BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf ·...

29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 113 BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT BUNGA DALAM HUTANG-PIUTANG A. Analisis Fatwa MUI Terkait Bunga dalam Hutang-Piutang Dalam membicarakan mengenai bunga hutang piutang, MUI memang melakukan beberapa prosedur yang telah disepakati. Seperti mengenai dasar umum dalam penetapan fatwa 1 , MUI secara konsisten mencantumkan terlebih dahulu dasar yang terdapat dalam al-Quran. Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra> n ayat 130 dapat menunjukkan sebuah konsistensi MUI dalam menerapkan dasar penetapan fatwa. Akan tetapi, dalam memberikan sebuah penjabaran ayat, MUI sepertinya tidak ingin bekerja dua kali dengan menelusri khazanah tafsir yang ada. Tafsir, terlebih yang berjenis ma’thu> r, bukan saja sangat membantu dalam proses penggalian makna yang tersembunyi mengenai ayat, namun juga seringkali harus dilakukan sebelum memberikan kesimpulan yang terkesan cepat. Misalnya dalam Surat Al-Imran ayat 130: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda. Bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” 2 1 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Jakarta: Erlangga, 2011, 945-947. 2 Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, 66

Transcript of BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf ·...

Page 1: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

113

BAB IV

ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT

BUNGA DALAM HUTANG-PIUTANG

A. Analisis Fatwa MUI Terkait Bunga dalam Hutang-Piutang

Dalam membicarakan mengenai bunga hutang piutang, MUI memang

melakukan beberapa prosedur yang telah disepakati. Seperti mengenai dasar

umum dalam penetapan fatwa1, MUI secara konsisten mencantumkan terlebih

dahulu dasar yang terdapat dalam al-Quran.

Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat

Ali Imra>n ayat 130 dapat menunjukkan sebuah konsistensi MUI dalam

menerapkan dasar penetapan fatwa. Akan tetapi, dalam memberikan sebuah

penjabaran ayat, MUI sepertinya tidak ingin bekerja dua kali dengan menelusri

khazanah tafsir yang ada. Tafsir, terlebih yang berjenis ma’thu >r, bukan saja sangat

membantu dalam proses penggalian makna yang tersembunyi mengenai ayat,

namun juga seringkali harus dilakukan sebelum memberikan kesimpulan yang

terkesan cepat. Misalnya dalam Surat Al-Imran ayat 130:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan

berlipat ganda. Bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan”2

1 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Jakarta: Erlangga, 2011, 945-947.

2 Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, 66

Page 2: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

114

Saat menjelaskan ayat tersebut, Ibnu Kathi >r (w.774) mengatakan bahwa pada

masa Jahiliyah, adanya riba berupa penambahan itu terjadi ketika prosesi hutang

piutang telah jatuh tempo. Saat pembayaran hutang telah jatuh tempo, orang yang

meminjam uang dapat melunasinya atau menangguhkan pembayarannya dengan

konsekuensi penambahan jumlah hutang. Hal ini berlanjut setiap tahun hingga

hutang yang awalnya sedikit menjadi banyak dan berlipat-lipat3.

Penjelasan mengenai rekam sejarah yang diutarakan oleh salah seorang

penafsir Quran ternama ini memberikan sebuah gambaran lebih jelas bahwa riba

dalam al-Quran berkaitan erat dengan hutang piutang, di mana terdapat

pertambahan jumlah yang harus dibayar akibat penundaan pembayaran.

Pada titik ini, riba memiliki kesamaan dengan bunga bank. Keduanya

meniscayakan adanya kewajiban pembayaran tambahan (dengan persentase

tertentu) atas pinjaman uang yang dibayar dalam tempo tertentu. Akan tetapi, titik

kesamaan ini masih memunculkan interpretasi yang berbeda ketika

konsekuensinya berada pada implikasi hukum di mana riba telah dilarang dalam

Hukum Islam.

Seharusnya, konklusi ini memunculkan konsekuensi logis di mana bunga

bank, yang memiliki kesamaan dengan riba, pantas mendapatkan label haram.

Akan tetapi pada kenyataannya, klausul sentral di mana riba diposisikan sebagai

persamaan dari bunga bank memiliki interpretasi yang tidak tunggal. Riba yang

3 Abu> al-Fida >’ Ismai >l bin Umar bin Kathi >r al-Qurshi > al-Dimishqy, Tafsi>r al-Qura >n al-Az}i>m, Juz. II

(Beirut: Da >r al-T }ayyibah li al-Nashr wa al-Tauzi >’, 1999), 117

Page 3: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

115

diharamkan perlu diteliti lebih lanjut untuk didapati karakter riba yang tertuang

dalam teks agama dan memiliki akar sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan

Penggalian makna yang tersebar dalam tafsir tersebut, sedikit banyak, akan

turut mewarnai sebuah penetapan fatwa saat digunakan dan ditelaah dengan baik.

Bahkan, manakala ditemukan sebuah penjelasan seperti yang tertuang di atas,

fatwa menjadi berubah, atau minimal terdapat revisi menjadi redaksi dan

bermuatan lebih bijaksana.

Inilah yang terjadi dalam teori fatwa Yu >suf al-Qard}a>wy mengenai perubahan

pengetahuan. Perubahan pengetahuan merupakan salah satu instrumen yang

menyebabkan fatwa memungkinkan untuk berubah. Perubahan pengetahuan ini

ada kalanya berupa pengetahuan yang shar’i, adakalanya pengetahuan yang

mengenai peristiwa kehidupan kekinian4.

Di antara perubahan pengetahuan yang bersifat shar’i di antaranya perubahan

pengetahuan tentang sebuah kajian penafsiran tertentu berkaitan dengan salah satu

ayat dalam al-Quran. Manakala ragam tafsir juga digunakan dan

didokumentasikan dalam penetapan fatwa, bisa jadi fatwa akan berubah.

Seperti posisi tafsir terhadap al-Quran, begitu pula sangat penting menjelajahi

khazanah keilmuan komentar (sharh }) tentang hadis tertentu. Meskipun MUI telah

melakukan pekerjaan yang luar biasa baik, dengan mencantumkan beragam

redaksi hadis yang terdapat dalam kitab-kitab Hadis, namun –sekali lagi-

terkadang kita masih membutuhkan beberapa komentar para ahli sarjana Islam

mengenai hadis yang hendak kita jadikan legitimasi. Hal ini bukan saja terkait

4 Yu>suf al-Qard }awi>, Mu >jiba >t, 69.

Page 4: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

116

penilaian validitas hadis, namun juga penyerapan makna yang lebih baik dan

penggalian informasi yang lebih banyak terkait dengan hadis tertentu kiranya

mampu menjadikan penetapan fatwa menjadi lebih bernilai.

Selain itu, dalam keputusan fatwa yang ditatpkan 24 Januari 2004 ini, MUI

memaparkan beberapa pendapat yang berkaitan dengan fatwa mulai dari fatwa

yang dikeluarkan oleh individu, baik dari masa klasik maupun modern, hingga

fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terpandang dunia Islam.

Beberapa refrensi pendapat para tokoh dalam bentang waktu yang sangat

panjang, yaitu menukil pendapat Imam Nawawi, Ibn ‘Araby, Al-‘Aini, Al-

Sarakhsyi, Ar-Raghib al-Isfahani, Muhammad ali al-Shabuni, Muhammad Abu

Zahrah, Yusuf Al-Qardhawy, Wahbah al-Zuh }ayly, sepintas memberikan sebuah

justifikasi bahwa penetapan yang dilakukan oleh MUI ini selaras dengan pendapat

yang diberikan para ulama yang lain.

