BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PPh pasal 23 dan PPh …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00032-AK-Bab...
Transcript of BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PPh pasal 23 dan PPh …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00032-AK-Bab...
64
BAB IV
EVALUASI PERENCANAAN PPh pasal 23 dan PPh BADAN
PT PATRA JASA
Dari data yang telah diperoleh, penulis menilai bahwa PT Patra Jasa dapat
dikatakan telah melakukan suatu bentuk perencanaan atas laporan keuangannya, hal ini
terlihat dari laporan laba ruginya yang dijabarkan secara lebih terperinci dalam profit
and loss comparative report dimana banyak dilakukan koreksi-koreksi positif dan
negatif yang keduanya berpengaruh terhadap perolehan Penghasilan Kena Pajaknya.
Namun perencanaan pajak yang dilakukan masih ada yang belum sesuai dengan
peraturan perpajakan untuk pajak penghasilan, oleh karena itu penulis akan mencoba
melakukan evaluasi atas pelaksanaan dan perencanaan terhadap kewajiban pajaknya
yaitu PPh pasal 23 dan PPh Badan.
IV.1 Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan pasal 23 (PPh
pasal 23)
Pajak Penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan) dan
bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
65
Sepanjang tahun 2005 PT Patra Jasa melakukan transaksi-transaksi yang
berhubungan dengan PPh pasal 23, transaksi tersebut adalah transaksi yang dilakukan
dimana PT Patra Jasa bertindak sebagai pemotong atas transaksi jasa yang diberikan dari
pihak penjual.
Transaksi jasa yang dilakukan PT Patra Jasa sepanjang tahun 2005 antara lain
penggunaan jasa akuntan publik Drs. Santoso Harsokusumo, Irwan dan rekan,
pemakaian jasa pemeliharaan/perawatan/perbaikan atas aktiva yang dimiliki, pemakaian
jasa konstruksi, jasa instalasi, katering, termit, cleaning service, sewa, penyediaan
tenaga kerja, dan jasa pengacara.
Dari analisa yang dilakukan penulis terhadap data PPh pasal 23-nya, penulis
berpendapat bahwa PT Patra Jasa belum melakukan perencanaan yang lebih maksimal
atas pajak ini.
Selama ini PT Patra Jasa telah berusaha untuk sedapat mungkin mematuhi seluruh
kewajibannya sebagai wajib pajak dan pemotong dengan cara membayarkannya ke KPP
dimana PT Patra Jasa terdaftar dengan tepat waktu yaitu pada tanggal 10 setiap
bulannya, dengan melakukan pembayaran yang tepat waktu maka likuiditas perusahaan
tidak terganggu.
Lain halnya jika PT Patra Jasa tidak melakukan pemotongan dan pembayaran atas
transaksi jasa yang telah diterima secara taat, perusahaan akan berisiko untuk terkena
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan maksimal selama 24 bulan. Hal
seperti ini akan mengganggu likuiditas perusahaan karena non deductible expense
perusahaan bertambah.
66
Dari hasil evaluasi yang dilakukan penulis mendapatkan bahwa di dalam laporan
keuangan laba-rugi perusahaan terdapat pengeluaran biaya atas transaksi jasa yang
dibebankan sebagai biaya dalam pelaporan Laba/Rugi dalam beban operasi hotel/motel
1. Jasa Profesional
Hotel/Motel menggunakan jasa profesional untuk pelaksanaan kegiatan audit
dari akuntan publik Drs. Santoso Harsokusumo, Irwan dan rekan. Selain itu
dikeluarkan sejumlah dana untuk Biaya Legal (Legal Fee) untuk masalah
perijinan, dan outsourcing fee yang bertujuan untuk melaksanakan tugas-tugas
tertentu yang bertujuan untuk perluasan bisnis perusahaan. Biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran jasa-jasa profesional ini adalah
sebesar Rp 370.617.458
Peraturan telah menetapkan bahwa jasa profesional dikenakan tarif sebesar
50% dari jumlah obyek pajaknya, PPh pasal 23 untuk jasa ini dibayarkan tepat
waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Secara terperinci biaya untuk jasa
profesional dapat diuraikan sebagai berikut :
Audit Fee Rp 8.667.458,00
Legal Fee Rp 1.950.000,00
Outsourcing Fee Rp 360.000.000,00
total Rp 370.617.458,00
2. Aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat terus digunakan jika
dilakukan perawatan/pemeliharaan sehingga aktiva tersebut tetap dapat
digunakan untuk mendukung operasi perusahaan yang dapat meningkatkan
kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik lagi.
67
Begitupun dengan PT Patra Jasa, aktiva yang dimiliki perusahaan yang
sebagian besar berupa bangunan mengingat bidang usahanya yang bergerak di
bidang hospitality juga membutuhkan perawatan yang baik yang berpotensi
besar untuk menarik minat para tamu untuk menginap dengan tingkat
kenyamanan yang tinggi.
Untuk mencapai tujuan itu PT Patra Jasa melakukan perbaikan dan perawatan
(repair and maintenance) atas aktivanya, tidak hanya pada bangunan yang
dimiliki namun pada semua aktiva termasuk didalamnya kendaraan perusahaan
dan sistem dan unsur-unsur penunjang gedung. Total pengeluaran PT Patra
Jasa untuk biaya perbaikan dan perawatan ini adalah sebesar Rp 963.296.632
atas jasa ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan untuk PPh pasal 23 dengan
dasar tarifnya sebesar 40%, selain melakukan pemotongan PT Patra Jasa juga
menyetorkannya ke KPP tepat waktu.
