BAB IV ADO TABEL PROTEKSI.docx
-
Upload
sucirakhmadanti-josapamungkas -
Category
Documents
-
view
27 -
download
1
Transcript of BAB IV ADO TABEL PROTEKSI.docx
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Jumlah Geliat Mencit yang Diberi Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
Hasil pengamatan memperlihatkan adanya penurunan rata-rata jumlah geliat
mencit setiap 5 menitnya selama 60 menit pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan terdapat perbedaan rata-rata jumlah geliat mencit setiap 5 menit
pengamatan. Pengamatan rata-rata jumlah geliat mencit setiap menit disajikan pada
Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Rata-rata Jumlah Geliat Mencit Selang Waktu 5 Menit Selama 60 Menit Pengamatan
Perlakuan (mg/ 10 g
BB)
Rata-rata Jumlah Geliat Menit ke-
∑ X5' 10' 15' 20' 25' 30' 35' 40' 45' 50' 55' 60'
0 4,83 16,5 18,5 16,5 13 13,7 12,2 11,3 12,5 9 8,67 9 145,67 12,14
0,05 1 9,5 10 7,33 9,5 7,17 7,33 5,5 3,83 7 4,33 2.5 74,99 6,25
0,1 1,67 3 3,17 4,17 3,67 3,17 3,33 2,17 2,17 1,5 1 0,83 29,85 2,49
0,2 0 0,5 1,5 1,17 1,33 0,83 1,67 0,67 1,17 0,67 0,67 0,17 10,35 0,86
Jumlah 260,86 21,74
Rata-rata 65,22 5,43
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan jumlah geliat mencit
pada setiap 5 menit pengamatan. Respon geliat muncul pada 5 menit pertama setelah
diinduksi asam asetat, umumnya jumlah geliat terus bertambah mulai dari menit ke-
10 dan geliat berkurang mulai dari menit ke-50 untuk kelompok kontrol dan
kelompok dosis 0,05 mg/10 g BB dan 0,2 mg/ 10 g BB, kecuali pada kelompok dosis
0,1 mg/ 10 g BB yaitu pada menit ke-40. Tabel diatas dapat digambarkan berupa
grafik sebagai berikut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
21
5' 10' 15' 20' 25' 30' 35' 40' 45' 50' 55' 60'02468
101214161820
P0 P1 P2 P3
Waktu (menit)
Rata
-rat
a Ju
mla
h G
elia
t
Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Jumlah Geliat Mencit Selang Waktu 5 Menit Selama 60 Menit Pengamatan
Gambar 4.1 memperlihatkan adanya penurunan rata-rata jumlah geliat mencit
pemberian ekstrak daun belimbing wuluh selama waktu pengamatan. Rata-rata
jumlah geliat mencit yang dihasilkan selama 60 menit pengamatan pada setiap
kelompok perlakuan disajikan pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Rata-rata Jumlah Geliat Mencit Selama 60 Menit Pengamatan
Perlakuan (mg/ 10 g
BB)
UlanganJumlah X
1 2 3 4 5 6
0 9,67 9 17,92 12,17 13,58 10,5 72,84 12,140,05 6,25 4,58 5,17 9,25 6,17 6,08 37,5 6,250,1 1,42 1,5 1 2,92 5,92 2,17 14,93 2,490,2 0,33 0,25 0,33 1,25 0,67 2,33 5,16 0,86
Jumlah 130,43 21,74Rata-rata 32,61 5,43
Tabel 4.2 memperlihatkan adanya perbedaan rata-rata jumlah geliat mencit
pada masing-masing perlakuan. Rata-rata jumlah geliat mencit mengalami penurunan
pada setiap kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Rata-rata terendah
penurunan jumlah geliat mencit adalah 0,86 kali pada dosis 0,2 mg/10 g BB,
22
sedangkan yang tertinggi adalah 12,14 kali pada dosis kontrol. Penurunan rata-rata
jumlah geliat mencit dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Kelompok Perlakuan0
2
4
6
8
10
12
1412.14
6.25
2.490.8600000000
00001
P0 P1 P2 P3
Rat
a-ra
ta J
umla
h G
elia
t Men
cit S
e-la
ma
60 M
enit
Gambar 4.2 Diagram Batang Rata-rata Jumlah Geliat Mencit Selama 60 Menit Pengamatan
Gambar 4.2 memperlihatkan penurunan rata-rata jumlah geliat mencit pada
masing-masing kelompok perlakuan. Berdasarkan diagram batang diatas dapat dilihat
bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh maka semakin
rendah jumlah geliat mencit dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan ini
menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh memiliki potensi sebagai
analgesik. Berdasarkan perubahan yang terjadi, dilakukan analisis keragaman. Hasil
analisis keragaman dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Analisis Keragaman Rata-rata Jumlah Geliat Mencit yang Diberi Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
SK DB JK KT F HitungFtabel
5% 1%Perlakuan 3 451,4 150,5 34,7** 3,1 4,94
Galat 20 86,8 4,3Total 23 538,2 154,8
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata
23
Hasil analisis keragaman (Tabel 4.3) memperlihatkan bahwa ekstrak daun
belimbing wuluh berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan jumlah geliat mencit.
