.com mengkonstruksi manuver KIH yang menggelar sidang paripurna tandingan

ini sebagai suatu sikap politik yang tidak bertentangan dengan konstitusi, meski di sisi lain

manuver tersebut praktis membuat fungsi-fungsi legislasi terbengkalai. Hal itu tampak pada

pernyataan Basarah yang ditulis Kompas.com bahwa dirinya menegaskan jika fraksi KIH

memiliki 247 anggota DPR atau sekitar 60 juta suara konstituen sehingga KIH memiliki hak dan

kewenangan konstitusional untuk mengambil sikap politik, termasuk menggelar sidang paripurna

tandingan yang agendanya adalah pernyataan mosi tidak percaya pada pimpinan DPR, memilih

pimpinan DPR sendiri, memilih dan menetapkan anggota komisi serta AKD.

49

4. Menekankan Penyelesaian

Selanjutnya Kompas.com juga mengutip pernyataan Basarah yang mengharapkan Setjen

DPR untuk bersikap netral dengan kesediaan membantu memfasilitasi pelaksanaan sidang

paripurna tandingan. Dari pengutipan pernyataan tersebut, Kompas.com menekankan bahwa

netralitas Setjen DPR merupakan solusi atas konflik dualisme di DPR. Meski juga terdapat

wawancara dengan Fadli Zon dari kubu KMP dalam berita ini, yang menyatakan bahwa sidang

paripurna tandingan adalah ilegal serta melarang Setjen DPR memfasilitasi sidang tersebut,

namun pernyataan Fadli ditempatkan di alinea paling bawah serta tidak dikemukakan argumen-

argumen pendukung atas pernyataannya.

50

4.2.10 Analisis Artikel 10

Judul : Ketua DPR Fraksi KIH Menolak Disebut Ilegal

Sumber : Kompas.com

Ringkasan : Dalam artikel ini, yang menjadi fokus pemberitaan Kompas.com adalah

sanggahan Ketua DPR RI versi KIH mengenai struktur pimpinan parlemen versi mereka yang

dituding ilegal oleh sebagian kalangan politisi dan pengamat politik.

Tabel 4.10

Analisis Framing Robert Entman Artikel 10

Perangkat Framing Hasil Pengamatan

Define Problems

(Identifikasi masalah)

Struktur pimpinan DPR versi KIH dituding

ilegal meski memiliki legal standing

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab masalah)

Adanya pihak yang menyebut pimpinan DPR

versi KIH adalah ilegal

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Fraksi KIH mengisi kekosongan kursi

kepemimpinan DPR yang sebelumnya

mendapat mosi tidak percaya dari 5 parpol

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

KIH dapat melanjutkan proses pembentukan

struktur pimpinan DPR karena hal itu legal

Sumber: Data primer, 2014

Analisis:

1. Identifikasi Masalah

Narasumber tunggal Kompas.com dalam berita ini, Ketua DPR versi KIH Ida Fauziah,

menolak jika struktur pimpinan DPR versi mereka disebut ilegal. Dikutip oleh Kompas.com, Ida

menyatakan bahwa anggota KIH adalah juga anggota DPR terpilih yang sudah dilantik melalui

keputusan presiden serta memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai pimpinan

DPR. Pengutipan ini tanpa disertai wawancara narasumber yang dapat memberikan pendapat

51

hukum atas argumen Ida tersebut, sehingga terkesan pendapat Ida merupakan legal standing bagi

langkah KIH membentuk struktur pimpinan DPR tandingan. Maka identifikasi masalah oleh

Kompas.com adalah KIH disebut ilegal walau memiliki legal standing untuk membentuk

struktur pimpinan DPR versi mereka.

2. Menentukan Penyebab Masalah

Seperti diketahui dari Identifikasi masalah, berita ini dikonstruksi sebagai masalah KIH

disebut ilegal meski mempunyai legal standing untuk membentuk struktur pimpinan DPR sendiri

sebagai tandingan atas pimpinan DPR yang dikuasai fraksi KMP. Melalui konstruksi tersebut,

secara tidak langsung Kompas.com hendak menekankan bahwa adanya pihak yang menyebut

ilegal itulah sebagai penyebab masalah.

