BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN … Volkanik, Satuan . Batupasir, dan Satuan Aluvial...
Transcript of BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN … Volkanik, Satuan . Batupasir, dan Satuan Aluvial...
20
BAB III
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 Geomorfologi
Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses
eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan
proses yang terjadi di permukaan bumi dan umumnya bersifat merusak seperti
erosi, pelapukan, glasiasi, pengendapan, dan sebagainya. Sedangkan proses
endogen merupakan proses yang terjadi di bawah permukaan bumi dan umumnya
bersifat membangun. Seperti aktifitas vulkanisme, pengangkatan, perlipatan, dan
sebagainya.
Proses-proses geologi yang terjadi di alam dicerminkan oleh bentuk
bentang alam yang terlihat di permukaan sehingga melalui analisis geomorfologi
kita dapat mengetahui proses-proses geologi yang telah terjadi.
Sedangkan menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi
bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan
informasi mengenai geologi bentang alam tersebut. Proses merupakan yang
sedang terjadi pada bentang alam dan memodifikasi kondisi aslinya, dan tahapan
menjelaskan seberapa jauh proses tersebut telah berlangsung dalam memodifikasi
kondisi awal dari bentang alam.
Metode yang digunakan dalam melakukan analisa ini adalah dengan
analisa Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dan analisa peta topografi,
sehingga diperoleh data kelurusan, pola kontur topografi, pola sungai, sudut
lereng, kemiringan lapisan (dipslope), bentukan lembah sungai dan tingkat erosi
yang terjadi. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk menentukan satuan
geomorfologinya berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939) serta untuk
memperkirakan proses geologi yang mempengaruhi pembentukannya. Jadi,
analisis geomorfologi perlu dilakukan dalam sebuah pemetaan geologi, karena
dari analisis geomorfologi dapat dibuat hipotesa awal bagaimana proses geologi
bekerja dan membentuk bentang alam yang ada pada saat ini.
21
3.1.1 Geomorfologi Umum Daerah Penelitian
Daerah penelitian tersusun atas morfologi yang relatif kompleks berupa
perbukitan dan lembah dan berada pada interval 27-671 meter di atas permukaan
laut. Titik terendah berada pada Sungai Cilempuyang yang terletak di baratdaya
daerah penelitian sedangkan titik tertinggi berada di Gunung Meruyung di
timurlaut daerah penelitian.
Bentang alam daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah-lembah
dengan perbedaan relief yang relatif tajam. Keberadaan punggungan dan lembah
menunjukkan perbedaan tingkat resistensi dari batuan yang ada terhadap proses
erosi.
Punggungan dan perbukitan dibentuk oleh perselingan batugamping
kalkarenit-batulempung, perselingan batupasir-batulempung dengan ukuran butir
pasir kasar-sangat kasar dan breksi vulkanik yang lebih resisten terhadap proses
erosi. Analisa kelurusan (lineament) punggungan yang diinterpretasi sebagai arah
jurus (strike) dari litologi dan arah dari struktur lipatan yang berada pada daerah
penelitian .
Dataran dan lembah yang ada dibentuk oleh perselingan batupasir-
batulempung dengan ukuran butir pasir halus-sedang dan batulempung yang
cukup tebal dan dominan serta endapan aluvium. Litologi ini kurang resisten
terhadap pelapukan dan erosi. Berdasarkan hasil analisa kelurusan (lineament)
lembah-sungai diinterpretasi sebagai manifestasi kekar-kekar dan bidang
diskontinuitas pada daerah penelitian.
Pola-pola yang dibentuk oleh punggungan dan lembah pada daerah
penelitian tidak memiliki keseragaman pola tertentu. Pada bagian utara daerah
penelitian memiliki pola punggungan yang relatif berarah barat-timur, sedangkan
bagian selatan daerah penelitian memiliki arah pola pumggungan yang relatif
utara-selatan.
22
Gambar 3.1 Pola kelurusan punggungan
Gambar 3.2 Pola kelurusan lembah – sungai
3.1.2 Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian
Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian adalah sebagai berikut:
3.1.2.1 Pola Trellis
Pola aliran trellis dapat dijumpai pada bagian utara daerah penelitian yang
meliputi Sungai Cisalak, Sungai Cibalung dan Sungai Cicapar yang mengalir
sejajar dengan jurus perlapisan. Berdasarkan Lobeck (1939), sungai dengan pola
23
aliran trellis merupakan ciri dari litologi yang telah mengalami perlipatan atau
litologi yang memiliki kemiringan yang relatif terjal dengan anak-anak sungai
yang pendek, sejajar dan bergradien tajam.
