Bab Iitinjauan Pustaka
Transcript of Bab Iitinjauan Pustaka
KECELAKAAN LALU LINTAS (VEHICLE-PEDESTRIAN)
I. PENDAHULUAN
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga
sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau kematian.
Kecelakaan lalu lintas dibagi atas ‘A motor-vehicle traffic accident’ dan ‘Non motor-
vehicle traffic accident’, ‘A motor-vehicle traffic accident’ adalah setiap kecelakaan
kendaraan bermotor di jalan raya. ‘Non motor-vehicle traffic accident’, adalah setiap
kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi
atau untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor. (1) Suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai kecelakaan lalu lintas bila:
a. Derajat 1: Terdapat kerusakan pada benda.
b. Derajat 2: Terdapat luka non-visible.
c. Derajat 3: Terdapat luka minor-visible.
d. Derajat 4: Terdapat luka serious-visible.
e. Derajat 5: Terdapat korban yang tewas. (2)
Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah
kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia,
perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang
cenderung semakin meningkat. Jumlah kecelakan lalu lintas dari tahun ke tahun terus
meningkat. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah
kendaraan (14-15% per tahun) dengan pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4%
per tahun. Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan
penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh
jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga, dan korban kekerasan. (1)
Di Amerika Serikat, kejadian kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% korban meninggal sebelum tiba di
rumah sakit dan lebih dari 100.000 korban menderita berbagai tingkat kecacatan akibat
kecelakaan lalu lintas tersebut. Indonesia dewasa ini menghadapi permasalahan
kecelakaan lalu lintas jalan yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri setiap
tahun tercatat 9.856 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas jalan tersebut.
Tingginya korban kecelakaan tersebut disadari telah mendorong tingginya biaya pemakai
jalan, dan secara ekonomi menyebabkan terjadinya pemborosan sumber daya. Berbagai
upaya penanganan juga telah dilakukan untuk mengurangi jumlah dan kelas kecelakaan
lalu lintas jalan (accident severity) tersebut. Di Jakarta sendiri, dari 614 kasus kecelakaan
lalu lintas yang diotopsi sepanjang tahun 1982, 490 kasus sebab kematiannya merupakan
hasil kecelakaan lalu lintas yang fatal, yang mana korban kecelakaan lalu lintas
mengalami luka-luka , seperti luka di bagian kepala, ekstrimitas atas, ektrimitas bawah,
tubuh depan , dan tubuh belakang. Distribusi korban kecelakaan lalu lintas terutama
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi kaum laki-laki.
Kelompok ini merupakan aset sumber daya manusia yang sangat penting untuk
pembangunan bangsa. (1)
Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Tahun 1993 Bab XI :
Pasal 93 Ayat (1), kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak di sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
Pasal 93 ayat (2), korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dapat berupa korban mati, koban luka berat dan korban luka ringan. (1)
II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KECELAKAAN
LALU LINTAS
Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas,antara lain:
a. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir
semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas.
Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan
1
yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura
tidak tahu.
b. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi
sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah,
peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan
faktor kendaraan sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang
dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan
perbaikan kendaraan diperlukan, di samping itu adanya kewajiban untuk melakukan
pengujian kendaraan bermotor secara teratur.
c. Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di
daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan
jalan. Jalan yang rusak/berlubang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi
pemakai sepeda motor.
d. Faktor lingkungan
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi
lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus
kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak
pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang,
terutama di daerah pegunungan. (4, 5, 6)
III. POLA KELAINAN PADA KECELAKAAN LALU LINTAS
A. Pejalan Kaki
1. Luka karena impak primer, yaitu benturan yang pertama terjadi antara korban dan
kenderaan.
2. Luka karena impak sekunder yaitu benturan korban yang kedua kalinya dengan
kenderaan misalnya impak primer adalah tungkai, korban terdorong sehingga jatuh
ke belakang terkena pada bagian kaca mobil, ini yang disebut impak sekunder.
2
3. Luka yang sekunder yaitu luka yang terjadi setelah korban jatuh ke atas jalan.
- Luka pada tungkai merupakan kelainan yang penting didalam menentukan
bagaimana kenderaan membentur korban.
- Korban dewasa umumnya ditabrak dari arah belakang atau samping, luka yang
khas biasanya terdapat pada tungkai bawah, pada satu tungkai atau keduanya.
- Jika korban berdiri dengan kedua tungkainya sewaktu tabrakan terjadi, luka
yang hebat dapat dilihat pada tungkai dimana sering terjadi fraktur.
- Pada waktu yang bersamaan dengan terjadinya impak primer pada tungkai
bawah (bumper injuries, bumper fractures), bagian bokong ataupun punggung
akan terkena dengan radiator atau kap mobil, lampu atau kaca depan (impak
sekunder).
