Bab Iiseminar
-
Upload
meisya-fitri -
Category
Documents
-
view
12 -
download
3
description
Transcript of Bab Iiseminar
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. CONGESTIVE HEART FAILURE
A. PENGERTIAN
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung
termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang
dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan
penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang
perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya:
demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
B. ETIOLOGI
Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah :
1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial
dan degeneratif atau inflamasi.
2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya
miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik,
miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti
(kardiomiopati idiopatik).
3. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban kerja
jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard)
dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg
tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal
jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV),
atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload
akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal
jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat
menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan
sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi
jantung.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara
sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas
atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam
kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium
akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung
lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua
atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah
sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang
untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh
karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya
iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan
preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer
dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis
berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan
cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin -
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer
selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi
yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada
gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor :
Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
b/d perubahan panjang regangan serabut jantung
Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
D. KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-
hari
Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal
jantung
3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari
kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak
nafas,
4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.
5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan,
intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume.
Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel
kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling
sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru
akut.
1. GAGAL JANTUNG KIRI :
Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan
sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya : (dispnu, batuk,
mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah).
Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi saat istirahat /
aktivitas.
Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari
(paroximal nocturnal dispnu / PND)
Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah
Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya
energi yg digunakan.
Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas.
2. GAGAL JANTUNG KANAN
Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga
dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis
yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali,
distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual,
muntah, nokturia dan lemah.
Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya
kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari
Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena
dihepar.
Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan
pada diafragma dan distress pernafasan.
Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga
abdomen
Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi
penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dg istirahat.
Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan
produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal
jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung
lainnya
2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan
azotemia prerenal
4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis
atau mieksedema tersembunyi
6. Pemeriksaan EKG
7. Radiografi dada
8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan
analisis gerakan dinding regional
9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas
yang terkena.
G. KOMPLIKASI
1. Kematian
2. Edema pulmoner akut
H. PENATALAKSANAAN
1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang
dapat diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi
miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.
2. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau
5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien
stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
3. Terapi diuretic
4. Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron
5. Terapi beta blocker
6. Terapi glikosida digitalis
7. Terapi vasodilator
8. Obat inotropik positif generasi baru
9. Penghambat kanal kalsium
10. Atikoagulan
11. Terapi antiaritmia
12. Revaskularisasi koroner
13. Transplantasi jantung
14. Kardoimioplasti
II. Gagal Ginjal Kronik
A. Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
( Smeltzer C, Suzanne, 2002).
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006 ).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.
(Suyono, et al, 2001).
Menurut Doenges (1999), Chronic Kidney Disease biasanya berakibat
akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk
glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis), proses
obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik
(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini melalui
tahap dan menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk
kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible (Baradero, Mary. 2008 ).
Gagal ginjal kronik (end stage renal disease/ESRD) atau penyakit ginjal
tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan progresif fungsi ginjal yang tidak
dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
metabolic dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan
uremia (Baughman, 2000).
Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang
irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
menyebabkan uremia.
B. Stadium gagal ginjal kronik
Tahap cronic kidney disease (CKD) menurut kidney.org/professionals
(2007) dan Kidney.org.uk (2007) adalah :
a. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat,
GFR > 90 ml/menit/1,73 m.
b. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73
c. Tahap III : : penurunan GFR ringan, GFR 30-50 ml/menit/1,73
d. Tahap IV : : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73
e. Tahap V : : gagal ginjal dengan GFR <15 ml/menit/1,73
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg) 72
x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
C. Anatomi dan fisiologi ginjal
1. Anatomi ginjal
Gambar 1. Letak ginjal
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005) dan Smletzer dan
Bare (2001), ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak
pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya
terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang
tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh
iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh
bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya
tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan
anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang
berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula
renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya
oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh
dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri
renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal
dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali kedalam vena
kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-
5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya
sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah
serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal
berbentk cekung karena adanya hilus. Gambar anatomi ginjal dapat dilihat
dalam gambar. 2
Gambar 2. Anatomi khusus Ginjal
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi
menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.
Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranid-
piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini.
Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid
membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung pelvis
ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor,
selanjutnya membentuk pelvis ginjal. Gambar penampang ginjal dapat dilihat
pada gambar. 3
Gambar 3. Penampang ginjal
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar
satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi
yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai
kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus
kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula
bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang
yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan
ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen
atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel
parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel
epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan
juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk
tonjolan-tonjolan atau kaki- kaki yang dikenal sebagai pedosit, yang
bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga
terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-
daerah yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori-pori.
Gbr 4 : Anatomi nefron
Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri
renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut
menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya
membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-piramid
ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola- arteriola interlobaris
yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya membentuk
arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai
kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu
membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk sistem
portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.
Gbr 5 : Anatomi Glomerolus
Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam
jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya
mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml
permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).
2. Fisiologi ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya
adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan
darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada
glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma
dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal
dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan
proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan
darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan alirn darah yang
melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,
filtrasi terjadi. Air dan molekul- molekul yang kecil akan dibiarkan
lewat sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan
memasuki tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air,
elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini
secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya
diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di
sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain
pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi
kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine.
Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus,
diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup
natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan
asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses
pembentukan urine, yaitu :
a. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garam,
gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga
dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini
terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak
berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus
proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder)
dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh
darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat
sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa
dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke
pelvis renalis.
Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari
dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat
dilihat besar daya selektif sel tubulus:
Tabel 1 : Daya Selektif Sel Tubulus
Komponen Disaring DikeluarkanAir 150 Liter 1, 5 LiterGaram 750 Liter 15 GramGlukosa 150 Liter 0 gramUrea 50 Gram 30 GramTabel II : proses Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi selama 24 jam.
