Bab Iiseminar

99
BAB II TINJAUAN TEORI I. CONGESTIVE HEART FAILURE A. PENGERTIAN Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen. B. ETIOLOGI Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah : 1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi. 2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat.

description

ADALAHHH

Transcript of Bab Iiseminar

Page 1: Bab Iiseminar

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. CONGESTIVE HEART FAILURE

A.     PENGERTIAN

Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan

jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang  gagal jantung

termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang

dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan

penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang

perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya:

demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah

jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

B.      ETIOLOGI

Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah :

1.       Kelainan otot jantung  menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg

mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial

dan degeneratif atau inflamasi.

2.       Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya

miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung.

Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya

mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik,

miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti

(kardiomiopati idiopatik).

3.       Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban kerja

jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard)

dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg

tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal

jantung.

4.       Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini

secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

Page 2: Bab Iiseminar

5.       Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran

darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk

mengisi darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV),

atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload

akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal

jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.

6.       Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan

curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.  Hipoksia dan anemia dapat

menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas

elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan

sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi

jantung.

 

C.      PATOFISIOLOGI

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara

sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas

atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam

kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium

akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung

lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi

peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua

atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan

meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema

sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial

atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.

Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi

denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah

sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang

untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh

karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya

iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan

preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini

dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat

Page 3: Bab Iiseminar

meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer

dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis

berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan

cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi

glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin -

aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer

selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi

yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada

gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,

yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

Gagal jantung pada masalah utama kerusakan  dan kekakuan serabut otot jantung, volume

sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga

faktor :

Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang

ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan

b/d perubahan panjang regangan serabut jantung

Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa

darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.

D.     KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG

Kelas  I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan

Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-

hari

Kelas III            : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan

Kelas IV           ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan

harus tirah baring

 

E.      MANIFESTASI KLINIK

1.      Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)

Page 4: Bab Iiseminar

2.      Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal

jantung

3.      Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari

kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru,  ditandai oleh batuk dan sesak

nafas,

4.      Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer

umum dan penambahan berat badan.

5.      Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan,

intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.

6.      Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal

menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume.

Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel

kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling

sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru

akut.

 

1.       GAGAL JANTUNG KIRI :

Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan

sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya : (dispnu, batuk, 

mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah).

Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi saat istirahat /

aktivitas.

Ortopnu :  kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari

(paroximal nocturnal dispnu / PND)

Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah

Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan

oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya

energi yg digunakan.

Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan

bernafas.

 

2.       GAGAL JANTUNG KANAN

Page 5: Bab Iiseminar

Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga

dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis

yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali,

distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual,

muntah, nokturia dan lemah.

Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya

kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.

Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari

Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena

dihepar.

Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan

pada diafragma dan distress pernafasan.

Anoreksia  dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga

abdomen

Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi

penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan

membaik dg istirahat.

Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan

produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.

 

F.       PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal

jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung

lainnya

2.      Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal

3.      Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan

azotemia prerenal

4.      Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin

5.      Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis

atau mieksedema tersembunyi

6.      Pemeriksaan EKG

7.      Radiografi dada

8.      Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan

analisis gerakan dinding regional

Page 6: Bab Iiseminar

9.      Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas

yang terkena.

 

 

G.     KOMPLIKASI

1.      Kematian

2.      Edema pulmoner akut

 

H.     PENATALAKSANAAN

1.      Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang

dapat diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi

miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.

2.      Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau

5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien

stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur

3.      Terapi diuretic

4.      Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron

5.      Terapi beta blocker

6.      Terapi glikosida digitalis

7.      Terapi vasodilator

8.      Obat inotropik positif generasi baru

9.      Penghambat kanal kalsium

10.  Atikoagulan

11.  Terapi antiaritmia

12.  Revaskularisasi koroner

13.  Transplantasi jantung

14.  Kardoimioplasti

II. Gagal Ginjal Kronik

A. Definisi

Page 7: Bab Iiseminar

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia

( Smeltzer C, Suzanne, 2002).

Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal

progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah

nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak

dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006 ).

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan

cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.

(Suyono, et al, 2001).

Menurut Doenges (1999), Chronic Kidney Disease biasanya berakibat

akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk

glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis), proses

obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik

(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini melalui

tahap dan menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.

Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua

ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk

kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible (Baradero, Mary. 2008 ).

Gagal ginjal kronik (end stage renal disease/ESRD) atau penyakit ginjal

tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan progresif fungsi ginjal yang tidak

dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan

metabolic dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan

uremia (Baughman, 2000).

Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang

irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu

mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan

menyebabkan uremia.

B. Stadium gagal ginjal kronik

Tahap cronic kidney disease (CKD) menurut kidney.org/professionals

Page 8: Bab Iiseminar

(2007) dan Kidney.org.uk (2007) adalah :

a. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat,

GFR > 90 ml/menit/1,73 m.

b. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73

c. Tahap III : : penurunan GFR ringan, GFR 30-50 ml/menit/1,73

d. Tahap IV : : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73

e. Tahap V : : gagal ginjal dengan GFR <15 ml/menit/1,73

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance

Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg) 72

x creatinin serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

C. Anatomi dan fisiologi ginjal

1. Anatomi ginjal

Gambar 1. Letak ginjal

Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005) dan Smletzer dan

Bare (2001), ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak

pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah

dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya

terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri

Page 9: Bab Iiseminar

terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang

tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh

iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh

bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya

tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan

anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang

berukuran normal dapat diraba secara bimanual.

Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula

renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya

oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh

dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri

renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal

dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali kedalam vena

kava inferior.

Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-

5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya

sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah

serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal

berbentk cekung karena adanya hilus. Gambar anatomi ginjal dapat dilihat

dalam gambar. 2

Gambar 2. Anatomi khusus Ginjal

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi

menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.

Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranid-

piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini.

Page 10: Bab Iiseminar

Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-

segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid

membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung pelvis

ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor,

selanjutnya membentuk pelvis ginjal. Gambar penampang ginjal dapat dilihat

pada gambar. 3

Gambar 3. Penampang ginjal

Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas

banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar

satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi

yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai

kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus

kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula

bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang

yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan

ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen

atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel

parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel

epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan

juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk

tonjolan-tonjolan atau kaki- kaki yang dikenal sebagai pedosit, yang

Page 11: Bab Iiseminar

bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga

terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-

daerah yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori-pori.

Gbr 4 : Anatomi nefron

Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri

renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut

menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya

membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-piramid

ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola- arteriola interlobaris

yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya membentuk

arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai

kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu

membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk sistem

portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.

Page 12: Bab Iiseminar

Gbr 5 : Anatomi Glomerolus

Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam

jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya

mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml

permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).

2. Fisiologi ginjal

a. Fungsi ginjal

Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam

fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya

adalah :

1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol

dengan mengubah-ubah ekskresi air.

2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam

rentang normal.

3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan

kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3

4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,

terutama urea, asam urat dan kreatinin.

Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :

1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan

Page 13: Bab Iiseminar

darah.

2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam

stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.

3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

4) Degradasi insulin.

5) Menghasilkan prostaglandin.

b. Fisiologi pembentukan urine

Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada

glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma

dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal

dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan

proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan

darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan alirn darah yang

melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,

filtrasi terjadi. Air dan molekul- molekul yang kecil akan dibiarkan

lewat sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah.

Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan

memasuki tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air,

elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini

secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya

diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di

sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta

duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain

pelvis ginjal.

Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi

kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine.

Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus,

diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup

natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan

asam urat.

Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses

pembentukan urine, yaitu :

a. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi

Page 14: Bab Iiseminar

menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garam,

gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga

dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini

terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak

berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan garam-garam.

b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus

proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan

direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder)

dengan kadar urea yang tinggi.

c. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh

darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi

reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat

sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa

dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke

pelvis renalis.

Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari

dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat

dilihat besar daya selektif sel tubulus:

Tabel 1 : Daya Selektif Sel Tubulus

Komponen Disaring DikeluarkanAir 150 Liter 1, 5 LiterGaram 750 Liter 15 GramGlukosa 150 Liter 0 gramUrea 50 Gram 30 GramTabel II : proses Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi selama 24 jam.

Senyawa Normal Reabsorpsi Ekskresi Sekresi SatuanNa + 26.000 25.850 150 - m EqK+ 600 566 90 50 m EqCl- 18.000 17.850 150 - m Eq

HCO3 4.900 4.900 0 - m EqUrea 870 460 410 - m Mol

Kreatinin 12 1 12 1 m MolAsam 50 49 5 4 m Mol

Glukosa 800 800 0 - m MolSolut 54.000 53.400 700 100 m Osl

Page 15: Bab Iiseminar

Air 180.000 179.000 1.000 - Ml

Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan

dalam pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka

sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila

tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan

reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula

dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan

aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka

sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk

menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan

bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu

angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino,

angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah

tinggi. Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung

diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensin I

kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi

yang ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan

tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan

merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan

merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus

pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan

peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan

meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang

selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.

D. Etiologi

Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal

kronik adalah sebagai berikut :

1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati

2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis

3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis

maligna, Stenosis arteria renalis

Page 16: Bab Iiseminar

3

3

4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,

sklerosis sistemik progresif

5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal

6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis

7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah

8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,

fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur

uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra)

E. Patofisiologi

Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu

infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya akan

terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan GFR (Glomelular

Filtration Rate) dan menyebabkan CKD (cronic kidney disease), yang mana ginjal

mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Fungsi

renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan

ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap

sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan

semakin berat (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448), dari proses sindrom uremia

terjadi pruritus, perubahan warna kulit. Sindrom uremia juga bisa menyebabkan

asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang

berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu

menyekresi ammonia (NH -) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO -).

Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka muntah dan

muntah tidak dapat dihindarkan. Sekresi kalsium mengalami penurunan

sehingga hiperkalemia, penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya

terjadi penurunan COP (cardiac output), suplai O2 dalam otak dan jaringan

terganggu. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi

produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin

berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin

(oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan

tidak bertenaga.

Page 17: Bab Iiseminar

Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang

berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa

clerence kretinin dalam darah yang menunjukkan penurunan

clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan

natrium dapat megakibatkan edema.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme.

Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah

satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya

filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan

sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum

menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal

tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon

sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang

dan penyakit tulang. (Nurlasam, 2007).

F. Menifestasi klinis

Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan

Bare (2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system

tubuh yaitu :

1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,

friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,

perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade

pericardial.

2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna

kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik

tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik,

ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).

3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan

liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis

4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada

mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,

rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan

pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,

Page 18: Bab Iiseminar

perdarahan darisaluran gastrointestinal.

5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,

kulai kaki (foot drop).

6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi,

disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki,

perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi,

perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.

7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler,

impotensi, penurunan libido, kemandulan

8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas

trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan

perdarahan.

9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan

resiko infeksi.

10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih,

hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.

11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran

glukosa.

12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum

kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis,

hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.

13. Funsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan

proses kognitif.

G. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare

(2001) yaitu :

1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan

masukan diet berlebihan.

2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-

Page 19: Bab Iiseminar

angiostensin-aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisis.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan

peningkatan kadar alumunium.

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik

menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :

1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi

a. Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),

Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta

Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).

b. Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid

(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),

Chlorothiazide (Diuril).

c. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.

d. Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.

e. Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.

f. Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium

hidroksida.

g. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium

asetat, alumunium hidroksida.

h. Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen

i. Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.

2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C,

diet tinggi lemak dan karbohirat

3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.

4. Abnormalitas neurologi diatasi denganDiazepam IV (valium), fenitonin

(dilantin).

5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC

3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca

Page 20: Bab Iiseminar

durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse

Packet Red Cell/PRC.

6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.

7. Transplantasi ginjal.

III. DIABETES MELITUS

A. Pengertian

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada

mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis

dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme

dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin

atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

B. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and

Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1.      Klasifikasi Klinis

a.       Diabetes Mellitus

1)      Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2)      Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas ,

dan DMTTI dengan obesitas)

b.      Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

c.       Diabetes Kehamilan (GDM)

2.      Klasifikasi risiko statistik

a.       Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b.      Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon

insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan

untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan

mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat

penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah

produksi insulin.

Page 21: Bab Iiseminar

C. Etiologi

1.      Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

a.       Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan

genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte

Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen

tranplantasi dan proses imun lainnya.

b.      Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon

abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap

jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c.       Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil

penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun

yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2.      Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar

yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja

insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.

Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,

kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus

membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan

reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif

insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek

reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan

dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi

insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995).

Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI)

atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok

heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,

tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Page 22: Bab Iiseminar

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

a.       Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b.      Obesitas

c.       Riwayat keluarga

d.      Kelompok etni

D. Patofisiologi

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel

yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi

dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita

makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein

(Suyono,1999).

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami

metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40%

diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena

terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya

terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi

darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat

kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula

darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,

karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi

maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.

Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan

bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air

hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal

ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus

sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke

sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein

menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien

akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu

banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang

menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila

Page 23: Bab Iiseminar

terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya

bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini

apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

E. Gejala Klinis

Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus

apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu

1.      Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.

2.      Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl

3.      Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes

Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan,

Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

F. Komplikasi

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah

1.      Akut

a.       Hipoglikemia dan hiperglikemia

b.      Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner

(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

c.       Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.

d.      Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh

pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

2.      Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

a.       Neuropati diabetik

b.      Retinopati diabetik

c.       Nefropati diabetik

d.      Proteinuria

e.       Kelainan koroner

f.       Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1)      Grade 0 : tidak ada luka

2)      Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3)      Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

Page 24: Bab Iiseminar

4)      Grade III : terjadi abses

5)      Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

6)      Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa

darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan

terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)

tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.

Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

1.      Diet

a. Syarat diet DM hendaknya dapat:

1)      Memperbaiki kesehatan umum penderita

2)      Mengarahkan pada berat badan normal

3)      Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

4)      Mempertahankan kadar KGD normal

5)      Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

6)      Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

7)      Menarik dan mudah diberikan

b. Prinsip diet DM, adalah:

1)      Jumlah sesuai kebutuhan

2)      Jadwal diet ketat

3)      Jenis: boleh dimakan/tidak

c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

1)      Diit DM I : 1100 kalori

2)      Diit DM II : 1300 kalori

3)      Diit DM III : 1500 kalori

4)      Diit DM IV : 1700 kalori

5)      Diit DM V : 1900 kalori

6)      Diit DM VI : 2100 kalori

7)      Diit DM VII : 2300 kalori

8)      Diit DM VIII: 2500 kalori

Keterangan :

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Page 25: Bab Iiseminar

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes

komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,

penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=

berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg)

BBR = X 100 %

TB (cm) – 100

Kurus (underweight) : BBR < 90 %

Normal (ideal): BBR 90 – 110 %

Gemuk (overweight) : BBR > 110 %

Obesitas, apabila : BBR > 120 %

Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %

Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %

Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang

bekerja biasa adalah:

kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

Normal : BB X 30 kalori sehari

Gemuk: BB X 20 kalori sehari

Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2.      Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

a.       Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam

sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan

atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan

reseptornya.

