BAB IV

16
53 BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA ALAT 4.1. Metode Pengujian Pengujian terhadap rangkaian yang telah dibuat dilakukan setelah semua rangkaian disusun secara keseluruhan berdasarkan perencanaan. Pengujian dimaksudkan untuk mendapatkan evaluasi terhadap rangkaian, agar diperoleh kinerja yang lebih baik. Kinerja yang lebih baik didapatkan dengan melakukan perbaikan terhadap komposisi rangkaian yang mengalami kekeliruan yang diketahui saat melakukan pengujian. Pada bab IV dibahas tentang pengujian terhadap sistem yang dibangun disertai dengan analisa. Pengujian sistem menyangkut beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengujian rangkaian Penggeser Fasa. 2. Pengujian rangkaian Zero Crossing Detector. . 3. Pengujian rangkaian inverter satu fasa dan driver penyulutnya. 4. Pengujian sistem secara keseluruhan. Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem 4.2. Pengujian Rangkaian Penggeser Fasa Dalam perancangannya rangkaian penggeser fasa difungsikan untuk mengatur sudut fasa pada saat inverter dikoneksikan dengan jala-jala, agar fasa antara inverter dan jala-jala menjadi sefasa. Gambar 4.2 menunjukkan rangkaian penggeser fasa.

Transcript of BAB IV

Page 1: BAB IV

53  

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA ALAT

4.1. Metode Pengujian

Pengujian terhadap rangkaian yang telah dibuat dilakukan setelah semua rangkaian disusun secara keseluruhan berdasarkan perencanaan. Pengujian dimaksudkan untuk mendapatkan evaluasi terhadap rangkaian, agar diperoleh kinerja yang lebih baik. Kinerja yang lebih baik didapatkan dengan melakukan perbaikan terhadap komposisi rangkaian yang mengalami kekeliruan yang diketahui saat melakukan pengujian.

Pada bab IV dibahas tentang pengujian terhadap sistem yang dibangun disertai dengan analisa. Pengujian sistem menyangkut beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengujian rangkaian Penggeser Fasa. 2. Pengujian rangkaian Zero Crossing Detector. . 3. Pengujian rangkaian inverter satu fasa dan driver penyulutnya. 4. Pengujian sistem secara keseluruhan.

Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem  

4.2. Pengujian Rangkaian Penggeser Fasa Dalam perancangannya rangkaian penggeser fasa difungsikan

untuk mengatur sudut fasa pada saat inverter dikoneksikan dengan jala-jala, agar fasa antara inverter dan jala-jala menjadi sefasa. Gambar 4.2 menunjukkan rangkaian penggeser fasa.

Page 2: BAB IV

54  

Gambar 4.2 Rangkaian Penggeser Fasa Gambar 4.3 menunjukkan sinyal hasil penggeseran fasa,

dimana sudut fasa yang dapat digeser antara 00 hingga 1200 dengan mengatur variable resistor pada rangkaian penggeser fasa pada Gambar 4.2.

Gambar 4.3 Sinyal Hasil Penggeser Fasa Sebesar 900

4.3 Pengujian Rangkaian Zero Crossing Detector (ZCD) Rangkaian ini dirancang untuk menentukan posisi sinyal

sinusoida yaitu perpindahan sinyal dari 0 ke 1. Input-an dari rangkaian ZCD ini diambil dari sinyal sinusoida dari jala-jala. Sinyal sinusoida yang digunakan sebesar 6 V dari output-an transformator step down.

TR1

TRAN-2P3S

RV1200KV1

VA=220V

C1

200n

9 V

9 V

CTOUTPUT

5 V/div5 ms/div

Time (S)

Tegangan

 (V) 

Sinyal referensi 

Sinyal penggeseran fasa 900

Page 3: BAB IV

55  

Gambar 4.4 Rangkaian Zero Crossing Detector

Gambar 4.4 menunjukkan rangkaian ZCD. Cara kerja dari

rangkaian ini adalah sinyal sinusoida dari jala-jala digunakan sebagai input dari rangkaian op-amp non inverting, dimana output yang dihasilkan berupa sinyal persegi yang sefasa dengan sinyal sinusoida tersebut. Kemudian sinyal output dimasukkan ke IC buffer IC4050.