- Korban yang tergeletak dijalan dapat terlindas oleh roda kenderaan, yang dapat
menimbulkan luka yang sesuai dengan ban (tyre marks). Tyre marks ini berguna
dalam penyidikan kasus tabrak lari.
- Bila kenderaan yang menabrak termasuk kenderaan berat seperti truk atau bis,
seluruh tubuhnya dapat hancur dan sukar dikenali, keadaan ini dikenal sebagai
‘crush injuries’ atau ‘compression injuries’.
- Jika bagian bawah kenderaan sangat rendah, tubuh korban dapat terseret
sehingga terjadi pengelupasan kulit yang hebat dan keadaan ini dikenali sebagai
‘rolling injuries’.
- Pada daerah dimana terdapat lipatan kulit seperti lipatan paha, jika daerah
tersebut terlindas, kulit akan teregang sehingga menimbulkan kelainan yang
disebut ‘striae like tears’, dimana sebenarnya daerah yang terlindas bukan
dilipatan kulit tersebut, tetapi di daerah yang berdekatan.
B. Pengemudi Mobil
Kecelakaan yang terjadi pada kenderaan berhenti secara mendadak akan didapatkan
kelainan yang agak khas:
- Pada daerah kepala yang berbenturan dengan kaca, akan didapatkan luka terbuka
yang kecil-kecil dengan tepi tajam sebagai akibat persentuhan dengan kaca yang
pecah, bila benturannya hebat dapat terlihat luka lecet tekan, memar, atau
‘compression fracture’.
3
- Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman, akan dijumpai jejas
stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan fraktur dada, iga serta
pecahnya jantung.
- Sabuk pengaman yang dipakai dapat pula menyebabkan luka bila terjadi tabrakan
kecepatan tinggi terutama alat-alat dalam rongga perut dan hati.
- Kelainan yang disebabkan oleh sabuk pengaman (seat-belt injuries) dikenali
sebagai suatu luka lecet tekan, bentuknya sesuai dengan sabuk tersebut atau dalam
bentuk yang disebut perdarahan tepi (marginal hemorrhage).
C. Penumpang Mobil
- Bila duduk di depan, kelainan terutama di kepala dan bila memakai sabuk
pengaman akan ditemukan kelainan seperti pada pengemudi mobil.
- Bila duduk dibelakang, kelainan terutama didaerah perut, panggul atau tungkai.
D. Pengemudi Sepeda Motor
- Luka karena impak primer pada tungkai.
- Luka karena impak sekunder pada bagian lain sebagai akibat benturan tubuh pada
bagian lain dari kenderaan lawan.
- Luka yang terjadi sekunder sebagai akibat benturan korban dengan jalan.
- Luka yang terjadi sekunder seringkali merupakan penyebab kematian pada korban
karena mengalami kerusakan pada kepalanya.
- Fraktur pada tenggorak sebagai akibat luka sekunder dapat mudah diketahui yaitu
dari sifat patahnya (fracture linear) sedangkan pada keadaan lain, misalnya kepala
dipukul dengan palu yang berat, fraktur yang terjadi adalah fraktur kompresi. (2)
IV. PERLUKAAN
Definisi Perlukaan
Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya kontinuitas
jaringan yang disebabkan karena adanya kekuatan dari luar.
4
Jenis Perlukaan
Jenis luka dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu:
Luka akibat kekerasan tajam
Kekerasan tumpul.
Kekerasan tajam
Ciri-ciri umum dari luka akibat benda tajam adalah sebagai berikut:
Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata, dan sudutnya runcing
Bila ditautkan akan menjadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak
menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurusatau sedikit lengkung.
Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.
Kekerasan tumpul
Jenis luka yang ditimbulkan akibat kekerasan tumpul adalah:
Luka memar
Luka lecet
Luka robek/terbuka
Luka memar adalah perdarahan jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler dan
vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul. Letak, bentuk dan luas memar dipengaruhi
oleh besarnya kekerasan, jenis benda, penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis
kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah serta penyakit yang diderita.
Bila kekerasan tumpul mengenai jaringan longgar seperti didaerah mata, leher atau pada
bayi dan orang usia lanjut, maka memar cenderung lebih luas. Adanya jaringan ikat
longgar memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah akibat
gravitasi. Informasi mengenai bentuk benda tumpul dapat diketahui jika ditemukan
perdarahan tepi. Pada perdarahan tepi, perdarahan tidak dijumpai pada lokasi yang
tertekan, tetapi perdarahan akan menepi sehingga bentuk perdarahan sesuai dengan
bentuk celah antara kedua kembang yang berdekatan/cetakan negatif.
5
Memar biasanya merupakan cedera ringan, karena sangat jarang memar dapat
menyebabkan keadaan yang fatal. Bentuk dan ukuran memar dapat menunjukkan jenis
dan derajat kekerasan yang dialami. Usia dari memar tersebut juga bisa diperkirakan,
sehingga dengan demikian juga dapat memperkirakan saat terjadinya cedera.