Page 26: Bab Iiseminar

b.      Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

c.       Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

d.      Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

e.       Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru

f.       Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam

lemak menjadi lebih baik.

3.      Penyuluhan

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk

penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media

misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4.      Obat

a.       Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

1). Mekanisme kerja sulfanilurea

kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

kerja OAD tingkat reseptor

2). Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat

meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

(a)    Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik

Menghambat absorpsi karbohidrat

Menghambat glukoneogenesis di hati

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(b)   Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(c)    Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

b.      Insulin

Indikasi penggunaan insulin

1)      DM tipe I

2)      DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

3)      DM kehamilan

4)      DM dan gangguan faal hati yang berat

5)      DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

6)      DM dan TBC paru akut

7)      DM dan koma lain pada DM

Page 27: Bab Iiseminar

8)      DM operasi

9)      DM patah tulang

10)  DM dan underweight

11)  DM dan penyakit Graves

Beberapa cara pemberian insulin

1). Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,

kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:

  lokasi suntikan

ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam

memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat

suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

  Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah

suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit

setelah suntikan.

2). Pemijatan (Masage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

3). Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.

Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan

intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

Konsentrasi insulin

Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi

apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

4). Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan

degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan

untuk terapi koma diabetik.

Page 28: Bab Iiseminar

IV. Adenoma Tiroid

A. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin

1.Definisi

Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil

sekresinya langsung kedalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar tanpa melewati

duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebur hormon. Beberapa dari organ endokrin ada

yang menghasilkan satu macam hormon atau hormon tunggal, disamping itu juga ada yang

menghasilkan lebih dari satu hormon atau hormon ganda, misalnya kelenjar hipofise sebagai

pengatur kelenjar yang lain. (Syaifuddin, 2006. Hlm: 219).

Kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu digolongkan bersama dibawah nama organ

endokrin, sebab sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui suatu saluran,

tetapi langsung masuk kedalam darah yang beredar didalam jaringan kelenjar. Kata

“endokrin” berasal dari bahasa yunani yang berarti “sekresi kedalam”; zat aktif utama dari

sekresi internal ini disebut hormon, dari kata yunani yang berarti “merangsang”. (C. Pearce

Evelyn, 2009. Hlm: 281).

Adapun fungsi dari kelenjar endokrin adalah sebagai berikut :

a.       Menghasilkan hormon yang dialirkan kedalam darah yang diperlukan oleh jaringan

dalam tubuh tertentu

b.      Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh

c.       Merangsang aktivitas kelenjar tubuh

d.      Merangsang pertumbuhan jaringan

e.       Mengatur metabolisme oksidasi, meningkatkan absopsi glukosa pada usus halus

f.       Memengaruhi metabolisme lemak protein, vitamin, mineral dan air. (Syaifuddin, 2006.

Hlm: 219).

2.      Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu - kupu dan terletak pada

leher bagian bawah disebelah anterior trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral

yang dihubungkan oleh sebuah istimus. Kelenjar tiroid mempunyai panjang kuranag lebih 5

cm dan lebar 3 cm dan berat kurang lebih 25 - 30 gram. Aliran darah ke dalam tiroid per

gram jaringan kelenjar sangat tinggi, yaitu kurang lebih lima kali aliran darah kedalam hati.

Kelenjar tiroid menghasilkan 3 jenis hormon yang berbeda yaitu Tiroksin (T4),  serta

Triiodotironin (T3) yang keduanya disebut dengan satu nama hormkon tiroid, dan Kalsitonin.

Page 29: Bab Iiseminar

(Smeltzer, 2002. Hlm: 1293).

Kelenjar tiroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi. Lobus terletak di

sebelah lateral trakea tepatnya dibawah laring yang dihubungkan dengan jembatan jaringan

tiroid, yang disebut istmus, yang secara terbentang pada permukaan anterior trakea. Secara

mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing-masing menyinpan

materi koloid didalam pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan serta mensekresikan

kedua hormon utama yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).  (Hudak & Gallo, 2010. Hlm:

425)

Kelenjar ini terdiri dari lebih dari satu juta kelompok sel, atau folikel. Struktur ini

tersusun sferis dan terdiri dari sel – sel yang mengelilingi rongga sentral yang mengandung

zat seperti jeli yang disebut koloid, yang fungsinya menyimpan hormon tiroid sebelum di

sekresi. Setiap sel tiroid memiliki tiga fungsi ;

a.       Eksokrin, karena mensekresikan zat ke dalam koloid

b.      Absorptif, karena mengambil zat dari koloid dengan pinositosis

c.       Endokrin, karena mensekresikan hormone langsung ke dalam aliran darah

(Ben Greenstein & Diana Wood,2010. Hlm: 31)

3.      Hormon Tiroid

      Kelenjar tiroid memiliki fungsi untuk mensintesisi dan mensekresikn hormone tiroid

trioksin (T4) dan tri-iodotronin (T3). Hormon – hormon ini bersifat esensial untuk tumbuh

kembang normal dan homeostasis tubuh dengan meregulasi produksi energi.

      Sintesis sel folikel memiliki mekanisme penangkap iodide (iodide-trapping) pada

membrane basalnya yang memompa iodide dari makanan ke dalam sel. Pompa ini sangat

kuat dan sel dapat mengkonsentrasikan iodide sampai 25-50 x lipat dari konsentrasinya dalam

plasma. Kandungan iodidin dalam tiroid pada keadaan normal adalah sekitar 600 ug/g 

jaringan.

      Metabolisme hormon tiroid mensekresi secara total 80-100 ug T3 dan T4 per hari.

Walaupun T3 dan T4 sama – sama bersirkulasi, namun jaringan mendapat  90% dari T3 yang

dimilikinya dengan mendeiodinasi T4. Iodida yang dibebaskan dari hormone tiroid diekresi

di urin atau diresirkulasi ke tiroid, tempat iodida ini di konsentrasikan oleh mekanisme

perangkap (trapping). Sekitar sepertiga T4 yang keluar dari plasma di konjungasikan dengan

glukuronida atau sulfat di hati dan di ekskresi dalam empedu . Adapun fungsi hormon tiroid

adalah :

a.       Mengendalikan aktivitas metabolik seluler

Page 30: Bab Iiseminar

b.      Sebagai alat pemacu umum dengan mempercepat proses metabolisme

c.       Untuk pertumbuhan

d.      Sebagai respon terhadap kadar kalsium plasma yang tinggi

e.       Menurunkan kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah penumpukan kalsium

dalam tulang. (Smeltzer, 2002. Hlm: 1294)

B.     KONSEP DASAR PENYAKIT

Kanker tiroid menempati urutan ke – 9 dari sepuluh keganasan tersering. Lebih

banyak pada wanita dengan distribusi berkisar antara 2 : 1 sampai  3 : 1. Insidennya berkisar

antara 5,4 – 30 %. Berdasarkan jenis histopatologi, sebenarnya adalah kanker tiroid jenis

papilar (71,4%) ; kanker tiroid jenis folikular (16,17 %) ; kanker tiroid jenis anasplastik

(8,4%) ; dan kanker tiroid jenis medular (1,4%).

