BAB III Metodologi Umum.pdf

51
3 METODOLOGI UMUM 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Teluk Bone dengan mengambil lokasi pada tiga kabupaten yang dijadikan sebagai fishing base, yaitu Kabupaten Luwu di bagian Utara, Kabupaten Bone di bagian Tengah dan Kabupaten Sinjai di bagian Selatan. Tahapan penelitian diawali dari tahap persiapan, pengumpulan data lapangan, analisis data hingga penulisan disertasi. Pengambilan data di lapangan dilakukan dari bulan Januari sampai Desember 2007. Kawasan Teluk Bone di bagi menjadi 3 (tiga) zona berdasarkan kekhasan ekosistem dan kedalaman, seperti pada Tabel 4, yaitu : 1) Zona Utara adalah zona perairan di mana pengaruh laut Flores relatif kecil dengan fishing base di Desa Murante Kecamatan Suli Kabupaten Luwu; 2) Zona Tengah adalah zona perairan di mana pengaruh laut Flores relatif sedang dengan fishing base di Desa Bajoe Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone; dan 3) Zona Selatan adalah zona perairan di mana pengaruh laut Flores relatif besar dengan fishing base di Kabupaten Sinjai (Gambar 7 ). Tabel 4 Karakteristik Zona Utara, Tengah dan Selatan dalam kawasan Teluk Bone No Karakteristik Zona Utara Tengah Selatan 1 Posisi geografis ≤ 4 0 LS dan 120,2-121,4 0 BT 4-5 0 LS dan 120- 22 0 BT 5-6 0 LS dan 120-122 0 BT 2 Luas dan kedalaman 3240 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 1000 m 2124 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 1750 m 4104 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 2250 m 3 Kekhasan ekosistem Mangrove, karang tipe fringing reef tersebar disepanjang pantai Mangrove, karang tipe patch reef tersebar disepanjang pesisir, terdapat delta / sedimentasi yang cukup luas dari sungai Cenrana. Mangrove,lamun dan karang tipe fringing reef, terdapat gugusan pulau Sembilan. Karang dan lamun tersebar di pesisr pulau Sembilan 4 Kedekatan dengan laut terbuka Jauh dari laut terbuka Di tengah teluk Berhubungan langsung dengan laut terbuka 5 Kandungan Nitrat dan fosfat Nitrat 0,11 0,56 mg/l dan fosfat 0,01-0,013 mg/l a) Nitrat 0,15 mg/l dan fosfat 0,1 mg/l b) Nitrat 0,38 mg/l dan fosfat 0,15 mg/l b) Sumber : a ) Andriani (2004) dan b ) Wagey et al (2004)

Transcript of BAB III Metodologi Umum.pdf

Page 1: BAB III Metodologi Umum.pdf

3 METODOLOGI UMUM

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Teluk Bone dengan mengambil lokasi pada

tiga kabupaten yang dijadikan sebagai fishing base, yaitu Kabupaten Luwu

di bagian Utara, Kabupaten Bone di bagian Tengah dan Kabupaten Sinjai

di bagian Selatan. Tahapan penelitian diawali dari tahap persiapan,

pengumpulan data lapangan, analisis data hingga penulisan disertasi.

Pengambilan data di lapangan dilakukan dari bulan Januari sampai Desember

2007.

Kawasan Teluk Bone di bagi menjadi 3 (tiga) zona berdasarkan kekhasan

ekosistem dan kedalaman, seperti pada Tabel 4, yaitu : 1) Zona Utara adalah

zona perairan di mana pengaruh laut Flores relatif kecil dengan fishing base di

Desa Murante Kecamatan Suli Kabupaten Luwu; 2) Zona Tengah adalah zona

perairan di mana pengaruh laut Flores relatif sedang dengan fishing base di

Desa Bajoe Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone; dan 3) Zona

Selatan adalah zona perairan di mana pengaruh laut Flores relatif besar dengan

fishing base di Kabupaten Sinjai (Gambar 7 ).