Senyawa Normal Reabsorpsi Ekskresi Sekresi SatuanNa + 26.000 25.850 150 - m EqK+ 600 566 90 50 m EqCl- 18.000 17.850 150 - m Eq
HCO3 4.900 4.900 0 - m EqUrea 870 460 410 - m Mol
Kreatinin 12 1 12 1 m MolAsam 50 49 5 4 m Mol
Glukosa 800 800 0 - m MolSolut 54.000 53.400 700 100 m Osl
Air 180.000 179.000 1.000 - Ml
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan
dalam pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka
sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila
tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan
reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula
dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan
aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka
sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk
menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan
bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu
angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino,
angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah
tinggi. Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung
diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensin I
kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi
yang ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan
tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan
merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan
merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus
pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan
meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang
selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.
D. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
3
3
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra)
E. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu
infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya akan
terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan GFR (Glomelular
Filtration Rate) dan menyebabkan CKD (cronic kidney disease), yang mana ginjal
mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448), dari proses sindrom uremia
terjadi pruritus, perubahan warna kulit. Sindrom uremia juga bisa menyebabkan
asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu
menyekresi ammonia (NH -) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO -).
Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka muntah dan
muntah tidak dapat dihindarkan. Sekresi kalsium mengalami penurunan
sehingga hiperkalemia, penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya
terjadi penurunan COP (cardiac output), suplai O2 dalam otak dan jaringan
terganggu. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin
berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin
(oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan
tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa
clerence kretinin dalam darah yang menunjukkan penurunan
clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan
natrium dapat megakibatkan edema.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme.
Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah
satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya
filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan
sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal
tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang
dan penyakit tulang. (Nurlasam, 2007).
F. Menifestasi klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan
Bare (2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system
tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik
tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik,
ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan
liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,
perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki,
perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi,
perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler,
impotensi, penurunan libido, kemandulan
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas
trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan
perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan
resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih,
hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran
glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum
kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Funsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2001) yaitu :
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik
menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
a. Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),
Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta
Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b. Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid
(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),
Chlorothiazide (Diuril).
c. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d. Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e. Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f. Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium
hidroksida.
g. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida.
h. Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
i. Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C,
diet tinggi lemak dan karbohirat
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi denganDiazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC
3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca
durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse
Packet Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7. Transplantasi ginjal.
III. DIABETES MELITUS
A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis
dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme
dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin
atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas ,
dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon
insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan
mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
C. Etiologi
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995).
Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etni
D. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi
dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita
makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein
(Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40%
diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya
terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal
ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya
bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
E. Gejala Klinis
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes
Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan,
Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh
pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=
berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal): BBR 90 – 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk: BB X 20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah
suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi
apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan
degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan
untuk terapi koma diabetik.
IV. Adenoma Tiroid
A. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
1.Definisi
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil
sekresinya langsung kedalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar tanpa melewati
duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebur hormon. Beberapa dari organ endokrin ada
yang menghasilkan satu macam hormon atau hormon tunggal, disamping itu juga ada yang
menghasilkan lebih dari satu hormon atau hormon ganda, misalnya kelenjar hipofise sebagai
pengatur kelenjar yang lain. (Syaifuddin, 2006. Hlm: 219).
Kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu digolongkan bersama dibawah nama organ
endokrin, sebab sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui suatu saluran,
tetapi langsung masuk kedalam darah yang beredar didalam jaringan kelenjar. Kata
“endokrin” berasal dari bahasa yunani yang berarti “sekresi kedalam”; zat aktif utama dari
sekresi internal ini disebut hormon, dari kata yunani yang berarti “merangsang”. (C. Pearce
Evelyn, 2009. Hlm: 281).
Adapun fungsi dari kelenjar endokrin adalah sebagai berikut :
a. Menghasilkan hormon yang dialirkan kedalam darah yang diperlukan oleh jaringan
dalam tubuh tertentu
b. Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh
c. Merangsang aktivitas kelenjar tubuh
d. Merangsang pertumbuhan jaringan
e. Mengatur metabolisme oksidasi, meningkatkan absopsi glukosa pada usus halus
f. Memengaruhi metabolisme lemak protein, vitamin, mineral dan air. (Syaifuddin, 2006.
Hlm: 219).
2. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu - kupu dan terletak pada
leher bagian bawah disebelah anterior trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral
yang dihubungkan oleh sebuah istimus. Kelenjar tiroid mempunyai panjang kuranag lebih 5
cm dan lebar 3 cm dan berat kurang lebih 25 - 30 gram. Aliran darah ke dalam tiroid per
gram jaringan kelenjar sangat tinggi, yaitu kurang lebih lima kali aliran darah kedalam hati.
Kelenjar tiroid menghasilkan 3 jenis hormon yang berbeda yaitu Tiroksin (T4), serta
Triiodotironin (T3) yang keduanya disebut dengan satu nama hormkon tiroid, dan Kalsitonin.
(Smeltzer, 2002. Hlm: 1293).
Kelenjar tiroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi. Lobus terletak di
sebelah lateral trakea tepatnya dibawah laring yang dihubungkan dengan jembatan jaringan
tiroid, yang disebut istmus, yang secara terbentang pada permukaan anterior trakea. Secara
mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing-masing menyinpan
materi koloid didalam pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan serta mensekresikan
kedua hormon utama yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). (Hudak & Gallo, 2010. Hlm:
425)
Kelenjar ini terdiri dari lebih dari satu juta kelompok sel, atau folikel. Struktur ini
tersusun sferis dan terdiri dari sel – sel yang mengelilingi rongga sentral yang mengandung
zat seperti jeli yang disebut koloid, yang fungsinya menyimpan hormon tiroid sebelum di
sekresi. Setiap sel tiroid memiliki tiga fungsi ;
a. Eksokrin, karena mensekresikan zat ke dalam koloid
b. Absorptif, karena mengambil zat dari koloid dengan pinositosis
c. Endokrin, karena mensekresikan hormone langsung ke dalam aliran darah
(Ben Greenstein & Diana Wood,2010. Hlm: 31)
3. Hormon Tiroid
Kelenjar tiroid memiliki fungsi untuk mensintesisi dan mensekresikn hormone tiroid
trioksin (T4) dan tri-iodotronin (T3). Hormon – hormon ini bersifat esensial untuk tumbuh
kembang normal dan homeostasis tubuh dengan meregulasi produksi energi.