Pada daerah penelitian, pola aliran ini diinterpretasikan sebagai hasil
pembentukan dari struktur perlipatan (Gambar 3.3).
3.1.2.2 Pola Parallel
Pola aliran parallel dapat dijumpai pada bagian baratdaya daerah
penelitian yang meliputi Sungai Cilempuyang, Sungai Cilangkap, Sungai
Cikopeng, dan Sungai Cikawung. Sungai dengan pola aliran parallel pada
umumnya menunjukkan daerah yang berlereng sedang sampai agak curam dan
dapat ditemukan pula pada daerah bentuk lahan perbukitan yang memanjang.
Bentuk lahan perbukitan yang memanjang dengan pola pengaliran paralel
mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.
Pada daerah penelitian, pola aliran ini terbentuk pada daerah dengan
bentukan morfologi perbukitan yang memanjang, berlereng curam dan terbentuk
dari litologi yang keras (Gambar 3.3).
3.1.2.3 Pola Subparallel
Pola aliran subparallel dapat dijumpai pada bagian baratlaut daerah
penelitian yang meliputi Sungai Cikalong. Sungai dengan pola aliran parallel
dicirikan oleh anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada
sungai-sungai utama dengan sudut lancip. Berkembang di lereng yang terkontrol
oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi
yang pendek).
Pada daerah penelitian, pola aliran ini diinterpretasikan sebagai hasil
pembentukan sesar anjak dan perlipatan. (Gambar 3.3).
24
Gambar 3.5 Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Sungai Daerah Penelitian
Gam
bar 3
.3 P
ola
Alir
an S
unga
i dan
Tip
e G
enet
ik S
unga
i Dae
rah
Pene
litia
n
25
3.1.3 Tahap Geomorfik
Tahap pembentukan morfologi suatu daerah sangat dikontrol oleh struktur
dan litologi. Bentukan morfologi dengan lereng-lereng yang terjal dibentuk oleh
batuan yang keras sedangkan bentukan morfologi yang landai dibentuk oleh
batuan yang lunak.
Daerah penelitian banyak dikontrol oleh struktur geologi berupa kekar,
lipatan dan sesar. Berdasarkan ciri lembah yang sempit dan lereng curam, gradien
tinggi dan hadirnya jeram-jeram serta tingkat erosional yang berlangsung intensif
hingga saat ini pada daerah dengan relief kuat sehingga dapat membentuk lembah
sungai yang berbentuk V sebagai ciri bahwa daerah penelitian tergolong ke dalam
tahapan geomorfik muda (Foto 3.1).
3.1.4 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian
Daerah penelitian memiliki bentuk bentang alam yang cukup kompleks
berupa perbukitan terjal dan bergelombang yang dikontrol oleh patahan-patahan
akibat sesar geser. Adapun satuan geomorfologi daerah penelitian terbagi atas dua
satuan geomorfologi, yaitu: Satuan Perbukitan Lipatan, Satuan Dataran Aluvial.
Foto 3.1 Lembah Sungai Cilempuyang
Foto diambil di lokasi GLM 6.2, menghadap ke baratdaya
26
3.1.4.1 Satuan Perbukitan Kompeks
Satuan perbukitan kompleks meliputi 60% dari luas daerah penelitian dan
ditandai dengan warna kuning pada peta geomorfologi (lampiran D). Daerah
penelitian hampir seluruhnya dipenuhi oleh morfologi pegunungan lipatan dan
kelurusan lembah dan sungai yang diinterpresai sebagai rekahan. Satuan ini
terletak pada daerah demgam ketinggian 50-671 meter di atas permukaan laut.
Satuan perbukitan lipatan ini terdiri dari perselingan batupasir-
batulempung, (Foto 3.2). Pola kelurusan pada satuan ini tidak memiliki pola yang
menunjukkan arah yang seragam. Pada bagian utara daerah penelitian memiliki
pola kelusan punggungan relatif barat-timur, sedangkan pada bagian selatan
daerah penelitian memliki pola utara-selatan.