Tabel 4 Karakteristik Zona Utara, Tengah dan Selatan dalam kawasan Teluk Bone

No Karakteristik Zona

Utara Tengah Selatan 1 Posisi geografis ≤ 4

0 LS dan

120,2-121,40

BT 4-5

0 LS dan

120- 220

BT 5-6

0 LS dan

120-1220

BT

2 Luas dan kedalaman

3240 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 1000 m

2124 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 1750 m

4104 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 2250 m

3 Kekhasan ekosistem

Mangrove, karang tipe fringing reef tersebar disepanjang pantai

Mangrove, karang tipe patch reef tersebar disepanjang pesisir, terdapat delta / sedimentasi yang cukup luas dari sungai Cenrana.

Mangrove,lamun dan karang tipe fringing reef, terdapat gugusan pulau Sembilan. Karang dan lamun tersebar di pesisr pulau Sembilan

4 Kedekatan dengan laut terbuka

Jauh dari laut terbuka

Di tengah teluk

Berhubungan langsung dengan laut terbuka

5 Kandungan Nitrat dan fosfat

Nitrat 0,11 – 0,56 mg/l dan fosfat

0,01-0,013 mg/la)

Nitrat 0,15 mg/l dan fosfat 0,1 mg/l

b)

Nitrat 0,38 mg/l dan fosfat 0,15 mg/l

b)

Sumber : a) Andriani (2004) dan b) Wagey et al (2004)

Page 2: BAB III Metodologi Umum.pdf

34

Zona Selatan masih merupakan kawasan Teluk Bone dengan melihat

posisi pulau Selayar yang dikelilingi oleh laut Flores di sebelah Timur dan

Selatan, Selat Makassar dan laut Flores di sebelah Barat dan Teluk Bone

di sebelah Utara.

Gambar 7 Lokasi penelitian dan pembagian zona perairan.

Page 3: BAB III Metodologi Umum.pdf

35

3.2 Tahapan Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan dalam 3 kajian utama, yaitu

analisis perkembangan produksi cakalang yang diuraikan dalam kondisi

perikanan tangkap cakalang, analisis aspek biologi ikan cakalang dan analisis

hubungan faktor oseanografi dengan produksi ikan cakalang. Hasil dari analisis

menjadi acuan dalam menentukan konsep pengelolaan perikanan tangkap

cakalang di Teluk Bone.

Tahapan penelitian ini terdiri atas analisis perkembangan produksi,

analisis aspek biologi ikan cakalang dan analisis hubungan oseanografi dengan

produksi ikan cakalang yang masing-masing diuraikan dalam bab tersendiri.

Disertasi ini ditulis per Bab sehingga pengulngan tidak dapat dihindarkan.

Analisis aspek biologi untuk menjawab tujuan penelitian ke 1, Analisis

perkembangan produksi untuk menjawab tujuan penelitian ke 2 dan Analisis

hubungan oseanografi dengan produksi cakalang untuk menjawab tujuan

penelitian ke 3. Hubungan antara ketiga analisis tersebut untuk menjawab tujuan

penelitian ke 4 dan diuraikan dalam bab tersendiri untuk mengetahui konsep

pengelolaan perikanan tangkap cakalang di Teluk Bone (Gambar 8).

3.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari

data lapangan yang diperoleh dari nelayan yang menggunakan alat tangkap pole

and line di Kabupaten Luwu, Bone dan Sinjai.

Sumber data yang lain adalah data sekunder berupa data produksi

tahunan yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan

dalam kurun waktu 11 tahun (1996-2006) dan data produksi kuartalan dalam

kurun waktu 2 tahun (2006-2007). Data biofisik lingkungan yang dikumpulkan

adalah data suhu permukaan laut (SPL), dan klorofil-a. Data SPL dan klorofil-a

diperoleh dari Ocean Color Time-Series Online Visualization hasil citra satelit

MODIS-Terra yang dikeluarkan oleh NASA (National Aeronautics and Space

Administration) untuk data SPL, sedangkan untuk data klorofil-a menggunakan

citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) hasil citra

satelit Aqua. Data citra satelit yang digunakan telah dianalisis berdasarkan GES-

DISC Interactive Online Visualization and Analysis Infrastructure (GIOVANNI)

dalam kurun waktu 2 tahun (2006-2007). Data di download dalam bentuk image

dan ascii (text file) berdasarkan data bulanan sesuai posisi geografi masing-

Page 4: BAB III Metodologi Umum.pdf

36

masing zona. Selain itu parameter SPL dan salinitas diukur secara langsung

(insitu) dengan menggunakan alat conductivity meter pada masing-masing zona.