Luka lecet merupakan luka kulit yang superfisial akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing. Walaupun
kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan
adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh.18 Pada lukarobek yang
merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga
melampaui elastisitas kulit atau otot. Ciri luka robek adalah tidak beraturan,tepi tidak
rata, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerahyang
berambut, sering tampak luka lecet memar di sekitar luka.Pada kecelakaan lalu lintas,
terjadinya perlukaan dapat saja disertai dengan patah tulang, baik patahtulang tertutup
atau pun patah tulang terbuka.
Lokasi dan Mekanisme Perlukaan
Lokasi perlukaan adalah lokasi dimana terjadinya luka akibat kecelakaan lalu lintas
yang meliputi daerah kepala, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tubuh bagian depan,
dan tubuh bagian belakang.
Trauma jaringan disebabkan karena adanya perbedaan dari pergerakan. Pada
kecepatan yang konstan, dengan kecepatan yang berbeda, tidak akan menimbulkan efek
apapun seperti pada perjalanan luar angkasa atau rotasi bumi. Adanya perbedaan
perpindahan gerak, dapat menyebabkan peristiwa traumatis yaitu, akselerasi dan
deselerasi. Perbedaan ini diukur dengan gaya gravitasi atau umum disebut ‘G force’.
6
G force
Jumlah dimana tubuh manusia dapat mentoleransi sangat bergantung pada arah
datangnya gaya tersebut. Deselerasi dengan kekuatan 300G bisa tidak menimbulkan
cedera dan dalam jangka waktu yang pendek gaya 2000G punmasih bisa tidak
menimbulkan cedera, bila datangnya gaya tepat pada sudutyang tepat pada sumbu
panjang tubuh. Tulang frontal dapat menahan gaya 800G tanpa fraktur dan mandibula
400G, demikian juga dengan rongga thoraks. Selama akselerasi maupun deselerasi
jumlah trauma jaringan yang dihasilkan tergantung dari gaya yang bekerja per unit area,
perumpamaan seperti pisau yang tajam akan menembus lebih mudah daripada yang
tumpul dengan gaya yang sama. Jika sebuah pengendara mobil diberhentikan tiba-tiba
dari kecepatan 80 km/jam dan 10 cm2 luas dari kepala membentur kaca depan kerusakan
akan lebih parah dibandingkan dengan gaya yang sama dan tersebar 5002 cm sepanjang
sabuk pengaman.
Pada benturan dari arah frontal, tidak mungkin kendaraan langsung berhenti
sempurna, walaupun menabrak struktur yang sangat besar dan tidak bergerak. Kendaraan
itu akan berubah bentuk dan mengurangi gaya deselerasi dan mengurangi force yang
akan diterima dari penumpang kendaraan. Nilai dari G forces dapat dihitung dengan
rumus G = C (V2)/D, dimana V = kecepatan (km/jam), D jarak stop dimulai dari waktu
benturan (m), dan C adalah konstanta 0.0039. (7)
Perlukaan dan Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas
Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari tabrakan atau
benturan dari kendaraan. Secara imajinatif semua model dari sarana transportasi
mempunyai kemampuan untuk menyebabkan kematian atau kecacatan. Kematian karena
kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi empat kategori tergantung dari arah
terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain :
a. Arah depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari semua
kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila dua kendaraan/orang
bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau bagian depan dari kendaraan
menabrak benda yang tidak bergerak, seperti tembok, ataupun tiang listrik.
7
Sebagai akibat dari energi gerak, penumpang dari kendaraan bermotor akan terus melaju
(bila tidak memakai sabuk pengaman pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka akan
tergantung dari posisi saat kecelakaan.
b. Arah samping (lateral)
Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak dari arah samping,
ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam benda tidak bergerak. Dapat
terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan, bila benturan terjadi pada
sisi kiri dari kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi kiri,
dan penumpang depan akan mengalami perlukaan yang lebih sedikit karena pengemudi
bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada sisi kanan, maka yang terjadi adalah
sebaliknya, demikian juga bila tidak ada penumpang.
c. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari samping,terutama bila
tidak dipakainya pelindung kepala (helm), terguling di jalan,sabuk pengaman dan
penumpang terlempar keluar mobil. Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat
korban mendarat pada permukaan yang keras, pada beberapa kasus, korban yang
terlempar bisa ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus
seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.
