Bab Iitinjauan Pustaka

32
KECELAKAAN LALU LINTAS (VEHICLE-PEDESTRIAN) I. PENDAHULUAN Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian- kejadian yang tidak terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau kematian. Kecelakaan lalu lintas dibagi atas ‘A motor-vehicle traffic accident’ dan ‘Non motor-vehicle traffic accident’, ‘A motor-vehicle traffic accident’ adalah setiap kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya. ‘Non motor-vehicle traffic accident’, adalah setiap kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi atau untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor. (1) Suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai kecelakaan lalu lintas bila: a. Derajat 1: Terdapat kerusakan pada benda. b. Derajat 2: Terdapat luka non-visible. c. Derajat 3: Terdapat luka minor-visible. d. Derajat 4: Terdapat luka serious-visible. e. Derajat 5: Terdapat korban yang tewas. (2) Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang cenderung semakin meningkat. Jumlah kecelakan lalu lintas dari tahun ke tahun terus

Transcript of Bab Iitinjauan Pustaka

Page 1: Bab Iitinjauan Pustaka

KECELAKAAN LALU LINTAS (VEHICLE-PEDESTRIAN)

I. PENDAHULUAN

Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga

sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau kematian.

Kecelakaan lalu lintas dibagi atas ‘A motor-vehicle traffic accident’ dan ‘Non motor-

vehicle traffic accident’, ‘A motor-vehicle traffic accident’ adalah setiap kecelakaan

kendaraan bermotor di jalan raya. ‘Non motor-vehicle traffic accident’, adalah setiap

kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi

atau untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor. (1) Suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai kecelakaan lalu lintas bila:

a. Derajat 1: Terdapat kerusakan pada benda.

b. Derajat 2: Terdapat luka non-visible.

c. Derajat 3: Terdapat luka minor-visible.

d. Derajat 4: Terdapat luka serious-visible.

e. Derajat 5: Terdapat korban yang tewas. (2)

Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah

kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia,

perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang

cenderung semakin meningkat. Jumlah kecelakan lalu lintas dari tahun ke tahun terus

meningkat. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah

kendaraan (14-15% per tahun) dengan pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4%

per tahun. Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan

oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan

penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh

jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga, dan korban kekerasan. (1)

Di Amerika Serikat, kejadian kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% korban meninggal sebelum tiba di

rumah sakit dan lebih dari 100.000 korban menderita berbagai tingkat kecacatan akibat

kecelakaan lalu lintas tersebut. Indonesia dewasa ini menghadapi permasalahan

Page 2: Bab Iitinjauan Pustaka

kecelakaan lalu lintas jalan yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri setiap

tahun tercatat 9.856 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas jalan tersebut.

Tingginya korban kecelakaan tersebut disadari telah mendorong tingginya biaya pemakai

jalan, dan secara ekonomi menyebabkan terjadinya pemborosan sumber daya. Berbagai

upaya penanganan juga telah dilakukan untuk mengurangi jumlah dan kelas kecelakaan

lalu lintas jalan (accident severity) tersebut. Di Jakarta sendiri, dari 614 kasus kecelakaan

lalu lintas yang diotopsi sepanjang tahun 1982, 490 kasus sebab kematiannya merupakan

hasil kecelakaan lalu lintas yang fatal, yang mana korban kecelakaan lalu lintas

mengalami luka-luka , seperti luka di bagian kepala, ekstrimitas atas, ektrimitas bawah,

tubuh depan , dan tubuh belakang. Distribusi korban kecelakaan lalu lintas terutama

kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi kaum laki-laki.

Kelompok ini merupakan aset sumber daya manusia yang sangat penting untuk

pembangunan bangsa. (1)

  Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Tahun 1993 Bab XI :

Pasal 93 Ayat (1), kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang

tidak di sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau

pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.

Pasal 93 ayat (2), korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), dapat berupa korban mati, koban luka berat dan korban luka ringan. (1)

II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KECELAKAAN

LALU LINTAS

Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas,antara lain:

a. Faktor manusia

Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir

semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas.

Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan

1

Page 3: Bab Iitinjauan Pustaka

yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura

tidak tahu.

b. Faktor kendaraan

Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi

sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah,

peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan

faktor kendaraan sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang

dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan

perbaikan kendaraan diperlukan, di samping itu adanya kewajiban untuk melakukan

pengujian kendaraan bermotor secara teratur.

c. Faktor jalan

Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di

daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan

jalan. Jalan yang rusak/berlubang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi

pemakai sepeda motor.

d. Faktor lingkungan

Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi

lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus

kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak

pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang,

terutama di daerah pegunungan. (4, 5, 6)

III. POLA KELAINAN PADA KECELAKAAN LALU LINTAS

A. Pejalan Kaki

1. Luka karena impak primer, yaitu benturan yang pertama terjadi antara korban dan

kenderaan.

2. Luka karena impak sekunder yaitu benturan korban yang kedua kalinya dengan

kenderaan misalnya impak primer adalah tungkai, korban terdorong sehingga jatuh

ke belakang terkena pada bagian kaca mobil, ini yang disebut impak sekunder.