Pengukuran tersebut dilakukan pada saat kegiatan pemancingan sedang

berlangsung. Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 6 bulan (Januari-Juni

2007). Penjelasan lebih rinci tentang data dan sumbernya disajikan dalam setiap

bab yang relevan.

KAJIAN PUSTAKA

DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

PERIKANAN TANGKAP

Kondisi Perikanan Tangkap Cakalang

di Kawasan Teluk Bone dan Perkembangan

Produksi dengan Menggunakan Metode

Schaefer

(Bab 4)

Aspek Biologi Ikan Cakalang

dengan Menggunakan Model

Analytical

(Bab 5)

Hubungan SPL dan Klorofil-a

dengan Produksi Ikan dengan

Menggunakan Inderaja dan

Parsial Korelasi

(Bab 6)

CPUE (Catch Per Unit

Effort)

MSY (Maximum

Sustainable Yield)

Fopt (Upaya optimum)

Pola Perubahan SPL dan

Klorofil-a

Pola Perubahan

Produktivitas Primer

Pola Hub. SPL dan

Klorofil-a dengan Ikan

Cakalang

Pola Hub. Keberadaan

Ikan Berdasarkan SPL dan

Klorofil-a

Hub. PP dengan Biomas

Ikan Cakalang

Komposisi Ukuran Ikan

Hub. Panjang Berat Ikan

Pertumbuhan Ikan

Lm (Length at First

Maturity)

Kompilasi Bab (4), Bab (5) dan Bab (6) sebagai

Dasar dalam Menyusun Konsep Pengelolaan

Cakalang di Teluk Bone

(Bab (7)

Gambar 8 Tahapan penelitian yang digunakan.

Page 5: BAB III Metodologi Umum.pdf

37

3.4 Analisis Data

Analisis data biologis dilakukan dalam 3 tahapan yaitu menggunakan

tabel frekuensi ukuran, analisis regresi untuk hubungan panjang berat, analisis

pertumbuhan menggunakan von Bertalanffy dan Lm menggunakan kurva

sigmoid antara nilai tengah kelas dengan proporsi (%) ikan cakalang contoh yang

mature. Untuk kajian upaya penangkapan dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu

standarisasi upaya penangkapan, menghitung CPUE (catch per unit effort) dan

menghitung MSY dan Fopt menggunakan model surplus produksi dari Schaefer.

Kajian oseanografi dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu: 1) menghitung sebaran

suhu permukaan laut dan klorofil-a menggunakan beberapa parameter statistik;

2) mendeskripsikan pola sebaran ikan hubungannya dengan suhu permukaan

laut dan klorofil-a; dan 3) menghitung keeratan hubungan produksi ikan dengan

suhu permukaan laut dan klorofil-a menggunakan parsial korelasi.

Analisis data dilakukan pada masing-masing zona agar pola perubahan

dapat diketahui sesuai dengan kondisi ekologi setiap zona. Analisis data yang

rinci diuraikan pada setiap bab kajian.

Page 6: BAB III Metodologi Umum.pdf

4 KONDISI PERIKANAN TANGKAP CAKALANG DI KAWASAN TELUK BONE

4.1 Pendahuluan

Salah satu perairan yang sumber ikannya perlu dikelola secara optimum

adalah perairan teluk. Teluk adalah laut yang menjorok ke daratan. Indonesia

sebagai negara yang memiliki 17.504 pulau tentunya mempunyai banyak teluk

dan yang baru dapat diidentifikasi 631 teluk. Salah satu teluk yang dipilih dalam

penelitian ini adalah Teluk Bone. Teluk ini masuk dalam WPPI 713 yaitu wilayah

pengelolaan Selat Makassar, Laut Flores dan Laut Bali.

Ekosistem Teluk Bone merupakan ekosistem yang mempunyai kekhasan

tersendiri. Perairannya semi tertutup dibandingkan dengan perairan Selat

Makassar dan Laut Flores karena secara geografis terletak di sebelah Timur

daratan Sulawesi Selatan dan di sebelah Barat daratan Sulawesi Tenggara.

