BAB III PENGATURAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM...

31
BAB III PENGATURAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO. 13 TAHUN 2003 A. Upah menurut Hukum Islam 1. Besar Upah yang Harus Diterima oleh Pekerja Dalam Islam, besaran upah ditetapkan oleh kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Kedua belah pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan jumlah upah, serta bebas menetapkan syarat dan cara pembayaran upah tersebut. Asalkan saling rela dan tidak merugikan salah satu pihak. 39 Tingkat upah minimum dalam Islam harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja yaitu pangan, sandang, dan papan. Sadeq (1989) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan upah, yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah kebutuhan dasar, beban kerja dan kondisi pekerjaan. Faktor sekunder adalah memperlakukan pekerja sebagai saudara. 40 Pada dewasa ini yang menonjol adalah faktor primer, sedangkan faktor sekunder tidak dijumpai. Hal ini menjadikan pengusaha dan pekerja berada pada 39 Hadi Muttaqin Hasyim, Penggajian dalam Islam, (http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/16/penggajian-dalam-islam/ , diakses 15 Agustus 2010). 40 Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, op. cit. hlm. 68. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB III PENGATURAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM...

BAB III

PENGATURAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO. 13

TAHUN 2003

A. Upah menurut Hukum Islam

1. Besar Upah yang Harus Diterima oleh Pekerja

Dalam Islam, besaran upah ditetapkan oleh kesepakatan antara

pengusaha dan pekerja. Kedua belah pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan

jumlah upah, serta bebas menetapkan syarat dan cara pembayaran upah tersebut.

Asalkan saling rela dan tidak merugikan salah satu pihak.39

Tingkat upah minimum dalam Islam harus cukup untuk memenuhi

kebutuhan dasar pekerja yaitu pangan, sandang, dan papan. Sadeq (1989)

menjelaskan bahwa ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan

upah, yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah kebutuhan

dasar, beban kerja dan kondisi pekerjaan. Faktor sekunder adalah memperlakukan

pekerja sebagai saudara.

40

Pada dewasa ini yang menonjol adalah faktor primer, sedangkan faktor

sekunder tidak dijumpai. Hal ini menjadikan pengusaha dan pekerja berada pada

39 Hadi Muttaqin Hasyim, Penggajian dalam Islam, (http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/16/penggajian-dalam-islam/, diakses 15 Agustus 2010).

40 Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, op. cit. hlm. 68.

Universitas Sumatera Utara

dua pihak yang saling berlawanan, sehingga timbulah hubungan konflik di antara

keduanya.

Perhitungan besaran upah menurut Islam, yaitu sebagai berikut:41

a. Prinsip adil dan layak dalam penentuan besaran upah.

b. Manajemen perusahaan secara terbuka dan jujur serta memahami kondisi

internal dan situasi eksternal kebutuhan karyawan terhadap pemenuhan

kebutuhan pangan, sandang dan papan.

c. Manajemen perusahaan perlu melakukan perhitungan maksimisasi besaran gaji

yang sebanding dengan besaran nishab zakat.

d. Manajemen perusahaan perlu melakukan revisi perhitungan besaran gaji baik

di saat perusahaan menghasilkan laba maupun kerugian, dan

mengkomunikasikannya kepada buruh/ pekerja.

Islam sangat menginginkan upah pekerja diberikan secara adil. Karena

itulah Islam menetapkan pilihan untuk membatalkan akad (perjanjian) apabila

jelas bahwa seorang pekerja ditipu dalam hal upahnya. Demikianlah hal-hal yang

dihargai agar pekerja tidak sampai mengalami perlakuan zalim atau tindakan

sewenang-wenang dalam bentuk apapun. Layak berhubungan dengan besaran

upah yang diterima oleh pekerja. Kelayakan upah yang diterima oleh pekerja

dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu pangan (makanan), sandang (pakaian), dan

papan (tempat tinggal).42

41 Ibid, hlm. 83. 42 Ibid, hlm. 37

Universitas Sumatera Utara

Manajemen perusahaan perlu melakukan konsep upah minimum dengan

konsep “nishab zakat” sebagai upah minimum. Artinya, jika nishab zakat

disesuaikan dengan harga 85 gram emas dalam setahun, maka dalam sebulan

batas upah minimum adalah 85/12 = 7,083 gram emas. Jika harga rata-rata satu

gram emas sebesar Rp 198.000,00 maka upah minimum untuk satu bulan adalah

7,083 x Rp 198.000,00 = Rp 1.408.100,00. Dengan asumsi kondisi harga emas

stabil.43

Islam juga menetapkan konsep upah tertinggi dalam membayar para

pekerja. Artinya, pekerja tidak boleh meminta bayaran atas pekerjaannya di luar

batas kemampuan perusahaan untuk membayarnya.