Sintesis sel folikel memiliki mekanisme penangkap iodide (iodide-trapping) pada
membrane basalnya yang memompa iodide dari makanan ke dalam sel. Pompa ini sangat
kuat dan sel dapat mengkonsentrasikan iodide sampai 25-50 x lipat dari konsentrasinya dalam
plasma. Kandungan iodidin dalam tiroid pada keadaan normal adalah sekitar 600 ug/g
jaringan.
Metabolisme hormon tiroid mensekresi secara total 80-100 ug T3 dan T4 per hari.
Walaupun T3 dan T4 sama – sama bersirkulasi, namun jaringan mendapat 90% dari T3 yang
dimilikinya dengan mendeiodinasi T4. Iodida yang dibebaskan dari hormone tiroid diekresi
di urin atau diresirkulasi ke tiroid, tempat iodida ini di konsentrasikan oleh mekanisme
perangkap (trapping). Sekitar sepertiga T4 yang keluar dari plasma di konjungasikan dengan
glukuronida atau sulfat di hati dan di ekskresi dalam empedu . Adapun fungsi hormon tiroid
adalah :
a. Mengendalikan aktivitas metabolik seluler
b. Sebagai alat pemacu umum dengan mempercepat proses metabolisme
c. Untuk pertumbuhan
d. Sebagai respon terhadap kadar kalsium plasma yang tinggi
e. Menurunkan kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium
dalam tulang. (Smeltzer, 2002. Hlm: 1294)
B. KONSEP DASAR PENYAKIT
Kanker tiroid menempati urutan ke – 9 dari sepuluh keganasan tersering. Lebih
banyak pada wanita dengan distribusi berkisar antara 2 : 1 sampai 3 : 1. Insidennya berkisar
antara 5,4 – 30 %. Berdasarkan jenis histopatologi, sebenarnya adalah kanker tiroid jenis
papilar (71,4%) ; kanker tiroid jenis folikular (16,17 %) ; kanker tiroid jenis anasplastik
(8,4%) ; dan kanker tiroid jenis medular (1,4%).
1. Definisi
Kangker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar,
lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1294-
1295).
Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat
dari produksi hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk umumnya dari masalah ini adalah
penyakit graves, sedangkan benruk yang lain adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis
yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroiditis subakut dan berbagai bentuk kanker
tiroid. (Doenges, dkk, 2000. Hlm: 708).
Hipertiroidisme yang dalam hal prevalensi merupakan penyakit endokrin yang
menempati urutan kedua sesudah diabetes melitus, adalah suatu kesatuan penyakit dengan
batasan yang jelas, dan penyakit grave menjadi penyebab utamanya. Pengeluran hormon
yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh
imunoglobulin dalam darah.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1307)
Hipertiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki-laki dan
insidennya akan memuncak dalam dekade usia ketiga serta keempat.(Schimke, 1992).
2. Klasifikasi
Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi :
a. Karsinoma Folikuler.
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama mengenai
kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang kemudian menyebar ke
tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes limpa tapi dapat
melekat/menempel di trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan kulit, yang kemudian
menyebabkan dispnea serta disfagia. Bila tumor mengenai “The Recurrent Laringeal
Nerves”, suara klien menjadi serak. Prognosisnya baik bila metastasenya masih sedikit pada
saat diagnosa ditetapkan.
b. Karsinoma Papilar.
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita atau kelompok
usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor yang perkembangannya lambat
dan dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke daerah nodes limpa. Ketika tumor
terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi
parsial atau total.
c. Karsinoma Medular.
Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 % dari seluruh karsinoma
tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50 tahun. Penyebarannya melewati
nodes limpa dan menyerang struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan
merupakan bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga bagian dari
penyakit endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin, ACTH,
prostaglandin dan serotonin.
d. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif. Kanker jenis
ini secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang menimbulkan gejala seperti:
1) Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring).
2) Suara serak.
3) Disfagia
Stadium kanker tiroid tidaksaja berdasarkan histopatologi, ekstensi lokal, regional dan
metastase jauh, tetapi juga pada umur dan jenis kelamin. Klasifikasinya sebagai berikut :
Tipe dan stadium <45 tahun > 45 tahun
Papiler
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Setiap T, setiap N, M0
Setiap T, setiap N, M1
T1, N1, M0
T2-4, N1, M0
Setiap T, N0, M0,
Setiap T, setiap N, M0
Tipe dan stadium <45 tahun >45 tahun
Folikuler
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Setiap T, setiap N, M0
Setiap T, setiap N, M1
-
-
T1, N0, M0
T2-4, N0, M0
Setiap T, N1, M0
Setiap T, setiap N, M0
Meduler
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
-
setiap T, setiap N, M0
-
setiap T, setiap N, M1
T1, N0, M0
T2-4, N0, M0
Setiap T, N1, M0
Setiap T, setiap N, M1
Tidak dapat diklasifikasikan
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
-
-
-
setiap T, setiap N, etiap M
-
-
-
setiap T, setiap N, setiap M
Catatan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada tumor
T1 : tumor berdiameter terpanjang < 3 cm
T2 : tumor berdiameter terpanjang >3 cm
T3 : fikus intraglanduler multiple
T4 : tumor primer terfiksasi
3. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi well
differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis
meduler adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker
anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker
tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali
lebih besar.
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker pada
anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain.
Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH
yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko lainnya
adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun.
4. Tanda dan gejala (Manifestasi Klinik)
Adapun tanda dan gejala adalah mencakup penurunanselera makan, konsumsi
makanan, penurunan berat badan yang progresif, kelelahan otot yang abnormal, amenore,
perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare, efek pada jantung mencakup sinus takikardi,
peningkatan tekanan nadi, dan palpitasi.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1307) .