3.1.4.2 Punggungan Homoklin
Morfologi satuan ini menempati 10% dari daerah penelitian. Morfologi
satuan ini terletak pada bagian baratdaya daerah penelitian yang meliputi wilayah
Cilempuyang, Leber, Gunung Tiga dan Panusupan. Satuan ini bersifat rentan
terhadap erosi. Litologi penyusun dari satuan ini adalah breksi vulkanik dan
batupasir (Foto 3.3). Dari hasil analisa kelurusan punggungan didapatkan jurus
dari kedudukan lapisan batuan berarah tenggara dan kemiringan lapisannya
berarah baratdaya, dip lapisan sebesar 40°.
Foto 3.2 Satuan Perbukitan Lipatan
Foto diambil dari Gunung Tiga menghadap ke arah timurlaut.
27
3.1.4.3 Punggungan Hogback A
Morfologi satuan ini menempati 5% daerah penelitian. Morfologi satuan
ini terletak pada bagian selatan daerah penelitian yang meliputi wilayah Desa
Mandala dan Bantarmangu. Satuan ini bersifat rentan terhadap erosi. Litologi
penyusun dari satuan ini adalah perselingan batupasir-batulempung (Foto 3.4).
Dari hasil analisa kelurusan punggungan didapatkan jurus dari kedudukan lapisan
batuan berarah utara-selatan dan kemiringan lapisannya berarah barat. Besar
kemiringan lapisan berkisar antara 45°-66°.
Foto 3.3 Punggungan Homoklin A
Foto diambil dari Desa Cisalak menghadap ke arah baratdaya.
Foto 3.4 Punggungan Hogback A
Foto diambil dari Desa Cibalung menghadap ke arah selatan.
28
3.1.4.4 Punggungan Hogback B
Morfologi satuan ini menempati 5% daerah penelitian. Morfologi satuan
ini terletak pada bagian tenggara daerah penelitian yang meliputi wilayah
Cadasmalang dan Desa Babakan. Litologi penyusun dari satuan morfologi ini
adalah perselingan kalkarenit-batulempung (Foto 3.5). Dari hasil analisa
kelurusan punggungan didapatkan jurus dari kedudukan lapisan batuan berarah
barat daya dan kemiringan lapisannya berarah timurlaut. Besar kemiringan lapisan
berkisar antara 60°-80°.
3.1.4.2 Satuan Dataran Aluvial
Satuan ini mencakup 20% daerah penelitian dan pada peta geomorfologi
ditandai dengan warna abu-abu tua.Satuan ini menempati bagian baratdaya daerah
penelitian. Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 0 – 35 m di atas permukaan laut
dan ditandai dengan bentukan dataran landai yang pada peta topografi memiliki
pola kontur sangat renggang (Foto 3.6).
Litologi penyusun satuan ini adalah endapan sungai yang belum
terkonsolidasi yang terdiri dari material-material lepas berukuran kerikil sampai
bongkah berupa batuan beku andesit, batupasir, dan batulempung.
Foto 3.5 Punggungan Hogback B
Foto diambil dari Sungai Cikandang menghadap ke arah timur.
29
3.2 Stratigrafi
Berdasarkan data yang diambil dari penelitian di lapangan dan hasil dari
analisis laboratorium, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi lima
(5) satuan tidak resmi dari tua ke muda, antara lain Satuan Kalkarenit-
Batulempung, Satuan Batupasir-Batulempung, Satuan Breksi Volkanik, Satuan
Batupasir, dan Satuan Aluvial (Gambar 3.4).
Foto 3.6 Satuan Dataran Aluvial
Foto diambil dari desa Cilempuyang ke arah timurlaut
30
3.2.1 Satuan Kalkarenit-Batulempung
3.2.1.1 Peyebaran dan Ketebalan
Satuan Kalkarenit-Batulempung merupakan satuan tertua yang tersingkap
di daerah penelitian. Satuan Kalkarenit-Batulempung termasuk ke dalam Formasi
Rambatan. Satuan ini ditandai dengan warna biru pada Peta Geologi (Lampiran C)
Gambar 3.4 Kolom stratigrafi umum daerah penelitian (tanpa skala)
1900
m
700
m
600
m
31
dengan luas kurang lebih 5 % dari luas daerah penelitian. Satuan ini tersebar pada
bagian tenggara daerah penelitian. (CKD 1.4, CKD 1.5, CKD 1.6, CKD 1.7)
dengan kondisi yang relatif segar pada ketinggian 150 – 300 meter di atas
permukaan laut.
