BAB III - abstrak.ta.uns.ac.id · sebuah Dewan Pimpinan, yaitu Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan...
Transcript of BAB III - abstrak.ta.uns.ac.id · sebuah Dewan Pimpinan, yaitu Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan...
42
BAB III
Sistem Organisasi Dan Prinsip Ajaran Paguyuban Sumarah
A. Sistem Organisasi
1. Struktur Organisasi Paguyuban Sumarah
Berdasarkan AD/ ART Paguyuban Sumarah berdasarkan Kongres ke-
XI Paguyuban Sumarah di Yogyakarta 9 September 1992 yang dikutip dari
Bulletin Sumarah No: 02 tahun 1993 mengenai Susunan dan Pimpinan
Organisasi Paguyuban Sumarah, diperoleh keterangan antara lain:
a. Organisasi Paguyuban Sumarah disusun menjadi tingkat Pusat, tingkat
Daerah Tingkat I (Dati I), tingkat Daerah Tingkat II (Dati II), tingkat
Cabang dan tingkat Ranting.
b. Untuk masing-masing tingkat, kecuali tingkat Ranting, dipimpin oleh
sebuah Dewan Pimpinan, yaitu Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan
Pimpinan Daerah Tingkat I (DPD I), Dewan Pimpinan Daerah Tingkat
II (DPD II) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC), sedang untuk tingkat
Ranting dipimpin seorang Ketua.
c. Masa Pengabdian (Jabatan)
1) Masa Pengabdian (jabatan) Dewan Pimpinan adalah:
a) Dewan pimpinan pusat selama 5 (lima) tahun
b) Dewan pimpinan Daerah selama 4 (empat) tahun.
c) Dewan Pimpinan Cabang selama 3 (tiga) tahun.
d) Untuk pengurus ranting selama 2 (dua) tahun.
43
d. Anggota pimpinan lama dapat dipilih kembali:
1) Jika dalam satu masa terjadi kekosongan maka lowongan itu harus
diisi dengan cara penunjukan dan pengangkatan oleh dewan
pimpinan yang masih ada. Yang ditunjuk dan diangkat mengisi
lowongan ini memangku jabatannya sampai waktu pemilihan
dewan pimpinan baru.
2) Jika dalam satu masa pengabdian (jabatan) seluruh dewan
pimpinan tidak dapat melaksanakan tugasnya harus diadakan
pemilihan dewan pimpinan baru melalui kongres/ musyawarah luar
biasa.1
a. Kepemimpinan
Untuk masing-masing tingkat, kecuali tingkat Ranting, dipimpin
oleh sebuah Dewan Pimpinan yang terdiri dari Ketua Umum, Ketua I
(bidang kerohanian), dan Ketua II (bidang organisasi). Sementara di
tingkat Ranting hanya dipimpin oleh seorang Ketua. Untuk
melaksanakan tugas program kerjanya, Ketua dibantu oleh staf dan
pelaksana.
1. Staf
Dalam suatu Dewan Pimpinan, diadakan staf yang terdiri dari:
a) Sekretaris
b) Bendahara.
1 AD/ ART Paguyuban Sumarah dalam Buletin Sumarah, 17 Juli 1975,
Koleksi DPP Paguyuban Sumarah Surakarta, hlm: 11.
44
c) Humas, khusus untuk tingkat DPP.
2. Bagian Pelaksana
Bidang Pelaksana yang terdiri dari:
a) Bidang Pemerintahan, yang untuk tingkat DPP, DPD I dan
DPD II mencakup Hubungan Luar Negeri dan apabila perlu
Pembantu Umum.
b) Bidang Organisasi.
c) Bidang Penelitian dan Pengembangan (LITBANG)
Tuntunan Sumarah.
d) Bidang Pembinaan Keluarga dan Kewanitaan.
e) Bidang Kepemudaan.
Keterangan:
Ketua umum, ketua bidang kerohanian dan ketua bidang
organisasi memegang pimpinan organisasi dan bertanggung jawab
bersama ke dalam dan ke luar dan mengadakan pembagian tugas
pekerjaan menurut bidangnya masing-masing, serta menaati AD-
ART dalam:
1. Membina para anggota dalam pelaksanaan sujud sumarah dan
melaksanakan sesanggeman.
2. Memimpin rapat-rapat dan membimbing jalannya organisasi.
45
3. Membina dan melayani hubungan baik dengan masyarakat dan
instansi pemerintah.2
Sekretaris bertanggung jawab dibidang administrasi dan
berkewajiban:
1. Mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
pimpinan organisasi.
2. Mengatur penyusunan dan pengisian semua buku dan daftar-
daftar secara sempurna.
3. Melaksanakan pembuatan surat-surat, notulen rapat-rapat dan
laporan-laporan.3
Bendahara berkewajiban untuk:
1. Berusaha mendapatkan keuangan untuk mencukupi keperluan
paguyuban dan tidak menyimpang dari asas dan tujuan
Paguyuban Sumarah.
2. Melayani dan mengatur segala pembiayaan dan
perbendaharaan Paguyuban Sumarah dengan pembukuan yang
sebaik-baiknya.4
Secara rinci struktur organisasi Paguyuban Sumarah dapat dilihat dari
bagan yang tertera di bawah ini:
2 Ibid3 Ibid., hlm. 124 Ibid., hlm. 15
46
STRUKTUR ORGANISASI
DEWAN PIMPINAN PUSAT PAGUYUBAN SUMARAH
Keterangan:
Berdasarkan Sidang Paripurna Kongres XI Paguyuban Sumarah yang ditetapkan di Yogyakarta tanggal 8 September 1992 masa bakti 1992-1997
BID. PEMBINAAN KELUARGA & KEWANITAAN
DEWAN PERTIMBANGAN
KETUA UMUM
KETUA I
KETUA II
SEKRETARIS UMUM
WAKIL SEKRET. UMUM
BENDAHARA
WAKIL BENDAHARA
HUBUNGAN
MASYARAKAT
BID. UMUM, PEMERINTAHAN & HUB. LUAR NEGERI
BID. ORGANISASI
BID. PENELITIHAN & PENGEMBANGAN
TUNTUNAN SUMARAH
BID. KEPEMUDAAN
47
STRUKTUR ORGANISASI
DPD TINGKAT I /DPD TINGKAT II
PAGUYUBAN SUMARAH
Keterangan:
Berdasarkan Sidang Paripurna Kongres XI Paguyuban Sumarah yang ditetapkan di Yogyakarta tanggal 8 September 1992 masa bakti 1992-1997
KETUA UMUM
KETUA I
KETUA II
BAGIAN KEROHANIAN
BAGIAN PEMB. KELUARGA & KEWANITAAN
BAGIAN ORGANISASI
BAGIAN KEPEMUDAAN
BAGIAN UMUM &
PEMERINTAHAN
SEKRETARIS UMUM
WAKIL SEKRET. UMUM
BENDAHARA
WAKIL BENDAHARA
48
STRUKTUR ORGANISASI
DEWAN PIMPINAN CABANG PAGUYUBAN SUMARAH
Keterangan:
Berdasarkan Sidang Paripurna Kongres XI Paguyuban Sumarah yang ditetapkan di Yogyakarta tanggal 8 September 1992 masa bakti 1992-1997
SEKRETARIS UMUMBENDAHARA
BAGIAN KEROHANIAN
BAGIAN ORGANISASI
BAGIAN KEPEMUDAAN
BAGIAN UMUM &
PEMERINTAHAN
KETUA UMUM
KETUA I
KETUA II
BAGIAN PEMB. KELUARGA & KEWANITAAN
49
STRUKTUR ORGANISASI
PENGURUS RANTING PAGUYUBAN SUMARAH
Keterangan:
Berdasarkan Sidang Paripurna Kongres XI Paguyuban Sumarah yang ditetapkan di Yogyakarta tanggal 8 September 1992 masa bakti 1992-1997
KETUA
BENDAHARA SEKRETARIS
50
b. Anggota
1) Permintaan dan penerimaan menjadi anggota
a) Bagi siapa yang ingin menjadi anggota paguyuban sumarah
dapat menyampaikan maksudnya dengan cara tertulis/ lisan
kepada dewan pimpinan cabang atau ranting yang terdekat.
b) Tiap calon anggota baru diberi penjelasan mengenai:
(1) Asas dan tujuan Paguyuban Sumarah.