Dalam Islam, upah yang telah ditetapkan sebelumnya di dalam akad

dapat direvisi oleh manajemen perusahaan, baik pada saat mengalami laba

ataupun rugi. Namun, revisi tersebut haruslah terlebih dahulu dibicarakan dengan

pekerja.

44

Jika terjadi maka hal ini juga melanggar konsep keadilan dalam

pengupahan atau penggajian. Jangan sampai karena mengharapkan bayaran yang

tinggi akhirnya menzhalimi perusahaan. Meminta bayaran yang tinggi kepada

perusahaan yang tidak mampu membayaranya juga merupakan suatu kezaliman.

45

Qardhawi menyatakan, “tidak boleh juga bagi pekerja untuk menuntut

upah di atas haknya dan di atas kemampuan pengguna jasanya (perusahaan)

43 Ibid, hlm. 79. 44 Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, op. cit. hlm. 81. 45 Ibid, hlm. 82.

Universitas Sumatera Utara

melalui tekanan dengan cara aksi mogok kerja, rekayasa organisasi buruh, atau

cara-cara lainnya”.46

46 Ibid, hlm. loc. cit.

Konsep ini menekankan hal yang sangat penting pada kondisi sekarang

ini. Pengusaha diminta untuk mencukupi kebutuhan karyawannya, tetapi di pihak

lain, pekerja diminta untuk tidak meminta bayaran yang tinggi hingga pengusaha

tidak mampu membayarnya.

Dalam hal ini, Islam telah meletakkan dasar-dasar untuk melindungi hak-

hak para pengusaha dan pekerja. Apabila pengusaha menyadari sepenuhnya

tentang kewajiban mereka kepada para pekerja maka kemungkinan besar mereka

akan membayar pekerja mereka dengan upah yang cukup untuk menutupi

kebutuhan pokok. Hal ini terjadi jika mereka betul-betul beriman dan mengharap

ridha Allah swt dalam pengabdiannya kepada kemanusiaan.

Perbedaan mengenai besarnya upah juga ada diatur dalam Islam. Berikut

firman Allah swt mengenai perbedaan upah pekerja.

“Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa

yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah mencukupkan

balasan perbuatan mereka, dan mereka tidak dirugikan.” (Al-

Ahqaf: 19).

“…Dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan

apa yang telah kamu kerjakan.” (Yaasin: 54).

Universitas Sumatera Utara

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah

diusahakannya.” (An-Najm: 39).

Ayat-ayat ini menegaskan bahwa pekerjaan seseorang akan dibalas

menurut berat pekerjaannya. Maududi menjelaskan bahwa kebijakan upah

diperbolehkan untuk pekerjaan yang berbeda47

2. Kewajiban Membayar Upah

. Islam menghargai keahlian dan

pengalaman.

Pengusaha berkewajiban membayar upah kepada buruh yang telah

selesai melaksanakan pekerjaannya. Entah itu secara harian, mingguan, bulanan,

ataupun lainnya. Islam menganjurkan untuk mempercepat pembayaran upah,

jangan ditunda-tunda. Rasulullah bersabda:

“Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya.”

(HR. Ibnu Majah dan Imam Thabrani).48

Dalam Islam, keterlambatan pembayaran upah secara sewenang-wenang

kepada pekerja dilarang, kecuali keterlambatan tersebut ada diatur dalam akad

(perjanjian). Begitu juga dengan penangguhan pembayaran upah oleh pengusaha,

Memperlambat pembayaran upah dapat menyebabkan penderitaan besar

bagi para pekerja.

47 Ibid, hlm. 35 48 Ibid. hal. 33

Universitas Sumatera Utara

harus terlebih dahulu diatur dalam akad. Jika tidak diatur maka pengusaha wajib

membayar upah pekerja setelah menyelesaikan pekerjaannya.49

Sebenarnya menurut Islam, majikan tidak boleh mengingkari waktu

pembayaran upah yang telah disepakati. Jika ditunda, hal itu menjadi hutang

majikan kepada pekerja sebesar jumlah upah yang ditunda tersebut. Setelah

pekerja melunasi pekerjaan dengan persyaratan pekerjaan itu, majikan haruslah

menepati janjinya.

