Bab III Metodologi

13
BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian tugas akhir Studi Pemilihan Alternatif Teknologi TPA Kawasan Regional (Studi Kasus: TPA Legok Nangka) digambarkan pada diagram alir Gambar 3.1. 3.1 Pengumpulan Data Awal Data awal yang dikumpulkan berupa inventarisasi data sekunder yang dikumpulkan dari instansi pemerintah. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data kependudukan, data ekonomi kecamatan dan data kondisi eksisting pengelolaan sampah di wilayah pelayanan TPA Legok Nangka. Adapun sumber data awal diperoleh dari instansi Pengumpulan Data Awal Penentuan TPS Lokasi Penelitian Pengambilan Sampel Sampah di TPS Penentuan Karakteristik Fisik (Densitas, Komposisi, Kadar Air, Kadar Abu, Nilai Kalor dan Kadar Volatil Sampah) Penentuan Karakteristik Kimia (Kadar Karbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur, dan Fosfat) Analisis Data Timbulan Sampah Pemilihan Alternatif Teknologi Pengolahan Sampah dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) Gambar 3.1 Metodologi

description

sampah

Transcript of Bab III Metodologi

  • BAB III

    METODOLOGI

    Metodologi penelitian tugas akhir Studi Pemilihan Alternatif Teknologi TPA

    Kawasan Regional (Studi Kasus: TPA Legok Nangka) digambarkan pada diagram

    alir Gambar 3.1.

    3.1 Pengumpulan Data Awal

    Data awal yang dikumpulkan berupa inventarisasi data sekunder yang dikumpulkan

    dari instansi pemerintah. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data kependudukan, data

    ekonomi kecamatan dan data kondisi eksisting pengelolaan sampah di wilayah

    pelayanan TPA Legok Nangka. Adapun sumber data awal diperoleh dari instansi

    Pengumpulan Data Awal

    Penentuan TPS Lokasi Penelitian

    Pengambilan Sampel Sampah di

    TPS

    Penentuan Karakteristik Fisik

    (Densitas, Komposisi, Kadar Air,

    Kadar Abu, Nilai Kalor dan

    Kadar Volatil Sampah)

    Penentuan Karakteristik Kimia

    (Kadar Karbon, Hidrogen,

    Oksigen, Nitrogen, Sulfur, dan

    Fosfat)

    Analisis Data Timbulan Sampah

    Pemilihan Alternatif Teknologi Pengolahan Sampah dengan

    Analytical Hierarchy Process (AHP)

    Gambar 3.1 Metodologi

  • pemerintah yang terkait di bidang pengelolaan sampah dengan rincian dalam Tabel

    3.1.

    Tabel 3.1 Sumber Data Awal

    Jenis Data Sumber Data

    Data Kependudukan dan Data

    Ekonomi Kecamatan

    - Badan Pusat Statistik Kota

    Bandung

    - Badan Pusat Statistik Kota

    Cimahi

    - Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Bandung Barat

    - Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Bandung

    - Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Garut

    - Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Sumedang

    Data Kondisi Eksiting Pengelolaan

    Sampah

    - PD Kebersihan Kota Bandung

    - Dinas Kebersihan dan

    Pertamanan Kota Cimahi

    - Dinas Cipta Karya dan Tata

    Ruang Kabupaten Bandung

    Barat

    - Dinas Perumahan, Penataan

    Ruang, dan Kebersihan

    Kabupaten Bandung

    - Dinas Lingkungan Hidup,

    Kebersihan, dan Pertamanan

    Kabupaten Garut

    - Badan Lingkungan Hidup

    Kabupaten Sumedang

    - Badan Pengelolaan Sampah

    Regional Provinsi Jawa Barat

  • 3.2 Penentuan Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian untuk mengukur timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah

    dilakukan di TPS yang berada di wilayah pelayanan TPA Regional Legok Nangka.

    TPS ditentukan berdasarkan tingkat perekonomian kecamatan dimana lokasi TPS

    tersebut berada. Indikator ekonomi yang digunakan adalah nilai Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) per kapita. PDRB per kapita merupakan gambaran rata-rata

    pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi

    seluruh kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dimaksud antara lain kegiatan

    pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan jasa (BPS Kota Bandung, 2013).