8
d. Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh bagian bagasi
dan kompartemen penumpang belakang (pada pengguna mobil),yang dengan demikian
memproteksi penumpang bagian depan dari perlukaanyang parah dan mengancam
jiwa. (1, 6, 7)
V. CEDERA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS
Cedera pada kepala
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Yang meliputi gangguan-gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Trauma kranioserebral banyak terjadi pada kecelakaan mobil, ketika mobil bergerak
ke depan yang berakibat sampai terbentur benda keras sehingga berhenti, penumpang
yang tidak bisa bertahan akan terlempar ke atas dan ke depan sampai mereka tertahan
oleh beberapa bagian dari kendaraan atau jika mereka terlempar dari kendaraan, yang
berkontak dengan tanah atau beberapa benda lain. Cedera yang signifikan pada kepala
memperlihatkan lebih dari 50% dari semua kecelakaan lalu lintas yang fatal yang
terjadi di jalan raya melibatkan pengemudi kendaraan dan penumpangnya. Luka
akibat pecahan kaca pada wajah dan leher, akibat hancurnya kaca depan. Fraktur yang
terjadi mungkin akibat depresi tetapi paling sering berupa fraktur basis kanii, yang
melibatkan fossa media dari tengkorak melingkar dikarenakan mungkin karena
kendaraan yang terguling.
Fraktur tulang tengkorak dijelaskan dengan bagian dari benturan. Pengemudi yang
tidak tertahan oleh sabuk pengaman sehingga terpelanting ke atas dan ke depan
mungkin akan terbentur dengan stir mobil dan hal itu mungkin tidak hanya tergantung
pada kekuatan benturan dengan kaca depan atau bagian interior dari kabin tetapi juga
akan mencegah terlemparnya mereka dari kendaraan. Penumpang biasanya lebih
sering terlempar, sering melalui kaca depan atau pintu dan sering menderita fraktur
tulang tengkorak yang parah akibat benturan dengan aspal jalan atau benda padat yang
berada disekitarnya seperti tembok atau pohon. Gambaran yang umum terjadi pada
cedera otak tidak dapat diketahui dan biasanya tergantung dari tindakan antisipasi
9
yang dilakukan yang bisa dilihat dari bagian dan arah dari fraktur tulang tengkorak
tersebut. (8)
Cedera Tulang Belakang
Cedera tulang belakang tidak jarang terjadi sebagai akibat kecelakaan lalu lintas
maupun kecelakaan di tempat kerja, seperti jatuh dari ketinggian. Cedera itu bila tidak
ditangani dengan baik, dapat menimbulkan kematian atau kelaianan menetap berupa
kelaianan yang permanen. Kelumpuhan yang terjadi mempunyai dampak perawatan
yang rumit dan memerlukan banyak peralatan. Empat mekanisme cedera pada tulang
belakang dapat dibedakan; pada kebanyakan kasus merupakan kombinasi:
1. Fleksi dan defleksi oleh gaya ventroflexive dan retroflexive mengakibatkan
cedera transversal, cedera longitudinal dan tension. Ini merupakan mekanisme
cedera cervical yang paling banyak.
2. Kompresi diakibatkan oleh gaya longitudinal pada kolumna ketika jatuh di
kepala atau pada dasar (bokong) dapat mengakibatkan pemipihan badan vertebra
dan atau fraktur pada end-plate.
3. Rotasi akibat gaya torsi mengakibatkan dislokasi unilateral atau bilateral, fraktur
dislokasi korpus vertebra dan atau prosesnya. Ini merupakan prinsip dari
mekanisme cedera lumbal atau thorakolumbal.
4. Mekanisme kombinasi: fleksi saja atau ekstensi sering mengakibatkan ruptur
ligamen, dislokasi atau fraktur dislokasi. Cedera tertutup sering disebabkan oleh
mekanisme kombinasi.
Pada kecelakaan lalu lintas, penumpang yang duduk di belakang, pada tabrakan dari
depan akan terlempar kedepan dan kepala mengenai sandaran kursi depan sehinggga
terjadi hiperekstensi kepala yang mengakibatkan cedera pada tulang leher. (8)
Cedera pada Dada
Penumpang yang duduk disebelah pengemudi wajahnya membentur pada dashbord
dulu, sebelum mengenai kaca depan dan tidak banyak cedera dinding depan thoraks.
Pada keadaan dimana terjadi benturan kuat pada dada, dapat timbul memar pada
jantung. Memar ini dapat membuat terbentuknya gumpalan darah (trombosis) yang
menyumbat pembuluh nadi jantung, jalur suplai makanan dan oksigen pada jantung
(arteri coronaria), hingga terjadi kematian mendadak. Karena kondisi ini, pada kasus
10
kecelakaan lalu lintas dengan cedera pada dada, seyogyanya dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada otot jantung yang akan dapat membantu memberi gambaran
adanya kerusakan pada otot jantung. Pengamatan seksama pada otot jantung saat
autopsi dapat membantu deteksi kerusakan otot jantung, walau tidak memiliki
sensitifitas yang sama dengan pemeriksaan patologi anatomis.
Demikian juga pada kondisi dimana terjadi tekanan atau himpitan yang kuat pada
dada korban, pernafasan dapat terhenti karena dinding dada tidak dapat mengembang.