Penulis dangat mengapresiasi dengan bagus terhadap upaya yang dilakukan

oleh MUI dalam legitimasi penetapan fatwa MUI. Namun, kesan bahwa telah

terjadi ijma>’(kesepakatan ulama) dalam masalah ini tidak bisa dihindari dalam

masalah ini. Ragam pendapat yang dijadikan dasar penetapan seperti

mengarahkan pada eksistensi konsesus umat Islam. Padahal, fakta yang terjadi

tidaklah demikian.

Perbedaan pendapat di antara pakar hukum Islam, sejak era klasik sampai

modern terkait masalah ini masih terjadi. Imam al-T}abary sebagai penafsir al-

Quran era klasik, sebagaimana keterangan yang dia terima dari sahabat Muja >hid

dan At }a>’, masih memberikan sebuah kriteria tertentu tentang data hiatoris riba

Page 5: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

117

yang terjadi pada saat al-Quran diwahyukan. Imam al-T}abary (w.310 H) juga

merekam praktek riba yang dilarang oleh al-Quran dengan perkataanya:

“Adapun mengenai cara orang-orang Arab pra_Islam mengonsumsi riba

adalah salah seorang dari mereka memiliki utang yang harus dilunasi pada

tempo tertentu. Ketika tempo itu tiba, orang yang berhutang berkata pada

orang yang memiliki uang,” tundahlah pelunasan utangku, aku akan

memberikan tambahan atas hartamu. Inilah riba yang berlipat ganda”5.

Perlipatan itu akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya penundaan

pelunasan. Imam al-al-T}abary menambahkan, hutang yang tadinya 100, pada

tahun depan akan menjadi 200. Jikalau tidak dilunasi, maka menjadi 400. Tiap

tahun jumlah hutang akan dilipatgandakan jikalau tidak segera dilunasi6.

Kendati informasi mengenai karakter riba yang “ad}’afan mud }a>’afan” ini

terpampang jelas dalam al-Quran, namun hal ini masih tidak menjadikan

pemaknaannya tunggal, menukil paparan Qurasih Shihab7, klausul ad}’afan

mud}a>’afan dalam riba ini dianggap syarat riba yang diharamkaan, atau hanya

menjadi pelengkap dari setiap riba yang dilarang. Perbedaan interpretasi atas

posisi ad}’afan mud }a>’afan ini pada gilirannya mengantarkan kita pada konsekuensi

hukum yang berbeda.

Selain itu, menarik juga untuk melihat salah satu di antara beberapa pendapat

individu yang dijadikan legitimasi fatwa MUI. Yu >suf al-Qard }a>wy dinukil

pendapatnya yang mengatakan (dan perkataan ini merupakan judul karya tulis

juga):

5 Muh}ammad bin Jari >r bin Yazi >d bin Kathi >r bin Gha >lin al-Amaly, Ja >mi’ al-Baya>n fi > Ta’wi >l al-

Qur’a >n, Juz 7 (t.t: Muassasat al-Risa >lah, 2000), 204. 6 Ibid.

7 Qurasih Shihab, Membumikan al-Quran, 258

Page 6: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

118

(فوائد البنوك)فوائد البنوك هي الربا الحرام 8

“Bunga bank adalah riba yang diharamkan”

Sebagai pakar hukum Islam Yu >suf al-Qard}a>wy menampilkan beberapa

argumentasi yang cukup meyakinkan, dengan didukung kekayaan data tekstual

yang mengagumkan dan pembacaan realitas (al-wa>qi’) yang cermat, sehingga

mengantarkan Yu >suf al-Qard}a >wy sampai pada kesimpulan saat itu bahwa bunga

bank itulah riba yang diharamkan.

Penyematan opini hukum tersebut, pada saat itu terasa sangat tepat. Namun

seiring dengan realitas yang berkembang, 14 Tahun kemudian, pada Tahun 2008,

Yu>suf al-Qard}a>wy mengeluarkan karya yang berjudul Mu >jiba>t Taghayyur al-

Fatwa> fi > ‘As }rina>9. Saat menjelaskan instrumen perubahan fatwa yang kesembilan,

yakni perubahan opini dan pemikiran (taghayyur al-ra’y wa al-fikr), Yu >suf al-

Qard}a >wy memurnakan pembahasan dengan mengatakan:

“Saya pribadi mendapati diri saya sendiri juga mengalami perubahan ijtihad

dalam sebagian fatwa saya, yang disebabkan atas perubahan pemikiran semata.

Bukan atas dasar perubahan pengetahuan (al-ma’lu >ma>t), bukan atas dasar

perubahan tempat (al-maka >n) dan waktu (al-zama>n), seperti fatwa saya mengenai

pembelian rumah bagi minoritas muslim melalui bank yang menerapkan sistem

riba manakalah bank Islam belum mudah ditemui. Padahal saya dulu

mengaharamkan secara mutlak sebelumnya. (pendapat) Saya berseberangan

dengan pakar fikih yang terhormat Shaikh Mus }t }afa> al-Zarqa>’ yang justru

memberikan keringanan atau dispensasi (rukhs}ah) mengenai hal itu. Lalu seiring

dengan waktu, pendapatku berubah. Kini saya melihat pada suatu perkara dari

beragam segi dan sudut pandang, dan saya sampai pada suatu kesimpulan untuk

membolehkan permasalahn tersebut dengan berbagai kriteria dan syarat. Pendapat

inilah yang kemudian dipakai secara resmi oleh Majelis Fatwa Eropa (Majlis al-

Ifta >’ al-Uru>ba>)10.

8 Yu>suf al-Qard }a >wy, Fawa >id al-Bunu >k Hiya al-Riba> al-H}ara >m ; Dira >sah Fiqhiyyah fi D }au’ al-

Qura >n wa al-sunnah wa al-wa >qi’ Ma’a Muna >qashah Mufas }s}alah li Fatwa > Fad }i>lat al-Mufti> ‘an

Shaha>dat al-Istithma >r, Cet.III (Kairo: Da >r al-S}ah}wah, 1415 H/1994 M). 9 Yu>suf al-Qard }awi>, Mu >jiba >t Taghayyur al-Fatwa> fi> ‘As}rina >, cet.II (Mesir: Da >r al-Shuru>q, 2011).

10 Yu>suf al-Qard }awi >, Mu >jiba >t Taghayyur al-Fatwa, 91

Page 7: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

119

Oleh karena itu, dalam opini yang dijadikan legitimasi fatwa MUI, terdapat

opini yang telah berubah. Dalam teori fleksibilitas fatwa ini dimasukkan dalam

Taghayyur al-Ra’y wa al-Afka>r, yakni sebuah perubahan yang terjadi akibat

perubahan opini ulama yang telah berubah. Maka, manakala opini ini berubah, isi

fatwa yang dibangun atas dasar tersebut sangat besar kemungkinannya untuk

berubah.

Bisa jadi, sikap MUI masih bisa dimaklumi jika melihat bahwa penetapan

fatwa MUI itu terjadi pada tanggal 24 Januari 2004, tepatnya 4 tahun sebelum

Yu>suf al-Qard}a>wy mengeluarkan buku Mu>jiba >t ini. Namun, jika melihat beberapa

kecenderungan fatwa Yu >suf al-Qard}a>wy yang sudah mulai berubah, terlebih jika

dibandingkan dengan karya Fawa >id al-Bunu >k tahun 1994, maka fatwa Yu >suf al-

Qard}a >wy di tahun-tahun belakangan sudah mengindikasikan tentang sebuah

perubahan. Bahkan fleksibilitas fatwa yang berkaitan dengan bunga bank ini bisa

dilacak dalam karya Yu >suf al-Qard}a>wy Fi > Fiqh al-Aqalliyya >t al-Muslimah ;

H}aya>t al-Muslimi >n wasat }a al-Mujtama’a >t al-Ukhra > Tahun 200111

, tiga tahun

sebelum penetapan fatwa MUI.