5. Patofisiologi
Neoplasma tiroid sering timbul sebagai pembesaran tiroid yang diskret. Kadang-
kadang mirip goiter noduler jinak. Nodule-nodule tiroid dapat diraba, kebanyakan nodule
tersebut jinak, namun beberapa nodule goiter bersifat karsinoma.
Untuk menentukan apakah nodule tiroid ganas atau tidak, harus dinilai factor-faktor
resiko dan gambaran klinis massa tersebut, dan harus dilakukan beberapa pemeriksaan
laboratorium.
6. Komplikasi
a.Paralisis pita suara
b. Pendarahan
c.Trauma nervus langerhan
d. Abses
e.Hipokalsemia
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medik
Tidak ada pengobatan yang langsung ditujukan kepada penyebab hipertiroidisme.
Namun upaya untuk menurunkan hiperaktif tiroid akan mengurangi gejalanya secara efektif
dan menghilangkan penyebab utama terjadinya komplikasi serius. Terdapat 3 bentuk terapi
yang tersedia untuk mengobati dan mengendalikan aktivitas tiroid yang berlebihan yaitu :
(Smeltzer, 2002. Hlm: 1308-1310)
1) Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang
khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3
dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis
walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker
dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid,
namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau
tumbuh kembali (barsano). Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis
karsinoma meduler.
2) Radiologis
a) Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk melihat
obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor. Pada
karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai
stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa
tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah
bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan
tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya
infiltrasi tumor pada esophagus.
b) Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat, namun cara ini
cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhna dan
murah.
c) Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak dapat membedakan secara
pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.
d) Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule. Daerah
cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai penuntun bagi
biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.
3) Biopsy aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai prosedur
diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan
sangat sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan
jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 – 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor
diambil untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi
karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma meduler.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Adapun penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan adalah modifikasi
aktivitas, pemantauan berkelanjutan, pengaturan suhu, dukungan emosional, dan pendidikan
pasien.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1302-1303).
1) Modifikasi aktivitas
Penderita kangker tiroidakan mengalami pengurangan tenaga dan letargi sedang
hingga berat. Sebagai akibatnya, resiko komplikasi akibat imobilitas akan meningkat.
Kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas menjadi terbatas akibat perubahan pada status
kardiovaskuler dan pulmoner yang terjadi akibat hipertiroidisme. Peranan perawat yang
penting adalah membantu perawatan dan kebersihan diri pasien sambil mendorong partisipasi
pasien untuk melakukan aktivitas yang masih berada dalam batas toleransi yang ditetapkan
untuk mencegah komplikasi imobilitas.
2) Pemantauan berkelanjutan
Pamantauan TTV dan tingkat kognitif pasien dilakukan dengan ketat selama proses
penegakan diagnosis dan awal terapi untuk mendeteksi :
a) Kemunduran status fisik dan mental
b) Tanda serta gejal yang menunjukkan peningkatan laju metabolik akibat terapi yang
melampaui kemampuan reaksi sistem kardivaskuler dan pernafasan
c) Keterbatasan dan komplikasi miksidema yang berkelanjutan
3) Pengaturan suhu
Pasien yang sering mengalami gejala menggigil dan menderita intoleransi yang
ekstrem terhadap hawa dingin meskipun ia berada pada ruangan yang nyaman atau panas.
Ekstra pakaian dan selimut yang diberikan dan pasien harus dilindungi terhadap hembusan
angin.
4) Dukungan emosional
Penderita hipertiroidisme sedang hingga berat dapat mengalami reaksi emosional
hebat terhadap perubahan penampilan serta citra tubuhnya dan terhadap terlambatnya
diagnosis, yang sering dijumpai pada penyakit ini.
5) Pendidikan pasien
Pasien dan keluarga sering sangat prihatin terhadap perubahan yang mereka saksikan
akibat hipertiroid. Sering kita menentramkan pasien dan keluarga dengan penjelasan bahwa
banyak diantara gejala-gejala tersebut akan menghilang setelah dilakukan terapi dan berhasil
dilakukan.pasien diberitahu untuk terus minum obat seperti yang diresepkan dokter meskipun
gejala sudah membaik. Instruksi tentang diit untuk meningkatkan penurunan berat badan
begiru pengobatan dimulai, untuk prose penyembuhan.
V. BRONCHOPNEUMONEA
A. Pengertian
Bronchopneumonea adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran
berbecak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke
parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
B. Etiologi
1. Bakteri contohnya : Diplococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia.
2. Virus contohnya : Virus Influenza, Virus Parainfluenza.
3. Jamur contihnya : Histoplasma cospulatum, Caudida, Kriptococcus dan blastomises.
C. Patofisiologi
Bakteri, virus ataupun jamur menyerang ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi
influenza yang terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan
difusi oksigen dan karbondioksida, sel-sel darah putih, neotrofil juga bermigrasi ke alveoli
dan memenuhi ruang yang biasanya berisi udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang
cukup karena sekresi edema mukosa dan broncospasme menyebabkan okulusi partial bronki
atau alveoli yang mengakibatkan penurunan tekanan oksigen alveoli. Keadaan demikian
mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen sehingga tubuh harus meningkatkan frekuensi ke
dalam bernapasnya.
D. Manifestasi klinik
v Demam dan menggigil karena proses peradangan.
v Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk.
v Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
v Napas sesak dan cepat
v Tampak pernapasan cuping hidung
v Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
v Mungkin timbul tanda-tanda sianosis.
v Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan
atelektasis absorbsi.
E. Komplikasi
v Hipotensi dan syok
v Atelektasis
v Efusi pleura
v Deliriu
v Superinfeksi
F. Perangkat Diagnostik
v Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang
berbercak-bercak infiltrat
v Pemeriksaan laboraturium di dadapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
v Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami
imunodefiensi
G. Penatalaksanan
v Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
v Inhalasi lembab dan hangat dapat menghilangkan iritasi broncia
v Istirahat adekuat sampai klien menunjukan tanda-tandapenyembuhan.
v Jika terjadi hipokscornia,berikan O2.
v Teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi resiko
atelektasis.
