BAB IV case report session

8
BAB IV PEMBAHASAN Pada laporan kasus ini, pasien Tn. N (55 tahun) didiagnosa dengan DM tipe II tidak terkontrol normoweight dengan Nefropati diabetik (CKD grade V) + Hernia Inguinalis lateralis sinistra. Dasar diagnosa pada pasien ini adalah sebagai berikut: 1.1 CKD (Chronic Kidney Disease) Pasien masuk rumah sakit dengan rujukan dari RS Arafah untuk cuci darah di RSUD Raden Mattaher karena pada saat os mau dioperasi hernianya, ternyata dari hasil pemeriksaan yang di dapat, didapatkan tekanan darah os tinggi, gula darahnya tinggi, dan menurut dokter disana os juga mengalami gangguan pada fungsi ginjal. dan oleh karena itu Os disarankan dibawa ke RSUD Raden Mattaher pada tanggal 21 Agustus 2014. Dari anamnesis didapatkan keluhan Mual sejak ± 2 hari SMRS. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa pasien ini dapat diambil kesimpulan dan di diagnosis CKD disertai dengan nefropati diabetik yang disebabkan oleh DM tipe II yang tidak terkontrol. Diagnosa CKD itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang didapat dalam anamnesis pasien, lalu temuan yang 76

description

case report session

Transcript of BAB IV case report session

Page 1: BAB IV case report session

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, pasien Tn. N (55 tahun) didiagnosa dengan DM

tipe II tidak terkontrol normoweight dengan Nefropati diabetik (CKD grade V) +

Hernia Inguinalis lateralis sinistra. Dasar diagnosa pada pasien ini adalah sebagai

berikut:

1.1 CKD (Chronic Kidney Disease)

Pasien masuk rumah sakit dengan rujukan dari RS Arafah untuk cuci

darah di RSUD Raden Mattaher karena pada saat os mau dioperasi hernianya,

ternyata dari hasil pemeriksaan yang di dapat, didapatkan tekanan darah os tinggi,

gula darahnya tinggi, dan menurut dokter disana os juga mengalami gangguan

pada fungsi ginjal. dan oleh karena itu Os disarankan dibawa ke RSUD Raden

Mattaher pada tanggal 21 Agustus 2014.

Dari anamnesis didapatkan keluhan Mual sejak ± 2 hari SMRS. Setelah

dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka

diagnosa pasien ini dapat diambil kesimpulan dan di diagnosis CKD disertai

dengan nefropati diabetik yang disebabkan oleh DM tipe II yang tidak terkontrol.

Diagnosa CKD itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang

didapat dalam anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada pemeriksaan

fisik serta hasil lain yang mendukung dari pemeriksaan penunjang.

Gejala- gejala yang didapatkan pada pasien ini meliputi mual, Dimana

mual tersebut terjadi setiap hari. Demam (-). dan Os mengaku 1 minggu SMRS

Os mengeluh tidak bisa BAK. Untuk hal minum air, os mengaku minum air

seperti biasanya. Kencing berwarna bening dan BAB normal. Gejala yang

diapatkan pada pasien ini hampir secara keseluruhan merupakan gejala dari

penyakit ginjal kronis.

Dari anamnesis kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya penyakit

ginjal kronik pada pasien ini adalah adanya penyakit hipertensi yang tidak

terkontrol dan DM yang tidak terkontrol. Hal ini akan menyebabkan terganggunya

aliran darah ke ginjal yang akan menyebabkan terjadinya gangguan ginjal yang

76

Page 2: BAB IV case report session

irreversibel. Setelah itu gejala-gejala uremia sudah dirasakan oleh pasien ini

seperti mual, muntah yang hampir terjadi setiap hari, lemas, dan kencing yang

sedikit. Uremia ini terjadi sebagai akibat sudah terjadinya penurunan fungsi ginjal

terutama nefron yang akan menyebabkan gangguan klinis dan metabolik akibat

penimbunan substansia nitrogen dan ion anorganik lainnya di dalam tubuh.

Dari pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan anemia yang dilihat dari

warna konjuctiva yang pucat. Anemia itu terjadi akibat penurunan produksi

eritropoitin di dalam tubuh akibat kerusakan ginjal. Selain itu asupan zat besi dan

asam folat yang sedikit. Akibat tidak adanya nafsu makan pada kebanyakan

pasien penyakit ginjal kronik. Selain itu keadaan uremia bisa menyebabkan terjadi

penekanan sum-sum tulang dalam proses pembentukan sel darah merah. Anemia

ini biasanya terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik.

Sementara itu hasil dari pemeriksaan penunjang yang mendukung

diagnosa penyakit ginjal kronik yaitu hasil pemeriksaan darah rutin yang

memberikan data terjadinya penurunan kadar Hb (7.6 gr/dl), lalu hasil faal ginjal

yang meberikan data nilai ureum 213,4 mg/dl (15-39 mg/dl) dan

Kreatinin14,5 (0,9 – 1,3 mg/dl). Hasil pemeriksaan urin juga memberikan data

bahwa adanya protein dalam urin (positif +) yang menjadi salah satu faktor risiko

progresivitas kerusakan ginjal. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah tadi, kita bisa

menentukan derajat kerusakan ginjal pada pasien ini dengan menghitung LFG

nya.

LFG = (140-55) x 65 Kg : (72 x 14,5)

= 5,29 ml/mnt

Hasil perhitungan LFG pada pasien ini adalah 5 ,29ml/menit . Angka ini

menunjukkan bahwa pasien ini sudah mengalami gagal ginjal Grade V dan

harus menerima terapi berupa dialisis.