50

Surat di atas merupakan jaminan bahwa upah kerjanya akan dibayar

sesuai dengan akad yang telah disepakati bersama. Tidak saja upah pekerja itu

harus dibayar secara adil, tetapi pelaksanaan pembayarannya juga tidak boleh

ditunda, harus sesuai dengan kelaziman pembayaran upah yang berlaku atau

sesuai dengan akad yang ada.

Firman Allah swt:

“Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi

hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di bumi.” (Asy-

Syu’ara: 183).

51

49 Hadi Muttaqin Hasyim, “Penggajian Dalam Islam”,

Islam pun juga mengatur mengenai upah kerja lembur. Nabi Muhammad

saw bersabda:

http://www.muttaqinhasyim. wordpress.com, 15 Agustus 2010.

50 Hadi Muttaqin Hasyim, “Penggajian Dalam Islam”, http://www.muttaqinhasyim. wordpress.com, 15 Agustus 2010.,

51 Direktorat Jenderal Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, Departemen Agama RI, 2002, hlm. 180.

Universitas Sumatera Utara

“Janganlah kamu membebani mereka (para pekerja) di luar

batas kemampuan mereka, maka jika harus demikian maka

bantulah mereka.” (HR. Muslim).52

Islam menyatakan bahwa pembayaran upah dapat dilakukan di tempat

kerja atau di tempat lain yang dekat dengannya. Para pekerja tidak boleh dipersulit

dan tidak boleh diharuskan pergi ke tempat yang jauh dari tempat kerjanya.

Dari hadist ini dapat diketahui bahwa Rasulullah saw memerintahkan

bagi pengusaha yang menyuruh para pekerjanya untuk bekerja melebihi waktu

yang seharusnya agar diberikan upah tambahan atau upah lembur.

53

3. Pembayaran Upah bagi Pekerja yang Tidak Bekerja

Menurut Ahmat Tabakoglu, dalam Islam pekerja harus tetap

mendapatkan upah meskipun pekerja tidak bekerja yang disebabkan oleh

kesalahan perusahaan. Misalnya tidak ada bahan baku, tidak ada listrik, dan lain-

lain.54

B. Upah Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

1. Besar Upah yang Harus Diterima oleh Pekerja

52 Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, op.cit. hlm. 93. 53 Baqir Sharief Qorashi, op. cit. 251. 54 Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, op.cit. hlm. 88.

Universitas Sumatera Utara

Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yaitu mampu memenuhi kebutuhan

hidup pekerja/ buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan

minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari

tua.

Upah merupakan sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan diri si

pekerja maupun keluarganya serta cerminan kepuasan kerja. Sementara bagi

pengusaha melihat upah sebagai bagian dari biaya produksi, sehingga harus

dioptimalkan penggunaannya dalam meningkatkan produktivitas dan etos kerja.

Pihak-pihak yang dapat menentukan upah adalah sebagai berikut:55

a. Buruh/ pekerja dan pengusaha, keduanya bersepakat dalam menentukan upah.

b. Serikat buruh. Ini dikarenakan mereka berkompeten dalam menentukan upah

buruh/ pekerja bersama pengusaha, dengan syarat kaum buruh/ pekerja

memberikan kewenangan kepada mereka untuk melakukannya.

c. Negara, namun disyaratkan dalam intervensinya Negara tidak menghilangkan

hak-hak buruh/ pekerja maupun hak-hak pengusaha. Apabila upah telah

ditentukan, maka buruh memiliki kemerdekaan penuh untuk menerima atau

menolak tanpa adanya unsur paksaan.

Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara

pengusaha dan pekerja atau serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan

pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila

55 Baqier Sharief Qorashi, op. cit. hlm. 250.

Universitas Sumatera Utara

pengaturan tersebut lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib

membayar upah pekerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.56

Pencapaian kebutuhan hidup layak perlu dilakukan secara bertahap

karena kebutuhan hidup minimum yang sangat ditentukan oleh tingkat

kemampuan dunia usaha.

Upah minimum menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Sedikit

berbeda dengan ajaran Islam yang memiliki prinsip adil dan layak dalam

menentukan besaran upah.

57

1. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/ kota;

Upah minimum dapat terdiri dari:

2. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/

kota.

Di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan tidak ada diatur mengenai konsep upah tertinggi, hanya ada

diatur mengenai upah pekerja yang tidak boleh lebih rendah dari upah minimum.

Namun, ada diatur mengenai perbedaan besaran upah. Pada Pasal 92 ayat

(1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan

bahwa:

56 Pasal 91 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

57 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 119.