3. Membuat Keputusan Moral

Dalam artikel ini juga terdapat argumentasi yang ditonjolkan Kompas.com untuk

mendukung gagasan bahwa terjadi kekosongan kepemimpinan di DPR, dan langkah KIH

membentuk struktur pimpinan sendiri adalah legal dengan bertujuan mengisi kekosongan

tersebut. Argumentasi yang diberi penonjolan itu kembali diutarakan Ida Fauziah, yang

mengatakan bahwa lima partai politik anggota KIH telah melayangkan mosi tidak percaya

terhadap pimpinan DPR periode 2014 – 2019, sehingga kursi pimpinan DPR yang dikuasai KMP

itu dengan sendirinya tidak legitim dan terjadi kekosongan kepemimpinan di DPR.

4. Menekankan Penyelesaian

Konstruksi berita yang menunjukkan bahwa langkah KIH tidak ilegal serta penonjolan

argumentasi bahwa terjadi kekosongan kekuasaan di DPR rupanya mengarah pada penyelesaian

masalah yang direkomendasikan Kompas.com. Terkait kekosongan kepemimpinan DPR

tersebut, Ida Fauziah dalam kutipan wawancaranya menyebutkan bahwa dibutuhkan pimpinan

DPR baru untuk meng-handlenya. Lantas upaya melanjutkan pembentukan struktur pimpinan

DPR versi KIH, meski disebut ilegal oleh sejumlah kalangan politisi dan pengamat, dibingkai

Kompas.com sebagai penyelesaian masalah.

52

4.3 Refleksi Hasil Penelitian

Media sebagai saluran komunikasi massa saat ini bertindak sebagai agen konstruksi

realitas. Hall (1982) berpendapat bahwa berkenaan dengan eksistensi media massa, dewasa ini

tidak lagi memproduksi realitas atau tidak lagi menjadi wadah penyaluran informasi, tetapi justru

menentukan realitas atau melakukan pembingkaian melalui pemakaian kata-kata tertentu yang

dipilih. Jika ada berita yang menampilkan masalah konflik misalnya, hal itu bukanlah realitas

yang sebenarnya, melainkan lebih merupakan pantulan keikutsertaan media tersebut dalam

mengonstruksi realitas. Dalam ungkapan lain, fakta yang dilaporkan oleh media massa bukanlah

fakta yang sesungguhnya, karena media massa tersebut melalui strategi pembingkaian telah

mengonstruksi fakta yang diliputnya.

Pendapat Hall di atas terbukti pada pemberitaan media massa mengenai konflik dualisme

yang bergulir di DPR. Setelah peneliti melakukan pengamatan serta analisa terhadap berita-berita

di Detik.com dan Kompas.com terkait peristiwa tersebut, diketahui bahwa kedua portal berita ini

telah mengonstruksi realitas melalui pemilihan kata, sudut pandang, narasumber, serta pemilihan

kutipan dari narasumber.

Setelah dilakukan analisis framing model Robert Entman terhadap 5 berita konflik

dualisme DPR yang menjadi headline di Detik.com, peneliti menemukan bahwa Detik.com

cukup memperhatikan keberimbangan informasi dan data dengan menerapkan prinsip cover both

sides. Tercatat pada 3 berita, Detik.com menghadirkan narasumber pakar yang dianggap netral

dalam melihat konflik DPR ini, serta bukan dari kalangan politisi. Dan pada 2 berita lainnya,

diwawancarai narasumber politisi dari fraksi KMP dan KIH sehingga informasi yang

disampaikan menjadi berimbang karena digunakan dua sudut pandang.