Artinya, jika semangat akademis yang dikedepankan, bukan semata mencari

justifikasi, MUI lebih baik juga menampilkan pendapat Yu >suf al-Qard}a>wy dalam

karya yang terbaru, di samping juga memakai karya beliau yang lain.

Sama halnya dengan di atas, MUI juga mencantumkan beberapa legitimasi

pertimbangan fatwa yang didapati dari hasil kajian forum ulama, baik lokal

maupun internasional.. Beberapa lembaga itu di antaranya:

11

Yu>suf al-Qard }a >wy, Fi> Fiqh al-Aqalliyya>t al-Muslimah ; H }aya >t al-Muslimi >n wasat }a al-

Mujtama’a>t al-Ukhra >, cet.I (Kairo: Da >r al-Shuru>q, 1422 H/2001 M).

Page 8: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

120

a. Majma’ al-Buh}u>th al-Isla >miyah di Al-Azhar Mesir Tahun 1965

b. Majma’ al-Fiqh al-Isla>my Negara-Negara OKI yang diselenggarakan di

Jeddah Tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22-28 Desember 1985

c. Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-Isla>my, keputusan 6 Sidang IX yang

diselenggarakan di Mekkah Tanggal 12-19 Rajab 1406

d. Keputusan Da>r al-Irta>’, Kerajaan Saudi Arabia, 1979

e. Keputusan Supreme Shariah Court Pakistan 22 Desember 1999

f. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga tidak sesuai dengan syariat.

g. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo

yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan

terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya Lembaga

Perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.

h. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar

Lampung yang mengamanatkan berdirinya Bank Islam dengan sistem

tanpa bunga.

i. Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga

(interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.

j. Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03

Januari 2004; 28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004; dan 05 Dzulhijjah

1424/24 Januari 2004.

Di antara lembaga fatwa internasuinal di atas yang dijadikan pertimbangan

MUI, Majma’ al-Buh}u>th al-Isla>miyah di Al-Azhar Mesir Tahun 1965. Hal ini

menarik disebabkan karena sikap terakhir yang diambil dalam Majma’ al-Buh}u>th

Page 9: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

121

al-Isla>miyah pada tahun 2002 sewaktu kepemimpinan rektor Al-Azahar saat itu

Sayyid T }ant }awy justru membolehkan/menghalalkan segenap transaksi dengan

bank konvensional dan menabung di dalamnya dengan tanpa shubhat sama sekali.

Keputusan yang bertolak belakang dengan keputusan pada Tahun 1965 ini justru

tidak ditampilakan dalam pertimbangan fatwa MUI12

.

Pertimbangan tentang perubahan kebutuhan manusia juga sepertinya belum

tercakupi fatwa MUI. Kendatipun akan membutuhkan sebuah kajian yang

mendalam untuk bisa sampai pada posisi kaidah “kebutuhan itu menempati

tempat darurat baik secara umum atau khusus”13

, namun seringkali kebutuhan

juga menjadi salah satu yang menyebabkan fatwa hukum berubah.

Kebutuhan akan standar pendidikan yang berubah tentu saja akan menjadikan

standar mengenai batas kewajiban berzakat akan berubah, kebutuhan akan anjing

penjaga diri dan rumah akan mempengaruhi status hukum makruh dalam

pemeliharaannya, kebutuhan mengenai tuntutan rumah dengan beragam fasilitas

standar, serta kebutuhan untuk melakukan pinjaman di bank termasuk beberapa

contoh dari perubahan kebutuhan yang sangat besar probabilitasnya menjalar pada

fatwa.

12

Fatwa > Majma’ al-Buh}u >th al-Isla >miyyah bi Iba >h }at Fawa>id al-Mas}a >rif, 23 Ramadhan 1423

bertepatan dengan 28 November 2002. Lihat www.onislam.net (15 Januari 2015). 13

Yu>suf al-Qard }awi >, Mu >jiba >t, 76-80

Page 10: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

122

B. Analisis Fatwa NU Terkait Bunga dalam Hutang-Piutang, Studi atas

Fleksibilitas Fatwa dan Instrumen Perubahan Fatwa Yu >suf al-Qard }a>wy

Sebagai sebuah organiasasi kemasyarakatan keagamaan, NU seringkali

memotret beragam persoalan yang tengah dihadapi oleh masyarakat. Seperti,

keresahan warga nahdliyin yang ingin mencari kejelasan kembali tentang status

bunga yang muncul dari sebuah pinjaman di koperasi.

Kendatipun tempat meminjam, sebagaimana yang ditanyakan berupa

koperasi, namun prinsip bunga dalam pinjaman tersebut sama dengan redaksi

bank. Ada jumlah lebih, dengan perhitungan persentase tertentu, dari jumlah uang

yang dipinjam.

NU mengeluarkan fatwa tentang materi ini melalui Muktamar NU ke-14 di

Magelang 1 Juli 1939 M mengenai permasalahan praktik peminjaman uang dari

Koperasi14

.

Peminjaman uang dari koperasi atau lainnya, apabila dijanjikan memberi

bunga (rente) dan janjinya itu di dalam akad atau sesudah akad tetapi sebelum ada

ketetapan pinjam, maka hukumnya haram dengan kesepakatan (mufakat) para

ulama. Karena itu termasuk pinjaman dengan menarik keuntungan, tetapi kalau

tidak dengan perjanjian bicara atau tulisan, maka hukumnya boleh dengan tidak

ada perselisihan di antara para ulama. Kalau dengan perjanjian dengan tulisan

zonder (tanpa) dibaca, atau tentang bunga itu telah menjadi kebiasaan, walaupun

14

Tim Lajnah Ta’li >f wa al-Nashr (LTN) PBNU, Ahkamul Fuqoha; Solusi Problematika Aktual

Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010),

(Surabaya: Khalista, 2011), 242.

Page 11: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

123

tidak dijanjikan, mka hukumnya ada 2 pendapat yaitu haram, dan yang kedua

boleh15

.

NU yang memiliki metode penetapan tersendiri seringkali lebih mencukupkan diri

dengan mengacu pada pendapat fikih jadi yang telah tertuang dalam sebaran kitab-kitab

muktabarah. Dengan Lajnah Bah}th al-Masa >il mempergunakan tiga macam metode

istinba>t } hukum yang diterapkan secara berjenjang, yaitu:16

Metode Qawli, Ilh }a>q

dan Manhajy,NU seringkali memilih metode langsung dengan melakukan rujukan

pada pendapat ulama fikih.

Hanya saja, fatwa NU di sini terasa berbeda karena dalam isi fatwa, NU

selalu menampilkan wajah yang berganda, penuh opsional. Memaparkan dua

laternatif secara jujur, misalnya, mampu membuat kedewasaan berfikir bagi umat

Isalam dalam memandang sesuatu.