Berdasarkan hasil perhitungan, F hitung lebih besar dari F tabel maka H1 diterima
dan H0 ditolak. Hal ini bermakna bahwa ekstrak daun belimbing wuluh dapat
menurunkan jumlah geliat mencit. Oleh karena itu, dilakukan uji lanjut untuk melihat
pengaruh antar perlakuan dan mengetahui dosis yang efektif untuk menurunkan
jumlah geliat mencit yaitu dengan melakukan Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND).
Hasil uji BJND dapa dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Uji BJND Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh terhadap Penurunan Jumlah Geliat Mencit
Dosis (mg / 10 g BB)
X ± SDBJND
5 % 1 %
0,2 0,86 ± 0,81 a A
0,1 2,49 ± 1,81 b B
0,05 6,25 ± 1,61 c C
0 12,14 ± 3,29 d DKeterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata (5%) dan berbeda sangat tidak nyata (1 %)
Hasil uji BJND pada Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa kontrol berbeda sangat
nyata dengan semua dosis ekstrak daun belimbing wuluh. Tabel 4.4 memperlihatkan
perlakuan semua dosis ekstrak daun belimbing wuluh memiliki perbedaan sangat
nyata pada rata-rata jumlah geliat mencit. Berdasarkan Uji BJND, perlakuan
dengan dosis ekstrak daun belimbing wuluh yang efektif untuk
menurunkan jumlah geliat mencit yaitu dosis 0,05 mg/ 10 g BB.
4.1.2 Persentase Penghambatan Nyeri pada Kelompok Perlakuan
Dari data uji efek analgesik, dapat dihitung persentase daya analgesik bahan
uji yaitu kemampuan bahan uji dalam mengurangi respon geliat mencit yang
disebabkan oleh induksi asam asetat 0,6%. Persentase ini menggambarkan daya
analgesik dari suatu bahan uji. Persentase daya analgesik diperoleh dengan
24
membanding rata-rata jumlah geliat kelompok bahan uji terhadap kelompok kontrol.
Persentase daya analgesik bahan uji dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Persentase Daya Analgesik Mencit terhadap Induksi Asam Asetat 0,6%
Dosis(mg/10 g
BB)
Ulangan (%) Jumlah (%)
X (%)1 2 3 4 5 6
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,05 35,4 49,1 71,1 24 54,6 42,1 276,3 46
0,1 85,3 83,3 94,4 76 56,4 79,3 474,8 79,1
0,2 96,6 97,2 98,2 89,7 95,1 77,8 554,6 92,4
Jumlah 1305,7 217,6
Rata-rata 326,4 54,4
Tabel 4.5 memperlihatkan hasil persentase daya analagesik bahan bahan uji
ekstrak daun belimbing wuluh. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata persentase
daya analgesik terbesar yaitu 92,4 % pada dosis 0,2 mg/10 g BB. Tabel diatas dapat
digambarkan berupa diagram batang sebagai berikut.