    Namun, penggunaan PDRB per kapita sebagai indikator perekonomian memiliki

    kelemahan, yaitu tidak diperhatikannya tingkat ketimpangan atau distribusi

    pendapatannya. Hal tersebut disebabkan karena PDRB per kapita tidak

    memperhitungkan apakah pemilik faktor-faktor produksi yang menjadi penentu nilai

    PDRB tersebut berada di luar wilayah yang dihitung nilai PDRB-nya atau tidak. Ada

    kemungkinan PDRB suatu wilayah nilainya besar, namun ternyata faktor-faktor

    produksi yang membentuk PDRB wilayah tersebut berasal dari daerah lain (BPS

    Kota Bandung, 2013). Selain PDRB, indikator lain yang digunakan adalah jumlah

    keluarga pra sejahtera per kecamatan di wilayah studi. Keluarga pra sejahtera adalah

    keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti

    sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Menurut Badan Koordinasi

    Keluarga Berencana Nasional (2011), kategori yang termasuk dalam keluarga pra

    sejahtera apabila tidak mampu memenuhi salah satu dari enam kebutuhan dasar

    berikut:

    1. Anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

    2. Anggota keluarga memiliki pakaian tidak hanya satu pasang untuk melakukan

    kegiatan yang berbeda.

    3. Rumah yang ditempat keluarga mempunyai atap, lantai, dan dinding yang

    baik.

    4. Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan.

  • 5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.

    6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.

    Menurut Sunarti (2013), terdapat hubungan negatif antara jumlah keluarga pra

    sejahtera terhadap sumbangan besarnya PDRB baik migas maupun non migas. Hal ini

    menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah keluarga pra sejahtera di suatu wilayah

    maka semikin rendah PDRB di wilayah tersebut, begitu pun sebaliknya. Sehingga

    dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga berpengaruh pada

    perekonomian di suatu wilayah.

    Menurut Gay dan Diehl (1992), penelitian deskriptif dibutuhkan sampel 10% dari

    populasi, sehingga jumlah kecamatan yang diambil sebagai lokasi penelitian adalah

    tiga sampai empat di setiap wilayah penelitian. Lokasi penelitian terpilih

    diklasifikasikan menurut tingkat perekonomian yakni ekonomi rendah, menengah,

    dan tinggi. Indikator tingkat perekonomian yakni PDRB per kapita dan jumlah

    keluarga pra sejahtera tiap kecamatan diperoleh dari Badan Pusat Statistik seperti

    yang ditampilkan pada Lampiran. Setelah dilakukan klasifikasi berdasarkan tingkat

    ekonomi, didapatkan lokasi penelitian terpilih seperti pada Tabel 3.2. Lokasi

    penelitian terpilih adalah kecamatan yang dilayani oleh TPS.

