BAB III PENGATURAN KEGIATAN USAHA … 27873-Perlindungan... · 101. Sedangkan guna memperoleh...
Transcript of BAB III PENGATURAN KEGIATAN USAHA … 27873-Perlindungan... · 101. Sedangkan guna memperoleh...
48 Universitas Indonesia
BAB III
PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN KONTRAKTOR
PKP2B PRA DAN PASCA UU NO. 4 TAHUN 2009
A. Pendahuluan
Di pandang dari sudut geologis, Indonesia dianugerahi oleh industri
sumber daya alam mineral. Akan tetapi, walaupun memiliki sumber daya alam
yang melimpah, Indonesia masih dikategorikan sebagai negara pengimpor, karena
nilai impor pada setiap waktu melebihi nilai ekspor.96
Sebagaimana telah
ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1993,
pembangunan di sektor pertambangan diarahkan kepada penggunaan optimal
mineral untuk pembangunan nasional dan difokuskan untuk penyediaan bahan
baku untuk industri manufaktur domestik, peningkatan pendapatan pemerintah,
dan peningkatan pendapatan ekspor dan memperluas lapangan kerja serta
kesempatan berusaha. Pembangunan di bidang pertambangan dilaksanakan
melalui peningkatan diversifikasi produksi pertambangan dan efisiensi
manajemen pertambangan.97
Industri batubara Indonesia telah mengalami kesuksesan mengikuti
permintaan tinggi akan sumber daya energi, baik domestik maupun internasional.
Dengan demikian, batubara akan secara terus-menerus menjadi suatu komoditi
pertambangan penting dalam waktu lama ke depan.98
Pada waktu-waktu penciutan pangsa pasar komoditi mineral dan batubara,
perusahaan-perusahaan telah memindahkan investasinya ke wilayah yang
dianggap memiliki kebijakan mineral dan batubara yang lebih stabil, dimana
berdasarkan fakta, negara-negara tersebut menjadi relatif lebih menarik mengingat
perusahaan-perusahaan itu sendiri semakin menjadi lebih sadar dan berhati-hati
dalam mempertimbangkan risiko bisnis. Suatu pemerintahan dapat mengatur dan
mengawasi kebijakan mineral di wilayah kewenangannya tetapi, agar tetap
96
Ukar W. Soelistijo dan Supriatna Suhala, The Industrial Minerals Development in Indonesia,
disusun dalam Mining in Indonesia: Fifty Years Development, 1945- 1995, Indonesian Mining
Association, editor: Marangin Simatupang, Soetaryo Sigit, Beni N. Wahju, 1996, hal. 62. 97
Ibid, hal. 63. 98
Adjat Sudrajat dan S. Suryantoro, The Future Trend Mineral Exploration in Indonesia, disusun
dalam Mining in Indonesia: Fifty Years Development, 1945- 1995, Indonesian Mining
Association, editor: Marangin Simatupang, Soetaryo Sigit, Beni N. Wahju, 1996, hal. 43.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
49 Universitas Indonesia
kompetitif, kebijakan-kebijakan tersebut harus secara konstan berevolusi menjadi
paling tidak semenarik negara-negara lain.99
Apabila risiko teknis dan risiko
penguasa (sovereign risk) terlalu tinggi, investasi pertambangan akan dengan
sendirinya bergeser kepada rejim yang lebih menarik - negara-negara dimana
kondisi geologis dan kadar mineralnya lebih rendah dari Indonesia - tetapi
memiliki sovereign risk yang secara signifikan lebih rendah untuk
mengkompensasi rendahnya kadar mineral tersebut.100
Kebijakan pertambangan mineral dan batubara di suatu negara akan
terimplementasi pada hukum pertambangan di negara tersebut. Istilah hukum
pertambangan merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris, yaitu mining
law. H. Salim HS memberikan definisi hukum pertambangan sebagai:
“keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan negara dalam
pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum
antara negara dengan orang atau badan hukum dalam pengelolaan dan
pemanfaatan bahan galian (tambang).”101
Sedangkan guna memperoleh pengertian pertambangan atau “mine” dapat
merujuk kepada salah satu definisi dalam the Mines and Quarries Act 1954
Section 180:
“mine is defined as an excavation or system of excavations made with the
purpose of, or in connection with, the getting, wholly or substantially by
means involving the employment of persons below ground, of minerals
(whether in their natural state or in solution or suspension) or products of
minerals”.102
B. Pengaturan Kegiatan Usaha Perusahaan Kontraktor PKP2B Pra UU No.
4 Tahun 2009
Dalam prakteknya selama ini, dua konsep telah diadopsi untuk
mengakomodasi penanaman modal asing di bidang pertambangan. Dalam hal
mineral non-bahan bakar, suatu perusahaan asing atau suatu perusahaan patungan
99
B. O’Regana and R. Molesa, Minerals Exploration in the Developing World, Centre for Environmental Research, University Of Limerick, Ireland, 2001. 100
Tim Scott, Debate Over Mining Law has been Long on Rhetoric, Short on Facts,
http://www.thejakartapost.com/detaileditorial.asp?fileid=20070314.E03&irec=2. 101
H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, 2007, hal. 8. 102
Peter A. Vincent, The Law relating to Mineral Working and Mineral Landholdings - A
Professional Briefing Paper for Surveyors, The Royal Institution of Chartered Surveyors, 2008,
hal 12.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
50 Universitas Indonesia
nasional-asing dapat melaksanakan kegiatan usaha pertambangan selaku
kontraktor yang bekerja untuk pemerintah berdasarkan KK. Sedangkan dalam hal
batubara, pihak asing atau perusahaan patungan nasional-asing tersebut harus
mengoperasikan selaku kontraktor untuk Perusahaan Negara Tambang Batubara
berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Tambang Batubara (“PKB”).
