BAB IV

download BAB IV

If you can't read please download the document

Transcript of BAB IV

BAB IV PELAKSANAAN METODE BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

A. Gambaran Umum MIN Lampanah Aceh Besar Madrasah Ibtidaiyah merupakan sekolah dasar yang berciri khas agama Islam yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun. Di dalam mengembangkan tugasnya sebagai lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah selalu berusaha sejajar dengan sekolah dasar agar menjadi lembaga pendidikan yang baik bagi masyarakat di masa yang akan datang. Pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan mendidik siswa menjadi manusia yang bertaqwa dan berakhlak mulia sebagai muslim yang menghayati dan mengamalkan agamanya serta mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat madrasah atau sekolah yang lebih tinggi. Adapun landasan pembelajarannya adalah berdasarkan kurikulum

Madrasah Ibtidaiyah tahun 1994, pasal 16 :

1. Isi

kurikulum wajib

Madrasah memuat Sekolah

Ibtidaiyah seperti Dasar. 2. Isi

kurikulum

kurikulum

Madrasah

41

42

Ibtidaiyah merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional. 3. Madrasah Ibtidaiyah dapat

menambahkan mata pelajaran sesuai dengan keadaan

lingkungan dan cirri-ciri khas madrasah. 4. Ciri khas agama dalam Islam bentuk

diwajibkan

pengembangan bahan kajian dan pelajaran pendidikan

agama Islam.1 MIN Lampanah Kecamatan Seulimum merupakan salah satu sekolah Negeri yang setingkat SD, didirikan pada tahun 1982 oleh inpeksi pendidikan Agama Provinsi Islam Aceh. Berkedudukan di Jalan Krueng Raya Grong-Grong Km 23 Lamapanh Leungah Kecamatan Seulimum. Adapun luas MIN Lampanah adalah 7.200.00 M2, dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Timur berbatasan dengan jalan menuju ke Puskesmas. Sebelah Barat berbatasan dengan sawah masyarakat. Sebelah Utara berbatasan dengan Puskesmas.

1 Data : Dokumentasi Sekolah MIN Lampanah, 2010

43

Sebelah Selatan berbatasan dengan Mesjid.2

Dengan organisasi yang baik dimaksudkan agar pembagian tugas dan tanggung jawab semua pegawai dan tenaga pegawai. Selanjutnya untuk mewujudkan sebuah lembaga yang baik maka diperlukan sebuah struktur organisasi. Struktur organisasi bertujuan menjaga kestabilan suatu jabatn agar tidak terjadi kesimpang siuran pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain dengan struktur organisasi juga dapat memberikan suatu gambaran secara umum, apa yang menjadi sasaran yang akan dicapai oleh lembaga tersebut. Pada lembaga seperti MIN Lampanah Kecamatan Seulimum diperlukan suatu struktur organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan pengajar dapat ditempatkan sesuai dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing. Setiap pegawai harus mengerti dan menyadari tugas dan tempatnya di dalam struktur organisasi. Dengan demikian dapat menghindari adanya kesewenangan dari atasan kepada bawahan, sebaliknya dapat menciptakan suasana harmonis dalam lembaga pendidikan tersebut. Guna mengetahui dengan jelas struktur organisasi MIN Lampanah Kecamatan Seulimum dapat dilihat di bawah ini :

2 Data : Dokumnetasi MIN Lampanah Kecamatan Seulimum pada tanggal 1 April 2010

44

Gambar 4.1 Struktur Organisasi MIN Lampanah Kecamatan Seulimum3 Berdasarkan struktur organisasi di atas dapat diketahui bahwa susunan organisasi lembaga pendidikan MIN Lampanah Kecamatan Seulimum Aceh Besar berjenjang, setiap jenjang mempunyai tanggung jawab dan wewenang tersendiri.3 Sumber data : Dokumentasi Sekolah MIN Lampanah Kecamatan Seulimum Aceh Besar, 2010