    Tabel 3.2 Lokasi Penelitian Terpilih

    Kota/Kabupaten Kecamatan Jumlah

    Penduduk

    Tingkat

    Ekonomi

    Kota Bandung

    Bandung Wetan 31,124 Tinggi

    Gedebage 37,082 Menengah

    Rancasari 76,895 Rendah

    Kota Cimahi

    Cimahi Tengah 163,961 Tinggi

    Cimahi Utara 158,633 Menengah

    Cimahi Selatan 378,792 Rendah

    Kabupaten

    Bandung Barat

    Padalarang 167,126 Tinggi

    Lembang 185,158 Menengah

    Cililin 85,865 Rendah

    Kabupaten

    Bandung

    Pameungpeuk 73,508 Tinggi

    Bojongsoang 4,218 Menengah

    Baleendah 156,707 Rendah

  • Kota/Kabupaten Kecamatan Jumlah

    Penduduk

    Tingkat

    Ekonomi

    Kabupaten Garut

    Garut Kota 129,585 Menengah

    Tarogong Kaler 90,080 Tinggi

    Tarogong Kidul 117,986 Menengah

    Karangpawitan 123,234 Menengah

    Kabupaten

    Sumedang

    Sumedang Utara 92,548 Tinggi

    Sumedang Selatan 75,138 Menengah

    Darmaraja 36,918 Rendah

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

    3.3 Pengukuran dan Pengambilan Sampel Timbulan Sampah

    Pelaksanaan sampling timbulan sampah dilakukan di minimal tiga TPS di tiap

    kabupaten atau kota. Pengukuran timbulan sampah dilakukan selama delapan hari

    berturut-turut di setiap TPS (SNI 19-3694, 1994). Metode pengukuran yang

    dilakukan adalah metode load-count analysis, yakni mengukur jumlah (berat dan/atau

    volume) sampah yang diangkut oleh armada pengangkut, misalnya gerobak. Untuk

    mengetahui satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk, sumber sampah perlu

    diketahui jumlah penduduk yang dilayani (Damanhuri dan Padmi, 2010). Langkah-

    langkah dalam melakukan sampling timbulan sampah pada penelitian ini adalah:

    1) Berat sampling box kosong diukur terlebih dahulu.

    2) Kondisi lingkungan pada saat melakukan sampling dicatat.

    3) Sampah diambil dari salah satu gerobak secara acak lalu dibagi menjadi empat

    (metode kuadran), ambil seperempatnya, apabila jumlahnya masih terlalu

    besar dibagi lagi menjadi empat hingga jumlahnya cukup untuk dimasukkan

    ke sampling box.

    4) Sampah yang sudah dibagi dengan metode kuadran dimasukkan ke dalam

    sampling box berukuran 25 cm x 25 cm x 65 cm.

    5) Sampling box dijatuhkan dari ketinggian 20-30 cm sebanyak tiga kali untuk

    mendapatkan densitas yang standar.

    6) Berat dan volume sampah diukur sehingga didapatkan densitas.

  • 7) Untuk mengetahui komposisi sampah, sampel yang telah diukur berat dan

    volumenya dikategorikan menjadi sepuluh jenis yakni: organik, plastik,

    kertas, logam, kaca, kain, kayu, karet, kulit, dan untuk yang sulit

    teridentifikasi masuk dalam kategori lain-lain.

    8) Kesepuluh jenis sampah yang telah teridentifikasi diukur beratnya.

    9) Sampel sampah yang telah terkumpul dimasukkan ke dalam kantong plastik

    lalu dibawa ke laboratorium untuk uji karakteristik.

    10) Untuk mendapatkan timbulan sampah perkapita, perlu diketahui sumber

    sampah yang dikumpulkan di gerobak. Hal ini diketahui berdasarkan

    wawancara petugas pengumpul sampah.

    3.4 Penentuan Karakteristik Fisik dan Kimia

    Penentuan karakteristik fisik dan kimia dilakukan di Laboratorium Limbah Padat dan

    B3 Institut Teknologi Bandung. Uji karakteristik dilakukan untuk mendapatkan data

    pendukung dalam menentukan teknologi pengolahan yang tepat. Karakteristik fisik

    yang diuji adalah kadar air, kadar abu, nilai kalor dan kadar volatil sampah,

    sedangkan karakteristik kimia yang diuji antara lain kadar karbon, hidrogen, oksigen,

    nitrogen, sulfur, dan fosfat. Metode yang digunakan dalam menentukan karakteristik

    fisik dan kimia sampah ditunjukkan pada Tabel 3.3.