1. Definisi

Kangker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,

folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar,

lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul

tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1294-

1295).

Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat

dari produksi hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk umumnya dari masalah ini adalah

penyakit graves, sedangkan benruk yang lain adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis

yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroiditis subakut dan berbagai bentuk kanker

tiroid. (Doenges, dkk, 2000. Hlm: 708).

Hipertiroidisme yang dalam hal prevalensi merupakan penyakit endokrin yang

menempati urutan kedua sesudah diabetes melitus, adalah suatu kesatuan penyakit dengan

batasan yang jelas, dan penyakit grave menjadi penyebab utamanya. Pengeluran hormon

yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh

imunoglobulin dalam darah.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1307)

Hipertiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki-laki dan

insidennya akan memuncak dalam dekade usia ketiga serta keempat.(Schimke, 1992).

2. Klasifikasi

Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi :

a.        Karsinoma Folikuler.

Page 31: Bab Iiseminar

Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama mengenai

kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang kemudian menyebar ke

tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes limpa tapi dapat

melekat/menempel di trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan kulit, yang kemudian

menyebabkan dispnea serta disfagia. Bila tumor mengenai “The Recurrent Laringeal

Nerves”, suara klien menjadi serak. Prognosisnya baik bila metastasenya masih sedikit pada

saat diagnosa ditetapkan.

b.      Karsinoma Papilar.

Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita atau kelompok

usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor yang perkembangannya lambat

dan dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke daerah nodes limpa. Ketika tumor

terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi

parsial atau total.

c.        Karsinoma Medular.

Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 % dari seluruh karsinoma

tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50 tahun. Penyebarannya melewati

nodes limpa dan menyerang struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan

merupakan bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga bagian dari

penyakit endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin, ACTH,

prostaglandin dan serotonin.

d.       Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).

Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif. Kanker jenis

ini secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang menimbulkan gejala seperti: 

1)      Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring).

2)      Suara serak.

3)       Disfagia

Page 32: Bab Iiseminar

Stadium kanker tiroid tidaksaja berdasarkan histopatologi, ekstensi lokal, regional dan

metastase jauh, tetapi juga pada umur dan jenis kelamin. Klasifikasinya sebagai berikut :

Tipe dan stadium <45 tahun > 45 tahun

Papiler

      Stadium I

      Stadium II

      Stadium III

      Stadium IV

Setiap T, setiap N, M0

Setiap T, setiap N, M1

T1, N1, M0

T2-4, N1, M0

Setiap T, N0, M0,

Setiap T, setiap N, M0

Tipe dan stadium <45 tahun >45 tahun

Folikuler

  Stadium I

  Stadium II

  Stadium III

  Stadium IV

Setiap T, setiap N, M0

Setiap T, setiap N, M1

-

-

T1, N0, M0

T2-4, N0, M0

Setiap T, N1, M0

Setiap T, setiap N, M0

Meduler

  Stadium I

  Stadium II

  Stadium III

  Stadium IV

-

setiap T, setiap N, M0

-

setiap T, setiap N, M1

T1, N0, M0

T2-4, N0, M0

Setiap T, N1, M0

Setiap T, setiap N, M1

Tidak dapat diklasifikasikan

  Stadium I

  Stadium II

  Stadium III

  Stadium IV

-

-

-

setiap T, setiap N, etiap M

-

-

-

setiap T, setiap N, setiap M

Catatan :

                        Tx : tumor tidak dapat ditentukan

                        T0 : Tidak ada tumor

                        T1 : tumor berdiameter terpanjang < 3 cm

                        T2 : tumor berdiameter terpanjang >3 cm

                        T3 : fikus intraglanduler multiple

Page 33: Bab Iiseminar

                        T4 : tumor primer terfiksasi

3. Etiologi

             Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi well

differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis

meduler adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker

anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker

tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali

lebih besar.

             Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker pada

anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain.

Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH

yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko lainnya

adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun.

4. Tanda dan gejala (Manifestasi Klinik)

Adapun tanda dan gejala adalah mencakup penurunanselera makan, konsumsi

makanan, penurunan berat badan yang progresif, kelelahan otot yang abnormal, amenore,

perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare, efek pada jantung mencakup sinus takikardi,

peningkatan tekanan nadi, dan palpitasi.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1307) .

5. Patofisiologi

            Neoplasma tiroid sering timbul sebagai pembesaran tiroid yang diskret. Kadang-

kadang mirip goiter noduler jinak. Nodule-nodule tiroid dapat diraba, kebanyakan nodule

tersebut jinak, namun beberapa nodule goiter bersifat karsinoma.

            Untuk menentukan apakah nodule tiroid ganas atau tidak, harus dinilai factor-faktor

resiko dan gambaran klinis massa tersebut, dan harus dilakukan beberapa pemeriksaan

laboratorium.

6. Komplikasi

a.Paralisis pita suara

b. Pendarahan

c.Trauma nervus langerhan

d. Abses

Page 34: Bab Iiseminar

e.Hipokalsemia

7. Penatalaksanaan

a.       Penatalaksanaan Medik

Tidak ada pengobatan yang langsung ditujukan kepada penyebab hipertiroidisme.

Namun upaya untuk menurunkan hiperaktif tiroid akan mengurangi gejalanya secara efektif

dan menghilangkan penyebab utama terjadinya komplikasi serius. Terdapat 3 bentuk terapi

yang tersedia untuk mengobati dan mengendalikan aktivitas tiroid yang berlebihan yaitu :

(Smeltzer, 2002. Hlm: 1308-1310)

1)      Pemerikasaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang

khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3

dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis

walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker

dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid,

namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau

tumbuh kembali (barsano). Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis

karsinoma meduler.

2)      Radiologis

a)      Foto X-Ray

Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk melihat

obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor. Pada

karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai

stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa

tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah

bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan

tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya

infiltrasi tumor pada esophagus.

b)      Ultrasound

Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat, namun cara ini

cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhna dan

Page 35: Bab Iiseminar

murah.

c)      Computerized Tomografi

CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak dapat membedakan secara

pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.

d)     Scintisgrafi

Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule. Daerah

cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai penuntun bagi

biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.

3)      Biopsy aspirasi

Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai prosedur

diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan

sangat sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan

jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 – 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor

diambil untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi

karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma meduler.

b.      Penatalaksanaan Keperawatan

Adapun penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan adalah modifikasi

aktivitas, pemantauan berkelanjutan, pengaturan suhu, dukungan emosional, dan pendidikan

pasien.(Smeltzer, 2002. Hlm: 1302-1303).

1)      Modifikasi aktivitas

Penderita kangker tiroidakan mengalami pengurangan tenaga dan letargi sedang

hingga berat. Sebagai akibatnya, resiko komplikasi akibat imobilitas akan meningkat.

Kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas menjadi terbatas akibat perubahan pada status

kardiovaskuler dan pulmoner yang terjadi akibat hipertiroidisme. Peranan perawat yang

penting adalah membantu perawatan dan kebersihan diri pasien sambil mendorong partisipasi

pasien untuk melakukan aktivitas yang masih berada dalam batas toleransi yang ditetapkan

untuk mencegah komplikasi imobilitas.