45

Dengan adanya struktur organisasi ini, maka MIN Lampanah Kecamatan Seulimum Aceh Besar tampak dengan jelas merupakan organisasi yang tertata dengan rapi sebagai suatu lembaga pendidikan dasar yang berfungsi meningkatkan kwalitas pendidikan masyarakat. Keberhasilan aktivitas belajar mengajar tidak terlepas dari keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran yang diberikan. Kemampuan guru tanpa didukung oleh keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran tidak akan ada artinya. Jelasnya keberadaan siswa turut menentukan keberhasilan program pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.4 Untuk lebih jelas mengetahui keadaan siswa MIN Lampnah Kecamatan Seulimum Aceh Besar dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Keadaan siswa MIN Lampanah Kecamatan Seulimum.5 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kelas I II III IV V VI TOTAL Laki-Laki 11 11 13 11 10 4 60 Wanita 16 15 12 19 8 10 80 Keterangan 27 26 25 30 18 14 140

Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah siswa tidak merata dalam setiap kelas. Kelas yang paling banyak jumlahnya adalah kelas IV yaitu 30 orang.4 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Kepala Sekolah MIN Lampanah Kecamatan Seulimum pada tanggal 1 April 2010. 5 Sumber data : Dokumentasi MIN Lampanah Kecamatan Seulimum, 2010

46

Selanjutnya mengenai tenaga pengajar yang merupakan elemen penting pada sebuah lembaga pendidikan yang akan menjadi teladan bagi siswa dio sekolah yang bersangkutan biasanya guru menjadi panutan bagi siswa, bahkan kadangkadang anak lebih patuh dan mengikut pada guru dari pada orang tua, karena itu dalam rangka menanamkan pendidikan akhlak pada anak di sekolah guru agama sangat berperan dalam mendidik dan memberi contoh tauladan yang baik pada siswa. Maka jelaslah bahwa keberhasilan program pendidikan tidak terlepas dari kemampuan guru. Berbicara tentang kemampuan guru tidak terlepas dari kemampuan guru. Berbicara tentang kemampuan guru tidak terlepas dari masalah manusianya dan pekerjaan yang bersifat mengkombinasikan sesuatu hal yang menyangkut masalah pengetahuan kepada siswa di tempat mengajar, berhasilnya seorang siswa tergantung kepada keahlian seorang guru berkomunikasi dengan siswa, baik di ruang belajar maupun di luar kelas dan juga tingkat pendidikan yang mereka tempuh sebelum ia menjadi guru.6 Guru sangat berperan dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar dalam suatu lembaga pendidikan, jika guru mempunyai potensi dalam mendidik, maka dapat mendorong keberhasilan program belajar mengajar. Sekolah MIN Lampanah Kecamatan Seulimum Aceh Besar jumlah guru seluruhnya 13 orang. Terdiri dari 5 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Sedangkan jumlah guru agama 5 orang, seperti terlihat pada tabel berikut ini :

6 Hasil wawancara dengan salah seorang guru MIN Lampanah, Munandar pada tanggal 1 April 2010

47

Tabel 4.2 Keadaan guru MIN Lampanah Kecamatan Seulimum7 No. Nama/ NIP 1. A. Salam 150 199 823 2. Zaki Fuadi 150 199 824 3. Badriah 150 242 539 4. Ayyub 150 266 510 5. Munandar 150 366 407 6. Syuknati M. Husin 390 020 602 7. Amna, S.Pd 131 701 990 8. 9. 10. 11. 12. 13. Nurwazni, S.Ag Ima Rosita Rahmiati Nurdahmi M. ali Zarwati S-I D-II D-II D-II D -II D-II Guru Guru Guru Agama Guru Guru Agama Guru Bantu Guru Bantu Bakti Bakti Bakti S-I Guru D-II Guru Kelas D-II Guru Kelas D-II Guru Kelas D-II Guru Kelas D-II Guru Kelas Pendidikan D-II Bid. Studi Kepsek Ket -

Berdasarkan tabel di atas dari segi jenjang pendidikan yang pernah7 Sumber data : Dokumentasi MIN Lampanah Kecamatan Seulimum, 2010