Gambar 4.5 Sinyal dari Rangkaian ZCD

Gambar 4.5 menunjukkan sinyal dari rangkaian ZCD, dimana sinyal input berupa sinyal sinusoida dan sinyal output berupa sinyal persegi. Untuk pendeteksian titik “0” digunakan perpindahan sinyal dari “0” ke “1” dari sinyal persegi.

3

26

74 1 5

741

12 V

GND

TR1

TRAN-2P2S

V1VSINE

3 2

U2:A

4050

-12

Output

Tegangan

 (V) 

5 V/div5 ms/div 

Time (S)

Sinyal ZCD

Sinyal referensi

Page 4: BAB IV

56  

Gambar 4.6 menunjukkan sinyal dari hasil simulasi menggunakan software Proteus.

Gambar 4.6 Sinyal dari Simulasi Rangkaian ZCD dengan Software Proteus Untuk mengetahui apakah pendeteksian perpindahan dari 0 ke

1 pada rangkaian ZCD digunakan osiloskop. Untuk channel 1 kita hubungkan dengan jala-jala sebagai referensi, sedangkan channel 2 dihubungkan dengan keluaran dari rangkaian ZCD. Dari perbandingan antara simulasi dengan rangkaian sebenarnya dapat disimpulkan bahwa rangkaian ZCD yang digunakan sudah sesuai dengan yang diinginkan.

4.4 Pengujian Inverter Satu Fasa Dan Driver Penyulutnya

Pada pengujian inverter ini, pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 3 yaitu yang pertama pengujian driver penyulut (SPWM) yang dibangkitkan dari mikrokontroler, yang kedua pengujian SPWM yang dikuatkan dengan rangkaian optocoupler TLP 250 serta pengujian yang ketiga adalah pengujian dari rangkaian inverter satu phase.

2 V/div 2ms /div 

Tegangan

 (V) 

Time (S)

Sinyal ZCD 

Sinyal Referensi

Page 5: BAB IV

57  

Gambar 4.7 Alat Inverter Satu Fasa

Pengujian SPWM ini di uji dengan cara mengaktifkan

mikrokontroler dan melihat bentuk gelombang pulsa SPWM. Sinyal keluaran pada mikrokontroler di setting pada PORT C pin 4, 5, 6, 7. Pulsa penyulutan untuk gate 1 (Q1) terletak pada pin 7, gate 2 (Q2) terletak pada pin 6, gate 3 (Q3) terletak pada pin 5, dan gate 4 (Q4) terletak pada pin 4. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Rangkaian Mikrokontroler Atmega 16 Gambar 4.8 menunjukkan rangkaian mikrokontroler Atmega

16 dimana port C.4-7 digunakan sebagai output SPWM dan port D.2 digunakan sebagai input dari sinyal Zero Crossing Detector.

X1

CRYSTAL

C1

22pC2

22p

C310u

R21k

PB0/T0/XCK1

PB1/T12

PB2/AIN0/INT23

PB3/AIN1/OC04

PB4/SS5

PB5/MOSI6

PB6/MISO7

PB7/SCK8

RESET9

XTAL212 XTAL113

PD0/RXD 14

PD1/TXD 15

PD2/INT0 16

PD3/INT1 17

PD4/OC1B 18

PD5/OC1A 19

PD6/ICP1 20

PD7/OC2 21

PC0/SCL 22

PC1/SDA 23

PC2/TCK 24

PC3/TMS 25

PC4/TDO 26

PC5/TDI 27

PC6/TOSC1 28

PC7/TOSC2 29

PA7/ADC733 PA6/ADC634 PA5/ADC535 PA4/ADC436 PA3/ADC337 PA2/ADC238 PA1/ADC139 PA0/ADC040

AREF 32

AVCC 30

U1

ATMEGA16

Q1Q2Q3Q4

OUTPUT

Page 6: BAB IV

58  

Gambar 4.9 Topologi Inverter

Gambar 4.9 merupakan topologi Inverter, dimana Q1, Q2,

Q3, dan Q4 meruppakan Power Mosfet tipe N. Saat mosfet 1 (Q1) dan mosfet 4 (Q4) “ON” maka akan menghasilkan setengah gelombang sinusoida positif. Saat mosfet 2 (Q2) dan mosfet 3 (Q3) “ON” akan menghasilkan setengah gelombang sinusoida negatif. Jadi jika mosfet 1-4 dan mosfet 2-3 “On ” bergantian akan menghasilkan gelombang sinusoida.