2)      Pemantauan berkelanjutan

Pamantauan TTV dan tingkat kognitif pasien dilakukan dengan ketat selama proses

Page 36: Bab Iiseminar

penegakan diagnosis dan awal terapi untuk mendeteksi :

a)      Kemunduran status fisik dan mental

b)      Tanda serta gejal yang menunjukkan peningkatan laju metabolik akibat terapi yang

melampaui kemampuan reaksi sistem kardivaskuler dan pernafasan

c)      Keterbatasan dan komplikasi miksidema yang berkelanjutan

3)      Pengaturan suhu

Pasien yang sering mengalami gejala menggigil dan menderita intoleransi yang

ekstrem terhadap hawa dingin meskipun ia berada pada ruangan yang nyaman atau panas.

Ekstra pakaian dan selimut yang diberikan dan pasien harus dilindungi terhadap hembusan

angin.

4)      Dukungan emosional

Penderita hipertiroidisme sedang hingga berat dapat mengalami reaksi emosional

hebat terhadap perubahan penampilan serta citra tubuhnya dan terhadap terlambatnya

diagnosis, yang sering dijumpai pada penyakit ini.

5)      Pendidikan pasien

Pasien dan keluarga sering sangat prihatin terhadap perubahan yang mereka saksikan

akibat hipertiroid. Sering kita menentramkan pasien dan keluarga dengan penjelasan bahwa

banyak diantara gejala-gejala tersebut akan menghilang setelah dilakukan terapi dan berhasil

dilakukan.pasien diberitahu untuk terus minum obat seperti yang diresepkan dokter meskipun

gejala sudah membaik. Instruksi tentang diit untuk meningkatkan penurunan berat badan

begiru pengobatan dimulai, untuk prose penyembuhan.

Page 37: Bab Iiseminar

V. BRONCHOPNEUMONEA

A.     Pengertian

Bronchopneumonea adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran

berbecak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke

parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).

B.     Etiologi

1.       Bakteri contohnya : Diplococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia.

2.       Virus contohnya : Virus Influenza, Virus Parainfluenza.

3.       Jamur contihnya : Histoplasma cospulatum, Caudida, Kriptococcus dan blastomises.

C.     Patofisiologi

Bakteri, virus ataupun jamur menyerang ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi

influenza yang terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan

difusi oksigen dan karbondioksida, sel-sel darah putih, neotrofil juga bermigrasi ke alveoli

dan memenuhi ruang yang biasanya berisi udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang

cukup karena sekresi edema mukosa dan broncospasme menyebabkan okulusi partial bronki

atau alveoli yang mengakibatkan penurunan tekanan oksigen alveoli. Keadaan demikian

mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen sehingga tubuh harus meningkatkan frekuensi ke

dalam bernapasnya.

D.     Manifestasi klinik

v  Demam dan menggigil karena proses peradangan.

v  Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk.

v  Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.

v  Napas sesak dan cepat

v  Tampak pernapasan cuping hidung

v  Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

v  Mungkin timbul tanda-tanda sianosis.

v  Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan

atelektasis absorbsi.

E.     Komplikasi

v   Hipotensi dan syok

Page 38: Bab Iiseminar

v   Atelektasis

v   Efusi pleura

v   Deliriu

v   Superinfeksi

F.      Perangkat Diagnostik

v   Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang

berbercak-bercak infiltrat

v   Pemeriksaan laboraturium di dadapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.

v   Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami

imunodefiensi

G.    Penatalaksanan

v  Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.

v  Inhalasi lembab dan hangat dapat menghilangkan iritasi broncia

v  Istirahat adekuat sampai klien menunjukan tanda-tandapenyembuhan.

v  Jika terjadi hipokscornia,berikan O2.

v  Teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi resiko

atelektasis.

Page 39: Bab Iiseminar

VI. ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Identitas

a.         Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

b.        Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien,

pendidikan, pekerjaan dan alamat.

2.    Riwayat kesehatan

a.         Keluhan Utama

Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan saat

beraktivitas.

b.        Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan

serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :

1)        P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan

sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.

2)        Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas

yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan

sesak nafas.

3)        R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan

sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.

4)        S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai

derajat gangguan perfusi yang dialami organ.

5)        T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas biasanya

timbul perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik

saat istirahat maupun saat beraktivitas.

c.         Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya

klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan

hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa

yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretic,

nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa

Page 40: Bab Iiseminar

lalu. Alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi

sebagai efek samping obat.

d.        Riwayat penyakit keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota

keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit

jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko

utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.

3.    Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :

Aktivitas/istirahat

a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan

aktivitas, dispnea pada saat istirahat.

b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.

Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah

jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

b. Tanda :

1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

3) Irama Jantung ; Disritmia.

4) Frekuensi jantung ; Takikardia.

5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah

6) posisi secara inferior ke kiri.

7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

9) Murmur sistolik dan diastolic.

10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian

12) kapiler lambat.

13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting

Page 41: Bab Iiseminar

16) khususnya pada ekstremitas.

Integritas ego

a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan

finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah

tersinggung.

Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),

diare/konstipasi.

Makanan/cairan

a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,

pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi

garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic

b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,

dependen, tekanan dn pitting).

6. Higiene

a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

Neurosensori

a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

Nyeri/Kenyamanan

a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

Pernapasan

a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk

dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

b. Tanda :

Page 42: Bab Iiseminar

1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan

2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa

pemebentukan sputum.

3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar

5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Pembelajaran/pengajaran

a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran

kalsium.

b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan

Page 43: Bab Iiseminar

2. Rencana keperawatan

No Nanda NOC NIC

1. Penurunan Curah Jantung

Batasan Karakteristik:

1. Perubahan kecepatan

jantung/ irama

Aritmia

Bradikardi

Perubahan EKG

Palpitasi

Takikardi

2. Perubahan preload

Edema

Penurunan tekanan

vena central

Penurunan tekanan

arteri paru

Kelemahan

Peningkatan

Keefektifan pompa jantung,

Status sirkulasi

PERAWATAN JANTUNG

Defenisi: Pembatasan dari komplikasi yang

dihasilkan dari ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen

miokardium utnuk pasien dengan gejala

gangguan fungsi jantung

Aktivitas:

Evaluasi nyeri dada (seperti: intensitas, lokasi,

penyebaran, durasi, faktor presipitasi, dan faktor

yang meringankan)

Lakukan penilaian yang komprehensif pada

sirkulasi perifer (seperti: hitung nadi perifer,

edema, kapiler refill, warna, dan suhu

ekstremitas)

Pantau tanda vital dengan sering

Pantau status pernafasan untuk gejala gagal

jantung

Page 44: Bab Iiseminar

tekanan vena

central

Peningkatan

tekanan arteri paru

Distensi vena

jugularis

Murmur

Peningkatan BB

3. Perubahan afterload

Kulit berkeringat

Dispnea

Penurunan nadi

perifer

Penurunan

resistensi

pembuluh darah

pulmonal

Penurunan tahanan

tekanan darah

sistemik

Peningkatan

Pantau abdomen untuk indikasi penurunan

perfusi

Pantau keseimbangan cairan (seperti

intake/output dan berat badan per hari)

Ajarkan pasien dan keluarga tentang pembatasan

dan peningkatan aktivitas

Pantau toleransi aktivitas pasien

Pantau adanya dispnea, fatigue, takipnea, dan

orthopnea

Ajarkan pasien bahwa penting untuk melaporkan

jika terasa nyeri dada dengan segera

MANAJEMEN ELEKTROLIT

Definisi : Memberikan keseimbangan elektrolit dan

mencegah komplikasi akibat serum

elektrolit abnormal atau yang tidak

dibutuhkan.