P0 P1 P2 P3 0
102030405060708090
100
0
46
79.192.4
Kelompok Perlakuan
% P
rote
ksi G
elia
t
Gambar 4.5 Diagram Batang Persentase Daya Analgesik Mencit terhadap Induksi Asam Asetat 0,6%
25
Gambar 4.5 menunjukkan hubungan antara rata-rata jumlah geliat mencit
berbanding terbalik dengan persentase daya analgesik. Artinya, semakin rendah nilai
rata-rata jumlah geliat mencit maka semakin besar nilai persentase daya analgesik
sebaliknya makin besar nilai rata-rata jumlah geliat mencit maka semakin kecil nilai
persentase daya analgesik.
Data persentase day analgesik mencit dapat dianalisis dengan menggunakan
Analisis Sidik Ragam untuk melihat pengaruh ekstrak daun belimbing wuluh
terhadap respon geliat mencit jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hasil
rekapitulasi analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Rekapitulasi Analisis Keragaman Persentase Daya Analgesik Mencit terhadap Induksi Asam Asetat 0,6%
SK DB JK KTF
HitungFtabel
5% 1%Perlakuan 3 30523 10174 83,2** 3,1 4,94
Galat 20 2445,1 122,3
Total 23 32968,1 10296,3
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata
Hasil analisis keragaman (Tabel 4.5) memperlihatkan bahwa ekstrak daun
belimbing wuluh berpengaruh sangat nyata dalam penghambatan nyeri mencit.
Berdasarkan hasil perhitungan, F hitung lebih besar dari F tabel maka H1 diterima
dan H0 ditolak. Hal ini bermakna bahwa ekstrak daun belimbing wuluh dapat
memiliki day hambat nyeri mencit. Untuk melihat pengaruh masing-masing
perlakuan maka dilakukan uji lanjut yaitu Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND).
Hasil uji BJND dapat dilihat pada Tabel 4.7.
26
Tabel 4.7 Uji BJND Persentase Daya Analgesik Mencit terhadap Induksi Asam Asetat 0,6%
Dosis(mg/10 g BB) X ± SD
BJND
5% 1%0 0 ± 0 a A
0,05 46 ± 16,3 b B
0,1 79,1 ± 12,8 c C
0,2 92,4 ± 7,8 d D
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata (5%) dan berbeda sangat tidak nyata (1 %)
Hasil uji BJND pada Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa perlakuan dengan
dosis ekstrak daun belimbing wuluh yang tertinggi daya hambatnya yaitu dosis 0,2
mg/10 g BB sebesar 92,4% dibandingkan kedua dosis lainnya. Semakin tinggi dosis
ekstrak maka semakin besar persentase daya hambatnya.
4.2 Pembahasan
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh
berpengaruh terhadap penurunan jumlah geliat mencit. Frekuensi geliat dalam waktu
tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakan oleh hewan uji. Hasil pengamatan
jumlah geliat yag terjadi pada mencit setiap 5 menit selama 60 menit pengamatan
(Tabel 4.1) diketahui bahwa adanya perbedaan terhadap respon geliat yang
ditmbulkan tiap mencit. Hal ini terjadi karena respon nyeri bersifat subjektif. Hasil
analisis keragaman (Tabel 4.2) diketahui bahwa penurunan jumlah geliat mencit pada
masing-masing kelompok perlakuan memiliki perbedaan sangat nyata pada rata-rata
jumlah geliat mencit dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan uji lanjut
Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) diperoleh hasil bahwa perlakuan dengan dosis
ekstrak daun belimbing wuluh yang efektif untuk menurunkan jumlah geliat mencit
yaitu dosis 0,05 mg/ 10 g BB. Setelah diuji persentase daya hambat dari semua dosis
ekstrak daun belimbing wuluh didapat persentase daya hambat terbesar pada dosis 0,2
mg/10 g BB yaitu sebesar 92,4% (Tabel 4.5). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak
27
daun belimbing wuluh semakin besar penurunan jumlah geliat mencit. Hal ini
bermakna bahwa daun belimbing wuluh dapat menurunkan jumlah geliat mencit
akibat induksi asam asetat secara signifikan.