Universitas Sumatera Utara

“Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan

memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan

kompetensi”.

Penyusunan struktur dan skala upah dimaksudkan sebagai pedoman

penetapan upah sehingga terdapat kepastian upah tiap pekerja serta untuk

mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang

bersangkutan. Lebih lanjut mengenai pengaturan tentang struktur dan skala upah

dapat dilihat pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

KEP.49/MEN/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.

2. Kewajiban Membayar Upah

Dalam Pasal 95 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan juga mengatur bahwa pengusaha yang terlambat membayar upah

pekerja yang diakibatkan oleh kesengajaan atau kelalaian pengusaha, dikenakan

denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja. Dan yang mengatur

pengenaan denda tersebut adalah pemerintah (Pasal 95 ayat (3) Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Pedoman pengenaan denda diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, yaitu:

1. Mulai hari keempat samapi hari kedelapan terhitung dimana seharusnya upah

dibayar, upah tersebut ditambah 5% (lima persen) untuk tiap hari

keterlambatan;

Universitas Sumatera Utara

2. Setelah lewat hari kedelapan, maka menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari

keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk satu bulan dan

tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya

diterima buruh;

3. Jika melebihi satu bulan dan upah masih belum dibayar, maka selain denda

pengusaha juga wajib membayar bunga yang ditetapkan oleh bunga bank untuk

kredit perusahaan yang bersangkutan.

Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dan

bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat dilakukan

penangguhan. Pasal 90 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:

“Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan

penangguhan.”

Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak

mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan

melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Bila

penangguhan tersebut berakhir, maka perusahaan yang bersangkutan wajib

melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu, tetapi tidak wajib

membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu

diberikan penangguhan.

Mengenai tata cara penangguhan pelaksanaan upah minimum diatur

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-

Universitas Sumatera Utara

231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum,

yaitu:

1. Permohonan penangguhan diajukan oleh pengusaha kepada gubernur melalui

instansi yang membidangi ketenagakerjaan provinsi, paling lambat 10

(sepuluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.

2. Permohonan penangguhan didasarkan atas kesepakatan tertulis antara

pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh yang

tercatat.

3. Permohonan penangguhan harus disertai dengan:

a. Naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dan serikat pekerja/

serikat buruh atau pekerja/ buruh perusahaan yang bersangkutan;

b. Laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/

laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;

c. Salinan akta pendirian perusahaan;

d. Data upah menurut jabatan pekerja/ buruh;

e. Jumlah pekerja/ buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/ buruh yang

dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum;

f. Perkembangan produksi dan pemasaran produksi dan pemasaran selama 2

(dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua)

tahun yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

4. Laporan keuangan untuk perusahaan berbadan hukum harus sudah diaudit

oleh akuntan publik.

5. Berdasarkan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum oleh

pengusaha, apabila diperlukan gubernur dapat meminta akuntan publik untuk

memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan.

6. Berdasarkan permohonan tersebut, gubernur menetapkan penolakan atau

persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum setelah menerima saran

dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan provinsi.

7. Persetujuan penangguhan ditetapkan oleh gubernur untuk jangka waktu

paling lama 12 (dua belas) bulan.

8. Penangguhan diberikan dalam bentuk:

a. Membayar upah minimum sesuai dengan upah minimum yang lama; atau

b. Membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum yang lama,

tetapi lebih rendah dari upah minimum baru; atau

c. Menaikkan upah minimum secara bertahap.

9. Setelah berakhirnya izin penangguhan, pengusaha wajib melaksanakan

ketentuan upah minimum yang baru.

10. Penolakan atau persetujuan atas permohonan penangguhan yang diajukan

oleh pengusaha diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan

sejak diterimanya permohonan penangguhan secara lengkap oleh gubernur.

Universitas Sumatera Utara

Dalam jangka waktu berakhhir dan belum ada keputusan dari gubernur, maka

terhadap permohonan penangguhan yang telah memnuhi persyaratan

dianggap telah disetujui.

11. Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian,

pengusaha tetap membayar upah sebesar upah yang biasa diterima pekerja/

buruh.

12. Apabila permohonan ditolak gubernur, pengusaha wajib membayar upah

kepada pekerja minimal sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung

mulai tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru.

Selain itu, pengusaha juga berkewajiban membayar upah lembur kepada

pekerja. yang telah bekerja melebihi ketentuan waktu kerja yang telah disepakati

atas permintaan pengusaha.