Gambar 4.10 Sinyal SPWM dari Simulasi Proteus Gambar 4.10 merupakan sinyal SPWM hasil dari simulasi

dengan software Proteus. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa

Mosfet 1 (Q1) Mosfet 2 (Q2) Mosfet 3 (Q3) Mosfet 4 (Q4)

Q1 

Q2 

Q3

Q4

Page 7: BAB IV

59  

Time (S) 

Mosfet 3 (Q3)

Mosfet 4 (Q4)

Tegangan

 (V) 

Tegangan

 (V) 

Time (S)

5 V/div1 ms/div

 

Tega

ngan

(V) 

 

antara Mosfet 1 (Q1) dengan Mosfet 2 (Q2) outputnya saling berkebalikan, begitu juga antara Mosfet 3 (Q3) dengan Mosfet 4 (Q4)

Gambar 4.11 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q1 dan Q2)

Gambar 4.11 merupakan sinyal output Mosfet 1 (Q1) dan Mosfet 2 (Q2) dari mikrokontroler Atmega 16. Sinyal output dari kedua mosfet tersebut saling berkebalikan. Jika kita bandingkan dengan sinyal output dari hasil simulasi Proteus pada gambar 4.10, dapat kita simpulkan bahwa sinyal output dari mikrokontroler sama dan sudah sesuai dengan yang diinginkan.

Gambar 4.12 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q3 dan Q4)

Gambar 4.12 merupakan sinyal output dari Mosfet 3 (Q3) dan Mosfet 4 (Q4) dari mikrokontroler Atmega 16. Sinyal output dari

Mosfet 1 (Q1)

Mosfet 2 (Q2)

5 V/div1 ms/div

Page 8: BAB IV

60  

Tegangan

 (V) 

Time (S)

Tegangan

 (V) 

Time (S)

kedua mosfet tersebut saling berkebalikan. Jika kita bandingkan dengan sinyal output dari hasil simulasi Proteus pada Gambar 4.10, dapat kita simpulkan bahwa sinyal output dari mikrokontroler sama dan sudah sesuai dengan yang diinginkan.

Gambar 4.13 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q2 dan Q3)

Gambar 4.13 merupakan sinyal output dari Mosfet (Q2 dan Q3), dimana sinyal dari kedua mosfet tersebut sama. Begitu juga dengan Gambar 4.14 sinyal dari Mosfet (Q1 dan 4) adalah sama.

Gambar 4.14 Sinyal SPWM dari Mikrokontroler (Q1 dan Q4)

Pada pengujian kedua adalah pengujian optocoupler TLP250. Pada pengujian ini output dari mikrokontroler sebagai input dari IC

Mosfet 2 (Q2)

Mosfet 3 (Q3)

 

Mosfet 1 (Q1)

Mosfet 4 (Q4)

5 V/div1 ms/div 

5 V/div1 ms/div 

Page 9: BAB IV

61  

Tegangan

 (V) 

Time (S)

optocoupler TLP250 pada pin 2. Gambar 4.15 menunjukkan rangkaian gabungan mikrokontroler dan IC TLP250. Karena output SPWM dari mikrokontroler sebanyak 4 buah maka diperlukan IC TLP250 sebanyak 4 buah juga. Dimana output dari mikrokontroler di input-kan ke pin 2 pada IC TLP250, karena output mikrokontroler aktif high maka pin kaki 3 di ground-kan.

Gambar 4.15 Rangkaian Mikrokontroler dan Optocoupler

Untuk output dari TLP250 ada pada pin 6 dan 7.

Perbandingan output dari mikrokontroler dan IC TLP250 dapat dilihat pada osiloskop dengan menghubungkan channel 1 dengan output mikrokontroler dan channel 2 dihubungkan dengan output IC TLP250.

Gambar 4.16 Perbandingan antara Output Mikrokontroler dan Optocoupler pada Mosfet 1 (Q1)

Gambar 4.16 merupakan perbandingan antara sinyal input dari optocoupler dan sinyal output dari optocoupler setelah diberi

Mikrokontroler

Optocoupler

5 V/div1 ms/div

Page 10: BAB IV

62  

Tegangan

 (V) 

Time (S)

Tegangan

 (V) 

Time (S)

penguatan menggunakan rangkaian totempole yang letaknya menjadi satu di dalam IC TLP250. Sinyal tersebut untuk menge-drive Mosfet 1 (Q1)

Gambar 4.17 Perbandingan antara Output Mikrokontroler dan Optocoupler pada Mosfet 2 (Q2)

Gambar 4.17 merupakan sinyal input-an dari Mosfet 2 (Q2),

dimana tegangan VGS yang dibutuhkan 3.5 - 20 Volt. Jika tegangan VGS tersebut kurang dari 3.5 Volt Mosfet tidak akan aktif.