Pada autopsi kondisi ini harus diperhatikan dengan seksama, mengingat, di daerah
dada kadang hanya terdapat memar, informasi tambahan pada tahap persiapan autopsi
harus dimaksimalkan untuk dapat mendeteksi dengan baik asfiksia mekanik ini. (8, 8)
Cedera pada Perut
Cedera pada struktur intra-abdominal dapat diklasifikasikan menjadi 2 mekanisme
utama dari cedera kekuatan kompresi dan deselerasi. Kompresi merupakan pukulan
langsung terhadap objek tetap. Umumnya, hal ini menyebabkan hematoma
subcapsular pada organ viseralis. Kekuatan ini juga dapat merusak organ dalam
dengan meningkatkan tekanan intralumen. Deselerasi menyebabkan peregangan dan
robekan linier pada rongga abdomen. Hati dan limpa tampaknya menjadi organ yang
paling sering terluka. Sedangkan usus kecil dan usus besar adalah organ berikutnya
yang ditemukan menyebabkan perlukaan. (8, 9)
Cedera pada Ekstremitas
Dislokasi sendi maupun patahnya tulang pada ekstremitas akibat kecelakaan lalu
lintas memang tidak banyak menyumbangkan angka sebab kematian, namun
deteksinya penting dalam pemahaman mekanisme cedera dan pengobatannya.
Trauma pada kaki merupakan tempat tersering dan dapat berupa abrasi dan laserasi,
lokasinya pada tibia bagian atas, area lutut, dan femur. Dikenal istilah “Bumper
fracture” yang berarti fraktur gabungan pada tibia dan fibula yang biasanya terletak
setinggi bamper mobil, fraktur pada femur jarang terdapat kecuali pada anak kecil
yang oleh karena posturnya yang kecil.
Tibia sering mengalami fraktur yang berbentuk baji, basis dari baji mengindikasikan
arah dari tumbukkan. Kadang-kadang didapatkan tinggi dari cedera ada di bawah
11
tinggi normal kebanyakan bamper mobil, hal ini juga dapat disebabkan oleh karena
kendaraan yang berhenti secara tiba-tiba dan terjadi penurunan bemper depan mobil
oleh karena efek dari suspensi.
Jika kaki yang menahan berat badan terkena tumbukkan maka fraktur tibia cenderung
berbentuk oblik, jika pada kaki yang sedang terangkat, maka tumbukkan cenderung
berbentuk transversal. Pada otopsi, kulit dari kaki bagian bawah harus diinsisi untuk
mencari memar yang dalam oleh karena sering tertutup oleh baju. (8, 9)
VI. PEMERIKSAAN FORENSIK TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU
LINTAS
Pada kematian yang berhubungan dengan sarana transportasi, pemeriksaan postmortem
dilakukan untuk beberapa alasan :
Untuk secara positif menegakkan identitas dari korban, terutama bila jenazah telah
terbakar habis, atau termutilasi.
Untuk menentukan sebab kematian dan apakah kematian disebabkan kesalahan atau
kecacatan sarana transportasi. Untuk menentukan seberapa luas luka yang diterima.
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan yang dapat menyebabkan
kecelakaan tersebut, seperti infark miokardial atau keracunan obat.
Untuk mendokumentasikan penemuan untuk kemungkinan penggunaannya yang
mengarah kepada penegakkan keadilan. Bukti-bukti sisa dapat ditemukan pada
kecelakaan kendaraan bermotor, dan pada kasus-kasus tertentu harus dikumpukan
sebagai barang bukti. Barang bukti ini dapat menjadi penting selanjutnya bila posisi
dari penumpang dari kendaraan bermotor pada waktu terjadinya benturan
dipertanyakan. Bukti sisa ini dapat ditemukan di dalam kendaraan ataupun pada tubuh
korban. Pencarian bukti dapat dilakukan antara lain :
a. Dalam kendaraan: Carilah rambut, darah, ataupun sobekan baju ataupun rambut
dari penumpang yang tertinggal pada pecahan kaca, gagang pintu/kenop, atau
permukaan yang dimana terjadi benturan.
b. Pada tubuh korban: Carilah tempelan cat, fragmen kaca, ataupun bagian dari
kendaraan yang bisa tertanam pada luka. Toksikologi juga seharusnya dilakukan
12
baik pada pengemudi maupun penumpang pada kecelakaan lalu lintas. Analisa ini
haruslah mencakup pemeriksaan untuk alkohol, karbon monoksida (CO), obat-
obatan, dan narkotika.
Beberapa kecelakaan lalu lintas disebabkan karena tindakan bunuh diri (suicidal action).