Satuan Kalkarenit-Batulempung ini umumnya memiliki arah kemiringan
yang berarah barat dengan kemiringan lapisan berkisar antara 60-80 derajat.
Adapun ketebalan satuan ini sulit dipastikan karena tidak ditemukannya kontak
dengan satuan di bawahnya, namun berdasarkan rekonstruksi penampang geologi
dapat diperkirakan ketebalan satuan lebih berkisar 500-600 m, terlampir pada
Penampang Geologi (Lampiran D).
3.2.1.2 Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh perselingan kalkarenit dan batulempung yang
berlapis baik dengan sisipan tebal breksi. Yang teramati berupa perselingan
batugamping kalkarenit dan batulempung yang terlihat monoton, dengan
ketebalan batugamping kalkarenit 10-100 cm dan batulempung dengan ketebalan
20-30 cm (Foto 3.7).
Kalkarenit dicirikan dengan warna abu-abu terang sampai abu-abu
kebiruan, ukuran butir pasir sedang hingga kasar, bentuk butir membundar, kemas
tertutup, sorting baik hingga sedang, porositas buruk, massa dasar berukuran pasir
halus-sedang dengan ketebalan bervariasi, sekitar 10 cm hingga 100 cm.
Dari sayatan tipis batugamping kalkarenit yang diambil dari satuan
ini (CKD 1.7, S.Cikandang), umumnya didominasi oleh mineral kalsit dan
plagioklas, sedangkan kuarsa hadir dalam jumlah yang relatif sedikit
(Lampiran 1.a). Hadir fosil berupa foraminifera dalam jumlah yang
sedikit. Bentuk butir terlihat membundar tanggung, terpilah buruk, kemas
terbuka, porositas 10%. Semennya berupa kalsit dengan matrik lumpur karbonat.
Berdasarkan klasifikasi Grabau (1912) sayatan batugamping kalkarenit yang dianalisis
dikelompokkan ke dalam Kalkarenit.
Batulempung dicirikan dengan warna abu-abu terang, kompak, semen
karbonatan. Di beberapa tempat ditemukan pelapukan sehingga merubah
32
warnanya menjadi abu-abu kecoklatan. Tebal batulempung dalam perselingan
sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.
Adapun sisipan tebal breksi dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan,
fragmen polimik berupa batuan beku (basalt), batuan sedimen (batulempung
merah, batupasir, batugamping), ukuran butir kerikil, bentuk butir menyudut-
menyudut tanggung, kemas terbuka, sorting buruk, porositas buruk, bersifat getas
(Foto 3.8). Massadasar breksi berupa batupasir sedang dengan semen karbonatan.
Tebal breksi yang ditemukan berkisar antara 1m-1,5 m.
3.2.1.3 Umur, Lingkungan Pengendapan, dan Mekanisme Pengendapan
Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi (Lampiran 2.a) dari conto
batuan CKD 1.6, didapatkan kisaran umur relatif dari Satuan Kalkarenit –
Batulempung ini adalah N14 – N17 (Miosen Tengah – Miosen Akhir)
Foto. 3.7 Singkapan perselingan kalkarenit-batulempung.
Foto diambil pada lokasi CKD 1.5 menghadap ke baratdaya
Foto. 3.8 Singkapan sisipan tebal breksi pada satuan kalkarenit-
batulempung.
Foto diambil pada lokasi CKD 1.4 menghadap ke Barat
33
berdasarkan Biozonasi Bolli, 1957. Umur pada satuan ini dicirikan dengan
pemunculan awal Globigerina nepenthes dan pemunculan akhir
Sphaerodinellopsis disjuncta.
Lingkungan pengendapan formasi ini diendapkan dengan mekanisme arus
turbidit pada lingkungan kipas bawah laut (Clements & Hall, 2007).
3.2.1.4 Kesebandingan Stratigrafi dan Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan dari ciri litologi khas yang dapat dibedakan dengan satuan
lain, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Rambatan (Kartanegara
dkk, 1987).
Hubungan satuan ini dengan satuan yang lebih tua tidak ditemukan,
dikarenakan tidak tersingkapnya satuan dibawahnya pada daerah penelitian ini.
Menurut Marks (1957) hubungan antara Satuan Kalkarenit-Batulempung ini
dengan satuan di bawahnya yang sebanding dengan Formasi Pemali bersifat
selaras. Sedangkan hubungan satuan ini dengan satuan batuan di atasnya adalah
bersifat selaras, ditunjukkan dengan kemiringan lapisan yang relatif sama, tidak
adanya selang waktu pengendapan pada kedua satuan yang dibuktikan dengan
analisa mikropaleontologi.
