BAB IV

5
BAB IV PEMBAHASAN Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. N, 54 tahun datang dengan peranakan turun sejak 1tahun sebelum kerumah sakit. Benjolan tersebut hilang timbul, timbul terutama saat beraktivitas, berjalan dan berdiri, masuk kembali dengan sendirinya saat duduk. Terdapat riwayat perdarahan dan flek-flek dari kemaluan sebelumnya. Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kesan gizi lebih, dengan IMT 26.07 sedangkan status generalis terjadi peningkatan tekanan darah. Pada status ginekologis ditemukan tampak terpasang pessarium (+), flour albus (+). Pada pemeriksaan dalam didapatkan dengan manuver valsava; rektokel II-III. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Adanya keluhan peranakan turun pada pasien ini dipikirkan sebagai prolaps organ pelvis. Gejala lain 29

description

kjwefougwfgo

Transcript of BAB IV

31

BAB IVPEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. N, 54 tahun datang dengan peranakan turun sejak 1tahun sebelum kerumah sakit. Benjolan tersebut hilang timbul, timbul terutama saat beraktivitas, berjalan dan berdiri, masuk kembali dengan sendirinya saat duduk. Terdapat riwayat perdarahan dan flek-flek dari kemaluan sebelumnya.Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kesan gizi lebih, dengan IMT 26.07 sedangkan status generalis terjadi peningkatan tekanan darah. Pada status ginekologis ditemukan tampak terpasang pessarium (+), flour albus (+). Pada pemeriksaan dalam didapatkan dengan manuver valsava; rektokel II-III. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.Adanya keluhan peranakan turun pada pasien ini dipikirkan sebagai prolaps organ pelvis. Gejala lain yang mendukung adalah nyeri pada punggung bawah, nyeri perut yang diperkirakan karena peregangan ligamen dan otot dalam pelvis akibat tarikan oleh organ yang prolaps. Organ yang prolaps melalui vagina bisa merupakan uretra, vesika urinaria, uterus, atau rektum. Pada pemeriksaan fisik, secara inspeksi terlihat massa yang membonjol keluar dari introitus vagina, berbentuk bulat, berwarna merah muda dan terdapat erosif pada permukaannya. Massa berbentuk bulat tersebut merupakan protrusi uterus yang keluar melalui introitus vagina. Keluhan perdarahan dan flek-flek dari kemaluan diduga berasal dari erosif pada permukaan massa uterus. Dengan manuver valsava, massa tersebut dapat keluar kembali melalui introitus vagina setelah dicoba dimasukkan seluruhnya, menunjukkan bahwa peningkatan tekanan intraabdominal berperan dalam menyebabkan prolaps.Dari anamnesis, ditemukan pasien berusia lanjut, keadaan gizi lebih (IMT 27.34), menopause, multipara dengan seluruhnya persalinan per vaginam. Maka, etiologi yang dipikirkan pada pasien antara lain trauma obstetrik, penurunan kadar estrogen, dan peningkatan tekanan intraabdomen. Secara epidemiologis >50% prolaps uteri terjadi pada multipara dan menopause. Proses persalinan per vaginam berulang menyebabkan trauma obsterik dan peregangan pada dasar pelvis sehingga memicu kelemahan pada jaringan penyokong pelvis. Hal tersebut merupakan penyebab paling signifikan dari prolapsus uteri. Seiring proses penuaan dan menopause, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan kekuatannya. Kebiasaan mengangkat benda berat dan riwayat asma pada pasien menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen sehingga menambah penekanan pada dasar pelvis dan memperberat prolaps organ di dalamnya.POPQ dilakukan pada pasien ini untuk menilai derajat prolaps. Selain itu ujung terdepan prolaps pasterior atau nilai Bp (+5) lebih dari +1 dan kurang dari panjang vagina total dikurang 2 cm, sehingga POPQ dapat digolongkan sebagai rektokel derajat III dan prolaps uteri derajat III.Rencana terapi pada pasien ini belum tepat yaitu seharusnya dilakukan operasi total vaginal histerektomi (TVH) dengan kolporafi anterior (KA) dan kolpoperineorafi posterior (KP). TVH untuk mengatasi prolapsus uteri, KA untuk mengatasi sistokel dan KP untuk mengatasi rektokel derajat III. Tatalaksana pada pasien ini hanya diberikan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan pessarium. Pemasangan pessarium pada pasien ini hanya terapi palliative dan jika pessarium diangkat maka prolaps uteri akan terjadi kembali. Pada pasien ini terjadi prolaps uteri pada bulan November 2013 sehingga dipasang kembali pessarium II.Komplikasi pemasangan pessarium adalah rekurens vaginitis, pada pasien ini didapatkan flour albus pada pemeriksaan dalam, sehingga pessarium perlu dihentikan pemasangan pessarium dan perlu dipasang kembali. Hal ini sudah sesuai dengan teori.Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu diberikan edukasi mengenai pengendalian faktor risiko, yaitu mengurangi kebiasaan angkat berat (memompa air), menurukan berat badan dan mengontrol penyakit asma dengan obat. Pengendalian terhadap faktor risiko ini sangat membantu untuk menurunkan tekanan intraabdomen yang dianggap sebagai salah satu etiologi terjadinya prolapsus organ pelvis pada pasien ini. Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah bonam karena prolaps uteri tidak mengancam nyawa. Untuk prognosis quo ad functionam adalah bonam, karena pasien dilakukan pemasangan pisserium. Dan prognosis quo ad sanactionam adalah malam, karena pasien tidak dilakukan total vaginal histerektomi dan kolpoperineorafi posterior.

29