Wilayah Teluk Bone memiliki luas sekitar 31.837,077 km2 dengan

panjang garis pantai 1.126,84 km memiliki potensi sumberdaya perikanan yang

cukup besar, khususnya perikanan cakalang karena 59 % (13,616 ton) produksi

ikan cakalang Sulawesi Selatan berasal dari kawasan Teluk Bone (Dinas

Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2006). Di sekitar wilayah tersebut

terdapat 9 (sembilan) kabupaten yaitu 7 kabupaten di wilayah Sulawesi Selatan

serta 2 (dua) kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara yang merupakan satu

kesatuan kawasan pengelolaan perikanan Teluk Bone.

Perikanan tangkap di kawasan Teluk Bone merupakan kegiatan yang

dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai nilai

ekonomi dengan menggunakan teknologi, baik yang sederhana maupun yang

lebih modern. Oleh karena itu perikanan tangkap di kawasan Teluk Bone adalah

suatu proses produksi yang memiliki nilai ekonomi yang melibatkan berbagai

komponen yang saling berinteraksi, di mana komponen utama adalah manusia

(nelayan), kapal, alat tangkap, dan ketersediaan ikan yang menjadi tujuan utama

penangkapan. Interaksi komponen utama dalam perikanan tangkap

menyebabkan adanya perbedaan karakteristik perikanan tangkap di suatu

wilayah perairan.

Perikanan cakalang sangat potensil untuk dikembangkan karena selain

nilainya yang cukup tinggi, juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup

banyak. Sumberdaya cakalang di Teluk Bone mempunyai kesamaan sifat dalam

hal daerah penangkapan, area bermain dengan sumberdaya tuna khususnya

dari jenis madidihang (yellowfin tuna). Pemanfaatan cakalang yang dilakukan

Page 7: BAB III Metodologi Umum.pdf

40

selama ini menggunakan berbagai jenis upaya penangkapan ikan dengan

karakteristik dan deskripsi yang berbeda-beda.

Karakteristik perikanan cakalang di Teluk Bone akan dideskripsikan

melalui kegiatan usaha penangkapan dan tingkat pemanfaaatan sumberdaya

perikanan cakalang.

4.2 Tujuan Spesifik

1 Mendeskripsikan kegiatan usaha penangkapan cakalang di kawan Teluk

Bone yang meliputi spesifikasi alat tangkap pole and line, operasi dan

daerah penangkapan serta produksi hasil tangkapan cakalang di

kawasan Teluk Bone.

2 Menentukan tingkat produksi sumberdaya perikanan cakalang dan catch

per unit effort (CPUE) yang dapat dimanfaatkan secara bersama (shared

stok) untuk keperluan pengelolaan di kawasan Teluk Bone.

4.3 Metode 4.3.1 Deskripsi kegiatan usaha

Metode yang digunakan pada Bab 4 ini adalah gabungan antara

penelitian deskriptif dan survey langsung ke lapangan. Untuk deskripsi kegiatan

usaha penangkapan (alat tangkap pole and line dan metode penangkapannya)

dilakukan pengumpulan data lapangan khususnya tentang deskripsi alat tangkap

pole and line dan metode penangkapannya sebagai salah satu alat dominan

dalam penangkapan cakalang melalui survei langsung ke fishing base nelayan.

Responden dipilih berdasarkan tempat pusat kegiatan penangkapan ikan

cakalang pada setiap kabupaten di kawasan Teluk Bone yaitu Kabupaten Luwu

di pusatkan di TPI Murante Kecamatan Suli, Kabupaten Bone di TPI Bajoe

Kecamatan Tanete Riattang Timur dan Kabupaten Sinjai di TPI Lappa

Kecamatan Sinjai Utara.

Daerah penangkapan cakalang dan alat tangkap pole and line yang

digunakan nelayan di Teluk Bone diidentifikasi berdasarkan hasil wawancara

langsung dengan nelayan atau dengan keikutsertaan enumerator data secara

langsung dalam aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Penentuan

posisi geografi menggunakan global positioning system (GPS). Produksi hasil

tangkapan cakalang diperoleh dari data hasil tangkapan nelayan per trip dalam

satuan kg. Waktu yang digunakan nelayan untuk melakukan penangkapan

dengan alat tangkap pole and line adalah sehari semalam (one day fishing trip).