Sejarah pertambangan di Indonesia terkini memperlihatkan bahwa konsep KK
(dan PKB) telah sangat sukses dalam menarik investasi asing dalam bidang
pertambangan. Beberapa perusahaan besar menyatakan sistem kontraktor
pertambangan batubara yang diperkenalkan di Indonesia ini “sebagai pengaturan
pertambangan yang paling menarik di Asia Tenggara.103
Sejak diperkenalkannya
sistem KK / PKP2B, tercatat 235 (dua ratus tiga puluh lima) KK, PKB dan
PKP2B yang telah ditandatangani.104
Hingga tahun 1998, KK telah memasuki
Generasi VII dan PKP2B memasuki generasi III.105
Sejak pemberlakuan UU No. 11 Tahun 1967 dan peluncuran konsep KK
dalam rangka mengakomodasi penanaman modal asing dalam bidang
pertambangan, Indonesia telah berhasil untuk tetap menarik minat komunitas
pertambangan internasional. Konsep unik yang diperkenalkan oleh sistem KK,
yang kemudian juga diadopsi dalam PKB dan PKP2B, berisikan dua ketentuan
pokok yang sangat esensial dalam menarik minat para investor kepada bisnis
pertambangan yang penuh risiko. Ketentuan-ketentuan tersebut yaitu pemberian
hak keberlanjutan (conjunctive title) yang memberikan jaminan keberlanjutan atas
kegiatan usaha pertambangannya kepada kontraktor dan perlakuan “lex specialis”
atas KK dari pemerintah. Conjunctive title memberikan hak kepada kontraktor
untuk melanjutkan ke tahap eksploitasi apabila penemuan komersial (commercial
discovery) telah dilakukan; hak dan kewajiban kontraktor yang meliputi seluruh
tahap kegiatan pertambangan, mulai dari penyelidikan umum dan eksplorasi
sampai dengan tahap produksi dan pemasaran produk, seluruhnya telah ditentukan
dalam KK. Perlakuan “lex specialis” atas KK memberikan jaminan kepada
103
Sutaryo Sigit, Mining in Indonesia 1945 - 1995, disusun dalam Mining in Indonesia: Fifty
Years Development, 1945- 1995, Indonesian Mining Association, editor: Marangin Simatupang,
Soetaryo Sigit, Beni N. Wahju, 1996, hal. 22. 104
Tony Wenas, General Overview, Opportunity and Challenges of PT Freeport Indonesia,
presentasi pada Asia Pacific Mining Conference, Manila, 11 – 13 Oktober 2005, hal 15. 105
Sutaryo Sigit, loc. cit.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
51 Universitas Indonesia
kontraktor bahwa dalam hal telah disetujui oleh pemerintah termasuk DPR,
persyaratan dan ketentuan dalam KK tidak merupakan subjek dari perubahan
peraturan perundang-undangan, atau dengan kata lain, KK akan lebih
diprioritaskan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.106
Pada awal negosiasi KK (1967 – 1970), sebagian besar dari KK
dinegosiasikan, karena persyaratan dan ketentuan KK tidak secara spesifik diatur
oleh peraturan perundang-undangan. Pada kontrak-kontrak KK selanjutnya,
persyaratan dan ketentuan mengenai teknikal, legal, dan hal-hal umum telah
distandarkan, tetapi tidak demikian dengan persyaratan dan ketentuan mengenai
perpajakan dan keuangan. Setiap waktu sejak penandatanganan KK pertama di
1967, perubahan para peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan
keuangan lainnya mengakibatkan pemerintah untuk menyesuaikan persyaratan
dan ketentuan pada KK yang kemudian. Hal ini menuju kepada formulasi
“generasi” baru dari kontrak-kontrak KK, setiap generasi memiliki persyaratan
dan ketentuan tersendiri terkait perpajakan dan keuangan lainnya.107
Sejak 1981 sampai dengan saat ini, perkembangan PKB dan PKP2B dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) generasi, yaitu:108
1. Generasi I (1981 – 1983) berbentuk PKB antara kontraktor dengan
Perusahaan Negara Tambang Batubara;
2. Generasi II (1993 – 1996) berbentuk PKB antara kontraktor dengan
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Tambang Batubara Bukit Asam
(“PTBA”); dan
3. Generasi III (1996 – sekarang) berbentuk PKP2B antara kontraktor
dengan pemerintah yang diwakili oleh Direktorat Jenderal
Pertambangan.
Untuk menyederhanakan pengelolaan PKB oleh Direktorat Jenderal
Pertambangan, pemerintah merubah PKB menjadi PKP2B pada tahun 1996.
Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk melepaskan PTBA dari beban
administratif implementasi kontrak sebagai perwakilan pemerintah. Selain itu,
106
Ibid,. hal. 22 – 23. 107
Ibid. 108
Indonesian Coal Mining Association in cooperation with and support of Directorat of Coal,
Directorat General of Mines, Indonesian Coal Mining Development & Company Profiles, 1997,
hal. II – 2.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
52 Universitas Indonesia
fakta bahwa PTBA secara resmi memiliki seluruh aset berdasarkan PKB
menimbulkan banyak masalah bagi investor. Masalah terbesar adalah bahwa aset-
aset tersebut tidak dapat dibebankan jaminan dalam rangka pembiayaan untuk
pengusahaan pertambangan. PKP2B kemudian akan menjadi kontrak langsung
antara kontraktor dan pemerintah atas wilayah tertentu. Pengawasan atas
implementasi PKP2B akan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Pertambangan.109
Demi kesatuan pemahaman, dalam penelitian ini terminologi “PKP2B”
adalah juga merujuk kepada “PKB” mengingat keduanya merupakan kontrak
antara kontraktor dengan pemerintah yang khusus di sektor pertambangan
batubara dan penulis juga tidak memfokuskan penelitian pada perbedaan di antara
PKB dan PKP2B ataupun perbedaan di antara PKP2B dari satu generasi dengan
generasi lain.
Lebih lanjut, Tony Wenas mengemukakan bahwa sistem KK /PKP2B
sangat membantu/mendukung investasi pada sektor pertambangan dikarenakan:
memiliki klausula arbitrase untuk penyelesaian sengketa antara perusahaan
kontraktor KK/PKP2B; ketentuan tetap mengenai perpajakan; jaminan
keberlangsungan atas tahap kegiatan pertambangan; persamaan kedudukan antara
pemerintah dan investor; dalam struktur regulasi, status KK/PKP2B adalah sama
dengan sebuah undang-undang.110
Definisi PKP2B berdasarkan Pasal 1 Kepres No. 75 Tahun 1996
sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab I, yaitu:
“Perjanjian karya antara Pemerintah dan perusahaan Kontraktor Swasta
untuk melaksanakan pengusahaan pertambangan bahan galian batubara .”
Definisi lain tentang PKP2B dapat kita lihat dalam Pasal 1 Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi No. 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara
Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak
Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (“Kepmen No.
1409 Tahun 1996”), yaitu:
109
Kuntoro Mangkusubroto, Mineral Development and Investment Policy in Indonesia, disusun
dalam Mining in Indonesia: Fifty Years Development, 1945- 1995, Indonesian Mining
Association, editor: Marangin Simatupang, Soetaryo Sigit, Beni N. Wahju, 1996, hal. 35. 110
Tony Wenas, loc. cit.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
53 Universitas Indonesia
“Suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional
(dalam rangka Penanaman Modal Asing) untuk pengusahaan batubara
dengan berpedoman kepada Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (“UU No. 1 Tahun 1967”) dan UU No. 11
Tahun 1967.”
Dalam Pasal 1 Kepres No. 75 Tahun 1996, tidak dijelaskan secara rinci
perusahaan kontraktor swasta yang dapat melakukan pengusahaan batubara.
