Bab III Simpang Lima(2)

download Bab III Simpang Lima(2)

of 9

Transcript of Bab III Simpang Lima(2)

BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN SIMPANG LIMAPusat Kota Semarang merupakan pusat perdagangan dan jasa yang secara administratif termasuk dalam bagian Kecamatan Semarang Tengah dan Semarang Selatan. Pusat Kota Semarang terdiri dari berbagai macam fungsi kawasan yang ada di dalamnya seperti pendidikan, pemerintahan, perkantoran, serta merupakan public space yang terletak di pusat kota. Adanya bangunan perdagangan, perkantorandanpemerintahan di

kawasan pusat kota memperlihatkan konstelasi antara pusat kota dan kawasan perumahan yang berada di sekitarnya. Public space di pusat kota memiliki daya tarik yang kuat bagi Kota Semarang. Hal ini dikarenakan kelengkapan fasilitas yang ada di pusat kota, baik itu pendidikan, perkantoran, serta

perdagangan dan jasa. 3.1 Konstelasi Wilayah Kawasan Simpang Lima sebagai salah satu public space di Kota Semarang tidak dapat terlepas dari hubungannya dengan wilayah-wilayah lain (dalam kota maupun luar kota), terutama bagi kawasan permukiman dalam Kota Semarang dan pinggiran Kota Semarang. Hubungan antar kawasan tersebut menimbulkan adanya konstelasi wilayah. 3.1.1 Konstelasi Public Space terhadap Kota Semarang Perkembangan Kota Semarang yang semakin pesat, memacu perkembangan jumlah bangunan yang ada di kawasan pusat kota. Bangunan-bangunan tersebut sebagian besar

perdagangan dan jasa. 3.1.2 Konstelasi Public Space terhadap KEDUNGSEPUR Secara spesifik, public space Semarang merupakan pusat kegiatan sosial masyarakat yang mempengaruhi perkembangan pusat kegiatan lain seperti pelayanan dan permukiman. Kota Semarang yang secara adminsitratif berada pada pertengahan jalur regional KEDUNGSEPUR (Kendal, Ungaran, Semarang, dan Purwodadi), mampu memacu perkembangan kegiatan-kegiatan yang berada pada pusat kota. Masyarakat yang berada pada wilayah pinggiran kota seperti Kendal, Ungaran, dan Mranggen,

setiap harinya melakukan perjalanan untuk bekerja, maupun melakukan aktivitas perdagangan dan jasa. Public space yang berada di Pusat Kota dan sebagai pusat perdagangan dan jasa juga membantu proses

pelabuhan (Tanjung Mas) menyebabkan alun-alun dan sekitarnya menjadi kurang menonjol sebagai pusat kota. Tata spasial pusat pemerintahan berupa kabupaten, alun-alun dan masjid

mengalami perubahan karena masuknya bangunan kolonial (sekarang dikenal sebagai Kawasan Kota Lama) ke dalam alunalun yang sebbelumnya merupakan pusat Kota Semarang. Setelah kemerdekaan, pemerintah tidak lagi

perdagangan hasil produksi kota-kota yang tergabung dalam KEDUNGSEPUR. Sehingga peranan Public spaceterhadap

hubungan regional tersebut cukup penting. Melihat konstelasi yang cukup penting tersebut, tentunya harus didukung oleh fasilitas pergerakan yang nyaman dan juga aman. Pusat Kota Semarang dilalui oleh jalur arteri sekunder, sehingga setiap harinya pergerakan di kawasan tersebut sangatlah ramai.

menggunakan kabupaten sebagai pusat pemerintahan, sehingga alun-alun tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Tatanan spasial Kota Semarang berubah dengan adanya multi kegiatan, terutama kegiatan perdagangan di Pasar Johar. Dilihat dari perkembangan elemen di pusat Kota Semarang ini, yang pertama