    Tabel 3.3 Metode dalam Uji Karakteristik Sampah

    No. Parameter Metode

    1. Kadar Air ASTM D 2216-98

    2. Kadar Abu Gravimetri SNI 01-2891-1991 butir 6 titik 1

    3. Nilai Kalor SKSNIM-36-1991-03

    4. Kadar Volatil Gravimetri SKSNI M-36-1991-03

    5. C-Organik ASTM D 5369-93

    6. Hidrogen

    7. Oksigen

    8. Nitrogen Total Khjeldal ASTM D 5198-09

    9. Sulfur

    10. Fosfat ASTM D 5830-14

  • 3.5 Pemilihan Alternatif Teknologi Pengolahan Sampah dengan Analytical

    Hierarchy Process (AHP)

    Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan

    keputusan yang digunakan oleh para pengambil kebijakan. Teknik pengambilan

    keputusan ini bersifat multikriteria yang disusun dalam suatu susunan hierarki, lalu

    dari setiap kriteria tersebut dibandingkan secara berpasangan (pairwise comparison)

    dan diberi nilai numerik berdasarkan pertimbangan subjektif tentang pentingnya

    masing-masing elemen. Elemen yang memiliki prioritas paling tinggi memberikan

    pengaruh pada pengambilan keputusan. Langkah-langkah pemilihan alternatif

    teknologi pengolahan sampah dengan AHP terdapat pada Gambar 3.2. Pada

    penelitian ini analisis menggunakan alat bantu yaitu program Expert Choice 11.

    Gambar 3.2 Langkah Pemilihan Alternatif Teknologi Pengolahan Sampah dengan

    AHP

    Pemilihan alternatif teknologi pengolahan TPA Kawasan Regional Legok Nangka

    dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dimulai dengan

    menentukan kriteria yang akan digunakan sebagai parameter penilaian. Menurut

    Penentuan kriteria

    untuk mencapai

    tujuan

    Penentuan sub

    kriteria dari kriteria

    yang telah

    ditentukan

    Penentuan alternatif

    teknologi

    Penyusunan hierarki

    AHP

    Pembuatan matriks

    perbandingan

    berpasangan

    Pembobotan untuk

    membandingkan

    setiap elemen

    Penetapan prioritas

    pada masing-masing

    hierarki Uji konsistensi

    Penarikan

    kesimpulan

  • Armuwaraharja (2003), ada empat aspek yang perlu dipertimbangkan dalam

    menentukan alternatif teknologi pengolahan sampah yaitu aspek sosial, ekonomi,

    lingkungan, dan teknis. Masing-masing aspek memiliki kriteria penilaian yang harus

    dipertimbangkan antara lain:

    1. Aspek Sosial

    Aspek sosial merupakan hal yang berhubungan dengan masyarakat sehingga

    menjadi hal penting dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah. Penjabaran

    kriteria aspek sosial adalah sebagai berikut:

    - Penerimaan masyarakat

    Keberadaan instalasi pengolahan sampah seringkali menimbulkan persepsi

    negatif di masyarakat seperti potensi pencemaran di lingkungan sekitar.

    Keberterimaan masyarakat terhadap teknologi pengolahan sampah terpilih

    diharapkan mencegah timbulnya konflik sehingga penerapan teknologi bersifat

    berkelanjutan.

    - Penyerapan tenaga kerja

    Kegiatan operasional dan pemeliharaan fasilitas persampahan dapat membuka

    lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar sehingga menggerakan roda

    ekonomi di lokasi TPA.

    - Penguatan peran serta masyarakat

    Penerapan teknologi pengolahan sampah diharapkan dapat meningkatkan peran

    serta masyarakat dalam mengelola sampah. Contoh yang paling sederhana

    adalah melakukan kegiatan pemilahan sampah di sumber dan memanfaatkan

    kembali sampah yang bernilai ekonomi sehingga beban pengelolaan di TPA

    menjadi berkurang.

    2. Aspek Ekonomi

    Kelayakan suatu unit pengolahan sampah dari segi ekonomi dapat dinilai dari sub

    kriteria berikut:

    - Biaya investasi

  • Biaya investasi adalah dana yang dibutuhkan untuk membangun instalasi

    pengolahan sampah. Besar kecilnya biaya yang dibutuhkan berpengaruh

    terhadap keputusan pemilihan teknologi pengolahan sampah.

    - Biaya operasional dan pemeliharaan

    Untuk kelancaran kegiatan pengolahan sampah dibutuhkan dana. Dana tersebut

    berpengaruh terhadap besarnya tipping fee yang dikeluarkan oleh pemerintah

    daerah untuk membiayai jasa pengelolaan persampahan.