Aktivitas:

Monitor serum elektrolit abnormal

Monitor manifestasi imbalance cairan

Pertahankan kepatenan akses IV

Page 45: Bab Iiseminar

resistensi

pembuluh darah

pulmonal

Peningkatan

tahanan tekanan

darah sistemik

Oliguria

Pengisian kembali

dari perifer

Perubahan warna

kulit

Hasil pembacaan

tekanan darah

berbeda-beda

4. Perubahan

kontraktilitas

Ronki basah

Batuk

Fraksi ejeksi <

40%

Penurunan index

Berikan cairan sesuai kebutuhan

Catat intake dan output secara akurat

Berikan cairan intravena yang berisi

elektrolit dengan aliran

yang konstan

Berikan suplemen

elektrolit (oral, NG, IV) sesuai anjuran

Konsultasikan dengan

dokter tentang medikasi elektrolit ( spiranolactone,)

Ambil spesimen untuk

analisis labor (AGD, urin, serum)

Berikan diet yang tepat

untuk mengatasi imbalance cairan

Ajarkan pasien/ keluarga

tentang modifikasi diet

Monitor respon cairan

untuk pemberian terapi elektrolit

Page 46: Bab Iiseminar

beban kerja

ventrikel kiri

Penurunan index

volume gerak

Penurunan index

jantung

Ortopnea

Dispnea nocturnal

paroksismal

S3 atau S4 (bunyi

jantung)

5. Tingkah laku/ emosional

Kegelisahan

Keresahan

2. Kelebihan Volume Cairan

Batasan Karakteristik :

Perubahan suara napas

Perubahan elektrolit

Anasarka

Ansietas

Keseimbangn elektrolit dan asam basa

Indikator

Denyut jantung : DBH*

Irama jantung : DBH

Pernapasan : DBH

Irama napas : DBH

Manajemen elektrolit

Definisi : kemajuan keseimbangan elektrolit dan

pencegahan dan komplikasi yang dihasilkan dan

ketidaknormalan atau kadar elektrolit serum yang

tidak diinginkan

Aktivitas :

Page 47: Bab Iiseminar

Azotemia

Perubahan tekanan

darah

Perubahan kesadaran

Perubahan pola napas

Penurunan Hematokrit

Penurunan Hb

Dispnea

Edema

Peningkatan tekanan

vena sentral

Intake melebihi output

Distensi vena jugularis

Oliguri

Ortopnea

Efusi pleura

Sodium serum

Pottasium serum

Klorida serum

Kalsium serum

Magnesium serum

pH serum : DBN*

Albumin serum : DBN

Kreatinin serum : DBN

Bikarbonat serum :DBN

BUN* : DBN

pH Urine DBN

Kekuatan otot

Keseimbangan Cairan

Tekanan darah : DBH

Tekanan erteri rata-rata : DBN

Tekanan vena sentral : DBH

Tekanan hambatan pulmonal : DBH

Palpasi nadi perifer

Hipotensi Ortostatik (-)

Kesimbangan intake & output

Perubahan suara napas (-)

Monitor ketidakabnormalan elektrolit

serum, yang terpakai

Monitor manifestasi dan dan

ketidakseimbangan elektrolit

Pertahankan akses IV secara paten

Berikan cairan secara tepat

Pertahankan catatan intake dan output yang

akurat

Pertahankan jalan keluar intravena yang

berisi elektrolit dalam aliran rata yang

konstan, secana tepat

Berikan tambahan elekirolit (seperti oral,

nasogastric, dan IV) sesuai ketentuan

(resep), sesuai kebutuhan

dengan dokter dalam pemberian pengobatan

hemat elektrolit (misal Spiranolactone),

secana tepat

Berikan elektrolit yang berikatan atau

excreting resins (misal Kayekxalate) sesuai

resep, sesuai kebutuhan

Dapatkan order specimen untuk analisa

laboratorium dan kadar elektrolit (misal

Page 48: Bab Iiseminar

Kestabilan berat badan

Asites (-)

Elektrolit serum : DBN

Hematokrit : DBN

ABG, urine, dan serum levels),sesuai

kebutuhan

Monitor kehilangan elektrolit yang kaya

cairan (misal penghisapan nasogastric,

drainase ileostomi, diane, drainase luka, dan

diaforesis)

Adakan pengukuran untuk mengontrol

untuk control kehilangan elektrolit

benlebihan (misal :istirahatkanilcosongkan

saluran pencernaan, ubah tipe diuresis, atsu

berikan antipiretik), sesuai kebutuhan

Minimalkan jumlah kepingan es atau

konsumsi intake oral oleh pasien dengan

gastric tubes dihubungkan dengan suction

Sediakan diet tepat untuk

ketidakseimbangan elektrolit pasien (misal :

kaya mineral/K, rendah natnium, dan

makanan rendah karbohidrat)

Ajarkan pasien dan atau keluarga modifikasi

diet yang spesifik, sesuai kebutuhan

Manajemen cairan/ elektrolit

Page 49: Bab Iiseminar

Definisi: Regulasi dan mencegah komplikasi akibat

kekurangan cairan/ elektrolit

Aktivitas:

Monitor keabnormalan level untuk serum

Dapatkan specimen lab untuk memonitor

level cairan elektrolit ( seperti Ht,

BUN,sodiurn, protein, potassium)

Timbang berat badan tiap hari

Beri cairan

Promosikan intake oral

Beri terapi nasogastrik untuk menggantikan

output

Beri serat pada selang makan pasien untuk

mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit

selama diare

Kurangi konsumsi es/ jurmlah intake oral

pasien yang terpasang NG

Irigasi selang NGT dengan normal salin

Pasang infuse IV

Monitor hasil lab yang relevan dengan

Page 50: Bab Iiseminar

retensi cairan

Monitoring status hemodinamik, termasuk

MAP, PAP,PCWP

Pertahankan keakuratan catatan intake dan

output

Monitor tanda dan gejala retensi cairan

Monitor tanda- tanda vital

Pertahankan cairan IV yang mengandung

elekirolit pada frekuensi tetes yang konstan

Monitor respon pasien untuk memberikan

terpi elektrolit

Monitor manifestasi dan kekurangan

keseimbangan elektrolit

Beri diet yang dianjurkan untuk

ketidakseimbangan cairan atau elektrolit

yang spesifik ( seperti sodium menurun)

Monitor efek samping suplemen elektrolit

( seperti iritasi gastrointestinal)

Kaji selera,kulit untuk mencari indikasi

kekurangan keseimbangan cairan dan

elektrolit

Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan

Page 51: Bab Iiseminar

gejala kekurangan keseimbangan cairan dan

elektrolit makin parah

Beri suplemen elektrolit

Promosikan tentang citra tubuh dan harga

diri

Monitor kehilangan cairan ( seperti;

pendarahan, muntah, takipneu)

Lakukan perkontrolan kehilangan cairan

Beri tindakan untuk mengurangi BAB

Lakukan manajemen hipoglikemia

3. Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh 

KarakteristikKram bagian PerutNyeri bagian perutKuran nafsu makanBerat badan 20% atau lebih kurang dari idealKerapuhan pembuluh rambutDiareKerontokan rambut

Status Nutrisi: Intake Makanan dan Cairan

Intake makanan di mulut Intake di saluran makanan Intake cairan di mulut Intake cairan

