BAB III-V

download BAB  III-V

of 13

description

bab

Transcript of BAB III-V

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PENDERITA

No. Register: 763029 Nama

: Ny. Mutiah Umur

: 33 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Alamat

: Kejajar Diagnosis

: G3P2A0, UK 36 Minggu, JTHIU, preskep, puka dng PEB Pro

: SC Cito dan MOW

Macam Anestesi: Regional Anestesi Tanggal masuk: 4 Juli 2012

Tanggal Operasi: 4 Juli 20123.2. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Kenceng - kenceng

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Tanggal 4 Juli 2012 pasien datang ke RSUD Margono Soekarjo rujukan dari RS Wonosobo dengan keluhan kenceng - kenceng sejak pukul 02.00 WIB.3. Riwayat Penyakit Dahulu: 1) Riwayat asma disangkal2) Riwayat alergi disangkal

3) Riwayat hipertensi disangkal

4) Riwayat penyakit jantung disangkal

5) Riwayat diabetes mellitus disangkal

6) Riwayat operasi sebelumnya disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit asma, hipertensi, jantung, DM, alergi dalam keluarga disangkal.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang, kesadaran composmentisA

: Clear, Gipong (-), Gisu (-), MP (2)B

: Spontan, RR 28x/Menit, SD Vesikuler, Rh (-), Wh (-)C

: TD (150/110 mmHg), N (100x/menit), S1>S2, Reguler, G (-),

M(-)D

: GCS (15), BB (63 kg), S (37.2OC)Kepala : NormalKulit

: Sianosis (-) Mata

: Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)

Telinga : Discharge (-)

Hidung : Discharge (-), nafas cuping (-)

Mulut

: Gigi goyang (-), gigi palsu (-), sianosis (-)Leher

: Pembesaran (-), deviasi trakea (-)Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)

Dada

Paru

: Inspeksi: Simetris

Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi: Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi: Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)Jantung: Inspeksi: IC tidak tampak Palpasi: IC teraba di ICS V

Perkusi: Konfigurasi jantung dbn

Auskultasi: BJ I-II murni, bising (-), gallop (-)

Abdomen: Inspeksi : Membuncit hamil

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Perkusi: Pekak sisi (+), pekak alih (-)

Palpasi: hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas:

Superior Inferior

Akral dingin -/-

-/-

Oedema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal : 4 Juli 2012 pukul 06:18 WIBDarahElektrolitUrin Lengkap

Hb= 15.6 gr %

Ht= 46 %

Leu= 15.510/LErit= 5.7 jutaTr= 470.000/L

PT= 11.9

APTT= 26.4Na= 136

K= 4.3

Cl= 110

Ca= 7.8

Protein = 100

3.5. DIAGNOSIS

1. Diagnosis umum : G3P2A0, UK 36 minggu, Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala, puka dengan PEB

2. Diagnosis berkaitan dengan anestesi : Tidak ada kelainan

3. Tindakan operasi : SCTP cito + MOW3.6. KESIMPULAN

ACC ASA II E Rencana Regional Anestesi

3.7. TINDAKAN ANESTESI

1. Premedikasi

Ondansentron 4 mg 2. Anestesi

Dilakukan secara: Spinal anestesia

Anestesi dengan: Buvanest spinal 15 mgObat - obat yang diberikan : Oxitocyn 40 IU, Methergin 0,2 mg, Ketorolac 30 mg.

Maintenance: O2 2L/menit

Mulai anestesi: 07.00 WIB

Selesai anestesi: 07.55 WIB

Lama anestesi: 55 menit

Catatan

: bayi lahir pukul 07.20 WIB, laki-laki, BB (1650 gr), PB (42 cm), AS (8-9-10), LK (31 cm), LD (25 cm).

3. Tata laksana anestesi

a. Di ruang persiapan

Periksa persetujuan operasi dan identitas penderita.

Pemeriksaan tanda-tanda vital :

T : 150/110 mmHg

N : 100 x/menit

R : 28 x/menit

T : 37,2(C

Cek obat dan alat anestesi. Infus RL 20 tts/menit.

b. Di ruang operasi

Jam 06.50 pasien masuk kamar operasi, monitor, manset dan saturasi dipasang. Jam 07.00 mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut:

a) Pasien diminta duduk dengan punggung fleksi maksimal.b) Dilakukan tindakan antiseptik pada daerah kulit punggung bawah pasien dengan menggunakan larutan Iodin 1%.

c) Menggunakan sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikkan jarum spinal no. 27 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horizontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbal 3-4.

d) Setelah jarum sampai di ruang subarachnoid yang ditandai dengan keluarnya cairan LCS, stilet dicabut dan disuntikkan buvanest 15 mg.

e) Pasien dikembalikan pada posisi telentang dan dipasang kanul oksigen 2 liter/menit.