    3. Aspek Lingkungan

    Aspek lingkungan patut dijadikan penilaian dalam menentukan teknologi

    pengolahan sampah. Hal ini dikarenakan aspek tersebut berkaitan dengan masalah

    pengelolaan lingkungan di lokasi instalasi pengolahan sampah berada. Sub kriteria

    dalam penilaian aspek lingkungan sebagai berikut:

    - Pencemaran tanah dan air

    Salah satu potensi pencemaran tanah dan air oleh sampah ialah lindi. Timbunan

    sampah yang terkena air hujan berpotensi menyebabkan tersebarnya lindi pada

    lingkungan sekitarnya. Karakteristik lindi yang mengandung zat berbahaya dan

    sulit terdegradasi menjadi pertimbangan dalam penilaian aspek lingkungan.

    - Pencemaran udara

    Permasalahan sampah selain lindi adalah bau tidak sedap dan emisi gas yang

    dikeluarkan saat membakar sampah. Bau tidak sedap yang ditimbulkan oleh

    timbunan sampah menyebabkan ketidaknyamanan di lingkungan sekitarnya.

    Sampah yang dibakar tanpa ada penanganan khusus terlebih dahulu berpotensi

    menimbulkan emisi gas berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan.

    4. Aspek Teknis

    Aspek teknis dalam menentukan teknologi pengolahan bertujuan untuk menjamin

    teknologi tersebut dapat diimplementasikan serta perangkat kelembagaan yang ada

    dapat melaksanakannya. Sub kriteria untuk aspek teknis antara lain:

    - Kemampuan reduksi sampah

  • Tujuan utama pengolahan sampah adalah untuk mengurangi timbulan di lahan

    akhir pembuangan sehingga umur operasionalnya lebih panjang. Maka dari itu

    efektifitas suatu pengolahan untuk mereduksi timbulan sampah menjadi

    pertimbangan penting dalam pemilihan teknologi.

    - Kemudahan operasional dan perawatan

    Untuk mendukung keberjalanan kegiatan, instalasi pengolahan hendaknya dapat

    dioperasikan secara mudah oleh petugas lapangan. Kemudahan operasional suatu

    instalasi mampu menekan biaya operasional khususnya upah petugas lapangan

    karena menggunakan tenaga kerja lokal setempat.

    Langkah selanjutnya adalah menyusun kriteria dan sub kriteria yang telah ditentukan

    menjadi hierarki yang terstruktur seperti pada Gambar 3.3. Struktur pada tingkat

    pertama berisi tujuan dari penelitian yaitu untuk memilih alternatif teknologi

    pengolahan sampah. Kriteria-kriteria yang berpengaruh terhadap pemilihan alternatif

    teknologi berada pada struktur tingkat kedua, sedangkan pada tingkat ketiga berisi

    sub kriteria sub kriteria yang berhubungan dengan masing-masing alternatif

    teknologi untuk penelitian ini seperti anaerobic digester, refused derived fuel,

    sanitary landfill, dan gasifikasi.

    Setelah struktur hierarki terbentuk, dilanjutkan oleh pembuatan matriks perbandingan

    berpasangan untuk memudahkan langkah selanjutnya yaitu penyusunan kuisioner.

    Kuisioner terdiri dari tiga bagian, yaitu:

    - Bagian pertama untuk menentukan prioritas antara dua faktor pada hierarki

    tingkat pertama yang memuat kriteria.

    - Bagian kedua untuk menentukan prioritas antara dua faktor pada hierarki

    tingkat kedua yaitu sub kriteria.

    - Bagian ketiga untuk menentukan prioritas antara dua faktor pada bagian

    alternatif teknologi pengolahan sampah.

  • Kuisioner dibagikan kepada responden yang berpengaruh terhadap pengambilan

    keputusan di bidang persampahan. Untuk pembobotan, skala yang digunakan adalah

    1 sampai 9 dengan penjelasan seperti pada Tabel 3.4.