3. Hotel/Motel Patra Jasa juga melakukan kegiatan sewa yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja para karyawan dan keperluan usaha. Biaya atas kegiatan
sewa terdiri dari penyewaan tempat, sewa mesin fotocopy, dan sewa fasilitas
sistem teknologi informasi. Biaya dari item sewa adalah sebesar Rp
541.598.556
Kantor pusat juga mengeluarkan biaya atas transaksi jasa. Jenis biaya yang dikeluakan
juga hampir sama dengan yang dikeluarkan oleh Hotel/Motel, yaitu :
1. Kantor pusat menggunakan jasa profesonal untuk penyediaan laporan
keuangan, jasa konsultasi hukum/pengacara dan legal untuk masalah perijinan,
jasa aktuaria untuk penghitungan dana pensiun.
68
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran jasa-jasa
profesioanal ini adalah sebesar Rp 456.846.793,89
Atas jasa profesional ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan atas jasa
profesional sebesar 50% dari jumlah obyek pajaknya, PPh pasal 23 untuk jasa
ini dibayarkan pada bulan diterimanya transaksi itu. Secara terperinci biaya
untuk jasa ini dapat diuraikan sebagai berikut :
Legal Fee Rp 9.362.100,00
Consultant Fee Rp 343.905.208,26
Audit Fee Rp 103.579.485,63
total Rp 456.846.793,89
2. Untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan perusahaan yang berpusat
di Jakarta dan unit-unit usaha yang berada di daerah diperlukan sistem on-line
yang memadai dan program komputer yang mendukung kerja para staf .
Oleh karena itu PT Patra Jasa melakukan instalasi program software tertentu
pada komputer setiap karyawannya, PT Patra Jasa mendapatkan jasa ini dari
PT IBM Indonesia dan untuk penggunaan software tersebut PT Patra Jasa
membayar sewa sebesar Rp 739.714.686,47
Sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan pemotongan PPh pasal 23 PT
Patra Jasa melakukan pemotongan atas jasa yang diterimanya ini dengan tarif
sebesar 40%
3. Aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat terus digunakan jika
dilakukan perawatan/pemeliharaan sehingga aktiva tersebut tetap dapat
69
digunakan untuk mendukung operasi perusahaan yang dapat meningkatkan
kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik lagi.
Begitupun dengan PT Patra Jasa, aktiva yang dimiliki perusahaan yang sebagian
besar berupa bangunan mengingat bidang usahanya yang bergerak di bidang
hospitality juga membutuhkan perawatan yang baik yang berpotensi besar
untuk menarik minat para tamu untuk menginap dengan tingkat kenyamanan
yang tinggi.
Untuk mencapai tujuan itu PT Patra Jasa melakukan perbaikan dan perawatan
(repair and maintenance) atas aktivanya, tidak hanya pada bangunan yang
dimiliki namun pada semua aktiva termasuk didalamnya kendaraan perusahaan,
komputer dan mesin-mesin penunjang kerja.
Total pengeluaran PT Patra Jasa untuk biaya perbaikan dan perawatan ini adalah
sebesar Rp 83.074.399,73 atas jasa ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan
untuk PPh pasal 23 dengan dasar tarifnya sebesar 40%, selain melakukan
pemotongan PT Patra Jasa juga melaporkannya ke KPP tepat waktu.
Dari hal-hal tersebut telah terlihat bahwa PT Patra Jasa belum melakukan
perencanaan yang lebih maksimal terhadap pemenuhan kewajiban PPh pasal 23-nya,
karena selama ini PT Patra Jasa hanya memenuhi kewajibannya sebagai pemotong yang
menyetorkan pajaknya tepat waktu. Perencanaan atas PPh pasal 23 PT Patra Jasa dapat
dilakukan dengan cara memaksimalkan beban-beban tersebut dengan metode gross up.
Berikut ini adalah perhitungan gross up untuk perencanaan PPh pasal 23 (dari
Hotel/Motel dan kantor pusat) yang dibebankan dalam PPh Badan
70
Perencanaan Sebelum Sesudah 1 Jasa profesional Audit Fee Rp 8,667,458.00 Legal Fee Rp 1,950,000.00 2 Outsourcing Fee Rp 360,000,000.00 2 Repair & Maintenance Furniture Rp 69,083,006.00 Curtain Rp 11,589,250.00