Beberapa bukti yang menyokong (colloborating evidences) keadaan bisa ditemukan pada
kasus seperti ini, seperti:
a. Korban biasanya mempunyai sejarah percobaan bunuh diri ataupun mengidap
penyakit mental.
b. Bukti pada tubuh korban yang menyokong dapat ditemukan, seperti luka lama
maupun baru, irisan pada pergelangan, ataupun mengkonsumsi obat-obatan pada
dosis letal. Dan pada beberapa kasus, individu akan menembak dirinya sendiri di
dada ataupun dikepala sewaktu mengendarai kendaraan.
c. Investigasi pada tempat kejadian perkara (TKP) tidak memperlihatkan adanya bukti-
bukti ataupun adanya saksi yang mendukung.
d. Kendaraan bisa sudah keluar dari jalur dan dikemudikan langsung menuju kepada
benda yang tidak bergerak, ataupun sangat jarang ke arah kendaraan dari arah
berlawanan.
e. Bukti lain yang dapat ditemukan seperti adanya batu ataupun objek yang
besar diletakkan di bawah injakan rem kendaraaan.
Bila tabrakan dari kendaraan menyebabkan kebakaran, dan bila tubuh terbakar, segala
upaya haruslah dilaksanakan untuk mengidentifikasi jenazah yang terbakar. (2, 8, 9)
VII. HASIL PEMERIKSAAN AUTOPSI
1. Fraktur tulang tengkorak. Pada pemeriksaan luar fraktur basis kranii dapat ditemukan
adanya lebam periorbital (raccoon eyes), perdarahan sklera, perdarahan retroaurikular
(Battle’s sign) dan perdarahan dari telinga. (10)
13
Manifestasi eksternal fraktur basis kranii: (A) Lebam periorbital (raccoon eyes). (B)
Perdarahan sklera. (C) Perdarahan dari telinga. (D) Lebam dibelakang telinga (Battle’s sign). 6
2. Epidural Hematom
Temuan autopsi pada epidural hematom yang tidak ditangani sangat jelas. Terdapat
kontusiopada kulit kepala temporal di sisi hematom, hematom yang besar pada ruang
epidural dapat terlihat ketika tulang tengkorak dibuka. Edema serebral berat difus
yang hebat sebagai efek pengisianruang intrakranial oleh hematom dapat diamati,
termasuk herniasi subfalks, yang meluas dari sisi hematom ke arah yang berlawanan,
dan herniasi transtentorial, yang biasa lebih terlihat pada sisi yang hematom.
Pembengkakan hemisfer serebral dibawah hematom menyebabkan permukaan otak
tampak mulus. (10)
3. Subdural Hematom
Temuan luar pada kasus subdural hematom akut dapat mencerminkan penyebab
trauma. Banyak kasus pada subdural hematom akutmemiliki tanda trauma benda
tumpul pada pemeriksaan luar, lebih umum terdapat di wajah daripada di kepala.
Fraktur tengkorak umum terjadi. Pada kasus hematom yang tidak ditangani, hematom
yang terjadi meluas pada ruang dibawah duramater karena sifat dari duramater yang
kaku. Hematomatercetak pada permukaan otak dibawahnya sehingga undulasi
kortikal normal tetap terjaga bahkan ketika terjadi udem otak berat (berkebalikan
dengan permukaan otak yang mulus dibawah epidural hematom. Kecembungan girus
pada hemisfer pada arah yang berlawanan mendatar dan sulkus didekatnya tertekan,
mencerminkan suatu efek pengisian ruang dari hematom dan udem otak sekunder.
Herniasi transtentorial dan herniasi tonsillar sering terjadi.
14
Pada subdural hematom kronik, terdapat berbagai variasi penampakan yang
berhubungan dengan ukuran dan lamanya. Umumnya, kavitas hematom sempit dan
mengandung darah cair atau cairan yang bercampur dengan darah. Hematom ditutup
oleh lapisan tipis membran dalam dan lapiran tebal membran luar. Penampilannya
bermacam-macam, terbentuk dari perdarahan baru, perdarahan lama yang kelabu,
hemosiderin kuning dan kolagen pucat serta jaringan fibrotik lainnya. Jika hematom
merupakan penyebab kematian, efek dari penempatan ruang akan terlihat pada
herniasi subfalks, unkal dan tonsillar. (10)
4. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan pada ruang subaraknoid yang diakibatkan oleh trauma kranioserebral
sering ekstensif karena cairan serebrospinal dan darah subaraknoid yang tidak
membeku mengalir bebas pada ruang subaraknoid. Jumlah perdarahan subaraknoid
sebanding terhadap interval antara waktu trauma dan kematian (dapat minimal apabila
kematian terjadi segera setelah trauma) dan ukuran dari sumber perdarahan, dan,
meskipun jejas darah subaraknoid dapat menyebar luas, biasanya yang paling jelas
terletak dekat dengan sumbernya. (10)
5. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral dapat terjadi dalam bentuk kontusio-hematom, perdarahan
batang otak yang menyebabkan herniasi transtentorial, hematom jauh di dalam otak
terpisah dari konveksitas hemisfer, hematom ekstraganglion atau lobar yang soliter
dan berukuran sedang-besar, hematom serebral yang terisolasi, dan tipe yang jarang di
mana terjadi robekan antara korpus kallosum dorsolateral dan gyruscingulated