Page 8: BAB III Metodologi Umum.pdf

41

Untuk mendeskripsikan kondisi SPL, klorofil-a dan saliniitas kawasan Teluk

Bone, data hasil olahan citra SPL, klorofil-a dan salinitas hasil pengukuran in situ

dianalisis dengan menggunakan sofware Surfer Versi 10.

4.3.2 Tingkat pemanfaatan cakalang

Data tentang jumlah produksi hasil tangkapan, jumlah unit dan trip alat

tangkap pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda

diperoleh dari statistik perikanan propinsi Sulawesi Selatan pada 7

Kabupaten/Kota yang berada disepanjang pesisir kawasan Teluk Bone yaitu :

Kabupaten Luwu, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo,

Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo.dari tahun 1996

-2006. Untuk keperluan analisis selanjutnya data dari 7 kabupaten

dikelompokkan menjadi 3 zona yaitu zona Utara mencakup kabupaten Luwu,

Wajo, Luwu Utara, Luwu Timur dan kota Palopo ; zona Tengah yaitu kabupaten

Bone dan zona Selatan yaitu kabupaten Sinjai. Selain ditentukan berdasarkan

zona, tingkat pemanfaatan cakalang dihitung juga dalam satu kawasan Teluk

Bone. Produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan (trip) dijumlahkan dari

keseluruhan zona yang ada dalam kawasan Teluk Bone.

Produksi hasil tangkapan dihitung berdasarkan proporsi produksi hasil

tangkapan ikan cakalang yang dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

1. Menghitung proporsi berdasarkan produksi total masing-masing alat

tangkap dalam kawasan teluk, sebagai berikut:

Ck = 4

1

k

k

P

P

di mana,

C : proporsi produksi

k : unit penangkapan

P : produksi berdasarkan data statistik;

2. Menghitung produksi cakalang dari masing-masing unit penangkapan

dalam kawasan sebagai berikut :

Skk IxCI

di mana,

I : produksi proporsi cakalang

C : proporsi produksi

Page 9: BAB III Metodologi Umum.pdf

42

IS : produksi ikan cakalang berdasarkan data statistik.

3. Produksi tahunan (P) setiap unit penangkapan cakalang pada masing-

masing zona dalam kawasan Teluk Bone dihitung dengan persamaan

sebagai berikut :

Pk = 4

1i

kI

Jumlah alat tangkap yang dianalisis untuk zona Utara dan Selatan ada 4

jenis yaitu pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda,

sedangkan untuk Zona Tengah hanya 3 jenis yaitu pole and line, jaring insang

hanyut dan pancing tonda. Selanjutnya dilakukan standarisasi terhadap alat

tangkap dengan tujuan untuk menyeragamkan satuan-satuan upaya yang

berbeda sehingga dapat dianggap upaya penangkapan suatu jenis alat tangkap

diasumsikan menghasilkan tangkapan yang sama dengan alat tangkap standar.

Untuk melakukan standarisasi upaya penangkapan terlebih dahulu

mengestimasi nilai Fishing Power Index (FPI). Alat tangkap yang ditetapkan

sebagai alat tangkap standar mempunyai FPI = 1 sedangkan jenis alat tangkap

lainnya dapat dihitung nilai FPI dengan membagi nilai CPUE dengan CPUE

alat standar. Tahapan standarisasi adalah sebagai berikut :

(1) menghitung CPUE masing-masing alat tangkap yang akan distandarisasi,

iCPUE = i

i

FE

HT

di mana ,

iHT : Jumlah hasil tangkapan setiap jenis unit penangkapan ikan yang

akan distandarisasi pada tahun ke-i

iFE : Jumlah upaya penangkapan ikan setiap jenis unit alat penagkapan

ikan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i

(2) Menentukan alat standar, kemudian menghitung FPI dengan cara sebagai

berikut :