Upah kerja lembur adalah salah satu dari kebijakan pengupahan yang

melindungi pekerja yang tercantum dalam Pasal 88 ayat (3) huruf b Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk pengaturan lebih

lanjut, upah kerja lembur diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor KEP-102/MEN/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan

Upah Kerja Lembur.

Di dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor KEP-102/MEN/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan

Upah Kerja Lembur disebutkan bahwa, waktu kerja lembur adalah:

“waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1

Universitas Sumatera Utara

(satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.”

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/ buruh melebihi waktu kerja,

wajib membayar upah lembur (Pasal 4 ayat (1) Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor KEP-102/MEN/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja

Lembur).

Upah yang merupakan hak pekerja harus dibayar di tempat yang telah

ditentukan dalam perjanjian atau peraturan perusahaan, jika tidak diatur maka

pembayaran upah dilakukan di tempat pekerja biasa bekerja atau di kantor

perusahaan.58

3. Pembayaran Upah bagi Pekerja yang Tidak Bekerja

Pada keadaan tertentu, pengusaha tetap berkewajiban membayar upah

pekerja meskipun pekerja tidak melakukan pekerjaannya. Hal ini berlaku bagi:59

a. Pekerja/ buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

Upah yang dibayarkan kepada pekerja yang sakit adalah sebagai berikut.

1. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari upah;

58 Pasal 16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah

59 Hardijan Rusli, op.cit. hlm. 117.

Universitas Sumatera Utara

2. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari

upah;

3. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari upah;

4. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah

sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

b. Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya

sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan (dengan ketentuan harus

memberitahukan kepada pengusaha);

c. Pekerja/ buruh tidak masuk kerja karena pekerja/ buruh menikah,

menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau

keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang

tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

Upah yang dibayarkan adalah sebagai berikut.

1. Pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;

2. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

3. Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

4. Membaptiskan anaknya, dibayar selama 2 (dua) hari;

5. Isteri melahirkan atau keguguran, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

6. Suami/ isteri, orang tua/ mertua atau anak atau menantu meninggal dunia,

dibayar selama 2 (dua) hari;

Universitas Sumatera Utara

7. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia dibayar selama 1

(satu) hari.

d. Pekerja/ buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang

menjalankan kewajiban terhadap Negara;

e. Pekerja/ buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan

ibadah yang diperintahkan agamanya;

f. Pekerja/ buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi

pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun

halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

g. Pekerja/ buruh melaksanakan hak istirahat (tidak termasuk pada hari libur

resmi);

h. Pekerja/ buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/ serikat buruh atas

persetujuan pengusaha; dan

i. Pekerja/ buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Kewajiban pembayaran upah bagi pekerja yang tidak melakukan

pekerjaannya seperti yang tersebut di atas diatur dalam Pasal 93 ayat (2), (3), dan

(4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam hal pengusaha tidak membayar upah kepada pekerja yang tidak

bekerja bukan karena kesalahannya atau karena 9 (sembilan) hal tersebut di atas

maka dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran tidak membayar upah pekerja

tersebut, berupa sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling

Universitas Sumatera Utara

lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh

juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).60

60 Pasal 186 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

KONSEP PEKERJA PEREMPUAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN

UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

A. Konsekuensi Pekerja Perempuan dalam Kehidupan Rumah Tangga

Perempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan bertanggung

jawab atas suami dan anak yang dipimpinnya. Perempuan adalah perempuan karir

dalam rumah tangganya yang mengatur dan mengelola segala urusan rumah

tangga.61

Jika nafkah diwajibkan kepada laki-laki, maka ini tidak menghalangi

seorang perempuan untuk bekerja menghasilkan uang, dengan syarat dia tidak

berbuat zalim kepada suami dan anaknya. Seorang pekerja perempuan harus dapat

menyesuaikan antara kerja dan kewajiban rumah tangganya. Kerja tidak boleh

mengalahkan kewajibannya melaksanakan urusan rumah, kebutuhan-kebutuhan

keluarga, merawat suami dan anaknya.

Dalam Islam, suami bertanggung jawab atas nafkah istrinya. Menafkahi

merupakan bagian dari kewajiban seorang suami dan salah satu hak istri atas

suami. Wajib bagi suami untuk menafkahi istrinya dengan memberinya makanan,

minuman, dan pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan lainnya yang dapat

mencukupi kehidupannya dengan kebiasaan manusia di sekitarnya tanpa

melampaui batas atau kurang dari sewajarnya.

