bab iv-
-
Upload
ocktafiany-anggraeni -
Category
Documents
-
view
43 -
download
0
description
Transcript of bab iv-
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian meliputi persiapan alat dan bahan yang
dipergunakan. Bahan baku utama yang dipergunakan dalam penelitian kali
ini adalah sampah buah pepaya dan juga sisa nasi yang dikeringkan.
Gambar 4.1 Bahan Baku yang Dipergunakan
Sampah buah pepaya yang dipergunakan adalah buah pepaya yang
sudah hampir membusuk dan sudah tak layak jual. Dalam penelitian kali ini,
sampah buah pepaya tersebut akan dimanfaatkan menjadi bahan baku
pembuatan bioetanol. Bagian dari buah pepaya yang dipergunakan adalah
daging buahnya. Buah tersebut dibersihkan, dikupas kulitnya, dan dicuci
terlebih dahulu sebelum dihancurkan dan diolah menjadi bioetanol.
Sisa nasi yang digunakan adalah sisa nasi yang sudah dikeringkan
dengan bantuan sinar matahari hingga kering atau biasa disebut dengan nasi
IV-1 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
aking. Sisa nasi yang dikeringkan tersebut di cuci terlebih dahulu hingga
bersih. Setelah dicuci, nasi kering tersebut dihaluskan terlebih dahulu
sebelum diolah menjadi bioetanol.
Pada penelitian ini, dilakukan dua tahapan. Tahapan pertama
adalah tahap membandingkan kinerja ragi tape dan ragi roti dalam proses
fermentasi. Dan tahapan kedua adalah melakukan variasi komposisi dengan
menggunakan salah satu jenis ragi, untuk menentukan komposisi mana yang
dapat menghasilkan kualitas Bioetanol terbaik.
4.2 Penelitian Tahap Pertama
Penelitian tahap pertama ini bertujuan untuk membandingkan
kecepatan fermentasi yang dilakukan oleh ragi tape dengan ragi roti
(fermipan). Penelitian tahap pertama ini dilakukan pada tanggal 9 Juni 2014
dengan komposisi sebagai berikut:
Tabel 4.1 Komposisi Bahan Pada Penelitian Tahap Pertama
Reaktor Air
(liter)
Pepaya
(gram)
Sisa Nasi
(gram)
Ragi
(gram)
Jenis Ragi
1 2 500 500 5Ragi Tape
2 2 500 500 10
3 2 500 500 15
4 2 500 500 5Ragi Roti
5 2 500 500 10
6 2 500 500 15
IV-2 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Sampel pada 6 reaktor diamati perubahannya, dengan mengamati
gelembung gas yang terbentuk pada botol yang berisi air kapur sirih.
Gelembung gas yang terbentuk berasal dari gas CO2 hasil pembentukan
bioetanol yang keluar dari selang reaktor.
4.2.1 Hasil Analisis Penelitian Tahap Pertama
Dari pengamatan yang dilakukan pada ke-6 reaktor itu
tersebut, pada reaktor yang menggunakan ragi roti (fermipan) yaitu
reaktor 4, reaktor 5, dan reaktor 6 mengeluarkan gelembung gas
pada menit ke + 15. Sedangkan pada sampel yang menggunakan ragi
tape (reaktor 1, reaktor 2, dan reaktor 3) baru mengeluarkan
gelembung pada hari ke 4, yaitu tanggal 13 Juni 2014. Sehingga dari
pengamatan yang dilakukan sejak tanggal 9 Juni 2014 hingga 13 Juni
2014, diketahui ragi roti (fermipan) lebih cepat dalam melakukan
proses fermentasi dibandingkan dengan ragi tape.
4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Tahap Pertama
Gelembung yang terjadi pada air kapur sirih menandakan
adanya pembentukan gas CO2, dimana itu berarti proses fermentasi
pada sampel telah berjalan. Dan gas CO2 pada sampel yang
menggunakan ragi roti terbentuk pada menit ke + 15. Sedangkan
gelembung gas pada sampel yang menggunakan ragi tape baru
terbentuk pada hari ke-4
Hal ini dapat disebabkan, karena komposisi dari kedua jenis
ragi ini berbeda. Meskipun sama-sama mengandung mikroorganisme
IV-3 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Saccharomyces cerevisiae, ragi tape masih mengandung
mikroorganisme lain seperti Aspergilus orizae, Hasnula, dan
Candida endomycopsis. Berbeda dengan ragi roti (fermipan) yang
memang hanya mengandung Saccharaomyces Cerevisiae di
dalamnya. Hal tersebut berpengaruh pada kecepatan proses
fermentasi yang berlangsung. Mikroorganisme lain yang terkandung
dalam ragi tape dapat menghambat kerja mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae di dalamnya (Wahyu Widodo, 2007).
Dari pengamatan pada tanggal 9 Juni 2014 hingga 13 Juni
2014 ini, dapat diketahui bahwa ragi roti (fermipan) lebih cepat
dalam melakukan fermentasi. Sehingga, untuk penelitian selanjutnya
digunakan ragi roti untuk melakukan fermentasi pada variasi
komposisi pada tahap selanjutnya.