FPI = s

i

CPUE

CPUE

di mana :

iCPUE : Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan

upaya jenis penangkapan yang akan distandarisasi pada

tahun ke-i

Page 10: BAB III Metodologi Umum.pdf

43

sCPUE : Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan

upaya jenis penangkapan standar

(3) Upaya penangkapan standar diperoleh dengan menggunakan persamaan

(Gulland 1983) yaitu :

FEixFPISEi

iSE : Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i

FPI : Fishing power index atau daya tangkap jenis unit penangkapan

yang akan distandarisasi pada tahun ke-i

iFE : Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan

yang akan distandarisasi pada tahun ke-i

(4) Menghitung ulang CPUE dengan membagi jumlah hasil tangkapan dengan

upaya standar

iCPUE = s

i

FE

HT

di mana ,

iHT : Jumlah hasil tangkapan total setiap jenis unit penangkapan

ikan pada tahun ke-i

sFE : Jumlah upaya penangkapan ikan setiap jenis unit alat

penangkapan ikan yang telah distandar

(5) Untuk menghitung nilai MSY digunakan metode surplus produksi. Pada

metode ini digunakan data hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan

jumlah upaya sebagai masukan. Dalam metode ini, digunakan analisis

regresi linier dengan 2 (dua) variabel , yaitu variabel bebas (independent

variable) dan variabel tak bebas (dependent variable).

Menurut Sudjana (1998), variabel tak bebas merupakan variabel

yang terjadi karena adanya variabel bebas. Variabel bebas (variabel x) yang

digunakan yaitu upaya penangkapan (effort = E),sedangkan variabel tak

bebasnya (variabel y) adalah hasil tangkap per unit alat tangkap (Catch Per

Unit Effort = CPUE). Untuk memudahkan perhitungan digunakan software

SPSS 16. Analisis dilakukan dengan menggunakan perhitungan catch per

unit effort (CPUE) yaitu hasil tangkapan (catch) per upaya penangkapan

(effort), untuk memperkirakan jumlah effort optimum penangkapan yang

diperbolehkan sesuai dengan potensi sumberdaya cakalang yang ada di

masing-masing zona dalam kawasan Teluk Bone.

Page 11: BAB III Metodologi Umum.pdf

44

Menurut Model Schaefer (Pauly 1983) persamaan yang menyatakan

hubungan antara hasil tangkapan persatuan upaya (CPUE) sebagai fungsi

dari upaya (f) dalam satuan trip, adalah sebagai berikut :

CPUE = a + bf

Hubungan antara effort (f) dengan catch (C) maka :

C = af – bf2

kemudian effort optimum (fopt) dapat diperoleh dengan menyamakan

turunan pertama catch terhadap effort = 0 , sehingga

C = af - bf2

C = a – 2 bf = 0

Fopt = - b

a

2

Untuk mendapatkan nilai maksimum lestari adalah sebagai berikut :

MSY = a (a/2b) - b (a2/4b

2)

MSY =

di mana :

b : slope (kemiringan garis regresi)

a : intersep (titik perpotongan garis regresi dengan sumbu y)

Dalam penggunaan metode ini, maka beberapa asumsi dasar yang harus

diperhatikan :

1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak

berpedoman atas struktur populasinya.

2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady

state (setelah mengalami penangkapan ikan pulih kembali) sesuai

dengan model pertumbuhan biomas seperti kurva logistic.

3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat

random

4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari perairan di kawasan Teluk

Bone dan tidak ada hasil tangkapan yang di daratkan di luar kawasan.

Pengujian terhadap koefisien regresi dan garis trend dilakukan dengan

hipotesis sebagai berikut :

H0 : b = 0

H1 : b ≠ 0

a2

4b

Page 12: BAB III Metodologi Umum.pdf

45

Jika b = 0, variabel bebas [upaya tangkap (trip)] tidak berpengaruh

terhadap variabel terikat (produksi dan CPUE). Jika b ≠ 0, variabel bebas

berpengaruh terhadap variabel terikat. Keputusan menerima H0 apabila P>0,05,

menolak H0 apabila P<0,05. Analisis uji hipotesis menggunakan software SPSS

ver.16.