61 Asyraf Muhammad Dawabah, op. cit. hlm. 105.

Universitas Sumatera Utara

Alasan kenapa perempuan bekerja sudah pernah diterangkan dalam bab

sebelumnya. Namun bagaimana konsekuensinya dalam kehidupan rumah tangga

jika perempuan bekerja?

Kecenderungan untuk bekerja di luar rumah jelas akan membawa

konsekuensi sekaligus berbagai implikasi sosial, antara lain meningkatnya

kanakalan remaja akibat kurangnya perhatian orang tua, makin longgarnya nilai-

nilai ikatan perkawinan/ keluarga dan lain-lain. Hal-hal ini lebih sering

diasosiasikan sebagai akibat dari semakin banyaknya ibu rumah tangga bekerja di

luar rumah, terutama di perkotaan. Permasalahan akan menjadi semakin rumit,

bila ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah dalam jangka waktu yang relatif

lama (baik di kota lain atau di luar negeri). Dengan kata lain ibu rumah tangga

harus tinggal di kota lain dan berpisah dengan keluarganya dalam kurun waktu

lama. Yang berarti itensitas pertemuan dengan keluarga menjadi jauh berkurang

dan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi keharmonisan

dalam keluarga.62

B. Pekerja Perempuan Menurut Hukum Islam

1. Hak-hak Pekerja Perempuan

62 Ratna P. Tjaja, “Wanita Bekerja dan Implikasi Sosial”, http://docs.google.com/

konsekuensipekerja Perempuandalamkehidupanrumahtangga, 2 September 2010.

Universitas Sumatera Utara

Islam menetapkan hak-hak yang menjamin kehidupan yang baik dan

mulia bagi pekerja perempuan. Berikut hak-hak pekerja perempuan menurut

Islam.63

1. Perjanjian kerja yang jelas secara lisan maupun tulisan, transparan, dan

berkeadilan tentang jenis pekerjaan, ketentuan upah dan jaminan-jaminan

sosial lainnya;

2. Persamaan martabat pekerjaan terhadap pekerja perempuan, tidak

merendahkan martabat pekerja perempuan;

3. Pekerja perempuan tidak diperbolehkan bekerja yang tidak sesuai dan diluar

batas kemampuan. Harus diberikan pekerjaan yang layak dan cocok bagi

pekerja perempuan;

4. Biaya pengobatan yang layak apabila terjadi kecelakaan kerja;

5. Mempunyai waktu bekerja dan waktu luang untuk diri sendiri serta keluarga

(hak untuk istirahat dan cuti);

6. Upah yang layak dan tepat waktu dalam pembayaran;

7. Berhak dalam berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapatnya.

Serikat buruh bertujuan membantu pekerja perempuan dalam mencari

keadilan dan mensosialisasi pekerjaan sesuai kesepakatan bersama;

63 Fadlyrahman, “Buruh dalam Islam”, http://fadlyrahman.wordpress.com/2009/11/09/buruh-dalam-islam/, Minggu, 15 Agustus 2010.

Universitas Sumatera Utara

Hak untuk istirahat bagi pekerja perempuan memang sangat diperlukan.

Hal ini dikarenakan ada waktu-waktu tertentu dimana Ia mempunyai tuntutan

reproduksi yang tidak bisa dibatalkan oleh siapapun. Kita tidak boleh memaksa

mereka untuk tidak punya anak, tidak menyusui, tidak haid dan semisalnya,

karena semua itu fitrah mereka. Kita juga tidak boleh menolak buruh perempuan

karena alasan-alasan tidak produktif, karena produktivitas perempuan tidak

semata-mata diukur dan sisi jam kerja. Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat

32:

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisa’: 32)

Selain itu, Islam juga mengatur hak untuk mendapatkan kesempatan

ibadah, sebab ibadah merupakan hak manusia yang paling mendasar. Tidak boleh

pihak manapun atas nama apapun mengurangi atau menghapuskan hak ibadah

orang lain. Karena Islam dengan ajaran-ajarannya sangat menjunjung tinggi hak

beragama dan berkeyakinan.64

2. Perlindungan bagi Pekerja Perempuan

64 Aida Milasari, “Hak-hak Pekerja”, http://www.rahima.or.id/index.php:opini-edisi-28-hak-hak-pekerja/15 Agustus 2010.

Universitas Sumatera Utara

Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa Islam melarang

perempuan untuk bekerja pada pekerjaan yang dasarnya haram, pekerjaan yang

halal tapi dituntut untuk melanggar aturan Islam (seperti tidak dibolehkan

memakai jilbab), dan jenis pekerjaan yang sifatnya pribadi.