Untuk selanjutnya, sampel pada reaktor penelitian tahap
pertama ini akan difermentasi hingga 9 Juli 2014. Dan akan
dilakukan pengamatan suhu dan pH setiap harinya. Serta kadar etanol
pada hari ke-15 dan hari ke-30.
4.3 Penelitian Tahap Kedua
Setelah melalui tahap pertama, yaitu tahap mengamati kinerja ragi,
pada tahap ini semua reaktor menggunakan jenis ragi yang sama, yaitu ragi
roti (fermipan). Pada penelitian tahap ini dilakukan variasi komposisi untuk
menentukan variasi komposisi mana yang mampu menghasilkan kadar
bioetanol tertinggi.
IV-4 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Selain untuk mengetahui komposisi mana yang menghasilkan kadar
bioetanol tertinggi, pada tahap ini juga akan diamati pengaruh dari
penambahan sisa nasi kering (nasi aking) dalam pembuatan bioetanol. Pada
variasi ini berat ragi yang menggunakan berat ragi yang sama, namun
komposisi sampah buah pepaya yang digunakan dan sisa nasi kering yang
digunakan berbeda.
Variasi komposisi dari masing-masing reaktor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Variasi Komposisi Pembuatan Bioetanol
Reaktor Air
(liter)
Pepaya
(gram)
Sisa Nasi
(gram)
Ragi
(gram)
7 2 1000 - 5
8 2 1000 - 10
9 2 1000 - 15
10 2 - 1000 5
11 2 - 1000 10
12 2 - 1000 15
13 2 600 400 10
14 2 700 300 10
15 2 800 200 10
Setelah keseluruh bahan baku diproses dan dimasukkan kedalam
reaktor masing-masing. Sampel difermentasikan selama 30 hari. Selama
proses fermentasi berlangsung, dilakukan analisis pada parameter suhu, pH,
dan kadar etanol hari ke-15. Setelah hari ke-30, dilakukan pengukuran kadar
etanol sebelum dan sesudah didistilasi. Reaktor pada penelitian tahap kedua
ini dilakukan mulai 14 Juni 2014 dan difermentasi hingga 13 Juli 2014.
IV-5 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
4.4 Hasil Analisis Kadar Glukosa Awal
Analisis kadar glukosa awal merupakan analisis pendahuluan dari
penelitian ini untuk mengetahui berapa kadar glukosa yang terkandung
dalam masing-masing sampel. Kadar glukosa (C6H12OH) pada sampel akan
mempengaruhi kadar bioetanol yang akan dihasilkan. Analisis kadar glukosa
ini dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia ITATS, Surabaya dengan
metode Refraktometri.
Volume sampel yang dianalisis sebanyak 250 ml sampel. Dengan
hasil analisis glukosa awal adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Analisis Kadar Glukosa
No. Sampel Komposisi Index Bias
(η)
Kadar
(%)
Ppm
(mg/Liter)Pepaya
(gram)
Sisa Nasi
(gram)
1. A 500 500 1.3345 2.21086 22108.6
2. B 600 400 1.3375 4.0045 40045.0
3. C 700 300 1.3388 4.7817 47817.0
4. D 800 200 1.3400 5.4992 54992.0
5. E 1000 - 1.3405 5.7981 57981.0
Sumber: Hasil Analisis
Untuk sampel sisa nasi tidak dilakukan analisis kandungan glukosa,
karena pada sisa nasi tidak mengandung glukosa. Namun, pada sisa nasi,
IV-6 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
mengandung zat pati yang mampu dikonversi menjadi glukosa jika terlebih
dahulu dilakukan hidrolisis pati.
Pada penelitian ini, Hidrolisis pati dilakukan dengan menggunakan
bantuan asam. Asam yang digunakan adalah HCl.
4.4.1 Pembahasan Hasil Analisis Kadar Glukosa Awal
Dari tabel 4.3 diketahui, kadar glukosa tertinggi yaitu
5,7981% pada sampel E dengan komposisi 1000 gram buah pepaya
dan 2 liter air. Sedangkan pada sampel yang mengandung campuran
sisa nasi paling banyak, memliki kandungan kadar glukosa yang
paling sedikit (pada sampel A).
Hal tersebut dapat dikarenakan, proses hidrolisis pati
menggunakan bantuan asam (HCl) yang belum sempurna, sehingga
kadar glukosa yang terkandung dalam sisa nasi belum mampu untuk
menaikan kadar glukosa pada campuran bahan baku.
Proses hidrolisis pati menggunakan bantuan asam tidak
spesifik dalam melakukan pemecahan zat pati yang terkandung dalam
sisa nasi menjadi glukosa. Zat pati yang terkadung dalam sisa nasi
tersebut memang dikonvensersi, namun tidak seluruhnya dikonversi
menjadi glukosa. Dalam hidrolisis pati menggunakan asam, zat pati
dikonversi menjadi 3 komponen yaitu glukosa, dextrin, dan juga
maltosa. Berbeda jika kita menggunakan metode enzymatis dalam
hidrolilis zat pati.
IV-7 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Pada hidrolisis pati menggunakan bantuan enzym, zat pati
dapat seluruhnya terkonversi menjadi glukosa. Hidrolisis pati
menggunakan bantuan enzym melalui dua tahapan, yaitu tahap
pemecahan pati menjadi dextrin dengan bantuan enzym alfa-amylase
dan juga tahap pemecahan dextrin menjadi glukosa dengan bantuan
enzym gluko-amylase. Hal tersebut yang menyebabkan enzym lebih
spesifik dalam mengkonversi zat pati menjadi glukosa dibandingkan
dengan asam (Assegaf, 2009).
