BAB III PEMBAHASAN ASPEK PERTIMBANGAN...

45
56 BAB III PEMBAHASAN ASPEK PERTIMBANGAN HAKIM Ada 2 kasus yang digunakan sebagai bahan dalam penulisan tesis ini, yakni: Putusan Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm dan Putusan Kasus Perkara No. 131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg. Berikut dalam subjudul A dan B, penulis jabarkan kedua putusan perkara tersebut. A. Kasus Posisi 1. Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm PT GJW bergerak dibidang usaha Perdagangan, Industri, Agrobisnis, Pengadaan Barang, Jasa, Transportasi, Pembangunan, dan Design Interior. Berdiri dengan Akta pendirian perusahaan: Akta Nomor 29 tangga l 27 Agustus 1992 Notaris Ny. Janny Dhewanjanty Ardian,

Transcript of BAB III PEMBAHASAN ASPEK PERTIMBANGAN...

56

BAB III

PEMBAHASAN ASPEK

PERTIMBANGAN HAKIM

Ada 2 kasus yang digunakan sebagai bahan

dalam penulisan tesis ini, yakni: Putusan Kasus

Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm dan Putusan

Kasus Perkara No.

131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg. Berikut dalam

subjudul A dan B, penulis jabarkan kedua putusan

perkara tersebut.

A. Kasus Posisi

1. Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm

PT GJW bergerak dibidang usaha Perdagangan,

Industri, Agrobisnis, Pengadaan Barang, Jasa,

Transportasi, Pembangunan, dan Design

Interior. Berdiri dengan Akta pendirian

perusahaan: Akta Nomor 29 tangga l 27 Agustus

1992 Notaris Ny. Janny Dhewanjanty Ardian,

57

SH. Akta perusahaan perubahan terakhir: Akta

Nomor 7 tanggal 13 Pebruari 2007 Notaris

Alang, SH.

Pada waktu antara tahun 1998 sampai dengan

tahun 2008, PT GJW bekerjasama kontrak bagi

tempat usaha untuk pembangunan Pasar Induk

Antasari berdasarkan surat perjanjian

kerjasama Nomor 664/ I / 548 /Prog ; Nomor

003/GJW/VI I / 1998 tangga l 14 Juli 1998

antara Wal iko tamadya Banjarmas in (pihak

kesatu) dengan Terdakwa PT. Giri jaladhi Wana

(pihak kedua), pada waktu antara tahun 1998

sampai dengan tahun 2008, bertempat di

Kantor Walikota Banjarmasin Jln. RE

Martadinata No.1 Banjarmasin dan di Pasar

Sentra Antasari jalan Pangeran Antasari.

Bahwa sampai bulan Agustus 2003, ternyata

pekerjaan pembangunan Pasar Sentra Antasari

belum juga selesai sehingga Walikota

Banjarmasin H. Sofyan Arpan mencabut Surat

Keputusan Walikota Banjarmasin Nomor:

088/Prog /1998 tanggal 13 Juli 1998 te tang

penunjukan PT Giri Jaladhi Wana (terdakwa)

sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan ker

58

jasama kontrak bagi tempat usaha untuk

pembangunan pasar Induk Antasari.

Selanjutnya Walikota Banjarmasin Drs. H.

Sofyan Arfan membentuk Tim Percepatan

Penataan dan Pembangunan Pasar Sentra

Antasari (P3SA) Banjarmasin.

Selama melaksanakan pembagunan, PT. Giri

Jaladhi Wana dalam melaksanakan

Pembangunan dan Pengelolaan Pasar Induk

Sentra Antasari telah melakukan perbuatan

melawan hukum dengan melakukan

penyimpangan-penyimpangan, tidak seperti isi

kontrak yang telah disepakati. PT GJW

berkewajiban membangun Pasar Induk Antasari

dan fasilitas penunjangnya hanya sejumlah

5.145 unit tetapi Terdakwa PT. Giri Jaladhi

Wana secara melawan hukum yaitu tanpa

persetujuan telah membangun 6.045 unit terdiri

dari toko, kios, los, lapak dan warung, sehingga

terjadi penambahan 900 unit bangunan.

Penambahan 900 unit tersebut dijual dengan

harga sebesar Rp. 16.691.713.166 . Jumlah itu

tidak disetor, namun masuk ke kantong pribadi.

59

PT GJW telah melakukan perbuatan yang

merupakan kejahatan melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dengan melanggar Pasal

2 ayat (1) jo. Pasal 18 Jo. Pasal 20 undang

undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah dengan Undang

undang Nomor 20 tahun 2001 ten tang

perubahan atas Undang undang Nomor 31

tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Penuntut Umum medakwa denda Rp1,3 miliar

dan penutupan sementara selama 6 (enam)

bulan. Penasihat Hukum terdakwa menyatakan

bahwa perkara tersebut adalah perkara perdata

murni dan bukan merupakan perkara pidana

atau Tindak Pidana Korupsi. Berikut adalah

putusannya:

1) Menyatakan terdakwa PT GIRI JALADHI

WANA telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak

60

pidana KORUPSI SECARA BERLANJUT

sebagaimana dalam Dakwaan Primair;

2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa PT

GIRI JALADHI WANA oleh karena itu

dengan pidana Denda sebesar Rp

1.300.000.000 , - (Satu Milyar Tiga Ratus

Juta Rupiah).

3) Menjatuhkan pidana tambahan berupa

Penutupan Sementara PT GIRI JALADHI

WANA selama 6 (enam) bulan.

2. Kasus Perkara No.

131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg

A. IMAM SUDJONO, Direktur PT. Sabda

Amarta Bumi, didakwa melakukan tindak

pidana korupsi penyalahgunaan dana APBD

Kab Rembang TA 2006-2007 sebesar Rp. 35

milyar untuk kerjasama penyertaan modal

usaha dengan PT. RBSJ yang diduga dilakukan

oleh H.Moch Salim (Bupati Rembang) dan HM.

Siswadi, SH, M.Kn. Mengakibatkan kerugian

negara sebesar Rp.4.276.443.855.

Pada bulan Februari 2007 Terdakwa

mengajukan proposal kerja sama budidaya

61

penanaman tebu sama kepada PT RBSJ,

Perusahaan Daerah milikPemerintah Kab

Rembang Nomor proposal: 003/SA/II/2007,

tanggal 21 Pebruari 2007. Imam Sudjono di

dalam pengajuan proposal tersebut di atas

menggunakan perusahaan yang bernama PT

Sabda Amartha Bumi. Pada saat pengajuan

proposal itu, Imam memberikan gambaran

kepada Pemerintah Kab Rembang seolah-olah

PT SAB adalah perusahaan yang bonafide dan

kredibel, padahal kenyataannya bahwa PT SAB

adalah perusahaan yang tidak terdaftar sebagai

badan hukum pada Kemenkumham RI. PT SAB

juga tidak melakukan kewajiban pajak setiap

tahunnya. PT SAB selama tiga tahun terakhir

tidak pernah diaudit akuntan publik.