2

Page 4: Bab Iitinjauan Pustaka

3. Luka yang sekunder yaitu luka yang terjadi setelah korban jatuh ke atas jalan.

- Luka pada tungkai merupakan kelainan yang penting didalam menentukan

bagaimana kenderaan membentur korban.

- Korban dewasa umumnya ditabrak dari arah belakang atau samping, luka yang

khas biasanya terdapat pada tungkai bawah, pada satu tungkai atau keduanya.

- Jika korban berdiri dengan kedua tungkainya sewaktu tabrakan terjadi, luka

yang hebat dapat dilihat pada tungkai dimana sering terjadi fraktur.

- Pada waktu yang bersamaan dengan terjadinya impak primer pada tungkai

bawah (bumper injuries, bumper fractures), bagian bokong ataupun punggung

akan terkena dengan radiator atau kap mobil, lampu atau kaca depan (impak

sekunder).

- Korban yang tergeletak dijalan dapat terlindas oleh roda kenderaan, yang dapat

menimbulkan luka yang sesuai dengan ban (tyre marks). Tyre marks ini berguna

dalam penyidikan kasus tabrak lari.

- Bila kenderaan yang menabrak termasuk kenderaan berat seperti truk atau bis,

seluruh tubuhnya dapat hancur dan sukar dikenali, keadaan ini dikenal sebagai

‘crush injuries’ atau ‘compression injuries’.

- Jika bagian bawah kenderaan sangat rendah, tubuh korban dapat terseret

sehingga terjadi pengelupasan kulit yang hebat dan keadaan ini dikenali sebagai

‘rolling injuries’.

- Pada daerah dimana terdapat lipatan kulit seperti lipatan paha, jika daerah

tersebut terlindas, kulit akan teregang sehingga menimbulkan kelainan yang

disebut ‘striae like tears’, dimana sebenarnya daerah yang terlindas bukan

dilipatan kulit tersebut, tetapi di daerah yang berdekatan.

B. Pengemudi Mobil

Kecelakaan yang terjadi pada kenderaan berhenti secara mendadak akan didapatkan

kelainan yang agak khas:

- Pada daerah kepala yang berbenturan dengan kaca, akan didapatkan luka terbuka

yang kecil-kecil dengan tepi tajam sebagai akibat persentuhan dengan kaca yang

pecah, bila benturannya hebat dapat terlihat luka lecet tekan, memar, atau

‘compression fracture’.

3

Page 5: Bab Iitinjauan Pustaka

- Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman, akan dijumpai jejas

stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan fraktur dada, iga serta

pecahnya jantung.

- Sabuk pengaman yang dipakai dapat pula menyebabkan luka bila terjadi tabrakan

kecepatan tinggi terutama alat-alat dalam rongga perut dan hati.

- Kelainan yang disebabkan oleh sabuk pengaman (seat-belt injuries) dikenali

sebagai suatu luka lecet tekan, bentuknya sesuai dengan sabuk tersebut atau dalam

bentuk yang disebut perdarahan tepi (marginal hemorrhage).

C. Penumpang Mobil

- Bila duduk di depan, kelainan terutama di kepala dan bila memakai sabuk

pengaman akan ditemukan kelainan seperti pada pengemudi mobil.

- Bila duduk dibelakang, kelainan terutama didaerah perut, panggul atau tungkai.

D. Pengemudi Sepeda Motor

- Luka karena impak primer pada tungkai.

- Luka karena impak sekunder pada bagian lain sebagai akibat benturan tubuh pada

bagian lain dari kenderaan lawan.

- Luka yang terjadi sekunder sebagai akibat benturan korban dengan jalan.

- Luka yang terjadi sekunder seringkali merupakan penyebab kematian pada korban

karena mengalami kerusakan pada kepalanya.

- Fraktur pada tenggorak sebagai akibat luka sekunder dapat mudah diketahui yaitu

dari sifat patahnya (fracture linear) sedangkan pada keadaan lain, misalnya kepala

dipukul dengan palu yang berat, fraktur yang terjadi adalah fraktur kompresi. (2)

IV. PERLUKAAN 

Definisi Perlukaan

Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya kontinuitas

jaringan yang disebabkan karena adanya kekuatan dari luar.

4

Page 6: Bab Iitinjauan Pustaka

Jenis Perlukaan

Jenis luka dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu:

Luka akibat kekerasan tajam

Kekerasan tumpul.

Kekerasan tajam

Ciri-ciri umum dari luka akibat benda tajam adalah sebagai berikut:

Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata, dan sudutnya runcing

Bila ditautkan akan menjadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak

menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurusatau sedikit lengkung.

Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.

Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.

Kekerasan tumpul

Jenis luka yang ditimbulkan akibat kekerasan tumpul adalah:

Luka memar

Luka lecet

Luka robek/terbuka

Luka memar adalah perdarahan jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler dan

vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul. Letak, bentuk dan luas memar dipengaruhi

oleh besarnya kekerasan, jenis benda, penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis

kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah serta penyakit yang diderita.