48

ditempuh tenaga pengajar sudah memadai untuk mengajar tingkat sekolah dasar. Namun dari segi jumlah guru yang lulusan pendidikan agama masih sangat kurang, apalagi yang mampu mengajari mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MIN Lampanah belum ada guru mata pelajaran yang khusus mengajarkan Sejarah Kebudayaan Islam. Selain kemampuan guru dan keaktifan siswa, keberhasilan pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan juga di dukung oleh keberadaan sarana dan prasarana pengajaran. Untuk mendukung kelancaran proses belajar mengajar di sekolah, sekaligus mengupayakan agar prestasi siswa menjadi lebih baik, haruslah ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai, tidak hanya itu tetapi juga harus ada dukungan serta partisipasi masyarakat. Dalam hal ini, Sekolah MIN Lampnah Kecamatan Seulimum telah tersedia sejumlah sarana dan prasarana serta media pengajar yang sangat membantu dan bermakna bagi upaya meningkatkan pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam. Mengenai hal tersebut di atas, penulis telah turun ke lapangan dan langsung mewawancarai Kepala Sekolah MIN Lampanah Kecamatan Seulimum, dimana beliau mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana sangat penting dalam proses belajar mengajar, bila tidak lengkap maka proses belajar mengajar akan terganggu dan dapat dipastikan tujuan pendidikan tidak akan tercapai sebagai mana yang diharapkan atau prestasi siswa menjadi merosot.8 Untuk lebih jelasnya keadaan sarana dan prasarana Sekolah MIN Lampanah Kecamatan Seulimum tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini :8 Hasil wawancara Penulis dengan Kepala Sekolah MIN Lampanah Kecamatan Seulimum, pada tanggal 1 April 2010

49

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana MIN Lampanah Kecamatan Seulimum9 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. JENIS SARANA Ruang Kepala Sekolah Ruang Dewan Guru Ruang Belajar Papan Tulis Meja Belajar Bangku Belajar Meja Guru Kursi Guru Mesin Ketik Lemari Komputer Pustaka WC Siswa WC Guru 1 JUMLAH 1 1 6 7 70 120 13 13 1 4 1 1 1

Dari tabel di atas terlihat bahwa keadaan sarana MIN Lampanah Kecamatan Seulimum belum memadai sepenuhnya, bahkan sangat kurang jika dibandingkan dengan sebuah sekolah yang ideal, guna terlaksana proses belajar mengajar siswa secara efektif, semua sarana table tersebut masih dapat difungsikan. Sementara kelengkapan media dan pustaka belajar sangat besar

9 Sumber data : Dokumentasi MIN Lampanah tahun 2010

50

pengaruhnya dalam upaya peningkatan prestasi siswa, karena adanya buku-buku yang lengkap terutama buku-buku agama guna menunjang penanaman pendidikan akhlak pada siswa. Sekolah MIN Lampnah Kecamatan Seulimum tidak mempunyai buku paket yang dapat dibagi-bagikan kepada siswa terutama buku paket yang berkaitan dengan akhlak. Adanya media dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru. Mengenai hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.4 Kelengkapan Media dan Pustaka10 No. JENIS SARANA 1. Buku Paket Keagamaan 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Buku Penunjang Globe dan Atlas Peta Bola Dunia Alat Peraga IPA Alat Peraga IPS Alat Peraga Bahasa JUMLAH 5 10 5 5 5 5 KETERANGAN

Alat Peraga Matematika 5 Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa sarana dan prasarana

sekolah masih sangat jauh dari kesempurnaan, bahkan buku paket dan penunjangpun tidak memadai.

B. Pelaksanaan Metode Bermain Peran Dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam10 Sumber data : Dokumentasi MIN Lampanah Kecamatan Seulimum tahun 2010

51

Dalam setiap langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran, secara ringkas penulis menjelaskan sebagai berikut : 1. Pada tahp pertama, tugas guru adalah memotivasi siswa melalui pelemparan isu dan permasalahan yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan disajikan. Tentu saja masalah tersebut harus diidentifikasi dan dijelaskan sehingga menimbulkan minat untuk memecahkan dan mendiskusikannya di kalangan siswa. 2. Tahap kedua, guru bertugas menjelaskan berbagai karakter yang akan diperankan oleh siswa. Penting diperhatikan oleh guru adalah mengendalikan situasi ketika siswa berebut peran. Dalam hal ini, meskipun pemeranan itu diserahkan secara sukarela kepada siswa, guru dapat memilih peranan berdasarkan kriteria tertentu. 3. Tugas guru pada langkah ketiga dari pelaksanaan metode bermain peran ialah, mengarahkan para pemeran untuk membuat garis-garis besar skenario dan sket sederhana mengenai setting dan alur aksinya. Harus diingat, bahwa pada langkah ini guru dan siswa pemeran tidak membuat scenario terperinci yang berupa dialogdialog khusus. 4. Untuk langkah berikutnya, yaitu menyiapkan pengamatan. Guru sebaiknya memberikan tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan oleh para pengamat. Pengamat ini harus dimotivasi sehingga betulbetul terlibat dan mendorong seluruh siswa merasa peduli untuk menganalisa permainan.