Sementara itu dalam, Pasal 1 Kepmen No. 1409 Tahun 1996, perusahaan
kontraktor swasta yang dapat melakukan pengusahaan batubara tidak hanya
pengusahaan swasta nasional, tetapi juga swasta asing dan atau gabungan antara
perusahaan nasional dengan swasta asing. Persamaan dari kedua definisi tersebut
adalah memiliki objek yang sama, yaitu pengusahaan batubara.
Prosedur dan syarat yang terdapat dalam Kepmen No. 1409 Tahun 1996
disempurnakan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (“Kepmen 1614 Tahun
2004”). Berdasarkan keputusan ini, kedudukan gubernur dan bupati/walikota
hanyalah sebagai saksi dalam PKP2B, sedangkan para pihak yang
menandatangani PKP2B adalah Menteri ESDM dengan pemohon. Tetapi, proses
untuk pengajuan permohonan PKP2B adalah kepada Direktorat Jenderal Geologi
dan Sumber Daya Mineral, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.111
Abrar Saleng mengemukakan bahwa pola PKP2B menganut pola
campuran antara pola kontrak karya dan kontrak production sharing. Dikatakan
campuran atau gabungan karena untuk ketentuan perpajakan mengikuti pola
kontrak karya, sedangkan pembagian hasil produksi mengikuti pola kontrak
production sharing. Pemerintah Indonesia menerima 13,5% dari produksi kotor
atas harga pada saat berada di atas kapal (free on board) atau harga setempat (at
sale point).112
Selain kewajiban penyerahan sebesar 13,5% hasil produksi batubaranya
secara tunai kepada Pemerintah, kewajiban-kewajiban lain perusahaan kontraktor
111
H. Salim HS, op. cit., hal. 50. 112
Abrar Saleng, dalam H. Salim HS, op. cit., hal. 232.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
54 Universitas Indonesia
PKP2B sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 7 Kepres No.
75 Tahun 1996, adalah sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab atas pengelolaan pengusahaan pertambangan batubara
yang dilaksanakan berdasarkan PKP2B;
2. Menanggung semua resiko dan semua biaya berdasarkan PKP2B dalam
melaksanakan pengusahaan pertambangan batubara;
3. Berkewajiban menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja
tahunan (“RKAB”) kepada Pemerintah;
4. Berkewajiban untuk membayar:
a. Pajak kepada Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku pada saat PKP2B
ditandatangani;
b. Pungutan-pungutan daerah yang telah mendapatkan pengesahan
oleh Pemerintah Pusat;
c. Biaya administrasi umum untuk sesuatu fasilitas atau pelayanan
yang diberikan oleh Pemerintah;
d. Iuran Tetap (dead rent) setiap kepada Pemerintah berdasarkan luas
wilayah kerjanya;
5. Setiap tahun wajib menyampaikan daftar rencana kebutuhan barang modal
dan bahan yang diimpor kepada Pemerintah untuk mendapatkan
persetujuan dalam rangka pembebasan dari Bea Masuk, pungutan impor,
dan Bea Balik Nama sehubungan dengan pemilikan barang-barang
tersebut;
6. Dalam hal perusahaan kontraktor PKP2B merupakan perusahaan
penanaman modal asing yang seluruh modalnya dimiliki warga negara
dan/atau badan hukum asing, perusahaan kontraktor PKP2B tersebut
menjual sebagian sahamnya kepada warga negara dan/atau badan hukum
Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
dan
7. Terkait pengembangan kepentingan nasional, perusahaan kontraktor
PKP2B, dalam melaksanakan usahanya, wajib mengutamakan penggunaan
hasil produksi dan jasa dalam negeri, tenaga kerja Indonesia dan
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
55 Universitas Indonesia
memperhatikan kebijaksanaan Pemerintah dalam pengembangan daerah
dan perlindungan lingkungan.
Terkait dengan kewenangan pengelolaan dan penerbitan izin di bidang
pertambangan pada masa pra UU No. 4 Tahun 2009, Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (“UU No. 22 Tahun 1999”) sangat
memainkan peranan penting. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 22
Tahun 1999, pihak yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan sumber daya
alam adalah pemerintah pusat. Ini disebabkan sistem pemerintahan, sebelum
diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 bersifat sentralistik, artinya segala
macam urusan yang berkaitan dengan pertambangan, baik yang berkaitan dengan
penetapan izin kuasa pertambangan, KK, PKP2B, maupun lainnya pejabat yang
berwenang memberikan izin adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(“Menteri ESDM”). Namun, sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999,
mengingat kewenangan lebih besar telah diberikan kepada pemerintah daerah
untuk melaksanakan pengaturan termasuk di bidang pertambangan,113
maka
pemberian izin diserahkan kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota)
dan pemerintah pusat sesuai dengan kewenangannya.114
C. Ketentuan Baru Terkait Kegiatan Usaha Perusahaan Kontraktor PKP2B
Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009
1. Pengundangan UU No. 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pelaksananya
Sejak pembahasan di DPR sampai dengan setelah
pemberlakuannya, UU No. 4 Tahun 2009 selalu menjadi topik diskusi
hangat di media massa. Terlihat tarik menarik berbagai kepentingan antara
lembaga pemerintahan pusat dan daerah, lembaga legislatif pusat dan
daerah, serta pengusaha pertambangan pemegang KP, KK, maupun
PKP2B (baik pengusaha pertambangan sesungguhnya, maupun para
makelar (broker) perizinan pertambangan yang hanya mampu
mendapatkan perizinan pertambangan tanpa memiliki dana, pengalaman,
maupun kapabilitas di bidang pertambangan). Menyitir tulisan Tim Scott
113
Tony Wenas, op. cit., hal. 16. 114
H. Salim HS, op. cit., hal. 50.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
56 Universitas Indonesia
terkait debat panjang pembahasan draft Undang-Undang Mineral dan
Batubara, sebagai berikut:
“The current debate over the proposed new mining law in
Indonesia is impoverished by a scarcity of hard economic facts
which drive the industry worldwide. The principal one is risk in all
its manifestations. Unfortunately, the debate here has been
somewhat clouded by environmental concerns, the problems
related to regional autonomy and forestry tinged with a shade of
economic nationalism resulting in a new untested draft law when
the old contract of work system was a tried and well regarded
system internationally.”115
Pada 16 Desember 2008 DPR mengesahkan rancangan undang-
undang pertambangan mineral dan batubara, yang mengakhiri debat
berkepanjangan selama tiga setengah tahun antara pembuat undang-
undang dan pemerintah. Drama “walk-outs” di akhir pembahasan oleh
berbagai fraksi partai politik di DPR mengenai apakah KK dan PKP2B
yang berlaku saat ini masih tetap akan diberlakukan, tetap tidak
menghalangi disahkannya rancangan undang-undang tersebut.116
UU No. 4 Tahun 2009 mencabut keberlakuan UU No. 11 Tahun
1967, dimana UU No. 11 Tahun 1967 telah memberikan kerangka hukum
bagi para pemegang konsesi pertambangan di Indonesia, termasuk seluruh
pemegang KK dan PKP2B. 117
Masih terdapat keraguan apakah undang-undang ini akan dapat
mencapai tujuan meningkatkan investasi dalam bidang pertambangan,
yang telah menderita disebabkan oleh kelemahan pengaturan selama
bertahun-tahun. Salah satu harapan terbesar adalah bahwa UU No. 4
Tahun 2009 dapat menghilangkan beberapa ketidakpastian sekitar rezim
investasi pada sektor pertambangan, yang telah berlangsung sekian lama.