Bila kekerasan tumpul mengenai jaringan longgar seperti didaerah mata, leher atau pada

bayi dan orang usia lanjut, maka memar cenderung lebih luas. Adanya jaringan ikat

longgar memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah akibat

gravitasi. Informasi mengenai bentuk benda tumpul dapat diketahui jika ditemukan

perdarahan tepi. Pada perdarahan tepi, perdarahan tidak dijumpai pada lokasi yang

tertekan, tetapi perdarahan akan menepi sehingga bentuk perdarahan sesuai dengan

bentuk celah antara kedua kembang yang berdekatan/cetakan negatif.

5

Page 7: Bab Iitinjauan Pustaka

Memar biasanya merupakan cedera ringan, karena sangat jarang memar dapat

menyebabkan keadaan yang fatal. Bentuk dan ukuran memar dapat menunjukkan jenis

dan derajat kekerasan yang dialami. Usia dari memar tersebut juga bisa diperkirakan,

sehingga dengan demikian juga dapat memperkirakan saat terjadinya cedera.

Luka lecet merupakan luka kulit yang superfisial akibat cedera pada epidermis yang

bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing. Walaupun

kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan

adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh.18 Pada lukarobek yang

merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga

melampaui elastisitas kulit atau otot. Ciri luka robek adalah tidak beraturan,tepi tidak

rata, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerahyang

berambut, sering tampak luka lecet memar di sekitar luka.Pada kecelakaan lalu lintas,

terjadinya perlukaan dapat saja disertai dengan patah tulang, baik patahtulang tertutup

atau pun patah tulang terbuka.

Lokasi dan Mekanisme Perlukaan  

Lokasi perlukaan adalah lokasi dimana terjadinya luka akibat kecelakaan lalu lintas

yang meliputi daerah kepala, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tubuh bagian depan,

dan tubuh bagian belakang.

Trauma jaringan disebabkan karena adanya perbedaan dari pergerakan. Pada

kecepatan yang konstan, dengan kecepatan yang berbeda, tidak akan menimbulkan efek

apapun seperti pada perjalanan luar angkasa atau rotasi bumi. Adanya perbedaan

perpindahan gerak, dapat menyebabkan peristiwa traumatis yaitu, akselerasi dan

deselerasi. Perbedaan ini diukur dengan gaya gravitasi atau umum disebut ‘G force’.

6

Page 8: Bab Iitinjauan Pustaka

G force

Jumlah dimana tubuh manusia dapat mentoleransi sangat bergantung pada arah

datangnya gaya tersebut. Deselerasi dengan kekuatan 300G bisa tidak menimbulkan

cedera dan dalam jangka waktu yang pendek gaya 2000G punmasih bisa tidak

menimbulkan cedera, bila datangnya gaya tepat pada sudutyang tepat pada sumbu

panjang tubuh. Tulang frontal dapat menahan gaya 800G tanpa fraktur dan mandibula

400G, demikian juga dengan rongga thoraks. Selama akselerasi maupun deselerasi

jumlah trauma jaringan yang dihasilkan tergantung dari gaya yang bekerja per unit area,

perumpamaan seperti pisau yang tajam akan menembus lebih mudah daripada yang

tumpul dengan gaya yang sama. Jika sebuah pengendara mobil diberhentikan tiba-tiba

dari kecepatan 80 km/jam dan 10 cm2 luas dari kepala membentur kaca depan kerusakan

akan lebih parah dibandingkan dengan gaya yang sama dan tersebar 5002 cm sepanjang

sabuk pengaman.

Pada benturan dari arah frontal, tidak mungkin kendaraan langsung berhenti

sempurna, walaupun menabrak struktur yang sangat besar dan tidak bergerak. Kendaraan

itu akan berubah bentuk dan mengurangi gaya deselerasi dan mengurangi force yang

akan diterima dari penumpang kendaraan. Nilai dari G forces dapat dihitung dengan

rumus G = C (V2)/D, dimana V = kecepatan (km/jam), D jarak stop dimulai dari waktu

benturan (m), dan C adalah konstanta 0.0039. (7)

Perlukaan dan Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas

Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari tabrakan atau

benturan dari kendaraan. Secara imajinatif semua model dari sarana transportasi

mempunyai kemampuan untuk menyebabkan kematian atau kecacatan. Kematian karena

kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi empat kategori tergantung dari arah

terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain :

a. Arah depan

Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari semua

kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila dua kendaraan/orang

bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau bagian depan dari kendaraan

menabrak benda yang tidak bergerak, seperti tembok, ataupun tiang listrik.

7

Page 9: Bab Iitinjauan Pustaka

Sebagai akibat dari energi gerak, penumpang dari kendaraan bermotor akan terus melaju

(bila tidak memakai sabuk pengaman pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka akan

tergantung dari posisi saat kecelakaan.

b. Arah samping (lateral)

Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak dari arah samping,

ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam benda tidak bergerak. Dapat

terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan, bila benturan terjadi pada

sisi kiri dari kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi kiri,

dan penumpang depan akan mengalami perlukaan yang lebih sedikit karena pengemudi

bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada sisi kanan, maka yang terjadi adalah

sebaliknya, demikian juga bila tidak ada penumpang.

c. Terguling

Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari samping,terutama bila

tidak dipakainya pelindung kepala (helm), terguling di jalan,sabuk pengaman dan

penumpang terlempar keluar mobil. Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat

korban mendarat pada permukaan yang keras, pada beberapa kasus, korban yang

terlempar bisa ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus

seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.