4.5 Analisis Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam proses fermentasi
pembentukan bioetanol. Suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri
Saccharomyces cerevisiae dalam melakukan proses fermentasi yaitu 28oC –
30oC. Sehingga setelah bahan baku dilakukan proses pemanasan, sebelum
dicampur dengan ragi, terlebih dahulu bahan baku didinginkan hingga
mencapai suhu ruang (+ 30oC). Setelah mencapai suhu ruang, ragi dapat
dicampurkan dengan sampel.
Analisis suhu dilakukan pada seluruh reaktor dan dilakukan sejak
hari pertama, yaitu saat pembuatan sampel hingga hari ke-30. Berikut grafik
hasil analisis suhu pada penelitian kali ini:
IV-8 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Grafik 4.1 Grafik Analisis Suhu Penelitian Tahap Pertama
IV-9 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
9/6/2014
10/6/201
4
11/6/201
4
12/6/201
4
13/6/201
4
14/6/201
4
15/6/201
4
16/6/201
4
17/6/201
4
18/6/201
4
19/6/201
4
20/6/201
4
21/6/201
4
22/6/201
4
23/6/201
4
24/6/201
4
25/6/201
4
26/6/201
4
27/6/201
4
28/62014
29/6/201
4
30/6/201
4
1/7/2014
2/7/2014
3/7/2014
4/7/2014
5/7/2014
6/7/2014
7/7/2014
8/7/2014
R1
29 29 29 29 29 31 29 29 29 30 29 30 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 30 29 29 29 30 29
R2
29 29 29 30 29 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
R3
29 29 30 29 29 31 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
R4
35 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 30 29 30 29 29 30 29 29 29 29 29 29 30 30
R5
35 30 30 29 29 30 29 29 29 29 30 30 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 30 29 29
R6
38 30 29 29 29 30 29 29 29 30 29 30 29 29 29 29 30 29 30 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 30
2.5
7.5
12.5
17.5
22.5
27.5
32.5
37.5
Grafik Analisis Suhu Penelitian Tahap PertamaSu
hu R
eakt
or (o
C)
Sumber: Hasil Analisis
IV-10 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Grafik 4.2 Grafik Analisis Suhu Penelitian Tahap Kedua
IV-11 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
14/6/201
4
15/6/201
4
16/6/201
4
17/6/201
4
18/6/201
4
19/6/201
4
20/6/201
4
21/6/201
4
22/6/201
4
23/6/201
4
24/6/201
4
25/6/201
4
26/6/201
4
27/6/201
4
28/6201
4
29/6/201
4
30/6/201
4
1/7/201
4
2/7/201
4
3/7/201
4
4/7/201
4
5/7/201
4
6/7/201
4
7/7/201
4
8/7/201
4
9/7/201
4
10/7/201
4
11/7/201
4
12/7/201
4
13/7/201
4
R7
35 30 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 30
R8
35 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 30 29 29 30 29 29 29 29 29 29 30 29
R9
37 30 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 30 29 29 29 29 30 29
R10
35 30 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 30 30 29 29 29 29 29
R11
35 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
R12
38 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
R13
37 29 29 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 30 29 29 29
R14
36 29 30 29 29 29 30 29 29 30 29 29 29 30 30 29 29 29 30 29 29 29 30 29 30 29 30 29 29 29
R15
37 29 30 29 29 29 30 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 30 30 29 29 29 30 29 29 29 29 29 29 29
2.5
7.5
12.5
17.5
22.5
27.5
32.5
37.5
Grafik Analisis Suhu Penelitian Tahap KeduaSu
hu
Re
akto
r (o
C)
Sumber: Hasil Analisis
IV-12 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Dari grafik 4.1 dan grafik 4.2 dapat diketahui reaktor yang berisi
sampel dengan menggunakan ragi roti (fermipan) mengalami kenaikan suhu
pada hari pertama. Kenaikan suhu tersebut terjadi pada menit ke + 15 hingga
mencapai 35oC hingga 38oC dan berangsur turun hingga pada hari ke-2 dan
seterusnya, suhu menurun dan cenderung konstan. Sesuai dengan suhu
ruang.
Sedangkan pada reaktor 1, 2, dan 3 suhu pada hari ke-0 sama dengan
suhu ruang yaitu 29oC. Pada reaktor 1 dan reaktor 3 mengalami kenaikan
suhu hingga 31oC pada hari ke-5. Dan kemudian turun sesuai dengan suhu
ruang.
4.5.1 Pembahasan Hasil Analisis Suhu
Kenaikan dan penurunan suhu terjadi akibat beberapa faktor.
Selain karena faktor suhu ruangan kenaikan dan penurunan suhu juga
terjadi karena adanya aktifitas mikroorganisme. Saat proses
fermentasi pertama kali berlangsung, aktifitas mikroorganisme
sedang sangat tinggi hal itu menyebabkan suhu menjadi naik hingga
38oC. Namun setelah aktifitas mikroorganisme stabil, maka suhu pun
akan menurun dan kembali stabil sesuai suhu ruangan (antara 29oC
hingga 30oC).