(2) Sesanggeman bagi warga paguyuban Sumarah.
(3) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Paguyuban
Sumarah.
c) Bagi Warga Negara Asing diadakan pengaturan tersendiri
oleh DPP Paguyuban Sumarah.
2) Kewajiban anggota
Anggota dari Paguyuban Sumarah berkewajiban:
a) Berusaha dengan sungguh-sungguh:
(1) Menghayati “sesanggeman” bagi warga Paguyuban
Sumarah.
(2) Menjalankan tugas-tugas dan ketentuan yang dimuat
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
dan peraturan-peraturan Paguyuban Sumarah.
b) Selalu mengikuti latihan-latihan penghayatan sujud
sumarah, ceramah-ceramah, bimbingan dan rapat-rapat
51
(pengurusan) yang diselenggarakan oleh Paguyuban
Sumarah.
c) Melestarikan nama baik dan kerukunan/ keguyuban
Paguyuban Sumarah.
3) Hak anggota
Setiap anggota paguyuban sumarah mempunyai hak:
a) Memilih dan dipilih.
b) Mengajukan usul-usul, saran-saran, pendapat-pendapat dan
pertanyaan-pertanyaaan baik di dalam maupun di luar rapat
anggota.
c) Membersihkan diri atas tuduhan dari pimpinan dalam
sidang yang diadakan untuk itu.
4) Pemberhentian anggota
a) Seseorang berhenti dari keanggotaan Paguyuban Sumarah
karena:
(1) Ia meninggal dunia
(2) Atas permintaan sendiri
(3) Diberhentikan oleh dewan pimpinan cabang/ ranting
dimana ia tergabung .
b) Dewan pimpinan cabang memberhentikan anggotanya
apabila diketahui bahwa yang bersangkutan ternyata tidak
bersedia memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau
52
bahkan melanggar ketentuan-ketentuan organisasi yang
berlaku.
c) Tata cara pemberhentian dilakukan sebagai berikut:
(1) Diperingatkan 3 kali. Jarak waktu antara peringatan
yang satu dengan peringatan berikutnya harus cukup
lama sehingga ada kesempatan untuk mengetahui
apakah yang bersangkutan berusaha mengindahkan
peringatan atau tidak.
(2) Setelah peringatan yang ketiga diberikan dan yang
bersangkutan belum juga mengubah sikapnya barulah
keputusan pemberhentian dijatuhkan.
(3) Peringatan dan pemberhentian dilakukan secara tertulis
dengan memberikan tembusan kepada kepada Dewan
Pimpinan Daerah.
d) Keputusan pemberhentian diambil dalam rapat dewan
pimpinan cabang harian
e) Anggota yang diberhentikan apabila merasa ada alasan
untuk menolak keputusan pemberhentian atas dirinya dapat
mengajukan keberatannya kepada DPD secara tertulis yang
tembusannya disampaikan kepada DPC yang menjatuhkan
keputusan itu.
53
f) Jika dianggap perlu pemberhentian dilakukan oleh DPP
dan diumumkan kepada DPD-DPD.5
2. Agenda Kegiatan Paguyuban Sumarah
a. Kongres dan Musyawarah
1) Kongres
a) Kongres diadakan paling sedikit 5 (lima) tahun sekali yang
tempat dan waktunya ditetapkan oleh Rapat Kerja DPP Pleno.
Dalam keadaan yang luar biasa DPP dapat menentukan tempat
dan waktu penyelenggaraan Kongres.
b) Peserta Kongres adalah DPC, DPD II, DPD I, DPP dan Dewan
Pertimbangan.
c) Dalam keadaan luar biasa atas keputusan musyawarah DPP
Pleno atau atas permintaan sekurang-kurangnya lebih dari ½
(separuh) jumlah Cabang yang ada, dapat diadakan Kongres
Luar Biasa.
d) Agenda Kongres atau Kongres Luar Biasa mengutamakan
penyampaian pertanggungjawaban DPP, perubahan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, pembaruan Program
Kerja dan Pemilihan DPP.
e) Kongres atau Kongres Luar Biasa, syah apabila dihadiri paling
sedikit lebih dari ½ (separuh) dari jumlah pemegang hak
sebagai peserta Kongres.
5 Ibid., hlm. 8-10
54
2) Musyawarah
Sementara pemilihan struktur anggota DPP melalui
Kongres yang diadakan paling cepat lima tahun sekali, di tingkat
DPD I, DPD II, DPC, serta Ranting dalam pemilihan struktur
organisasinya melalui musyawarah. Musyawarah DPD I dan II
diadakan sekurang-kurangnya lima tahun sekali dan dihadiri oleh
anggota dari DPD tersebut dengan anggota Pimpinan yang lebih
rendah dalam struktur organisasi Paguyuban. Musyawarah Cabang
diadakan sekurang-kurangnya tiga tahun sekali dan dihadiri seluruh
anggota Cabang dan Ranting, sementara Musyawarah di tingkat
Ranting diadakan sekurang-kurangnya dua tahun sekali dengan
agenda yang mengutamakan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua
Ranting.
b. Rapat Kerja/ Konferensi DPP
Rapat Kerja diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
sekali di tingkat DPP hingga tingkat DPC, khusus untuk DPC
diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. Rapat Kerja
bertujuan untuk membahas dan menyimpulkan laporan mengenai
Perkembangan Paguyuban Sumarah di wilayah kerja masing-
masing untuk dijadikan bahan pelaksanaan Program Kerja.
c. Rapat Harian
Rapat harian di tingkat DPP hingga ranting dapat dilakukan
sewaktu-waktu sesuai keinginan dan keperluan masing-masing
55
Dewan Pimpinan maupun Ranting, sehingga tidak ada jadwal
khusus maupun hubungannya dengan Dewan Pimpinan di atasnya
dalam mengadakan rapat harian. Biasanya rapat ini lebih
memfokuskan permasalahan seputar keanggotaan dan agenda
kegiatan di masing-masing lingkup internal Dewan Pimpinan
maupun Ranting.
3. Kepengurusan Organisasi Paguyuban Sumarah
Dari sisi keorganisasian, kebatinan Jawa dapat digolongkan
menjadi beberapa kelompok:
- Organisasi Kebatinan, yaitu aliran kebatinan yang memiliki
izin resmi dari pihak pemerintah, dibina oleh pemerintah dan
biasanya pernah memaparkan visi dan misinya melalui
Departemen Agama, Kejaksaan, Direktorat Kepercayaan.
Mereka itu, biasanya dianggap legal formal, diayomi, dan tidak
lagi dicurigai sebagai aliran sesat.