Jam 07.10 operasi dimulai, tanda vital dimonitor.

Jam 07.10 infus RL diganti infus HAES 500 mL.

Jam 07.20 bayi lahir, infus HAES diganti RL, pemberian oxitocyn 2 cc drip. Jam 07.25 pemberian Methylergometrine Maleat 0.2 mg bolus. Operasi selesai 07.45, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.JamTensiNadiSpO2Keterangan

06.50153/96104100%Premedikasi Ondansentron 4 mg.

07.00121/5696100%Anestesi dengan buvanest 15 mg, Oksigen 2 L/menit, terpasang infus RL di lengan kiri

07.1094/5282100%Operasi dimulai, tanda vital dimonitor tiap 15 menit, RL diganti HAES 500 mL

07.2096/6085100%Bayi lahir, HAES 500 ml diganti RL 500 mL, masuk induksin 2 cc drip.

07.2589/45121100%Masuk Methylergometrine Maleat 0.2 mg bolus.

07.4095/50123100%Masuk ketorolac 30 mg bolus

07.45100/60123100%Operasi selesai

c. Monitoring selama anestesid. Monitoring pasca anestesiJamTensiNadiRRKeterangan

18.20121/848019Pasien dapat menggerakkan kaki

18.30122/728319Pasien dapat mengangkat kaki

19.30120/757820Pasien pindah bangsal

e. Instruksi pasca anestesi Rawat pasien posisi head up, kontrol vital sign, oksigen 3 L/menit. Bila tensi turun di bawah 90/60 mmHg, infus dipercepat, berikan efedrin 10 mg. Bila muntah, berikan Ondansentron 4 mg/8 jam. Bila kesakitan, berikan Ketorolac 30 mg/8 jam.

Lain-lain

a) Antibiotik sesuai teman sejawat operator (Obsgyn).

b) Monitor vital sign dan tanda perdarahan.f. Pemantauan di Recovery Room :

1. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.

2. Beri O2 3L/menit nasal canul atau 6L/menit sungkup.

3. Bila Bromage Score 2 boleh pindah ruangan.

4. Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), boleh makan dan minum sedikit - sedikit.

Perintah di ruangan :

1. Awasi tanda vital (tensi, nadi, pernapasan tiap jam)

2. Bila kesakitan beri analgetik.

3. Bila mual atau muntah, beri injeksi Ondansetron 4 mg iv.4. Program cairan : infus RL 20 tetes/menit

5. Program analgetik : injeksi Ketorolac 30 mg iv tiap 8 jam, mulai pukul 24.00 WIB

6. Selama 24 jam post operasi, pasien tidur dengan bantal tinggi (30o), tidak boleh berdiri atau berjalan.

7. Bila tekanan darah sistole < 90 mmHg, beri injeksi ephedrin 10 mg iv diencerkan.

8. Bila HR < 60x/menit, beri SA 0,5 mg dan konsul anestesi.

9. Bila sakit kepala hebat berkepanjangan, konsul anestesi.BAB IV

PEMBAHASAN4.1. Pre Operatif

Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus ini adalah ASA II E, pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain dan bersifat darurat (emergency). Lalu ditentukan rencana jenis anestesi yang akan digunakan yaitu regional anestesi.

Persiapan yang dilakukan pada pasien ini sebelum operasi :

a. Informed consent

Tujuannya untuk mendapatkan persetujuan dan ijin dari pasien atau keluarga pasien dalam melakukan tindakan anestesi dan operasi sehingga resiko - resiko yang mungkin akan terjadi pada saat operasi dapat dipertimbangkan dengan baik. Informed consent ini meliputi penyakit yang diderita pasien, tindakan - tindakan yang akan dilakukan, alasan dilakukannya tindakan tersebut, resiko dilakukannya tindakan, komplikasi, prognosis, biaya dan hal - hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi pasien maupun tindakan yang dilakukan.

b. Puasa

Tujuannya untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi.

c. Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini terjadi peningkatan pada pemeriksaan darah lengkap, yaitu peningkatan kadar leukosit, eritrosit dan trombosit. Pada pemeriksaan elektrolit diperoleh kadar klorida meningkat dan kadar kalsium menurun. Pada pemeriksaan kimia urin terdapat peningkatan pada kadar protein. Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini meliputi : pemeriksaan darah lengkap, waktu perdarahan, waktu pembekuan, elektrolit, kimia klinik dan urin lengkap. Data tersebut mutlak diperiksa sebelum pasien dilakukan operasi. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai ada tidaknya gangguan dari tindakan yang akan dilakukan jika terdapat gangguan. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan diharapkan normal. Hal ini penting karena jika terjadi gangguan pada proses perdarahan dan pembekuan, dapat menimbulkan akibat yang fatal. Elektrolit penting juga untuk diperiksa untuk menghitung kondisi cairan dalam tubuh pasien, baik kekurangan ataupun kelebihan sehingga pasien dapat dikelola secara tepat dan akurat.