Pertumbuhan dan aktifitas mikrooorganisme yang terdapat
pada ragi tape yang tidak secepat mikroorganisme pada ragi roti
(fermipan) membuat suhu pada reaktor 1, reaktor 2, dan reaktor 3
cenderung stabil. Hanya mengalami kenaikan pada hari ke-5, dimana
IV-13 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
proses fermentasi baru berlangsung. Kenikan suhu pun cenderung
kecil, tidak sedrastis pada reaktor yang menggunakan ragi roti.
Kenaikan suhu hanya mencapai 31oC.
Suhu ruangan dikondisikan antara 25oC hingga 30oC. Karena,
pada rentang suhu tersebut merupakan suhu optimal dimana
mikroorganisme dapat hidup.
4.6 Analisis pH
pH merupakan salah satu faktor penting dalam penelitian ini. pH
berpengaruh pada pertumbuhan bakteri. Pada bakteri Saccharomyces
cerevisiae, pH optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah 4,5 sampai 5,0
(Supriatin, 2008).
Sebelum bahan baku diproses, terlebih dahulu dilakukan pengecekan
pH pada bahan baku. Hasil pengacekan pH pada bahan baku utama adalah:
1. pH pada sampah buah pepaya = 6
2. pH pada sisa nasi = 7
Setelah pengecekan pH awal, dilakukan pula pengecekan pH pada
kedua bahan baku setelah dicampurkan dan ditambahkan dengan urea dan
NPK.
IV-14 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Gambar 4.2 Pencampuran Kedua Bahan Baku
Setelah kedua bahan baku dicampurkan dan diberi urea dan NPK,
kembali dilakukan pengecekan pH. pH dikondisikan pada rentang 4,5-5,0.
pH sampel setelah ditambahkan urea dan NPK, rata-rata mencapai pada
rentang 7,0 hingga 8,0. Karna belum mencapai pada rentang 4,5-5,0 maka
campuran bahan baku ditambahkan larutan H2SO4 hingga pH memenuhi.
Pengukuran pH dilakukan setiap hari dengan mengambil beberapa
tetes cairan melalui kran kecil yang telah terpasang pada reaktor. Pengukuran
pH dilakukan menggunakan kertas indikator pH. Berikut data analisis pH
pada hari ke-0 hingga hari ke-30:
IV-15 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Grafik 4.3 Hasil Analisis pH pada Penelitian Tahap Pertama
IV-16 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
9/6/201
4
10/6/201
4
11/6/201
4
12/6/201
4
13/6/201
4
14/6/201
4
15/6/201
4
16/6/201
4
17/6/201
4
18/6/201
4
19/6/201
4
20/6/201
4
21/6/201
4
22/6/201
4
23/6/201
4
24/6/201
4
25/6/201
4
26/6/201
4
27/6/201
4
28/6201
4
29/6/201
4
30/6/201
4
1/7/201
4
2/7/201
4
3/7/201
4
4/7/201
4
5/7/201
4
6/7/201
4
7/7/201
4
8/7/201
4
R1
5 5 5 5 5 5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3 3 3 3 3
R2
5 5 5 5 5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 3 3
R3
5 5 5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3
R4
5 5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
R5
5 5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2
R6
5 5 4.5 4.5 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2 2
0.5
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
Grafik Analisis pH Penelitian Tahap PertamapH
Sumber: Hasil Analisis
IV-17 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Grafik 4.4 Hasil Analisis pH Penelitian Tahap Kedua
IV-18 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
14/6/201
4
15/6/201
4
16/6/201
4
17/6/201
4
18/6/201
4
19/6/201
4
20/6/201
4
21/6/201
4
22/6/201
4
23/6/201
4
24/6/201
4
25/6/201
4
26/6/201
4
27/6/201
4
28/6201
4
29/6/201
4
30/6/201
4
1/7/201
4
2/7/201
4
3/7/201
4
4/7/201
4
5/7/201
4
6/7/201
4
7/7/201
4
8/7/201
4
9/7/201
4
10/7/201
4
11/7/201
4
12/7/201
4
13/7/201
4
R7
5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2 2 2 2 2 2 2 2 2
R8
5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2
R9
5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2 2 2 2 2 2 2
R10
5 5 5 5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 3 3
R11
5 5 5 5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
R12
5 5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2
R13
5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
R14
5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2 2 2 2 2
R15
5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4 4 4 4 3.5 3.5 3.5 3.5 3 3 3 3 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2 2 2 2 2 2
0.5
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
Grafik Analisis pH Penelitian Tahap KeduapH
Sumber: Hasil Analisis
IV-19 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Dari tabel 4.3 dan tabel 4.3 dapat diketahui pH pada sampel semakin
hari semakin menurun. pH awal yang dikondisikan sebesar 5, semakin hari
semakin menurun hingga mencapai pH terendah yaitu 2, pada hari ke-30.
4.6.1 Pembahasan Hasil Analisis pH
Pada saat proses fermentasi berlangsung glukosa dipecah
menjadi etanol oleh mikroorganisme yang berasal dari ragi yang
ditambahkan. Hal ini yang menyebabkan pH dalam sampel semakin
lama semakin menurun dan menjadi sangat asam (S. Suhartini, 2008).