3.2

Sejarah Perkembangan Kawasan Simpang Lima Pada jaman kolonial penjajah Belanda, di Kota Semarang

kali terdesak adalah alun-alun karena adanya perkembangan pasar. Setelah alun-alun berubah menjadi pasar, bekas

muncul komposisi makro kolonial yang memperngaruhi struktur kota yang berpusat disekitar alun-alun. Komposisi tersebut adalah dengan pembuatan jalan oleh Daendels yang memotong bagian utara Alun-alun Johar. Pembuatan pusat kota oleh Belanda di daerah Jurnatan yang berdampingan dengan alun-alun johar sebelumnya, serta perluasan dan pengembangan bandar

pemerintahan (kabupaten) pun ikut terdesak oleh adanya aktifitas perdagangan (Semarang Menyongsong Masa Depan, 1992:24). Pola tata ruang pusat kota di Jawa, alun-alun merupakan simbol dari pola tata ruang ousat kota. Akan tetapi, dengan terdesaknya alun-alun Johar, pola tata ruang yang seharusnya ada telah tergantikan fungsinya. Hal ini terlihat dari

adanya pergeseran guna lahan dari pusat pemerintahan menjadi kawasan perdagangan. Pada periode tahun 1960-an intensitas penggunaan ruang yang semakin lama semakin tinggi menjadikan Johar sebagai pusat perdagangan tradisional dan modern yang padat. Seiring dengan perkembangan Kota Semarang muncul pula tuntutan kebutuhan akan pusat kota yang lain. Oleh karena itu pada periode tersebut ada usaha untuk membuat pusat kota dan pusat pemerintahan yang baru. Pada tahun yang sama (1960) diadakan diskusi tentang penyelesaian kepadatan pusat Kota Semarang yaitu sekitar alun-alun utara (johar). Dari hasil diskusi tersebut diperoleh lokasi baru sebagai pusat kota yang selanjutnya dikenal dengan nama Simpang Lima Semarang (Semarang Jalan Kenangan, 1992 : 41). Menurut RTRW Kota Semarang, kawasan Simpang Lima semula digunakan sebagai pusat pengembangan kebudayaan (culture area)dengan Lapangan Pancasila sebagai lingkungan pengenal (landmark)dan GOR pancasila sebagai usat olahraga dan kesenian Jawa Tengah. Dalam perkembanganny, kawasan Simpang Lima tidak lagi sebagai pusat pengembangan

kebudayaan dan sosial lagi melainkan sebagai pusat perdagangan dan jasa serta pemerintahan yang ditandai dengan adanya pembangunan kompleks perdagangan modern disekitar Simpang Lima, antara lain Citraland Mall, Plasa Simpang Lima, Kompleks Pertokoan Simpang Lima (Ex. Super Ekonomi, dan Gajahmada Plasa (Bioskop Plasa ).

3.3 3.3.1

Karakteristik Kondisi Fisik Alam Kawasan Simpang Lima Topografi Topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah

pantai, daerah dataran rendah, dan daerah perbukitan. Di Bagian utara yang merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan antara 0-15% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-3,50 meter. Di bagian selatan merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan antara 15-40% dan ketinggian antara 90-360 meter diatas permukaan air laut. Dengan topografi yang demikian maka Kota Semarang memiliki variasi kelas kemiringan. Kondisi topografi pada kawasan Simpang Lima relatif datar dengan kemiringan antara 0-2%. Kawasan Simpang Lima

merupakan daerah dataran rendah di Semarang dengan ketinggian 3,49 meter diatas permukaan air laut. Topografi kawasan Simpang Lima yang berada di daerah dataran rendah menjadikan kawasan Simpang Lima sebagai daerah langganan banjir pada saat musim penghujan. 3.3.2 Struktur geologi Struktur geologi kawasan Simpang Lima sama dengan struktur geologi BWK I secara keseluruhan. Struktur batuan terdiri dari endapan (alluvial)yaitu Alluvial Hidromorf dan Alluvial kelabu dan kekelabuan yang berasal dari endapan