Secara garis besar, Detik.com mengidentifikasi konflik sebagai persaingan politik antara

KMP dengan KIH yang belum mereda sejak masa Pemilihan Presiden 2014. Konflik juga

dibingkai Detik.com sebagai perebutan kekuasaan yang tidak substantif, dimana ambisi politik

masing-masing kubu dilihat sebagai penyebab masalah. Selanjutnya, Detik.com menekankan

penyelesaian melalui ranah hukum, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, agar konflik dualisme

ini tidak berlarut-larut dan fungsi DPR kembali berjalan.

Berbeda dari Detik.com, Kompas.com rupanya mengesampingkan prinsip

keberimbangan berita karena hanya menggunakan satu sudut pandang. Ditemukan pada 4 dari 5

53

berita tentang konflik dualisme DPR yang menjadi headline dalam rentang waktu 29 hingga 31

Oktober 2014, Kompas.com hanya mengutip hasil wawancara dari narasumber politisi yang

seluruhnya berasal dari KIH. Meski terdapat 1 berita dimana Kompas.com menghadirkan

narasumber seorang pakar psikologi, namun kutipan wawancara yang dimuat berisi statement

yang menyudutkan KMP.

Dari hasil analisis, peneliti juga menemukan bahwa Kompas.com mengonstruksi konflik

dualisme di parlemen hingga munculnya DPR tandingan ini sebagai proses perjuangan politik

KIH melawan ketidakadilan yang dilakukan KMP. Manuver politik KMP yang menyapu bersih

seluruh kursi pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan AKD secara umum dilihat Kompas.com

sebagai penyebab masalah. Selanjutnya melalui seleksi isu, Kompas.com memberi penekanan

penyelesaian agar kursi pimpinan DPR harus dibagi secara proporsional atau konflik dualisme

akan tetap berlanjut. Konsekuensinya, secara garis besar bingkai pemberitaan Kompas.com

berusaha menyamarkan fakta bahwa fungsi legislatif menjadi tersendat karena adanya DPR

tandingan yang digagas KIH.

Namun terdapat pula hal yang menjadi persamaan dari kedua portal berita ini dalam

membingkai berita konflik dualisme di DPR. Kedua media, melalui angle dan kutipan

wawancara dengan narasumber, berusaha membangun opini publik bahwa UU MD3 yang

memungkinkan salah satu kubu menguasai seluruh kursi pimpinan DPR melalui voting dan

sistem paket sebagai hulu konflik atau penyebab masalah utama. Baik Detik.com maupun

Kompas.com, keduanya sama-sama merekomendasikan mekanisme musyawarah untuk mufakat

sebagai jalan keluar dari perseteruan antara KMP dengan KIH. Berikutnya akan disajikan tabel

yang menjelaskan perbandingan bingkai antara Detik.com dan Kompas.com setelah dilakukan

analisis framing Robert Entman pada pemberitaan kedua media tersebut.

54

Tabel 4.11

Hasil analisis Framing Robert Entman pada Detik.com dan Kompas.com

Perangkat Framing Detik.com Kompas.com

Define Problems

(Identifikasi masalah)

Persaingan politik antara

KMP dan KIH sejak Pilpres

Perjuangan politik KIH

melawan ketidakadilan KMP

Diagnose Causes

(Menentukan Penyebab

masalah)

Ambisi politik masing-

masing koalisi,

UUMD3/sistem paket

Ambisi KMP yang ingin

menguasai DPR,

UUMD3/sistem paket

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

KMP dan KIH sama-sama

hanya berebut kuasa, tidak

memikirkan rakyat, DPR

tandingan tak boleh ada

KIH memperjuangkan hak

politik, DPR tandingan

sebagai langkah politik

menandingi dominasi KMP

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Musyawarah untuk mufakat,

UU MD3/sistem paket harus

diajukan ke Mahkamah

Konstitusi untuk dilakukan

Peninjauan Kembali

Musyawarah untuk mufakat,

formasi pimpinan DPR

berikut pimpinan komisi dan

AKD harus dibagi ke KIH

secara proporsional

Hasil penelitian pada tabel di atas juga membuktikan kedua portal berita tersebut telah

mengonstruksi peristiwa konflik dualisme DPR dengan ideologi media mereka masing-masing.