Hal ini sesuai dengan kerangka bermazhab kepada salah satu mazhab empat

yang disepakati dan mengutamakan bermazhab secara qauly17

prosedur prosedur

jawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut:

1. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab18

(teks fikih

“jadi” yang sudah tertuang dalam kitab fikih) dan di sana terdapat hanya satu

15

Al-Bakri Muh}ammad Shat }a > al-Dimyat }i, I’a >nat al-T}a >libi >n Jilid III, (Beirut: Da >r al-Fikr,

1418H/1997M), 64-66

16 Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU, 118.

17 Bermazhab secara qauly adalah mengikuti pendapat-pendapat yang sudah “jadi” dalam lungkup

mazhab tertentu. Sementara bermazhab secara manhaji diartikan sebagai cara bermazhab yang

dilakukan dengan mengikuti jalan pikiran atau kaidah penetapan hukum yang telah ditulis oleh

Imam Mazhab. Lihat Ah }ka >m al-Fuqaha>’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan

Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010M), 846 18

Dalam tradisi keilmuan di lingkungan NU, kriteria kitab yang dipergunakan sebagai rujukan

dalam fatwa/ pengambilan keputusan masalah keagamaan adalah kitab-kitab yang beraliran 4

mazhab (Shafi’i, Hanafi, Ma >liki dan H }ambali) sebagaimana yang telah diputuskan dalam Munas

Alim Ulama di Sukorejo Situbondo, 21 Desember 1983. Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU,

Ah }ka>m al-Fuqaha>’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas,

Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010M), (Surabaya: Khalista, 2011), 386. Lihat juga,

Abdurrah }ma >n Ba >’Alawy, Bughyat al-Mustarshidi >n (Pekalongan, Shirkah Nur Asia, t.th), 108; Al-

Page 12: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

124

qaul/wajah, maka dipakailah qaul/wajah sebagaimana diterangkan dalam ibarat

tersebut.

2. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan di sana

terdapat lebih dari satu qaul/wajah, maka dilakukan taqri >r jama>i19 untuk memilih

satu qaul/wajah.

3. Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali yang memberikan

penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilh }a>q al-masa>il bi naz }a>iriha >20 secara

jama>’i (kolektif) oleh para ahlinya.

4. Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin

dilakukan ilh}a>q, maka bisa dilakukan istinba >t } jama>’i21 dengan prosedur

bermazhab secara manhaji oleh para ahlinya. Seperti pertimbangan pendapat

dalam fatwa tersebut dari pendapat Al-Bakr Muh }ammad Shat }a al-Dimayat } dalam

kitab I’a>nat al-T}a>libi >n yang berbunyi:

فعا للمقرض غير نحو رهن ومن ربا الفضل ربا القرض وهو كل قرض جر ن

22لكن ال يحرم عندنا إال إذا اشترط في عقده

“Dan diantara riba al-fad }l adalah riba al-qard }, takni semua pinjaman yang

memberikan manfaat kepada si peminjam, kecuali seperti gadai. Menurut kita,

Bakri Muh }ammad Shat }a > al-Dimyat }i, I’a >nat al-T}a >libi >n Jilid I, (Beirut: Da >r al-Fikr, 1418H/1997M),

17; “Alawy al-Saqqa >f, al-Fawa >id al-Makkiyyah dalam Majmu >’ah Sab’at al-Kutub al-Mufi>dah

(Mesir: Mus }t}afa > al-H }alaby, t.th), 50 19

Taqri >r Jama>i merupakan salah satu istilah dalam bBahtsul Masa >il NU yang diartikan sebagai

upaya secara kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu di antara beberapa qaul/wajah.

Ah }ka>m al-Fuqaha>’,470. 20

Ilh }a >q al-masa>il bi naz }a >iriha >, adalah menyamakan hukum suatu kasus/masalah yang belum

dijawab oleh kitab dengan kasus/masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab (menyamakan

dengan pendapat yang sudah “jadi”). Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, Ah }ka >m al-Fuqaha>’, 470. 21

Istinba>t jama’i adalah usaha kolektif untuk mengeluarkan hukum shara’ dari dalilnya dengan

menggunakan qawa >id us}u >liyyah dan qawa>id fiqhiyyah. Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU,

Ah }ka>m al-Fuqaha>’ 470. 22

Al-Bakri Muh}ammad Shat }a > al-Dimyat }i, I’a >nat al-T}a >libi >n Jilid III, (Beirut: Da >r al-Fikr,

1418H/1997M), 26

Page 13: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

125

yang demikian itu tidak haram kecuali disyaratkan dalam akad hutang-piutang

tadi.

Di dalam pendapat tersebut, dengan beberapa redaksi pendapat ulama lain

yang semakna, langsung memunculkan sebuah hadis yang bertema sentral

mengenai adanya suatu manfaat/keuntungan yang timbul dari hutang-piutang itu

tidak diperkenankan.

Isi fatwa NU yang memang sedari awal juga mengetengahkan sebuah hadis

terasa ada upaya setengah hati dalam memberikan sebuah pertimbangan hukum.

Upaya ini tak lain setelah keputusan memberikan legitimasi berupa hadis:

كل قرض جر منفعة فهو ربا23

“Setiap utang yang menarik keuntungan adalah riba”

NU tidak melanjutkan pada tataran kajian dalam ragam sharh } yang beragam

tersebut. NU juga tidak sampai pada upaya untuk melacak validitas hadis yang

digunakan dalam isi fatwa itu sendiri, atau berada di dalam rangkaian pernyataan

ulama yang dikutip.

Padahal secara validitas hadis, al-S }an’a>ny berpendapat bahwa terdapat mata

rantai sanad yang terputus yakni Sawwar bin Mus }’ab al-Hamda>ny, seorang

muadhdhin buta, yang statusnya tidak dianggap, ditinggalkan periwayatan

hadisnya. Sehingga, sebagaimana penulis Sharh } Bulu >gh al-Mara >m, hadis ini

statusnya lemah, tidak bia dijadikan dalil hukum (al-ih}tija>j), bahkan kendati pun

hadis ini memiliki beberapa hadis pendukung namun berstatus lemah (dalam

23

Al-Baihaqy, al-Sunan al-Kubra >, Juz 5, 349

Page 14: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

126

periwayatan al-Baihaqy) karena terdapat Fud }a>lah bin ‘Ubayd, serta hadis

pendukung yang hanya sampai derajat mauquf.24

Agaknya, hal ini tidak terlalu dianggap serius, karena kultur NU,

dibandingkan dengan MUI, sebenarnya bersifat tidak lebih seletif. Hanya saja, di

kultur NU, hadis yang dijadikan legitimasi sering kali digunakan tanpa melalui

proses validasi terlebih dahulu bahkan tanpa takhri >j sederhana untuk memastikan

letak hadis tersebut dalam sebaran kitab hadis.

Begitu pun dengan beberapa pernyataan sesuatu yang dianggap sebagai

mewakili segenap komunitas sha>fi’iyyah. Dalam fatwa tersebut tertulis:

ود واإلخبارات واإلنشاءات مذهب الشافعي أن مجرد الكتابة في سائر العق

25ليس بحجة شرعية

“Menurut madzhab Syafi’i, bahwa sekedar tulisan di semua transaksi,

beberapa pemberitahuan dan pengajuan bukan hujjah shar’i (dalil syara’).

Hal ini berarti, dengan memngacu pada pendapat di atas, fatwa NU hendak

menggeneralisir bahwa madhhab sha>fii tidak menganggap tulisan sebagai dalil

shara’. Padahal, kontroversi dalam tubuh Sha >fi’iyyah masih terus terjadi terkait

posisi tulisan yang bisa disamakan dengan ucapan atau pun tidak.