Gambar 4.18 Perbandingan antara Output Mikrokontroler dan Optocoupler pada Mosfet 3 (Q3)

Mikrokontroler

Optocoupler

Mikrokontroler

Optocoupler

5 V/div1 ms/div 

5 V/div1 ms/div

Page 11: BAB IV

63  

Tegangan

 (V) 

Time (S)

Tegangan supply untuk setiap Mosfet harus berbeda, tapi untuk Mosfet 3 (Q3) dan Mosfet 4 (Q4) sama, jadi dibutuhkan tegangan supply sebanyak 3 buah dengan tegangan sebesar 9 Volt

Gambar 4.19 Perbandingan antara Output Mikrokontroler dan Optocoupler pada Mosfet 4 (Q4)

Dari perbandingan antara sinyal output antara mikrokontroler

dan IC TLP250 dapat disimpulkan bahwa sinyal dari IC TLP250 sama dengan sinyal dari mikrokontroler dan tidak mengalami cacat.

Pengujian ketiga adalah pengujian inverter satu fasa. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan tegangan supply DC pada inverter.

Gambar 4.20 Pengujian Inverter Tanpa Beban

5 V/div1 ms/div 

Mikrokontroler

Optocoupler

Page 12: BAB IV

64  

Tegangan supply yang diberikan mulai dari 5 V hingga 60 V, karena supply DC maksimum hungga 30 V, maka digunakan 2 buah supply DC. Tegangan output diukur dengan voltmeter.

Tabel 4.1 Pengujian Inverter Tanpa Beban Vin (V) Vout (V)

5 2.5 10 5 15 7.5 20 10 25 12.5 30 15 35 17.5 40 20 45 22.5 50 25 55 27.5 60 30

Grafik dibawah ini merupakan perbandingan antara tegangan

input dan tegangan output saat inverter tak dibebankan.

Gambar 4.21 Grafik Perbandingan antara Vin dan Vout Inverter

Berdasarkan hasil pengujian inverter pada tabel diatas diatas didapat bahwa tegangan keluaran dari inverter selalu lebih rendah

0

10

20

30

40

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Tegangan

 (V)

Tegangan (V)

Grafik Tegangan Output Inverter tanpa Beban

Vout

Page 13: BAB IV

65  

atau setengah daripada tegangan masukan dikarenakan tegangan masukan terbagi menjadi tegangan positif dan tegangan negatif, tegangan yang diukur adalah tegangan rms nya .

Selanjutnya pengujian inverter dengan beban. Untuk pengujian selanjutnya dilakukan dengan beban. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban lampu 5 watt pada inverter.

Gambar 4.22 Pengujian Inverter dengan Beban Lampu

Tegangan supply yang diberikan mulai dari 5 V hingga 60 V,

karena satu buah supply DC maksimum hingga 30 V, maka digunakan 2 buah supply DC. Untuk outputnya digunakan beban

Tabel 4.2 Pengujian dengan beban lampu Vin (V) I in (A) V out (V) I out (A)

5 0.04 2.2 0.04 10 0.06 4.5 0.06 15 0.07 6.8 0.08 20 0.08 9.1 0.08 25 0.08 11.4 0.09 30 0.09 13.7 0.1 35 0.1 16 0.1 40 0.1 18.3 0.11 45 0.1 20.6 0.12 50 0.11 22.8 0.12 55 0.11 25 0.13 60 0.12 27.3 0.13

Page 14: BAB IV

66  

lampu bohlam 5 W / 220 V, kemudian tegangan output diukur dengan voltmeter.

Dari data hasil pengujian inverter dengan beban diatas, semakin besar tegangan input maka arus output yang mengalir semakin naik. Seperti ditunjukkan pada Gambar 4.23 disimpulkan bahwa terdapat drop tegangan antara 0.3 – 2,7 V jika dibandingkan antara data saat berbeban dan data saat tanpa beban.