menyebabkan perdarahan ke dalam ventrikel dan hematom yang membelah white
matter antara dasar lateral korpus kallosum dan gyrus cingulate. (10)
6. Perdarahan Intraventrikular
Keberadaan darah yang berlebihan pada ventrikel keempat, terlihat melalui foramen
Luschka dan Magendie sebelum pengirisan otak, dapat diambil pada saat autopsi
sebagai bukti tidak langsung dari perdarahan intraventrikular. (10)
7. Kontusio
Kontusio akut: Penampakan umum dari kontusio akut pada permukaan otak bervariasi
dari permukaan otak yang pucat ke kerusakan disertai perdarahan dan nekrosis pada
15
area yang luas. Perubahan tersebut dapat terletak pada gray matter atau meluas
dengan derajat dan karakteristik yang bervariasi ke white matter didekatnya. Pada
irisan otak, kontusio yang kecil atau kontusio dengan interval antara trauma dan
kematian yang dekat, tampak sebagai perdarahan linear yang sejajar dengan
permukaan pial, mencerminkan jalur pembuluh darah kortikal dan menggambarkan
bagaimana robekan pembuluh darah tersebut mempengaruhi kontusio. Kontusio-
laserasi yang besar tampak sebagai area perdarahan yang terpisah-pisah dengan
bentuk yang irregular. Kontusio koup memiliki bentuk menyempit dengan dasarnya
pada permukaan pial. Udem otak terlokalisasi disekitar kontusio yang setara dengan
ukuran kontusio.
Kontusio lama: Resorbsi darah dan jaringan nekrotik dari kontusio meninggalkan
kavitas dan kistik yang jelas. (10)
8. “Diffuse Axonal Injury”
Cedera kontak pada kulit kepala dan tulang jarang ditemukan, tetapi bila ada dapat
dihubungkan antara cedera aksonal dan kontak pada kepala. Temuan pada permukaan
otak juga jarang. Irisan otak sulit dinilai melalui mata telanjang atau mengandung
robekan perdarahan dengan dimensi yang bervariasi pada korpus kallosum, pada
sudut dorsal dari hemisfer serebral, dan pada kuadran dorsolateral dari batang otak
rostral pada sekitar pedunkulus serebellar superior dan tengah. Perdarahan pada
talamus dan ganglia basalis sering terjadi. (10)
9. “Diffuse Vascural Injury”
Biasanya fatal, korban dapat meninggal pada tempat kejadian atau bertahan hidup
hanya beberapa jam. Cedera kontak pada kepala mungkin tidak tampak jelas.
Pemeriksaan pada otak menunjukkan perdarahan subaraknoid yang jarang dan
perdarahan peteki yang tersebar luas. Hal yang terakhir dapat terlihat dibawah
mikroskop.Perdarahan tampak nyata pada banyak daerah subependimal, pons lateral
dan otak tengah, dan garis tengah hipotalamus dan batang otak rostral. (10)
10. “Hypoxic-Ischemic Brain Injury”
Otak tampak normal atau terlihat pembengkakan difus atau lokal non-spesifik dan
tampak pucat. Penampakan yang jelas hanya dapat terlihat di bawah mikroskop dalam
bentuk neuron dengan noda sitoplasmik merah terang dan nuklei hiperkromatik 16
menyusut pada area dengan hematoksilin dan eosin. Gambaran diagnosis histologis
pada nekrosis neuronal iskemik tidak tampak sebelum 6-12 jam setelah cedera. (10)
11. “Brain Swelling”
Gambaran patologis awal dari udem otak adalah pendataran dari permukaan girus dan
penyempitan sulkus. Efek keseluruhan dari udem otak adalah gambaran umum otak
yang mulus dan datar pada undulasi normal pada permukaan hemisfer serebral.
Gambaran otak dari dewasa muda normalnya tampak penuh sehingga kadang-kadang
sulit untuk membedakan apakah terjadi udem otak atau tidak. (10)
VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA KORBAN KECELAKAAN LALU
LINTAS
Pemeriksaan toksikologi ditujukan untuk mencari data apakah korban terdapat obat,
atau alkohol, yang dapat menimbulkan ganguan kapabilitas di dalam mengemudikan
kendaraanya. Kecelakaan lalu lintas kebanyakan berkaitan erat dengan penggunaan
alkohol sebelum berkendara.
a) Alkohol
Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan
keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan,
kemampuan untuk menduga jarak dan ketrampilan mengemudi sehingga cenderung
menimbulkan kecelakaan lalulintas di jalan, pabrik dan sebagainya. Penurunan
kemampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya kapasitas untuk berfikir kritis
mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan,
penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri. Alkohol terdapat
dalam berbagai minuman seperti whisky, brandy, rum, vodka, gin (mengandung
45% alkohol); wines (10-20%); beer dan ale (48%). Alkohol (etanol) sintetik seperti
air tape, tuak dan brem, dihasilkan dari peragian secara kimia dan fisiologik. Bau
alkohol murni dapat tercium di udara bila mencapai 4,5-10 ppm. (11)
Farmakokinetik
17
Alkohol diabsorbsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung.