- Paguyuban Kebatinan, yaitu kelompok kebatinan Jawa yang
belum resmi diketahui pemerintah, tetapi telah memilki
kepengurusan yang relatif lengkap. Kegiatan-kegiatan
penghayatan juga telah dilakukan secara rutin. Bahkan amat
mungkin paguyuban tersebut memiliki aktivitas yang melebihi
organisasi kebatinan.
56
- Perguruan Kebatinan, yaitu kelompok yang menyemaikan
ngelmu kebatinan dalam bentuk hubungan guru-murid. Sistem
nyantrik sering muncul dalam perguruan ini. Biasanya, murid
kebatinan masuk pada hari Malem Selasa Kliwon atau Jumat
Kliwon, untuk memperdalam ngelmu kebatinan. Jika seorang
murid dianggap telah putus (selesai), diadakan tradisi putusan,
berupa kenduri atau selamatan.
- Kebatinan Pribadi, yaitu penghayat ajaran kebatinan secara
pribadi, dengan mempelajari doktrin-doktrin leluhur. Secara
pribadi kadang-kadang tidak jelas sebagai penghayat, sebab ada
kalanya masih menjalankan agama resmi. Namun sebenarnya,
mereka dengan tekun melakukan penghayatan
kebatinan.Biasanya para penghayat pribadi tidak memiliki
nama apa pun. Mereka juga banyak menguasai aneka sistem
petung Jawa yang amat njlimet. Pemanfaatan ngelmu titen juga
diterapkan dalam penghayatan kebatinan.6
a. Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
Berdasarkan penggolongan kelompok kebatinan Jawa yang
tertera di atas, dilihat dari sisi kemunculannya pada awalnya
Paguyuban Sumarah berbentuk Paguyuban Kebatinan yang memiliki
6 Suwardi Endraswara, Kebatinan Jawa dan Jagad Mistik Kejawen, (Yogyakarta:
Lembu Jawa, 2011), hlm. 44-45.
57
aktivitas dan susunan yang relatif lengkap dari tahun 1935 hingga
1966. Pada masa PB (Pengurus Besar) tahun 1950-1966 sudah
terbentuk dasar-dasar organisasi secara lengkap dan terstruktur namun
belum mendaftarkan diri pada lembaga, instansi, serta organisasi
payung kebatinan secara nasional. Baru setelah tahun 1966 masa
kepemimpinan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) organisasi ini mulai
mendapat izin resmi dari pemerintah dan masuk dalam kategori
Organisasi Kebatinan atau dikenal dengan Organisasi Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Secara kronologis dapat
dikemukakan keterangan secara garis besar periode-periode sejarah
kepemimpinan, susunan personalian dan struktur organisasi dalam
Paguyuban Sumarah berikut ini:
Tabel.3.
Periode-Periode Sejarah Kepemimpinan
Periode dan Tahun Penjelasan
Pra-Organisasi 1935-1950 Bimbingan paguyuban berada di tangan
tiga orang pinisepuh, dengan pembagian
tugas:
a Pak Kino bagian Kerokhanian/
Ketuhanan Yang Maha Esa;
b Pak Soehardo bagian pendidikan
dan pengembangan;
c Pak Soetadi bagian organisasi
dan praja.
58
Dalam tahun-tahun perjuangan fisik
usaha pembentukan organisasi
diserahkan kepada angkatan muda/
kanoman, namun akhirnya usaha
tersebut dikembalikan lagi kepada para
pinisepuh.
Pengurus Besar (PB) 1950-1966 Terbentuklah organisasi dengan
pimpinan yang disebut Pengurus Besar
(PB) yang diketahui oleh Dr. Soerono
Prodjohoesodo dan berkedudukan di
Yogyakarta. Periode PB yang berakhir
pada tahun 1966 sempat mengantar
Paguyuban Sumarah hingga pertengahan
Fase ke-III.
DPP (Dewan Pimpinan Pusat) ke-I
1966-1970
Periode ini dengan trio pimpinan
Arymurthy, Sedijono, dan Pranjoto yang
berkedudukan di Jakarta dimana
Paguyuban Sumarah mulai dibebani
tugas ekstern dengan kekaryaannya pada
BK5I (Badan Koordinasi Karyawan
Kerokhanian/Kebatinan/Kejiwaan
Indonesia).
DPP ke-II 1970-1974 Periode dengan trio pimpinan
Arymurthy, Soetjipto W, dan Zahid
Hussein, dimana Paguyuban Sumarah
meningkatkan pengabdian ekstra-
organisasinya dengan peranannya pada
Simposium Nasional Kepercayaan dan
Munas Kepercayaan ke-I bulan
59
Nopember dan Desember 1970 di
Yogyakarta yang melahirkan SKK
(Sekretariat Kerjasama Kepercayaan).
DPP ke-III 1974-1978 Periode dengan komposisi trio-pimpinan
yang sama, dimana Paguyuban Sumarah
diberi saham besar dalam mensukseskan
Munas II Kepercayaan Bulan Desember
1974 di Purwokerto dan dalam
pengurusan SKK baik di Pusat maupun
di daerah-daerah.
Sumber: Tuntunan Sumarah selama 43 Tahun (8 September 1935/1978) dalam Keputusan Kongres ke-VIII Paguyuban Sumarah tanggal 8-10 September 1978 di
Pendopo Agung Sumarah, Wirabrajan Ng. 7/158 Yogyakarta, hlm. 5
Setelah kepengurusan Dewan Pengurus Pusat (DPP) ke-III hingga
tahun 1978, DPP kemudian dipimpin oleh Bp. Brigjend H. Zahid Hussein
sampai tahun 1992 dan setelah para pinisepuh surut, muncul generasi
penerus yang diantaranya sebagai Ketua Umum Bp. Brigjend (Pur)
Soemarsono.
Berikut ini merupakan susunan Personalia Dewan Pimpinan Pusat
Paguyuban Sumarah masa bakti 1992-1997 berdasarkan sidang Paripurna
Kongres XI Paguyuban Sumarah yang ditetapkan di Yogyakarta tanggal 8
September 1992 adalah:
Ketua Umum : Brigjen TNI (Purn) Sumarsono Wiryowijoyo
Ketua I : Drs. Suko Sudarso
60
Ketua II : Drs. Sunyoto Rahardjo
Sekretaris Umum : Yuwono
Keterangan:
Tugas dan Wewenang Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Paguyuban
Sumarah adalah:
1) Memimpin perikehidupan Paguyuban Sumarah dalam seluruh wilayah
kepengurusan paguyuban dengan memperhatikan jenjang dan struktur
organisasi.
2) Memimpin pertemuan DPP Harian, konperensi DPP Pleno dan
kongres.
3) Bertanggung jawab kepada kongres dan kepala pemerintah dalam
rangka pembinaan penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Surakarta
Pada akhir Maret 1982, di Jawa Tengah terdapat 87 Organisasi
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang dibagi menjadi 58
pusat dan 29 merupakan cabang. Paguyuban Sumarah digolongkan
dalam Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Organisasi Paguyuban Sumarah terdaftar dalam Dirjen PPK Maret
61
1982 dengan no.inventarisasi I. 086/F.6/F.2/1980 berlaku bagi DPP
pusat Sumarah di DKI Jakarta.7 Sementara itu, Paguyuban Sumarah
cabang Solo telah terdaftar resmi di kantor Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Surakarta pada tanggal 1 November 1976 dengan
nomor A. C4/ Pakon/ XI/ 76. Paguyuban Sumarah cabang Solo
berpusat di Jl. Pajajaran Barat I no. 28 Sumber, akan tetapi
penyelenggaraan kegiatannya berada di beberapa tempat, salah satunya
di Jl. Madukoro No. 21 Karatonan sebagai kantor Sekretariat.8
Kepengurusan organisasi Sumarah di Surakarta pada mulanya
dipelopori oleh tokoh Soetadi dan Soehardo dari zaman pendudukan
Jepang kemudian memunculkan nama-nama pamong seperti Sri
Sampoerno, Sudarno Ong, Soewondo, dan pamong lainnya pada tahun
1960-an. Berikut merupakan data susunan pengurus organisasi
Sumarah di Surakarta pada tahun 1989.