Rata-rata pH pada sampel dapat mencapai 2, namun pada
beberapa reaktor, pada hari ke-30 pH belum mencapai 2. Hal itu
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1. Aktifitas mikroorganisme yang menurun.
Hal ini dapat disebabkan karena pH yang semakin asam,
sehingga menyebabkan kinerja mikroorganisme dalam
melakukan proses fermentasi menurun (Fardiaz, 2003).
2. Variasi komposisi bahan.
Pada reaktor yang terdapat campuran sisa nasi di
dalamnya, penurunan pH cenderung melambat.
Pemecahan kandungan pati pada sisa nasi yang kurang
sempurna menyababkan mikroorganisme harus bekerja
ekstra dalam proses fermentasi. Mikroorganisme terlebih
dahulu harus memecah kandungan-kandungan lain seperti
dextrin dan maltosa menjadi glukosa. Hal ini
IV-20 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
menyebabkan pula pembentukan etanol menjadi lebih
lambat dibandingkan dengan komposisi yang tanpa
menggunakan campuran sisa nasi.
Dapat diketahui dari grafik, pH pada sampel semakin hari
semakin asam. Hal ini disebabkan oleh terkonversinya glukosa
(C6H12O6) menjadi etanol (C2H5OH) setiap harinya. Dimana etanol
memiliki sifat yang asam, sehingga pH sampel pun setiap harinya
menurun menjadi asam sesuai dengan sifat etanol yang asam.
4.7 Analisis Kadar Etanol
Kadar etanol merupakan faktor utama yang diuji dalam penelitian ini.
Kadar etanol ini ditentukan oleh kadar glukosa yang terkonversi menjadi
etanol selama proses fermentasi berlangsung. Analisis kadar etanol
dilakukan menggunakan Alcoholmeter. Analisis kadar etanol, dilakukan 3
kali, yaitu pada hari ke-15, hari ke-30, dan analisis kadar etanol setelah
dilakukan proses distilasi.
4.7.1 Hasil Analisis Kadar Etanol Hari ke-15
Pada hari ke-15, proses fermentasi pun masih berjalan. Hal ini
terlihat dari, masih adanya produksi gas CO2 (masih terdapat
gelembung pada botol berisi air kapur sirih).
Analisis kadar etanol yang pertama dilakukan pada hari ke-15
pada tiap sampel. Analisis dilakukan pada tanggal 23 Juni 2014 untuk
sampel penelitian tahap awal. Dan pada tanggal 28 Juni 2014 untuk
sampel lainnya.
IV-21 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Analisis sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel
dari kran yang disediakan sebanyak 100 ml ke dalam tabung ukur.
Kemudian, mengukurnya menggunakan Alcoholmeter. Berikut hasil
pengukuran kadar etanol pada hari ke-15:
Grafik 4.5 Hasil Analisis Kadar Etanol Hari ke-15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kadar etanol pada reaktor (%)
0 0 1 1 1 1 1 2 2 0 1 1 1 2 2
0.1
0.3
0.5
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
1.7
1.9
Grafik Hasil Analisis Kadar Etanol Hari ke-15
Kada
r Eta
nol (
%)
Sumber: Hasil Analisis
Dari hasil pengukuran kadar etanol hari ke-15 menggunakan
alcoholmeter, pada beberapa reaktor masih belum menunjukkan
adanya kadar etanol didalamnya. Dan pada reaktor lainnya, kadar
etanol tertinggi mencapai 2%. Kadar etanol tertinggi tersebut ada
pada reaktor 8, reaktor 9, reaktor 14, dan reaktor 15. Untuk lebih
IV-22 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
memaksimalkan kadar etanol yang terbentuk, maka fermentasi
dilanjutkan hingga hari ke-30.
4.7.2 Hasil Analisis Kadar Etanol Hari ke-30
Pada hari ke-30, proses fermentasi pada semua reaktor telah
berhenti. Hal ini dapat dilihat dari gelembung gas yang muncul pada
larutan air kapur sirih dan juga adanya endapan putih pada larutan air
kapur sirih. Hal ini berarti tidak ada lagi gas CO2 yang berproduksi,
sehingga proses fermentasi dapat dikatakan telah selesai.
Pada hari ke-30, sebelum dilakukan proses distilasi, terlebih
dahulu dilakukan pengukuran kadar etanol. Hal ini untuk mengetahui
perubahan kondisi sampel dan juga mengetahui apakah terjadi
kenaikan kadar etanol pada sampel.
Pada hari ke-30 ini, cairan pada sampel dipisahkan dari
endapannya. Sampel disaring, agar benar-benar terpisah dari
endapannya. Sama halnya dengan analisis sebelumnya, mengambil
cairan bioetanol sebanyak 100 ml ke dalam tabung ukur kemudian
mengukur kadar etanol menggunakan Alcoholmeter.