Elevator/escavator Rp 24,695,000.00 Building Rp 394,491,433.00 Plumbing Rp 146,668,320.00 Carpentry Rp 46,34,200.00 Pest cont Rp 75,650,977.00 Water treatment Rp 146,199,606.00 Wall paper Rp 105,000.00 Vehicle Rp 48,499,840.00 3 Sewa Space rental Rp 75,923,042.00 Photocopy machine Rp 3,186,010.00 System facility/IT Rp 462,489,504.00 gross up 1 Jasa Profesional Audit fee = 7.5% x Rp 8,667,458.00/0.925 Rp 9,370,225.00 Legal fee = 7.5% x Rp 1,950,000.00/0.925 Rp 2,108,108.00 2 Outsourcingt fee = 6% x Rp 360,000,000.00/0.94 Rp 382,978,723.00 3 Repair & maintenance Furniture = 6% x Rp 69,083,006.00/0,94 Rp 73,492,560.00 Curtain = 1.5% x Rp 11,589,250.00/0.985 Rp 11,765,736.00 Elevator/escavator = 6% x Rp 24,695,000.00/0.94 Rp 26,271,277.00 Building = 6% x Rp 394,491,433.00/0.94 Rp 419,671,737.00 Plumbing = 6% x Rp 146,668,320.00/0.94 Rp 156,030,128.00 Carpentry = 6% x Rp 46,314,200/0.94 Rp 49,270,426.00 Pest cont = 1.5% x Rp 75,650,977.00/0.985 Rp 76,803,022.00 Water treatment = 6% x Rp 146,199,606.00/0.94 Rp 155,531,496.00 Wall paper = 6% x Rp 105,000.00/0.94 Rp 111,702.00 Vehicle = 6% x Rp 48,499,840.00/0.94 Rp 51,595,574.00
71
3 Sewa Space Rental = 6% x Rp 75,923,042.00/0.94 Rp 80,769,194.00 Photocopy machine = 6% x Rp 3,186,010.00/0.94 Rp 3,389,372.00 System facility/IT = 6% x Rp 462,489,504.00/0.94 Rp 492,010,111.00 TOTAL Rp 1,875,512,646.00 Rp 1,991,169,391.00 PPh pasal 23 yang harus dibayar 1 Jasa profesional Audit fee = 7.5% Rp 650,059.00 Rp 702,767.00 Legal fee = 7.5% Rp 146,250.00 Rp 158,108.00 2 Outsourcing fee = 6% Rp 21,600,000.00 Rp 22,978,723.00 3 Repair & maintenance Furniture = 6% Rp 4,144,980.00 Rp 4,409,554.00 Curtain = 10% Rp 173,839.00 Rp 176,486.00 Elevator/escavator = 6% Rp 1,481,700.00 Rp 1,576,277.00 Building = 6% Rp 23,669,486.00 Rp 25,180,304.00 Plumbing = 6% Rp 8,800,099.00 Rp 9,361,808.00 Carpentry = 6% Rp 2,778,852.00 Rp 2,956,226.00 Pest cont = 1.5% Rp 1,134,765.00 Rp 1,152,045.00 Water treatment = 6% Rp 8,771,976.00 Rp 9,331,890.00 Wall paper = 6% Rp 6,300.00 Rp 6,702.00 Vehicle = 6% Rp 2,909,990.00 Rp 3,095,734.00 4 Sewa Space Rental = 6% Rp 4,555,383.00 Rp 4,846,152.00 Photocopy machine = 6% Rp 191,161.00 Rp 203,362.00 System facility/IT = 6% Rp 27,749,370.00 Rp 29,520,607.00 PPh pasal 23 yang disetor Rp 108,764,210.00 115,656,745.00 Pengurangan PPh badan akibat biaya Rp 1,875,512,646.00 1,991,169,391.00 Selisih kurang PPh Badan (Rp 1,991,169,391 - Rp 1,875,512,646) x 30% Rp 34,697,024.00 Selisih lebih pembayaran PPh 23 Rp (6,892,535.00) Penghematan beban pajak Rp 27,804,489.00
Tabel 4.1
72
Penulis juga melakukan penghitungan atas kegiatan jasa kantor pusat yang
dibebankan perusahaan dalam Laporan Laba/Rugi
Perencanaan
Sebelum Sesudah
1 Jasa profesional
Legal fee Rp 9,362,100.00
Consultant Fee Rp 349,905,208.26
Audit Fee Rp 103,579,485.63
2 Sewa (sotware programme) Rp 739,714,686.47
3 Perbaikan dan perawatan Rp 83,074,399.73
gross up
1 Jasa Profesional
Legal fee = 7.5% x Rp 9,362,100.00/0.925 Rp 10,121,189.00
Consultant fee = 7.5% x Rp 349,905,208.26/0.925 Rp 378,275,901.00
Audit fee = 7.5% x Rp 103,579,485.63/0.925 Rp 111,977,822.00
2 Sewa (software programme)
6% x Rp 739,714,686.47/0.94 Rp 786,930,517.00
3 Perbaikan dan perawatan
6% x Rp 83,074,399.73/0.94 Rp 88,377,021.00
TOTAL Rp 1,285,635,880.09 Rp 1,375,682,450.00
PPh pasal 23 yang harus dibayar
1 Jasa profesional
Legal fee = 7.5% Rp 702,158 Rp 759,089
Consultant fee = 7.5% Rp 26,242,891 Rp 28,370,693
Audit fee = 7.5% Rp 7,768,461 Rp 8,398,337
2 Sewa (software programme) = 6% Rp 44,382,881 Rp 47,215,831
3 Perbaikan dan perawatan = 6% Rp 4,984,464 Rp 5,302,621
PPh pasal 23 yang disetor Rp 84,080,855 Rp 90,046,571
Pengurangan PPh badan akibat biaya Rp 1,285,635,880.09 Rp 1,375,682,450
Selisih kurang PPh Badan
(Rp 1,375,682,450 - Rp 1,285,635,880.09) x 30% Rp 27,013,971
73
Selisih lebih pembayaran PPh 23 Rp (5,965,716)
Penghematan beban pajak Rp 21,048,255
Tabel 4.2
Dari perhitungan yang dilakukan dengan penggunaan metode gross up telah
terlihat perbedaan terhadap PPh pasal 23-nya, selain itu terlihat adanya penghematan
atas beban pajak terhadap PPh badan sebesar Rp 27.804.489
Selain itu penulis juga melakukan pemeriksaan ulang atas daftar bukti pemotongan PPh
pasal 23 dengan mengambil sample salah satu bukti pada bulan Mei 2005. Dalam hal ini
penulis menguji ketepatan penetapan dasar tarif dan jumlah yang disetorkan atas
terjadinya transaksi menurut Keputusan Dirjen Pajak no. Kep-305/PJ/2001 tanggal 18
april 2001 yang berlaku mulai tanggal 1 Mei 2001, transaksi-transaksi tersebut adalah :
a) Jasa di bidang profesional hukum Patra Jasa menggunakan Purbadi
Hardjoprajitno, SH sebagai pengacara. Biaya atas jasa ini dilaporkan sebesar
Rp 25.000.000 dengan tarif 15% x 50%
b) Untuk jasa konstruksi pengeluaran dilaporkan sebesar Rp 176.441.183 dengan
tarif 15% x 13.33%
c) Atas aktiva yang dimiliki PT Patra Jasa melakukan pemeliharaan/perawatan