Selain itu dilarang pula bagi perempuan untuk melakukan pekerjaan–

pekerjaan yang membutuhkan kerja otot, seperti melakukan penggalian,

pengeboran, pembangunan, industri besi, kayu, dan sejenisnya yang menuntut

jerih payah luar biasa dan memberatkan perempuan.

Pelarangan perempuan untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan di atas

adalah dimaksudkan untuk melindungi perempuan dari pekerjaan yang hanya

akan merugikan dirinya sendiri.

Islam juga melarang perempuan bekerja pada malam hari untuk

melindunginya dari fitnah. Hal ini dikecualikan untuk pekerjaan yang

mengandung nilai manfaat secara sosial dan bersifat darurat, seperti dokter,

perawat, bidan dan sebagainya, terjamin keamanannya baik secara fisik ataupun

mental, tidak merusak aqidah maupun akhlak.65

C. Pekerja Perempuan menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

65 Taufik, “Wanita Bekerja dalam Pandangan Islam”, http://www.dakwahkampusmalang.com/index.php/Jadwa/wanita-bekerja-dalam-pandangan-islam.html, 29 April 2010.

Universitas Sumatera Utara

1. Hak-hak Pekerja Perempuan

Hak-hak pekerja perempuan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut.

1. Hak untuk mendapatkan makanan dan minuman bergizi serta keamanan

selama di tempat kerja dan angkutan antarjemput bagi pekerja perempuan

yang bekerja pada malam hari (Pasal 76 ayat (3) dan (4) Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan);

2. Hak untuk mendapatkan waktu istirahat dan cuti (Pasal 79 Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan);

3. Hak untuk beribadah (Pasal 80 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan)

4. Hak untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua dalam masa haid karena

merasakan sakit dengan memberitahukan kepada pengusaha (Pasal 81 ayat

(1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan);

5. Berhak memeperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum dan

sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan, dan

memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan bagi pekerja

perempuan yang mengalami keguguran atau sesuai dengan surat keterangan

dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan);

Universitas Sumatera Utara

6. Berhak diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya yang masih

menyusu jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83 Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Ketentuan hukum lain yang mengatur mengenai hak-hak pekerja

perempuan dapat kita jumpai dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa:

“Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan

pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas

upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.”

Kemudian ayat (4) dari Pasal 38 tersebut menyatakan:

“Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan

pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya

berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat

menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.”

Pasal 49 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia menyebutkan:

Ayat (1): wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan,

jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan

perundang-undangan.

Ayat (2): wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam

pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat

Universitas Sumatera Utara

mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan

fungsi reproduksi wanita.

2. Perlindungan bagi Pekerja Perempuan

Perlindungan terhadap pekerja wanita dalam Undang-undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 76, yaitu sebagai

berikut.66

1. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan yang berumur kurang

dari 18 (delapan belas) tahun antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00.

Tanggung jawab atas pelanggaran ini dibebankan kepada pengusaha dengan

sanksi berupa pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama

12 (dua belas) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah) (Pasal 187 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan).

Pada Pasal 3 Konvensi ILO mengenai Kerja Malam bagi Perempuan

yang Bekerja di Sektor Industri disebutkan bahwa:

“Kaum perempuan berapapun usianya tidak boleh dipekerjakan

pada malam hari pada usaha industri publik atau swasta apapun,

atau pada cabang-cabangnya, kecuali di dalam usaha di mana

66 Hardijan Rusli, op.cit. hlm. 107.

Universitas Sumatera Utara

hanya anggota-anggota dari keluarga yang sama yang di

pekerjakan.”

Cukup jelas bahwa maksud dari pasal di atas adalah untuk melarang

pekerja perempuan yang bekerja di sektor industri bekerja pada waktu malam.