VI. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas
a. Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan saat
beraktivitas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :
1) P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan
sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.
2) Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas
yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan
sesak nafas.
3) R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan
sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4) S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai
derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
5) T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik
saat istirahat maupun saat beraktivitas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya
klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan
hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretic,
nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu. Alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko
utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :
Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.
Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan
finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran
kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan
2. Rencana keperawatan
No Nanda NOC NIC
1. Penurunan Curah Jantung
Batasan Karakteristik:
1. Perubahan kecepatan
jantung/ irama
Aritmia
Bradikardi
Perubahan EKG
Palpitasi
Takikardi
2. Perubahan preload
Edema
Penurunan tekanan
vena central
Penurunan tekanan
arteri paru
Kelemahan
Peningkatan
Keefektifan pompa jantung,
Status sirkulasi
PERAWATAN JANTUNG
Defenisi: Pembatasan dari komplikasi yang
dihasilkan dari ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
miokardium utnuk pasien dengan gejala
gangguan fungsi jantung
Aktivitas:
Evaluasi nyeri dada (seperti: intensitas, lokasi,
penyebaran, durasi, faktor presipitasi, dan faktor
yang meringankan)
Lakukan penilaian yang komprehensif pada
sirkulasi perifer (seperti: hitung nadi perifer,
edema, kapiler refill, warna, dan suhu
ekstremitas)
Pantau tanda vital dengan sering
Pantau status pernafasan untuk gejala gagal
jantung
tekanan vena
central
Peningkatan
tekanan arteri paru
Distensi vena
jugularis
Murmur
Peningkatan BB
3. Perubahan afterload
Kulit berkeringat
Dispnea
Penurunan nadi
perifer
Penurunan
resistensi
pembuluh darah
pulmonal
Penurunan tahanan
tekanan darah
sistemik
Peningkatan
Pantau abdomen untuk indikasi penurunan
perfusi
Pantau keseimbangan cairan (seperti
intake/output dan berat badan per hari)
Ajarkan pasien dan keluarga tentang pembatasan
dan peningkatan aktivitas
Pantau toleransi aktivitas pasien
Pantau adanya dispnea, fatigue, takipnea, dan
orthopnea
Ajarkan pasien bahwa penting untuk melaporkan
jika terasa nyeri dada dengan segera
MANAJEMEN ELEKTROLIT
Definisi : Memberikan keseimbangan elektrolit dan
mencegah komplikasi akibat serum
elektrolit abnormal atau yang tidak
dibutuhkan.
Aktivitas:
Monitor serum elektrolit abnormal
Monitor manifestasi imbalance cairan
Pertahankan kepatenan akses IV
resistensi
pembuluh darah
pulmonal
Peningkatan
tahanan tekanan
darah sistemik
Oliguria
Pengisian kembali
dari perifer
Perubahan warna
kulit
Hasil pembacaan
tekanan darah
berbeda-beda
4. Perubahan
kontraktilitas
Ronki basah
Batuk
Fraksi ejeksi <
40%
Penurunan index
Berikan cairan sesuai kebutuhan
Catat intake dan output secara akurat
Berikan cairan intravena yang berisi
elektrolit dengan aliran
yang konstan
Berikan suplemen
elektrolit (oral, NG, IV) sesuai anjuran
Konsultasikan dengan
dokter tentang medikasi elektrolit ( spiranolactone,)
Ambil spesimen untuk
analisis labor (AGD, urin, serum)
Berikan diet yang tepat
untuk mengatasi imbalance cairan
Ajarkan pasien/ keluarga
tentang modifikasi diet
Monitor respon cairan
untuk pemberian terapi elektrolit
beban kerja
ventrikel kiri
Penurunan index
volume gerak
Penurunan index
jantung
Ortopnea
Dispnea nocturnal
paroksismal
S3 atau S4 (bunyi
jantung)
5. Tingkah laku/ emosional
Kegelisahan
Keresahan
2. Kelebihan Volume Cairan
Batasan Karakteristik :
Perubahan suara napas
Perubahan elektrolit
Anasarka
Ansietas
Keseimbangn elektrolit dan asam basa
Indikator
Denyut jantung : DBH*
Irama jantung : DBH
Pernapasan : DBH
Irama napas : DBH
Manajemen elektrolit
Definisi : kemajuan keseimbangan elektrolit dan
pencegahan dan komplikasi yang dihasilkan dan
ketidaknormalan atau kadar elektrolit serum yang
tidak diinginkan
Aktivitas :
Azotemia
Perubahan tekanan
darah
Perubahan kesadaran
Perubahan pola napas
Penurunan Hematokrit
Penurunan Hb
Dispnea
Edema
Peningkatan tekanan
vena sentral
Intake melebihi output
Distensi vena jugularis
Oliguri
Ortopnea
Efusi pleura
Sodium serum
Pottasium serum
Klorida serum
Kalsium serum
Magnesium serum
pH serum : DBN*
Albumin serum : DBN
Kreatinin serum : DBN
Bikarbonat serum :DBN
BUN* : DBN
pH Urine DBN
Kekuatan otot
Keseimbangan Cairan
Tekanan darah : DBH
Tekanan erteri rata-rata : DBN
Tekanan vena sentral : DBH
Tekanan hambatan pulmonal : DBH
Palpasi nadi perifer
Hipotensi Ortostatik (-)
Kesimbangan intake & output
Perubahan suara napas (-)
Monitor ketidakabnormalan elektrolit