Bahwa terhadap proposal tersebut, H.M

SISWADI, Direktur PT RBSJ, Perusahaan

Daerah yang modal awalnya berasal dari APBD

Kabupaten Rembang Tahun 2006 dan 2007

sebesar Rp.35.000.000.000,-, tanpa

persetujuan RUPS/tanpa persetujuan prinsip

Kepala Daerah menyetujuinya, yang kemudian

diikuti dengan mengadakan perjanjian kerja

62

sama bagi hasil/investasi dengan Imam

Sudjono yang menggunakan perusahaannya

yaitu PT SAB. Dana investasi dikucurkan oleh

H.M SISWADI kepada Imam secara bertahap

mulai 21 Maret 2007. Setiap H.M SISWADI

mengucurkan dana investasi yang nilainya di

atas Rp.100.000.000,- kepada Imam Sudjono.

Imam memberikan fee yang jumlahnya

bervariasi antara Rp.10.000.000,- s/d

Rp.20.000.000,- setiap kali realisasi, demikian

seterusnya hingga tanggal 8 Januari 2008 dana

investasi sebesar Rp.14.875.000.000,- telah

dikucurkan seluruhnya oleh PT RBSJ kepada

PT SAB, meskipun pihak PT SAB belum juga

menyerahkan jaminan berupa sertifikat tanah

yang ditanami tebu kepada PT RBSJ

sebagaimana disepakati dalam perjanjian

tanggal 21 Maret 2007. Meskipun PT SAB belum

juga menyerahkan jaminan berupa sertifikat

tanah yang ditanami tebu kepada PT RBSJ,

namun H.M SISWADI selaku Dirut PT RBSJ

pada tanggal 31 Januari 2008, tanpa

persetujuan RUPS/persetujuan prinsip Kepala

Daerah kembali mengucurkan dana sebesar

Rp.1.514.576.000,- kepada Imam, padahal H.M

63

SISWADI tidak mengetahui berapa luas lahan

yang ditanami tebu oleh Imam.

Penambahan modal sebesar Rp.1.514.576.000,-

tersebut dituangkan dalam kontrak Nomor:

004/RBSJ/SPK/I/2008, tanggal 31 Januari

2008, dengan jaminan BG di Bank Jatim senilai

Rp.1.900.000.000,- oleh Imam Sudjono kepada

pihak PT RBSJ, Terdakwa juga sanggup

memberikan keuntungan 2,5% setiap bulan

selama 9 bulan.

Perbuatan Imam Sudjono bersama dengan H.M.

SISWADI adalah perbuatan melawan hukum.

Dana investasi dari PT RBSJ sebesar

Rp.14.875.000.000,- ditambah

Rp.1.514.576.000,- tersebut oleh Imam tidak

sepenuhnya digunakan untuk budidaya tebu

melainkan untuk memperkaya diri sendiri,

orang lain atau suatu korporasi yaitu untuk

membeli 55 persil tanah di daerah Kabupaten

Rembang.

Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum

mendakwa H. Imam Sudjono melanggar Pasal 2

ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

64

sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Jaksa Penuntut Umum

menuntut hukuman penjara selama lima

tahun.

Dalam pembelaan, Penasihat Hukum Terdakwa

berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa

bukanlah merupakan perbuatan melawan

hukum, melainkan perbuatan yang masuk pada

ranah hukum perdata, dimana penyelesaian

perselisihan antara kedua belah pihak telah

diatur dan ditentukan dalam perjanjian

kerjasama yaitu sesuai ketentuan Pasal 7

bahwa penyelesaian perselisihan diselesaikan

melalui Pengadilan Negeri setempat.

Berikut adalah keputusan Majelis Hakima atas

kasus tersebut:

1) Menyatakan Terdakwa H. IMAM

SUDJONO terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan Tindak

Pidana Korupsi secara bersama-sama

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1)

65

jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo

Pasal 65 ayat (1) KUHP dalam dakwaan

Primair;

2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa

H. IMAM SUDJONO dengan pidana

penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi

selama Terdakwa ditahan, dengan

perintah agar Terdakwa tetap ditahan di

Rutan Kelas I Semarang;

3) Menjatuhkan pidana denda terhadap

Terdakwa H. IMAM SUDJONO dengan

denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua

ratus juta rupiah) dengan ketentuan

apabila denda tersebut tidak dibayar oleh

Terdakwa maka Terdakwa harus

menjalani pidana kurungan selama 6

(enam) bulan;

66

4) Menjatuhkan pidana uang pengganti

terhadap terdakwa H. IMAM SUDJONO

sebesar Rp.4.276.443.885,- (empat milyar

dua ratus tujuh puluh enam juta empat

ratus empat puluh tiga ribu delapan ratus

delapan puluh lima rupiah), jika uang

pengganti tesebut tidak dibayar dalam

waktu paling lama 1 (satu) bulan sesudah

putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap,

maka harta benda milik terpidana akan

disita dan dilelang untuk menutupi uang

pengganti tersebut. Jika terpidana tidak

mempunyai harta yang mencukupi untuk

membayar uang pengganti tersebut maka

diganti dengan pidana penjara selama 2

(dua) tahun 6 (enam) bulan.

B. Pertimbangan Hakim

Dipersidangan telah didengar keterangan saksi-

saksi di bawah sumpah menurut cara agamanya

dan didengar pula keterangan saksi ahli di bawah

sumpah menurut pendapat/keahliannya,

67

didengar pula keterangan terdakwa masing-

masing seperti tersebut dalam berita acara

pemeriksaan persidangan dalam perkara tersebut,

telah pula diperiksa barang bukti yang diajukan

kepersidangan. Menimbang berdasarkan

keterangan saksi-skasi, keterangan terdakwa

dihubungkan barang bukti yang saling

bersesuaian terdapatlah fakta-fakta hukum

seperti tersebut dalam berita acara pemeriksaan

perkara tersebut setelah itu baru unsur-unsur

yang sudah ada itu.

1. Kasus Perkara No. 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm

Terdakwa PT.GIRI JALADHI WANA (PT. GJW).

Fakta dan

Unsur

1. Tentang unsur pertama “setiap

orang” . Bahwa pengertian “setiap orang” sebagaimana

ketentuan pasal 1 angka 3

Undang Undang Nomor 31 Tahun

1999 jo Undang Undang Nomor

20 Tahun 2001 Tentang Tindak

Pidana Korupsi adalah perorangan termasuk Korporasi,

orang perorangan adalahorang

secara individu yang dalam

KUHP di rumuskandengan kata

‘barang siapa’, sedangkan Korporasi adalah kumpulan

orang dan atau kekayaan yang

terorganisasi baik berbentuk

badan hukum maupun bukan

badan hukum;

68

Merujuk pada Pasal 20 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 jo Undang Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Tindak Pidana Korupsi yaitu

dalam hal tindak pidana Korupsi

dilakukan oleh atau atas nama

suatu Korporasi maka tuntutan dan penja tuhan pidana dapat

dilakukan terhadap Korporasi

dan atau Pengurusnya.

Penuntut Umum telah

menghadapkan seorang yang

mengaku bernama STEVANUS

WIDAGDO bin SURAJI

SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GIRI JALADHI WANA

(PT. GJW) yang dalam hal ini

bertindak mewakili PT. GIRI

JALADHI WANA (PT. GJW), dan

setelah melalui pemeriksaan ditingkat penyidikan dan

prapenuntu tan selanjutnya PT.