8

Page 10: Bab Iitinjauan Pustaka

d. Arah belakang

Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh bagian bagasi

dan kompartemen penumpang belakang (pada pengguna mobil),yang dengan demikian

memproteksi penumpang bagian depan dari perlukaanyang parah dan mengancam

jiwa. (1, 6, 7)

V. CEDERA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS

Cedera pada kepala

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.

Yang meliputi gangguan-gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai

perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

Trauma kranioserebral banyak terjadi pada kecelakaan mobil, ketika mobil bergerak

ke depan yang berakibat sampai terbentur benda keras sehingga berhenti, penumpang

yang tidak bisa bertahan akan terlempar ke atas dan ke depan sampai mereka tertahan

oleh beberapa bagian dari kendaraan atau jika mereka terlempar dari kendaraan, yang

berkontak dengan tanah atau beberapa benda lain. Cedera yang signifikan pada kepala

memperlihatkan lebih dari 50% dari semua kecelakaan lalu lintas yang fatal yang

terjadi di jalan raya melibatkan pengemudi kendaraan dan penumpangnya. Luka

akibat pecahan kaca pada wajah dan leher, akibat hancurnya kaca depan. Fraktur yang

terjadi mungkin akibat depresi tetapi paling sering berupa fraktur basis kanii, yang

melibatkan fossa media dari tengkorak melingkar dikarenakan mungkin karena

kendaraan yang terguling.

Fraktur tulang tengkorak dijelaskan dengan bagian dari benturan. Pengemudi yang

tidak tertahan oleh sabuk pengaman sehingga terpelanting ke atas dan ke depan

mungkin akan terbentur dengan stir mobil dan hal itu mungkin tidak hanya tergantung

pada kekuatan benturan dengan kaca depan atau bagian interior dari kabin tetapi juga

akan mencegah terlemparnya mereka dari kendaraan. Penumpang biasanya lebih

sering terlempar, sering melalui kaca depan atau pintu dan sering menderita fraktur

tulang tengkorak yang parah akibat benturan dengan aspal jalan atau benda padat yang

berada disekitarnya seperti tembok atau pohon. Gambaran yang umum terjadi pada

cedera otak tidak dapat diketahui dan biasanya tergantung dari tindakan antisipasi

9

Page 11: Bab Iitinjauan Pustaka

yang dilakukan yang bisa dilihat dari bagian dan arah dari fraktur tulang tengkorak

tersebut. (8)

Cedera Tulang Belakang

Cedera tulang belakang tidak jarang terjadi sebagai akibat kecelakaan lalu lintas

maupun kecelakaan di tempat kerja, seperti jatuh dari ketinggian. Cedera itu bila tidak

ditangani dengan baik, dapat menimbulkan kematian atau kelaianan menetap berupa

kelaianan yang permanen. Kelumpuhan yang terjadi mempunyai dampak perawatan

yang rumit dan memerlukan banyak peralatan. Empat mekanisme cedera pada tulang

belakang dapat dibedakan; pada kebanyakan kasus merupakan kombinasi:

1. Fleksi dan defleksi oleh gaya ventroflexive dan retroflexive mengakibatkan

cedera transversal, cedera longitudinal dan tension. Ini merupakan mekanisme

cedera cervical yang paling banyak.

2. Kompresi diakibatkan oleh gaya longitudinal pada kolumna ketika jatuh di

kepala atau pada dasar (bokong) dapat mengakibatkan pemipihan badan vertebra

dan atau fraktur pada end-plate.

3. Rotasi akibat gaya torsi mengakibatkan dislokasi unilateral atau bilateral, fraktur

dislokasi korpus vertebra dan atau prosesnya. Ini merupakan prinsip dari

mekanisme cedera lumbal atau thorakolumbal.

4. Mekanisme kombinasi: fleksi saja atau ekstensi sering mengakibatkan ruptur

ligamen, dislokasi atau fraktur dislokasi. Cedera tertutup sering disebabkan oleh

mekanisme kombinasi.

Pada kecelakaan lalu lintas, penumpang yang duduk di belakang, pada tabrakan dari

depan akan terlempar kedepan dan kepala mengenai sandaran kursi depan sehinggga

terjadi hiperekstensi kepala yang mengakibatkan cedera pada tulang leher. (8)

Cedera pada Dada

Penumpang yang duduk disebelah pengemudi wajahnya membentur pada dashbord

dulu, sebelum mengenai kaca depan dan tidak banyak cedera dinding depan thoraks.