Status Nutrisi Intake nutrisi Intake makanan dan cairan Energi Massa tubuh Berat tubuh Ukuran biokimia Hal terkait lainnya

Mengontrol Ketidakteraturan Makan

Defenisi: Pencegahan dan pengobatan pembatasan diet yang mengganggu dan latihan yang berlebihan atau makan terlalu banyak dan menyingkirkan makanan dan cairanAktivitas:

Kolaborasi dengan anggota tim pelayanan kesehatah lainnya untuk mengembangkan rencan pengobatan: meliputi pasien dan /atau orang yang terkait, jika diperlukanBerunding dengan tim atay pasien untuk membuat sebuah target berat, jiak pasien tidak sampai pada batas berat yang dianjurkan sesuai umur dan postur tubuhMembuat sejumlah catatan mengenai

Page 52: Bab Iiseminar

Kekurangan makananKekurangan informasiKekurangan komponen dalam makananKehilangan berat badan dengan intake makana yang cukupKesalahpahamanKesalahan informasiPucatnya membrane mukosaMengamati ketidakmampuan menyerap makananLemahnya kesehatan ototMencatat perubahan sensasi rasaMencatat intake makanan kurang dari RDA (izin uji makanan sehari-hari)Merasakan kenyang dengan segera setelah menyerap makan

penambahan berat badan sehari-hari yang diinginkanBerunding dengan ahli makanan untuk menentukan keperluan intake kalori sehari-hari untuk mencapai dan /atau mempertahankan target berat badanMengajarkan dan memperkuat konsep nutrisi yang b agus dengan pasien (dan orang terkait, jika diperlukan)Anjurkan pasien untuk mendiskusikan makanan pilihan dengan ahli makananMengembangkan hubungan persahabatan yang mendukung dengan pasienMemantau parameter fisiologi (tanda-tanda vital dan jumlah elektrolit), jika diperlukanMenimbang berat badan menjadi sebuah rutinitas (e.g. pada waktu yang sama setiap hari dan setelah buang air)Memantau intake dan output cairan, jika diperlukanMemantau intake kalori makanan sehari-hariAnjurkan pasien memantau sendiiri intake makanan sehari-hari dan menambah/ mempertahankan berat badan, jika diperlukanMembuat harapan perilaku makan yang tepat, intake makanan/cairan, dan jumlan aktivitas fisik

Page 53: Bab Iiseminar

Menggunakan kontrak perilaku dengan pasien untuk mendapatkan penambahan berat badan yang diinginkan atau mempertahankan perilakuMembatasi ketersediaan makanan dalam daftar, menjaga keawetan makanan dan snackAmati pasien selama dan setelah makan untuk memastikan bahwa kecukupan intake dapat dicapai dan dipertahankan Antarkan pasien ke kamar mandi selama observasi berlangsung setelah makanBatasi waktu di kamar mandi ketika tidak melakukan observasiMemantau perilaku pasien yang berhubungan dengan makanan penuruna berta badan, dan penambahan berat badanMenggunakan teknik perubahan perilaku untuk mengetahui perilaku yang berhubungan dengan penambahan berat badan dan untuk membatasi perilaku yang dapat menurunkan berat badanMemberikan bantuan untuk menambah berat badan dan perilaku yang berhubungan dengan penambahan berat badanMemberikan pemahaman tentang konsekuensi akibat penurunan berat badan, perilaku penurunan berat badan, atau

Page 54: Bab Iiseminar

kekurangan penambahan berat badanMemberi bantuan (e.g. terapiu relaksasi, latihan kesabaran, dan kesempatan untuk membicarakan tentang perasaan) kepada pasien untuk membentuk perilaku makan yang baru, Merubah citra tubuh, dan merubah gaya hidupAnjurkan pasien untuk menggunakan bahasa sehari-hari untuk menyatakan perasaanBatasi aktivitas fisik untuk meningkatkan penambahan berat badan, jika diperlukanMemberikan pengawasan terhadap program latihan, ketika diperlukanMemberi kesempatan untuk membuat pilihan yang terbatas terhadap makan dan latihan, seperti penambahan berat badan sesuai cara yang diinginkanBantu pasien (dan orang terkait, jika perlu) untuk memeriksa dan memastikan masalah pribadi yang mungkin berhubungan dengan ketidakteraturan makan

Pengontrolan Nutrisi

Defenisi: Membantu dan mengatur keseimbangan intake makanan dan cairanAktivitas:

Menanyakan apakah pasien mempunyai

Page 55: Bab Iiseminar

alergi terhadap makananMenetukan makanan pilihan pasienMenentukan jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan untuk memenuhi nutrisi, ketika berkolaborasi dengan ahli makanan, jika diperlukanTunjukkan intake kalori yang tepat sesuai tipe tubuh dan gaya hidupAnjurkan menambah intake zat besi makanan, jika diperlukanMenawarkan snack, (e.g. banyak minum dan buah segar/jus buah), jika diperlukanMemberi makanan yang sehat, bersih, dan lunak, jika diperlukanMemberi pengganti gula, jika diperlukanMemastikan bahwa makanan meliputi makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasiMemberikan tanaman obat dan rempah-rempah sebagai alternative pengganti garamMemberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi kalori, dan bernutrisi yang siap dikonsumsi, jika diperlukanMemberi pilihan makananMembenarkan makanan dalam gaya hidup pasien, jika diperlukanMengajarkan pasien bagaimana membuat buku harian tentang makanan, jika

Page 56: Bab Iiseminar

diperlukanMembuat catatan yang berisi intake nutrisi dan kaloriMenimbang berat badan pasien pad jarak waktu yang tepatAnjurkan pasien memasang gigi palsu dengan tepat dan memperoleh perwatan gigiMemberi informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinyaAjarkan teknik pengolahan dan pemeliharaan makanan yang amanMemantau kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisiMengajarkan dan merencanakan makan, jika diperlukanMembantu pasien menerima pertolongan dari komunitas program nutrisi dengan tepat, jika diperlukan

4. Pola Nafas tidak efektif

Batasan Karakteristik :

Napas dalam

Perubahan gerakan

dada

Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas

Demam tidak ada Ansietas tidak ada Sesak tidak ada Frekuensi napas IER* Irama napas IER

Manajemen Jalan Napas

Definisi : fasilitasi kepatenan penerimaan udara

Aktivitas :

Buka jalan nafas, dengan teknik mengangkat

Page 57: Bab Iiseminar

Mengambil posisi tiga

titik

Bradipneu

Penurunan tekanan

ekspirasi

Penurunan tekanan

inspirasi

Penurunan ventilasi

semenit

Penurunan kapasitas

vital

Dispneu

Peningkatan diameter

anterior-posterior

Napas cuping hidung

Ortopneu

Fase ekspirasi yang

lama

Pernapasan pursed-lip

Takipneu

Penggunaan otot-otot

bantu untuk bernapas

Keluaran sputum dari jalan napas Tidak ada suara napas tambahan

Status Pernapasan: Ventilasi Frekuensi napas IER* Irama napas IER Kedalaman inspirasi Pengembangan dada simetris Kenyamanan bernapas Keluaran sputum dari jalan napas Napas pendek tidak ada/hilang Fremitus tidak ada/hilang Suara perkusi tidak ada/hilang Auskultasi suara napas, IER

dagu dan mendorong rahang, jika diperlukan

Posisikan pasien untuk memaksimalkan

potensi ventilasi

Identifikasi pasien yang membutuhkan

masukan jalan nafas aktual/potensial

Masukan jalan nafas oral atao nasofaring,

jika diperlukan

Lakukan terapi fisik dada, jika diperlukan

Hilangkan sekresi dengan mendorong batuk

atau pengisapan

Dorong lambat, memutar nafas dalam dan

batuk

Instruksikan bagaimana batuk efektif

Bantu dengan spirometer insentif, jika

diperlukan

Auskultasi bunyi nafas,

mencatat area ventilasi menurun atau tidak

ada dan  adanya  suara  adventif .