Untuk menentukan pengelolaan bersama stok cakalang (shared stock)

dalam kawasan Teluk Bone (Gambar 9), maka dilakukan perhitungan dengan

cara sebagai berikut :

Menghitung MSY dan Fopt pada masing-masing zona (Utara, Tengah

dan Selatan), dengan menggunakan upaya penangkapan yang telah

distandariasi.

Menghtiung proporsi masing-masing zona dengan cara sebgai berikut :

Pzi = 3

1i

MSYzi

MSYzi untuk Fopt adalah Fzi =

3

1i

Foptzi

Foptzi

di mana :

Pzi : proporsi MSY pada zona ke i

MSYzi : nilai MSY pada zona ke i

Fzi : proporsi Fopt pada zona ke-i

Foptzi : nilai Fopt pada zona kei

Menghitung MSY pada seluruh kawasan Teluk Bone.

Menghitung MSY shared stock untuk masing-masing zona dan Fopt

dengan cara sebagai berikut :

MSYzi = Pzi x MSYsk

Foptzi = Fzi x Foptsk

di mana :

MSYsk : Nilai MSY shared stock untuk seluruh kawasan Teluk Bone.

Foptsk : Fopt dalam MSY shared stock untuk seluruh kawasan Teluk

Bone

MSYzi : Nilai MSY shared stock untuk zona ke-i

Foptzi : Nilai Fopt dalam MSY shared stock untuk zona ke-i

Page 13: BAB III Metodologi Umum.pdf

46

Gambar 9 Pendekatan untuk memperoleh MSY per zona dan MSY shared stock.

4.4 Hasil Penelitian

4.4.1 Alat tangkap (pole and line)

Alat tangkap pole and line adalah alat tangkap yang terdiri atas tangkai

atau joran (pole), tali pancing (line) dan mata pancing (hook) (Gambar 10).

Tangkai pancing terbuat dari bambu yang cukup tua berukuran panjang 2 m,

diameter pangkal 3 cm dan ujungnya berukuran 0,5 cm. Tali pancing terbuat

dari bahan nylon monofilament berwarna putih/bening berukuran panjang 1,5-2

m berdiameter 3 mm. Ujung bagian atas dihubungkan dengan lilitan tali dan

ujung bagian bawah dihubungkan dengan tali pancing yang terbuat dari bahan

yang sama dengan tali pancing utama dan berukuran 15-20 cm.

Mata pancing yang umum digunakan bernomor 8 dan terbuat dari baja

yang tidak berkait balik, pembungkus terbuat dari kulit dan diujung mata pancing

dipasang bulu ayam berwarna putih atau merah sebagai umpan buatan.

MSYsk (shared stock)

PZs

PZt

PZu

Page 14: BAB III Metodologi Umum.pdf

47

Gambar 10 Joran, tali dan mata pancing yang dipakai oleh nelayan pole and line di kawasan Teluk Bone

Alat-alat yang digunakan dalam unit penangkapan pole and line antara

lain :

1. Ember besar

Digunakan untuk menampung umpan yang diambil dari bak umpan sebelum

dilemparkan ke laut. Alat ini terbuat dari plastik dan mempunyai ukuran

diameter 50 hingga 60 cm.

2. Alat pembuang umpan dipakai dengan beberapa tujuan tergantung

ukurannya, yang besar berdiameter 40 cm berfungsi untuk memindahkan

umpan hidup dari palkah umpan ke ember, sedangkan yang berukuran kecil

(diameter 25 cm) dipakai untuk proses menebar umpan ke laut.

4.4.2 Kapal

Kapal dalam armada penangkapan pole and line berfungsi untuk

mengangkut nelayan dan alat tangkap dari fishing base ke fishing ground serta

kembali ke fishing base atau tempat pendaratan lainnya. Selain itu kapal juga

berfungsi membawa hasil tangkapan, umpan hidup dan mengejar gerombolan

ikan.

Kapal pole and line yang digunakan terbuat dari kayu biti dan jati dan

menggunakan mesin dalam (inboard engine). Motor dalam yang digunakan

Page 15: BAB III Metodologi Umum.pdf

48

mempunyai kekuatan mesin antara 74-220 HP dengan bahan bakar solar.