Semua dosis ekstrak daun belimbing wuluh dapat menurunkan jumlah geliat
mencit akibat induksi asam asetat. Efek analgetik dinilai dengan kemampuan
senyawa tersebut dalam menurunkan jumlah geliat yang ditimbulkan oleh asam asetat
sebagai rangsang kimiawi. Semakin sedikit jumlah geliat yang ditimbulkan maka
semakin besar efek analgetik obat tersebut.
Pengamatan 5 menit pertama sebagian mencit sudah mengalami geliat akibat
diinduksi asam asetat dan meningkat pada menit ke-10. Rasa nyeri yang timbul akibat
rangsangan kimiawi dari asam asetat. Asam asetat merupakan iritan yang merusak
jaringan secara lokal yang menyebabkan nyeri pada bagian rongga perut pada
pemberian intraperitoneal. Hal itu disebabkan oleh kenaikan ion H+ akibat turunnya
pH dibawah 6 sehingga menyebabkan membran sel luka (Hidayat, 2010). Kerusakan
membran sel ini menimbulkan keadaan nyeri yang direspon dengan cara konstriksi
dan pemajangan yang menjalar ke sepanjang dinding perut, yang tampak sebagai
gerakan menggeliat (writhing test) (Turner, 1965).
Rusaknya membran sel akibat induksi asam asetat menyebabkan peningkatan
pembentukan prostaglandin terutama prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2α
(PGF2α) di dalam cairan peritoneal kemudian akan meningkatkan sensitivitas reseptor
nyeri terhadap stimulus kimiawi (Deraedt, dkk. 1980; Benhouda dan Mouloud, 2014).
Prostaglandin merupakan mediator yang sering dikaitkan dengan rasa nyeri yang
terbentuk dari asam arakidonat yang terdapat di sistem saraf, zat ini disebut juga
dengan eikosanoid (Ganong, 2002).
Dalam proses nyeri, prostaglandin terbentuk ketika enzim fosfolipase pada
fosfolipid di membran sel yang mengalami kerusakan mengubahnya menjadi asam
arakidonat yang akhirnya akan membentuk prostaglandin melalui jalur
siklooksigenase (COX). Siklooksigenase COX memiliki isoenzim untuk mensintesis
prostaglandin sebagai penginduksi nyeri yaitu COX-2 (Goodman dan Gilman, 2007;
28
Ganong, 2002). Meningkatnya biosintesis prostaglandin mengindikasi adanya
kerusakan membran sel akibat rangsangan kimiwai.
Perasaan nyeri dapat berlangsung cepat apabila trauma yang terjadi cukup
kecil, nyeri pascatrauma akan menetap selagi luka dalam masa penyembuhan.
Keadaan ini ditandai oleh nyeri yang berlebihan (hiperalgesia) bila daerah luka
terkena rangsang yang biasanya hanya menyebabkan nyeri ringan (Ganong, 2002).
Oleh karena itu, untuk membantu proses penyembuhan dengan cara menghambat
biosintesis prostaglandin dapat dibantu dengan menggunakan analgetik yang berasal
dari bahan tumbuhan untuk memperkecil efek samping. Analgetik dari ekstrak
tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid
berpotensi sebagai analgetik alami dalam menstabilkan kelebihan biosintesis
prostaglandin pada jalur siklooksigenase (COX) dalam tubuh.
Beberapa bahan tumbuhan berpotensi sebagai analgetik alami telah dilakukan
penelitian seperti penelitian uji analgesik dilakukan oleh Marlyne (2012)
menggunakan ekstrak etanol bunga mawar yang mengandung flavonoid jenis
kaempferol dan quercetin dapat mengurangi rasa nyeri dengan cara menghambat
biosintesis prostaglandin. Penelitian Wemay, dkk. (2013) menggunakan ekstrak
etanol tanaman kucing-kucingan yang mengandung flavonoid, alkaloid dan saponin
dapat mengurangi rasa nyeri.