Pemikiran awal dari para pengamat industri pertambangan Indonesia
adalah bahwa UU No. 4 Tahun 2009 tidak dapat memberikan tingkat
kepastian yang cukup untuk mendukung investasi proyek pertambangan
115
Tim Scott, loc. cit. 116
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Special Issue: Bill on Mineral and Coal Mining - 3.5 Years
in the Making!, Issue 3/2008, Desember 2008, hal. 1. 117
PricewaterhouseCoopers Indonesia, Digging Deeper – New Indonesian Mining Law Finally
Passes, Energy Utilities & Mining Newsflash – Special Edition No. 29 / 2008, Desember 2008.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
57 Universitas Indonesia
berskala besar, yang sangat vital untuk sebuah sektor pertambangan yang
kuat.118
Preseden sebelumnya terkait reformasi peraturan perundang-
undangan pada sektor energi adalah bahwa terdapat kesenjangan panjang
antara pemberlakuan undang-undang dengan peraturan pelaksananya.
Pada sektor minyak dan gas bumi, Undang-Undang No. 1 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi diikuti penerbitan peraturan pelaksananya
pada tahun 2004. Untuk bidang panas bumi, baru pada tahun 2007
peraturan pelaksana diterbitkan untuk Undang-Undang No. 23 Tahun 2003
tentang Panas Bumi.119
PP No. 22 Tahun 2010 dan PP No. 23 Tahun 2010 diberlakukan
kurang dari sebulan setelah batas 12 Januari 2010 sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 174 UU No. 4 Tahun 2009, dengan sisa 2 buah peraturan
pelaksana lagi mengenai pengawasan pertambangan serta pasca tambang
dan reklamasi. Dibandingkan dengan 3 - 4 tahun yang diperlukan
pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana pada sumber daya
alam utama lainnya seperti sektor minyak dan gas bumi dan panas bumi di
atas, pemerintah patut diapresiasi oleh para pemain industri pertambangan
yang telah mendedikasikan waktu dan tenaga dalam memfinalisasi
peraturan pelaksana tersebut selama tahun kemarin.120
2. Status KK / PKP2B Pasca UU No. 4 Tahun 2009
Secara yuridis, terdapat 2 (dua) sistem pengusahaan pertambangan
batubara berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967, yaitu: (i) sistem kontrak
kerja sama pengusahaan pertambangan antara instansi pemerintah atau
perusahaan negara selaku pemegang kuasa pertambangan dan pengusaha
sebagai kontraktor yang berbentuk KK atau PKP2B; dan (ii) sistem KP
yaitu wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk
melaksanakan usaha pertambangan.121
118
Ibid. 119
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, loc. cit. 120
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, First wave of Implementing Regulations of Indonesia’s
New Mining Law finally issued, Client Allerts, Februari 2010, hal. 1. 121
UU No. 11 Tahun 1967.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
58 Universitas Indonesia
Sistem KK / PKP2B merupakan satu-satunya cara formal bagi
investor asing untuk menjalankan kegiatan usaha pertambangan di
Indonesia berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967. Perlu dicatat bahwa selain
dari satu perjanjian KK yang ditandatangani sekitar akhir 2008 untuk
pengusahaan pertambangan pasir besi, tidak terdapat KK / PKP2B
berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967 yang ditandatangani sejak akhir
1990-an.122
Salah satu poin penting dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2009
adalah bahwa sistem kontrak kerja sama pengusahaan pertambangan
antara pemerintah dan pengusaha sebagai kontraktor yang berbentuk KK
atau PKP2B akan dihapuskan. Hal ini menyebabkan kekecewaan bagi
pada investor.123
Akan tetapi, baik investor dalam negeri maupun investor
asing akan dapat untuk mengajukan ijin pertambangan dalam bentuk IUP
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten, pemerintah daerah
provinsi, atau pemerintah pusat tergantung cakupan geografis wilayah
pertambangan dan infrastrukturnya.124
IUP adalah ijin yang diperlukan bagi suatu pihak untuk
menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan produksi operasi atas sumber
daya mineral atau batubara. Sistem IUP ini meniadakan pembedaan antara
investor dalam negeri dan investor asing dalam sektor pertambangan, dan
konsisten dengan Daftar Negatif Investasi yang berlaku saat ini
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2007 sebagaimana
diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 111 Tahun 2007 tentang Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
di Bidang Penanaman Modal, yang memperbolehkan 100% penanaman
modal asing bagi sektor pertambangan.125
Terdapat debat panjang mengenai apakah sistem KK / PKP2B akan
tetap diberlakukan pada Wilayah Pencadangan Negara (“WPN”), sebagai
wilayah yang secara umum didefinisikan sebagai wilayah yang
122
PricewaterhouseCoopers Indonesia, loc. cit. 123
Ibid. 124
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Special Issue: ..., op. cit., hal. 2. 125
PricewaterhouseCoopers Indonesia, loc. cit.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
59 Universitas Indonesia
dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Pada akhirnya, UU No.
4 Tahun 2009 menentukan bahwa wilayah tersebut juga dapat
dieksploitasi dengan bentuk perizinan yang disebut Izin Usaha
Pertambangan Khusus (“IUPK”), tetapi dengan perbedaan bahwa IUPK
akan diterbitkan langsung oleh pemerintah pusat, tanpa
mempertimbangkan cakupan geografis wilayah pertambangan.126
PP No. 23 Tahun 2010 selain menegaskan kembali mengenai
penghormatan atas keberlakuan KK dan PKP2B sampai jangka waktunya
berakhir juga memberikan privilege kepada kontraktor KK dan PKP2B.
Privilege tersebut yaitu bagi KK dan PKP2B yang belum memperoleh
perpanjangan pertama dan/atau kedua dapat diperpanjang menjadi IUP
perpanjangan tanpa melalui lelang.127
3. Penyesuaian Ketentuan dalam KK dan PKP2B dengan UU No. 4
Tahun 2009
UU No. 4 Tahun 2009 secara tegas menentukan bahwa KK dan
PKP2B yang masih berlaku sebelum UU No. 4 Tahun 2009 tetap
diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya KK atau PKP2B tersebut.
Akan tetapi, ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal KK dan PKP2B
tersebut wajib disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak UU
No. 4 Tahun 2009 diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara.