Pada keadaan dimana terjadi benturan kuat pada dada, dapat timbul memar pada

jantung. Memar ini dapat membuat terbentuknya gumpalan darah (trombosis) yang

menyumbat pembuluh nadi jantung, jalur suplai makanan dan oksigen pada jantung

(arteri coronaria), hingga terjadi kematian mendadak. Karena kondisi ini, pada kasus

10

Page 12: Bab Iitinjauan Pustaka

kecelakaan lalu lintas dengan cedera pada dada, seyogyanya dilakukan pemeriksaan

patologi anatomi pada otot jantung yang akan dapat membantu memberi gambaran

adanya kerusakan pada otot jantung. Pengamatan seksama pada otot jantung saat

autopsi dapat membantu deteksi kerusakan otot jantung, walau tidak memiliki

sensitifitas yang sama dengan pemeriksaan patologi anatomis.

Demikian juga pada kondisi dimana terjadi tekanan atau himpitan yang kuat pada

dada korban, pernafasan dapat terhenti karena dinding dada tidak dapat mengembang.

Pada autopsi kondisi ini harus diperhatikan dengan seksama, mengingat, di daerah

dada kadang hanya terdapat memar, informasi tambahan pada tahap persiapan autopsi

harus dimaksimalkan untuk dapat mendeteksi dengan baik asfiksia mekanik ini. (8, 8)

Cedera pada Perut

Cedera pada struktur intra-abdominal dapat diklasifikasikan menjadi 2 mekanisme

utama dari cedera kekuatan kompresi dan deselerasi. Kompresi merupakan pukulan

langsung terhadap objek tetap. Umumnya, hal ini menyebabkan hematoma

subcapsular pada organ viseralis. Kekuatan ini juga dapat merusak organ dalam

dengan meningkatkan tekanan intralumen. Deselerasi menyebabkan peregangan dan

robekan linier pada rongga abdomen. Hati dan limpa tampaknya menjadi organ yang

paling sering terluka. Sedangkan usus kecil dan usus besar adalah organ berikutnya

yang ditemukan menyebabkan perlukaan. (8, 9)

Cedera pada Ekstremitas

Dislokasi sendi maupun patahnya tulang pada ekstremitas akibat kecelakaan lalu

lintas memang tidak banyak menyumbangkan angka sebab kematian, namun

deteksinya penting dalam pemahaman mekanisme cedera dan pengobatannya.

Trauma pada kaki merupakan tempat tersering dan dapat berupa abrasi dan laserasi,

lokasinya pada tibia bagian atas, area lutut, dan femur. Dikenal istilah “Bumper

fracture” yang berarti fraktur gabungan pada tibia dan fibula yang biasanya terletak

setinggi bamper mobil, fraktur pada femur jarang terdapat kecuali pada anak kecil

yang oleh karena posturnya yang kecil.

Tibia sering mengalami fraktur yang berbentuk baji, basis dari baji mengindikasikan

arah dari tumbukkan. Kadang-kadang didapatkan tinggi dari cedera ada di bawah

11

Page 13: Bab Iitinjauan Pustaka

tinggi normal kebanyakan bamper mobil, hal ini juga dapat disebabkan oleh karena

kendaraan yang berhenti secara tiba-tiba dan terjadi penurunan bemper depan mobil

oleh karena efek dari suspensi.

Jika kaki yang menahan berat badan terkena tumbukkan maka fraktur tibia cenderung

berbentuk oblik, jika pada kaki yang sedang terangkat, maka tumbukkan cenderung

berbentuk transversal. Pada otopsi, kulit dari kaki bagian bawah harus diinsisi untuk

mencari memar yang dalam oleh karena sering tertutup oleh baju. (8, 9)

VI. PEMERIKSAAN FORENSIK TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU

LINTAS 

Pada kematian yang berhubungan dengan sarana transportasi, pemeriksaan postmortem

dilakukan untuk beberapa alasan :

Untuk secara positif menegakkan identitas dari korban, terutama bila jenazah telah

terbakar habis, atau termutilasi.

Untuk menentukan sebab kematian dan apakah kematian disebabkan kesalahan atau

kecacatan sarana transportasi. Untuk menentukan seberapa luas luka yang diterima.

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan yang dapat menyebabkan

kecelakaan tersebut, seperti infark miokardial atau keracunan obat.

Untuk mendokumentasikan penemuan untuk kemungkinan penggunaannya yang

mengarah kepada penegakkan keadilan. Bukti-bukti sisa dapat ditemukan pada

kecelakaan kendaraan bermotor, dan pada kasus-kasus tertentu harus dikumpukan

sebagai barang bukti. Barang bukti ini dapat menjadi penting selanjutnya bila posisi

dari penumpang dari kendaraan bermotor pada waktu terjadinya benturan

dipertanyakan. Bukti sisa ini dapat ditemukan di dalam kendaraan ataupun pada tubuh

korban. Pencarian bukti dapat dilakukan antara lain :

a. Dalam kendaraan: Carilah rambut, darah, ataupun sobekan baju ataupun rambut

dari penumpang yang tertinggal pada pecahan kaca, gagang pintu/kenop, atau

permukaan yang dimana terjadi benturan.

b. Pada tubuh korban: Carilah tempelan cat, fragmen kaca, ataupun bagian dari

kendaraan yang bisa tertanam pada luka. Toksikologi juga seharusnya dilakukan

12

Page 14: Bab Iitinjauan Pustaka

baik pada pengemudi maupun penumpang pada kecelakaan lalu lintas. Analisa ini

haruslah mencakup pemeriksaan untuk alkohol, karbon monoksida (CO), obat-

obatan, dan narkotika.