7 Bahan Sarasehan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa tahun 1982/1983 mengenai jumlah dan daftar organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Keadaan Akhir Maret 1982, Koleksi Paguyuban Sumarah DPD IX Surakarta, Arsip Proyek Inventarisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Dit. PPK, Ditjen.Kebudayaan Dep. P dan K.
8 Barni., Laporan Observasi Paguyuban Sumarah, (Surakarta: Tugas Mata Kuliah Antropologi Religi Program Studi pendidikan Antropologi Fak. Keguruan dan Ilmu Kependidikan UNS, hlm.7.
62
Susunan Pengurus Organisasi
Daerah Pimpinan Daerah tingkat II Surakarta
Ketua I : Drs. Sediyono
Ketua II : Djoko Darjoto
Ketua III : Djoko Santoso
Sekretaris : Agung Basuki Bc HK
Bendahara : Djoko Sryanto
Tim Penasehat Spiritual : Suwondo
: Supangat
: Sugianto.9
Keterangan:
Tugas dan Wewenang Daerah Pimpinan Daerah Paguyuban
Sumarah adalah:
a) Memimpin perikehidupan Paguyuban Sumarah di seluruh wilayah
pengabdiannya, mulai dari cabang sampai ke ranting dengan
memperhatikan jenjang dan struktur organisasi.
9 Dewan Pimpinan Pusat Paguyuban Sumarah., Susunan Personalia dan
Tempat Latihan Sujud Sumarah, (Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Paguyuban Sumarah, 1989), hlm:16.
63
b) Memimpin pertemuan DPD Harian, rapat DPD pleno dan
menyelenggarakan musyawarah dan konferensi daerah.
c) Bertanggung jawab kepada DPP.
B. Prinsip Ajaran Paguyuban Sumarah
Paguyuban Sumarah termasuk dalam Himpunan Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Paguyuban ini mempunyai
prinsip ajaran:10
1. Keyakinan dalam ke-Tuhanan Yang Maha Esa sebagaimana
dinyatakan dalam dinyatakan dalam Sesanggeman, bahwa Tuhan
itu ada yang menciptakan dunia akhirat seisinya, dan mengakui
adanya Rasul-Rasul dengan Kitab Sucinya.
2. Keyakinan kenabian
3. Kitab sebagai pedomannya, Paguyuban ini tidak memiliki kitab,
kelompok ini hanya memiliki Sesanggeman.
4. Ajaran budi luhur, seperti terlihat pada Sesanggeman dan petunjuk-
petunjuk yang langsung diterima dan dihayati dalam kesadaran
jiwa-raga, serta petikannya yang disalurkan melalui lisan dan
tulisan (ceramah-ceramah dan wewarah-wewarah).
5. Ibadahnya meliputi:
10 Kementerian Agama RI, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di
Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), hlm 133-134.
64
a. Caranya beribadat, sujud Sumarah kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, dalam kesadaran jiwa-raga.
b. Waktu beribadah: Kondisi sujud rohani diusahakan setiap
waktu detik. Hari-hari latihan dan berjamaah bersama diatur
secara organisasi.
c. Alat beribadat jiwa dan raga
d. Tiap-tiap tanggal 17 diadakan sujud bersama dalam rangka
perjuangan dan pembangunan.
Respon Masyarakat terhadap keberadaan Paguyuban Sumarah
yang memiliki falsafah Paguyuban menuju ketentraman lahir batin dengan
Sujud Sumarah kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ternyata sangat positif,
karena memang keberadaan Paguyuban ini sangat toleran terhadap faham-
faham lainnya, berdasarkan rasa cinta kasih, dan kelompok ini tidak
fanatik, hanya percaya kepada hakikat kenyataan yang pada akhirnya
bermanfaat bagi masyarakat umum.
Sumarah itu mengubah paradigma bahwa menyembah Tuhan itu
adalah beban, sebuah kewajiban untuk tidak menjadi beban, kitalah yang
butuh. Maka posisi ini tidak bisa dibalik antara Tuhan dan hamba (kodrat).
Maka tugas hamba adalah melayani tuannya. Sumarah merupakan metode
untuk lebih memahami tugas-tugas kehidupan seorang manusia sebagai
khalifatullah (wakil Allah) di muka bumi. Dengan belajar Sumarah kita
mendapat gnosis tidak sekedar knowledge. Konowledge dan gnosis sama-
sama pengetahuan bedanya bagi orang Jawa disebut ngelmu itu bukan
65
sekedar knowledge tapi dia juga gnosis (sesuatu yang kita peroleh lewat
penghayatan bukan karena informasi).11
Tuntunan Sumarah dianut dan dihayati sebagai tuntunan
kerohanian berdasarkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan
menjabar berupa tuntunan laku, hukum, dan ilmu suci bagi siapapun
penghayatnya. Laku, hukum, dan ilmu Sumarah dihayati pribadi
perorangan dan bersama-sama demi menempuh martabat keimanan
bertingkat-tingkat menuju kebulatan dalam keseimbangan lahir batin serasi
dengan lingkungan hidup dan kemajuan jaman. Penghayatannya
diperdalam dengan latihan sujud dan sujud bersamaan (berjemaah) demi
kelestarian prakteknya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam penunaian
tugas pekerjaan.12
Tuntunan Sumarah dibekali dengan Sesanggeman dan berwadah
organisasi bernama Paguyuban Sumarah yang mempunyai anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga dan berkembang secara bertahap ke dalam
dan ke luar mengikuti Tuntunan Sumarah itu sendiri yang menjabat atas
kesaksian bersama. Tuntunan Sumarah menghidupkan tekad pribadi untuk
mencapai kebulatan iman dan jalannya tuntunan diperlancar dengan
11 Wawancara dengan Pak Agus T.H. tanggal 28 November 2014.12 Tuntunan Sumarah selama 43 Tahun (8 September 1935/1978), Koleksi
Paguyuban Sumarah DPD IX Surakarta, Arsip Keputusan Kongres ke-VIII Paguyuban Sumarah tanggal 8-10 September 1978 di Pendopo Agung Sumarah, Wirabrajan Ng. 7/158 Yogyakarta.
66
penjabaran tugas para pamong sebagai Pembina iklim tuntunan dan
penjabaran tugas warono sebagai penegas makna tuntunan.13
1. Ajaran tentang Ketuhanan
Konsep Ketuhanan dalam Sumarah tidak banyak didapati keterangan.
Dikatakan bahwa Tuhan itu Allah, Allah itu Esa. Ajaran tentang Tuhan di
Sumarah dan hampir semua aliran kebatinan dapat disebut “monism
pantheistic”, dimana Tuhan dan manusia dipandang sebagai satu kesatuan.