Adapun pengecualian terhadap penerimaan negara tersebut adalah sebagai
upaya peningkatan penerimaan negara.128
Tidak terlalu terdapat kejelasan dalam UU No. 4 Tahun 2009
bagaimana pasal-pasal dalam KK / PKP2B harus disesuaikan dengan UU
No. 4 Tahun 2009 tersebut. Perubahan dapat mencakup penyesuaian
dengan ketentuan baru dalam UU No. 4 Tahun 2009 mengenai kewajiban
divestasi, penetapan kembali luas wilayah pertambangan, pengurangan
126
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Special Issue: ..., loc. cit. 127
Pasal 112 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2010. 128
Pasal 169 UU No. 4 Tahun 2009.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
60 Universitas Indonesia
jangka waktu produksi, larangan penggunaan perusahaan jasa
pertambangan afiliasi, dan lain sebagainya.129
Pada pertengahan Juni 2009 Menteri ESDM mengeluarkan daftar
perubahan KK / PKP2B yang memerlukan penyesuaian.130
Beberapa
ketentuan dalam KK / PKP2B yang diidentifikasi untuk disesuaikan
termasuk:131
a. Pemegang KK / PKP2B disyaratkan untuk menjual 20% saham milik
pemegang saham asingnya setelah 5 tahun sejak saat mulainya
produksi;
b. Pemegang KK / PKP2B disyaratkan untuk melaksanakan perencanaan,
penambangan dan penjualan sendiri dan dibatasinya kegiatan yang
dapat dilakukan oleh sub-kontraktor pertambangan pada tahap operasi
dan produksi;
c. Pemegang KK / PKP2B disyaratkan untuk menggunakan perusahaan
jasa pertambangan lokal / nasional sebagai sub-kontraktor dan jika
sub-kontraktor tersebut merupakan afiliasi, maka harus memperoleh
persetujuan dari Menteri ESDM;
d. Pemegang KK / PKP2B disyaratkan untuk taat kepada Domestic
Market Obligations (“DMO”) dan pembatasan lain pada produksi,
penjualan, penentuan harga, dan/atau ekspor;
e. Pemegang KK / PKP2B disyaratkan untuk menyesuaikan ketentuan
atas penundaan kegiatan sementara berdasarkan force majeure atau
keadaan yang menghalangi;
f. Pemegang KK / PKP2B yang telah mencapai tahap produksi dan
operasi dipersyaratkan untuk melaksanakan beberapa kegiatan yang
meningkatkan nilai komoditas (pemrosesan atau pemurnian seperti:
pencucian, penghacuran (crushing), atau pencampuran (blending)
batubara);
129
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Special Issue: ..., op. cit., hal. 4. 130
Justin M. Patrick, Ahmad Djoyosugito, Karl S. Park, Indonesia’s 2009 Mining Law and Draft
Regulations on Mining Business Activities, Seminar on “Indonesia’s New Mining Law: Legal and
Financing Issues”, Jakarta, 15 September 2009, hal 21. 131
Clifford Chance & Mochtar Karuwin Komar, New opportunities for coal mining investment in
Indonesia, Client Briefing, September 2009.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
61 Universitas Indonesia
g. Pemegang KK / PKP2B disyaratkan untuk memenuhi kewajiban
pembayaran pendapatan regional, pajak regional, kontribusi regional,
pendapatan lainnya (secara keseluruhan sejumlah tambahan 10% dari
keuntungan bersih) dan kewajiban pembayaran Pendapatan Non-Pajak
(royalti dan deadrent) sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; dan
h. Ketentuan penyelesaian sengketa disesuaikan menjadi hanya
membolehkan penyelesaian melalui pengadilan Indonesia atau
arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pada prakteknya sampai dengan tanggal 8 Maret 2010 belum
terdapat satu pun KK / PKP2B yang telah disesuaikan dengan UU No. 4
Tahun 2010.132
Robert Pritchard menambahkan bahwa pada prakteknya
negosiasi dengan pemerintah tidaklah mudah dan akan memakan waktu
dan biaya yang tidak sedikit. Berikut pendapat Beliau:
“The negotiation of development agreements can however be an
expensive and lengthy process and often it is only the most
substantial investors in the most important projects who can afford
the cost and time to see the negotiations through to the end.
Governments are understandably reluctant to grant special
privileges unless warranted by the importance of the project.”133
Walaupun tenggat waktu yang ditentukan dalam Pasal 169 UU No.
4 Tahun 2009 telah terlewati, pemerintah harus tetap sabar dan tidak
memaksakan kehendaknya kepada para kontraktor PKP2B, ketika
kontraktor tetap tidak bersedia menerima suatu usulan perubahan tertentu
pada PKP2B. Kemungkinan akan timbulnya sengketa antara pemerintah
dan perusahaan kontraktor perusahaan PKP2B selalu ada dan hal tersebut
akan diselesaikan melalui arbitrase berdasarkan klausul penyelesaian
sengketa di dalam PKP2B.
132
Luke Devine, Norman Bissett, Muhamad Karnova, Seminar on Arrival of the New Mining Law
Implementing Government Regulations, Ritz Carlton, Jakarta, 8 Maret 2010. 133
Robert Pritchard, Before You Venture Forth - A Checklist of Legal Safeguards for Foreign
Investment in Energy and Natural Resources Projects,
http://www.dundee.ac.uk/cepmlp/journal/html/vol4/article4-14.html, Volume 4 – Article 14, hal.
9.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
62 Universitas Indonesia
4. Kewajiban Penyampaian Rencana Kegiatan Penambangan
Perusahaan pemegang KK dan PKP2B yang telah melakukan
tahapan kegiatan eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, atau operasi
produksi pada 12 Januari 2009 (tanggal diberlakukannya UU No 4 Tahun
2009) wajib menyerahkan rencana kegiatan dari seluruh wilayah
pertambangan sampai dengan masa berakhirnya KK / PKP2B untuk
disetujui oleh pemerintah, selambat-lambatnya 11 Januari 2010.134
Pasal 171 UU No. 4 Tahun 2009 mengatur bahwa konsekuensi
tidak dipenuhi kewajiban penyerahan rencana kegiatan dari seluruh
wilayah pertambangan tersebut, maka luas wilayah pertambangan yang
telah diberikan kepada pemegang KK dan PKP2B disesuaikan dengan UU
No. 4 Tahun 2009.
5. Pengutamaan Kepentingan Dalam Negeri
Pangsa pasar atas batubara dari Indonesia selama ini meliputi
domestik dan ekspor. Di pasar domestik permintaan batubara antara lain
untuk pembangkit tenaga listrik, produksi semen, penggunaan industri dan
rumah tangga. Permintaan akan batubara untuk pembangkit tenaga listrik
adalah yang tertinggi seiring dengan perkembangan sektor
ketenagalistrikan di Indonesia. Sedangkan ekspor utama atas batubara
Indonesia yaitu negara-negara tetangga di Asia, termasuk Jepang, Korea,
Hongkong, Taiwan, Malaysia, Thailand, dan Philipines.135
Perusahaan pemegang KK dan PKP2B yang telah melakukan tahap
kegiatan operasi produksi wajib melaksanakan pengutamaan kepentingan
dalam negeri sesuai dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 2009 dan PP No.