Beberapa kecelakaan lalu lintas disebabkan karena tindakan bunuh diri (suicidal action).

Beberapa bukti yang menyokong (colloborating evidences) keadaan bisa ditemukan pada

kasus seperti ini, seperti:

a. Korban biasanya mempunyai sejarah percobaan bunuh diri ataupun mengidap

penyakit mental.

b. Bukti pada tubuh korban yang menyokong dapat ditemukan, seperti luka lama

maupun baru, irisan pada pergelangan, ataupun mengkonsumsi obat-obatan pada

dosis letal. Dan pada beberapa kasus, individu akan menembak dirinya sendiri di

dada ataupun dikepala sewaktu mengendarai kendaraan.

c. Investigasi pada tempat kejadian perkara (TKP) tidak memperlihatkan adanya bukti-

bukti ataupun adanya saksi yang mendukung.

d. Kendaraan bisa sudah keluar dari jalur dan dikemudikan langsung menuju kepada

benda yang tidak bergerak, ataupun sangat jarang ke arah kendaraan dari arah

berlawanan.

e. Bukti lain yang dapat ditemukan seperti adanya batu ataupun objek yang

besar diletakkan di bawah injakan rem kendaraaan.

Bila tabrakan dari kendaraan menyebabkan kebakaran, dan bila tubuh terbakar, segala

upaya haruslah dilaksanakan untuk mengidentifikasi jenazah yang terbakar. (2, 8, 9)

VII. HASIL PEMERIKSAAN AUTOPSI

1. Fraktur tulang tengkorak. Pada pemeriksaan luar fraktur basis kranii dapat ditemukan

adanya lebam periorbital (raccoon eyes), perdarahan sklera, perdarahan retroaurikular

(Battle’s sign) dan perdarahan dari telinga. (10)

13

Page 15: Bab Iitinjauan Pustaka

Manifestasi eksternal fraktur basis kranii: (A) Lebam periorbital (raccoon eyes). (B)

Perdarahan sklera. (C) Perdarahan dari telinga. (D) Lebam dibelakang telinga (Battle’s sign). 6

2. Epidural Hematom

Temuan autopsi pada epidural hematom yang tidak ditangani sangat jelas. Terdapat

kontusiopada kulit kepala temporal di sisi hematom, hematom yang besar pada ruang

epidural dapat terlihat ketika tulang tengkorak dibuka. Edema serebral berat difus

yang hebat sebagai efek pengisianruang intrakranial oleh hematom dapat diamati,

termasuk herniasi subfalks, yang meluas dari sisi hematom ke arah yang berlawanan,

dan herniasi transtentorial, yang biasa lebih terlihat pada sisi yang hematom.

Pembengkakan hemisfer serebral dibawah hematom menyebabkan permukaan otak

tampak mulus. (10)

3. Subdural Hematom

Temuan luar pada kasus subdural hematom akut dapat mencerminkan penyebab

trauma. Banyak kasus pada subdural hematom akutmemiliki tanda trauma benda

tumpul pada pemeriksaan luar, lebih umum terdapat di wajah daripada di kepala.

Fraktur tengkorak umum terjadi. Pada kasus hematom yang tidak ditangani, hematom

yang terjadi meluas pada ruang dibawah duramater karena sifat dari duramater yang

kaku. Hematomatercetak pada permukaan otak dibawahnya sehingga undulasi

kortikal normal tetap terjaga bahkan ketika terjadi udem otak berat (berkebalikan

dengan permukaan otak yang mulus dibawah epidural hematom. Kecembungan girus

pada hemisfer pada arah yang berlawanan mendatar dan sulkus didekatnya tertekan,

mencerminkan suatu efek pengisian ruang dari hematom dan udem otak sekunder.

Herniasi transtentorial dan herniasi tonsillar sering terjadi.

14

Page 16: Bab Iitinjauan Pustaka

Pada subdural hematom kronik, terdapat berbagai variasi penampakan yang

berhubungan dengan ukuran dan lamanya. Umumnya, kavitas hematom sempit dan

mengandung darah cair atau cairan yang bercampur dengan darah. Hematom ditutup

oleh lapisan tipis membran dalam dan lapiran tebal membran luar. Penampilannya

bermacam-macam, terbentuk dari perdarahan baru, perdarahan lama yang kelabu,

hemosiderin kuning dan kolagen pucat serta jaringan fibrotik lainnya. Jika hematom

merupakan penyebab kematian, efek dari penempatan ruang akan terlihat pada

herniasi subfalks, unkal dan tonsillar. (10)

4. Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan pada ruang subaraknoid yang diakibatkan oleh trauma kranioserebral

sering ekstensif karena cairan serebrospinal dan darah subaraknoid yang tidak

membeku mengalir bebas pada ruang subaraknoid. Jumlah perdarahan subaraknoid

sebanding terhadap interval antara waktu trauma dan kematian (dapat minimal apabila

kematian terjadi segera setelah trauma) dan ukuran dari sumber perdarahan, dan,

meskipun jejas darah subaraknoid dapat menyebar luas, biasanya yang paling jelas

terletak dekat dengan sumbernya. (10)

5. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral dapat terjadi dalam bentuk kontusio-hematom, perdarahan

batang otak yang menyebabkan herniasi transtentorial, hematom jauh di dalam otak

terpisah dari konveksitas hemisfer, hematom ekstraganglion atau lobar yang soliter

dan berukuran sedang-besar, hematom serebral yang terisolasi, dan tipe yang jarang di

mana terjadi robekan antara korpus kallosum dorsolateral dan gyruscingulated

menyebabkan perdarahan ke dalam ventrikel dan hematom yang membelah white

matter antara dasar lateral korpus kallosum dan gyrus cingulate. (10)

6. Perdarahan Intraventrikular

Keberadaan darah yang berlebihan pada ventrikel keempat, terlihat melalui foramen

Luschka dan Magendie sebelum pengirisan otak, dapat diambil pada saat autopsi

sebagai bukti tidak langsung dari perdarahan intraventrikular. (10)

7. Kontusio

Kontusio akut: Penampakan umum dari kontusio akut pada permukaan otak bervariasi

dari permukaan otak yang pucat ke kerusakan disertai perdarahan dan nekrosis pada

15

Page 17: Bab Iitinjauan Pustaka

area yang luas. Perubahan tersebut dapat terletak pada gray matter atau meluas

dengan derajat dan karakteristik yang bervariasi ke white matter didekatnya. Pada

irisan otak, kontusio yang kecil atau kontusio dengan interval antara trauma dan

kematian yang dekat, tampak sebagai perdarahan linear yang sejajar dengan

permukaan pial, mencerminkan jalur pembuluh darah kortikal dan menggambarkan

bagaimana robekan pembuluh darah tersebut mempengaruhi kontusio. Kontusio-

laserasi yang besar tampak sebagai area perdarahan yang terpisah-pisah dengan

bentuk yang irregular. Kontusio koup memiliki bentuk menyempit dengan dasarnya

pada permukaan pial. Udem otak terlokalisasi disekitar kontusio yang setara dengan

ukuran kontusio.

Kontusio lama: Resorbsi darah dan jaringan nekrotik dari kontusio meninggalkan

kavitas dan kistik yang jelas. (10)

8. “Diffuse Axonal Injury”

Cedera kontak pada kulit kepala dan tulang jarang ditemukan, tetapi bila ada dapat

dihubungkan antara cedera aksonal dan kontak pada kepala. Temuan pada permukaan

otak juga jarang. Irisan otak sulit dinilai melalui mata telanjang atau mengandung

robekan perdarahan dengan dimensi yang bervariasi pada korpus kallosum, pada

sudut dorsal dari hemisfer serebral, dan pada kuadran dorsolateral dari batang otak

rostral pada sekitar pedunkulus serebellar superior dan tengah. Perdarahan pada

talamus dan ganglia basalis sering terjadi. (10)

9. “Diffuse Vascural Injury”

Biasanya fatal, korban dapat meninggal pada tempat kejadian atau bertahan hidup

hanya beberapa jam. Cedera kontak pada kepala mungkin tidak tampak jelas.

Pemeriksaan pada otak menunjukkan perdarahan subaraknoid yang jarang dan

perdarahan peteki yang tersebar luas. Hal yang terakhir dapat terlihat dibawah

mikroskop.Perdarahan tampak nyata pada banyak daerah subependimal, pons lateral

dan otak tengah, dan garis tengah hipotalamus dan batang otak rostral. (10)

10. “Hypoxic-Ischemic Brain Injury”

Otak tampak normal atau terlihat pembengkakan difus atau lokal non-spesifik dan

tampak pucat. Penampakan yang jelas hanya dapat terlihat di bawah mikroskop dalam

bentuk neuron dengan noda sitoplasmik merah terang dan nuklei hiperkromatik 16

Page 18: Bab Iitinjauan Pustaka

menyusut pada area dengan hematoksilin dan eosin. Gambaran diagnosis histologis

pada nekrosis neuronal iskemik tidak tampak sebelum 6-12 jam setelah cedera. (10)

11. “Brain Swelling”

Gambaran patologis awal dari udem otak adalah pendataran dari permukaan girus dan

penyempitan sulkus. Efek keseluruhan dari udem otak adalah gambaran umum otak

yang mulus dan datar pada undulasi normal pada permukaan hemisfer serebral.

Gambaran otak dari dewasa muda normalnya tampak penuh sehingga kadang-kadang

sulit untuk membedakan apakah terjadi udem otak atau tidak. (10)

VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA KORBAN KECELAKAAN LALU

LINTAS

Pemeriksaan toksikologi ditujukan untuk mencari data apakah korban terdapat obat,

atau alkohol, yang dapat menimbulkan ganguan kapabilitas di dalam mengemudikan

kendaraanya. Kecelakaan lalu lintas kebanyakan berkaitan erat dengan penggunaan

alkohol sebelum berkendara.

a) Alkohol

Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan

keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan,

kemampuan untuk menduga jarak dan ketrampilan mengemudi sehingga cenderung

menimbulkan kecelakaan lalulintas di jalan, pabrik dan sebagainya. Penurunan

kemampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya kapasitas untuk berfikir kritis

mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan,

penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri. Alkohol terdapat

dalam berbagai minuman seperti whisky, brandy, rum, vodka, gin (mengandung

45% alkohol); wines (10-20%); beer dan ale (48%). Alkohol (etanol) sintetik seperti

air tape, tuak dan brem, dihasilkan dari peragian secara kimia dan fisiologik. Bau

alkohol murni dapat tercium di udara bila mencapai 4,5-10 ppm. (11)

Farmakokinetik

17

Page 19: Bab Iitinjauan Pustaka

Alkohol diabsorbsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung.