Analisis pada hari ke-30 ini dilakukan pada 8 Juli 2014 untuk
sampel penelitian tahap awal. Dan juga pada tanggal 13 Juli 2014
untuk sampel lainnya. Berikut hasil analisis kadar etanol pada hari
ke-30:
IV-23 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Grafik 4.6 Hasil Analisis Kadar Etanol Hari ke-30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kadar etanol pada reaktor (%)
2 2 4 3 3 4 6 8 8 1 2 2 3 4 6
0.5
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
Grafik Hasil Analisis Kadar Etanol Hari ke-30
Kada
r Eta
nol (
%)
Sumber: Hasil Analisis
Pada hasil pengukuran kadar etanol pada hari ke-30 dapat
diketahui kadar etanol mengalami peningkatan dari hari ke-15. Hal
ini menunjukkan proses fermentasi masih berjalan hingga hari ke-30.
Pada hari ke-30 kadar etanol yang dihasilkan sekitar 1% hingga 8%.
Dapat diketahui pula kadar etanol pada sampel yang
mengandung campuran sisa nasi memiliki kadar etanol yang tidak
terlalu tinggi yaitu berkisar 2% hingga 6%. Berbeda dengan sampel
yang hanya mengandung sampah buah pepaya di dalamnya. Kadar
IV-24 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
alkohol sampel pada reaktor 7, reaktor 8, dan reaktor 9 sebesar 6%
hingga 8%.
4.7.3 Hasil Analisis Kadar Etanol Setelah Distilasi
Untuk meningkatkan kadar etanol pada cairan bioetanol pada
sampel, harus dilakukan proses distilasi. Proses distilasi bertujuan
untuk memisahkan etanol dengan air pada larutan bioetanol sampel.
Prinsip kerja distilasi adalah memisahkan cairan berdasarkan titik
didihnya. Etanol yang memiliki titik didih lebih rendah daripada air,
yaitu 78oC yang akan menguap terlebih dahulu dan dikondensasi
hingga terbentuk cairan etanol murni. Proses distilasi dilakukan pada
suhu 78oC hingga 80oC. yaitu pada rentang suhu titik didih etanol.
Sebelum dilakukan proses distilasi, sampel terlebih dahulu
dipisahkan antara cairan dengan endapannya. Sampel disaring hingga
hanya tersisa cairannya saja.
Seluruh variasi komposisi mengandung 2 liter air ditambah
dengan total 1 kg bahan baku. Dan dari sampel tersebut, didapatkan
volume cairan sebanyak:
IV-25 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Tabel 4.4 Volume Cairan Bioetanol Sebelum Distilasi
Reaktor Volume
(ml)
1 1200
2 1200
3 1200
4 1300
5 1400
6 1300
7 1700
8 1800
9 1700
10 600
11 700
12 600
13 1200
14 1400
15 1500
Sumber: Hasil Analisis
Pada tabel 4.4 terlihat volume cairan berkisar antara 600 ml
hingga 1800 ml. Volume cairan terbanyak berasal dari reaktor 8,
yaitu mencapai 1800 ml. Sedangkan cairan paling sedikit pada
reaktor 10, reaktor 11, dan reaktor 12 yang hanya mencapai 600 ml
IV-26 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
hingga 700 ml. Hal ini dikarenakan sifat sampel yang lebih kental
jika dibandingkan sampel pada reaktor lainnya.
Setelah memisahkan cairan dengan endapannya, cairan yang sudah
tersaring tersebut didistilasi. Dari hasil distilasi larutan bioetanol pada
sampel, didapatkan larutan etanol murni pada masing-masing reaktor
adalah, sebagai berikut:
Tabel 4.5 Volume Cairan Bioetanol Setelah Distilasi
Reaktor Volume
(ml)
1 600
2 600
3 750
4 750
5 750
6 600
7 850
8 850
9 850
10 300
11 300
12 325
13 650
14 650
15 750
Sumber: Hasil Analisis
IV-27 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Dari tabel 4.5 didapatkan cairan etanol setelah distilasi
sebanyak 300 ml hingga 850 ml. cairan etanol terbanyak dihasilkan
oleh sampel pada reaktor 7 dan reaktor 8 sedangkan cairan bioetanol
paling sedikit dihasilkan oleh reaktor 10, reaktor 11, dan reaktor 12
yaitu hanya mencpai 300 ml hingga 325 ml.
Setelah melakukan distilasi, dilakukan pengecekann kadar
etanol pada larutan tersebut. Pengecekan dilakukan dengan cara yang
sama. Yaitu, dengan mengambil 100 ml saampel kemudian mengukur
menggunakan Alcoholmeter. Berikut hasil pengecekan kadar etanol
pada penelitian ini:
Grafik 4.7 Hasil Analisis Kadar Etanol Setelah Proses Distilasi
IV-28 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kadar etanol pada reaktor (%)
19 23 29 29 33 35 62 71 74 12 15 17 35 39 46
515253545556575
Grafik Hasil Analisis Kadar Etanol Setelah Proses Distilasi
Kada
r Eta
nol (
%)
Sumber: Hasil Analisa
Dari grafik 4.7 diatas diketahui kadar etanol dari percobaan
pembuatan bioetanol ini mencapai 12% hingga 74%. Kadar etanol
tertinggi dicapai terdapat pada cairan bioetanol pada reaktor 9.
Sedangkan kadar etanol terendah dihasilkan oleh reaktor 10.