Ekstrak tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing
wuluh. Berdasarkan uji fitokimia ekstrak etanol daun belimbing wuluh mengandung
senyawa flavonoid, saponin, steroid dan alkaloid. Daun belimbing wuluh memiliki
senyawa flavonoid jenis luteolin dan apigenin (Miean dan Mohamed, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian, daun belimbing wuluh berpengaruh sangat nyata
terhadap penurunan jumlah geliat mencit. Adanya pengaruh penurunan jumlah geliat
mencit dari ekstrak daun belimbing wuluh ini diduga disebabkan oleh kandungan
flavonoid dan senyawa metabolit lainnya pada daun belimbing wuluh yang bertindak
sebagai analgesik.
29
Flavonoid merupakan salah satu komponen penting yang ditemukan dalam
daun belimbing wuluh yang memiliki kemampuan sebagai antipiretik dan antioksidan
(Lisdiyanti. 2008; Kuncahyo dan Sunardi. 2007). Flavonoid diketahui dapat
menghambat sejumlah enzim seperti reduktase aldosa, xantine oxidase,
phosphodiesterase, Ca2+-ATPase, lipooksigenase dan siklooksigenase. Flavonoid juga
memiliki efek penghambatan kuat pada beberapa sistem enzim seperti protein kinase-
C, tirosin protein kinase, fosfolipase A2 (Narayana, dkk. 2001). Senyawa flavonoid
(kaempferol dan quercetin) dan alkaloid (aconitin, mesaconitin dan didelfin) sebagai
analgesik yaitu menghambat fase penting dalam biosintesis prostaglandin yaitu pada
lintasan siklooksigenase (COX) (Wemay, dkk., 2013; Marlyne, 2012; Benn dan
Jacyno, 1983 dikutip Yusuf, dkk., 2013). Hal ini juga didukung Purnama 2007
dikutip Wemay, dkk. 2013) menyatakan bahwa senyawa flavonoid (luteolin, luteolin-
7-glucoside dan apigenin) berperan dalam menekan produksi dari prostaglandin
dengan cara menghambat enzim COX-2. Selain itu, senyawa saponin merupakan
larutan berbuih dan diklasifikasikan oleh struktur aglycon ke dalam triterpen dan
steroid. Kedua senyawa tersebut bersifat anti inflamasi, analgeik dan sitotoksik
(Wemay, dkk. 2013).
Mekanisme kerja ekstrak daun belimbing wuluh diduga melalui hambatan
siklooksigenase, sehingga menyebabkan asam arakidonat tidak dapat berubah
menjadi prostaglandin endopreoksida siklik. Prostaglandin endoperoksida siklik
merupakan prazat semua prostaglandin, oleh karena itu bila senyawa itu tidak
terbentuk, maka sintesis prostaglandin terhenti.
Gambaran umum mekanisme ekstrak daun belimbing wuluh menurunkan
jumlah geliat mencit:
30
Keterangan :
= Proses penurunan jumlah geliat mencit (respon nyeri) oleh pemberian
ekstrak
= Proses peningkatan jumlah geliat mencit (respon nyeri) akibat injeksi asam
asetat
= Bagian yang dihambat oleh ekstrak
Gambar 4.6 Skema proses peningkatan geliat mencit akibat injeksi asam asetat dan penuurunan jumlah geliat akibat pemberian ekstrak daun belimbing wuluh
Respon nyeri dapat diilihat dari peningkatan jumlah geliat (writhing test)
akibat induksi dari asam asetat. Keadaan menggeliat sebagai indakator bahwa mencit
31
1. Pemberian ekstrak daun belimbing wuluh peroral
2. Ekstrak dicerna melalui sistem pencernaan
3. Injeksi asam asetat secara intraperitoneal
4. Asam asetat mengiritasi bagian peritoneal perut
5. Iritasi pada membran sel
6. Pelepasan mediator nyeri (Biosintesis prostaglandin meningkat)
7. Impuls nyeri dihantarkan oleh nosiseptor
8. Medulla spinalis
9. Otak (thalamus dan korteks)
3. Sari-sari ekstrak yang telah dicerna diedarkan darah4. Menghambat
biosintesis prostaglandin
Respon nyeri menggeliat
mengalami nyeri dibagian perut, yang ditandai dengan posisi abdomen menyentuh
dasar lantai dan kedua pasang kaki di tarik kebelakang dan kedepan. Injeksi asam
asetat secara intraperitoneal diwilayah bagian ventral perut sehingga mengiritasi lokal
rongga peritoneum (perut) mencit. Masuknya asam asetat dalam rongga peritoneum
menyebabkan kenaikan ion H+ akibat turunnya pH dibawah 6 sehingga menyebabkan
membran sel luka. Hal ini berlangsung cepat, 5 menit pertama setelah injeksi asam
asetat sudah menunjukkan respon nyeri dan respon nyeri akan terus menurun dimenit
selanjutnya. Oleh sebab itu, pemberian ekstrak dilakukan lebih awal sebelum
pemberian injeksi, karena ekstrak mengalami proses absorbsi, reabsorbsi dan
distribusi dahulu yang membutuhkan waktu cukup lama. Proses penurunan jumlah
geliat terjadi dimenit-menit pertengahan pengamatan, diduga efek analgesik dari
ekstrak daun belimbing wuluh mulai bekerja.