Imanensi Tuhan secara total dikatakan bahwa Tuhan berada di dalam diri
manusia yang diwakili oleh Urip (Hidup). Bahkan dikatakan bahwa urip
(hidup) itu hakikatnya adalah Tuhan itu sendiri.14 Penyebutan nama Tuhan
dan pemaknaannya diserahkan kepada masing-masing personal warga
Paguyuban Sumarah, karena pada dasarnya bagi orang Sumarah, Tuhan itu
Esa dan tidak menginginkan untuk harus disebut sebagai Allah, Sang
Hyang Widhi, God. Tuhan itu ada di dalam hati manusia karena manusia
adalah percikan dari Dzat Tuhan itu sendiri, sehingga untuk kembali
kepada Tuhan (tujuan kesempurnaan hidup penghayat kebatinan) maka
harus selalu ingat dan mendekat pada-Nya pada prakteknya anggota
Paguyuban Sumarah dengan cara mengosongkan nafsu-nafsu atau
keinginan-keinginan, pikiran-pikiran. Jadi supaya suasananya itu heneng,
hening, wening. Jadi adanya hanya dekat kepada Allah.
13 Ibid.14 Ali Imron, Studi Komparatif tentang Konsepsi Manusia menurut Aliran
Pangestu dan Paguyuban Sumarah, (Jakarta: Skripsi Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010), hlm. 38.
67
2. Ajaran tentang Manusia
Pada umumnya, aliran kebatinan mengajarkan bahwa manusia terdiri
atas tiga bagian.
a. Badan kasar (wadag); disebut rupa (hidup), panca indra (pangestu),
termasuk juga ke dalamnya hidup psikis (Sumarah, Bratakesawa,
dan Paryana).
b. Badan halus, terdiri dari nafsu-nafsu (sumarah), sama dengan roh
atau hidup rohani (Bratakesawa dan Paryana), dunia psikologis
yaitu dunia ego (Pangestu).
c. Jiwa atau intisari manusia adalah roh suci (sumarah), sinar cahaya
Allah atau roh suci atau rasa (sapta darma), Sang Halus atau
Purusha atau Allah perorangan (Bratakesawa), Budhi yaitu
mahligai Tuhan atau sifat Ketuhanan yang ada pada manusia. Pada
umumnya, jiwa yang berjasad ini dipandang sebagai berasal dari
Tuhan atau keluar daripada Tuhan, baik sebagai pletikan (bunga
api), maupun sebagai sinar cahaya Tuhan, ataupun sebagai
bayangan, Tuhan, yang oleh karena itu dipandang sebagai
sehakikat dengan Tuhan. H. Hadijuwono menyimpulkan,
“…bahwa ciri khas dari kebatinan adalah ajarannya bahwa Tuhan
dan manusia itu sehakikat dan bahwa kelepasan adalah persekutuan
antara kedua hal itu, sedemikian rupa hingga tidak ada lagi
perbedaan. Dan hal ini semua terjadi di dalam hidup sekarang ini
68
yang akan menjadi sempurna jika manusia ini sudah pisah dari
badan jasmaninya.15
Konsepsi manusia yang dimiliki Paguyuban Kulowargo Kapribaden
dibanding dengan Paguyuban Sapta Dharma, Sumarah, Pangestu, sama-
sama menghadirkan 4 anasir yang semuanya merupakan nafsu yaitu
aluamah (lawammah), amarah, supiyah, mutmainah yang kesemuanya
dapat owah gingsir (berubah dalam arti batin).16 Dr Soerono menerangkan
bahwa manusia dengan semua kelengkapan jasmani (panca indera, semua
nafsu), rohani (jiwa, rasa, sanubari), seperti sebuah Negara yang lengkap
dengan segala alat pemerintahannya. Jiwa berfungsi sebagai kepala
Negara, dan nafsu sebagai kabinetnya. Sekalipun jiwa sebagai Kepala
Negara, namun ia tidak berkuasa secara kongkret, perdana menterilah yang
memerintah, yaitu salah satu dari empat nafsu. Bila amarah memegang
kendali, maka ia menjadi manusia yang kejam, marah, dan yang lainnya,
begitu sebaliknya,17 bila mutmainah yang memegang kendali, maka ia
menjadi orang berbudi, baik dan seterusnya.
Bagi orang Sumarah dunia ini hanya sebagai batu ujian, karena Tuhan
yang Maha menentukan lulus tidak lulusnya manusia hidup di dunia. Yang
lulus berarti kembali ke asalnya yang ‘abadi’, sedangkan yang tidak lulus
15 Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran
tentang Paradigma dan Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 232.
16 Kustanti, Aliran Kepercayaan Kulowargo Kapribaden di Surakarta(suatu Kajian Sejarah Sosial Religius), (Surakarta: Skripsi Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2006), hlm. 46.
17 Ali Imron, op. cit., hlm. 43.
69
berarti hidup sekali lagi (reinkarnasi). Ajaran Sumarah percaya pada
‘hukum karma’, maka agar keluarga keturunan kelak dapat memetik buah
kebajikan,ia harus menyebar sebanyak mungkin bibit-bibit kebaikan ketika
hidup di dunia.18 Menurut Drs. K. Permadi, SH selaku Direktur Pembinaan
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Maha Esa, untuk mengetahui
kapan rokhani seorang manusia dapat kembali kepada Sang Pencipta harus
dapat melaksanakan beberapa persyaratan, yaitu (1) Pembersihan jiwa raga
antara lain sifat kebencian, keangkuhan, keserakahan, dendam, iri hati,
egoisme yang berlebihan dan sifat-sifat tercela lainnya, (2) pengisian sifat-
sifat terpuji yang dilakukan setelah sifat tercela dihilangkan, (3)
melaksanakan penghayatan yang sedalam-dalamnya serta usaha
pendekatan secara tekun dan terus kepada Sang Pencipta. Apabila syarat-
syarat tersebut sudah dipenuhi dan bilamana Tuhan berkenan, maka Tuhan
akan memberi taufik dan hidayahNya.19
3. Sesanggeman dan Himpunan Wewarah
Adanya sesanggeman sekedar berfungsi untuk mengarahkan sikap
mental seorang penghayat dan untuk memahami moral kehidupan yang
dijumpai dalam penghayatan sujud sumarah dan juga untuk dasar identitas
secara umum. Adanya himpunan wewarah berfungsi sekedar sebagai
18 Barni, op. cit., hlm.10.19 Permadi, Kewajiban Manusia Terhadap Tuhan, Negara,dan Nusa
Bangsa, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Pembinaan dan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 1994/1995), hlm.3-4.
70
pencatatan dan pengumpulan tuntunan yang pernah menjabar dalam
perjalanan sejarah Paguyuban Sumarah, sehingga dari waktu ke waktu
dapat diteliti garis kesinambungan dan konsistensinya maupun bukti-saksi-
kenyataan petunjuk-petunjuk yang diperoleh dalam masa terdahulu.