52

5. Pada langkah kelima, pemain peran mengasumsikan tentang peran, kehidupan, situasi secara spontan, merespon secara realistic satu terhadap yang lain. Bermain peran diharapkan bukan merupakan dramatisasi, tidak juga diharapkan masing-masing pemain peran mengetahui bagaimana merespon. 6. Pada langkah keenam guru membimbing diskusi antar siswa mengenai permainan peran meliputi segi-segi peristiwa, posisi dan realismenya. Diskusi hendaknya difokuskan pada perbedaan penafsiran dan sanggahan mengenai bagaimana peran itu seharusnya dibawakan. Diskusi ini akan merangsang motivasi pemeran untuk langkah berikutnya. 7. Memainkan kembali peran merupakan langkah ketujuh dari bermain peran. Kegiatan ini bias terjadi secara berulang-ulang. Guru dan siswa dapat berbagi penafsiran mengenai peran, dan memutuskan apakah perlu ada pemeran yang baru. 8. Terakhir, guru mencoba menghidupkan diskusi sehingga siswa yang telah bermain peran dapat menggeneralisasikan pendekatan untuk menghadapi situasi permasalahan, serta konsekwensi dari pendekatan yang digunakan. Selanjutnya penulis memberikan penjelasan umum tentang kedudukan guru kelas dalam keseluruhan langkah penelitian ini, yaitu sebagai mitra yang posisinya sebagai peneliti bersama penulis. Adapun pertanyaan guru kelas mengenai manfaat penelitian ini, dijelaskan oleh penulis bahwa penelitian ini

53

lebih ditujukan kepada perbaikan cara mengajar oleh guru kelas, terutama pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam. Sedangkan penggunaan metode bermain peran sebagai bahan uji coba dalam penelitian tindakan ini, berhubungan dengan tujuan-tujuan afektif yang kurang mendapat perhatian dari metode ceramah. Penjelasan demi penjelasan sebagaimana diuraikan di atas, penulis lakukan secara bertahap dan sejauh mungkin diberikan contoh-contohnya. Dari hasil pengamatan penulis, penjelasan-penjelasan tadi tampaknya dapat dipahami oleh guru kelas. Ada beberapa tindakan yang penulis lakukan sesuai dengan mater-materi pembelajaran yang akan diajarkan pada bidang pendidikan Sejarah Kebudayan Islam, namun contoh data kasus yang penulis angkat di sini hanya satu. 1. Deskripsi Pembelajaran Materi yang disajikan pada pertemuan pertama ini adalah mengenai Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Materi ini mencakup penjelasan kepribadian Ali Bin Abi Thalib, meneladani kecintaan Ali Bin Abi Thalib pada ilmu pengetahuan. Pada tindakan ini, guru kelas memulai proses pembelajaran dengan

mengemukakan permasalahan yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat sehubungan dengan masalah kehidupan Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Pada tahap ini, para pengamat dan para siswa pada umumnya menunjukkan pendapat dan penilaiannya lebih kepada pemeranannya daripada isi pesan yang diperankan. Dari kecenderungan tersebut tampak bahwa siswa masih memandang permainan peran yang baru saja dilakukan sebagaimana yang mereka pahami dalam praktek darama dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan

54

demikian, sorotan terhadap permainan peran lebih menonjol daripada terhadap materinya. Guru kelas selanjutnya mengarahkan kepada para pemain peran untuk menampilkan kembali permainannya, dan mengingatkan para siswa lainnya untuk mengamati isi pesan yang diperankan. Dalam tahap pemeranan ulang tersebut tampak bahwa para pemain peran sudah lebih mantap menampilkan aksi dan alur ceritanya. Dialog-dialog yang semula berlangsung kaku, sekarang berubah menjadi agak lancar dan tidak selalu terikat oleh skenario, dengan kata lain ada variasi dalam pembicaraan yang disampaikan oleh masing-masing pemain peran. Sementara itu, siswa lain sebagai pengamat juga kelihatan lebih intens menyimak pemeranan dan dialog-dialog yang berlangsung. Berbeda halnya dengan tahap diskusi dan evaluasi setelah pemeranan pertama, maka pada diskusi dan evaluasi setelah pemeranan ulang ini para siswa mulai kelihatan sipa untuk menilai dan menguraikan hasil pengamatannya. Beberapa siswa mengutarakan pendapat dan saran-sarannya dengan lancar. Meskipun demikian, proses diskusi dan evaluasi permainan peran itu tetap diarahkan oleh guru kelas. Beberapa pengertian dan penafsiran sehubungan dengan isi masalah yang dimainkan oleh para pemain peran, telah memperkaya pokok bahasan yang disajikan pada pelaksanaan metode bermain peran untuk pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam. Setelah berakhirnya tindakan tersebut, guru kelas selanjutnya berdiskusi dengan penulis dalam kapasitas sama-sama sebagai peneliti. Beberapa hal yang didapat untuk perlu diperbaiki dalam tindakan selanjutnya ialah,

55

pemilihan pemeran agar memperhatikan peluang kepada semua siswa. Topik-topik dan tokoh-tokoh yang memainkan peran pun sempat di bahas kemungkinan perbaikannya pada tindakan materi berikutnya. Satu hal yang paling tampak dari tindakan ini, yaitu aspek kemampuan guru dalam mengatur diskusi antar-siswa serta memberikan penjelasan atas masalah-masalah yang dibahas siswa sudah cukup baik. Dalam pengertian dapat menjelaskan dengan contohcontoh yang lebih konkret serta akrab dengan lingkungan kehidupan siswa. 2. Analisis Data Tindakan Dari hasil pengamatan penulis dan diskusi bersama guru kelas sebagai mitra penelitian, ditemukan kondisi perilaku guru dan siswa selama tindakan yaitu sbagai berikut : a. Kemampuan Guru Dari segi kejelasan formulasi tujuan pembelajaran, guru kurang mampu menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa. Sementara dalam hal memotivasi kelompok, guru tampak telah melakukan tugas sebagai motivator siswa, meskipun sebatas penjelasan tentang masalah pokok bahan pelajaran. Pemilihan pemeran masih mendasarkan diri kepada siswa yang dianggap terbiasa dan berani tampil di depan kelas. Dalam hal menyiapkan pengamat, guru menyerahkan tugas pengamatan kepada seluruh siswa yang tidak bermain peran. Kemampuan guru dalam menata tahapan pemeranan tampak dari pelaksanaan bimbingan mengenai tahap dan garis-garis besar pemeranan. Tugas guru sebagai pengamat selama

berlangsungnya pelakasanaan pemeranan seudah cukup.

56

Sedangkan peranan guru selaku pembimbing diskusi belum tampak maksimal, baik pada pembimbing diskusi setelah pemeranan pertama maupun setelah pemeranan ulang. Dalam hal membagi pengalaman dan menarik generalisasi dari permainan peran, guru hanya memfungsikan dirinya sebagai pembahas peranan, bukan pembahas isi pesan peran. b. Kemampuan Siswa Siswa kelihatan kurang mendapatkan kejelasan mengenai tujuan pembelajaran dan mengira bahwa pelajaran saat ini adalah bermain drama. Terhadap motivasi yang dilakukan guru, mereka belum menunjukkan minat yang memadai terhadap masalah yang diajukan oleh guru. Sebagian besar siswa belum menunjukkan keterlibatan yang tinggi di dalam memilih dan mengusulkan pemeranan. Keterlibatan siswa dalam mengamati pemeranan belum begitu tinggi dan belum aktif dalam memberikan usulan mengenai tahap-tahap peran. Siswa yang bermain peran masih diliputi perasaan canggung, sedangkan siswa sebagai pengamat lebih tampak sebagai penonton. Dalam hal melaksanakan diskusi, siswa lebih banyak berdebat daripada mendiskusikan peran dan isi perannya. Sehingga dari segi pengalaman dan generalisasi, siswa lebih menampakkan diri sebagai penonton peristiwa dan bukan pengamata yang kritis. Berdasarkan perincian hasil pengamatan terhadap perilaku guru dan siswa setelah tindakan kedua pembelajaran bermain peran, sebagaimana telah penulis analisis di atas, tampak bahwa tindakan ini belum menunjukkan adanya perubahan-perubahan yang optimal baik pada guru maupun pada siswa.