serum, yang terpakai
Monitor manifestasi dan dan
ketidakseimbangan elektrolit
Pertahankan akses IV secara paten
Berikan cairan secara tepat
Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
Pertahankan jalan keluar intravena yang
berisi elektrolit dalam aliran rata yang
konstan, secana tepat
Berikan tambahan elekirolit (seperti oral,
nasogastric, dan IV) sesuai ketentuan
(resep), sesuai kebutuhan
dengan dokter dalam pemberian pengobatan
hemat elektrolit (misal Spiranolactone),
secana tepat
Berikan elektrolit yang berikatan atau
excreting resins (misal Kayekxalate) sesuai
resep, sesuai kebutuhan
Dapatkan order specimen untuk analisa
laboratorium dan kadar elektrolit (misal
Kestabilan berat badan
Asites (-)
Elektrolit serum : DBN
Hematokrit : DBN
ABG, urine, dan serum levels),sesuai
kebutuhan
Monitor kehilangan elektrolit yang kaya
cairan (misal penghisapan nasogastric,
drainase ileostomi, diane, drainase luka, dan
diaforesis)
Adakan pengukuran untuk mengontrol
untuk control kehilangan elektrolit
benlebihan (misal :istirahatkanilcosongkan
saluran pencernaan, ubah tipe diuresis, atsu
berikan antipiretik), sesuai kebutuhan
Minimalkan jumlah kepingan es atau
konsumsi intake oral oleh pasien dengan
gastric tubes dihubungkan dengan suction
Sediakan diet tepat untuk
ketidakseimbangan elektrolit pasien (misal :
kaya mineral/K, rendah natnium, dan
makanan rendah karbohidrat)
Ajarkan pasien dan atau keluarga modifikasi
diet yang spesifik, sesuai kebutuhan
Manajemen cairan/ elektrolit
Definisi: Regulasi dan mencegah komplikasi akibat
kekurangan cairan/ elektrolit
Aktivitas:
Monitor keabnormalan level untuk serum
Dapatkan specimen lab untuk memonitor
level cairan elektrolit ( seperti Ht,
BUN,sodiurn, protein, potassium)
Timbang berat badan tiap hari
Beri cairan
Promosikan intake oral
Beri terapi nasogastrik untuk menggantikan
output
Beri serat pada selang makan pasien untuk
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit
selama diare
Kurangi konsumsi es/ jurmlah intake oral
pasien yang terpasang NG
Irigasi selang NGT dengan normal salin
Pasang infuse IV
Monitor hasil lab yang relevan dengan
retensi cairan
Monitoring status hemodinamik, termasuk
MAP, PAP,PCWP
Pertahankan keakuratan catatan intake dan
output
Monitor tanda dan gejala retensi cairan
Monitor tanda- tanda vital
Pertahankan cairan IV yang mengandung
elekirolit pada frekuensi tetes yang konstan
Monitor respon pasien untuk memberikan
terpi elektrolit
Monitor manifestasi dan kekurangan
keseimbangan elektrolit
Beri diet yang dianjurkan untuk
ketidakseimbangan cairan atau elektrolit
yang spesifik ( seperti sodium menurun)
Monitor efek samping suplemen elektrolit
( seperti iritasi gastrointestinal)
Kaji selera,kulit untuk mencari indikasi
kekurangan keseimbangan cairan dan
elektrolit
Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan
gejala kekurangan keseimbangan cairan dan
elektrolit makin parah
Beri suplemen elektrolit
Promosikan tentang citra tubuh dan harga
diri
Monitor kehilangan cairan ( seperti;
pendarahan, muntah, takipneu)
Lakukan perkontrolan kehilangan cairan
Beri tindakan untuk mengurangi BAB
Lakukan manajemen hipoglikemia
3. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
KarakteristikKram bagian PerutNyeri bagian perutKuran nafsu makanBerat badan 20% atau lebih kurang dari idealKerapuhan pembuluh rambutDiareKerontokan rambut
Status Nutrisi: Intake Makanan dan Cairan
Intake makanan di mulut Intake di saluran makanan Intake cairan di mulut Intake cairan
Status Nutrisi Intake nutrisi Intake makanan dan cairan Energi Massa tubuh Berat tubuh Ukuran biokimia Hal terkait lainnya
Mengontrol Ketidakteraturan Makan
Defenisi: Pencegahan dan pengobatan pembatasan diet yang mengganggu dan latihan yang berlebihan atau makan terlalu banyak dan menyingkirkan makanan dan cairanAktivitas:
Kolaborasi dengan anggota tim pelayanan kesehatah lainnya untuk mengembangkan rencan pengobatan: meliputi pasien dan /atau orang yang terkait, jika diperlukanBerunding dengan tim atay pasien untuk membuat sebuah target berat, jiak pasien tidak sampai pada batas berat yang dianjurkan sesuai umur dan postur tubuhMembuat sejumlah catatan mengenai
Kekurangan makananKekurangan informasiKekurangan komponen dalam makananKehilangan berat badan dengan intake makana yang cukupKesalahpahamanKesalahan informasiPucatnya membrane mukosaMengamati ketidakmampuan menyerap makananLemahnya kesehatan ototMencatat perubahan sensasi rasaMencatat intake makanan kurang dari RDA (izin uji makanan sehari-hari)Merasakan kenyang dengan segera setelah menyerap makan
penambahan berat badan sehari-hari yang diinginkanBerunding dengan ahli makanan untuk menentukan keperluan intake kalori sehari-hari untuk mencapai dan /atau mempertahankan target berat badanMengajarkan dan memperkuat konsep nutrisi yang b agus dengan pasien (dan orang terkait, jika diperlukan)Anjurkan pasien untuk mendiskusikan makanan pilihan dengan ahli makananMengembangkan hubungan persahabatan yang mendukung dengan pasienMemantau parameter fisiologi (tanda-tanda vital dan jumlah elektrolit), jika diperlukanMenimbang berat badan menjadi sebuah rutinitas (e.g. pada waktu yang sama setiap hari dan setelah buang air)Memantau intake dan output cairan, jika diperlukanMemantau intake kalori makanan sehari-hariAnjurkan pasien memantau sendiiri intake makanan sehari-hari dan menambah/ mempertahankan berat badan, jika diperlukanMembuat harapan perilaku makan yang tepat, intake makanan/cairan, dan jumlan aktivitas fisik