23 Tahun 2010.136
Pelaksanaan pengutamaan kepentingan dalam negeri oleh
perusahaan pemegang KK / PKP2B di antaranya adalah terkait
pembatasan atas ekspor komoditas tambang. Hak para pemegang KK /
134
Justin M. Patrick, Ahmad Djoyosugito, Karl S. Park, op. cit., hal 18. 135
Alastair B. Grant, General Summary of the Coal Development, disusun dalam Mining in
Indonesia: Fifty Years Development, 1945- 1995, Indonesian Mining Association, editor:
Marangin Simatupang, Soetaryo Sigit, Beni N. Wahju, 1996, hal. 170 - 171. 136
Pasal 112 ayat (3) PP No. 23 Tahun 2010.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
63 Universitas Indonesia
PKP2B untuk mengekspor komoditi tambangnya bergantung kepada
kewajiban untuk mengutamakan kepentingan dalam negeri, termasuk:
1. dalam rangka menjamin pemenuhan kebutuhan mineral dan batubara
dalam negeri sebagai bahan baku atau sumber energi (Domestic
Market Obligation / DMO);
2. penggunaan local content, yaitu: tenaga kerja setempat, barang,
peralatan, bahan baku, atau bahan pendukung dalam negeri; dan
3. penggunaan local expenditure, yaitu produk impor yang dijual di
Indonesia.137
Untuk kepentingan nasional, pemerintah pusat138
setelah
berkonsultasi dengan DPR dapat menetapkan kebijakan pengutamaan
mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri dengan cara
pengendalian produksi dan ekspor. Terkait pengendalian produksi,
pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menetapkan jumlah
produksi tiap-tiap komoditas per tahun setiap provinsi. Pemerintah daerah
wajib mematuhi ketentuan jumlah yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
tersebut.139
Sedangkan mengenai DMO, Menteri ESDM memiliki
kewenangan untuk menetapkan kebutuhan mineral dan batubara di dalam
negeri meliputi kebutuhan untuk industri pengolahan (seperti: industri
pengolahan bahan baku dalam negeri140
) dan pemakaian langsung (untuk
bahan bakar seperti: program percepatan pengembangan pembangkit
listrik 10.000 Megawatt141
) di dalam negeri.142
Dalam hal perusahaan pemegang KK / PKP2B berkeinginan untuk
menggunakan tenaga kerja asing, maka perusahaan pemegang KK /
PKP2B tersebut dipersyaratkan untuk mengajukan permohonan kepada
Menteri ESDM, untuk selanjutnya Menteri ESDM akan mengadakan suatu
137
Justin M. Patrick, Ahmad Djoyosugito, Karl S. Park, op. cit., hal 27. 138
Pasal 1 angka 36 UU No. 4 Tahun 2009 mendefinisikan “Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” 139
Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2009. 140
Justin M. Patrick, Ahmad Djoyosugito, Karl S. Park, op. cit., hal 29. 141
Ibid. 142
Pasal 84 PP 23 Tahun 2010.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
64 Universitas Indonesia
evaluasi teknis dan berkoordinasi dengan menteri di bidang
ketenagakerjaan.143
Lebih lanjut, perusahaan pemegang KK / PKP2B dipersyaratkan
untuk menyampaikan rencana pembelian barang modal, peralatan, bahan
baku, dan bahan pendukung lainnya, produk impor yang dijual di
Indonesia, dan barang yang akan diimpor sendiri, kepada Menteri ESDM.
Dalam hal perusahaan pemegang KK / PKP2B melakukan melakukan
impor barang, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung, maka
perusahaan pemegang KK/PKP2B tersebut wajib memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan.144
Pada prakteknya
rencana tersebut akan dicantumkan RKAB yang wajib dimintakan
persetujuannya kepada Menteri ESDM setiap tahunnya oleh perusahaan
pemegang KK/PKP2B.145
6. Penetapan Harga Minimum (Price Floors)146
dan Pembatasan
Produksi
PP No. 23 Tahun 2010 dalam Pasal 85, memberikan aturan umum
yang mensyaratkan perusahaan pemegang KK / PKP2B yang mengekspor
mineral atau batubara yang diproduksi untuk berpedoman pada suatu
harga patokan, aturan mana akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
menteri.147
Harga patokan tersebut ditentukan berdasarkan mekanisme
pasar dan/atau sesuai dengan harga yang berlaku umum di pasar
internasional serta ditetapkan oleh: (i) Menteri ESDM untuk mineral
logam dan batubara; dan (ii) gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya untuk mineral bukan logam dan batuan.
Perusahaan pemegang KK dan PKP2B pada tahap operasi produksi
yang memiliki perjanjian jangka panjang untuk ekspor yang masih berlaku
dapat menambah jumlah produksinya guna memenuhi ketentuan pasokan
dalam negeri setelah mendapat persetujuan Menteri, gubernur, atau
143
Ibid. 144
Pasal 87 ayat (2) dan (3) PP 23 Tahun 2010. 145
Justin M. Patrick, Ahmad Djoyosugito, Karl S. Park, loc. cit. 146
Ibid., hal 7. 147
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, First Wave..., op. cit., hal. 5.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
65 Universitas Indonesia
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sepanjang memenuhi
ketentuan aspek lingkungan dan konservasi sumber daya batubara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.148
Untuk pertama kalinya dalam pengaturan kegiatan pertambangan
di Indonesia, UU No. 4 Tahun 2009 memberikan kewenangan kepada
Pemerintah Pusat untuk menentukan tingkat produksi untuk masing-
masing komoditi tambang setiap tahun dengan per provinsi basis.
Penetapan tingkat produksi dapat membawa risiko signifikan bagi para
investor.149
PP 23 Tahun 2010 dalam Pasal 89 lebih lanjut menentukan bahwa
Menteri ESDM melakukan pengendalian produksi mineral dan batubara
yang dilakukan oleh pemegang KK / PKP2B yang telah berproduksi.
Adapun pengendalian produksi mineral dan batubara tersebut dilakukan
untuk:
1. memenuhi ketentuan aspek lingkungan;
2. melakukan konservasi sumber daya mineral dan batubara; dan
3. mengendalikan harga mineral dan batubara.
Mengenai kewenangan penetapan besaran produksi mineral dan
batubara tersebut, Pasal 90 PP No. 23 Tahun 2010 menentukan bahwa
Menteri ESDM akan menetapkan besaran produksi mineral dan batubara
nasional pada tingkat provinsi. Akan tetapi, Menteri ESDM juga dapat
melimpahkan kewenangan tersebut kepada gubernur untuk menetapkan
besaran produksi mineral dan batubara kepada masing-masing
kabupaten/kota.