3.2.2 Satuan Batupasir-Batulempung
3.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batupasir-Batulempung termasuk ke dalam Formasi Halang dan
merupakan satuan yang memiliki penyebaran paling luas, ditandai dengan warna
kuning pada Peta Geologi (Lampiran C). Luas satuan ini menempati lebih dari
60% dari luas daerah penelitian. Satuan ini dijumpai di sekitar Desa Cisalak, Desa
Kutabima, Desa Negarajati, Desa Cibalung, sepanjang Sungai Cikalong (CKL
12.1 – CKL 12.13), Sungai Cisalak (CSL 11.1 – CSL 11.4), Sungai Cibalung
(CBL 10.1 – CBL 10.7, CBL 7.1 – CBL 7.8), Sungai Cikawung (CKW 9.1 –
CKW 9.10, CKW 3.1 – CKW 3.7), Sungai Cicapar (CCP 2.2 – CCP 2.6) dengan
kondisi yang relatif agak lapuk pada ketinggian 100 – 620 meter di atas
permukaan laut.
34
Satuan Batupasir-Batulempung ini telah mengalami perlipatan, hal ini
terlihat dari arah kemiringan yang relatif berarah utara dan selatan dengan
kemiringan lapisan berkisar antara 14-80 derajat. Berdasarkan rekonstruksi
penampang geologi dapat diperkirakan ketebalan satuan berkisar 1500m,
terlampir pada Penampang Geologi (Lampiran D).
3.2.2.2 Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh perselingan batupasir dan batulempung yang
berlapis baik dengan sisipan tebal breksi di beberapa tempat. Pada daerah
penelitian yang teramati berupa perselingan batupasir dan batulempung yang
terlihat monoton, dengan ketebalan batupasir 10-50 cm dan batulempung dengan
ketebalan 10-60 cm (Foto 3.9). Secara umum perlapisan memiliki pola menipis
ke atas secara berulang.
Batupasir dicirikan dengan warna abu-abu terang sampai abu-abu
kecoklatan, ukuran butir pasir halus hingga sangat kasar, bentuk butir
membundar-menyudut tanggung, kemas tertutup, pemilahan baik hingga sedang,
porositas baik hingga sedang, umumnya bersifat keras dan kompak, massa dasar
berupa batupasir halus hingga batulempung, semen karbonatan, kadang-kadang
ditemukan nodul-nodul lempung dalam batupasir dan urat-urat kalsit. Setempat
ditemukan karakteristik tufaan berupa batupasir yang dicirikan dengan warna
putih keabu-abuan setebal 10 cm-50 cm.
Dari sayatan tipis batupasir yang diambil dari satuan ini (CK 2.2,
S.Cikalong), umumnya didominasi oleh mineral k-feldspar dan plagioklas,
sedangkan kuarsa, hornblenda dan litik hadir dalam jumlah yang relatif sedikit
(Lampiran 1.b). Hadir fosil berupa foraminifera besar dan
foraminifera kecil dalam jumlah yang sedikit. Bentuk butir terlihat
menyudut-menyudut tanggung, terpilah buruk, kemas tertutup, porositas 10%.
Semennya berupa kalsit dengan matrik tersusun atas mineral lempung dan feldspar.
Berdasarkan klasifikasi Gilbert (1954) sayatan batupasir yang dianalisis bersifat wacke
sehingga nama batuannya adalah felsphatic wacke.
35
Batulempung dicirikan dengan warna abu-abu kehijauan sampai abu-abu
gelap, porositas baik, getas, semen karbonatan. Di beberapa tempat ditemukan
pelapukan sehingga merubah warnanya menjadi abu-abu kecoklatan. Satuan ini
umumnya berada pada zona hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal
batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 10 cm hingga 60 cm.
Sisipan tebal breksi polimik dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan,
ukuran butir kerikil hingga bongkah, bentuk butir menyudut-membundar
tanggung, kemas terbuka, sorting buruk, porositas buruk, bersifat getas, fragmen
berupa batuan beku (andesit dan basalt), batuan sedimen (batulempung abu-abu
dan batulempung merah, batupasir, batugamping), litik, cangkang moluska serta
koral yang berukuran 5-8 cm. Massa dasar breksi berupa batupasir halus – kasar,
warna abu-abu terang, tersusun atas mineral plagioklas dan kuarsa yang cukup
dominan, semen karbonatan. Tebal breksi yang ditemukan berkisar antara 1 m-1,5
m (Foto 3.10).