Sementara ini himpunan wewarah dimaksudkan untuk konsumsi intern,
demi menunjang kelancaran penghayatan sujud sumarah para warga
paguyuban. Sesanggeman dan himpunan wewarah tidak diperlakukan
sebagai kitab suci.20
Berikut ini merupakan isi dari sasanggeman/ sesanggeman
Paguyuban Sumarah:
a. Para kulawarga Paguyuban Sumarah sami yakin manawi Allah
punika wonten, ingkang nitahaken donya akhirat saisinipun,
punapa dene ngakeni wontenipun para Rasul tuwin Kitab-
Sucinipun;
b. Sanggem tansah enget dateng Allah, sumingkir saking raos
pandaku, kumingsun, pitados dateng kasunyatansaha sujud
sumarah ing Allah;
c. Marsudi sarasing sarira, tentreming panggalih saha sucining
rohipun, makaten ugi ngutamekaken watakipun, dalah muna-muni
tuwin tindak-tandukipun;
d. Ngratakaken pasederekan, adedasar rasa sih;
20 Ibid.
71
e. Sanggem tumindak saha makarti anjembaraken wajibing
ngagesang sarta anggatosaken preluning babrayan umum, netepi
wajibing warganing negari, tumuju dating kamulyan saha
kaluhuran, ingkang mahanani tata tentrem ing jagad raya;
f. Sanggem tumindak leres, ngestokaken angger-anggering negari
tuwin ngaosi ing sasami, boten nacad kawruhing liyan, malah
tumindak kanti sih, murih sadaya golongan, para ahli kebatosan
tuwin sadaya Agami saged nunggil gegayuhanipun;
g. Sumingkir saking pandamel awon, maksiyat, jail, drengki lan
sasaminipun, sadaya tindak tuwin pangandikan sarwa prasaja
sarta nyata,kanti sabar saha titi, boten kasesa, boten sumengka;
h. Taberi ngudi jembaring seserepan lahir batos;
i. Boten fanatik,namung pitados dateng kasunyatan ingkang
tundonipun murakabi dateng babrayan umum.
Arti dari Sesanggeman bila diartikan menurut bahasa Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Warga Paguyuban Sumarah yakin bahwa Tuhan itu ada, yang
menciptakan dunia akhirat seisinya,dan mengakui adanya
Rasul-Rasul dengan Kitab-Sucinya;
b. Sanggup selalu ingat kepada Tuhan,menghindari rasa mendaku,
takabur, percaya kepada hakekat kenyataan serta sujud sumarah
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa;
72
c. Menjaga kesehatan jasmani, ketentraman hati dan kesucian
rohani, demikian pula mengusahakan budi pekerti luhur,
menjaga sikap dan tingkah laku;
d. Mempererat persaudaraan,berdasarkan rasa cinta kasih;
e. Sanggup berupaya dan bertindak memperluas makna tujuan
hidup dan memperhatikan kepentingan masyarakat umum,
menaati kewajiban sebagai Warga Negara,menuju kepada
kemulyaan dan keluhuran yang membuka ketentraman dunia
raya.
f. Sanggup berbuat benar, tunduk kepada Undang-Undang
Negara dan menghormati sesama manusia, tidak mencela
faham pengetahuan orang lain, bahkan berusaha berdasarkan
rasa cinta kasih agar semua golongan, para penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan para
pemeluk Agama bersama-sama menuju tujuan yang satu;
g. Menghindari perbuatan hina, maksiat, jahat, dengki, dan
sebagainya, segalaperbuatan dan ucapan serba jujur dan nyata,
dengan sabar dan teliti, tidak tergesa-gesa, tidakterdorong
nafsu;
h. Rajin menambah pengetahuan lahir dan batin;
73
i. Tidak fanatik, hanya percaya kepada hakekat kenyataan, yang
pada akhirnya bermanfaat bagi masyarakat umum.21
Sesanggeman berintikan:
a. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan kehendak-Nya
kepada yang dicipta-Nya.
b. Kesanggupan untuk sujud Sumarah kepada-Nya
c. Membina diri pribadi ke arah kesucian
d. Mewujudkan persaudaraan atas dasar cinta kasih
e. Memenuhi kewajiban-kewajiban sosial, nasional, dan
kemanusiaan
f. Kerukunan antara semua golongan mengarah kepada tujuan
mulia yang menjadi cita-cita bersama
g. Membina moral dan budi pekerti luhur
h. Menambah pengetahuan dan pengalaman lahir batin
i. Tidak fanatik dalam usaha mencapai kebenaran yang
bermanfaat bagi masyarakat umum22
21 AD/ART Paguyuban Sumarah 1 Agustus 1980, Koleksi Paguyuban
Sumarah DPD IX Surakarta.
22 Mengenal Sumarah, op. cit., hlm.21.
74
4. Be’atan dan Latihan Sujud
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
AD/ART Paguyuban Sumarah dijelaskan mengenai ketentuan latihan-
latihan dan pengesahan tekad kesumarahan kepada Tuhan, yaitu:
a. Pengesahan Tekad Ketuhanan (Beatan)
Pengesahan Tekad Ketuhanan (Beatan) dilakukan di Cabangnya
tiap bulan sekali oleh seorang Petugas Pengesahan Tekad Ke-Tuhanan
(PPTK).
b. Latihan-latihan:
1) Penghayatan sujud diselenggarakan secara tertib dan teratur dengan
sistim berjamaah.
2) Untuk memudahkan jalannya penghayatan maka di dalam
penggolongan menurut kedewasaan sujud yang didasarkan atas
tekad yang bernilai Ketuhanan (martabat), yang pada pokoknya
terbagi dalam tiga golongan, ialah:
a) Martabat tekad .
b) Martabat Iman.
c) Martabat Sumarah.
3) Disamping penghayatan-penghayatan tersebut ayat 2 b pasal ini,
diadakan berjamaah umum menuju kepersatuan lahir batin.
c. Di tiap Ranting harus diadakan penghayatan-penghayatan untuk
para anggauta/ calon anggauta menurut golongan martabat masing-
masing sedikitnya tiap minggu sekali. Di tiap Cabang diadakan
75
berjamaah umum tiap dua bulan sekali dengan dibimbing oleh
seorang Pamong yang ditunjuk pada waktu penghayatan/
berjamaah itu.
d. Penghayatan/ Permusyawaratan Pamong dibimbing oleh seorang
Pembimbing Pamong dan diadakan:
1) Oleh DPD sekurang-kurangnya dua bulan sekali
2) Oleh DPC sekurang-kurangnya tiap bulan sekali
Dalam permusyawaratan Pamong diutamakan masalah
kepamongan antara lain: cara momong, pengalaman-pengalaman
waktu ngemong, tuntunan pertanyaan-pertanyaan dan pengalaman-
pengalaman momongannya.23
Keterangan:
Pamong ialah petugas yang berkewajiban mendampingi para
anggota/ calon anggota dalam melaksanakan sujud dan membimbing
untuk melaksanakan Sesanggeman.24
a. Be’atan
Be’atan atau bukaan di dalam Paguyuban Sumarah
mempunyai arti membuka warana-nya hidup. Dalam arti
menyatukan kesadaran hidup lahir dengan hidup rohani, dan
dengan itu menyaksikan turunnya berkah Allah bagi seseorang
23 AD/ART Paguyuban Sumarah 1 Agustus 1980, Koleksi Paguyuban
Sumarah DPC Wonogiri, Arsip No. 5 IX. 03. 01.24 Ibid.
76
yang baru masuk menjadi anggota Paguyuban Sumarah atas
janjinya akan sujud Sumarah kepada Tuhan dan tidak akan
menyekutukan Dia dengan siapapun atau dengan kekuatan apapun
yang lain.25
“Di Sumarah, beatan itu dikenalkan dengan budinya,
dikenalkan dengan rohnya sendiri. Jadi tidak ada yang mbeat, yang
mbeat itu Tuhan. Jadi dibeat itu mengenal dirinya sendiri, yang
kalau mati diharapkan dia bisa kembali mengikuti garis pepadhang
dari Tuhan. Jadi sesuatu yang sifatnya Hakiki. Baru kalau orang
sudah mengenal diri pribadinya yang relatif abadi, dia akan bisa
mawas diri, mengendalikan dirinya, dengan kekuasaan Yang Maha
Kuasa. Jadi ada beatan, tapi dengan beatan yang sering kita dengar
di koran ada yang mbeat, patuh pada ketentuan, mengakui sebagai
pimpinan, bukan itu. Organisasi hanya sekedar suatu sarana agar
kita bisa tukar informasi, bisa menyebarkan pengalaman yang
sifatnya kerohanian.”26 Jadi be’atan di Paguyuban Sumarah bukan
berarti kaderisasi seperti dalam organisasi pada umumnya, namun
lebih kepada mengenalkan pribadi perorangan untuk berhubungan
dengan Tuhan dan kemudian diharapkan untuk masuk menjadi
anggota Paguyuban Sumarah.