Salah satu tokoh ulama Sha >fi’iiyyah memberikan sebuah uraian yang panjang

setelah penelaan diskursus fikih, bliau menyimpulkan bahwa:

24

Muh}ammad bin Isma >i>l al-Ami>r al-Kah}la >ny al-S}an’a >ny, Subulu hadis al-Salam, Juz 3 (t.t :

Maktabah Mus}t}afa al-Ba >by al-H }alaby, 1379 H/1960 M), 53 25

Abdurrah }ma >n Ba >’Alawy, Bughyat al-Mustarshidi >n (Pekalongan, Shirkah Nur Asia, t.th), 186

Page 15: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

127

ابة ليست صريحا في الكلم ، وال يجري وذهب جمهور الفقهاء إلى أن الكت

ريح من الكلم 26عليها حكم الص

“Mayoritas ulama fikih berpendapat bahwa tulisan bukanlah ucapan yang

jelas dan tidak bisa berlaku hukum ucapan yang jelas”

Akan tetapi, al-Ma>wardi justru memiliki kecenderungan memilih sikap

bahwa tulisan, dalam banyak hal yang berkaitan dengan hukum semisal talak,

sama dengan ungkapan. Bahwa dalam urf pun diketahuai, tulisan bisa menjadi

badal (pengganti) dari ucapan, dan akan berlaku hukum yang sama dengan yang

terjadi dalam masalah ucapan27

Oleh karena itu, sebuah kajian yang mendalam terkait dengan sikap yang

lebih tepat mengenai hal ini pada gilirannya nanti mampu menjadi alternatif

pengetahuan yang bisa menjaidkan fatwa berubah. Perubahan pengetahuan yang

terjadi mampu menjadikan fatwa yang telah ditetapkan mendapatkan koreksi yang

lebih baik untuk tahun-tahun berikutnya.

Beberapa tahun kemudian, fatwa di atas dikuatkan kembali dengan putusan

mengenai “Koperasi Simpan Pinjam” dalam putusan Munas Alim Ulama di

Cilacap, 15-18 November 198728

.

Sementara fatwa NU yang memiliki karakter persoalan yang sama diajukan

dengan menggunakan istilah yang lazim dipakai sebagai “uang administrasi”

26

Abu> al-H }asan al-Ma >wardi, al-H }a >wy al-Kabi >r , Juz 10 (Beirut : Da >r al-Fikr, t.th), 396 27

Ibid. 28

Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, Ah}ka >m al-Fuqaha>’, 423

Page 16: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

128

dalam istilah bunga yang muncul akibat transaksi hutang piutang di Koperasi

simpan pinjam29

Secara sederhana, koperasi simpan pinjam memiliki modal usaha yang

dikumpulkan dari anggota dari uang “simpanan pokok” dan “simpanan wajib”

para anggota koperasi. Gabungan modal tersebut, sebagian dipinjamkan kepada

orang yang memerlukan pinjaman. Modal yang dikumpulkan secara bersama-

sama tersebut tidak dapat memenuhi kriteria “syirkah”, sebagaimana yang

disebutkan dalam literatur fikih karena:

a. Dalam syirkah, pengumpulan modal itu disyaratkan harus ada lafal yang

dapat dirasakan sebagai pemberian izin dalam perdagangan. Sedangkan dalam

Kosipa, pengumpulan modal tersebut dimaksudkan untuk dipinjamkan.

b. Dalam syirkah, modal harus sudah terkumpul sebelum dilakukan syirkah.

Sedangkan dalam Kosipa biasanya modal baru dikumpulkan sesudah disetujui

oleh rapat anggota.

Oleh karena itu, akad pengumpulan modal dalam Koperasi Simpan Pinjam

tersebut tidak sah menurut ketentuan syara’.

Sementara uang administrasi yang dipungut oleh koperasi dari setiap anggota

yang meminjam uang hanyalah istilah lain dari bunga, karena:

a. Uang administrasi tersebut merupakan keharusan yang harus dipenuhi oleh

setiap orang yang meminjam uang. Sehingga pada hakikatnya tidak berbeda

dengan manfaat yang ditarik oleh orang yang meminjamkan uang, dalam hal ini

Kosipa dari para peminjam uang.

29

Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, Ah}ka >m al-Fuqaha>’, Solusi Problematika Aktual Hukum

Islam, Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010M), (Surabaya:

Khalista, 2011), 422-423

Page 17: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

129

b. Besarnya uang adminitrasi yang dipungut oleh Kosipa dari para peminjam

uang telah ditentukan sesuai dengan besarnya uang yang dipinjam, yakni sekian

persen dari jumlah pinjaman sesuai dengan keputusan rapat anggota

Jadi tanpa memperhatikan apakah syarat pemberian uang administrasi sudah

berlangsung, sebelum atau sesduah akad, atau apakah syarat tersebut berbentuk

ucapan atau tulisan, yang kesemuanya itu memerlukan pembahasan tersendiri,

maka pungutan uang administrasi tersebut dapat dimaksudkan adalam makna

hadis Nabi:

كل قرض جر منفعة فهو ربا30

“Semua peminjaman yang dapat menyebabkan adanya suatu manfaat, maka

hukumnya riba”

Riba dapat diartikan secara sederhana sebagai secara tambahan (al-ziya >dah).

Hal ini sebagaimana diungkapkan Al-Quran, dengan pemakaian diksi riba, dalam

surat al-H}ajj ayat 5 dan al-Nah}l ayat 92, di mana riba diartikan sebagai tambahan,

tinggi (al-‘uluww), dan peningkatan (al-irtifa >’).31 Sementara dalam istilah, riba

diartikan sebagai :

32زيادة أحد البدلين المتجانسين من غير أن يقابل هذه الزيادة عوض

“ Sebuah tambahan atas 2 hal sejenis yang dipertukarkan (barter) dengan

tanpa adanya konpensasi ganti (‘iwad }) atas penambahan ini”.

30

Al-Baihaqy, al-Sunan al-Kubra, Juz 5, 349 31

Abd al-Rah}ma >n al-Ja >zi>ry, Al-Fiqh ‘Ala> al-Madha>hib al-Arba’ah (Lebanon: Da >r al-Kutub al-

Ilmiyah, 2006), 493. 32

Ibid

Page 18: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

130

Dengan menggunakan redaksi yang lain, Al-Jurja>ny mengartikan riba secara

istilah sebagai berikut:

33لعاقدينفضل خال عن عوض شرط آلحد ا

"Kelebihan dengan tanpa ganti yang dipersyaratkan pada salah satu dari dua

orang yang melakukan akad”.

Penjelasan mengenai riba dalam sisi istilah di atas, sepintas memang belum

terlalu menyentuh sisi similaritasnya dengan bunga bank, kecuali pada sisi adanya

sebuah penambahan dan ketiadaan konpensasi atas penambahan ini. Namun,

untuk memperjelas definisi istilah tersebut, kiranya kita perlu merunut rekam

sejarah di mana ayat mengenai riba muncul.

Oleh karena akad pengumpulan modal dalam Kosipa (Koperasi Simpan

Pinjam) tersebut tidak dapat memenuhi ketentuan syirkah, maka masalah zakatnya

dikembalikan kepada masing-masing anggota Kosipa tersebut. Oleh karena

Kosipa ini telah dilaksanakan di seluruh tanah air di Indonesia, maka seluruh

musyawirin telah bersepakat untuk memberikan jalan keluar yang dapat

dibenarkan oleh syara’ sebagai berikut:

a. Kosipa harus diganti bentuknya dengan bentuk “koperasi biasa” yang

dibenarkan oleh syara’

Uang yang telah menjadi milik koperasi dapat dipinjamkan kepada para

anggota tanpa dikenakan uang administrasi dari prosentase jumlah uang yang

dipinjam.