    Gambar 3.3 Hierarki Pemilihan Alternatif Teknologi Pengolahan Sampah

    Setelah pembobotan dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan sintesis atau

    perhitungan untuk memperoleh prioritas dari elemen-elemen yang dibandingkan.

    Nilai yang dianalisis adalah rata-rata dari kuisioner responden. Langkah terakhir

    adalah menghitung nilai konsistensi matriks yang bersangkutan. Tingkat

    inkonsistensi yang masih dapat diterima hingga 10%.

    Hal yang diutamakan dalam metode AHP adalah kualitas data dari responden bukan

    tergantung dari kuantitasnya (Saaty, 1993) sehingga penilaian AHP memerlukan

    pakar sebagai responden dalam pemilihan alternatif. Pakar yang dimaksud adalah

    orang-orang kompeten yang benear-benar menguasai, mempengaruhi pengambilan

    kebijakan atau benar-benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. Jumlah

    Pemilihan Teknologi Pengolahan Sampah

    Aspek Sosial Aspek Ekonomi Aspek Lingkungan Aspek Teknis

    1. Penerimaan

    masyarakat

    2. Penyerapan

    tenaga kerja

    3. Penguatan peran

    serta masyarakat

    1. Biaya investasi

    2. Biaya

    operasional dan

    pemeliharaan

    1. Pencemaran

    tanah dan air

    2. Pencemaran

    udara

    1. Kemampuan

    reduksi

    sampah

    2. Kemudahan

    operasional

    dan perawatan

    1. Anaerobic Digester

    2. Refused Derived Fuel

    3. Sanitary Landfill

    4. Gasifikasi

  • responden dalam metode AHP tidak memiliki rumusan tertentu, namun ada batas

    minimum yaitu dua orang responden (Saaty, 1993). Responden untuk penelitian ini

    dibagi menjadi empat, yaitu:

    1) Pemerintah

    Pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam kebijakan pengelolaan

    sampah berpartisipasi dalam memiliki informasi terkait dan pembuat

    kebijakan memiliki porsi dalam penilaian. Kelompok pemerintah yang

    dijadikan responden antara lain PD Kebersihan Kota Bandung, Dinas

    Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

    Kabupaten Bandung Barat, Dinas Perumahan, Penataan Ruang, dan

    Kebersihan Kabupaten Bandung, Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan

    Pertamanan Kabupaten Garut, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten

    Sumedang, dan Badan Pengelolaan Sampah Regional Provinsi Jawa Barat.

    2) Masyarakat

    Kelompok masyarakat yang dipilih sebagai responden adalah yang

    berkompeten dan terjun langsung di kegiatan persampahan. Responden yang

    dipilih memiliki pengaruh dalam pengelolaan persampahan di wilayah

    Metropolitan Bandung Raya seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

    3) Tenaga Ahli

    Tenaga ahli yang dipilih sebagai responden dikategorikan sebagai pihak yang

    mengerti masalah persampahan sekaligus teknologi yang akan

    diimplementasikan. Kelompok tenaga ahli diwakili oleh peneliti di bidang

    persampahan.

  • Tabel 3.4 Skala Pembobotan AHP

    Sumber: Saaty (1993)

    Tingkat

    Kepentingan

    (i)

    Definisi Keterangan

    1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang

    sama.

    3 Sedikit lebih penting

    Pengalaman dan penilaian sangat memihak

    satu elemen dibandingkan dengan

    pasangannya.

    5 Lebih penting

    Satu elemen sangat disukai secara praktis

    dominasinya sangat nyata, dibandingkan

    dengan elemen pasangannya.

    7 Sangat penting

    Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara

    praktis dominasinya sangat nyata

    dibandingkan dengan elemen pasangannya.

    9 Mutlak lebih penting

    Satu elemen mutlak lebih disukai

    dibandingkan dengan pasangannya, pada

    tingkat keyakinan tertinggi.

    2, 4, 6, 8

    Nilai-nilai tengah

    diantara dua pendapat

    yang berdampingan

    Nilai-nilai ini diperlukan suatu kompromi

    1/i Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas dibandingkan dengan

    elemen j maka j berkebalikan bila dibandingkan dengan i