57

Kecanggungan dan kesalahan persepsi mengenai bermain peran masih mewarnai tidakan tersebut. c. Refleksi Kondisi yang penulis temukan pada tindakan kedua itu selanjutnya didiskusikan dengan guru sebagai mitra penelitian. Dari diskusi tersebut diperoleh kesepakatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam tindakan berikutnya, yang meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) Dalam hal tujuan pembelajaran melalui penggunaan model pembelajaran bermain peran, harus disampaikan secara jelas dan dapat diterima secara menyeluruh oleh siswa. Selain itu, perlu dikembangkan susunan

keterbukaan dalam interaksi pembelajaran. Hal ini sepenuhnya sangat bengantung kepada inisiatif guru. 2) Kondisi lain yang juga perlu dikembangkan oleh guru adalah tangunggung jawab indidvidu siswa terhadap pemeranan, dan sikap jalannya

apresiatif

pemeranan, dan isi pesan yang dibawakan oleh pemeran. 3) Perlunya pemahaman guru sebagai peneliti terhadap sejauh mana internalisasi dan kepuasan belajar yang telah dicapai siswa, baik mereka yang bermain peran maupun pengamat dan siswa sekelas pada umumnya. Kehangatan dalam diskusi dan keinginan siswa untuk

58

mengemukakan

pikiran

serta

penilaiannya

atas

permainan peran dan isi peran, merupakan sebagian indicator yang menunjukkan bahwa bermain peran dapat memberikan kepuasan belajar kepada siswa. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada siswa, dalam tabel 4.5 penulis sajikan perbandingan nilai mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam antara nilai tes Sejarah Kebudayaan Islam semester pertama kelas V dengan nilai formatif (pokok-pokok bahasan yang disajikan selama pelaksanaan tindakan) Sejarah Kebudayaan Islam kelas V. Berdasarkan perbandingan antara hasil tes semester pertama dengan hasil tes formatif pasca-tindakan menggunakan metode pembelajaran bermain peran, tampak bahwa dari segi perubahan kecakapan siswa, penerapan metode pembelajaran bermain peran belum memberikan peningkatan yang cukup berarti dan merata bagi seluruh siswa di kelas yang diteliti. Data yang disajikan dalam tabel menunjukkan bahwa dari 18 siswa kelas V, ada 12 siswa yang nilainya mengalami kenaikan, 2 siswa yang mengalami penurunan dan 4 siswa yang nilainya tetap. Lepas dari perbedaan soal tes sumatif semester pertama dengan soal tes formatif pasca-tindakan penerapan metode pembelajaran bermain peran, dari segi pembelajaran hal tersebut masih memerlukan adanya tindakan pembelajaran lebih lanjut. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, penulis bersama guru sebagai mitra penelitian melakukan diskusi dan evaluasi untuk merekomendasikan penggunaan model pembelajaran bermain peran bagi pembelajaran bidang studi Sejarah

59

Kebudayaan Islam. Tabel 4.5. Perbandingan nilai mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Semester 1 dengan formatif ( tindakan metode bermain peran) tahun 201011 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Inisial Siswa HNI MT DF LTIB MI SP RAP SY ZA RW NK PHS AS NAP WH SK MAM SMS Semester I 7 8 6 8.5 6 6 7 8 6 6 6.5 7.5 8.5 6 6 6 6 7.5 Formatif 6 6 6 9 6 6 8 8 7 7.5 8 8.5 9 7 7 8 7 8

Berdasarkan pengamatan penulis, penataan tahap pemeranan tampaknya11 Sumber : Data Guru Kelas V MIN Lampanah Aceh Besar, 2010