jenis tanah tersebut, kawasan Simpang Lima memiliki daya dukung lahan yang cukup baik sebagai daerah terbangun. 3.3.4 Klimatologi Secara umum, kawasan Simpang Lima memiliki iklim yang sama dengan Kota Semarang pada umumnya. Curah hujan yang dimiliki oleh kawasan ini adalah sebesar 2500-3000 mm/tahun. Sedangkan, suhu udara berkisar 25,800C - 29,300C. dengan intensitas curah hujan dan suhu udara yang demikian maka kawasan ini cenderung panas. 3.3.5 Hidrologi Berdasarkan kondisi hidrologi, KawasanSimpang Lima berbatasan dan dilintasi beberapa sungai besar dengan hirarki fungsi sebagai saluran primer yakni Banjir Kanal Barat Kali Semarang, Kali Banger, dan Sungai Banjir Kanal Timur. Terdapatnya saluran drainase primer mengidentifikasikan bahwa saluran drainase pusat kota sudah cukup baik, namun terkendala pada topografi yang cenderung datar atau landai. Pertambahan dan kepadatan penduduk yang meningkat setiap tahunnya mengakibatkan resapan air tanah semakin sempit dan tempat penampungan hujan menjadi hilang. Akibatnya, ketika

sungai sehingga mengandung pasir dan lempung. Dengan adanya topografi dan struktur geologi tersebut maka kawasan Simpang Lima memiliki daya dukung lahan yang cukup baik sebagai daerah terbangun. 3.3.3 Jenis Tanah Ditinjau dari kondisi geologi, struktur geologi pada pusat Kota Semarang termasuk daerah dataran rendah yang berupa struktur batuan endapan (alluvial) yaitu Alluvial Hidromorf dan Alluvial kelabu dan kekelabuan yang berasal dari endapan sungai sehingga mengandung pasir dan lempung. Bedasarkan

hujan deras melanda, drainase tidak mampu lagi menampung limpasan air sehingga timbullah genangan-genangan dan menimbulkan banjir. 3.4 Utilitas Pola aliran air di kawasan Simpang Lima mangalir dari bagian Selatan menuju ke Utara (dari Jalan Siranda-Jalan Pahlawan-kawasan Simpang Lima). Pola aliran air selanjutnya mengalir ke Jalan K.H Ahmad Dahlan dan Gajahmada. Aliran air terus berlanjut masuk ke saluran air Kampung Kali dan diteruskan ke Kali Banjir Kanal Timur. Sebagaian besar jaringan drainase di kawasan Simpang Lima menyatu dengan jaringan air kotor yang merupakan jaringan dengan tipe jaringan tertutup. Kondisi aliran drainase sebagian lancar dan sebagian lagi tidak lancar atau terjadi sumbatan. Terjadinya sumbatan dikarenakan

baik karena kapasitas sampah pada kawasan tidak sebanding dengan jumlah sampah yang ada. Jaringan air bersih di kawasan Simpang Lima dipenuhi oleh jasa PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), jaringan listrik dipenuhi oleh PLN serta jaringan Telepon juga telah dipenuhi oleh TELKOM.

3.5

Kondisi Tata Guna Lahan di Kawasan Simpang Lima Tata guna lahan di kawasan Simpang Lima yaitu

campuran

antara

perdagangan

modern,

perkantoran,

pendidikan, peribadatan, dan perhotelan. Penggunaan lahan di kawasan Simpang Lima didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa modern seperti Citraland Mall, Ace Hardware, dan Hotel Horison.

menumpuknya sampah-sampah yang sering dibuang sembarang oleh masyarakat dan juga bisa berupa kiriman pasca hujan. Jaringan persampahan di kawasan Simpang Lima terdiri dari tempat-tempat sampah (TPS) yang diletakkan di trotoartrotoar. Jaringan persampahan di kawsan Simpang Lima kurang

3.6

Kondisi Aktivitas Aktivitas pendukung di kawasan Simpang Lima terdiri

dari aktivitas formal (yaitu aktivitas perdagangan dan jasa, perkantoran, peribadatan, pendidikan, perhotelan, dan

peribadatan) dan aktivitas informal (yaitu aktivitas pedagang kaki lima). Kondisi berbagai aktifitas yang ada di kawasan Simpang