Menggunakan kontrak perilaku dengan pasien untuk mendapatkan penambahan berat badan yang diinginkan atau mempertahankan perilakuMembatasi ketersediaan makanan dalam daftar, menjaga keawetan makanan dan snackAmati pasien selama dan setelah makan untuk memastikan bahwa kecukupan intake dapat dicapai dan dipertahankan Antarkan pasien ke kamar mandi selama observasi berlangsung setelah makanBatasi waktu di kamar mandi ketika tidak melakukan observasiMemantau perilaku pasien yang berhubungan dengan makanan penuruna berta badan, dan penambahan berat badanMenggunakan teknik perubahan perilaku untuk mengetahui perilaku yang berhubungan dengan penambahan berat badan dan untuk membatasi perilaku yang dapat menurunkan berat badanMemberikan bantuan untuk menambah berat badan dan perilaku yang berhubungan dengan penambahan berat badanMemberikan pemahaman tentang konsekuensi akibat penurunan berat badan, perilaku penurunan berat badan, atau
kekurangan penambahan berat badanMemberi bantuan (e.g. terapiu relaksasi, latihan kesabaran, dan kesempatan untuk membicarakan tentang perasaan) kepada pasien untuk membentuk perilaku makan yang baru, Merubah citra tubuh, dan merubah gaya hidupAnjurkan pasien untuk menggunakan bahasa sehari-hari untuk menyatakan perasaanBatasi aktivitas fisik untuk meningkatkan penambahan berat badan, jika diperlukanMemberikan pengawasan terhadap program latihan, ketika diperlukanMemberi kesempatan untuk membuat pilihan yang terbatas terhadap makan dan latihan, seperti penambahan berat badan sesuai cara yang diinginkanBantu pasien (dan orang terkait, jika perlu) untuk memeriksa dan memastikan masalah pribadi yang mungkin berhubungan dengan ketidakteraturan makan
Pengontrolan Nutrisi
Defenisi: Membantu dan mengatur keseimbangan intake makanan dan cairanAktivitas:
Menanyakan apakah pasien mempunyai
alergi terhadap makananMenetukan makanan pilihan pasienMenentukan jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan untuk memenuhi nutrisi, ketika berkolaborasi dengan ahli makanan, jika diperlukanTunjukkan intake kalori yang tepat sesuai tipe tubuh dan gaya hidupAnjurkan menambah intake zat besi makanan, jika diperlukanMenawarkan snack, (e.g. banyak minum dan buah segar/jus buah), jika diperlukanMemberi makanan yang sehat, bersih, dan lunak, jika diperlukanMemberi pengganti gula, jika diperlukanMemastikan bahwa makanan meliputi makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasiMemberikan tanaman obat dan rempah-rempah sebagai alternative pengganti garamMemberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi kalori, dan bernutrisi yang siap dikonsumsi, jika diperlukanMemberi pilihan makananMembenarkan makanan dalam gaya hidup pasien, jika diperlukanMengajarkan pasien bagaimana membuat buku harian tentang makanan, jika
diperlukanMembuat catatan yang berisi intake nutrisi dan kaloriMenimbang berat badan pasien pad jarak waktu yang tepatAnjurkan pasien memasang gigi palsu dengan tepat dan memperoleh perwatan gigiMemberi informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinyaAjarkan teknik pengolahan dan pemeliharaan makanan yang amanMemantau kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisiMengajarkan dan merencanakan makan, jika diperlukanMembantu pasien menerima pertolongan dari komunitas program nutrisi dengan tepat, jika diperlukan
4. Pola Nafas tidak efektif
Batasan Karakteristik :
Napas dalam
Perubahan gerakan
dada
Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas
Demam tidak ada Ansietas tidak ada Sesak tidak ada Frekuensi napas IER* Irama napas IER
Manajemen Jalan Napas
Definisi : fasilitasi kepatenan penerimaan udara
Aktivitas :
Buka jalan nafas, dengan teknik mengangkat
Mengambil posisi tiga
titik
Bradipneu
Penurunan tekanan
ekspirasi
Penurunan tekanan
inspirasi
Penurunan ventilasi
semenit
Penurunan kapasitas
vital
Dispneu
Peningkatan diameter
anterior-posterior
Napas cuping hidung
Ortopneu
Fase ekspirasi yang
lama
Pernapasan pursed-lip
Takipneu
Penggunaan otot-otot
bantu untuk bernapas
Keluaran sputum dari jalan napas Tidak ada suara napas tambahan
Status Pernapasan: Ventilasi Frekuensi napas IER* Irama napas IER Kedalaman inspirasi Pengembangan dada simetris Kenyamanan bernapas Keluaran sputum dari jalan napas Napas pendek tidak ada/hilang Fremitus tidak ada/hilang Suara perkusi tidak ada/hilang Auskultasi suara napas, IER
dagu dan mendorong rahang, jika diperlukan
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
potensi ventilasi
Identifikasi pasien yang membutuhkan
masukan jalan nafas aktual/potensial
Masukan jalan nafas oral atao nasofaring,
jika diperlukan
Lakukan terapi fisik dada, jika diperlukan
Hilangkan sekresi dengan mendorong batuk
atau pengisapan
Dorong lambat, memutar nafas dalam dan
batuk
Instruksikan bagaimana batuk efektif
Bantu dengan spirometer insentif, jika
diperlukan
Auskultasi bunyi nafas,
mencatat area ventilasi menurun atau tidak
ada dan adanya suara adventif .
