BAB IV

6
BAB IV PEMBAHASAN Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death (IUFD) ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur. Pasien dengan G4P3003Ab0 dengan usia kehamilan 32-34 minggu dirujuk dari klinik bidan dengan kecurigaan IUFD karena gerakan janin tidak dirasakan ibu selama 1 minggu SMRS. Dari anamnesis, pasien ini datang dengan keluhan utama ibu tidak merasakan gerak janinnya. Keluhan ini disertai nyeri kepala dan bengkak pada kedua kaki. Pasien menyangkal merasa mules, keluar lendir darah dari kemaluannya, hal ini menjelaskan bahwa pada pasien ini belum ada tanda–tanda inpartu. Tanda- tanda inpartu ialah mules-mules (his) yang teratur, bloody show (lendir darah), serta pembukaan dan penipisan serviks. Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama. Pasien juga tidak memiliki binatang peliharaan. Usia kehamilan pada pasien ini sesuai dengan kehamilan 32-34 minggu berdasarkan hari pertama haid terakhir pasien (HPHT). Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat hipertensi namun saat menginjak usia kehamilan 7 bulan, tekanan darah pasien meningkat selalu diatas 130, keluhan ini sudah diperiksakan ke Bidan dan pasien mendapat multivitamin dan obat penurun tekanan darah nifedipin 3x1 namun tidak kunjung turun.

description

YUHUUUU

Transcript of BAB IV

Page 1: BAB IV

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death (IUFD) ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.

Pasien dengan G4P3003Ab0 dengan usia kehamilan 32-34 minggu dirujuk dari klinik bidan

dengan kecurigaan IUFD karena gerakan janin tidak dirasakan ibu selama 1 minggu SMRS.

Dari anamnesis, pasien ini datang dengan keluhan utama ibu tidak merasakan gerak janinnya.

Keluhan ini disertai nyeri kepala dan bengkak pada kedua kaki. Pasien menyangkal merasa

mules, keluar lendir darah dari kemaluannya, hal ini menjelaskan bahwa pada pasien ini

belum ada tanda–tanda inpartu. Tanda-tanda inpartu ialah mules-mules (his) yang teratur,

bloody show (lendir darah), serta pembukaan dan penipisan serviks.

Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini.

Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat-

obatan lama. Pasien juga tidak memiliki binatang peliharaan. Usia kehamilan pada pasien ini

sesuai dengan kehamilan 32-34 minggu berdasarkan hari pertama haid terakhir pasien

(HPHT). Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat hipertensi namun saat menginjak usia

kehamilan 7 bulan, tekanan darah pasien meningkat selalu diatas 130, keluhan ini sudah

diperiksakan ke Bidan dan pasien mendapat multivitamin dan obat penurun tekanan darah

nifedipin 3x1 namun tidak kunjung turun.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda

kehamilan pada pasien ini sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran tinggi fundus uteri yang

tidak sesuai dengan usia kehamilan tidak ditemukan dalam kasus ini mengingat kematian

janin baru berlangsung 1 minggu sebelum ke rumah sakit. Pada palpasi, gerak janin (-), dan

pada auskultasi dengan pemeriksaan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut

membuktikan adanya kematian janin intra uterin. Letak janin membujur dengan presentasi

kepala, kepala janin di Hodge I.

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan pemeriksaan darah dalam batas normal,

namun pada pemeriksaan urine ditemukan protein urin positif ++. Pada pemeriksaan USG,

didapatkan tidak adanya gerakan janin dan DJJ (-), tulang kepala saling tumpang tindih

(gejala ‘spalding’) sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.

Diagnosis IUFD pada pasien ini sudah tepat karena janin meninggal pada usia

kehamilan > 20 minggu, tidak ada gerakan janin, kehamilan yang tidak kunjung besar, bunyi

Page 2: BAB IV

jantung anak tidak terdengar, pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa, dan pada

pemeriksaan penunjang juga mendukung diagnosis IUFD.

Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Namun, pada pasien

ini faktor yang paling berpengaruh adalah faktor maternal karena berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien ini memiliki pre eklampsia berat yang sering

menyebabkan IUFD. Faktor fetal dapat kita singkirkan karena keluarga pasien tidak memiliki

binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut literatur dapat

menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil

kemungkinannya mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama.

Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur. Kehamilan dengan PEB

sering dihubungkan dengan peningkatan mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas

serta mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah

usia kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang

terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB. Menurut Nowitz, dkk., penanganan

PEB dengan terminasi kehamilan dilakukan ketika diagnosis PEB ditegakkan. Hasil

penelitian juga menyebutkan tidak ada keuntungan terhadap ibu untuk melanjutkan

kehamilan jika diagnosis PEB telah ditegakkan. Pasien ini dilakukan persalinan seksio

caesaria karena resiko persalinan pada ibu dengan Pre eklampsi berat (PEB) sangatlah tinggi,

maka perlu dilakukan upaya yang optimal untuk menurunkan kejadian tersebut yaitu

mengakhiri kehamilan dengan tindakan Sectio Caesarea (SC). Pasien ini terdapat tanda-tanda

impending eklampsi yaitu nyeri kepala dan mata terkadang kabur. Terminasi dilakukan

dengan sectio caesaria emergensi atas indikasi ibu karena impending eklampsia merupakan

gejala awal terjadinya eklampsia sehingga apabila tidak dilakukan terminasi secara emergensi

dikhawatirkan dapat menimbulkan kematian pada ibu. Pemberian O2 nasal 2 lpm digunakan

untuk memaksimalkan distribusi oksigen ke jaringan.

Pada pasien ini diberikan D5% + MgSO4 full dose karena pasien segera dilakukan

terminasi seksio caesaria emergensi. Perawatan yang penting pada preeklampsia berat adalah

pengelolaan cairan dan pemberian nutrisi parenteral dengan infuse RL: D5% 14 tetes/menit.

Pemberian MgSO4 sebagai regimen penatalaksanaan preeklampsia berat. Pada pasien ini,

pemberianya sudah tepat.Pemberian Inj. Cefotaxim 3x1g iv sebagai profilaksis infeksi. Inj.

Metamizole 3x1g iv digunakan sebagai antinyeri, sedangkan Inj. Vit. C 2x1amp iv sebagai

anti oksidan.

Setelah dilakukan operasi seksio caesaria, pasien selamat melahirkan bayinya tanggal

24 Agustus 2015 jam 00.30 WIB. Bayi lahir dengan berat badan 3000 g, panjang badan 49

Page 3: BAB IV

cm, anus (+), jenis kelamin perempuan, APGAR skor 0/0, didapatkan maserasi grade II yang

menunjukkan bahwa waktu kematian antara 2 -7 hari, ditandai dengan adanya bullae pada

kulit bayi dan mulai mengelupas pada pemeriksaan luar, tali pusat besar menebal dan pendek,

plasenta lahir kesan lengkap. Kontraksi uterus baik, perdarahan dalam batas normal.

Penyebab kematian pada janin dalam kasus ini, kemungkinan besar akibat dari faktor

maternal, yaitu Pre Eklampsia Berat (PEB).

Diagnosis pre eklampsia berat pada pasien ini ditegakkan karena memenuhi beberapa

kriteria dari pre eklampsia berat, yaitu:

a. Pemeriksaan tekanan darah sistole > sama dengan 160 mmHg dan diastole >sama dengan

110 mmHg. Tekanan darah pada pasien ini adalah 170/110 mmHg.

b. Proteinuria ++

c. Oliguri, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam

Pasien juga mengeluh adanya nyeri kepala dan mata kabur, keluhan ini merupakan

tanda dari impending eklampsia. Impending eklampsia yang tidak ditangani secara adekuat

dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan anak. Namun pada pasien ini, karena ibu kurang

memahami pentingnya mengevaluasi gerak janin, maka terjadi komplikasi pada janinnya

berupa IUFD. Sebenarnya ibu sudah merasakan gerak janinnya berkurang sejak 10 hari yang

lalu, namun ibu tidak segera memeriksakan kehamilannya ke bidan atau puskesmas terdekat,

karena pasien mengira itu hal yang biasa.

Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan

kehamilan yang lebih baik dan teratur apabila berniat untuk memiliki anak lagi. Memberikan

dukungan psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat

ini, dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar untuk

ibu. Menjelaskan pentingnya keluarga berencana agar kehamilan resiko tinggi dapat

dihindari.

Page 4: BAB IV

BAB V

KESIMPULAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD) berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif

sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk mendeteksi penurunan

kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari.

Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif. Penanganan

aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada ibu dan mengurangi

gangguan psikologis keluarga, terutama ibu.

Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat berperan penting

pada kasus IUFD.

Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal yaitu pre

eklampsia berat.