Berikut skematik mekanisme efek analgesik ekstrak daun belimbing wuluh
dalam menurunkan jumlah geliat mencit:
32
PG= prostaglandin
---- = menghambat
**= tidak aktif TX = tromboksanPGI = prostasiklin
Rangsangan kimiawi Kerusakan membran sel Fosfolipid membran
Asam arakhidonat
PGG2
PGH2
PGI2 TXA2 Prostaglandin
6-keto-PGF1α** TXB2**
PGE2 PGD2 PGF2α Keterangan :
Gambar 4.7 Pembentukan prostaglandin dan penghambatan prostaglandin oleh flavonoid ekstrak daun belimbing wuluh
4.3 Sumbangan Hasil Penelitian
Materi pada pembelajaran Biologi yang mengaitkan materi sesuai dengan
contoh yang ada di alam adalah materi kelas X, khususnya Kompetensi Dasar 3.7 ini
adalah menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan tumbuhan ke dalam
divisio berdasarkan pengamatan morfologi dan metagenesis tumbuhan serta
mengaitkan peranannya dalam kelangsungan kehidupan di bumi. Contoh tumbuhan
33
Fosfolipase A2
Siklooksigenase Lipooksigenase
COX-2 COX-1
Prostasiklin sintase Tromboksan sintase
Isomerase Reduktase
FLAVONOID
Warna merah: proses pembentukan prostaglandin sebagai mediator nyeri.
--
---
---
yang berpotensi yang disampaikan guru perlu digali informasi contoh tumbuhan yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Informasi tumbuhan berpotensi ini berguna agar
dapat dimanfaatkan secara optimal. Daun belimbing wuluh adalah salah satu contoh
tumbuhan berpotensi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan daun
belimbing wuluh belum banyak diterapkan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil
penelitian, daun belimbing wuluh berpotensi sebagai analgesik.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar pada pembelajaran
biologi SMA kelas X semester II, yaitu pada Kompetensi Dasar 3.7 Menerapkan
prinsip klasifikasi untuk menggolongkan tumbuhan ke dalam divisio berdasarkan
pengamatan morfologi dan metagenesis tumbuhan serta mengaitkan peranannya
dalam kelangsungan kehidupan di bumi. Guru merupakan fasilitator bagi siswa yang
mana guru dapat membimbing, orang yang mengarahkan siswa serta sebagai
narasumber informasi peserta didik tentang suatu materi dalam kegiatan belajar
mengajar. Dalam proses belajar mengajar membutuhkan sumber belajar yang tepat
agar peserta didik menjadi lebih mudah memahaminya. Salah satu sumber belajar
yang dapat digunakan adalah bahan ajar. Dengan adanya bahan ajar yang disusun
secara sistematis membuat proses belajar mengajar lebih terbantu. Salah satu bahan
ajar adalah Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang dapat membantu guru dalam
melaksanakan pembelajaran.