Gambar 4.23 Grafik Perbandingan antara Arus Input dengan Arus Output       Inverter Hasil Pengujian dengan Beban

Gambar 4.24 Grafik Tegangan Saat Berbeban dan Tanpa Beban

00.020.040.060.080.10.120.14

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Arus (A)

Tegangan (V)

Grafik Perbandingan Antara Arus Input dengan Arus Output Inverter

Iin

Iout

0

10

20

30

40

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Tegangan

 (V)

Tegangan (V)

Grafik Perbandingan Antara Tegangan Full Load dan Tegangan No Load

V_full_load

V_no_load

Page 15: BAB IV

 

Pengujipada inup. Kem

Gambar 4

GTegangswitchin

Gambar 4

PB0/T0/XCK1

PB1/T12

PB2/AIN0/INT23

PB3/AIN1/OC04

PB4/SS5

PB5/MOSI6

PB6/MISO7

PB7/SCK8

RESET9

XTAL212 XTAL113

PA7/ADC733 PA6/ADC634 PA5/ADC535 PA4/ADC436 PA3/ADC337 PA2/ADC238 PA1/ADC139 PA0/ADC040

U1

ATMEGA16

TR1

TRAN-2P3S

3

2

74 1 5

U

74

VCC

V2VSINEVA=220VFREQ=50hz

Tegangan

 

Pengujian ke ian ini dilaku

nverter dan dipmudian sinyal o

.25 Rangkaian I

Gambar 4.26 gan supply DC ng sebesar 1 K

.26 Sinyal Inver

PD0/RXD 14

PD1/TXD 15

PD2/INT0 16

PD3/INT1 17

PD4/OC1B 18

PD5/OC1A 19

PD6/ICP1 20

PD7/OC2 21

PC0/SCL 22

PC1/SDA 23

PC2/TCK 24

PC3/TMS 25

PC4/TDO 26

PC5/TDI 27

PC6/TOSC1 28

PC7/TOSC2 29

AREF 32

AVCC 30

1

2

U2

OPTOCOU

R7330R

U1_VCC VCC

1

2

U3

OPTOCOU

R14330R

U1_VCC VCC

1

2

U4

OPT

R21330R

U1_VCC

1

2

U

O

R28330R

U1_VCC

C2

200nF

RV1200k

6

U6

41

67

Time (S)

empat adalahukan dengan mpasang filter paoutput dilihat m

Inverter Keselur

merupakan siyang dipakai s

KHz.

rter sebelum di F

6

5

4

UPLER-NPN

R11k

R21k

Q1NPN

R31k

R41k

Q2BD139

Q3BD140

R1k

C

6

5

4

UPLER-NPN

R81k

R91k

Q4NPN

R101k

R111k

Q5BD139

Q6BD140

R1k

C

6

5

4

TOCOUPLER-NPN

R151k

R161k

Q7NPN

R171k

R181k

QBD

QBD

VCC

6

5

4

U5

PTOCOUPLER-NPN

R221k

R231k

Q10NPN

R241k

R251k

VCC

h pengujian smemberikan teasif RC serta tmenggunakan o

ruhan

inyal inverter sebesar 20 Vol

Filter

R5k

R61k

R12k

R131k

8D139

9D140

R191k

R201k

Q11BD139

Q12BD140

R261k

R271k

Q13IRFP460N

Q14IRFP460N

Q15IRFP460N

Q16IRFP460N

V1VSINE

ecara keseluruegangan inputtransformator osiloskop.

sebelum di flt, dengan freku

BR1

BRIDGE

C1940uF

+88.8AC Volts

+88.8Volts

5V/div 5ms/div

uhan. t DC step-

filter. uensi

Page 16: BAB IV

68  

Tegangan

 Time (S)

Tegangan

 (v) 

Time (S)

Dari gambar tersebut dihasilkan tegangan sinusoida tapi masih berbentuk persegi.

Gambar 4.27 Sinyal Inverter Setelah di Filter

Gambar 4.27 merupakan sinyal inverter setelah di filter, tapi sinyal tersebut belum sinyal sinusoida murni masih terdapat ripple. Perlu filter yang lebih baik untuk mengahasilkan sinyal sinusoida yang murni.

Gambar 4.28 Sinyal Inverter Saat Dikoneksikan dengan Grid

Gambar 4.28 menunjukkan bahwa antara sinyal inverter dan grid sudah sefasa, setelah dikoneksikan antara keduanya.

Inverter

Grid

5V/div 5ms/div

5V/div 10ms/div