dengan pengeluaran sebesar Rp 67.970.334 dengan tarif 15% x 40%
d) Pengeluaran untuk jasa cleaning service sebesar Rp 100.587.708 dengan tarif
15% x 10%
e) Transaksi atas jasa catering adalah sebesar Rp 536.625.000 dengan tarif 15%
x 10%
74
f) Biaya penyediaan tenaga kerja dikeluarkan sebesar Rp 482.294 tarif sebesar
15% x 40%
g) Jasa untuk teknologi informasi dikeluarkan sebesar Rp 143.575.000 tarifnya
sebesar 15% x 40%
h) Biaya penyewaan kendaraan dan tanaman adalah Rp 8.486.000 dikenakan
tarif sebesar 15% x 40%
i) Jasa laundry/pencucian dikeluarkan PT Patra Jasa sebesar Rp 9.564.000 yang
dikenakan tarif sebesar 15% x 10%
j) Jasa sipil/rancang bangun dikeluarkan sebesar Rp 44.892.953 dikenakan tarif
sebesar 15% x 13. 33%
Sebelumnya tercantum pada perhitungan bahwa besarnya PPh pasal 23 bulan Mei 2005
yang harus disetorkan PT Patra Jasa adalah sebesar Rp 28.953.678 namun setelah
penulis lakukan pemeriksaan dan penghitungan ulang atas data transaksinya, terdapat
kesalahan jumlah pada besarnya pajak pasal 23 atas beberapa transaksinya, yang
seharusnya sejumlah Rp 29.007.652,22 yaitu :
• CV Cahaya Mandiri, nilai transaksi sebesar Rp 535.120, menurut Keputusan
Dirjen pajak no. Kep-305/PJ/2001 tanggal 18 April 2001 bahwa transaksi atas
jasa konstruksi dikenakan tarif sebesar 15% x 13.33% dari jumlah brutonya. Dari
transaksi ini terdapat selisih sebesar Rp 53.513 dengan uraian sebagai berikut:
Perhitungan menurut perusahaan
( 15% x 13.33% ) x Rp 29.439.000 = Rp 535.120
Perhitungan yang benar
( 15% x 13.33% ) x Rp 29.439.000 = Rp 588.633
Selisih ( kurang bayar ) Rp 53.513
75
• Transaksi-transaksi lainnya terdapat kesalahan pembulatan, namun tidak terlalu
material
Tidak terdapat kesalahan terhadap ketepatan objek pemotongan, dasar
pengenaan tarif pemotongan serta perhitungan yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan
hasil analisa tersebut penulis menyimpulkan bahwa kesalahan yang terjadi bukan
merupakan kesalahan penghitungan namun kesalahan penulisan yang mengakibatkan
kurang bayar secara total sebesar Rp 53.975,22 sehingga jumlah PPh pasal 23 bulan Mei
yang harusnya dibayarkan adalah sebesar Rp 29.007.652,22 Atas kurang bayar ini
perusahaan dapat dikenakan sanksi administrasi yaitu bunga sebesar 2% per bulan
maksimal 24 bulan. Berikut ini adalah uraian atas penghitungan PPh pasal 23 menurut
perusahaan yang didalamnya terkandung kesalahan dan penghitungan yang telah
dilakukan pembetulan.
76
Transaksi Jasa sepanjang bulan Mei 2005
JENIS-JENIS JASA
Nilai Transaksi
1 Profesional Hukum Rp 25,000,000.00
2 Konstruksi Rp 176,441,183.00
3 Pemeliharaan/perawatan Rp 67,970,354.00
4 Cleaning Service Rp 100,587,708.00
5 Catering Rp 536,625,000.00
6 Penyedia Tenaker Rp 482,294.00
7 Teknologi Informasi Rp 143,575,000.00
8 Sewa kendaraan Rp 7,550,000.00
9 Laundry Rp 9,564,000.00
10 Sipil/rancang bangun Rp 44,892,953.00
11 Sewa tanaman Rp 936,000.00
TOTAL Rp 1,113,624,492.00
PPh pasal 23 yg harus disetor
perhitungan menurut persh. perhitungan yang benar
1 Profesional Hukum 7.5% Rp 1,875,000.00 Rp 1,875,000.00
2 Konstruksi 2% Rp 3,474,857.00 Rp 3,528,823.66
3 Pemeliharaan/perawatan 6% Rp 4,078,220.00 Rp 4,078,221.24
4 Cleaning Service 1.5% Rp 1,508,810.00 Rp 1,508,815.62
5 Catering 1.5% Rp 8,049,375.00 Rp 8,049,375.00
6 Penyedia Tenaker 6% Rp 28,936.00 Rp 28,937.64
7 Teknologi Informasi 6% Rp 8,614,500.00 Rp 8,614,500.00
8 Sewa kendaraan 3% Rp 226,500.00 Rp 226,500.00
9 Laundry 1.5% Rp 143,460.00 Rp 143,460.00
10 Sipil/rancang bangun 2% Rp 897,859.00 Rp 897,859.06
11 Sewa tanaman 6% Rp 56,160.00 Rp 56,160.00
Rp 28,953,677.00 Rp 29,007,652.22
Perhitungan menurut perusahaan Rp 28,953,677.00
Perhitungan yang benar Rp 29,007,652.22
Selisih ( kurang bayar) Rp (53,975.22)
77
IV.2 EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN
Penyajian laporan keuangan komersial yang disusun atas dasar PSAK (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan) tidak dapat dijadikan dasar penghitungan PPh Badan yang
pada akhir periode, yang telah ditetapkan oleh negara harus dilaporkan ke KPP dan
disetorkan besarnya pajak yang terutang ke bank. Laporan Laba Rugi Fiskal merupakan
laporan yang menjadi dasar dilakukannya penghitungan PPh Badan, untuk menghasilkan
Laporan Keuangan (Laba-Rugi) Fiskal sebelumnya perlu dilakukan rekonsiliasi.