Foto. 3.9 Singkapan perselingan batupasir-
batulempung.
Foto pada lokasi CK 3.4 diambil menghadap ke
baratlaut
Foto. 3.10 Singkapan sisipan tebal breksi pada
satuan Batupasir - Batulempung.
Foto diambil pada lokasi CK 2.1 menghadap ke
selatan
36
3.2.2.3 Umur, Lingkungan Pengendapan, dan Mekanisme Pengendapan
Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi (Lampiran 2.b) dari conto
batuan CBL 13.6, didapatkan kisaran umur relatif dari Satuan Batupasir-
Batulempung ini adalah N18 – N19 (Miosen Akhir - Pliosen Awal) berdasarkan
Biozonasi Bolli, 1957. Umur pada satuan ini dicirikan dengan pemunculan awal
Globigerinoides bulloides dan Globigerinoides ruber dan pemunculan akhir
Globigerinoides bulloides. Serlain itu ditemukan spesies-spesies foraminifera
plankton lainnya yakni Orbulina universa dan Globorotalia menardii.
Dari lokasi yang sama, penulis juga menganalisis foraminifera
benthos untuk menentukan lingkungan pengendapan satuan ini. Hadirnya
Uvigerina peregrina dan Anomalina sp. pada CBL 13.6 mengindikasikan
bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan bathyal bawah – bathyal atas.
Dari data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa satuan ini diendapkan
pada lingkungan bathyal.
Hasil pengamatan penulis di lapangan memperlihatkan Sekuen
Bouma (1962) yang secara teoritis sudah diterima secara luas sebagai
karakteristik endapan turbidit sehingga dapat disimpulkan bahwa satuan ini
diendapkan dengan mekanisme turbiditik (Foto 3.11).
Foto. 3.11 Singkapan batupasir di lokasi CBL 10.7 dengan struktur sedimen perlapisan bersusun (Ta), laminasi sejajar (Tb), laminasi bergelombang (Tc) yang
menunjukkan adanya sekuen Bouma (1962)
Ta
Tb
Tc
37
3.2.2.4 Kesebandingan Stratigrafi dan Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan dari ciri litologi khas yang dapat dibedakan dengan satuan
lain, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Halang (Kartanegara dkk,
1987).
Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan di bawahnya menunjukkan
hubungan yang selaras sedangkan hubungan dengan satuan di atasnya tidak
ditemukan di daerah penelitian.
3.2.3 Satuan Breksi Volkanik
3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Breksi Volkanik ini termasuk ke dalam Formasi Kumbang dan
menempati kurang lebih 15% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna
coklat pada Peta Geologi (Lampiran C). Satuan ini dijumpai di sekitar Desa
Negarajati dan Desa Gunungtiga sepanjang Sungai Cikopeng (GLM 6.1 – GLM
6.4), Sungai Cilempuyang (NGJ 7.1 – NGJ 7.3), dengan kondisi yang relatif segar
pada ketinggian 200 – 500 meter di atas permukaan laut.
Satuan Breksi Volkanik ini membentuk morfologi perbukitan terjal.
Penyebaran satuan ini dapat diamati dengan mudah di lapangan karena bentuk
topografinya yang sangat berbeda dibanding satuan yang lainnya.
3.2.3.2 Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh breksi yang berlapis buruk (Foto 3.12) dan
merupakan breksi monomik karena fragmen yang menyusunnya relatif seragam,
yakni berupa batuan beku andesitik.
Breksi monomik ini dicirikan dengan warna abu-abu gelap, ukuran butir
kerikil hingga bongkah, bentuk butir menyudut – menyudut tanggung, kemas
umumnya terbuka, sorting buruk, porositas buruk, fragmen berupa batuan beku
(andesit), matrik tuff (Foto 3.13).
Dari sayatan tipis fragmen batuan beku dari Satuan Breksi Vulkanik
(GLM 6.3, S.Cikopeng), umumnya didominasi oleh mineral plagioklas,
38
sedangkan piroksen, hornblenda, dan kuarsa hadir dalam jumlah yang relatif
sedikit, tekstur porfiritik dan hipokristalin . (Lampiran 1.c).