Namun hal ini tidak berlaku dalam hal force major, yaitu ketika di dalam usaha

terjadi interupsi pekerjaan yang mungkin terduga sebelumnya dan yang tidak

bersifat pengulangan dan dalam hal di mana pekerjaan berhubungan dengan bahan

mentah atau bahan-bahan yang harus dikerjakan yang cepat rusak apabila kerja

malam dimaksud memang perlu untuk menjaga agar bahan-bahan tersebut tidak

terbuang.67

a. Pertambangan, pengerukan dan pekerjaan-pekerjaan lain untuk

mengambil mineral dari bumi;

Usaha industri dalam Pasal 1 ayat (1) Konvensi ILO mengenai Kerja

Malam bagi Perempuan yang Bekerja di Sektor Industri ini meliputi:

b. Usaha-usaha di mana barang-barang diolah, diubah, dibersihkan,

diperbaiki, dihias, diselesaikan, disiapkan untuk dijual, dipreteli atau

dihancurkan, atau di man bahan-bahan dikerjakan, termasuk usaha-usaha

yang berkaitan dengan pembangunan kapal atau pembangkitan,

transformasi atau transmisi tenaga listrik atau tenaga penggerak lainnya;

67 Pasal 4 Konvensi ILO mengenai Kerja Malam bagi Perempuan yang Bekerja di Sektor Industri

Universitas Sumatera Utara

c. Usaha-usaha yang berkaitan dengan pekerjaan pembangunan atau

rancang-bangun, termasuk pekerjaan konstruksi, perbaikan,

pemeliharaan, perombakan dan pembongkaran.

2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut

dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun

dirinya bila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

Ketentuan ini berarti bahwa pengusaha boleh mempekerjakan wanita yang

sedang tidak hamil antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00 dengan kewajiban:

a. Memberikan makanan dan minuman bergizi;

b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja;

c. Menyediakan pengangkutan antar-jemput bagi pekerja perempuan yang

berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul

05.00.

Menurut Pasal 3 Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000 tentang Revisi

Terhadap Konvensi tentang Perlindungan Maternitas:

“Tiap-tiap Anggota setelah berkonsultasi dengan organisasi yang mewakili buruh dan pengusaha harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk menjamin bahwa perempuan mengandung atau sedang menyusui tidak diwajibkan melakukan pekerjaan yang oleh pejabat yang berwenang dinilai membahayakan kesehatan si ibu atau anaknya, atau telah dibuktikan bahwa hal itu membahayakan kesehatan si ibu atau anaknya.”

Universitas Sumatera Utara

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan, kajian dan analisis yang dilakukan pada Bab I

sampai dengan Bab IV, penulis merumuskan beberapa kesimpulan berdasarkan

pertanyaan dalam perumusan masalah sebagai berikut:

1. Mengenai perbandingan upah dalam ajaran Islam dan Undang-undang No.

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memiliki banyak persamaan.

Persamaan itu meliputi:

a. Defenisi upah berdasarkan ajaran Islam maupun Undang-undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

b. Bentuk upah pun sama menurut pandangan Islam dan Undang-undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

c. Dan mengenai upah harus diatur dalam perjanjian kerja (dalam Islam

disebut akad) baik berdasarkan ajaran Islam maupun Undang-undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

d. Menurut ajaran Islam dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, pengusaha wajib untuk membayar upah

pekerja di tempat-tempat yang telah ditentukan sebelumnya dan tidak

Universitas Sumatera Utara

boleh terlambat. Dan upah tetap dibayarkan kepada pekerja yang tidak

melaksanakan pekerjaannya yang dikarenakan alasan-alasan tertentu;

2. Mengenai persamaan pekerja perempuan dalam Islam dan Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003, meliputi:

a. Mengenai prinsip non-diskriminasi dalam bekerja;

b. Mengenai hak-hak pekerja perempuan dan perlindungan bagi mereka.

Perbedaan pekerja perempuan menurut Islam dan Undang-undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meliputi:

a. Alasan-alasan perempuan boleh bekerja;

b. Pekerjaan-pekerjaan yang dilarang untuk perempuan;

B. Saran

1. Menerapkan aturan-aturan hukum yang diatur dalam Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ataupun ajaran Islam

mengenai upah dan pekerja dengan baik dan jujur baik oleh pihak

pengusaha maupun pihak pekerja. Hal ini bertujuan untuk memberikan

manfaat pada pihak-pihak yang bersangkutan. Seperti jika menerapkan

prinsip adil dan layak dalam menetapkan upah pekerja, maka selain pekerja

akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, semangat mereka untuk

Universitas Sumatera Utara

bekerja pun pasti bertambah dan pihak pengusaha diuntungkan dengan

proses produksi yang berjalan dengan baik.

2. Memberikan pengawasan terhadap pelaksanaan pemberian upah dan

perlindungan bagi pekerja perempuan. Agar peraturan-peraturan yang telah

ada dapat berjalan dengan baik dan tidak ada pihak yang dirugikan.

Universitas Sumatera Utara