Lakukan pengisapan endotrakeal atau

nasotrakeal, jika diperlukan

Kelola bronkodilator, jika diperlukan

Ajarkan pasien bagaimana menggunakan

Page 58: Bab Iiseminar

inhaler, jika diperlukan

Kelola perawatan aerosol, jika diperlukan

Kelola perawatan ultrasonik nebulizer, jika

diperlukan

Kelola kelembaban udara atau oksigen, jika

diperlukan

Atur asupan cairan untuk

mengoptimalkan keseimbangan cairan

Posisikan untuk mengurangi dispnea

Monitor status pernafasan dan oksigenasi,

jika diperlukan

5. Resiko Infeksi

Faktor Resiko Penyakit kronik Mendapatkan

kekebalan yang tidak adekuat

Pertahanan utama yang tidak adekuat (e.g., kerusakan kulit, jaringan yang luka, pengurangan dalam

Status Nutrisi Pemasukan nutrisi Pemasukan makanan dan cairan Energi Massa tubuh Berat Ukuran-ukuran biokimia

Kontrol Resiko Mengetahui resiko Memperhatikan factor resiko

lingkungan Perhatikan factor resiko perilaku

Kontrol Infeksi

Definisi : Meminimalkan pendapatan dan transmisi dari infeksi.Aktivitas:

Alokasikan dengan tepat kekakuan pasien dengan indikasi pedoman CDC.

Bersihkan lingkungan sekitar setelah digunakan pasien.

Ganti peralatan pengobatan pasien setiap protocol/pemeriksaan.

Isolasi orang yang mempunyai penyakit

Page 59: Bab Iiseminar

tindakan, perubahan pada sekresi PH, mengubah gerak peristaltic)

Pertahanan kedua yang tidak adekuat (pengurangan hemoglobin, leucopenia, respon yang menekan sesuatu yang menyebabkan radang)

Pertambahan pembukaan lingkungan pada pathogen

Penekanan imun Prosedur yang bersifat

menyerang Tidak cukupnya

pengetahuan untuk menghindari pembukaan pada pathogen

Malnutrisi Agen farmasi (ex: zat

yang menghambat reaksi imun)

Membran amniotic

individu Kembangkan strategi pengawasan

factor resiko yang efektif Tentukan strategi kontrol resiko yang

dibutuhkan Menjalankan strategi Mengikuti strategi yang dipilih Mengubah gaya hidup untuk

mengurangi resiko Hindari masalah kesehatan Kenali perubahan status kesehatan Perhatikan perubahan status

kesehatan

menular. Letakkan di tempat isolasi yang sudah

dirancang sesuai aturan dengan benar. Atur teknik isolasi dengan tepat. Batasi jumlah pengunjung/pembezuk. Ajarkan mencuci tangan untuk memperbaiki

kesehatan pribadi. Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar. Ajarkan pengunjung untuk mencuci tangan

saat masuk dan meninggalkan kamar pasien. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci

tangan dengan benar. Cuci tangan sebelum dan sesudah

melakukan perawatan pada pasien. Gunakan aturan umum. Gunakan sarung tangan sebagai pengaman

yang umum. Gunakan sarung tangan yang bersih. Gosok kulit pasien dengan alat anti bakteri

dengan tepat. Bersihkan dan siapkan tempat sebagai

persiapan untuk prosedur infasi/pembedahan.

Jaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di tempat tidur.

Jaga lingkungan agar tetap steril ketika mengganti saluran dan botol TPN.

Tutup/jaga kerahasiaan system ketika

Page 60: Bab Iiseminar

pecah sebelum waktunya

Memperpanjang perpecahan pada membrane amniotic

Trauma/luka berat Destruksi jaringan

melakukan pemeriksaan invasive hemodynamic.

Ganti peripheral IV dan balutan berdasarkan petunju CDC.

Pastikan keadaan steril saat menangani IV. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat. Gunakan kateter untuk mengurangi kejadian

infeksi kandung kemih. Dorong/ajarkan cara nafas dalam dan batuk

yang benar. Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat. Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat. Banyak istirahat. Lakukan terapi antibiotic yang tepat. Ajarkan pasien untuk memakan antibiotic

sesuai resep. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-

tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada tim kesehatan.

Intoleransi Aktivitas

Batasan karakteristik:

Tekanan darah menjadi

abnormal setelah

aktivitas

PERAWATAN DIRI

Keseimbangan istirahat & tidur dengan aktifitas

Asupan makanan untuk mengurangi penyakit

Penyediaan makanan untuk mengurangi penyakit

Gunakan pembantu/keluarga bila

TERAPI AKTIVITAS

Defenisi: Pengaturan kegiatan fisik, kognitif, sosial

dan spiritual untuk meningkatkan

frekuensi durasi aktivitas

seseorang/kelompok

Page 61: Bab Iiseminar

Denyut jantun menjadi

abnormal setelah

aktivitas

Perubahan EKG

(aritmia)

Perubahan EKG

menggambarkan

iskemia

Dispnea

Fatigue

Ketidaknyamanan

Kelemahan

dibutuhkan Koreksi penggunaan alat-alat Koreksi penggunaan alat Koreksi penggunaan mesin Koreksi penggunaan perlindungan

terencana

Aktivitas:

Kolaborasi dengan terapis dalam

merncanakan dan memonitor program

aktivitas

Meningkatkan komitmen pasien dalam

beraktivitas

Membantu mengekplorasi aktivitas yang

bemanfaat bagi pasien

Membantu mengidentifikasi sumberdaya

yang dimiliki dalam beraktivitas

Membantu mengidentifikasi aktivitas yang

disukai

Membantu pasien/keluarga dalam

beradaptasi dengan lingkungan

Membantu menyusun aktivitas fisik

Pastikan lingkungan aman untuk pergerakan

otot

Jelaskan aktivitas motorik untuk

meningkatkan tonus otot

Berikan reinforcemen positif selama

Page 62: Bab Iiseminar

beraktivitas

Monitor respon emosional, fisik, sosial dan

spiritual

MANAJEMEN ENERGI

Defenisi: mengatur penggunaan energi untuk

mencegah kelemahan dan

mengoptimalkan fungsi.

Aktivitas:

Tentukan pembatasan aktivitas fisik pasien

Jelaskan tanda yang menyebabkan

kelemahan

Jelaskan penyebab kelemahan

Jelaskan apa dan bagaimana aktivitas yang

dibutuhkan untuk membangun energi

Monitor intake nutrisi yang adekuat

Monitor respon kardiorespirasi selama

aktivitas

Monitor pola tidur

Monitor lokasi ketidaknyamanan/nyeri

Batasi stimulus lingkungan

Page 63: Bab Iiseminar

Anjurkan bedrest

Lakukan ROM aktif/pasif

Bantu pasien membuat jdwal istirahat

Monitor efek obat stimulan dan depresan

Monitor respon oksigenasi pasien

Page 64: Bab Iiseminar

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit

RGC, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid

3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses

Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,  Penerbit Gaya Baru, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai

Penerbit FKUI