60

tidak mengalami hambatan yang berarti baik pada guru maupun pada siswa yang akan memainkan peran. Guru lebih memberikan kebebasan kepada siswa yang akan memainkan peran untuk mendiskusikan tahap-tahap pemeranan dan pembagian peran. Hanya pada bagian plot pemeranan guru turut menentukan, terutama pada penekanan-penekanan khusus selama berlangsungnya permainan peran. Tekanan-tekanan khusus tersebut dianggap perlu oleh guru dengan maksud agar seluruh tahapan pemeranan dapat dilangsungkan sesuai dengan waktu yang tersedia, dan sejalan dengan inti masalah yang seharusnya diperankan. Namun demikian, keterlibatan guru dalam tahapan ini sangat diperlukan agar tidak mengurangi kebebasan dan spontanitas berpikir siswa. Meluruskan proses diskusi, mengaitkan kembali hasil diskusi dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran adalah sejumlah kemampuan yang harus ditunjukkan guru selama berlangsungnya pembelajaran metode bermain peran. Tahapan ini merupakan momen yang penting dari seluruh rangkaian pembelajaran metode bermain peran, karena di dalamnya memuat pengembangan kemampuan kognitif dan afektif siswa terhadap penguasaan bahan yang telah diperankan. Dari pengamatan penulis menunjukkan bahwa guru telah berusaha membimbing dan mengarahkan diskusi dengan tuntutan di atas. Sementara itu, dalam hal penarikan generalisasi dan pengalaman belajar, guru telah mampu menempatkan dirinya sebagai jembatan komunikasi antara pemeran, pengamat, dan seluruh siswa di dalam kelas. C. Alasan Penggunaan Metode Bermain Peran

61

Metode mengajar

merupakan

cara yang

digunakan

guru untuk

menyampaikan materi kepada siswa. Setiap pokok bahasan menuntut pengunaan metode yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diharapkan guru mampu menguasai berbagai model mengajar agar dapat mempermudah pemahaman siswa tentang materi yang disampaikan.12 Dalam proses belajar kerjasama guru dan siswa sangat diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan belajar. Melalui pemilihan cara atau metode yang tepat, diharapkan dapat mencapai sasaran dan tujuan pendidikan. Jadi, alasan penulis memilih/ menetapkan metode bermain peran dalam proses belajar adalah : 1. Metode ini sesuai dengan pokok bahasan, dalam makna lebih menjadi mencapai sasaran dan tujuan instruksional 2. Metode ini menjadi kegiatan siswa dalam belajar (lebih mandiri) dan meningkatkan motivasi atau semangat belajar 3. Metode ini memperjelas dasar, kerangka, isi dan tujuan dari pokok bahasan, sehingga pemahaman siswa semakin jelas 4. Metode dipilih penulis dengan asas di atas berdasarkan pertimbangan praktis, rasional dikuatkan oleh kiat dan pengalaman guru mengajar 5. Metode yang berdayaguna, belum tentu tunggal, jadi suatu metode dapat digunakan secara kombinasi (sintesis terpadu) dan dilengkapi dengan media tertentu, bahkan multi-media. Dasar pertimbangan ialah sasaran dan tujuan pendidikan pengajaran. 6. Penanaman dan pengembangan nilai, moral dan sikap siswa akan 12 Ali, Muhammad..Guru dalam proses belajar dan mengajar.(Bandung: Sinar Baru, 1977) hal 7.

62

lebih mudah dicapai bilamana siswa secara langsung mengalami (memerankan) peran tertentu, dari pada hanya mendengarkan penjelasan ataupun melihat/ mengamati saja.

D. Pembuktian Hipotesa Untuk menjawab hipotesa yang telah dikemukakan penulis, dengan mengacu kepada hasil data penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa : 1. Hasil akhir penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar siswa walau tidak secara merata pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam setelah menerapkan metode bermain peran. 2. Hasil belajar pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan menggunakan metode bermain peran lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah, karena langsung memerankan materi yang diberikan guru sehingga lebih mudah dipahami siswa. Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan salah satu metode pembelajaran komunikatif. Dengan pembelajaran yang komunikatif seperti bermain peran, guru dapat mendorong siswa untuk berlatih dan berinovasi dengan bahasa dan menciptakan suasana yang mendukung dan membebaskan mereka dari rasa takut atau malu apabila melakukan kesalahan. Hal ini tentu akan sangat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi mereka untuk belajar lebih lagi.

63