3.2.3.3 Umur, Lingkungan Pengendapan, dan Mekanisme Pengendapan
Pada satuan ini tidak dijumpai fosil sama sekali, sehingga penentuan
umur tidak bisa dilakukan dengan analisis mikrofosil. Berdasarkan bukti
lapangan pada peta lintasan ditambah hasil peneliti sebelumnya, Kastowo dan
Suwarna (1996) satuan breksi volkanik ini memiliki kisaran umur N18-N19
(Miosen Akhir - Pliosen Awal).
Lingkungan pengendapan satuan ini juga tidak bisa ditentukan
dari analisis mikrofosil. Peneliti sebelumnya (Darman, 1991) mengamati
profil breksi ini dengan menggunakan acuan urutan fasies vertikal
Foto. 3.12 Singkapan breksi volkanik.
foto diambil pada lokasi CTG 5.3 menghadap ke
barat
Foto. 3.13 Singkapan breksi volkanik.
Foto pada lokasi GLM 6.3 diambil menghadap ke
barat
39
menurut Mutti dan Ricci (1972) dan menghasilkan kesimpulan bahwa
satuan breksi ini memiliki ciri fasies A1 yang termasuk bagian dari inner fan
dari suatu sistem kipas bawah laut (submarine fan).
3.2.3.4 Kesebandingan Stratigrafi dan Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan dari ciri litologi khas yang dapat dibedakan dengan satuan
lain, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Kumbang (Kartanegara
dkk, 1987).
Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan di bawahnya menunjukkan
hubungan yang selaras sedangkan hubungan dengan satuan di atasnya tidak
ditemukan di daerah penelitian. Formasi ini memiliki hubungan yang menjemari
dengan Formasi Halang, hal ini terlihat dari umur formasi yang sama.
3.2.4 Satuan Batupasir
3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batupasir menempati kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian,
ditandai dengan warna kuning terang pada Peta Geologi (Lampiran C). Satuan ini
dijumpai di sekitar Desa Gunungtiga (GTG 5.5), Cilangkap (GGD 8.1), sepanjang
sungai Cilempuyang (NGJ 7.3 – NGJ 7.5), dan sungai Cikopeng (GLM 6.4 –
GLM 6.6) dengan kondisi yang relatif segar pada ketinggian 50 – 200 meter di
atas permukaan laut. Ketebalan satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang
geologi adalah sekitar 600 m.
3.2.4.2 Ciri Litologi
Satuan ini tersusun atas batupasir dengan sisipan batulempung di
beberapa tempat (Foto 3.14). Batupasir berwarna abu-abu sampai abu-abu tua
kehijauan, kompak, karbonatan, di beberapa tempat banyak mengandung fosil
foraminifera (Foto 3.15), pemilahan baik, porositas baik, umumnya berbutir pasir
sedang-pasir halus, tetapi di beberapa tempat ditemukan singkapan batupasir
dengan butir pasir kasar. Batulempung pada satuan ini berwarna abu-abu sampai
40
abu-abu tua, dengan ketebalan berkisar antara 10-40 cm, karbonatan,
mengandung fosil, kompak.
Berdasarkan pengamatan pada analisis petrografi didapatkan jenis
batupasir satuan ini adalah Feldsphatic Wacke dengan komposisi butiran
terdiri dari mineral plagioklas, fosil, kuarsa, hornblende, biotit, dan fragmen
batuan, dengan komposisi matriks 17-18% (Lampiran 1.d).
3.2.4.3 Umur, Lingkungan Pengendapan, dan Mekanisme Pengendapan
Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi (Lampiran 2.c) dari conto
batuan GLM 6.6, didapatkan kisaran umur relatif dari Satuan Batupasir ini adalah
N21 (Pliosen Akhir) berdasarkan Biozonasi Bolli & Saunders, 1957. Umur pada
satuan ini dicirikan dengan pemunculan awal Globoratolia timbriata dan
pemunculan akhir Globoratolia miocenis.
Foto. 3.15 Singkapan batulempung yang mengandung
banyak fosil.
Foto diambil pada lokasi GLM 6.6, foto diambil menghadap ke
barat
Foto. 3.14 Singkapan batupasir .
Foto diambil pada lokasi GLM 6.5, foto diambil menghadap ke utara.