25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., Sumarah V: Sejarah
Paguyuban Sumarah 1935-1970, (Jakarta: Direktorat PPK, 1980), hlm.59.26 Wawancara dengan Pak Saryanto tanggal 26 Juni 2015
77
b. Latihan Sujud
Pada dasarnya, aliran kebatinan merupakan “sekolah” bagi
individu untuk belajar mengarungi jalan mistik,tujuan
perseorangan ini jelas diakui. Kebatinan,dalam semua variasinya,
adalah kebudayaan manusia-batin, yang mengembangkan
ketenangan batin dan rasa. Untuk mencapainya, metode yang
umum dijalankan biasanya disebut sujud atau penyerahan diri.
Selama penyerahan diri inilah batin seseorang secara intuitif dapat
mengalami kehadiran “Tuhan”. Persatuan mistik ini pada
hakekatnya bersifat bebas mengalir, tidak terarah, dimana prakarsa
untuk dirasakan timbul bersama “pihak lain” yang dicari
tergantung pada persiapan dan pembersihan diri para penganut.27
Di dalam latihan Samadhi atau sujud, manembah, manusia
merasai hadirnya diri sebagai Tuhan. Sama halnya dengan tradisi
Hindu sejak jaman Upanishad yang mengajarkan bahwa atman
(diri manusia), bila beralih kepada tingkat mulia sebagai
paramatman, merasa identik dengan Brahman. Kenyataan seperti
itu pula yang Nampak mewarnai pemikiran Bratakesawa terhadap
lafadz, “waman’arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu”, dan yang
27 Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa:
Kelangsungan dan Perubahan Kulturil, (Jakarta: PT.Gramedia,1983), hlm. 30.
78
dimaksud adalah, barang siapa mencapai inti dirinya (Purusha)
maka ia akan merasa menyatu dengan Tuhan (Isywara).28
Organisasi Sumarah bersifat spiritual, jadi perjalanannya
lebih mengutamakan pada amal spiritual dan penghayatan.
Penekanannya pada usaha dalam membangun harmonisasi dan
perdamaian melalui dalam diri sendiri secara langsung akan timbul
persatuan, perdamaian, dan kebahagiaan yang kemudian di dalam
Paguyuban Sumarah dikenal dengan istilah sujud Sumarah.
Sumarah itu ada 2 tingkatan yaitu Sumarah dalam tuntunan
Tuhan (di atasnya hidup itu tuntunan Tuhan) dan Sumarah ing
Allah. Secara garis besar, Sumarah (pasrah kepada Tuhan YME)
itu dibagi menjadi 3 yaitu tekad, iman dan Sumarah. Sujud/
manembah dalam Paguyuban Sumarah ada 2 macam yaitu sujud
khusus dan sujud harian. Sujud khusus yaitu latihan sujud bersama
seperti meditasi. Kalau sujud harian itu namanya sujud detik demi
detik berlangsung 24 jam artinya manembah dan mengingat kepada
Tuhan secara terus-menerus, mawas hati sehingga selalu melihat
dirinya sendiri (merefleksikan dan mengevaluasi diri).29
Sujud Sumarah pada Paguyuban Sumarah merupakan
upaya pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dipelajari dan dihayati secara universal tanpa memandang agama
28 Suwardi Endraswara., op. cit., hlm. 159.29 Wawancara Pak Sugiyono tanggal 22 Agustus 2014.
79
maupun keyakinan yang dianut individu. Sumarah membagi
meditasi menjadi dua, yakni meditasi khusus dan harian. Yang
pertama, disebut khusus untuk membedakannya dari kehidupan
normal sehari-hari. Ini adalah waktu tertentu di mana kita duduk,
santai dan terbuka untuk menerima energi ilahi. Hal itu adalah
kesempatan untuk latihan dan melepaskan ketegangan dan pikiran
untuk kemudian membiarkan diri kita menyadari perasaan dan
melepaskan konsep-konsep yang terlalu sering merupakan kendala
bagi pengembangan diri sebenarnya.
Sisa-sisa filsafat India, termasuk aliran monistik (yang non-
dualistik), masih terlihat jelas di Sumarah. Lebih dari itu, kendati
secara umum mayoritas keanggotaan gerakan ini adalah muslim,
latihan sujud ala Buddhisme dan Islam yang ada di dalamnya tetap
nampak berdampingan. Koeksistensi semacam itu memperlihatkan
adanya keterkaitan meditatif antara Islam dan Hindu (India) serta
penekanan dalam satu gerakan dan sekaligus menggaungkan
perbedaan antara teknik konsentrasi dan rileksasi, sesuatu yang
kontras yang lazim dijumpai di hampir semua tradisi meditasi.30 Di
berbagai tempat, ada perbedaan orientasi mengenai gaya laku sujud
dari tingkat perorangan hingga cabang di Jawa Timur, aliran
tasawuf begitu kental, khususnya di daerah Madiun dan Ponorogo.
30 Paul Stange, Kejawen Modern: Hakikat dalam Penghayatan Sumarah,
(Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 285.
80
Sedangkan non-Islami justru dipakai oleh hampir semua anggota
Sumarah di Jawa Tengah.31
1) Jadwal Latihan dan Kegiatan Paguyuban Sumarah
Surakarta
Latihan sujud Sumarah di Solo dilakukan secara
rutin seminggu dua kali yaitu hari Rabu pukul 19.00 WIB
hingga selesai dan hari Kamis pukul 13. 30 WIB hingga
selesai, penentuan waktu tersebut tidak sama setiap daerah
artinya bebas disesuaikan dengan kesepakatan para anggota
Sumarah di cabang/ ranting tersebut. Latihan sujud
dipimpin oleh pamong, diawali dengan pembukaan dan
dilanjutkan dengan sujud berbentuk meditasi ala Sumarah
selama beberapa waktu antara bisa 10 menit, 15 hingga 1
jam tiap melakukan sujud. Setelah selesai sujud, setiap
anggota diberi kesempatan untuk memaparkan pengalaman
rohaninya pada saat sujud (cocokan) dan kemudian dibahas
dalam forum latihan tersebut untuk didapat persaksian
kebenarannya. Kemudian setelah cocokan, diakhiri dengan
sujud/ meditasi kembali dan ditutup dengan salam ala
Sumarah yaitu rahayu, rahayu, rahayu.
Terdapat pertemuan rutin dan tidak rutin di dalam
Paguyuban Sumarah Surakarta. Pertemuan rutin meliputi
31 Ibid., hlm. 286.
81
latihan sujud yang dilakukan seminggu dua kali, dua bulan
sekali kaderisasi pamong, dan agenda tahunan seperti
memperingati turunnya Wahyu Sumarah tanggal 6
September di Wirobrajan Yogyakarta, peringatan 1 Suro
dan peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus dengan diisi
sujud bersama-sama di Kratonan dengan mengundang
warga paguyuban wilayah eks. Karesidenan Surakarta,
kunjungan ke daerah cabang dan ranting di daerah desa-
desa. Sementara itu, pertemuan tidak rutin meliputi
Konferensi, Kongres, Sarasehan, Temu Kekadangan, serta
acara intern yang tidak dijadwalkan dalam hitungan tahun.