4.2.Durante Operatif

Pada pasien ini dilakukan teknik Regional Anestesi (RA) dengan spinal anestesi. Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan yaitu :

1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar.

2. Relaksasi otot yang lebih baik.

3. Analgesi yang cukup kuat.

4. Tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa pasien.5. Tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan janin.

Pada pasien ini dilakukan teknik regional anastesi dengan tahapan anestesi, maintenance dan reaminasi. Anestesi regional dilakukan dengan cara spinal anestesi menggunakan buvanest dengan dosis 15 mg dan jarum spinal no.27. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal biasanya sering terjadi. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala - gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari timbulnya syok yang menyebabkan gangguan perfusi transplasental, cedera ginjal, jantung dan otak. Cara yang digunakan untuk mengatasi keadaan ini di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus.

Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi

spinal. Hipotensi terjadi karena :

1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.

Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi bradikardi yang terjadi diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.

2. Penurunan resistensi perifer.

Empat alternatif cara pencegahan hipotensi pada anestesia spinal adalah pemberian vasopresor, modifikasi teknik regional anestesia, modifikasi posisi dan kompresi tungkai pasien, serta pemberian cairan intravena. Usaha meningkatkan volume cairan sentral dengan pemberian cairan intravena merupakan cara yang mudah dilakukan untuk mencegah hipotensi pada anestesia spinal. Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid atau koloid. Teknik pemberian cairan dapat dilakukan dengan preloading atau coloading. Preloading adalah pemberian cairan 20 menit sebelum dilakukan anestesi spinal, sedangkan coloading adalah pemberian cairan selama 10 menit saat dilakukan anestesia spinal. Pemberian cairan kristaloid sebagai preloading tidak memperlihatkan manfaat untuk mencegah hipotensi.

Coloading kristaloid dapat menjadi pilihan untuk mencegah efek samping hipotensi pada anestesia spinal namun tidak menurunkan angka kejadian hipotensi. Hal ini ditunjukkan pada penelitian Mojika dkk. yang membandingkan pemberian RL sebagai preloading dan coloading pada operasi non-obstetrik. Koloid memiliki keunggulan dibanding kristaloid karena bertahan lebih lama intravaskular. Keuntungan lain adalah jumlah volume koloid yang diperlukan untuk mencegah hipotensi lebih sedikit dibanding kristaloid.

Sebelum dilakukan spinal anestesi, pasien diberikan ondansentron sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah yang disebabkan komplikasi dari obat anestesi. Ondasteron termasuk obat antagonis serotonin-5-hydroxytriptamine (5HT3), yang bekerja dengan menghambat secara selektif serotonin 5-HT3 berikatan dengan reseptornya yang ada di chemoreseptor trigger zone (CTZ) dan di saluran cerna. 5-HT3 merupakan zat yang akan dilepaskan jika terdapat toksin dalam saluran cerna, berikatan dengan reseptornya dan akan merangsang saraf vagus menyampaikan rangsangan CTZ dan pusat muntah, kemudian terjadi mual dan muntah.

Ketorolac 30 mg diindikasikan untuk penatalsanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur pembedahan. Ketorolac merupakan analgesic non narkotik yang mempunyai masa kerja yang panjang. Obat ini merupakan anti inflamasi non steroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah.

Pada pasien ini digunakan cairan infus Ringer Laktat (RL) untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang selama durante operatif. HES juga diberikan untuk mempertahankan circulating blood volume.

Terapi cairan operatif :

Usia

: 33 tahun

Berat badan

: 63 kg

Pasien puasa

: 6 jam

Maintenance(M)

= 2cc x BB

= 2 x 63= 126 cc

Pengganti Puasa (PP)= 6 x M

= 6 x 126= 756 cc

Stress Operasi (SO)

= 6 (sedang) x BB

= 6 x 63= 378 ccTerapi cairan :

1 Jam I

= PP + M + SO

= 378 + 126 + 378

= 882 ccEstimated Blood Volume= 65 x BB

= 65 x 63= 4095 ccAllowed Blood Loss

= 20% x EBV

= 20% x 4095= 819 ccPerdarahan

= 300 cc

% perdarahan

= 300/4095 x 100% = 7,32 %

Urin

= 100 cc

Blood loss durante operatif = 300 cc (