7. Penggunaan Perusahaan Jasa Pertambangan
Pasal 10 Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara
(“Permen No. 28 Tahun 2009”) menentukan bahwa para pemegang IUP /
IUPK wajib melaksanakan sendiri kegiatan penambangan, pengolahan,
dan pemurnian. Para pemegang IUP / IUPK diperkenankan menyerahkan
148
Pasal 112 ayat (8) PP No. 23 Tahun 2010. 149
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Special Issue..., op. cit., hal. 4.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
66 Universitas Indonesia
kegiatan penambangan kepada usaha jasa pertambangan, terbatas kepada:
(i) pengupasan lapisan (stripping) batuan penutup batubara (termasuk
peledakan), dan (ii) pengangkutan mineral dan batubara.
Para pemegang IUP / IUPK pertambangan tidak diperkenankan
untuk menggunakan afiliasinya untuk melaksanakan kegiatan operasi
pertambangan, kecuali atas persetujuan Menteri ESDM. Persetujuan
Menteri ESDM tersebut hanya akan diberikan dalam hal tidak tersedia
perusahaan jasa pertambangan sejenis di wilayah kegiatan pertambangan
pemegang IUP / IUPK tersebut atau tidak ada perusahaan jasa
pertambangan yang berminat/mampu. Selain itu, seluruh perusahaan
pertambangan pemegang IUP / IUPK wajib menggunakan perusahaan jasa
pertambangan lokal dan/atau nasional. Dalam hal tidak tersedia, pemegang
IUP atau IUPK dapat menggunakan perusahaan jasa pertambangan lain
yang berbadan hukum Indonesia.150
Permen No. 28 Tahun 2009, Pasal 1, angka 23, memberikan
definisi “Perusahaan Jasa Pertambangan Lain” sebagai perusahaan yang
didirikan atau berbadan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak asing. Dengan demikian, penyelenggaraan
usaha jasa pertambangan oleh pihak asing tetap terbuka secara tidak
langsung melalui perusahaan Penanaman Modal Asing (“PMA”), dengan
ketentuan prioritas tetap diberikan kepada perusahaan jasa pertambangan
lokal atau nasional.
Pasal 8 Permen 28 Tahun 2009 menegaskan bahwa para pemegang
IUP / IUPK harus menjamin tidak akan terjadi transfer pricing atau
transfer profit dalam hal perusahaan yang bersangkutan berkeinginan
untuk menggunakan perusahaan jasa pertambangan afiliasinya.
Selanjutnya Permen No. 28 Tahun 2009 dalam Pasal 36 ayat (2)
menentukan bahwa pemegang KK dan PKP2B yang telah menggunakan
perusahaan jasa pertambangan sebelum diberlakukannya Permen No. 28
Tahun 2009, maka pemegang KK dan PKP2B yang bersangkutan wajib
150
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Special Issue: ..., op. cit., hal. 4.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
67 Universitas Indonesia
menyesuaikan penggunaan perusahaan jasa pertambangannya dengan
ketentuan Permen No. 28 Tahun 2009 dalam waktu selambatnya 3 tahun.
8. Kewajiban Divestasi Saham Bagi Investor Asing
UU No. 4 Tahun 2009 memuat kewajiban bagi pemegang IUP /
IUPK yang memiliki pemegang saham asing, untuk melaksanakan
program divestasi saham setelah 5 tahun berproduksi.151
Adapun prinsip
dasar dibalik ketentuan mengenai divestasi adalah untuk membatasi
kepemilikan asing pada perusahaan pemegang konsesi pertambangan,
termasuk KK /PKP2B menjadi 80% setelah 5 tahun sejak tanggal mulai
produksi.152
PP 23 Tahun 2010 dalam Pasal 97 menetapkan persyaratan serta
prosedur terkait kewajiban divestasi ini, sebagai berikut:
1. Modal asing pemegang KK / PKP2B setelah 5 tahun sejak berproduksi
wajib melakukan divestasi sahamnya, sehingga sahamnya paling
sedikit 20% dimiliki peserta Indonesia.
2. Divestasi saham tersebut dilakukan secara langsung kepada peserta
Indonesia yang terdiri atas pemerintah pusat, pemerintah daerah
provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota, Badan BUMN,
Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), atau badan usaha swasta
nasional.
3. Dalam hal pemerintah pusat tidak bersedia membeli saham
sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas, maka saham tersebut
ditawarkan kepada pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah
kabupaten/kota.
4. Apabila pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak bersedia
membeli saham, ditawarkan kepada BUMN dan BUMD dilaksanakan
dengan cara lelang.
151
Ibid., hal. 3. 152
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, First wave ..., op. cit., hal. 6.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
68 Universitas Indonesia
5. Apabila BUMN dan BUMD sebagaimana dimaksud pada angka 4
tidak bersedia membeli saham, ditawarkan kepada badan usaha swasta
nasional dilaksanakan dengan cara lelang.
6. Penawaran saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender
sejak 5 (lima) tahun dari dimulainya produksi.
7. Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, BUMN, dan BUMD harus menyatakan minatnya
dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender
setelah tanggal penawaran.
8. Dalam hal pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi atau
pemerintah daerah kabupaten/kota, BUMN, dan BUMD tidak berminat
untuk membeli divestasi saham sebagaimana dimaksud pada angka 7,
saham ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender.
9. Badan usaha swasta nasional harus menyatakan minatnya dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah
tanggal penawaran.
10. Pembayaran dan penyerahan saham yang dibeli oleh peserta Indonesia
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh)
hari kalender setelah tanggal pernyataan minat atau penetapan
pemenang lelang.
11. Apabila divestasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak tercapai,
penawaran saham akan dilakukan pada tahun berikutnya berdasarkan
mekanisme ketentuan pada angka 2 sampai dengan angka 9 di atas.
Pasal 98 PP 23 Tahun 2010 memuat ketentuan mengenai anti dilusi
bagi peserta Indonesia setelah dijalankannya kewajiban divestasi oleh
pemegang saham asing dalam perusahaan pemegang KK / PKP2B.
Ditentukan bahwa dalam hal terjadi peningkatan jumlah modal perseroan,
peserta Indonesia sahamnya tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari
20% (dua puluh persen).