Pemilihan LKPD sebagai bentuk dari sumbangan hasil penelitian diharapkan
dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien karena materi
yang akan dipelajari sudah terangkum dalamnya. Suatu materi akan tercapai tujuan
pembelajarannya apabila dilengkapi dengan perangkat pembelajaran, sehingga
penulis menyumbangkan hasil penelitian ini dalam bentuk perangkat pembelajaran
(silabus, RPP, wacana hasil penelitian dan LKPD).
Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran kompetensi dengan
memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi
sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan
melalui pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu
34
dalam mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar,
dan mengomunikasikan. Penguatan pendekatan saintifik perlu diterapkan
pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning)
(Kemendikbud, 2013). Adapun model pembelajaran yang digunakan dari hasil
penelitian yaitu model pembelajaran discovery learning. Pada model ini, peserta didik
diharapkan mampu mengeksplore ide-ide, menggali informasi dan menemukan suatu
konsep maupun pemahaman baru mengenai materi yang disediakan melalui LKPD.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
Ekstrak daun belimbing wuluh dapat menurunkan jumlah geliat mencit secara
signifikan sehingga ekstrak daun belimbing wuluh berpotensi sebagai analgesik
dengan cara menurunkan geliat mencit.
Dosis efektif untuk menurunkan jumlah geliat mencit yaitu dosis 0,05 mg/ 10 g
BB.
Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan bagian tanaman
belimbing wuluh selain daun. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi dan mengisolassi senyawa aktif yang berpotensi sebagai analagetik.
Data hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut terhadap
mamalia lain sebelum diuji klinis.
36
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Md. Abdullah, Shahariar Rahman, Mahfuzul Islam dan Anjuman Ara Begum. 2014. A Comparative Study on Antibacterial Activities and Cytotoxic Properteis of Various Leaves Extracts of Averrhoa bilimbi. IJPSR, 5(3): 913-918.
Ballenger, L. 1999. Mus musculus. http://animaldiversity.ummz.umich. edu/site/accounts/information/Mus_musculus.html. Diakses tanggal 3 September 2014.
Benhouda, Afaf dan Mouloud Yahia. 2014. Toxicity, Analgesic and Anti-Pyretic Activities of Methanolic Extract From Hyoscyamus Albus Leaves in Albinos Rats. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6(3): 121-127.
Campbell, Neil A., Jane B. Reece dan Lawrence G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi 5 Jilid 3. Dialihbahasakan oleh Wasmen Manalu. 2004. Jakarta : Erlangga.
Core, Earl L.. 1959. Plant Taxonomy. Amerika Serikat: Prentince-Hall, inc.
Das, Biswa Nath dan Muniruddin Ahmed. 2012. Analgesic Activity of The Fruit Extract of Averroea Carambola. International Journal of Life Sciences Biotechnology and Pharma Research, 1(3): 22-26.
Deraedt R., Jouquey S., Delevallee F. dan Flahaut M. 1980. Release of Prostaglandins E and F in an Algogenic Reaction and its Inhibition. Eur J Pharmacol, 61(1):17-24.
Dewoto, Hedi R.. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia menjadi Fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia, 57 (7): 205-211.
Ganong,William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Dialihbahasakan oleh Widjajakusumah, Djauhari. 2003. Jakarta: EGC.
Goodman dan Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi Vol. 2 Edisi 10. Dialihbahasakan oleh Tim Alih Bahasa ITB. 2008. Jakarta: EGC.
Hanafiah, Kemas Ali. 2012. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi Edisi Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hayati, Elok Kamilah, A. Ghanaim Fasyah, dan Lailis Sa’adah. 2010. Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal Kimia, 4 (2): 193-200
37
Hernani, Christina Winarti dan Tri Marwati. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Hewan Uji. Jurnal Pascapanen, 6 (1): 54-61.
Hidayat, Ricky. 2010. Efek Analgesik dan Anti-Inflamasi Jus Buah Nanas (Ananas comosus L.) pada Mencit Betina Galur Swiss. Skripsi,. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Inayati, Alfi. 2010. Uji Analgetik dan Antiinflamasi Ekstrak Etanol 70% Daun Sirih (Piper betle L.) secara in vivo. Skripsi, Jakarta: Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kurikuum 2013. Kompetensi dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kresnanugraha, Yudhi. 2012. Uji Penghambatan Aktivitas Enzim Xantin Oksidase dari Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan Identifikasi Golongan Senyawa dari Fraksi Aktif. Skripsi. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Farmasi Universitas Indonesia.