GIRI JALADHI WANA (PT. GJW)

dihadapkan dipersidangan

sebagai terdakwa, yang

berdasarkan keterangan saksi-saksi serta bukti-bukti surat

berupa akta pendirian

perusahaan dan akta-akta lain

yang berhubungan dengan

perusahaan PT GJW, semuanya

dibuat didepan Notaris.

Selain bukti akta, ada juga keterangan saksi STEVANUS

WIDAGDO bin SURAJI

SASTRODIWIRYO.

Sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdakwa PT Giri Jaladhi

Wana merupakan badan hukum,

maka terdakwa dapat dikategorikan sebagai korporasi

69

menurut Undang Undang RI No.

31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang- Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana

Korupsi;

Berdasarkan pertimbangan

tersebut unsur pertama

“setiap orang“ telah

terpenuhi.

2. Tentang unsur kedua “secara

melawan hukum” . Sebagaimana

pendapat Jonkers, dalam

perundang-undangan unsur melawan hukum disebut dengan

bermacam-macam istilah,

biasanya disebut dengan

perkataan “melawan hukum”

(wederechtelijke) atau dengan tanpa hak, dengan tanpa ijin,

dengan melampaui

kekuasaannya, tanpa

memperhatikan cara yang di

tentukan dalam undang-undang.

Didalam ilmu hukum dikenal

dua macam sifat melawan hukum, yaitu sifat melawan

hukum meteriil dan sifat

melawan hukum formil. Sifat

melawan hukum materiil adalah

merupakan sifat melawan

hukum yang luas, artinya tidak hanya melawan hukum yang

tertulis saja, tetapi juga hukum

yang tidak tertulis, sedangkan

sifat melawan hukum formil

adalah merupakan unsur dari hukum positif yang tertulis saja,

70

sehingga unsur itu baru

merupakan unsur dari tindak

pidana apabila dengan tegas disebutkan dalam rumusan

tindak pidana;

Sifat melawan hukum menurut

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU

No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi diartikan sebagai perbuatan melawan hukum

dalam arti formil maupun dalam

arti materiil, yakni meskipun

perbuatan tersebut tidak diatur

dalam peraturan perundang-

undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap

tercela karena tidak sesuai

dengan rasa keadilan atau

norma-norma kehidupan sosial

dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat

dipidana, namun demikian

berdasar Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 003/PUU-

IV/2006 tanggal 25 Juli 2006,

Penjelasan Pasal Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi tersebut tidak

mempunyai kekuatan hukum

mengikat, karena sifat melawan hukum materiil bertentangan

dengan Pasal 28 D ayat (1) UUD

1945, disamping itu konsep

melawan hukum materiil yang

merujuk pada hukum tidak

tertulis dalam ukuran kepatutan, kehati-hatian dan kecermatan

yang hidup dalam masyarakat

sebagai satu norma keadilan

adalah merupakan ukuran yang

tidak pasti dan berbeda-beda dari satu lingkungan masyarakat

71

tertentu kelingkungan

masyarakat lainnya, sehingga

oleh karenanya Majelis Hakim akan membatasi pembahasan

pengertian melawan hukum

dalam pasal tersebut hanya

mencakup perbuatan melawan

hukum dalam arti formil saja.

Menurut ajaran sifat melawan

hukum formil, suatu perbuatan bersifat melawan hukum apabila

perbuatan itu diancam pidana

dan dirumuskan sebagai suatu

delik dalam undang-undang, jadi

menurut ajaran ini melawan

hukum sama dengan melawan atau bertentangan dengan

undang-undang (hukum

tertulis).

Sebagaimana keterangan ahli

Prof. Dr. SUTAN REMY

SJAHDENI, SH, tidak semua

tindak pidana yang di lakukan oleh personel Korporasi dapat

dipertanggungjawabkan kepada

korporasi, kecuali bahwa apabila

perbuatan tersebut di lakukan atau diperintahkan oleh Directing mind dari Korporasi tersebut

atau dengan kata lain bahwa

untuk dapat korporasi

bertanggung jawab atas

perbuatan pengurusnya harus

dipenuhi syarat syarat sebagai

berikut:

1. Tindak pidana tersebut (baik

dalam bentuk commission maupun omission) dilakukan

atau diperintahkan oleh personil

korporasi maupun di dalam

struktur organisasi korporasi

72

memiliki posisi sebagai directing

mind dari korporasi.

2. Tindak pidana tersebut di

lakukan dalam rangka maksud

dan tujuan korporasi.

3. Tindak pidana dilakukan oleh pelaku atau atas perintah

pemberi perintah dalam rangka

tugasnya dalam korporasi.

4. Tindak pidana tersebut

dilakukan dengan maksud

memberikan manfaat bagi

korporasi.

5. Pelaku atau pemberi perintah

tidak memiliki alasan pembenar

atau alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggung

jawaban pidana.

Sebagaimana telah diatur dalam

Pasal 20 ayat (2) Undang Undang

RI No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, bahwa “Tindak pidana korupsi di lakukan oleh

korporasi apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh orang-

orang baik berdasarkan

hubungan kerja maupun

berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan

korporasi tersebut baik sendiri

maupun bersama-sama”.

Fakta-fakta hukum yang

terungkap di persidangan, telah

terbukti benar, bahwa seluruh

rangkaian perbuatan terdakwa dalam perkara ini adalah

berkaitan dengan pelaksanaan

Perjanjian Kerja Sama Nomor

73

664/I/548/Prog–Nomor

003/GJW/VI I / 1998 tentang

Kontrak Bagi Tempat Usaha Dalam Rangka Pembangunan

Pasar Induk Antasari Kota

Banjarmasin dan surat Walikota

Banjarmasin Nomor

500/259/Ekobang/2004 tanggal 30 Mei 2004 tentang Penunjukan

Pengelolaan Sementara Sentra

Antasari kepada terdakwa.

Dalam penandatanganan

maupun pelaksanaan Perjanjian

Kerja tersebut, terdakwa diwakili

oleh STEVANUS WIDAGDO bin

SURAJI SASTRODIWIRYO Direktur Utama PT. GJW dan

Drs. TJIPTOMO selaku Direktur

PT. GJW, dalam kedudukannya

sebagai direktur utama dan

sebagai direktur tersebut keduanya adalah directing mind

pada PT. GJW.

Dalam upaya untuk

mendapatkan kucuran dana

Kredit Modal Kerja dari PT. Bank

Mandiri, Tbk. yang diajukan oleh

terdakwa. Dalam hal ini terdakwa

telah diwakili oleh STEVANUS WIDAGDO bin SURAJI

SASTRODIWIRYO dan Drs.

TJIPTOMO, dalam

kedudukannya sebagai direktur

utama dan sebagai direktur tersebut keduanya adalah

directing mind pada PT. GJW.

Upaya terdakwa untuk

mendapatkan kucuran dana

Kredit Modal Kerja dari PT. Bank

Mandiri, Tbk., adalah masih

74

dalam ruang lingkup bidang

usaha terdakwa.

Fakta-fakta hukum yang

terungkap di persidangan, telah

terbukti benar adanya penyimpangan-penyimpangan

yang dilakukan oleh terdakwa PT

Giri Jaladhi Wana, dengan cara

melanggar isi perjanjian yang

telah disepakati dan perbuatan-perbuatan lain yang merugikan

pihak Pemerintah Kota

Banjarmasin.

3.Unsur “melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi”.

Berdasarkan fakta-fakta hukum

yang terungkap di persidangan, khususnya menyangkut adanya

aliran dana dalam pelaksanaan

Kontrak Bagi Tempat Usaha

Dalam Rangka Pembangunan

Pasar Induk Antasari Kota Banjarmasin yang menggunakan

dana kucuran Kredit Modal Kerja

dari PT. Bank Mandiri, Tbk. yang

dia jukan oleh terdakwa PT GJW

dan penunjukkan terdakwa PT

GJW untuk mengelola Pasar Sentra Antasari, telah dapat

disimpul kan

adanyapenambahan kekayaan

terdakwa.

4.Unsur keempat “dapat merugikan

keuangan Negara atau

Perekonomian Negara.

Berdasarkan fakta fak ta hukum

yang terungkap di persidangan

telah terbukti benar, dana dalam pelaksanaan Kont rak Bagi

Tempat Usaha Dalam Rangka

Pembangunan Pasar Induk

75

Antasari Kota Banjarmasin

tersebut menggunakan dana

kucuran Kredit Modal Kerja dari PT. Bank Mandiri , Tbk. yang dia

jukan oleh terdakwa PT GJW

yang mana dalam hal ini PT.

Bank Mandiri, Tbk. adalah

merupakan Badan Usaha Milik Negara sehingga dana yang

dikucurkan dalam bentuk kredit

modal kerja tersebut dapat dika

tegorikanbsebagai kekayaan

Negara yang berada dalam

pengurusan dan per tanggung jawaban Badan Usaha Milik

Negara.

Pertimbangan 1. Menimbang, bahwa dari hasil

pemeriksaan di persidangan

telah terungkap fakta – fakta hukum pada pokoknya sebagai

berikut (sesuai unsur pasal 2).

2. Menimbang, bahwa terdakwa PT.

GJW tersebut didakwa oleh

jaksa penuntut umum dengan

dakwaan yang disusun secara

subsidaritas yaitu Primer dan

Subsider.

3. Menimbang, bahwa oleh karena

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum di susun secara

subsidairitas maka oleh

karenanya Majelis Hakim

terlebih dahulu harus

mempertimbangkan Dakwaan Primair yaitu melanggar pasal 2

ayat (1) jo pasal 18 jo pasal 20

Undang Undang Nomor 31

Tahun 1999 sebagaimana telah

diubah dengan Undang Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang Undang

Nomor 31 tahun 1999 Tentang

76

Pemberantasan Tidak Pidana

korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP

yang unsur unsurnya adalah

sebagai.

a. Setiap orang.

b. Secara Melawan Hukum.

c. Melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi.

d. Yang dapat merugikan

Keuangan Negara atau

Perekonomian Negara.

e. Unsur Perbuatan Berlanjut:

4. Menurut Majelis Hakim kesemua

unsurnya telah terpenuhi maka

terdakwa PT. GIRI JALADHI

WANA haruslah dinyatakan

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana

korupsi secara berlanjut

sebagaimana Pasal 2 ayat (1) jo.

Pasal 18 jo. Pasal 20 Undang-

Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana

telah diubah dengan Undang-

undang Nomor 20 tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 31 tahun1999

tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat

(1) KUH Pidana. Oleh karenanya

dakwaan Subsider tidak perlu

dipertimbangkan lagi.

5. Menimbang, sebelum

menjatuhkan pidana atas diri terdakwa, perlu

77

dipertimbangkan hal - hal

sebagai berikut:

a. Hal - hal yang memberatkan.

1) Bahwa tindak pidana

korupsi merupakan

kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) yang

memerlukan penanganan

secara luar biasa pula

karena dipandang dapat

menghancurkan sendi –

sendi keuangan dan /atau

perekonomian negara.

2) Bahwa perbuatan Terdakwa telah merugikan

Pemerintah Kota

Banjarmasin dan Bank

Mandiri Tbk.

b. Hal – hal yang meringankan.

Tidak ada.

2. Kasus Perkara No.

131/Pid.Sus/2013/PN.Tipikor.Smg

Terdakwa H. IMAM SUDJONO

Fakta dan

Unsur Menimbang, Unsur “setiap orang”:

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka

3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang

78

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, yang dimaksud dengan

“setiap orang” adalah orang perseorangan atau termasuk

korporasi;

Pengertian orang perseorangan dalam

ilmu hukum adalah setiap subyek

hukum sebagai pendukung hak dan

kewajiban yang cakap dan mampu

bertanggungjawab sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana

padanya dan tidak termasuk dalam

pengertian Pasal 44 KUHP, dimana

subyek hukum tersebut diajukan ke

persidangan karena suatu tindak

pidana yang didakwakan kepadanya;

Penuntut Umum telah menghadapkan

ke depan persidangan Terdakwa yang bernama: H. IMAM SUDJONO, yang

berdasarkan keterangan saksi-saksi

dan keterangan Terdakwa sendiri,

dapat disimpulkan bahwa orang yang

dihadapkan di persidangan ini benar Terdakwalah orang yang dimaksud

oleh Penuntut Umum sesuai

identitasnya yang tercantum dalam

surat dakwaan Penuntut Umum.

Dalam persidangan Terdakwa adalah

seorang laki-laki yang sehat jasmani

dan rohani, dapat menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya

dengan baik, oleh karena itu

Terdakwa bukanlah orang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

44 ayat (1) KUHP, sehingga Majelis

berpendapat bahwa Terdakwa tersebut adalah orang yang mampu

bertanggungjawab atas semua

perbuatannya.

Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut, maka Majelis

79

berpendapat bahwa unsur “setiap

orang” telah terpenuhi.

Majelis berpendapat bahwa perbuatan

Terdakwa sebagaimana diuraikan

diatas merupakan perbuatan melawan hukum oleh karena

bertentangan dengan Keputusan

Menteri Dalam Negeri dan Otonomi

Daerah Nomor 43 Tahun 2000,

tanggal 6 Nopember 2000, tentang Pedoman Kerjasama Perusahaan

Daerah dengan Pihak Ketiga dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas jo.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas;

Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut diatas, Majelis berpendapat bahwa unsur “secara

melawan hukum” telah terpenuhi”.

Unsur “memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi”:

Unsur “secara melawan hukum”

sebagaimana telah dipertimbangkan

diatas haruslah merupakan sarana

untuk melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sehingga

meskipun suatu perbuatan telah

dilakukan secara melawan hukum,

tetapi jika perbuatan tersebut tidak

dilakukan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, maka

perbuatan tersebut bukanlah

merupakan tindak pidana korupsi

sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal

2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang

80

Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;

Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, tidak menjelaskan secara

pasti tentang apa yang dimaksud

dengan “perbuatan memperkaya” diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, akan tetapi apabila dilihat

kaitannya dengan ketentuan Pasal 28

dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, bahwa

pengertian “memperkaya” tersebut

tidak terlepas dari adanya

penambahan terhadap harta

kekayaan yang telah dimiliki Terdakwa, atau orang lain atau suatu

korporasi yang berasal dari perbuatan

Terdakwa. Bahwa penambahan

kekayaan tersebut haruslah

sedemikian signifikan, sehingga

membuat harta kekayaan si penerima tersebut menjadi tidak seimbang

dengan penghasilan atau pendapatan

yang dapat dipertanggungjawabkan.

Bahwa “memperkaya“ adalah

perbuatan yang dilakukan untuk

81

menjadi lebih kaya (lagi), dan menurut

Yurisprudensi, yang dimaksud

dengan “memperkaya” adalah “menjadikan orang yang belum kaya

menjadi kaya atau orang yang sudah

kaya bertambah kaya” (vide: Putusan

Pengadilan Negeri Tangerang Nomor:

18/ Pid.B/1992/ PN.Tng. tanggal 13 Mei 1992 jo. Putusan Mahkamah

Agung RI Nomor 570K/Pid/1993

tanggal 4 September 1993);

Berdasarkan keterangan Terdakwa,

ternyata bahwa PT.SAB sejak tahun

1993 s/d 2007 tidak aktif beroperasi,

dan status badan hukum PT.SAB

belum dilakukan pembaharuan pendaftaran ke Kementerian Hukum

dan HAM. PT.SAB baru kembali aktif

beroperasi ketika akan bekerjasama

dengan PT.RBSJ, dan pada saat

Terdakwa melakukan kerjasama dengan PT.RBSJ, ternyata PT.SAB

tidak memiliki modal, PT.SAB hanya

memiliki modal keahlian Terdakwa di

bidang budidaya tebu.

Berdasarkan Perjanjian Kerjasama

yang ditandatangani oleh Terdakwa

dan saksi Siswadi tanggal 21 Maret

2007, bahwa atas modal kerjasama bibit tebu yang diterima oleh

Terdakwa secara bertahap sejak Maret

2007 s/d Mei 2007 seluruhnya

sebesar Rp.830 juta, Terdakwa

semestinya pada bulan Oktober 2007 telah memberikan hasil dari

kerjasama penanaman bibit tebu

tersebut sebesar Rp.802 juta dan

bulan Oktober 2008 sebesar

Rp.664.950.000,- dan selambat-

lambatnya pada bulan Oktober 2007 Terdakwa harus sudah menyerahkan

atau menjaminkan sertifikat tanah

yang disewa oleh PT. RBSJ sebagai

82

jaminan keamanan investasi. Namun

kenyataannya, pada bulan Oktober

2007 Terdakwa tidak memberikan hasil dari kerjasama penanaman bibit

tebu sebesar Rp.802 juta tersebut dan

Terdakwa juga tidak menyerahkan

atau menjaminkan sertifikat tanah

yang disewa oleh PT.RBSJ. Terdakwa baru membayarkan kewajibannya

sebesar Rp.802 juta tersebut di bulan

Desember 2007 Menimbang, bahwa

selanjutnya pada tanggal 1 Nopember

2007 Terdakwa dan saksi Siswadi

menandatangani Addendum Perjanjian Kerjasama Penanaman

Tebu Giling antara PT. RBSJ dengan

PT. SAB tentang Bagi Hasil

Penanaman Tebu Giling Tahun

Tanam 2007/2008, Nomor: 070.a/RBSJ/ADD-PK/XI/2007.

Berdasarkan Lampiran 1 Addendum I

tersebut, disebutkan bahwa

pendapatan bersih PT. RBSJ yaitu

sebesar 70% dari hasil/laba sampai

dengan bulan Nopember 2010 seluruhnya sebesar

Rp.10.028.873.750,-;

Berdasarkan Lampiran 2 Addendum I

Perjanjian Kerjasama antara PT.RBSJ

dan PT.SAB, semestinya Terdakwa

melakukan pembayaran kepada

PT.RBSJ secara bertahap sejak bulan Juni 2008 s/d Nopember 2008

sebesar Rp.12.878.180.000,-, bulan

Juni 2009 s/d Nopember 2009

sebesar Rp.12.283.031.250,- dan

bulan Juni 2010 s/d Nopember 2010

sebesar Rp.11.642.662.500,- sehingga jumlah keseluruhannya

sebesar Rp.36.803.873.750,-. Namun

kenyataannya Terdakwa melakukan

pembayaran pada tahun 2008 hanya

sebesar Rp.4.242.142.706,- dan pada tahun 2009 sebesar

83

Rp.3.233.194.239,-. Berdasarkan

keterangan Terdakwa bahwa ia

melakukan pembayaran sejumlah tersebut karena ia telah melakukan

pemotongan langsung atas kewajiban

PT.RBSJ untuk menyetorkan modal

kepada Terdakwa yaitu tahun ke-II

dan ke-III masing-masing sebesar Rp.5.950.000.000,-. Sehingga

kekurangan kewajiban pembayaran

yang mestinya dilakukan Terdakwa

pada tahun 2008 adalah sebesar

Rp.2.686.037.294,- dan pada tahun

2009 sebesar Rp.3.099.837.019,- Pada tahun 2010 Terdakwa belum

melakukan pembayaran ke PT.RBSJ

karena menurut Terdakwa ia

dihalang-halangi oleh PT.RBSJ untuk

memanen tebu;

Berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap di persidangan, bahwa pada saat kerjasama antara PT.RBSJ

dan PT. SAB ternyata Terdakwa telah

membeli 50 (lima puluh) persil tanah

di Kabupaten Rembang dan 11

(sebelas) persil tanah di Kabupaten

Tuban. Berdasarkan keterangan Terdakwa bahwa uang pembelian

tanah-tanah tersebut bukan berasal

dari uang yang ia terima dari

PT.RBSJ, melainkan dari pinjaman

Terdakwa dari pihak lain. Selain itu, Terdakwa juga membeli 5 (lima)

bidang tanah yang berlokasi di Desa

Bangunrejo/ Pamotan Kab Rembang

seharga sekitar Rp.150.000.000,-

yang kemudian dibeli oleh PT.RBSJ

untuk lokasi pabrik gula mini,

seharga Rp.704.240.000,-;

Ternyata Terdakwa tanpa sepengetahuan PT. RBSJ telah

menjaminkan asset kerjasama antara

PT. RBSJ dengan PT. SAB kepada

84

pihak lain dan Terdakwa juga

menggunakan hasil panen lahan yang

dibiayai oleh PT.RBSJ untuk membayar hutang Terdakwa di Pabrik

Gula Pakis dan pabrik gula lain;

Berdasarkan perjanjian pinjaman

modal yang dituangkan dalam

Perjanjian Kerjasama Bagi Hasil

Penanaman Bibit Tebu, Nomor:

004/RBSJ/SPK/I/2008, tanggal 31 Januari 2008, Terdakwa sejak tanggal

4 Januari 2008 sampai dengan

tanggal 14 Maret 2008 secara

bertahap telah menerima kucuran

dana dari PT.RBSJ seluruhnya

sebesar Rp.1.514.576.000,, namun kenyataannya Terdakwa belum

mengembalikan pinjaman modal

tersebut beserta bagi hasil minimal

2,5% setiap bulan selama 9 bulan

sesuai dengan yang diperjanjikan.

Berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap di persidangan, terbukti bahwa Terdakwa secara bertahap

telah menerima uang dari PT. RBSJ

seluruhnya sebesar

Rp.17.219.374.500.

Terdakwa secara bertahap baru

menyetorkan atau mengembalikan

uang kepada PT. RBSJ seluruhnya sebesar Rp.12.942.930.645,- (dua

belas milyar sembilan ratus empat

puluh dua juta sembilan ratus tiga

puluh ribu enam ratus empat puluh

lima rupiah). Oleh karenanya,

Terdakwa telah memperkaya diri Terdakwa sendiri sebesar selisih

antara uang yang diterima Terdakwa

dari PT.RBSJ dan uang yang

disetorkan/dikembalikan Terdakwa

kepada PT.RBSJ yaitu: Rp.17.219.374.500,- -

85

Rp.12.942.930.645,-

=Rp.4.276.443.855,- (empat milyar

dua ratus tujuh puluh enam juta empat ratus empat puluh tiga ribu

delapan ratus lima puluh lima

rupiah); Menimbang, bahwa

berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut diatas, Majelis berkesimpulan bahwa rangkaian

perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh Terdakwa merupakan

sarana untuk melakukan perbuatan

memperkaya diri Terdakwa sendiri,

atau orang lain atau suatu korporasi. Oleh karenanya, unsur ”melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu

korporasi” telah terpenuhi;

Unsur “yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian

negara”:

Berdasarkan Penjelasan Umum

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, yang dimaksud dengan

“keuangan negara” adalah seluruh

kekayaan negara dalam bentuk

apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di

dalamnya segala kekayaan negara

dan segala hak dan kewajiban yang

timbul karena:

a. berada dalam penguasaan,

pengurusan dan pertanggungjawaban

86

pejabat lembaga negara, baik di

tingkat pusat maupun di daerah;

b. berada dalam penguasaan,

pengurusan dan pertanggungjawaban

Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan

Hukum dan Perusahaan yang

menyertakan modal negara, atau

perusahaan yang menyertakan modal

pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara; sedangkan yang

dimaksud dengan “perekonomian

negara” adalah kehidupan

perekonomian yang disusun sebagai

usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan ataupun usaha milik masyarakat secara mandiri yang

didasarkan pada kebijakan

Pemerintah, baik di tingkat pusat

maupun daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

bertujuan memberikan manfaat,

kemakmuran, dan kesejahteraan

kepada seluruh kehidupan rakyat.

Bahwa yang dimaksud dengan kata

“dapat” sebelum frase “merugikan

keuangan negara atau perekonomian

negara” adalah bahwa perbuatan Terdakwa tidak harus sudah nyata-

nyata menimbulkan kerugian bagi

keuangan negara atau perekonomian

negara, tetapi cukup apabila

perbuatan Terdakwa berpotensi atau dapat menimbulkan kerugian bagi

keuangan negara atau perekonomian

negara, maka unsur tindak pidana ini

telah terpenuhi.

Kata “atau” dalam frase “dapat

merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara” mengandung makna alternatif, artinya apabila

87

perbuatan yang dilakukan oleh

Terdakwa dapat merugikan salah satu

unsur saja, yaitu “keuangan negara” atau “perekonomian negara”, maka

dengan sendirinya unsur ini telah

terpenuhi;

Yang dimaksud dengan “merugikan”

adalah sama artinya dengan menjadi

rugi atau berkurang, sehingga dengan

demikian yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara” adalah sama

artinya dengan menjadi ruginya

keuangan negara atau perekonomian

negara atau menjadi berkurangnya

keuangan negara atau perekonomian

negara.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, terbukti

bahwa Terdakwa secara bertahap

telah menerima uang dari PT.RBSJ

seluruhnya sebesar

Rp.17.219.374.500.

PT.RBSJ adalah BUMD milik Pemkab

Rembang, didirikan berdasarkan Perda Kab Rembang Nomor 4 Tahun

2006, tanggal 26 Agustus 2006,

tentang Pendirian PT. Rembang

Sejahtera Mandiri (PT.RSM), dan

Perda Kab Rembang Nomor 14 Tahun 2007, tanggal 30 Juli 2007, tentang

Perubahan atas Perda Kab Rembang

Nomor 4 Tahun 2006 tentang

Pendirian PT. RSM. DalamPerda Kab

Rembang Nomor 14 Tahun 2007

dinyatakan perubahan nama PT. RSM menjadi PT. RBSJ. Pembentukan PT.

RBSJ diaktakan dalam akta notaris

Dr. H. Djumadi Purwoatmodjo, SH,

MM, Nomor: 116, tanggal 24

Nopember 2006, Nomor: 157, tanggal 28 Nopember 2006 dan Nomor: 79,

88

tanggal 16 Desember 2006, serta

disahkan oleh Keputusan Menteri

Hukum dan HAM Nomor: W9-00249HT.01.01- TH.2006, tanggal 28

Desember 2006.

Modal PT.RBSJ berasal dari

penyertaan modal Pemkab Rembang

seluruhnya sebesar Rp.35 Milyar,

yang berasal dari APBD Kab Rembang

Tahun 2006 sebesar Rp.25 Milyar dan dari APBD Kab Rembang Tahun 2007

sebesar Rp.10 Milyar; Menimbang,

bahwa Terdakwa secara bertahap

baru mengembalikan uang kepada

PT.RBSJ seluruhnya sebesar

Rp.12.942.930.645;

Akibat perbuatan Terdakwa bersama-

sama dengan saksi Siswadi di atas, berdasarkan Laporan Hasil Audit

Dalam Rangka Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara atas

Dugaan Penyimpangan Pengelolaan

Dana Penyertaan Modal Pemkab Rembang pada PT.RBSJ Tahun 2007

s/d 2010, Nomor: SR-

4295/PW11/5/2013, tanggal 27

Agustus 2013, telah merugikan

keuangan negara sebesar

Rp.4.276.443.855,- (empat milyar dua ratus tujuh puluh enam juta empat

ratus empat puluh tiga ribu delapan

ratus lima puluh lima rupiah).

Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut, maka Majelis

berpendapat bahwa perbuatan

Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas telah merugikan keuangan

negara cq. PT.RBSJ sebesar

Rp.4.276.443.855. Oleh karenanya

unsur “yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara” telah terpenuhi; Unsur

89

“mereka yang melakukan, yang

menyuruh melakukan dan yang turut

serta melakukan perbuatan”:

Dijunctokannya Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP dalam surat dakwaan Penuntut Umum adalah untuk mengetahui

peran apakah yang telah dilakukan

Terdakwa dalam hal terjadi

penyertaan dalam tindak pidana atau

tindak pidana yang dilakukan oleh 2

(dua) orang atau lebih.

Berdasarkan bunyi Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terdapat 3 (tiga) sebutan

pelaku yang secara alternatif, yaitu

berupa: 1. orang yang melakukan

(pleger); 2. orang yang menyuruh

melakukan (doenpleger); atau, 3.

orang yang turut serta melakukan (medepleger); Menimbang, bahwa

yang dimaksud dengan “orang yang

melakukan” adalah seseorang yang

sendirian telah berbuat mewujudkan

segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Yang dimaksud

dengan “orang yang menyuruh

melakukan” adalah sedikitnya ada 2

(dua) orang, yang menyuruh dan yang

disuruh. Jadi bukan orang itu sendiri

yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain.

Yang disuruh itu harus hanya

merupakan suatu alat saja.

Sedangkan, yang dimaksud dengan

“orang yang turut serta melakukan” dalam arti “bersama-sama

melakukan”, adalah sedikitnya harus

ada 2 (dua) orang yakni orang yang

melakukan dan orang yang turut

melakukan peristiwa pidana, dan

kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan peristiwa

pidana itu;

90

Berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap di persidangan, terbukti

bahwa sekitar bulan Pebruari 2007 Terdakwa sebagai Direktur PT.SAB

mengajukan proposal kepada Bupati

Rembang dengan tembusan kepada

saksi Siswadi selaku Direktur

PT.RBSJ, dengan surat Nomor: 003/SA/II/2007, tanggal 21 Pebruari

2007, tentang penanaman tebu lahan

kering;

Berdasarkan keterangan Terdakwa,

ternyata bahwa PT.SAB sejak tahun

1993 s/d 2007 tidak aktif beroperasi,

dan status badan hukum PT.SAB

belum dilakukan pembaharuan pendaftaran ke Kementerian Hukum

dan HAM. PT.SAB kembali

aktifberoperasi ketika akan

bekerjasama dengan PT.RBSJ. Pada

saat Terdakwa melakukan kerjasama dengan PT.RBSJ, ternyata PT.SAB

tidak memiliki modal, PT.SAB hanya

memiliki modal keahlian Terdakwa di

bidang budidaya tebu;

Sebagai tindak lanjut atas proposal

yang diajukan oleh Terdakwa

tersebut, pada tanggal 21 Maret 2007

Terdakwa dan saksi Siswadi menandatangani Perjanjian

Kerjasama antara PT. RBSJ dengan

PT.SAB tentang Budidaya Tanam

Bibit Tebu dan Tebu Giling di

Kabupaten Rembang, Nomor: 01/RBSJ/PK/III/2007, Nomor: 06/

SAB/PK/III/ 2007; Menimbang,

bahwa penandatanganan Perjanjian

Kerjasama antara PT.RBSJ dengan

PT.SAB tentang Budidaya Tanam

Bibit Tebu dan Tebu Giling di Kabupaten Rembang, Nomor:

01/RBSJ/PK/III/2007, Nomor: 06/

SAB/PK/III/ 2007, tanggal 21 Maret

91

2007 tersebut, tanpa persetujuan

RUPS PT.RBSJ atau tanpa

persetujuan Bupati Rembang. Selain itu, PT.RBSJ juga tidak melakukan

proses evaluasi bonafiditas

dankredibilitas kondisi keuangan dan

personalia PT.SAB, melainkan hanya

melakukan evaluasi terhadap

dokumen proposal PT.SAB;

Berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara PT.RBSJ dan PT.SAB dan

perjanjian pinjaman modal yang

ditandatangani oleh Terdakwa dan

saksi Siswadi tersebut, terbukti

bahwa Terdakwa secara bertahap

telah menerima uang dari PT.RBSJ seluruhnya sebesar

Rp.17.219.374.500,- (tujuh belas

milyar dua ratussembilan belas juta

tiga ratus tujuh puluh empat ribu

lima ratus rupiah); Menimbang, bahwa Terdakwa secara bertahap

baru mengembalikan uang kepada

PT.RBSJ seluruhnya sebesar

Rp.12.942.930.645,- (dua belas

milyar sembilan ratus empat puluh

dua juta sembilan ratus tiga puluh ribu enam ratus empat puluh lima

rupiah);

Akibat perbuatan Terdakwa dan saksi

Siswadi sebagaimana diuraikan di

atas telah merugikan keuangan

negara cq. PT.RBSJ sebesar

Rp.4.276.443.855,- (empat milyar dua ratus tujuhpuluh enam juta empat

ratus empat puluh tiga ribu delapan

ratus lima puluh lima rupiah);

Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut diatas, Majelis

berpendapat bahwa peran Terdakwa

adalah sebagai orang yang turut serta melakukan dalam arti Terdakwa

92

bersama-sama saksi Siswadi

melakukan perbuatan korupsi;

Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut diatas, Majelis

berpendapat bahwa unsur ”mereka yang melakukan, yang menyuruh

melakukan, dan yang turut serta

melakukan” telah terpenuhi; Berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap di persidangan, terbukti bahwa Terdakwa telah melakukan

penyalahgunaan dana PT.RBSJ yang

secara bertahap diterima Terdakwa

yang berasal dari Perjanjian

Kerjasama antara PT.RBSJ dengan

PT.SAB tentang Budidaya Tanam Bibit Tebu dan Tebu Giling di

Kabupaten Rembang, Nomor:

01/RBSJ/PK/III/2007, Nomor:

06/SAB/PK/ III/ 2007, tanggal 21

Maret 2007, seluruhnya sebesar

Rp.14.875.000.000,-;

Selain itu, telah terbukti pula bahwa Terdakwa telah melakukan perbuatan

enyalahgunaan dana PT.RBSJ yang

secara bertahap diterima Terdakwa

dari PT.RBSJ yang berasal dari

perjanjian pinjaman modal yang

dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama Bagi HasilPenanaman

Bibit Tebu, Nomor:

004/RBSJ/SPK/I/2008, tanggal 31

Januari 2008, seluruhnya sebesar

Rp.1.514.576.000,-;

Oleh karenanya terbukti bahwa

Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai

perbuatan yang berdiri sendiri

sehingga merupakan beberapa

kejahatan yang diancam dengan

pidana pokok yang sejenis, oleh karena perbuatan tersebut dilakukan

93

Terdakwa secara berdiri sendiri dan

rentang waktu antara perbuatan yang

satu dengan yang lain dilakukan Terdakwa dalam rentang waktu yang

cukup lama;

Menimbang, bahwa berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tersebut

diatas, Majelis berpendapat bahwa

unsur ”perbarengan beberapa

perbuatan” telah terpenuhi;

Di dalam pembelaan (pleidooi)

Penasihat Hukum Terdakwa, Penasihat Hukum Terdakwa pada

pokoknya berpendapat bahwa

perbuatan Terdakwa bukanlah

merupakan perbuatan melawan

hukum, melainkan perbuatan yang

masuk pada ranah hukum perdata, dimana penyelesaian perselisihan

antara kedua belah pihak telah diatur

dan ditentukan dalam perjanjian

kerjasama yaitu sesuai ketentuan

Pasal 7 bahwa penyelesaian perselisihan diselesaikan melalui

Pengadilan Negeri setempat;