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
69 Universitas Indonesia
Sebenarnya di dalam Kepres No. 75 Tahun 1996 dan PKP2B
(sebagai contoh PKP2B Generasi III) telah terdapat ketentuan mengenai
kewajiban divestasi bagi pemegang saham asing. Akan tetapi, ketentuan
baik di dalam Kepres No. 75 Tahun 1996 ataupun PKP2B tidak
menentukan secara rinci besarnya persentase saham milik pemegang
saham asing yang wajib dijual kepada peserta Indonesia. Kewajiban
divestasi bagi pemegang saham asing
tersebut harus memenuhi
persyaratan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan
Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal
Asing (“PP 20 Tahun 1994”).153
Sayangnya PP 20 Tahun 1994 pun hanya
menentukan dead line dari kewajiban tersebut (paling lama 15 tahun sejak
berproduksi komersial), sedangkan besarnya persentase hanya ditentukan
minimal 5% (lima persen) untuk dimiliki oleh peserta Indonesia pada saat
pendirian.154
Mengenai besarnya persentase kepemilikan saham asing yang
harus dijual kepada peserta Indonesia setelah 15 tahun berproduksi
komersial tidak dicantumkan secara spesifik, hanya disebutkan untuk
dilaksanakan sesuai kesepakatan para pihak terkait didasarkan pada prinsip
kerjasama yang saling menguntungkan dan kelangsungan kegiatan usaha
perusahaan.155
Secara konservatif, dapat diinterpretasikan besarnya
persentase kepemilikan saham asing yang harus dijual kepada peserta
Indonesia tersebut paling tidak minimal sama dengan pada saat pendirian,
yaitu 5% (lima persen). Selain itu, Pasal 19 ayat (4) PKP2B memberikan
153
Bunyi Pasal 19 ayat (2) sampai dengan (3) PKP2B Generasi III:
“2. Tunduk pada ketentuan-ketentuan di bawah ini, Kontraktor menjamin bahwa saham-sahamnya
yang dimiliki oleh Penanam (-penanam) Modal Asing akan ditawarkan untuk dijual atau
dikeluarkan kepada Pemerintah atau warganegara – warganegara Indonesia atau perusahaan-
perusahaan Indonesia yang dikuasai oleh orang-orang berkewarganegaraan Indonesia
(selanjutnya disebut "peserta Indonesia").
3. Bagi Kontraktor PMA, jumlah saham yang akan ditawarkan kepada Peserta Indonesia harus
memenuhi persyaratan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 sebagaimana persyaratan
tersebut diberlakukan bagi pemilikan saham pada Perusahaan Modal Asing.
4. Sehubungan dengan Kontraktor PMA, dalam hal dilakukannya peningkatan jumlah modal saham Kontraktor peserta Indonesia berhak membeli saham baru sebanding dengan jumlah
saham yang mereka pegang saat itu guna memberikan kesempatan bagi mereka untuk
mempertahankan perbandingan pemilikan saham mereka di dalam Kontraktor, dengan ketentuan
bahwa hal tersebut tidak berlaku bagi saham-saham yang didaftarkan Kontraktor di bursa saham
Indonesia.” 154
Pasal 6 ayat (1) PP 20 Tahun 1994. 155
Pasal 7 ayat (1) PP 20 Tahun 1994.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
70 Universitas Indonesia
hak didahulukan (preemptive right) kepada peserta Indonesia untuk
membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan kontraktor PKP2B
agar peserta Indonesia tersebut dapat mempertahankan kepemilikannya.
9. Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri Setelah 5
Tahun
UU No. 4 Tahun 2009 menginstruksikan agar seluruh proyek
pertambangan mineral memproses komoditas tambangnya di Indonesia.
Memproses disini berarti suatu proses yang meningkatkan nilai komoditi
terkait. Untuk perusahaan kontraktor KK yang telah mencapai tahap
produksi, diberikan jangka waktu tenggang (grace period) 5 tahun
sebelum perusahaan tersebut memenuhi kewajiban ini.156
Pasal 103 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 memberikan rasional dan
tujuan diterapkannya kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam
negeri, antara lain, untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai
tambang dari produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga
kerja, dan peningkatan penerimaan negara.
PP 23 Tahun 2010 dalam Pasal 94 ayat (1) secara spesifik
mensyaratkan perusahaan pemegang KK / PKP2B untuk batubara wajib
melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang
diproduksi baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan
perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya. Penjelasan Pasal 94 ayat
(1) PP 23 Tahun 2010 menentukan kegiatan pengolahan batubara meliputi:
1. penggerusan batubara (coal crushing);
2. pencucian batubara (coal washing);
3. pencampuran batubara (coal blending);
4. peningkatan mutu batubara (coal upgrading);
5. pembuatan briket batubara (coal briquetting);
6. pencairan batubara (coal liquefaction);
7. gasifikasi batubara (coal gasification); dan
8. coal water mixer.
156
Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Special Issue:..., op. cit., hal. 3.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010
71 Universitas Indonesia
Arah kebijakan pemerintah dengan pemberlakuan UU No. 4 Tahun 2009
cenderung lebih pro kepada kepentingan nasional, kalau tidak ingin dikatakan
kepentingan penguasa. Hal ini terlihat dengan dihapuskannya sistem kontrak kerja
sama dan dilanjutkan dengan sistem perizinan, dimana kedudukan pemerintah
akan lebih tinggi sebagai penguasa yang berwenang memberikan izin IUP atau
IUPK kepada pihak swasta dibandingkan pada saat pemerintah bertindak sebagai
pihak dalam KK atau PKP2B yang secara hukum memiliki kedudukan sejajar
dengan kontraktor perusahaan KK atau PKP2B.
Di pandang dari sudut positif, niat luhur pemerintah untuk menciptakan
praktek usaha pertambangan, khususnya pertambangan batubara, di Indonesia
yang lebih tertib, patut diberikan apresiasi. Hal ini terefleksi antara lain, pada
pengaturan yang lebih rigid dan birokratif dalam penentuan WP, WPN, WIUP,
dan WIUPK serta penentuan yang lebih restriktif atas penerbitan IUP dan IUPK.
Beberapa ketentuan baru dalam UU No. 4 Tahun 2009 juga terasa bahwa rezim
pertambangan mineral dan batubara mulai mengakomodasi konsep pengaturan
dalam rezim minyak dan gas bumi berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Misalnya, keharusan dilakukannya lelang
untuk penerbitan IUP mineral logam dan batubara atau untuk penerbitan IUPK.
Dengan hal ini, praktek-praktek makelarisme (brokerage) perizinan pertambangan
dan tumpang tindih wilayah pertambangan diharapkan dapat diminimalisir ke
depannya.
Diharapkan juga kekecewaan para investor, terutama investor asing,
dengan digantinya sistem kontrak kerja sama ke sistem perizinan dapat sedikit
terobati dengan pengaturan baru yang bertujuan menertibkan kegiatan usaha
pertambangan di Indonesia ini. Walaupun sesungguhnya obat mujarab yang
diinginkan investor asing adalah penetapan wilayah kerja pertambangan yang
lebih besar (mengingat satu IUP batubara hanya maksimal 15.000 hektare dan
proyek-proyek pertambangan batubara yang dijalankan investor asing biasanya
berskala besar), kesetaraan kedudukan dan status lex spelialis dari KK / PKP2B,
serta adanya jaminan keberlangsungan.
Perlindungan hukum ..., Andri Budiman, FH UI, 2010