Kruger, Lawrence. 2001. Methods in Pain Research. New York: CRC Press.
Kumar, K. A., SK. Gousia, Anupama, M. And J. Naveena Lavanya Latha. 2013. A Review on Phytochemical Constituents and Biological Assays of Averrhoa Bilimbi. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Research, 3(4): 136-139.
Kuncahyo, Ilham dan Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH). Seminar Nasional Teknologi pada tanggal 24 November 2007 di Yogyakarta.
Kuncahyo, Ilham dan Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH). Seminar Nasional Teknologi pada tanggal 24 November 2007 di Yogyakarta.
Lisdiyanti. 2008. Uji Daya Antipiretik Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Penurunan Suhu Rektal Mencit (Mus musculus) Betina. Skripsi, Malang: Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang
38
Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia.
Marks, Dawn B., Allan D. Marks dan Colleen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: sebuah pendekatan klinis. Dialihbahasakan oleh Pendit, Brahm U. Jakarta: EGC.
Marlyne, Riza. 2012. Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Bunga Mawar (Rosa chinensis Jacq.) pada Mencit yang diinduksi Asam Asetat. Skripsi, Depok: Fakultas MIPA Program Studi Farmasi.
Miean, K. H., dan S. Mohamed. 2001. Flavonoid (myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin, and apigenin) content of edible tropical plants. J Agric Food Chem, 49(6):3106-3112.
Musser, G., G. Amori, R. Hutterer, B. Kryštufek, N. Yigit dan G. Mitsain. 2008. Mus musculus. http://www.iucnredlist.org/details/13972/0. Diakses tanggal 11 Juni 2014.
Puspitasari, Hesti, Shanti Listyawati dan Tetri Widiyani.2003. Aktivitas Analgetik Ekstrak Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Biofarmasi, 1(2):50-57.
Sari, Gita Permata. Uji Efek Analgetik dan Antiinflamasi Ekstrak Kering Air Gambir secara in vivo. Skripsi, Jakarta: Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Shakhashiri.2008. Acetic Acid & Acetic Anhydride. Chemical of the Week, General Chemistry.
Sherertz, Peter C. 1994. Toxicologist; Acetic Acid. Virginia: Virginia Department Of Health.
Singh, PP., Junnarkar AY., Rao CS., Varma RK. Dan Shridhar DR. 1983. Acetic Acid and Penylquinone Writhing Test: a Critical Study in Mice. Methods Find Exp Clin Pharmacol, 5(9):1-6.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Turner, R.A. 1965. Screening Methods in Pharmacology. New York: Academic Press.
39
Verheij, E. W. M dan R.E. Coronel. 1992. Plant Resources of South-East Asia, No. 2, Edible Fruits and Nuts. Bogor: Prosea.
Wells, Barbara G., Joseph T. DiPiro, Terry L. Schwinghammer dan Cecily V. DiPiro. 2009. Pharmacotherapy Handbook Edisi 7. USA: McGraw-Hill.
Wemay, Miranti Aike, Fatimawali dan Frenly Wehantouw.2013. Uji fitokimia dan Aktivitas Analgesik Ekstrak Etanol Tanaman Kucing-Kucingan (Acalypha indica L.) pada Tikus Putih Betina Galur Wistar (Rattus norvegicus L.). Jurnal Ilmiah Farmasi, 2 (03):4-7.
Wuryaningsih, Lucia E., Mutiara A. Rarome dan Tri windono. 1996. Uji Analgesik Ektrak Etanol Kering Rimpang Kencur Asal Purwodadi pada Mencit dengan Metode Geliat (Writhing Reflex Test). Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 3(2): 24-25.
Yusuf, Yenni, Yuliastuti dan Regina Sumastuti. 2013. Efek Analgesik Ekstrak Daun Makutadewa (Phaleria macrocarpa) pada Mencit. Jurnal Bionature, 14 (1):1-6.
40