33

Abi> al-H }asan ‘Aly> bin Muh}ammad bin ‘Aly al-H }usayny al-Jurja >ny al-H }anafy, al-Ta’ri >fa >t, Cet.III (Lebanon: Da >r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2009), 112

Page 19: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

131

Akan tetapi, agaknya sisi tekstual pada kedua fatwa tersebut justru semakin

diperlunak dengan adanya Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung Pada

Tanggal 16-20 Rajab 1412 H/21-25 Januari 1992 Masalah bank Islam di mana

para musyawirin berbeda pendapat tentang hukum bunga bank konvensional

sebagai berikut34

:

a. Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara

mutlak, sehingga hukumnya haram.

b. Ada pendapat yang tidak mempersamakan antara bunga bank dengan riba,

sehingga hukumnya boleh.

c. Ada pendapat yang mengatakan hukumnya shubhat (tidak identik dengan

haram).

Pendapat pertama dengan beberapa variasai antara lain sebagai berikut:

a. Bunga itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga hukumnya

haram

b. Bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut

sementara sebelum beroperasinya sistem perbankan yang Islami (tanpa bunga).

c. Bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut

sebab adanya kebutuhan yang kuat (h}a>jah ra >jih}ah})

Pendapat kedua juga dengan beberapa versi antara lain sebagai berikut:

a. Bunga konsumtif sama dengan riba, hukumnya haram. Dan bunga

produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal.

34

Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, Ah}ka >m al-Fuqaha>’, Solusi Problematika Aktual Hukum

Islam, Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010M), (Surabaya:

Khalista, 2011), 473

Page 20: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

132

b. Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama dengan riba,

hukumnya halal.

c. Bunga yang diterima dari deposito yang ditaruh di bank hukumnya boleh

d. Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunganya

terlebih dahulu secara umum.

Guru Besar Fikih UIN Sunan Ampel Surabaya Ahmad Zahro sendiri

cenderung mengelompokkan pendapat mengenai status hukum bunga bank

menjadi empat35

:

1. Pendapat yang mengharamkan bunga bank

Dalil pengharaman bunga bank, karena disamakan dengan riba, antara lain

menggunkan Surat Ali Imran Ayat 130, Surat al-Baqarah 278-279, serta hadis

Nabi riwayat Jabir RA yang melaknat pemakan riba, pemberi makan dengan harta

riba, penulis, kedua saksinya, seraya mengatakan mereka semua sama.

Ulasan Abd. al-Rah }ma>n al-Jazi>ry (w.1360 H) yang menegaskan bahwa ayat –

ayat Quran Surat al-Baqarah 276-279 secara pasti telah menunjukkan keharaman

Riba Nasiah36

, dan termasuk dari Riba Nasi’ah adalah apa yang familiar di zaman

kita berupa pembayaran atas sesuatu penundaan berupa fa>idah sanawiyyah (bunga

tahunan) atau shahriyah (bunga bulanan) yang dihitung dengan persentase (‘ala

h}isa >b al-mi’ah)37

.

35

Ahmad Zahro, Fiqh Kontemporer ; Menjawab 111 Masalah.( Jombang: Unipdu Press, 2012),

228-232 36

Nasi’ah sendiri diartikan sebagai ta’khi >r (Pengakhiran, atau penundaan). Secara istilah, Nasia’ah

diartikan sebagai adanya tambahan pembayaran hutang sebagai konpensasi atas penundaan

penyerahan (ta’khi >r al-daf’). Abd al-Rah}ma >n al-Ja >zi>ry, Al-Fiqh ‘Ala> al-Madha>hib al-Arba’ah,

493. Lihat pula Muh }ammad ‘Aly al-S}a >bu>ny, Rawa >i’ al-Baya>n Tafsi >r A >ya >t al-Ah}ka >m min al-

Qur>an, juz I (Jakarta: Da >r al-Kutub al-Isla >miyah, 2001), 307. 37

Abd al-Rah}ma >n al-Ja >zi>ry, Al-Fiqh ‘Ala > al-Madha>hib al-Arba’ah, 494.

Page 21: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

133

Senada dengan ungkapan di atas, tokoh penafsir Quran ternama ‘Muh }ammad

Aly al-S }a>bu>ny menjelaskan kesimpulannya mengenai Riba Nasi’ah sebagai

bagian dari riba yang diharamkan di dalam Hukum Islam dengan berkata bahwa

jenis riba ini sekarang dipraktekkan di dalam bank-bank (al-bunu>k) dan lembaga

keuangan yang lain (al-mas}a>rif al-ma >liyah) dengan penambahan berupa

prosentase tertentu (nisbah mu’ayyanah fi al-mi’ah) seperi 5 persen atau 10

persen dan diserahkan kepada perusahaan atau individu38

.

Kedua pendapat tersebut berada pada arus di mana konsekuensi logis atas

similaritas yang terdapat pada bunga bank dan riba. Kendati merupakan pendapat

individu dalam karya mereka masing-masing, namun pamor kapabilitas mereka

dalam menganalisis geliat ekonomi kekinian yang dianggap melanggar peraturan

dalam Hukum Islam, menjadikan pendapat ini mendapatkan tempat dan memiliki

efek di dalam masyarakat muslim.

2. Pendapat yang mengharamkan bunga bank dengan pengecualian

Sebagaian ahli fikih memang mengharamkan bunga bank, tetapi

mengecualikannya jika dalam keadaan darurat, artinya bunga bank menjadi boleh

dan halal jika amat terpaksa. Untuk mendasari pendapat ini, mereka

mempergunakan kaidah usul fikih antara lain:

الضرورة تبيح المحظورات

“Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang”

الحاجة تنزل منزلة الضرورة عامة أو خاصة

“Kebutuhan itu menempati tempatnya keadaan darurat, baik secara umum

maupun khusus”.

38

Muh}ammad ‘Aly al-S}a >bu>ny, Rawa >i’ al-Baya >n, 307.

Page 22: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

134

3. Pendapat yang menghalalkan bungan bank dengan pengecualian

Dasar pendapat ini didapati dari pemahaman kontekstual mengenai ayat dan

surat yang sama.

a. Al-T}abary menyatakan, berdasarkan riwayat yang diterima dari Muja >hid

dan ‘At }a>’, bahwa Surat Ali Imran ayat 130 ini turun berkaitan dengan praktik riba

pada masa Jahiliyah yang berdasarkan riwayat Ibnu Zaid, riba zaman Jahiliyah

terjadi dalam pelipatgandaan yang luar biasa. Misalnya, jika hewan yang diutang

itu berumur satu tahun, kemudian jatuh tempo dan belum dapat melunasinya,

maka pembayaran ditangguhkan dengan kewajiban membayar dengan binatang

yang berumur 2 tahun, dan begitu seterusnya sampai lunas. Begitu juga dengan

hutang selain binatang. Jika telah jatuh tempo dan belum bisa mengembalikan,

hutang yang semula 100 harus dikembalikan dua ratus dan begitu seterusnya

sampai seluruh hutang terlunasi.