Lima cukup baik dan terintegrasi, namun untuk jenis aktivitas informal kurang manajemen yang sesuai. 3.6.1 Aktivitas Perdagangan dan Jasa Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa aktivitas di kawasan Simpang Lima didominasi oleh aktivitas

meliputi makanan-minuman, pakaian, mainan, kerajinan tangan, dan lain-lain. 3.6.2 Aktivitas Perkantoran Aktivitas perkantoran di kawasan Simpang Lima sebagian besar merupakan aktivitas perkantoran yang bergerak di bidang komersial dan sebagian kecil dibidang pelayanan umum. Aktivitas perkantoran yang ebrgerak dibidang komersial antara lain: bank, biro perjalanan, dan lain-lain. Sedangkan, aktivitas perkantoran yang bergerak di bidang pelayanan umum adalan kantor TELKOM. 3.6.3 Aktivitas Pendidikan Adanya aktivitas pendidikan di kawasan Simpang Lima ditandai dengan keberadaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar (TK-SD . Isriati) dan sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK N 7 Pembangunan). 3.6.4 Aktivitas Perhotelan Aktivitas perhotelan ditandai dengan adanya Hotel Ciputra. Hotel Ciputra merupakan hotel bintang yang terbilang cukup besar di Kota Semarang. Pengelolaan holet Ciputra

perdagangan. Aktivitas perdagangan ini terbagi menjadi 2 yaitu aktivitas perdagangan formal dan informal. Aktivitas

perdagangan formal yang berkembang di kawasan Simpang Lima adalah aktivitas perdagangan dan jasa modern yang menempati bangunan di sekitar kawasan Simpang Lima contohnya Citraland Mall, Matahari, dan ACE Hardware. Sedangkan, aktivitas informal di kawasan Simpang Lima yaitu aktivitas perdagang kaki lima. Jumlah PKL di kawasan Simpang Lima mengalami peningkatan yang sangat cepat dari tahun ke tahun. PKL di kawasan Simpang Lima bertempat di trotoar, bahu jalan, maupun jalur lambat sebagai tempat untuk menggelar barang dagangannya. Pada hari sabtu malam dan minggu pagi, Lapangan Pancasila selalu menjadi penuh sesak yang pedagangnya menjajakan berbagai jenis barang dagangan

berada satu naungan dengan Citraland Mallyaitu Ciputra Group. Aktivitas perhotelan ini berlangsung setiap hari selama 24 jam. 3.6.5 Aktifitas Peribadatan Aktivitas peribadatan di kawasan Simpang Lima ditandai dengan keberadaan Masjid Raya Baiturrahman. Masjid yang dibangun di sebelah barat Lapangan Pancasila ini, dibangun dengan gaya joglo (Jawa) dan mampu menampung kurang lebih 5000 jemaah (Semarang Sepanjang Jalan Kenangan, 1992 : 45). Masjid yang selesai dibangun pada 1976 dengan nama lengkap Masjid Jami Baiturrahman Jawa al Wuatho (yang berarti Masjid Besar Rumah Tuhan yang Pemurah di Jawa Tengah) dan memiliki kubah bersegi lima yang melambangkan rukun islam ini, dilengkapi dengan fasilitas pendidikan berapa sekolah (TK-SD H. Isriati). 3.6.6 Aktivitas Rekreasi dan Hiburan Aktivitas rekreasi dan hiburan yang ditawarkan di kawasan Simpang Lima bermaca-macam dari yang gratis sampai yang dipungut bayaran. Hiburan gratis contohnya seperti adanya event-event yang sering diselenggarakan di Lapangan Pancasila. Sedangkan, hiburan yang dipungut biaya misalnya

aktivitas rekreasi dan hiburan yang ditunjukkan dengan adanya gedung bioskop dan taman bermain pada bangunan

perdagangan dan jasa.

3.7 3.7.1

Identifikasi Potensi dan Permasalahan Simpang Lima Potensi Menurut letak geografisnya Kecamatan Semarang

Selatan memiliki potensi yang menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan fungsi Kecamatan Semarang Selatan sebagai pusat kota Semarang. Di Kecamatan Semarang Selatan juga memiliki ruang publik atau public space yaitu alun-alun simpang lima dan taman yang berada di depan SMA 1 Semarang. Potensi dari alunalun simpang limapun banyak sekali, salahsatunya sebagai tempat terselenggaranya event-event tertentu serta setiap sabtu malam dan minggu malam terdapat acara yang disebut awul-awul. Awul-awul merupakan pasar rakyat terbesar yang ada di Kota Semarang dan itu dapat dijadikan sebagai salah satu pemasukan bagi Kecamatan Semarang Selatan pada khususnya dan kota Semarang pada umumnya.