4.7.4 Pembahasan Hasil Analisis Kadar Etanol
Pada hari ke-15, dari grafik 4.5 terdapat beberapa sampel
yang belum menunjukkan adanya kandungan etanol. Sampel yang
belum menghasilkan etanol pada hari ke-15 adalah reaktor 1, reaktor
2, dan reaktor 10. Hal ini dapat dikarenakan proses fermentasi pada
IV-29 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
reaktor teresebut berjalan sangat lamban. Sehingga pada hari ke-15,
belum tebentuk etanol pada reaktor tersebut. Lambannya proses
fermentasi sampel pada reaktor tersebut dapat dikarenakan jenis ragi
yang digunakan, berat ragi pada sampel tersebut, dan juga komposisi
pada bahan baku yang difermentasi.
Pada hari ke-30 kadar etanol pada cairan bioetanol meningkat
hingga mencapai 8%. Hal ini menunjukkan kalau pemecahan glukosa
menjadi etanol masih berjalan hingga hari ke-30. Pada reaktor yang
berisi sampel sisa nasi tanpa campuran buah pepaya memiliki kadar
etanol terendah yaitu 1% hingga 2% saja. Hali ini disebabkan karna
kandungan glukosa pada sisa nasi hasil dari hidrolisis pati tidak
sebanyak kandungan glukosa pada sampah buah pepaya. Proses
hidrolisis pati yang kurang sempurna menyebabkan mikroorganisme
harus bekerja ekstra untuk memecah dextrin dan maltosa hasil
hidrolisis pati menjadi glukosa terlebih dahulu. Hal ini yang
menyebabkan kadar etanol pada reaktor 10, reaktor 11, dan reaktor
12 sangat rendah.
Pada grafik 4.7, hasil anaisis kadar etanol setelah distilasi,
diketahui untuk reaktor yang menggunakan variasi ragi yang berbeda,
semakin banyak ragi yang ditambahkan semakin tinggi kadar etanol
yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan jumlah mikroorganisme yang
bekerja dalam proses fermentsi lebih banyak. Sehingga mampu
memecah glukosa menjadi etanol dengan lebih cepat.
IV-30 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Sedangkan pada reaktor 13, reaktor 14, dan reaktor 15 yang
menggunakan jenis ragi dan berat ragi yang sama, yaitu 10 gram ragi
roti (fermipan), namun dengan variasi campuran buah pepaya dan
sisa nasi, terlihat bahwa reaktor 15 memiliki kadar etanol yang paling
tinggi, sebesar 46%. Hal ini dikarenakan, pada reaktor 15 memiliki
berat campuran sisa nasi yang paling sedikit. Kadar glukosa pada
reaktor 15 dengan komposisi 800 gram sampah buah pepaya dan 200
gram sisa nasi memiliki kadar glukosa yang paling tinggi dibanding
kadar glukosa pada sampel reaktor 13 dan reaktor 14 (tabel 4.3).
Kadar glukosa tersebut yang dapat mempengaruhi kadar etanol yang
dihasilkan.
Pada reaktor 10, reaktor 11, dan reaktor 12, dengan komposisi
bahan baku 1 kg nasi sisa dengan 2 liter air, kadar etanol yang
dihasilkan sangat kecil. Hanya sekitar 12% hingga 17%. Hal ini
disebabkan karna kurang sempurnanya proses hidrolisis sehingga
glukosa yang dihasilkan tidak maksimal. Pada reaktor ini, selain
memecah glukosa menjadi etanol, mikroorganisme juga harus
memecah senyawa lain (dectri, maltosa, dan kandungan pati yang
masih tersisa) yang terkandung dalam sisa nasi tersebut menjadi
glukosa. Hal ini menyebabkan proses pembentukan etanol menjadi
sangat lamban. Sehingga, hingga pada hari ke-30 atau pada saat
proses fermentasi telah berhenti etanol yang terbentuk sangat sedikit.
Pada reaktor 7, reaktor 8, dan reaktor 9, dengan komposisi 1
kg sampah buah pepaya dengan 2 liter air, kadar etanol yang
IV-31 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
dihasilkan cukup tinggi jika dibandingkan dengan reaktor lain yang
terdapat campuran sisa nasi. Hal ini dikarenakan kandungan glukosa
yang cukup tinggi dan minimnya kandungan lain yang terkandung
dalam sampel pada reaktor ini. Sehingga mikroorganisme dapat lebih
fokus untuk memecah glukosa menjadi etanol. Dibandingkan dengan
reaktor lain yang mengandung campuran sisa nasi. Kadar etanol pada
reaktor ini mencapai 62% hingga 74%.
Pada reaktor 1, reaktor 2, reaktor 3, reaktor 4, reaktor 5, dan
reaktor 6, dimana komposisi pada ke-6 reaktor sama yaitu 500 gram
sampah buah pepaya dan 500 gram sampah sisa nasi, namun
menggunakan jenis ragi yang berbeda. Terlihat bahwa kadar etanol
pada reaktor yang menggunakan ragi roti lebihtinggi jika
dibandingkan dengan sampel pada reaktor yang menggunakan ragi
tape (reaktor 1, reaktor 2, dan reaktor 3). Hal ini disebabkan karna
kecepatan ragi roti dalam melakukan proses fermentasi lebih cepat
dibandingkan dengan ragi tape.
Dari hasil analisis diatas, dapat disimpulkan beberapa faktor
yang mempengaruhi besar kecilnya kadar etanol pada penelitian ini,
diantaranya:
1. Jenis ragi,
Jenis ragi yang digunakan mempengaruhi kecepatan fermentasi.