Sebagian besar 80% diabsorbsi diusus halus dan sisanya diabsorbsi di kolon.
Kecepatan absorbsi tergantung pada kecepatan takaran dan konsentrasi alkohol
dalam minuman yang diminum, serta vaskularisasi, motilitas dan pengisian usus
halus dan lambung. Bila konsetrasi optimal alkohol diminum dan masuk kedalam
lambung kosong, kadar puncak dalam darah tercapai 30-90 menit sesudahnya.
Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air
jaringan tersebut, semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadarnya. Biasanya
dalam 12 jam sudah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan
jaringan lunak. Konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar daripada dalam darah.
Alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin,
keringat dan udara napas sebanyak 10%. Dari jumlah ini, sebagian besar dikelurkan
melaui urin (90%).
Konsentrasi dalam urin 1,2-1,3 kali lebih besar dari darah, konsetrasi ini harus
diperoleh dari urin yang keluar ginjal setelah minum alkohol, sehingga
pemeriksaan kadar urin alkohol harus didahului pengosongan kandung kemih. Dua
liter udara alveolar mengandung alkohol yang sesuai dengan dalam 1 ml dalam
darah. Peneliti lain mengatakan bahwa konsentrasi alkohol 1 mg% dalam darah
sebanding dengan kadar 0,43 mg% dalam udara napas (suhu 37 derajat Celsius). (11)
Farmakodinamik
Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel sehingga bersifat
sebagai asrignent. Makin tinggi kadar alkohol makin besar efek tersebut. Pada kulit,
alkohol meyebabkan penurunan temperatur akobat penguapan, sedangkan pada
mukosa, alkohol akan menimbulkan iritasi dan lebih hebat lagi dapat
mengakibatkan inflamasi.
Alkohol sangat berpengaruh pada SSP, sehingga kempuan berkonsentrasi, daya
ingat dan kemampuan mendiskriminasi terganggu dan akhirnya hilang.
Pada sistem kardiovaskular hanya sedikit berpengaruh, dapat menyebabkan
vasodilatasi terutama pada pembuluh darah kulit sehingga menimbulkan rasa
hangat pada kulit pada ginjal akan menambah efek diuresis. (11)
18
IX. PIDANA BAGI PELAKU KECELAKAAN
Meskipun kecelakaan merupakan perbuatan yang tidak disengaja tapi pidana bagi
pelaku kecelakaan tersebut berlaku. Pidana yang berlaku bagi pelaku kecelakaan
tertuang dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Pasal-pasal yang
mengatur kecelakaan lalu lintas adalah sebagai berikut :
KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)
Pasal 359
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.
Pasal 360
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama
enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu
jabatan atau pencarian, maka pidana ditamhah dengan sepertiga dan yang bersalah
dapat dicahut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan
kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. (5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Kecelakaan Lalu Lintas. [online]. 2011. [cited 14 March 2011]. Available from:
http://www.TMC/kecelakaanlalulintas.com.mht
2. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta :
Binarupa Aksara. hal 303-309
19
3. Wales J. Visum et Repertum. [online]. 2010. [cited 19 March 2011]. Available from:
h ttp://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum
4. Faktor-faktor Kecelakaan Lalu Lintas. [online]. 2010. [cited 14 March 2011].
Available from: http://www.kll_sat/lantas/polres/kuningan_kll.com.mht
5. Pedestrian Accident Statistics. [online]. 2008. [cited 14 March 2011]. Available from:
http://www.kll/pedestrianaccidentstatistics.com.mht
6. SmartMotorist. What Causes Car Accident. [online]. 2008. [cited 28 Agustus 2010].
Available from: http://www.smartmotorist.com/what-causes-car-accident.html.
7. Karikaturijo. Deskripsi Luka Ilmu Forensik. [online]. 2010. [cited 19 March 2011].
Available from: http://www.karikaturijo_deskripsi/luka.com.mht
8. Vincent.J. Forensik Pathology. Second edition. Death caused by motor vechicles
accidents. Hal 299-310
9. Bernard.K. Simpson’s Forensic Medicine. Eleventh edition. Transportation Injuries.
hal 80-85
10. Salomone, Joseph,MD. Abdominal Trauma.[online]. 2010. [28 Agustus 2010].
Available from: http://www. emedicine.com
11.Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TW, Hertian S, dkk. Alkohol,
dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Hal.113-118
20