“Di Surakarta hari Kamis di Kratonan Jl. Madukoro
jam setengah 2 sampai jam 3. Kalau agenda 2 bulan sekali
di Kratonan itu ada kegiatan kaderisasi pamong-pamong
tingkat Surakarta (wilayah eks. karesidenan Surakarta
meliputi: Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri,
Sragen, dan Klaten), kemudian disusul dengan tingkat
Jateng. Kaderisasi pamong-pamong tersebut dalam arti
pengangkatan spiritual, membina tingkat kesadaran dan
martabatnya.”32
2) Sujud Ala Sumarah
32 Wawancara Pak Sugiyono tanggal 20 September 2014.
82
Sujud Sumarah berbeda dengan sujud seperti yang
dilakukan oleh agama Islam. Istilah sujud dalam Sumarah
bersifat abstrak atau berada di angan-angan. Pedoman yang
digunakan dalam mengawali Sujud Sumarah kepada Allah
adalah mempunyai tekad yang kuat, iman yang bulat, serta
rajin Sujud Sumarah yang tekun dan kemudian
pelaksanaannya harus melalui Eneng (diam dan
mengosongkan pikiran), Ening (hening), Eling (ingat
kepada Allah). Dengan tekad, iman yang bulat didukung
dengan iklim yang baik mewujudkan sujud yang benar total
dan bila itu ditingkatkan dengan sungguh-sungguh mampu
bersatunya Trimurti, yaitu bersatunya angan-angan, rasa,
dan budi menyatu bersama sujud Sumarah di dalam
sanubari tepatnya di daerah Baital Muharam.
Pada prakteknya, sujud Sumarah dapat dilakukan
dengan cara duduk maupun berdiri tergantung pada
kenyamanan dalam mewujudkan sujud secara total. Berikut
ini merupakan contoh visualisasi dari sujud Sumarah.
83
Gambar. 1
Sujud Sumarah yang dilakukan dengan berdiri
Sumber: Koleksi Paguyuban Sumarah Surakarta
Tata cara sujud tidak ada karena pada dasarnya
sujud ini hanya alat untuk menuju Sumarah. Jadi intinya
tidak ada aturan yang baku dan bebas, maka untuk memulai
sujud biasanya dipersilahkan bebas, rileks santai luar
dalam, maksudnya (rasa, analisa pikir, fisik) harus rileks
dan waktunya tidak ditentukan, persyaratan yang lain tidak
ada kalau bisa eling 24 jam.33
Dalam mewujudkan sujud Sumarah pada Allah, hal
yang pertama kali dilakukan adalah menyatukan Rasa
(mewakili jiwa manusia) dengan angan-angan (pengganti
33 Wawancara dengan Ripto tanggal 3 Februari 2016
84
raga manusia). Setelah terjadi penyatuan antara kedua
piranti tersebut dengan adanya tekad dan iman bulat
bersungguh-sungguh memasrahkan diri total kepada Allah
dengan didukung suasana (iklim) yang kondusif adem
lerem kemudian dibawa ke tempat persujudan batin kepada
Allah yang bertempat di:
a) Jana Loka (Baital Mukadis)
Merupakan alam rahasia bertempat di kemaluan
manusia. Orang laki-laki berada di pringsilan (Testis),
sedangkan perempuan berada di bagian terlarang
(elitoris), yaitu tempat Dhat Allah untuk menitahkan
benih, berupa setetes air mani. Baital Mukadis juga
menjadi belenggu 4 nafsu perkara yaitu Luamah,
Amarah, Supiah, dan Mutmainah. Manusia yang dapat
menyatukan rasa dan angan-angan yang berada di
Baital Mukadis dengan menyebut Asma Allah ,raganya
bisa bergerak atas kehendak Dhat Allah, manusia itu
tadi kemudian memiliki jiwa seni yang bermacam-
macam, misalnya kesaktian, pencak silat, tari, memilki
kewaspadaan, serta dapat menyembuhkan penyakit
dengan gerakan raga.34
b) Endra Loka (Baital Muharam)
34 Mengenal Sumarah, op. cit., hlm. 42.
85
Endra Loka merupakan Alam Gaib yang terletak di
jantung manusia yang terbagi menjadi 3 lapisan:
(1) Sanubari (lapisan pertama)
Apabila sujud Sumarah posisnya berada di
Sanubari dapat menjadikan suasana hati dan panca
indra berupa nafsu-nafsu menjadi tenang dan
tentram menjadi bukti sudah diizinkannya manusia
bersujud di dalamnya dan berlindung di hadapan
Allah.
(2) Kolbu (lapisan kedua)
Jika posisi sujud berada di kolbu itu
menunjukkan setingkat lebih tinggi, hati sudah tidak
terusik oleh gangguan dan suasana hening dan
tentram tersinari oleh cahaya/ Nur Illahi menyatu
menjadi Trimurti (menyatunya angan-angan, rasa,
dan budi/ sinar illahi yang lebih dikenal dengan
“Manunggaling Kawula lan Gusti”).
(3) Bait Allah (lapisan ketiga)
Jika sujud Sumarah kedudukannya sudah
mencapai bait Allah berarti telah mencapai jalan
menuju alam kesucian/ Rohul Kudus/ surga lepas
dari belenggu keduniawian. Manusia yang mampu
86
atau diizinkan mencapai sujud di Bait Allah, ia telah
dapat mengendalikan piranti hidup manusia yang
terdiri dari 4 macam nafsu tadi, angan-angan, dan
rasa telah menyatu dalam Jiwa. Yang ada kemudian
hanyalah eling (kesadaran).
Sujud sendiri (perorangan) dengan berjamaah itu sedikit
banyak akan mendapat tuntunan dari Tuhan, karena sujud itu
gotong royong dalam arti saling memberi, saling menerima,
menyatu dengan dirinya sendiri, kalau sudah bersatu dengan
dirinya sendiri itu butuh bersatu dengan sesama hidup
membutuhkan teman bersatu dengan orang lain. Kalau bersatu
dengan dirinya sendiri (utuh) itu namanya kesadaran utuh/ manusia
utuh (lengkap), kalau menyatu dengan sesama hidup, sesama
jamaah itu menyatu di dalam kebersamaan (kesadaran di dalam
suh). Apabila kesadaran utuh telah tercapai dan menyatu dengan
sesama hidup dengan tuntunan Tuhan/ kehendak Tuhan, itu
namanya kesadaran tunggal yaitu manunggal di dalam kekuasaan
Tuhan (Trimurti III).35
Sistem kesadaran itu sendiri ada 3 tingkatan yaitu: Trimurti
I, jika telah mencapai iman bulat. Rasa angen-angen kasurutan
35 Wawancara dengan Pak Sugiyono tanggal 20 September 2014.
87
budi, jasmani rohani dinaungi oleh sang hidup; Trimurti II, rasa
angen-angen sudah menyatu di dalam hati, budi, dan tuntunan
Tuhan; Trimurti III apabila budi, tuntunan dan kuasa Tuhan sudah
menyatu. Istilahnya menyatukan semua alat-alat menuju Dzat yang
Maha Esa kalau di dalam Islam dikatakan Ma’rifat (mendekatkan
diri kepada Tuhan sedekat-dekatnya), kalau bahasa Jawa secara
historis umum “Manunggaling Kawula Gusti”.36
36 Wawancara dengan Pak Sugiyono tanggal 20 September 2014.