Dalam Laporan rekonsiliasi dilakukan koreksi baik koreksi negatif maupun positif,
demikian juga dengan laporan-laporan keuangan PT Patra Jasa.
Koreksi positif banyak dilakukan atas laporan keuangan PT Patra Jasa khususnya pada
laporan laba-ruginya yang berpotensi menurunkan laba kena pajaknya, berikut ini
penjelasan yang penulis dapat berikan atas koreksi-koreksi fiskal dan negatif yang
dilakukan oleh PT Patra Jasa sepanjang periode tahun 2005 :
1. Koreksi Fiskal Negatif
a. Pendapatan PT Patra Jasa sepanjang tahun 2005 berasal dari hotel/motel, unit
perumahan, dan perkantoran dengan total keseluruhan pendapatan sebesar Rp
126.837.380.515
Berdasarkan pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh dan Keputusan Dirjen Pajak
no. Kep-227/PJ/2002 yang ditetapkan 23 April 2002 dan berlaku mulai 1 Mei
2002 bahwa pendapatan yang berasal dari hasil persewaan tanah dan bangunan
pajak penghasilannya diatur tersendiri yaitu dengan tarif final sebesar 10%.
78
Hal ini dikarenakan perbedaan sumber asal dan kriteria pendapatan. Pendapatan
dari sewa atas tanah dan bangunan diperlakukan berbeda dengan tarif umum.
Atas pendapatan ini PT Patra Jasa telah melaporkannya ke KPP dan
menyetorkannya ke bank yang telah ditunjuk tanggal 10 setiap bulannya.
Karena telah dibayarkan dan dilaporkan, maka dilakukan koreksi negatif
terhadap pendapatan yang berasal dari unit perumahan dan perkantoran dengan
jumlah total koreksi dari kedua pendapatan tersebut sebesar Rp 54.870.095.797
yang sangat mempengaruhi perolehan laba bersihnya. Sehingga pendapatan
yang menjadi penghasilan bruto PT Patra Jasa tahun 2005 hanya berasal dari
pendapatan hotel yaitu sebesar Rp 71.967.284.718
b. PT Patra Jasa mendapatkan penerimaan bunga atas giro dan simpanan yang
berada di bank dalam bentuk deposito. Pendapatan bunga yang diterima tahun
2005 adalah sebesar Rp 1.556.375.615
Menurut pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh dan Keputusan Menteri Keuangan
no. 51/KMK.04/2000 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 bahwa
pendapatan atas bunga yang berasal dari tabungan dan deposito pengenaan
pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah yang dikenakan tarif 20%.
Karena penerimaan bunga merupakan pendapatan yang bersifat final dan diatur
tersendiri menurut peraturan perpajakan maka perusahaan melakukan
pembayaran atas pendapatan ini dan melaporkannya ke KPP.
Karena pendapatan tersebut pajaknya sudah dibayarkan maka perusahaan
melakukan koreksi negatif atas item ini sehingga tidak dapat menambah
penghasilan brutonya. Pajak penghasilan atas pendapatan bunga dari bank yang
harus dibayar oleh PT Patra Jasa adalah sebesar :
79
PPh final = 20% x Rp 1.556.375.615 = Rp 311.275.123
c. Selain koreksi fiskal yang telah dijelaskan sebelumnya, PT Patra Jasa juga
melakukan koreksi fiskal tambahan. Koreksi fiskal tambahan ini tercantum
pada SPT PPh 1771-I Lampiran-I dengan jumlah koreksi sebesar Rp
4.993.562.625 yang dapat dirinci sebagai berikut :
Total Deffered Charged Hotel Rp 3.007.267.072
Total Deffered Charged Head Office Rp 3.500.707.707
Proporsional biaya non deductable
( 43.26% x Rp 3.500.707.707 ) (Rp 1.514.406.154,05)
Biaya deductable Head office Rp 1.986.301.552,95
Total Deffered Charged Rp 4.993.562.625
Pada dasarnya deffered charged adalah beban yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk hotel dan kantor pusat (head office) yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja para karyawan dan urusan legalisasi, misalnya
pemasangan sistem teknologi informasi dan permasalahan sertifikasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000, ditetapkan tanggal 21
Desember 2000 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001 bahwa biaya yang
berkaitan dengan pendapatan yang bersifat final dihitung dengan menggunakan
angka proporsional.