Demikian ini dapat memberikan pemahaman bahwa yang dilarang adalah

segala macam dan bentuk riba yang dipraktekkan pada zaman Jahiliyah, dan hal

ini berarti pula tidak semua nilai tambah dari pokok hutang yang saat ini lebih

dikenal dengan istilah “bunga” sama dengan riba yang dilarang.

b. Muhammad Rasyid Rid }a> berpendapat bahwa riba yang dilarang dalam

Surat al-Baqarah ayat 278 adalah riba yang berlipat ganda (ad}’a>fan mud }a>’afan)

sebagaimana yang dimaksud da;am Surat Ali Imra >n ayat 130, sesuai dengan sebab

dan kondisi diturunkannya ayat tersebut. Kendatipun demikian, illat riba

Page 23: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

135

dihukumi haram adalah karena unsur penganiayaan (al-z }ulm)39

, sebagaimana

dinyatakan dalam Surat al-Baqarah 279.

4. Pendapat yang menyatakan bahwa bunga bank adalah Syubhat40

.

Karena samarnya pengertian, tipisnya perbedaan dan adanya kemiripan

ataupun persamaan antara bunga bank dengan riba, maka sulit untuk memastikan

bahwa bunga bank itu halal/haram. Sesuatu yang berada di wilayah antara halal

dan haram adalah syubhat (tidak jelas halal-haramnya).

Menurut Ahmad Zahro, ada ungkapan penting yang dapat dijadikan kata

kunci untuk menemukan pijakan hukum dan maqa>s }id shari>’ah, yaitu penghujung

ayat 279 dari Surat al-Baqarah yang berbunyi “La > taz }limu>n wa la > tuz}lamu>n”

(kalian tidak merugikan dan juga tidak dirugikan). Jadi dengan demikian, tujuan

pokok Syariat Islam melarang riba adalah agar tidak ada pihak mana pun yang

dirugikan.

Jika ini benar, maka riba yang diharamkan adlah riba yang berdimensi

merugikan orang lain, sedang yang tidak merugikan, atau malah menguntungkan

banyak pihak, tentu harus berada di luar hukum haram tersebut.

Adanya keragaman dalam pendapat mengenai bunga bank dan sisi

similaritasnya dengan riba, membuktikan tentang paradigma kebenaran dalam

39

Lafal al-z}ulm setidaknya memiliki tiga arti. Pertama, meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya

(wad }’u al-shay’ fi> ghayr maud }i’ihi), Kedua, suatu ungkapan untuk mengatakan mengenai kondisi

melewati batas dari kebenaran menuju kebatilan (ibarat ‘an al-ta’addy ‘an al-h}aqq ila > al-ba>t}il wa

hua al-ju>r), Ketiga, membuang kepemilikan orang lain dan melampaui batas (al-tas }arruf fi > milk

al-ghayr wa muja>wazat al-h }add. Abi> al-H }asan ‘Aly> bin Muh }ammad bin ‘Aly al-H }usayny al-

Jurja>ny al-H }anafy, al-Ta’ri >fa >t, Cet.III (Lebanon: Da >r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2009), 147 40

Shubhat adalah yang tidak diyakini keharaman dan kehalalannya. Abi > al-H }asan ‘Aly> bin

Muh }ammad bin ‘Aly al-H }usayny al-Jurja >ny al-H }anafy, al-Ta’ri >fa >t, Cet.III (Lebanon: Da >r al-Kutub

al-‘Ilmiyah, 2009), 127

Page 24: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

136

hukum Islam. Bahwa, melansir Ahmad Zahro41

, paradigma kebenaran dalam

Hukum Islam merupakan paradigma berganda, tidak kebenaran tunggal. Oleh

karena itu, hasil ijtihad dari seseorang yang memiliki kapabilitas keilmuan dalam

berijtihad dianggap benar, meskipun antar hasil satu ijtihad dengan ijtihad lainnya

berlawanan.

Quraish Shihab yang mengetengahkan pembahasan mengenai makna riba

perlu memperhatikan tiga kata kunci yang terekam dalam al-Quran. Ketiga kata

kunci tersebut adalah ad}’a>fan mud}a>’afah (berlipat ganda), wa dharu > ma> baqiya

min al-riba > (tinggalkanlah sisa-sisa dari riba), serta wa lakum ru’u >su amwa >likum,

lataz }lamu>na wa la> tuz }lamu>n (bagimu adalah pokok hartamu (modalmu), kamu

tidak menganiaya dan tidak dianiaya)42

. Uraian ketiga kata kunci tersebut sebagai

berikut:

a. Riba berlipat ganda.

Penjelasan mengenai ad}’a>fan mud}a>’afah (berlipat ganda) ditemui dalam surat

al-Imra>n ayat 130:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan

berlipat ganda”43

41

Ahmad Zahro, “Keluasan dan Keluwesan Hukum Islam”, Buletin Dakwah Jumat Al-Akbar.

Edisi 152 01 Jumadil Awal 1431 H/16 April 2010. 42

Qurasih Shihab, Membumikan al-Quran, Cet. XIX (Bandung: Mizan, 1999), 258-268. 43

Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, 66

Page 25: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

137

Penjelasan al-Quran mengenai praktek riba di masa Jahiliyah memberikan

sebuah informasi yang tidak bisa ditinggalkan. Bahwa dalam masa itu,

sebagaimana didukung oleh rekam sejarah penurunan ayat tersebut, riba

dipraktekkan hingga berlipat-lipat kali dari jumlah uang pokok yang dipinjamkan.

Sebagaimana pernah disinggung oleh penafsir Ibnu Kathi >r dalam tafsirnya

mengenai ayat tersebut,

Di antara tokoh yang memperhatikan klausul ad}’afan mud}a>’afan sebagai

syarat riba yang dilarang adalah Muh }ammad Sai >d al-Ashmawi. Beliau

berpandangan bahwa teks ad}’afan mud}a>’afan perlu dipandang sebagai bentuk

eksploitasi yang di luar batas. Sehingga jika kita memperhatikan sistem bunga

pada bank konvensional, pembungaan dibatasi oleh Undang-Undang. Ini berarti,

selama masih dalam batas bunga yang ditentukan oleh UU, pembungaan tidak

mengandung unsur ad}’afan mud}a>’afan. Sehingga pembungaan dalam bank

konvensional diperbolehkan, karena ketiadaan unsur riba berupa ad}’afan

mud}a>’afan.44

Tokoh lain yang menjelaskan tentang unsur ad}’afan mud}a>’afan adalah

Muhammad Shahru >r. Pemikir Islam dari Syiria ini berargumentasi bahwa sistem

perbankan Islam diperbolehkan memungut bunga selama tidak sampai pada batas

maksimalnya sehingga dikatagorikan sebagai ad}’afan mud}a>’afan. Menurut

pencetus teori limits (al-h}udu>d) ini, batas maksimal bunga dalam pinjaman adalah

44

Muh}ammad Sai >d al-Ashmawi, Penerapan Syariat Islam Dalam Undang-Undang; Belajar dari

Pengalaman Mesir, pent. Saiful Ibad (Jakarta : Referensi, 2012), 108-112. Sebagai perbandingan,

Ulama yang mendukung atas format peraturan positif negara sebagai syariat Islam ini,

memberikan penjelasan bahwa dalam UU Sipil Mesir pasal 227 terdapat keterangan bahwa

penambahan atas pokok hutang sebagai imbalan penundaan pembayaran tidak boleh lebih dari 7

persen. Muh}ammad Sai >d al-Ashmawi, Penerapan Syariat Islam, 99.

Page 26: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

138

ketika bunga melebihi dua kali lipat (atau sudah 100 persen) dari modal

pinjaman45

.