Jika menurut Raymond (dalam Eriyanto, 2002), ideologi media yakni ideologi yang dipercayai

sebagai sebuah sistem keyakinan ilusioner (gagasan atau kesadaran palsu) yang dikontraskan

dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang

dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya

untuk mendominasi kelompok lain. Karena kelompok yang dominan mengontrol kelompok lain

dengan menggunakan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat, akan membuat

kelompok yang didominasi melihat itu tampak alamiah, dan diterima sebagai kebenaran. Di sini,

55

ideologi disebarkan lewat berbagai instrumen salah satunya media massa. Dalam hal ini, yang

dimaksud sebagai kelompok berkuasa adalah media massa, dan konteksnya adalah Detik.com

dan Kompas.com.

Terlihat dalam pemberitaan konflik dualisme DPR, Kompas.com mengontrol kelompok

lain yakni khalayak pembacanya dengan menggunakan ideologi dalam mengkonstruksi

pemberitaannya. Dengan hanya memilih narasumber-narasumber tertentu yang mendukung

gagasan bahwa KIH diperlakukan tidak fair oleh KMP, DPR tandingan merupakan suatu

perjuangan politik, dan sebagainya, sehingga gagasan-gagasan yang ingin ditekankan oleh

Kompas.com itu dilihat sebagai sesuatu yang natural dan dapat diterima sebagai kebenaran oleh

khalayak pembacanya. Hal tersebut tidak terlepas dari kepemilikan Jakob Oetama yang selalu

dekat dan kompromis dengan kekuasaan eksekutif, dimana KIH adalah koalisi partai politik yang

berkuasa di lembaga eksekutif.

Sedangkan Detik.com tentu juga menggunakan ideologi mereka dalam mengkonstruksi

pemberitaan, tapi berada di ranah yang independen. Meski Chairul Tanjung (CT) sebagai pemilik

Detik.com terafiliasi langsung dengan partai politik yakni Partai Demokrat, namun posisi partai

tersebut sebagai „penyeimbang‟ yang tidak tergabung dalam KMP maupun KIH, sehingga kader-

kader Partai Demokrat termasuk CT dalam hal ini cenderung pragmatis.

Penelitian ini menunjukkan pula bahwa setiap media massa pasti memiliki ideologi.

Ideologi media ini dapat ditentukan oleh banyak faktor misalnya kepemilikan media, finansial,

kekerabatan, afiliasi politik, dan lain sebagainya. Selanjutnya Ideologi ini tentu mempengaruhi

konstruksi berita sehingga berpotensi terjadinya bias konstruksi, atau berita tersebut tidak

sepenuhnya sesuai dengan realitas yang ada. Biasnya konstruksi pemberitaan, dilihat dari

dampak disfungsi media, sangat berpotensi menyesatkan khalayak.

Selanjutnya bila ditinjau dari teori konstruksi realitas Peter L. Berger, peristiwa konflik

dualisme DPR ini merupakan realitas objektif atau fakta yang benar-benar terjadi. Namun

kemudian realitas objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai realitas subjektif oleh

pekerja media Detik.com dan Kompas.com yang meliput peristiwa tersebut. Para pekerja media

itu lalu mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi, preferensi, termasuk

ideologi media mereka dan menampilkannya sebagai realitas simbolik di portal berita online.

Realitas simbolik dalam hal ini adalah berita terkait yang disajikan di Detik.com dan

Kompas.com, yang kemudian diterima khalayak sebagai fakta sesungguhnya karena media

56

dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya, meski berita-berita tersebut bukanlah

cerminan realitas objektif atau fakta yang sebenar-benarnya. Sebab itu dibutuhkan pemahaman

literasi media atau tingkat melek media yang tinggi, karena tanpa memilah-milah dan memahami

lebih dalam sesuatu yang disajikan dalam berita, khalayak bisa terbawa dalam arahan konstruksi

yang dibangun oleh media.