41
Lingkungan pengendapan yang didapatkan untuk semua sampel yang
dianalisis adalah neritik tengah (deep middle shelf). Pada sampel GLM 6.6
dijumpai foraminifera benthonik berupa Nodosaria spp, Lenticulina sp, Lagena
sp, Hyalinea balthica, Elphidium spp, Oolina sp, Bolivina sp, Amphistegina
lesonii, Cassidulina sp, Dentalina sp., dengan rasio plantonik sebesar 40%,
sehingga dapat disimpulkan lingkungan pengendapannya adalah neritik tengah
(deep middle shelf).
3.2.5 Satuan Aluvial
3.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Endapan Aluvial tersebar di daerah baratdaya daerah penelitian
yang meliputi daerah Cimanggu, Cilangkap dan Cikopeng. Satuan ini menempati
sekitar 10% luas daerah penelitian, ditandai dengan warna abu-abu pada peta
geologi. Pada peta geologi satuan ini ditandai oleh daeran yang memiliki kontur
sangat landai, sehingga penyebaran satuan ini mengikuti kontur terluar (Foto
3.16). Satuan ini berada pada level ketinggian 0 – 30 m di atas permukaan laut.
3.2.4.2 Ciri Litologi
Satuan ini berupa endapan sungai yang belum terkonsolidasi yang terdiri
dari material-material lepas berukuran kerikil sampai bongkah berupa batuan
beku andesit, batupasir, dan batulempung (Foto 3.17). Material-material lepas ini
memiliki kebundaran yang sangat baik yang menunjukkan bahwa material ini
telah tertransport jauh dari sumbernya.
42
3.2.4.3 Umur, Lingkungan Pengendapan dan Hubungan Stratigrafi
Satuan ini berumur Holosen Akhir atau Resen. Hal ini diketahui dari
adanya proses pengendapan yang masih terus berlangsung sampai sekarang.
Satuan ini diendapkan pada lingkungan pengendapan darat dan merupakan hasil
endapan sungai dan diendapkan secara tidak selaras di atas satuan yang lebih tua.
3.3 Struktur Geologi
Analisis struktur geologi daerah penelitian dilakukan dengan
menggunakan dua metodologi, yaitu metodologi tidak langsung dan metodologi
langsung. Metodologi tidak langsung dilakukan dengan pengamatan dan analisis
kelurusan punggungan dan lembah-sungai yang didapatkan dari peta topografi
dan SRTM yang mencerminkan pola struktur dan kedudukan lapisan pada daerah
penelitian. Sedangkan metodologi langsung dapat dilakukan dengan pengambilan
Foto. 3.16 Kenampakan satuan aluvial yang
memperlihatkan kontur yang relatif datar.
Foto diambil dari Desa Cilempuyang menghadap
baratdaya.
Foto. 3.17 Singkapan Aluvial.
Foto diambil di Desa Cilempuyang menghadap utara.
43
data struktur geologi berupa kekar gerus, cermin sesar, sumbu lipatan, off set, arah
breksiasi, dan pengukuran jurus dan kemiringan lapisan batuan.
Berdasarkan pola kelurusan punggungan yang berkembang di daerah
penelitian berarah NW-SE yang diperkirakan menunjukkan pola kelurusan dari
kedudukan lapisan batuan, sistem sesar anjak dan lipatan (Gambar 3.2).
Sedangkan pola kelurusan lembah-sungai yang berkembang berarah relatif NE-
SW yang diperkirakan menunjukkan pola interpretasi rekahan yang terjadi di
daerah penelitian. (Gambar 3.4).
Struktur yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur lipatan
berupa antiklin dan sinklin serta sesar naik yang berarah relatif baratlaut –
tenggara. Lipatan ini dipotong oleh sesar-sesar geser yang berarah timurlaut –
baratdaya. Sesar-sesar gesr tersebut diantaranya adalah: Sesar Geser Cibalung,
Sesar Geser Cisalak, Sesar Geser Cikawung dan Sesar Mendatar Cicapar.
(Gambar 3.5).
Penamaan dari struktur sesar dan lipatan pada daerah penelitian didasarkan
pada nama geografis ditemukannya singkapan yang menunjukkan gejala struktur
tersebut.
Secara lebih detail dan terperinci, analisis mengenai struktur geologi akan
dibahas pada Bab Analisis Struktur Geologi.
44
Gam
bar 3
.5 P
eta
Stru
ktur
Geo
logi
dae
rah
pene
litia
n