Sebagian besar 80% diabsorbsi diusus halus dan sisanya diabsorbsi di kolon.

Kecepatan absorbsi tergantung pada kecepatan takaran dan konsentrasi alkohol

dalam minuman yang diminum, serta vaskularisasi, motilitas dan pengisian usus

halus dan lambung. Bila konsetrasi optimal alkohol diminum dan masuk kedalam

lambung kosong, kadar puncak dalam darah tercapai 30-90 menit sesudahnya.

Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air

jaringan tersebut, semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadarnya. Biasanya

dalam 12 jam sudah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan

jaringan lunak. Konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar daripada dalam darah.

Alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin,

keringat dan udara napas sebanyak 10%. Dari jumlah ini, sebagian besar dikelurkan

melaui urin (90%).

Konsentrasi dalam urin 1,2-1,3 kali lebih besar dari darah, konsetrasi ini harus

diperoleh dari urin yang keluar ginjal setelah minum alkohol, sehingga

pemeriksaan kadar urin alkohol harus didahului pengosongan kandung kemih. Dua

liter udara alveolar mengandung alkohol yang sesuai dengan dalam 1 ml dalam

darah. Peneliti lain mengatakan bahwa konsentrasi alkohol 1 mg% dalam darah

sebanding dengan kadar 0,43 mg% dalam udara napas (suhu 37 derajat Celsius). (11)

Farmakodinamik

Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel sehingga bersifat

sebagai asrignent. Makin tinggi kadar alkohol makin besar efek tersebut. Pada kulit,

alkohol meyebabkan penurunan temperatur akobat penguapan, sedangkan pada

mukosa, alkohol akan menimbulkan iritasi dan lebih hebat lagi dapat

mengakibatkan inflamasi.

Alkohol sangat berpengaruh pada SSP, sehingga kempuan berkonsentrasi, daya

ingat dan kemampuan mendiskriminasi terganggu dan akhirnya hilang.

Pada sistem kardiovaskular hanya sedikit berpengaruh, dapat menyebabkan

vasodilatasi terutama pada pembuluh darah kulit sehingga menimbulkan rasa

hangat pada kulit pada ginjal akan menambah efek diuresis. (11)

18

Page 20: Bab Iitinjauan Pustaka

IX. PIDANA BAGI PELAKU KECELAKAAN

Meskipun kecelakaan merupakan perbuatan yang tidak disengaja tapi pidana bagi

pelaku kecelakaan tersebut berlaku. Pidana yang berlaku bagi pelaku kecelakaan

tertuang dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Pasal-pasal yang

mengatur kecelakaan lalu lintas adalah sebagai berikut :

KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)

Pasal 359

Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan

paling lama satu tahun.

Pasal 360

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-

luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama

enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 361

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu

jabatan atau pencarian, maka pidana ditamhah dengan sepertiga dan yang bersalah

dapat dicahut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan

kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. (5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kecelakaan Lalu Lintas. [online]. 2011. [cited 14 March 2011]. Available from:

http://www.TMC/kecelakaanlalulintas.com.mht

2. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta :

Binarupa Aksara. hal 303-309

19

Page 21: Bab Iitinjauan Pustaka

3. Wales J. Visum et Repertum. [online]. 2010. [cited 19 March 2011]. Available from:

h ttp://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum

4. Faktor-faktor Kecelakaan Lalu Lintas. [online]. 2010. [cited 14 March 2011].

Available from: http://www.kll_sat/lantas/polres/kuningan_kll.com.mht

5. Pedestrian Accident Statistics. [online]. 2008. [cited 14 March 2011]. Available from:

http://www.kll/pedestrianaccidentstatistics.com.mht

6. SmartMotorist. What Causes Car Accident. [online]. 2008. [cited 28 Agustus 2010].

Available from: http://www.smartmotorist.com/what-causes-car-accident.html.

7. Karikaturijo. Deskripsi Luka Ilmu Forensik. [online]. 2010. [cited 19 March 2011].

Available from: http://www.karikaturijo_deskripsi/luka.com.mht

8. Vincent.J. Forensik Pathology. Second edition. Death caused by motor vechicles

accidents. Hal 299-310

9. Bernard.K. Simpson’s Forensic Medicine. Eleventh edition. Transportation Injuries.

hal 80-85

10. Salomone, Joseph,MD. Abdominal Trauma.[online]. 2010. [28 Agustus 2010].

Available from: http://www. emedicine.com

11.Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TW, Hertian S, dkk. Alkohol,

dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Hal.113-118

20