80
Hal ini dikarenakan asal sumber pendapatan yang bersifat final yang
menyebabkan biaya yang dapat dikurangi hanya sebagian dari besarnya biaya
yang dikeluarkan.
Karena menggunakan angka proporsi maka besarnya biaya yang layak
dikurangkan dan diakui sebagai biaya pengurang/deductible expense hanya
sebesar 56.74% dari total deeffered ofiice Rp 3.500.707.707 , sehingga
besarnya biaya atas deffered charged Head Office adalah sebesar Rp
1.986.301.552,95
d. Perusahaan menggunakan penghitungan atas biaya-biaya yang dikeluarkan
dengan menggunakan angka proporsional sebesar 43.26% untuk biaya non
deductiblenya. Namun pada biaya training, seminar and recruitment-ext dan
outsourcing-outsource untuk biaya non deductable-nya dihitung dengan
menggunakan proporsional sebesar 44.65%
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000 ditetapkan pada 21
Desember 2000 bahwa biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang bersifat final tidak dapat dibebankan
seluruhnya namun dihitung dengan menggunakan angka proporsional.
Hal ini dikarenakan kesalahan atas penghitungan biaya tersebut terhadap
penggunaan angka proporsional. Karena pada dasarnya angka proporsional
44.65% adalah proporsional pengurang atas biaya non deductible periode tahun
2004.
Kesalahan ini memang tidak terlalu fatal, namun pada akhirnya membuat
terjadinya perbedaan pada total penghitungan. Dan atas kedua biaya ini
81
dilakukan penghitungan kembali sehingga terjadi koreksi fiskal negatif dengan
total sebesar Rp 3.002.870,99
Pada dasarnya hal ini adalah kesalahan penghitungan, namun dapat terhindar
apabila sebelum dilaporkan, penyusun laporan ini dapat melakukan
penghitungan ulang dan pemeriksaan terhadap penghitungan biayanya yang
menggunakan angka proporsional. Karena kesalahan ini pada laporan laba-rugi
dilakukan penambahan biaya (koreksi negatif) atas biaya training, seminar and
recruitment-ext sebesar Rp 283.720,61 dan biaya outsourcing-outsource Rp
2.719.150,37
2. Koreksi Fiskal positif
a. Beban kepegawaian untuk karyawan hotel terdapat beban medical expense dan
meal expense sebesar Rp 2.530.483.911.
Menurut pasal 9 huruf 1e UU no.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan,
biaya yang dikeluarkan perusahaan atas kedua beban tersebut merupakan suatu
bentuk kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya dan
tidak termasuk ke dalam biaya fiskal.
Beban ini timbul karena perusahaan memberikan fasilitas kesehatan dan
pemberian makan yang semuanya ditanggung oleh perusahaan.
Karena kedua pembayaran atas beban tersebut ditanggung oleh perusahaan,
maka menurut fiskal beban tersebut bukanlah termasuk dalam biaya fiskal
sehingga harus dikoreksi fiskal positif.
82
Pada dasarnya biaya untuk pemberian makan pegawai merupakan bentuk natura
yang diberikan oleh perusahaan yang termasuk dalam golongan biaya komersil
sehingga harus dikoreksi. Namun pengecualian diberikan untuk biaya
pemberian makan, sehingga biaya ini boleh dijadikan biaya fiskal. Sedangkan
untuk biaya kesehatan pada dasarnya memang murni suatu bentuk natura, yang
tidak boleh dijadikan biaya fiskal. Oleh karena itu agar dapat dijadikan biaya,
penulis merekomendasikan agar perusahaan dapat memberikan suatu bentuk
tunjangan kesehatan keapada pegawai hotel tersebut, yang dapat dijadikan
biaya fiskal bagi perusahaan sebagai pihak pemberi kerja..
c. Penghitungan atas beban usaha kantor pusat secara keseluruhan dilakukan
dengan menggunakan angka proporsional yang berasal dari :
d.
PROPORSI PENDAPATAN USAHA
REVENUE
HOTEL/MOTEL REVENUE
71,967,284,718.00 Deductable
HOUSING REVENUE 19,953,525,238.00 Non Deductable
OFFICE REVENUE
34,916,570,559.00 Non Deductable
TOTAL REVENUE
126,837,380,515.00
Pendapatan Deductable / Total Pendapatan 56.74
Pendapatan Non Deductable / Total Pendapatan 43.26
100.00
83
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no.138 tahun 2000 yang ditetapkan tanggal
21 Desember 2000 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 bahwa biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan yang pengenaan
pajaknya bersifat final dihitung dengan menggunakan angka proporsional
tertentu.
Hal ini dikarenakan sektor Head Office yang memperoleh pendapatan dari
sewa, membuat biaya-biaya operasi perusahaan yang dikeluarkan tidak dapat
diakui seluruhnya sebagai biaya fiskal/deductible expense.
Karena menggunakan angka proporsional maka besarnya biaya operasi
perusahaan yang diakui menurut fiskal hanya sebesar 56.74% dan sisanya
sebesar 43,26% menjadi non deductible expense yang hanya dilaporkan dalam
Laporan Laba/Rugi.
c. Tahun 2005 PT Patra Jasa mencatat adanya biaya dari bank (bank charges) atas
dimilikinya sejumlah simpanan sebesar Rp 16.252.758
Berdasarkan pasal 6 Undang-undang PPh tahun 2000 biaya ini bukanlah biaya
fiskal yang dilayakan untuk mengurangi penghasilan bruto.