Lakukan pengisapan endotrakeal atau
nasotrakeal, jika diperlukan
Kelola bronkodilator, jika diperlukan
Ajarkan pasien bagaimana menggunakan
inhaler, jika diperlukan
Kelola perawatan aerosol, jika diperlukan
Kelola perawatan ultrasonik nebulizer, jika
diperlukan
Kelola kelembaban udara atau oksigen, jika
diperlukan
Atur asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan cairan
Posisikan untuk mengurangi dispnea
Monitor status pernafasan dan oksigenasi,
jika diperlukan
5. Resiko Infeksi
Faktor Resiko Penyakit kronik Mendapatkan
kekebalan yang tidak adekuat
Pertahanan utama yang tidak adekuat (e.g., kerusakan kulit, jaringan yang luka, pengurangan dalam
Status Nutrisi Pemasukan nutrisi Pemasukan makanan dan cairan Energi Massa tubuh Berat Ukuran-ukuran biokimia
Kontrol Resiko Mengetahui resiko Memperhatikan factor resiko
lingkungan Perhatikan factor resiko perilaku
Kontrol Infeksi
Definisi : Meminimalkan pendapatan dan transmisi dari infeksi.Aktivitas:
Alokasikan dengan tepat kekakuan pasien dengan indikasi pedoman CDC.
Bersihkan lingkungan sekitar setelah digunakan pasien.
Ganti peralatan pengobatan pasien setiap protocol/pemeriksaan.
Isolasi orang yang mempunyai penyakit
tindakan, perubahan pada sekresi PH, mengubah gerak peristaltic)
Pertahanan kedua yang tidak adekuat (pengurangan hemoglobin, leucopenia, respon yang menekan sesuatu yang menyebabkan radang)
Pertambahan pembukaan lingkungan pada pathogen
Penekanan imun Prosedur yang bersifat
menyerang Tidak cukupnya
pengetahuan untuk menghindari pembukaan pada pathogen
Malnutrisi Agen farmasi (ex: zat
yang menghambat reaksi imun)
Membran amniotic
individu Kembangkan strategi pengawasan
factor resiko yang efektif Tentukan strategi kontrol resiko yang
dibutuhkan Menjalankan strategi Mengikuti strategi yang dipilih Mengubah gaya hidup untuk
mengurangi resiko Hindari masalah kesehatan Kenali perubahan status kesehatan Perhatikan perubahan status
kesehatan
menular. Letakkan di tempat isolasi yang sudah
dirancang sesuai aturan dengan benar. Atur teknik isolasi dengan tepat. Batasi jumlah pengunjung/pembezuk. Ajarkan mencuci tangan untuk memperbaiki
kesehatan pribadi. Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar. Ajarkan pengunjung untuk mencuci tangan
saat masuk dan meninggalkan kamar pasien. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci
tangan dengan benar. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perawatan pada pasien. Gunakan aturan umum. Gunakan sarung tangan sebagai pengaman
yang umum. Gunakan sarung tangan yang bersih. Gosok kulit pasien dengan alat anti bakteri
dengan tepat. Bersihkan dan siapkan tempat sebagai
persiapan untuk prosedur infasi/pembedahan.
Jaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di tempat tidur.
Jaga lingkungan agar tetap steril ketika mengganti saluran dan botol TPN.
Tutup/jaga kerahasiaan system ketika
pecah sebelum waktunya
Memperpanjang perpecahan pada membrane amniotic
Trauma/luka berat Destruksi jaringan
melakukan pemeriksaan invasive hemodynamic.
Ganti peripheral IV dan balutan berdasarkan petunju CDC.
Pastikan keadaan steril saat menangani IV. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat. Gunakan kateter untuk mengurangi kejadian
infeksi kandung kemih. Dorong/ajarkan cara nafas dalam dan batuk
yang benar. Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat. Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat. Banyak istirahat. Lakukan terapi antibiotic yang tepat. Ajarkan pasien untuk memakan antibiotic
sesuai resep. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-
tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada tim kesehatan.
Intoleransi Aktivitas
Batasan karakteristik:
Tekanan darah menjadi
abnormal setelah
aktivitas
PERAWATAN DIRI
Keseimbangan istirahat & tidur dengan aktifitas
Asupan makanan untuk mengurangi penyakit
Penyediaan makanan untuk mengurangi penyakit
Gunakan pembantu/keluarga bila
TERAPI AKTIVITAS
Defenisi: Pengaturan kegiatan fisik, kognitif, sosial
dan spiritual untuk meningkatkan
frekuensi durasi aktivitas
seseorang/kelompok
Denyut jantun menjadi
abnormal setelah
aktivitas
Perubahan EKG
(aritmia)
Perubahan EKG
menggambarkan
iskemia
Dispnea
Fatigue
Ketidaknyamanan
Kelemahan
dibutuhkan Koreksi penggunaan alat-alat Koreksi penggunaan alat Koreksi penggunaan mesin Koreksi penggunaan perlindungan
terencana
Aktivitas:
Kolaborasi dengan terapis dalam
merncanakan dan memonitor program
aktivitas
Meningkatkan komitmen pasien dalam
beraktivitas
Membantu mengekplorasi aktivitas yang
bemanfaat bagi pasien
Membantu mengidentifikasi sumberdaya
yang dimiliki dalam beraktivitas
Membantu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
Membantu pasien/keluarga dalam
beradaptasi dengan lingkungan
Membantu menyusun aktivitas fisik
Pastikan lingkungan aman untuk pergerakan
otot
Jelaskan aktivitas motorik untuk
meningkatkan tonus otot
Berikan reinforcemen positif selama
beraktivitas
Monitor respon emosional, fisik, sosial dan
spiritual
MANAJEMEN ENERGI
Defenisi: mengatur penggunaan energi untuk
mencegah kelemahan dan
mengoptimalkan fungsi.
Aktivitas:
Tentukan pembatasan aktivitas fisik pasien
Jelaskan tanda yang menyebabkan
kelemahan
Jelaskan penyebab kelemahan
Jelaskan apa dan bagaimana aktivitas yang
dibutuhkan untuk membangun energi
Monitor intake nutrisi yang adekuat
Monitor respon kardiorespirasi selama
aktivitas
Monitor pola tidur
Monitor lokasi ketidaknyamanan/nyeri
Batasi stimulus lingkungan
Anjurkan bedrest
Lakukan ROM aktif/pasif
Bantu pasien membuat jdwal istirahat
Monitor efek obat stimulan dan depresan
Monitor respon oksigenasi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit Gaya Baru, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI