BAB III Metodologi Penelitian

download BAB III Metodologi Penelitian

of 20

Transcript of BAB III Metodologi Penelitian

  • 37

    3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan di Waduk Cirata (Jawa Barat) selama 1 tahun. Sampel

    diperoleh dari 8 titik lokasi (Gambar 12), dengan titik koordinat disajikan pada

    Tabel 2.

    Gambar 12 Lokasi pengambilan parameter fisika dan kimia perairan.

    Tabel 2 Titik koordinat sampling di Waduk Cirata

    Stasiun Nama Lokasi Lintang Selatan Bujur Timur

    1 Outlet UP pintu IV 107o 06 20,772 o 40,885

    2 Intake UP 107o 06 20,727 o

    3

    41,501

    Batas daerah bahaya 107o 06 19,707 o

    4

    42,404

    Zona II Purwakarta 107o 06 16,617 o

    5

    43,702

    Muara Cisokan 107o 06 16,617 o

    6

    46,016

    Muara Sungai Citarum 107o 06 17,465 o

    7

    47,137

    Badan air Sungai Citarum 107o 06 18,832 o

    8

    48,042

    Muara Sungai Cimeta - -

  • 38

    Lokasi sampling dijelaskan lebih jauh sebagai berikut:

    Stasiun 1 : Outlet UP pintu IV

    Pintu keluar air Waduk Cirata setelah melalui turbin.

    Stasiun 2 : Intake UP

    Pintu masuk air Waduk Cirata menuju turbin.

    Stasiun 3 : Batas daerah bahaya

    Batas zona bahaya dan terlarang aktivitas KJA dan lainnya

    hingga ke intake DAM, berarus kuat dan dalam.

    Stasiun 4 : Zona II Purwakarta

    Titik tengah Waduk Cirata merupakan titik pertemuan arus

    sungai-sungai sub DAS (Citarum, Cisokan, Cibalagung,

    Cikundul) di Waduk Cirata.

    Stasiun 5 : Muara Cisokan

    Inlet air Waduk Cirata dari sub DAS Cisokan.

    Stasiun 6 : Muara Sungai Citarum

    Inlet air Waduk Cirata dari sub DAS Citarum sebelum memasuki

    Waduk Cirata.

    Stasiun 7 : Badan air Sungai Citarum

    Inlet air Waduk Cirata dari sub DAS Citarum bagian hulu.

    Stasiun 8 : Muara Sungai Cimeta

    Anak Sungai Citarum.

    3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh air,

    sedimen dan biota air berupa ikan , plankton dan bentos yang diambil dari setiap

    stasiun pengamatan, air destilasi, dan bahan kimia baik untuk analisis kualitas air,

    analisis sedimen, analisis logam berat.

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah botol nansen, botol

    sample, freezer, peralatan analisis kimia di laboratorium, pH meter, DO meter,

    petersen, plankton net dan AAS (atomic absorption spectroscopy), GPS (global

    positioning system) dan peralatan lain yang digunakan untuk analisis kualitas air

    dan sedimen serta alat detektor isotop. Parameter, fisika, kimia, dan biologi

  • 39

    perairan yang akan diukur serta alat dan metode analisis yang digunakan disajikan

    pada Tabel 3.

    Tabel 3 Parameter fisika, kimia, dan biologi perairan waduk yang diukur serta alat dan metode analisis

    No Parameter Satuan Alat atau metode analisis

    A Waduk 1. Air a. Sifat Fisik

    Suhu air 0 termometer C Kecerahan Cm keping Secchi Total padatan terlarut Ppm gravimetri Total padatan tersuspensi Ppm gravimetri Kekeruhan Ntu turbidimeter Kedalaman waduk M echosounding Luas permukaan waduk m2 pemetaan b. Sifat Kimia Ntu turbidimeter Kesadahan Ppm titrimeter Karbon dioksida bebas Ppm titrimeter Oksigen terlarut Ppm dissolved oxygen meter pH Ppm ph meter Nitrit Ppm spektrofotometer Nitrat Ppm spektrofotometer Amonia Ppm spektrofotometer N total Ppm spektrofotometer Ortofosfat Ppm spektrofotometer P total Ppm spektrofotometer Kebutuhan oksigen biologi Ppm titrimeter Kebutuhan oksigen kimia Ppm titrimeter Kalsium Ppm spektrofotometer Jumlah pakan Ton/tahun timbangan Konversi pakan % pakan/pertambahan bobot B Kondisi KJA

    Jumlah KJA Unit BPWC Jumlah ikan yang ditebar Ekor wawancara Jumlah ikan yang mati Ekor wawancara Bobot ikan tebar G wawancara Produksi ikan ton/tahun wawancara Jumlah pakan ton/tahun wawancara Lama pemeliharaan Bulan wawancara

  • 40

    3.3 Rancangan Penelitian 3.3.1 Mengukur Daya Dukung Perairan

    1) Tujuan penelitian: mengukur daya dukung perairan Waduk Cirata;

    2) Metode pengumpulan data: in situ dan ex situ;

    3) Variabel yang diamati: beban pencemaran dengan paramater yang diukur

    adalah debit sungai (Q) dan konsentrasi limbah (C);

    4) Metode analisa data:

    Kapasitas asimilasi: menghitung daya dukung perairan dilakukan dengan

    menghitung beban pencemaran yaitu dengan cara mengukur debit air dan

    konsentrasi limbah langsung di muara sungai yang menuju Waduk Cirata,

    selanjutnya data dihitung berdasarkan model berikut (Chapra 1983):

    610130243600 = CiiQBP

    BP = beban pencemaran yang berasal dari sungai (ton/bulan)

    Qi = debit sungai ke-i (m3

    C

    /detik)

    i

    Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan

    antara konsentrasi masingmasing parameter limbah di perairan waduk

    dengan total beban pencemaran parameter tersebut di muara sungai. Titik

    perpotongan dengan nilai baku mutu yang berlaku untuk setiap parameter

    disebut sebagai nilai kapasitas asimilasi. Selanjutnya dianalisis dengan cara

    memotongkannya dengan garis baku mutu air yang diperuntukkan bagi

    biota berdasarkan Keputusan Menteri KLH No. 51/Men-KLH/2004. Pola

    hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban pencemaran yang

    dimaksud, disajikan pada Gambar 13. Jika pola hubungan tersebut

    direferensikan terhadap standar baku mutu, maka diperoleh nilai kapasitas

    asimilasi wilayah terhadap suatu parameter limbah tertentu.

    = konsentrasi limbah parameter ke-i (mg/l)

  • 41

    Gambar 13 Grafik hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi polutan.

    Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencemaran di muara sungai

    secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

    ( )xfy = Secara matematis persamaan regresi linier dapat dituliskan :

    bxay +=

    Dimana :

    x = nilai parameter di sungai

    y = nilai parameter di perairan waduk

    a = nilai tengah/rataan umum

    b = koefisien regresi untuk parameter di sungai

    Peubah x merupakan jumlah nilai dari seluruh muara yang diamati untuk

    parameter tertentu dan y merupakan nilai parameter di perairan waduk.

    3.3.2 Model Kelembagaan Pengelolaan Waduk Cirata Metode pengumpulan data: data yang diperlukan berupa data primer dan

    data sekunder. Data primer yang diperlukan dalam penyusunan model

    kelembagaan pengelolaan waduk berkelanjutan dilakukan dengan wawancara,

    diskusi, kuesioner, dan survey lapangan, dengan responden di wilayah studi terdiri

    dari tokoh masyarakat di lingkungan waduk, pembudidaya ikan, pedagang

    pengumpul ikan, kelompok LSM, dan pejabat setempat, serta wawancara dengan

    berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan kegiatan tersebut. Data

    sekunder yang dikumpulkan adalah: jumlah penduduk, keadaan sosial ekonomi

    masyarakat, jumlah dan jenis industri di DAS Citarum, letak geografis dan iklim,

    Kons

    entra

    si

    Baku

    Beban

  • 42

    struktur organisasi dan keadaan SDM, serta regulasi yang berkaitan dengan

    masalah pengelolaan Waduk Cirata, jumlah keramba jaring apung, jenis ikan yang

    dibudidayakan, jumlah pedagang pengumpul. Pengumpulan data sekunder

    diperoleh dari beberapa sumber kepustakaan dan dokumen dari beberapa instansi

    yang terkait yaitu dari Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, Dinas PU, Dinas Tata

    Ruang, Dinas Pariwisata, Dinas Meteorologi dan Geofisika, Dinas Lingkungan

    Hidup, serta PLN.

    Metode Analisis data: data yang telah dikumpulkan baik data primer

    maupun sekunder diolah dengan menggunakan program software ISM.

    3.3.3 Analisis Keberlanjutan Pengolahan data menggunakan alat analisis Rap-fish yang merupakan

    teknik penilaian kinerja berbagai aspek yang mempengaruhi keberlanjutan suatu

    aktivitas (Pither dan Preischot 2001). Pinter et al. (2005) menyatakan aspek

    keberlanjutan yang dinilai meliputi ekologi, sosial budaya, ekonomi, dan

    kelembagaan. Setiap aspek keberlanjutan terdiri atas beberapa atribut yang

    merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi ketersediaan sumberdaya.

    Atribut ditentukan berdasarkan hasil observasi kondisi Waduk Cirata saat ini,

    studi literatur dan wawancara dengan para pakar.

    Penilaian kinerja menggunakan pendapat pakar dan data sekunder dalam

    bentuk skala 0 sampai 2 atau 3 yang menunjukan kategori buruk sampai baik.

    Perubahan kinerja atribut ditunjukkan dengan nilai akar nilai tengah kuadrat Root

    Mean Square (RMS) pada sumbu x. Nilai RMS merupakan standar error yang

    bertujuan mengetahui nilai perubahan atribut saat terjadi perubahan kinerja dari

    suatu aspek keberlanjutan.

    Untuk mengevaluasi hasil penilaian atribut terhadap status pengelolaan

    waduk berkelanjutan, maka dilakukan simulasi Montecarlo. Simulasi Montecarlo

    dapat menunjukan perkiraan tingkat kesalahan skor setiap atribut sehingga

    pengaruh kesalahan acak terhadap suatu proses dapat dievaluasi dan keakuratan

    ordinat dapat diprediksi. Status keberlanjutan yang ditunjukkan dengan perpaduan

    setiap aspek dengan nilai 0% sampai 100% ditampilkan dengan diagram layang.

  • 43

    Apabila nilai indeks > 50% menunjukkan sistem berkelanjutan dan sebaliknya

    jika nilai indeks < 50%.

    3.3.4 Tahapan Penelitian Analisis Sistem Dalam pendekatan sistem dilakukan beberapa tahap proses yang terdiri dari

    analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan

    sistem, verifikasi dan validasi model, serta implementasi. Pelaksanaan semua

    tahapan tersebut dalam satu ketentuan kerja merupakan analisis sistem (Eriyatno

    1999; Hardjomidjojo 2005).

    1. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan pada dasarnya adalah segala keinginan sumber-sumber

    yang terseleksi dan dapat digunakan (Eriyatno 1999). Hal yang perlu dilakukan

    adalah melakukan pendataan tentang kebutuhan seluruh pelaku (stakeholder) yang

    berperan atau terlibat. Inventarisasi ini digunakan sebagai masukan dalam model

    yang dibangun. Menurut UNEP-IETC/ILEC (2001a) dikemukakan bahwa

    pengelolaan perairan yang berkelanjutan, perlu melibatkan partisipasi pengguna

    dan stakeholders yang berkepentingan dalam mengalokasi sumberdaya air

    tersebut diantara berbagai persaingan penggunaan dan pengguna. Demikian pula

    faktor sosial ekonomi sama pentingnya seperti faktor ilmiah dan teknis. Pelaku

    yang terlibat adalah: masyarakat yang tinggal di sekitar waduk yang

    berkepentingan dengan air waduk sebagai masyarakat mengusahakan budidaya

    ikan di dalam KJA; masyarakat yang berkepentingan dengan air waduk guna

    mengairi sawahnya; pengelola waduk yang berkepentingan untuk memanfaatkan

    air waduk untuk tenaga listrik; pemerintah yang berkepentingan untuk

    pemanfaatan sumberdaya alam bagi kesejahteraan masyarakat; pemerhati

    lingkungan yang berkepentingan terhadap kelestarian sumberdaya perairan

    waduk.

    Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap

    pelaku yang terlibat dalam pengembangan pengelolaan sedimentasi limbah

    budidaya ikan di waduk berdasarkan kajian pustaka, stakeholder yang terlibat

    disajikan dalam Tabel 4.

  • 44

    Tabel 4 Analisis kebutuhan aktor/stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Waduk Cirata secara berkelanjutan berbasis perikanan budidaya KJA

    No. Aktor/ Stakeholder Kebutuhan

    1. Masyarakat/ Petani 1.1. Terbukanya lapangan pekerjaan

    1.2. Tersedianya lahan untuk usaha budidaya ikan

    1.3. Produksi budidaya KJA meningkat

    1.4. Pemasaran yang baik dengan harga yang tinggi

    1.5. Peningkatan pendapatan

    1.6. Kontuinitas permintaan

    1.7. Tersedianya sarana produksi

    1.8. Tersedianya sarana informasi

    2. Pemerintah

    2.1. Dinas Pengairan

    Umum

    2.2. PLN

    2.3. Dinas Perikanan

    2.4. Dinas Lingkungan

    Hidup

    2.5. BPWC

    2.6. Dispenda

    2.7. Dinas Tenaga Kerja

    2.1. Tersedianya wadah tampungan air permukaan

    sebagai salah satu pengendali banjir

    2.2. Pasokan energi listrik terjamin secara kontinyu

    (industri dan rumah tangga)

    2.3.Peningkatan produksi perikanan serta

    ketersediaan produk ikan secara kontinyu dan

    berkualitas

    2.4.Terjaganya kelestarian plasma nutfah dan

    lingkungan perairan baik di DAS maupun

    waduk

    2.5. Terjaganya fungsi dan umur waduk, daya

    dukung waduk dan master plan pengelolaan

    Waduk Cirata

    2.6. Pendapatan daerah meningkat, peningkatan

    kesejahteraan masyarakat daerah serta adanya

    keamanan yang kondusif

    2.7.Tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat

    3. Lembaga keuangan

    bank/koperasi

    3.1. Keamanan usaha

    3.2. Profitabilitas usaha

    3.3.Resiko kegagalan pengembalian pinjaman modal

    kecil

    4. Pengusaha Pakan 4.1. Kemitraan

    4.2. Ketersediaan bahan baku pakan

  • 45

    4.3. Daya saing kompetitif

    4.4. Iklim usaha yang kondusif

    5. Pedagang pengumpul dan

    pedagang besar ikan

    5.1. Terjaminnya mutu

    5.2. Harga beli yang rasional

    5.3. Kontinyuitas produksi

    5.4. Margin keuntungan tinggi

    5.5. Terjaminnya jumlah

    5.6. Akses modal

    5.7. Jaringan pemasaran yang kondusif

    7. LSM 6.1. Lingkungan sehat

    6.2. Tidak terjadi konflik sosial

    6.3. Transparansi

    6.4. Tata kelola pemerintahan yang bersih

    6.5. Keamanan

    6.6. Peningkatan kesejahteraan masyarakat

    8. Penyedia jasa transportasi 7.1. Keamanan berusaha

    7.2. Kemitraan dengan pedagang atau petani

    2. Formulasi Masalah Formulasi masalah dibuat karena adanya konflik kepentingan (conflict of

    interest) diantara para stakeholder terhadap ketersediaan suatu sumberdaya dalam

    mencapai tujuan sistem (Eriyatno 1999). Tahap formulasi permasalahan

    merupakan perumusan permasalahan penurunan daya dukung dari limbah

    budidaya ikan dari KJA di perairan Waduk Cirata. Dalam tahap ini dihasilkan

    diagram lingkar sebab akibat (causal loop) dan diagram input-output sistem

    pengelolaan waduk berkelanjutan (Gambar 18). Beberapa formulasi masalah yang

    dapat disusun dalam rangka pengelolaan waduk yang berkelanjutan yaitu:

    1) Masalah penurunan biofisik lingkungan perairan waduk yang terdiri dari

    pencemaran lingkungan perairan tinggi, sedimentasi yang tinggi yang

    diduga berasal dari bahan organik dari limbah budidaya ikan di KJA dan

    erosi di DAS-nya serta daya dukung waduk yang semakin menurun.

    2) Masalah kelembagaan dan regulasi: masih lemahnya tanggung jawab

    pemerintah daerah dan instansi terkait terhadap permasalahan Waduk Cirata,

    masyarakat yang belum memahami arti kelestarian fungsi dan umur waduk,

  • 46

    lemahnya regulasi dalam penegakan undang-undang yang ada, masih

    rendahnya pendidikan masyarakat sehingga masih sulit memahami

    kelestarian fungsi utama waduk.

    3. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari

    kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka

    memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan identifikasi sistem tersebut adalah untuk

    memberikan gambaran tentang hubungan antara faktor-faktor yang saling

    mempengaruhi dalam kaitannya dengan pembentukan suatu sistem. Identifikasi

    sistem dapat disajikan dalam bentuk diagram input-output (black box) seperti

    ditunjukkan pada Gambar 14.

  • 47

    LINGKUNGAN

    Iklim Curah Hujan

    OUTPUT YANG DIKEHENDAKI

    Fungsi dan umur waduk menjadi lebih panjang

    Pencemaran lingkungan terkendali

    Potensi sumberdaya perairan meningkat

    Kelestarian waduk

    Keberlanjutan Usaha KJA

    INPUT YANG TIDAK TERKENDALI

    Peraturan/kebijakan pemerintah

    Pencemaran lingkungan

    Jumlah penduduk

    Sikap dan perilaku mayarakat

    MODEL PENGELOLAAN WADUK CIRATA (JAWA BARAT)

    OUTPUT TAK DIKEHENDAKI

    Pencemaran perairan

    Peningkatan sedimentasi

    Daya dukung waduk menurun

    Usaha KJA tidak berlanjut

    PLTA terganggu

    Umur waduk menjadi pendek

    INPUT YANG TERKENDALI

    Jumlah industri

    Jumlah pemukiman di sekitar waduk dan KJA

    Luas lahan pertanian berdasarkan kesesuaian dan daya dukung lahan

    Tataruang kawasan waduk

    Jumlah KJA

    Sedimentasi limbah budidaya ikan

    Teknologi budidaya ikan

    Modal/investasi

    Sarana produksi

    Sarana penyedotan sedimen

    MANAJEMEN PENGENDALIAN

    Gambar 14 Diagram input output model pengelolaan waduk berkelanjutan .

  • 48

    3.3.5 Pengembangan Model 1. Model Kelembagaan

    Pengembangan model kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata secara

    berkelanjutan didasarkan atas hasil analisis kelembagaan dengan menggunakan

    metoda ISM yang dikembangkan oleh Saxena (1992) dalam Eriyatno (1999). Data

    pada teknis ISM adalah kumpulan pendapat dari pakar panelis sewaktu menjawab

    tentang keterkaitan antar elemen. Pengembangan model kelembagaan ini

    bertujuan untuk membangun alternatif institusi pengelola waduk yang tepat,

    sesuai dengan karakteristik daerah, perkembangan masyarakat dan peraturan yang

    berlaku.

    2. Analisis Kelembagaan Elemen-elemen yang dipilih dalam melakukan analisis kelembagaan ini

    adalah elemen yang berperan secara dominan dalam menentukan keberhasilan

    pengelolaan waduk berkelanjutan. Menurut Saxena (1992) dalam Eriyatno (1999),

    program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu (1) sektor masyarakat yang

    terpengaruhi, (2) kebutuhan dari program, (3) kendala utama, (4) perubahan yang

    dimungkinkan, (5) tujuan dari program, (6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan,

    (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, (8) ukuran aktivitas

    guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktifitas, dan (9) lembaga yang

    terlibat dalam pelaksanaan program. Pada penelitian ini program yang ingin

    dicapai dalam pengelolaan Waduk Cirata adalah (1) tujuan yang ingin dicapai, (2)

    kebutuhan dari program, (3) kendala utama, dan (4) lembaga yang terlibat dalam

    pelaksanaan program. Dasar pertimbangan dalam pemilihan elemen dari program

    yang ingin dicapai adalah elemen dominan yang sudah dikonsultasikan dengan

    pakar.

    Menurut Kholil (2005) dan Eriyatno (1999), analisis terhadap model

    kelembagaan ini pada dasarnya untuk menyusun hirarki setiap sub elemen pada

    elemen yang dikaji kemudian membuat klasifikasi ke dalam 4 sektor untuk

    menentukan sub elemen mana yang termasuk ke dalam variabel autonomous

    (sektor 1), dependent (sektor 2), linkage (sektor 3) atau independent (sektor 4)

    (Gambar 15).

  • 49

    Driver power

    Dependence

    Gambar 15 Matriks DP-D untuk elemen tujuan.

    IV III

    I II

  • 50

    Secara garis besar analisis kelembagaan dengan metode ISM ini seperti pada

    Gambar 16.

    Gambar 16 Diagram alir analisis kelembagaan dengan metode ISM.

    3. Model Pengelolaan Waduk Berkelanjutan Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga

    karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2)

    dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada

    pendugaan ke masa depan; serta (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi

    peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno 1999).

    Menurut Kholil (2005), pengembangan model dinamik secara garis besar terdiri dari

    4 tahap, yaitu :

    Mulai

    Input analisis kelembagaan (1) Tujuan yang ingin dicapai, (2) Kebutuhan program, (3) Kendala utama, dan (4)Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program

    Analisis kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata, (Jawa Barat) berdasarkan elemen-elemen yang dikaji dengan metode ISM

    OK ?

    Output : Hirarki sub elemen untuk setiap elemen yang dikaji dan klasifikasi sub elemen pada setiap elemen

    Selesai

    Ya

    Tidak

  • 51

    1) Tahap seleksi konsep dan variabel

    Pada tahap ini dilakukan pemilihan konsep dan variabel yang memiliki relevansi

    cukup nyata terhadap model yang akan dikembangkan. Dengan kerangka

    berfikir sistem (system thinking) dilakukan pemetaan pengetahuan (cognitif

    map) yang bertujuan untuk mengembangkan model abstrak dari keadaan yang

    sebenarnya. Dilanjutkan dengan penelaahan secara teliti dan mendalam terhadap

    asumsi-asumsi, serta konsistensinya terhadap variabel dan parameter

    berdasarkan hasil diskusi dengan pakar. Variabel yang dinyatakan tidak

    konsisten dan kurang relevan dibuang.

    2) Konstruksi model (tahap pengembangan model)

    Model abstrak yang telah dikembangkan, direpresentasikan (dibuat) kedalam

    model dinamiknya dengan bantuan software tool Powersim versi 2.5 berbasis

    sistem operasi Windows. Model yang telah dibuat kemudian dilakukan validasi

    dan verifikasi model simulasi.

    3) Tahap analisis sensivitas

    Tahap ini dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang mempunyai

    pengaruh nyata terhadap model sehingga perubahan variabel tersebut akan

    mempengaruhi model secara keseluruhan. Variabel-variabel yang kurang (tidak)

    berpengaruh dalam model dihilangkan dan sebaliknya perhatian dapat

    difokuskan pada variabel kunci.

    4) Analisis kebijakan

    Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap model

    melalui intervensi struktural atau fungsional, tujuannya untuk mendapatkan

    alternatif kebijakan terbaik berdasarkan simulasi model.

    Gambar 17 memperlihatkan hubungan interaksi antar sub model dalam

    pengelolaan Waduk Cirata berbasis perikanan budidaya KJA.

  • 52

    Gambar 17 Hubungan interaksi antar sub model dalam pengelolaan Waduk Cirata (Jawa Barat)

    4. Rancang Bangun Model Dinamik Pengelolaan Waduk Berkelanjutan

    Pertambahan jumlah penduduk berpengaruh terhadap sosial ekonomi

    masyarakat, seperti kemiskinan, kesejahteraan, pendidikan, dan perilaku

    masyarakat. Meningkatnya angka kemiskinan mendorong masyarakat

    meningkatkan konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian. Selanjutnya kegiatan

    pertanian yang dilakukan oleh masyarakat ternyata tidak memperhatikan teknik

    untuk pencegahan erosi. Peningkatan alih fungsi hutan akan meningkatkan erosi

    yang pada akhirnya meningkatkan pendangkalan di waduk. Jumlah penduduk

    yang tinggi menimbulkan limbah domestik yang tinggi pula, dimana daerah aliran

    Subsistem

    Sumber Air Debit air sungai

    Jumlah Sungai

    Limbah domestik

    Subsistem

    Pertanian

    Luas lahan

    terpakai

    Konversi

    lahan hutan

    Kosentrasi

    N dan P

    Limbah

    pertanian

    Subsistem

    Industri Ternak

    PLTA

    Karamba

    Textil

    Kualitas

    air

    Waduk

    Subsistem

    Sosial

    Pendapatan

    Jumlah

    penduduk

    Pendidikan

    Prilaku budaya

    Tenaga kerja

    Subsistem

    Penduduk

    Pertumbuhan

    pemukiman

    Jumlah penduduk

    Limbah

    domestik

  • 53

    Umur Waduk

    Sedimentasi Waduk

    Erosi Darat

    - Jml Penduduk

    Jml angkatan kerja

    Jml.Pengangguran

    Nilai Pendapatan

    Jml Petani ikan KJA

    Jml permintaan

    Jml .Pakan

    Vol.faeces

    +

    Limbah Domestik

    Konversi lahan

    +

    +

    +

    -

    +

    +

    Industri

    +

    Regulasi

    Jml KJA

    +

    +

    -

    +

    +

    -

    +

    Jml.Ikan di KJA

    +

    +

    -

    +

    + +

    +

    +

    - +

    Limbah industri

    +

    Daya Dukung Perairan

    -

    -

    -

    sungai merupakan tempat pembuangan limbah domestik dari masyarakat dari hulu

    sampai hilir. Disamping limbah domestik, keberadaan industri di sepanjang DAS

    juga membuang limbahnya ke DAS tersebut.

    Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan tingginya jumlah

    pengangguran sehingga mengakibatkan masyarakat memanfaatkan perairan

    waduk sebagai lahan untuk melakukan kegiatan ekonomi, yaitu usaha budidaya

    ikan dengan menggunakan karamba jaring apung. Dari kegiatan tersebut

    dihasilkan limbah domestik dan limbah yang berasal dari pakan yang tidak

    termakan oleh ikan serta feces ikan yang terbuang ke perairan waduk dan

    menyebabkan pencemaran serta sedimentasi limbah organik.

    Sedimentasi yang berasal dari erosi daratan dan limbah budidaya ikan

    berakibat pada daya tampung volume air waduk menurun. Fenomena ini pada

    akhirnya akan mengakibatkan kelestarian fungsional waduk terganggu yaitu umur

    fungsional waduk menjadi lebih pendek dari umur fungsional sebenarnya. Adanya

    regulasi dari pemerintah diharapkan dapat menurunkan dan mengatur kegiatan

    usaha budidaya perikanan masyarakat yang selama ini sudah melampaui daya

    dukung perairan. Gambar 18 memperlihatkan diagram sebab akibat (causal loop

    diagram).

    Gambar 18 Diagram sebab akibat (causal loop) model pengelolaan waduk berkelanjutan berbasis perikanan budidaya KJA Waduk Cirata

  • 54

    3.3.6 Uji Validasi dan Sensitivitas Model Untuk menguji kebenaran sebuah model dengan kondisi obyektif dilakukan uji

    validasi. Ada dua uji validasi yakni validasi struktur dan validasi kinerja. Validasi

    struktur dilakukan untuk memperoleh keyakinan konstruksi model valid secara

    ilmiah. Sedangkan validitas kinerja untuk memperoleh keyakinan sejauh mana

    model sesuai dengan kinerja sistem nyata (keadaan yang sebenarnya) atau

    kesesuaian dengan data empirik. Validitas struktur meliputi dua pengujian, yakni

    validitas konstruksi dan validitas kestabilan. Validitas konstruksi melihat apakah

    konstruksi model yang dikembangkan sesuai dengan teori. Sedangkan uji validitas

    kestabilan dilakukan dengan menguji konsistensi antara model agregat dan model

    rinci.

    1. Uji Validasi Kinerja Validitas kinerja dilakukan dengan cara pengujian menggunakan statistik AME

    (absolute mean eror) dan AVE (absolute variation eror). Nilai batas penyimpangan

    yang dapat diterima adalah 5 10%.

    Tabel 5 Konversi rumus statistik ke persamaan powersim

    No Rumus statistik Persamaan powersim

    1 Penyimpangan means absolut (AME)

    AME = (Si-Ai) A

    Si

    i = SiA

    N

    i = Ai

    E1 = abs(Sr-Ar)/Ar

    N

    Sr = integrate (S)/t(n) t(0))

    Ar = integrate (A)/t(n)-t(0))

    2 Penyimpangan variasi absolut (AVE)

    AVE = Ss-Sa Sa

    Ss = ((Si Si)2

    Sa = ((A

    N)

    i Ai)2

    E

    N)

    2

    Ss=sqrt(integrate ((S-Sr)^2)(t(n)-t(0)))