Kecepatan mikroorganisme dalam memecah glukosa menjadi
etanol.
IV-32 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
2. Berat ragi,
Berat ragi juga menentukan kecepatan fermentasi pada
pembuatan bioetanol. Pada penelitian ini, semakin banyak ragi
yang diberikan, kadar bioetanol akan semakin tinggi. Dengan ragi
yang semakin banyak, maka proses pemecahan glukosa menjadi
etanol juga semakin cepat.
3. Kadar Glukosa (C6H12OH)
Kadar glukosa pada bahan sampel berpengaruh besar pada
tinggimya kadar bioetanol yang dihasilkan. Jika kadar glukosa
semakin besar, maka kadar etanol yang dihasilkan juga semakin
besar. Hal ini dikarenakan, semakin banyaknya kadar glukosa
yang dapat dikonversi menjadi etanol.
Dari penelitian di dapatkan kadar etanol yang dapat
dimanfaatkan untuk bidang medis, farmasi dan laboratorium yaitu
bioetanol berkadar 71% dan 74% (standar 70%-90%). Sedangkan
cairan bioetanol lain dari penelitian ini yang berkadar 40% hingga
60%, juga bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti minyak
tanah pada kompor minyak (Antonious, 2010).
Pada cairan bioetanol yang memiliki kadar kurang dari 40%
dapat dilakukan distilasi ulang, guna meningkatkan kadar etanol yang
terkandung dalam cairan tersebut. Sehingga cairan bioetanol tersebut
masih bisa dimanfaatkan.
IV-33 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Jika kadar etanol yang dihasilkan ingin ditingkatkan,
penelitian dapat dilanjutkan pada tahapan dehidrasi. Yaitu proses
pemisahan etanol dengan air menggunakan metode molecular sieve.
Prinsip kerja pada tahap dehidrasi ini adalah cairan akan di adsorpsi
menggunakan zeolit. Air yang masih terkandung dalam bioetanol
akan tererap oleh zeolit sehingga cairan etanol yang dihasilkan akan
lebih murni. Jika tahapan dilanjutkan pada tahap ini, maka akan
mampu menghasilkan bioetanol dengan kadar yang memenuhi
standar kadar industri (lebih dari 90%) (Clark. J, 2007).
4.8 Perbandingan Dengan Penelitian Lain
Untuk mengethui perrbandingan kadar etanol yang dihasilkan dari
pembuatan bioetanol yang dilakukan oleh penelitian lain dengan penelitian
ini, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Perbandingan Kadar Etanol dengan Penelitian Lain
No. Penelitian Kadar Etanol
IV-34 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
(%)
1. “Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi
Menjadi Bioetanol”
- 100% Sampah Buah Pepaya
- 100% Sisa Nasi (Nasi Aking)
- 74
- 17
2. “Pemanfaatan Nasi Aking menjadi Bioetanol
Menggunakan Metode Hidrolisa Enzymatis,
Fermentasi, dan Distilasi”
53
3. “Produksi Bioetanol dari Buah Pepaya (Carica
Papaya) Skala Laboratorium”64,5
Sumber: Dedie Tooy; A.W Utama
Dari perbandingan dengan penelitan serupa lain diatas dapat dilihat
bahwa penelitian “Pemanfaatan Nasi aking menjadi Bioetanol Menggunakan
Metode Hidrolisa Enzymatis, Fermentasi, dan Distilasi mampu
menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi dengan penelitian kali ini. Hal
ini disebabkan karna metode hidrolisa yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan hidrolisa asam. Hidrolisa asam menyebabkan pemecahan zat
pati menjadi glukosa kurang sempurna. Sedangkan pada penelitian
pembanding, menggunakan metode hidrolisa enzymatis.
Pada hidriolisa enzymatis pemecahan glukosa lebih sempurna. Proses
hidrolisa melalui dua tahap, tahap pertama adalah pemecahan zat pati
menjadi dextrin (liquifikasi) dan tahap kedua adalah pemecahan dextrin
menjadi glukosa (sakarifikasi). Pemecahan yang lebih spesifik ini membuat
kadar glukosa menjadi lebih tinggi sehingga kadar etanol yang terbentuk pun
menjadi lebih tinggi.
IV-35 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)
Pemanfaatan Sampah Buah Pepaya dan Sisa Nasi Menjadi Bioetanol
Sedangkan pada penelitian “Produksi Bioetanol dari Buah Pepaya
(Carica Papaya) Skala Laboratorium” kadar etanol yang dihasilkan
mencapai 64,5%. Lebih rendah dibandingkan kadar etanol dari sampah buah
pepaya pada penelitian ini yang mencapai 74%. Hal ini bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya konsentrasi ragi, suhu reaktor, kondisi buah
pepaya yang digunakan. Buah pepaya yang sangat matang memiliki
kandungan glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah pepaya
yang tingkat kematangannya kurang. Pada penelitian ini, buah pepaya yang
digunakan adalah buah pepaya yang terlalu matang dan nyaris busuk,
sehingga kandungan glukosa pada buah pepaya yang dipergunakan cukup
tinggi sehingga mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan.
IV-36 Ocktafiany Anggraeni (09.2009.1.00383)