Hal ini dikarenakan bank charges merupakan biaya yang dikeluarkan atas
kegiatan 3M untuk pendapatan yang bersifat final, selain itu juga sebagai
konsekuensi dimilikinya suatu rekening bank.
84
Biaya ini secara otomatis sudah dipotong dan dilaporkan oleh pihak bank yang
bersangkutan sehingga perusahaan tidak dapat membebankan item ini sebagai
biaya fiskal sehingga harus dikoreksi fiskal positif sebesara Rp 16.252.758.
d. Penyisihan biaya pesangon (severance expense) merupakan beban yang dibentuk
sebagai cadangan biaya untuk mengantisipasi pembayaran pesangon bagi
karyawan yang telah memasuki masa pensiun. Penghitungan untuk biaya ini
digunakan jasa aktuaria.
Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh pembentukan dana cadangan
bukan biaya pengurang penghasilan bruto.
Peraturan perpajakan tidak mengenal pembentukan dana cadangan pensiun dan
pembentukan dana ini bukanlah biaya fiskal.
Atas dasar tersebut perusahaan melakukan koreksi fiskal positif terhadap biaya
penyisihan pesangon ini sebesar Rp 5.638.540.432.
e Dalam periode tahun 2005, PT Patra Jasa membentuk dana penyisihan piutang
ragu-ragu. Besarnya penyisihan atas piutang ragu-ragu yang dibentuk adalah
Rp 1.104.653.145
Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf c tentang Pajak Penghasilan, bahwa dana
cadangan piutang tak tertagih hanya diijinkan dibentuk untuk jenis usaha bank,
sewaguna usaha, asuransi, dan pertambangan.
Hal ini dikarenakan biaya penyisihan atas piutang tak tertagih yang dibentuk
oleh perusahaan pada dasarnya bukanlah biaya fiskal selain itu jenis usaha yang
berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah bagi perusahaan pembentuk
dana cadangan.
85
Atas dasar peraturan perpajakan tersebut maka biaya penyisihan piutang tak
tertagih yang dibentuk PT Patra Jasa harus dilakukan koreksi positif Rp
1.104.653.145
f. Dalam others expense terdapat rincian bahwa perusahaan memiliki item tax
penalties sebesar Rp 4.500.342
Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh tahun 2000 segala sanksi mengenai
perpajakan tergolong dalam biaya non fiskal.
Tax penalties merupakan suatu bentuk hukuman perpajakan yang biasanya
berupa denda atas sejumlah uang terhadap kewajiban perpajakannya. Denda
mengenai perpajakan pada umumnya timbul disebabkan karena kurangnya
pemahaman yang sempurna wajib pajak, dalam hal ini yang dilakukan oleh staf
pajak perusahaan terhadap kewajiban-kewajiban perpajakan.
Oleh karena itu perusahaan harus secepatnya melakukan pembayaran atas
dendanya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk menghindari
bertambahnya akumulasi denda yang berpotensi menganggu likuiditas
perusahaan. Oleh kaena itu perusahaan melakukan koreksi sebesar Rp
4.500.342
Tax penalties pada dasarnya dapat dihindari apabila perusahaan dalam hal ini
staff pajaknya juga memiliki pemahaman atas peraturan perpajakan dan
dipenuhinya seluruh ketentuan-ketentuan sebagai wajib pajak dalam
pelaksanaan kewajibannya.
g. Dalam beban operasi dari sektor hotel terdapat pengeluaran sejumlah uang yaitu
donasi/sumbangan sebesar Rp 6.696.000
86
Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh sumbangan bukanlah termasuk ke
dalam golongan biaya fiskal.
Hal ini dikarenakan kelalaian dan kurangnya pemahaman staf pajak boleh jadi
merupakan penyebab dimasukannya item sumbangan sebagai biaya fiskal.
Karena tidak dilakukan koreksi maka perusahaan menempatkan sumbangan
sebagai biaya fiskal, oleh karena itu perusahaan harus melakukan koreksi fiskal
positif atas sumbangan ini.
Kesalahan dalam penghitungan seperti ini dapat dihindari jika staff keuangan
dan pajak melakukan penghitungan ulang, karena kesalahan kecil seperti ini
juga berpengaruh dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak-nya sehingga
perusahaan dapat terhindar dari hukuman pajak.
h. Perusahaan mengeluarkan sejumlah dana office expense pada head office untuk
pembayaran berlangganan koran dan majalah sebesar Rp 10.154.530,84
Berdasarkan pasal 6 ayat 1 Undang-undang PPh tahun 2000, biaya yang
dikeluarkan untuk berlangganan koran dan majalah tidak termasuk biaya fiskal.
Masuknya biaya berlangganan koran dan majalah sebagai biaya fiskal hanya
dikarenakan kebutuhan pihak kantor pada informasi yang diberikan tentang
bisnis, namun pada dasarnya hal ini tidak ada kaitannya dengan kegiatan
operasi perusahaan secara langsung.
Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif. Karena perlakuan atas biaya
ini yang dijadikan biaya fiskal membuat pendapatan yang diperoleh semakin
kecil, disamping itu tidak ada kriteria yang terkandung dalam biaya ini untuk
dijadikan biaya fiskal, dilakukan koreksi positif atas biaya ini sebesar Rp
10.154.530.81
87
Untuk melakukan koreksi yang tepat, penyusun laporan rekonsiliasi setidaknya
memahami kriteria-kriteria tertentu atas biaya fiskal khususnya yang berkaitan
dengan kegiatan 3M secara langsung.
i. PT Patra Jasa mengeluarkan biaya kepegawaian head office untuk biaya medical
sebesar Rp 676.391.915 dan sepenuhnya dibebankan sebagai biaya fiskal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000 yang ditetapkan tanggal
21 Desember tahun 2000 bahwa segala biaya yang digunakan untuk kegiatan
3M bagi penghasilan yang bersifat final digunakan angka proporsi.