    = abs(Ss-Sa)Sa

    Sa=sqrt(integrate((A-Ar)^2)(t(n)-t(0)))

    Keterangan:

    A = nilai aktual ^2 = pangkat dua S = nilai simulasi n = waktu N = interval waktu pengamatan sqrt = akar Sa = deviasi nilai aktual integrate = sigma fungsi waktu Ss = deviasi nilai simulasi S = nilai simulasi Abs = nilai absolut

  • 55

    2. Uji Sensitivitas Untuk mengetahui kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu

    dilakukan uji sentifitas dengan menggunakan fungsi-fungsi sepeti IF, STEP,

    GRAPH, dan PULSE (Davidsen 1994, dalam Kholil 2005). Uji sensitifitas dilakukan

    untuk mengetahui respon model terhadap stimulus, tujuannya untuk menemukan

    alternatif tindakan baik untuk mengakselerasi kemungkinan pencapaian positif,

    maupun untuk mengantisipasi dampak negatif. Uji sensitifitas dilakukan dengan dua

    macam (Muhammadi et al. 2001): 1) intervensi fungsional, yakni dengan

    memberikan fungsi-fungsi khusus terhadap model, dan 2) intervensi struktural, yakni

    dengan mempengaruhi hubungan antar unsur atau struktur model dengan cara

    mengubah struktur modelnya.

    3.3.7 Simulasi Model Simulasi model merupakan peniruan perilaku suatu gejala atau proses.

    Tujuan simulasi model adalah untuk memahami gejala atau proses, membuat

    analisis, dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan

    (Muhammhadi et al. 2001).

    Tahap simulasi akan memberikan informasi model yang dibangun

    memuaskan atau tidak, jika tidak, dilakukan perbaikan yang diperlukan. Pada

    akhirnya, hasil dari pendekatan sistem akan memberikan informasi mengenai

    dinamika komponen penyusun struktur dalam pengelolaan perairan Waduk Cirata

    secara berkelanjutan. Kebijakan pengelolaan perairan Waduk Cirata dapat

    dilakukan dengan memilih skenario yang dianggap paling tepat untuk diterapkan

    sesuai dengan kebutuhan stakeholder.

    3.3.8 Analisis Kebijakan Analisis kebijakan dilakukan untuk mempengaruhi sistem agar sesuai dengan

    apa yang diinginkan (Davidsen 1994, dalam Kholil 2005). Dalam sistem dinamis

    analisis kebijakan dilakukan terhadap hasil simulasi model (Muhamadi et al. 2001).

    Ada dua tahap analisis kebijakan yaitu: pengembangan kebijakan alternatif dan

    analisis kebijakan alternatif. Pengembangan kebijakan alternatif adalah suatu proses

    berfikir kreatif menciptakan ide-ide baru untuk mempengaruhi sistem agar mencapai

  • 56

    tujuan yang diinginkan, baik dengan cara mengubah parameter maupun struktur

    modelnya. Sementara analisis kebijakan alternatif dilakukan untuk memilih satu

    kebijakan terbaik dari beberapa alternatif kebijakan yang ada dengan

    mempertimbangkan perubahan sistem lama ke sistem baru serta perubahan

    lingkungan ke depan.

    3.3.9 Keterkaitan Model Biofisik dengan Dinamik Model biofisik merupakan salah satu sub sistem penyusun model dinamik

    yang dibangun. Selain model biofisik, model dinamik pengelolaan Waduk Cirata

    secara berkelanjutan didasari oleh analisis kelembagaan. Hal ini sebagai representasi

    komponen lingkungan (biofisik), ekonomi (finansial), dan kelembagaan sebagai

    penyusun sistem pengelolaan Waduk Cirata secara berkelanjutan. Model dinamik

    yang tersusun akan menjadi landasan kebijakan dalam menyusun strategi

    pengelolaan (Gambar 19).

    Gambar 19 Ringkasan keterkaitan model biofisik dengan dinamik.

    Kapasitas Asimilasi

    Beban Pencemaran

    Model dinamik

    Selesai

    ISM

    Kebutuhan program, kendala utama, tujuan

    program, lembaga yang terlibat dalam

    pelaksanaan program.

    Parameter Fisika,Kimia dan Biologi perairan

    Daya Dukung Kelembagaan/

    institusi pengelola Waduk Cirata

    Analisis Kebijakan

    Strategi Pengelolaan