Secara ringkas, bisa disimpulkan bahwa interpretasi mengenai riba, yang di

dalamnya mengandung unsur ad}’afan mud}a >’afan, tidak tunggal. Beberapa ulama

justru memandang bahwa unsur ad}’afan mud }a>’afan inilah yang menjadi titik

sentral di mana bunga bank bisa disamakan dengan riba. Artinya, jika, unsur

ad}’afan mud}a>’afan tidak ditemukan dalam praktek pembungaan dalam sistem

perbankan, maka bunga bank tidak bisa dipersamakan dengan riba. Hal ini akan

menjadi konsekuensi logis dengan lebel bunga bank tidak menjadi haram karena

ketiadaan unsur ad}’afan mud}a>’afan, sebagaimana unsur ini dilekatkan dengan

riba.

b. Meninggalkan sisa-sisa dari riba.

Teks larangan mengenai peninggalan sisa-sisa riba ditemukan dalam surat al-

Baqarah ayat 278:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan

sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.46

Pada poin ini, Quraish shihab sebenarnya hendak memaparkan dua arus

interpretasi yang terjadi akibat teks tersebut, di mana larangan tersebut berkisar

pada peninggalan bentuk-bentuk riba jahiliyah saja, atau pada setiap tambahan

45

Muhammad Shahrur, Prinsip dan Dasar hermeneutika Hukum Islam Kontemporer, Pent.

Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin Dzikri (Yogyakarta, elSAQ Press, 2007), 34 dan 55. Lihat

pula dalam Muhammad Ghafur W, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia,

(Yogyakarta: Biruni Press, 2008), 107-108. 46

Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, 47

Page 27: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

139

pada pinjaman yang terjadi hingga saat ini47

. Jikalau larangan ini dikaitkan pada

peninggalan bentuk riba yang terjadi pada masa jahiliyah, di mana unsur ad}’afan

mud}a>’afan menjadi karakter praktek hutang yang melekat, maka bunga bank yang

terjadi sekarang bisa dibenarkan asal tidak sampai mengandung unsur ad}’afan

mud}a>’afan. Sementara jika larangan ini diterapkan secara umum pada bentuk

pinjaman yang terdapat tambahannya, maka praktek pembungaan saat ini tidak

bisa dibenarkan.

Tokoh yang mendukung pemaknaan yang pertama dapat ditinjau kembali

pada pembahasan mengenai unsur riba berupa ad}’a>fan mud}a>afan di atas,

sementara salah satu penafsir yang mendukung pemaknaan kedua adalah al-T}abari

saat dia mengatakan :

48اتركوا طلب ما بقي لكم من فضل على رءوس أموالكم التي كانت لكم قبل أن تربوا عليها

“Tinggalkan permintaan/tuntutan untuk membayar penambahan (fad }l) atas

uang pokok kalian yang asal sebelum kalian menambahkannya”.

c. Bagimu adalah pokok hartamu, kalian tidak menganiaya juga tidak

dianiaya.

Poin mengenai ini ditemukan dalam surat al-Baqarah ayat 279 yakni:

47

Qurasih Shihab, Membumikan al-Quran, 258-268. Lihat pula dalam kesimpulan Muhammad

Ghafur W, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia, (Yogyakarta: Biruni Press, 2008),

115-116. 48

Muh}ammad bin Jari >r bin Yazi >d bin Kathi >r bin Gha >lin al-Amaly, Ja >mi’ al-Baya >n, juz 6, 22.

Page 28: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

140

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka

ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu

bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak

Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”49

Adanya ayat mengenai “Bagimu adalah pokok hartamu” meniscayakan akan

sikap seorang yang memberikan hutang (kreditur) sebaiknya hanya mencukupkan

untuk mengambil uang pokok modal yang dipinjamkan saja, tanpa perlu meminta

tambahan atas pengembalian pinjaman. Akan tetapi ini tidak berarti kreditur tidak

diperbolehkan menerima tambahan atas pengembalian pinjaman, sebab dalam

hadis, Rasulullah bersabda:

50خيار الناس أحسنهم قضاء فإن

“Sebaik-baik kalian adalah yang sebaik-baiknya membayar hutang).

Pada poin ini, menarik untuk diketengahkan bahwa klausul “kamu tidak

menganiaya dan tidak pula dianiaya” memberikan sebuah keterangan logis bahwa

dalam hutang piutang, pemberian pinjaman dan pengembalian pinjaman harsu

didasari dengan peniadaan unsur kedzaliman. Ini berarti, praktek hutang-piutang

yang didasari atas dasar saling rela (tara >d}in). Karena hal ini pula, menurut Syaikh

49

Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, 47 50

Ma >lik bin Ans Abu > Abdillah al-As}bah}y, Muwat }t}a’ al-Ima>m Ma >lik, Juz III (Damaskus: Da >r al-

Qalam, 1991), 254.

Page 29: BAB IV ANALISIS FLEKSIBILITAS FATWA MUI-NU TERKAIT …digilib.uinsby.ac.id/4232/6/Bab 4.pdf · Penyebutan MUI tentang surat surat al-Baqarah ayat 275-280 dan juga Surat Ali Imra>n

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

141

al-Azhar Muhammad Sayyid T }ant }awy, aspek penetapan bunga bank di depan

diperbolehkan dalam syariat Islam sepanjang kedua belah pihak menerima51

.

Penulis beranggapan bahwa diskursus mengenai hukum bunga bank tidak

akan mencapai titik kesepakatan, kesecuali bersepakat untuk berbeda. Masing-

masing poros mengutarakan argumentasi yang bisa diterima. Namun, penulis

beranggapan bahwa bunga bank bisa disamakan dengan riba, dalam hal adanya

unsur penambahan, namun tidak sampai dihukumi haram dikarenakan ketiadaan

unsur-unsur lain yang melekat dalam pembahasan mengenai riba.

Oleh karena itu membaca fatwa NU, terlebih setelah fatwa Munas Alim

Ulama NU di Bandar Lampung Pada Tanggal 16-20 Rajab 1412 H/21-25 Januari

1992 masalah bank Islam52

, Fatwa hasil Muktamar NU ke-14 di Magelang 1 Juli

1939 M mengenai permasalahan praktik peminjaman uang dari Koperasi53

dan

fatwa NU komisi fatwa NU mengenai keberadaan “Koperasi Simpan Pinjam”

dalam putusan Munas Alim Ulama di Cilacap, 15-18 November 198754

telah bisa

dibaca dengan teori fleksibilitas fatwa .

51

Muhammad Sayyid T }ant}awy, Ijtihad dalam Teologi Keselarasan, Peny: Nadim Zuhdi dan

Mieke Sulistyorini ( Surabaya: JP Books, 2005), xi-xii. Penjelasan T }ant}awy ini disertai dengan

adanya unsur kemaslahatan umum dalam pengembalian bunga dengan intervensi pemerintah

mengenai penentuan prosentase bunga bank. Hal ini dimaksudkan agar unsur “berlipat-ganda”

yang mengesampingkan kemaslahatan dan memunculkan kedzaliman tidak sampai terjadi. 52

Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, Ah}ka >m al-Fuqaha>’, Solusi Problematika Aktual Hukum

Islam, Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010M), (Surabaya:

Khalista, 2011), 473 53

Tim Lajnah Ta’li >f wa al-Nashr (LTN) PBNU, Ahkamul Fuqoha; Solusi Problematika Aktual

Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010),

(Surabaya: Khalista, 2011), 242. 54

Ibid., 436