BAB IV

5
BAB IV PEMBAHASAN Pasien ini didiagnosis dengan suspek sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala- gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditentukan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinik yang umum terjadi pada penderita sindrom nefrotik adalah edema. Pada pasien ini, edema terjadi pada seluruh tubuh dan berlangsung sejak 1 minggu SMRS. Edema pertama kali muncul pada daerah periorbita dimana pada daerah tersebut resistensi jaringannya rendah kemudian lama-kelamaan, edema terjadi pada seluruh tubuh. Produksi urin juga dirasakan berkurang dari sebelumnya. Pada pasien ini, sesak napas dialami sejak 3 hari SMRS dan memberat pada pagi hari saat MRS. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Tekanan darah didapatkan 140/80 mmHg dan merupakan tanda klinis yang cukup sering ditemukan pada penderita dengan sindrom nefrotik. Pasien ini belum melakukan pemeriksaan urin lengkap, sehingga dari pemeriksaan urin diharapkan ditemukannya adanya proteinuria masif serta hematuria. Pada pemeriksaan darah pasien ini ditemukan albumin 35

Transcript of BAB IV

Page 1: BAB IV

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan suspek sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik, adalah salah

satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-

gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta

edema. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri,

bahkan kadang-kadang azotemia.

Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditentukan berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinik yang umum terjadi pada

penderita sindrom nefrotik adalah edema. Pada pasien ini, edema terjadi pada seluruh tubuh

dan berlangsung sejak 1 minggu SMRS. Edema pertama kali muncul pada daerah periorbita

dimana pada daerah tersebut resistensi jaringannya rendah kemudian lama-kelamaan, edema

terjadi pada seluruh tubuh. Produksi urin juga dirasakan berkurang dari sebelumnya. Pada

pasien ini, sesak napas dialami sejak 3 hari SMRS dan memberat pada pagi hari saat MRS.

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan

sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Tekanan darah didapatkan 140/80

mmHg dan merupakan tanda klinis yang cukup sering ditemukan pada penderita dengan

sindrom nefrotik. Pasien ini belum melakukan pemeriksaan urin lengkap, sehingga dari

pemeriksaan urin diharapkan ditemukannya adanya proteinuria masif serta hematuria. Pada

pemeriksaan darah pasien ini ditemukan albumin 0,27 gr/dl (29/12/2012) dan 3,03 gr/dl

(31/12/2012). Perbedaan temuan hasil pemeriksaan albumin darah yang cukup jauh ini

kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam pengambilan sampel ataupun kesalahan

dalam mengolah sampel karena pasien selam dirawat inap tidak pernah mendapatkan

transfusi albumin. Untuk pemeriksaan lainnya, didapatkan kolesterol 191 mg/dl dan

trigliserida 429 mg/dl (2/1/2013). Trigliserida darah di atas nilai normal.

Penatalaksanaan pasien ini adalah pemberian O2 1 lpm, infus RL 12 tpm makro,

injeksi deksametasone 1A/8 jam, injeksi ampisilin 300 mg/8 jam, injeksi furosemid ½ A/8

jam, metil prednisolon 3 x 2 mg, dan ambroxol sirup 3 x 15 mg.

Rencana awal penatalaksanaan pasien ini menurut International Study of Kidney

Disease in Children (ISKDC) adalah dimulai dengan pemberian prednison oral (induksi)

sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian

dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis

tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

35

Page 2: BAB IV

Pada serangan pertama, terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-

lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah

penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi

pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Selain itu, pada serangan pertama diberikan pula diet tinggi kalori, tinggi protein,

rendah garam, rendah lemak; pembatasan pemberian cairan jika terdapat gejala gagal ginjal;

terapi suportif juga diberikan seperti tirah baring, pemberian diuretik, antihipertensi, dan

transfusi plasma atau albumin konsentrat.

36

Page 3: BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Albar H. Tata Laksana Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal Pada Anak Dalam Sari

Pediatri, Juni, 2006; 18(1): 60–8.

2. Trihono PP. Sindrom Nefrotik pada Anak dalam Kumpulan Makalah Simposium Sehari

Kedaruratan Medik pada Penyakit Ginjal Anak, Mei, 2006.

3. Anand KS. Approach to The Child with Proteinuria in Pediatrics, St. Louis, Mosby, 2005;

720–5.

4. Urinary Health on Yahoo. Nephrotic Syndrome, (accessed Juni, 2005).

5. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2. Edited by

Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta. 2007.

6. Staf Pengajar IKA FK UH. Standar Pelayanan Medik BIKA FKUH. Edited by Dr.

Syarifudin Rauf,dkk. BIKA FKUH. Makassar.2009

7. Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK UH.

Makassar. 2009

8. Behrman. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2000

9. Eric P.Cohen, MD. Nephrotic Syndrome. [Online].[Cited On 25 Agustus 2009].

Available From URL : http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

10. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. [Online]. [Cited On

2006]. Available from URL: http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&dire ktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-ebtq258.htm

11. Geetha D.Poststreptococcal Glomerulonephritis.[Internet].Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview.Accessed on 22 April 2010 .

12. Noer MS. 2002.Glomerulonefritis.Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,Pardede

SO. Buku Ajar Nefrologi Anak.Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p 345-352

13. Noer MS.2006.Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.Dalam: Kumpulan Makalah

Simposium dan Workshop Sehari: Kegawatan pada Penyakit Ginjal Anak.Makasar:UKK

Nefrologi IDAI.p56-67

14. Lum GM.2005.Glomerulonephritis.In:Hematuria&Glomerular

Disease.In:Kidney&Urinary tract.In:Hay WW,Levin MJ,etc.editors.Current Pediatric

Diagnosis and Treatment.New York:McGraw-Hill.p.713

15. Bhimmma R.Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis.[Internet]Available from

URL:http://emedicine.medscape.om/article/980685-overview.Accessed on 23 April 2010.

37

Page 4: BAB IV

16. Noer MS,Soemyarso N.Hipertensi.Bagian Ilmu Kesehatan Anak UNAIR Surabaya.

[Internet].Diunduh dari URL:http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-hrji262.htm.

38