PT Patra Jasa menempatkan biaya ini sebagai biaya fiskal karena perusahaan
memiliki hubungan kerjasama dengan Rumah Sakit PERTAMINA untuk
memberikan tunjangan kesehatan kepada pegawainya, sehingga perusahaan
menanggung besarnya biaya perawatan rumah sakit pegawainya. Biaya ini
tidak boleh dibebankan seluruhnya sebagai biaya fiskal dan perusahaan harus
mengikuti prosedur yang telah dilakukan sebelumnya dimana seluruh biaya
deductible yang dikeluarkan oleh head office dihitung dengan menggunakan
proporsi sebesar 56.74%
Oleh karena itu biaya ini harus dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp
292.607.142,43 karena angka tersebut merupakan besarnya biaya medikal yang
tidak dapat dikurangi. Sehingga biaya yang diakui sebagai biaya fiskal menjadi
hanya sebesar Rp 383.784.772,57
Pada dasarnya seluruh biaya fiskal head office dihitung dengan menggunakan
angka proporsi, dan dalam hal ini perusahaan dituntut untuk konsisten dalam
melaporkan dan mengurangi biaya-biaya fiskalnya secara keseluruhan dengan
proporsi yang telah ditetapkan sebelumnya.
88
IV.3 REKONSILIASI SEBELUM DAN SESUDAH PERENCANAAN
Rekonsiliasi fiskal penting dilakukan perusahaan untuk mengetahui besarnya
Penghasilan Kena Pajak yang menjadi dasar penghitungan besarnya pajak terutang
perusahaan. Rugi fiskal perusahaan pada tahun 2005 tercatat sebesar (Rp
29.418.628.877,11) dengan koreksi fiskal yang dilakukan sebesar (Rp
17.703.484.621,36)
Namun setelah dilakukan pemeriksaan dan penghitungan atas perencanaan pajak PT
Patra Jasa maka terjadi perubahan atas besarnya rugi fiskal yang mengalami kenaikan
sebesar Rp 2.429.732.423,71 sehingga total rugi fiskal setelah perencanaan adalah
sebesar Rp (31.848.361.300,82) dengan uraian atas penjelasan perencanaan sebagai
berikut:
a. Biaya kesehatan dan biaya makan yang ditanggung oleh perusahaan dapat
dijadikan sebagai biaya fiskal dengan mengganti pengeluaran biaya tersebut
sebagai tunjangan kesehatan dan tunjangan makan. Karena menurut peraturan
yang berlaku segala bentuk tunjangan merupakan biaya fiskal bagi pemberi
kerja dan objek penghasilan yang diperhitungakan dalam pajak
penghasilannya. Tunjangan kesehatan yang diberikan perusahaan adalah
sebesar Rp 1.035.918.595 dan Rp 1.494.565.316 bagi tunjangan makan.
b. Kesalahan perusahaan yang menempatkan sumbangan sebagai biaya
mengharuskan perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya tersebut
sebesar Rp 6.696.000
89
c. Biaya pasal 23 untuk biaya profesional yang dibebankan dalam pelaporan
biaya fiskal dihitung dengan gross up (tabel 4.1). Dengan metode
penghitungan tersebut biaya-nya mengalami kenaikan sebesar Rp 23.839.598
d. Biaya atas sewa juga merupakan biaya pasal 23, dengan penghitungan gross
up (tabel 4.1) biaya sewa meningkat dengan total Rp 34.570.121
e. Biaya atas perawatan dan perbaikan atas aset yang dimiliki perusahaan juga
mengalami penghitungan gros up (tabel 4.1) sehingga mengakibatkan
biayanya meningkat dengan total Rp 57.247.026
f. Biaya medical (head office) seharusnya dihitung dengan angka proporsional
sebesar 56.74% , namun untuk biaya ini perusahaan belum mengenakan
penghitungan berdasarkan proporsional, oleh karena itu perusahaan harus
melakukan koreksi positif sebesar Rp 292.607.142.43
g. Biaya training, seminar and recruitment-ext mengalami kesalahan
penghitungan dengan angka proporsional yang mengakibatkan non deductible
expense-nya berbeda dari yang seharusnya. Oleh karena itu dilakukan koreksi
negatif sebesar Rp 238.720,61
h. Biaya berlangganan koran dan majalah bukanlah biaya yang berhubungan
langsung dengan operasi perusahaan. Atas dasar itu dilakukan koreksi positif
sebesar Rp 10.154.530,84
i. Biaya profesional atas head office dilakukan perencanaan pajak dengan
penghitungan gross up (tabel 4.2), sehingga biayanya meningkat sebesar Rp
37.528.119
j. Biaya sewa software komputer juga mengalami penghitungan gross up (tabel
4.2) sehingga mengalami kenaikan sebesar Rp 47.215.831
90
k. Biaya outsourcing-outsource mengalami kesalahan penghitungan karena
angka poroporsional yang salah sehingga dilakukan koreksi negatif sebesar
Rp 2.719.150,37
l. Biaya perbaikan yang merupakan biaya pasal 23 dilakukan penghitungan dengan
gross up (tabel 4.2) yang mengakibatkan biayanya meningkat sebesar Rp
5.302.621