77

Page 3: BAB IV case report session

Selama di rumah sakit terapi yang diberikan kepada os berupa terapi non

farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis berupa tirah baring dan

pengaturan diet makanan. Terapi farmakologis pada pasien ini meliputi pemberian

obat dieuretik yang bisa juga untuk menurunkan tensi darah. Lalu pemberian

biknat untuk menngurangi kadar ureum dalam darah dan untuk menjaga ph darah

agar tetap dalam batas normal. Pemberian obat hipertensi seperti amlodipin. Lalu

pemberian ranitidin untuk mengurangi mual dan nyeri ulu hati. Pemberian asam

folat untuk membantu mengurangi anemia. Lalu tranfusi PRC untuk menaikkan

hb pada pasien. Lalu terapi pengganti ginjal berupa dialysis sudah dilakukan 1 kali

pada pasien ini. Edukasi dan penjelasan yang baik kepada pasien tentang penyakit

dan prognosisinya sangat penting, sehingga pasien dapat benar-benar mengerti

dan lebih tahu apa yang harus os lakukan.

1.2 Nefropati diabetic

Berdasarkan anamnesis, diketahui Os memiliki riwayat DM sudah sejak

+/- 5 tahun yang lalu. Saat itu Os mengeluh cepat lelah, cepat lapar, cepat haus,

dan banyak BAK terutama malam hari. Os juga mengalami penurunan berat

badan, namun belum ada keluhan pandangan kabur saat itu. Os diberikan obat

minum untuk mengontrol gula darah namun Os tidak meminumnya secara teratur

dan tidak tahu nama obatnya, serta os jarang memeriksakan gula darahnya.

Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa selama ini Os

menderita diabetes mellitus tipe II tidak terkontrol yang sudah menahun (kronis).

Sesuai dengan gejala dari diabetes, yaitu: poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pemeriksaan GDS

pasien pada tanggal 23 Agustus 2014 235 mg/dl, Diabetes melitus tipe II yang

tidak terkontrol dengan baik bisa menimbulkan berbagai komplikasi baik akut

maupun kronik. Dalam kasus pasien ini, komplikasi yang muncul adalah

komplikasi kronik mikroangiopati yaitu nefropati.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda nefropati diabetik antara

lain: lemah, anemia, dan hipertensi. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan

peningkatan ureum 213,4 mg/dl (15-39 mg/dl) dan kreatinin 14,5 mg/dl(0,9-1,3

78

Page 4: BAB IV case report session

mg/dl), dari urinalisis didapatkan proteinuria +, LFG juga menurun 5,29

ml/menit. Hal-hal tersebut cukup untuk memenuhi kriteria diagnosis nefropati

diantaranya: Pasien DM, Proteinuria yang presisten selama 2 kali pemeriksaan

interval 2 minggu tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1 kali

pemeriksaan dan kadar kreatinin serum > 2,5mg/dl. Kadar Hb yang rendah

(7,6g/dL) kemungkinan disebabkan karena berkurangnya produksi Eritropoietin

(EPO), suatu hormon penstimulasi eritropoiesis yang dihasilkan oleh ginjal. EPO

dihasilkan oleh fibroblast peritubuler korteks ginjal. Pada nefropati diabetik,

kerusakan tidak hanya terjadi pada glomerulus tetapi juga pada fibroblast

peritubuler sehingga produksi EPO terganggu. Selain itu bisa disebabkan oleh

hematuria yang terjadi pada pasien ini.

1.3 Hernia Inguinalis Lateralis

Pasien masuk rumah sakit dengan rujukan dari RS Arafah untuk cuci darah

di RSUD Raden Mattaher dimana Os sempat dirawat di RS Arafah dengan

keluhan mau operasi hernianya, pada saat os mau dioperasi, ternyata dari hasil

pemeriksaan yang di dapat, didapatkan tekanan darah os tinggi, gula darahnya

tinggi, dan menurut dokter disana os juga mengalami gangguan pada fungsi

ginjal. dan os disarankan untuk cuci darah di RSUD Raden Mattaher sehingga os

dibawa ke RSUD Raden Mattaher pada tanggal 21 Agustus 2014.

Dari hasil anamnesis, dimana Os sejak 2 bulan ini os mengeluh hernianya

sering keluar masuk, Benjolan hernianya keluar pada saat os mau BAB dan masuk

lagi apabila os berbaring. Benjolan sebesar telur puyuh, awalnya kecil kemudian

semakin lama dirasakan semakin membesar. Diketahui bahwa Os sudah

mengalami hernia sudah lama lebih kurang tiga tahun ini, dan dalam 2 bulan

terakhir ini benjolan tersebut sering keluar masuk. Dari pemeriksaan fisik status

lokalis pada inguinal didapatkan pada regio inguinalis sinistra, dari inspeksi

tampak adanya benjolan , dapat keluar masuk, warna sama dengan jaringan sekitar

dan pada palpasi tidak ada nyeri tekan.

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek

atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada hernia abdomen, isi

79

Page 5: BAB IV case report session

perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari bagian muskulo-aponeurotik

dinding perut. Penyebab hernia pada umumnya bisa kongenital ataupun didapat

(Aquisial) yang disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama

hidupnya, antara lain :

a. Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang

sering mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.

b. Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya

yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia

karena banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban

kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.

c. Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.

d. Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal.

e. Sikatrik.

f. Penyakit yang melemahkan dinding perut.

g. Merokok

h. Diabetes mellitus

Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena potensinya

menimbulkan komplikasi inkarserasii atau strangulasi lebih berat dibandingkan

resiko yang minimal dari operasi hernia (khususnya bila menggunakan anastesi

local). Khusus pada hernia femoralis, tepi kanalis femoralis yang kaku

meningkatkan resiko terjadinya inkarserasi.

80