3.7.2

Permasalahan Permasalahan yang ada di Kecamatan Semarang Selatan

Daya

tarik

kawasan

yang

kuat

sehingga

meningkatkan volume lalu lintas kawasan. Berkurangnya badan jalan akibat adanya aktivitas PKl dan parkir dipinggir jalan. Adanya penumpang umum yang berhenti,

merupakan permasalahan yang kompleks. Permasalahan tersebut antara lain: 1. Tidak Tertatanya Pedagang Kaki Lima Seiring dengan berkembangnya Kawasan Simpang Lima sebagai pusat kota dengan fungsi utama sebagai pusat aktivitas perdagangan dan jasa, berkembang pula aktivitas Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai salah satu pelaku ekonomi. Penataan Kawasan Simpang Lima yang tidak memasukkan PKl sebagai salah satu variabel yang perlu ditata, menyebabkan PKL tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu dengan tidak teratur dan mengakibatkan permasalahan fisik kota. 2. Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan yang terjadi pada kawasan Simpang Lima diakibatkan oleh beberapa hal antara lain : Keragaman aktivitas yang menyebabkan

menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat sehingga mengakibatkan kemacetan dan ketidakteraturan lalu lintas. 3. Kurangnya Lahan Parkir (Tidak Sesuai dengan Tingkat Kebutuhan) Penyediaan lahan parkir di Kawasan Simpang Lima tidak seimbang dengan permintaan parkir. Permasalahan parkir pada Kawasan Simpang Lima diakibatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan pusat perbelanjaan yang tidak menyediakan lahan parkir yang layak. Hal ini

menyebabkan munculnya tempat parkir ilegal di pinggir jalan Simpang Lima, trotoar, badan jalan, terutama saat shalat jumat.

terjadinya penumpukan aktivitas pada ruang yang terbatas.

4. Jalur Pedestrian yang Kurang Tertata Kurangnya penataan jalur pedestrian ditunjukkan dengan kurangnya kapasitas jalur pedestrian yang disebabkan oleh penggunaan trotoar untuk berjualan oleh PKl, kerusakan beberapa jalur pedestrian dan kurangnya fasilitas-fasilitas untuk para pedestrian, seperti street furniture diantaranya: lampu penerang, bangku taman, papan penunjuk jalan, dan pohon-pohon sebagai

terjadinya peningkatan iklim mikroi kawasan yang berdampak langsung pada panasnya suhu dan

kelembaban udara, berkurangnya daerah resapan air. 6. Berkurangnya Open Space Keterbatasan lahan pada Kawasan Simpang Lima menyebabkan persaingan yang sangat ketat dalam penggunaan lahan. Hal ini berdampak pada berkurangnya ruang terbuka publik yang diakibatkan oleh adanya aktivitas PKL yang menempati trotoar dan badan jalan untuk tempat usaha. 7. Banjir Topografi Kawasan Simpang Lima berada pada daerah dataran rendah yang merupakan daerah genangan banjir. Kawasan Simpang Lima merupakan kawasan langganan banjir setiap tahunnya.

peneduh serta mampu menciptakan suasana yang asri dan sejuk. 5. Berkurangnya Penghijauan Berkurangnya penghijauan di Kawasan Simpang Lima dapat ditunjukkan dengan tidak adanya kontinuitas dalam pnataan pohon, baik di trotoar maupun di lapangan. Hal ini menyebabkan kondisi Kawasan Simpang Lima gersang dan panas pada waktu siang terutama di lapangan Simpang Lima sehingga tidak ada aktivitas yang berlangsung pada siang hari. Berkurangnya penghijauan juga menyebabkan penurunan yang kualitas lingkungan dengan

(degradasi

lingkungan)

diindikasikan