Keberatan (eksepsi) Terdakwa dan

pembelaan (pleidooi) Terdakwa dan

Penasihat Hukum Terdakwa yang

menyatakan bahwa perbuatan

Terdakwa masuk ranah hukum perdata tersebut, Majelis berpendapat

bahwa berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan Majelis sebagaimana

diuraikan di atas, ternyata perbuatan

Terdakwa telah memenuhi seluruh

unsur-unsur dari pasal dakwaan Primair, yaitu melanggar Pasal 2 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

94

Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karenanya, apa yang

dikemukan oleh Terdakwa di dalam

keberatan (eksepsi) Terdakwa dan di

dalam pembelaan (pleidooi) Terdakwa

dan Penasihat Hukum Terdakwa bahwa perbuatan Terdakwa masuk

ranah hukum perdata dan bukan

perkara tindak pidana korupsi,

haruslah dinyatakan ditolak;

Pembelaan (pleidooi) Terdakwa yang

menyatakan bahwa perbuatan yang

dilakukan Terdakwa bukan semata-

mata karena niat, maupun keahlian Terdakwa, namun justru karena

adanya kesengajaan untuk

mengarahkan/menimpakankesalaha

n kepada Terdakwa, Majelis

berpendapat bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan Majelis

sebagaimana diuraikan di atas,

ternyata perbuatan Terdakwa telah

memenuhi seluruh unsur-unsur

daripasal dakwaan Primair, yaitu

melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, sehingga tidaklah beralasan

apabila Terdakwa menyatakan bahwa

inti persoalan disini adalah Terdakwa sebagai target utama untuk dapat

dipersalahkan atas penggunaan dana

APBD Kab Rembang dalam hal

pengelolaan dana penyertaan modal

Pemkab Rembang dan apa yang dituduhkan dan dituntutkan kepada

95

Terdakwa tidak benar dan terlalu

berlebihan. Oleh karenanya, apa yang

dikemukan oleh Terdakwa di dalam pembelaan (pleidooi) Terdakwa yang

menyatakan bahwa perbuatan yang

dilakukan Terdakwa bukan semata-

mata karena niat, maupun keahlian

Terdakwa, namun justru karena adanya kesengajaan untuk

mengarahkan/menimpakan

kesalahan kepada Terdakwa,

haruslah dinyatakan ditolak.

Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut di atas,

ternyata perbuatan Terdakwa telah

memenuhi seluruh unsur-unsur dari pasal dakwaan Primair, sehingga

Majelis berkesimpulan bahwa

Terdakwa telah terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, yaitu melanggar Pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 31

Tahun1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1

KUHP jo Pasal 65 KUHP. Oleh karenanya, apa yang dikemukan oleh

Terdakwa dan Penasihat Hukum

Terdakwa di dalam pembelaan

(pledooi) maupun dupliknya

sepanjang mengenai bahwa Terdakwa

tidak bersalah, haruslah dinyatakan ditolak dan tidak perlu

dipertimbangkan lagi; Menimbang,

bahwa dakwaan Primair sebagaimana

dalam surat dakwaan Penuntut

Umum telah terbukti, maka Majelis berpendapat bahwa dakwaan

96

Subsidair dalam surat dakwaan

Penuntut Umum tidak perlu

dipertimbangkan lagi;

Dari kenyataan yang diperoleh selama

persidangan perkara ini, Majelis tidak menemukan hal-hal yang dapat

melepaskan Terdakwa dari

pertanggungjawaban pidana, baik

sebagai alasan pembenar dan

ataualasan pemaaf, oleh karenanya Majelis berkesimpulan bahwa

perbuatan yang dilakukan Terdakwa

harus dipertanggungjawabkan

kepadanya.

Oleh karena Terdakwa mampu

bertanggungjawab, maka Terdakwa

harus dinyatakan bersalah atas

tindak pidana yang didakwakan terhadap diri Terdakwa dan oleh

karena itu terhadap diri Terdakwa

harus dijatuhi pidana.

Pertimbanga

n

1. Menimbang, bahwa Terdakwa

diajukan ke persidangan oleh

Penuntut Umum dengan Surat

Dakwaan Nomor Reg. Perkara:

PDS-04/Rbg/Ft.1/10/2013, tanggal 4 Oktober 2013,0yang

telah dibacakan di depan

persidangan pada tanggal 16

Oktober 2013, Terdakwa telah

didakwa sebagai berikut:

PRIMAIR

Sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo.

Pasal 18 jo. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang

Nomor 20 tahun 2001 tentang

97

Perubahan atas Undang- undang

Nomor 31 tahun1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUH

Pidana ;

SUBSIDIAIR

Sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18

Undang- undang Nomor 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah dan di tambah dengan Undang- undang

Nomor 20 tahun 2001 tentang

perubahan atas Undang- undang

Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUH

Pidana

2. Menimbang, bahwa dari hasil

pemeriksaan di persidangan telah

terungkap fakta – fakta hukum

pada pokoknya sebagai berikut

(sesuai unsur pasal 2).

3. Menimbang, bahwa terdakwa H.

IMAM SUDJONO.tersebut didakwa

oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan yang disusun secara

subsidaritas yaitu Primer dan

Subsider.

4. Menimbang, bahwa oleh karena

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

di susun secara subsidairitas

maka oleh karenanya Majelis Hakim terlebih dahulu harus

mempertimbangkan Dakwaan

Primair yaitu melanggar pasal 2

ayat (1) jo pasal 18 jo pasal 20

Undang Undang Nomor 31 Tahun

1999 sebagaimana telah diubah

98

dengan Undang Undang Nomor 20

Tahun 2001 Tentang Perubahan

Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tidak Pidana korupsi jo pasal 64

ayat (1) KUHP yang unsur

unsurnya adalah sebagai berikut.

a. Setiap orang.

b. Secara Melawan Hukum.

c. Melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi;

d. Yang dapat merugikan

Keuangan Negara atau

Perekonomian Negara ;

e. Unsur Perbuatan Berlanjut :

5. Menurut Majalis Hakim kesemua

unsurnya telah terpenuhi maka

terdakwa H. IMAM SUDJONO. haruslah dinyatakan terbukti

secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana

korupsi secara berlanjut

sebagaimana Pasal 2 ayat (1) jo.

Pasal 18 jo. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang

Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 31 tahun1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUH

Pidana. Oleh karenanya dakwaan

Subsider tidak perlu

dipertimbangkan lagi

6. Menimbang, sebelum menjatuhkan pidana atas diri

99

terdakwa, perlu dipertimbangkan

hal - hal sebagai berikut.

a. Hal - hal yang memberatkan :

1) Perbuatan terdakwa

bertentangan dengan

program dan upaya pemerintah untuk

melakukan

pemberantasan tindak

pidana korupsi.

2) Terdakwa pernah

dipidana dalam tindak

pidana korupsi dan dalam

tindak pidana umum

3) Terdakwa tidak berterus

terang mengakui

perbuatannya.

4) Terdakwa merasa tidak

bersalah

b. Hal – hal yang meringankan.

1) Terdakwa bersikap sopan

di persidangan

2) Terdakwa memiliki

tanggungan keluarga

7. Mengingat, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan

Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-

100

Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), dan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,

serta peraturan perundang-

undangan lain yang berkaitan

dengan perkara ini;