Panjang kapal berukuran antara 15-22,5 m, lebar 3,5-5,20 m dan dalam 1,56-210

cm serta bertonage 15-30 GT. Kapal pole and line memiliki tempat pemancingan,

palkah ikan, bak umpan hidup, pipa penyemprot, sayap dan peralatan navigasi.

Konstruksi kapal pole and line disajikan pada Gambar 11 dan 12.

Tempat pemancingan (flying deck) pada kapal pole and line terdapat

di bagian haluan kapal. Daerah pemancingan ini berbentuk jajaran genjang dan

dilengkapi tempat duduk pemancing dengan kapasitas 10 orang bagian depan, 2

orang pada sisi kanan dan sisi kiri.

Palkah ikan berfungsi selain untuk menyimpan hasil tangkapan juga

berfungsi membawa perbekalan es balok selama operasi penangkapan. Palkah

ikan berukuran panjang 250 cm, lebar 150 cm dan tinggi 150 cm. Jumlah palkah

ikan setiap kapal dua unit yang terletak di atas dek kapal bagian tengah.

Bak umpan hidup sebanyak 2 unit, dengan ukuran panjang 250 cm, lebar

135 cm dan tinggi 230 cm. Pada setiap bak terdapat lubang dengan diameter 10

cm. Sistem sirkulasi dalam bak umpan diatur dengan menggunakan belahan

bambu yang dimasukkan ke dalam salah satu lubang.

Gambar 11 Contoh konstruksi kapal pole and line di kawasan Teluk Bone.

Keterangan : A. Anjungan F. Palkah Ikan B. Kamar Mesin G. Bak Umpan Hidup C. Kamar Tidur H. Tempat Pemancingan D. WC I. Pele-pele E. Dapur J. Platform

Page 16: BAB III Metodologi Umum.pdf

49

Gambar 12 Kapal pole and line di kawasan Teluk Bone.

Pipa penyemprot (water sprayer) berada di dekat tempat pemancingan.

Pipa-pipa yang digunakan diameter 1,5 cm terbuat dari besi disambung dengan

slang plastik. Air yang digunakan untuk menyemprot berasal dari air laut dengan

menggunakan tenaga mesin. Sayap (platform) merupakan tempat yang

dilebihkan disekeliling badan kapal. Daerah ini mempunyai lebar 60 cm yang

berfungsi sebagai tempat boy-boy melemparkan umpan.

4.4.3 Tenaga kerja/nelayan

Nelayan pada umumnya hanyalah mengandalkan kemampuan fisik saja,

sedangkan tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan bagi nelayan namun

yang lebih penting adalah keterampilan dan semangat kerja. Pada dasarnya

jumlah tenaga kerja/nelayan dalam pengoperasian kapal pole and line tergantung

ukuran kapal dan teknologi yang digunakan. Jumlah nelayan di atas kapal

berjumlah 15-20 orang. Pembagian kerjanya terdiri atas satu orang kapten kapal

(nahkoda) sebagai fishing master bertugas dan bertanggung jawab terhadap

keberhasilan penangkapan dan keselamatan anak buah kapal selama pelayaran,

satu orang kepala kamar mesin bertugas menjaga kestabilan dan kelancaran

kerja mesin, satu orang boy-boy (penebar umpan), satu orang palolang (yang

mengambil umpan dari bak besar ke bak kecil) dan pemancing.

Pemancing inti harus berpengalaman dan umumnya berada di bagian

depan haluan kapal berjumlah 10 orang dengan posisi merapat dan sisanya dua

orang pada bagian samping kiri dan dua orang pada bagian kanan.

Page 17: BAB III Metodologi Umum.pdf

50

4.4.4 Operasi dan daerah penangkapan

Sebelum operasi penangkapan ikan persiapan yang harus dilakukan

adalah persiapan sebelum kapal berangkat meliputi pengisisan bahan bakar, air

tawar, es, perbekalan makanan dan surat-surat kapal.

Bahan bakar yang digunakan untuk mesin kapal dan generator adalah

solar. Dalam satu trip (satu hari operasi penangkapan) membutuhkan 1 drum

bahan bakar atau kurang lebih 200 liter.

Air tawar yang dibawa sepenuhnya digunakan untuk keperluan memasak

dan minum selama kapal beroperasi. Untuk ransum atau perbekalan makanan

meliputi beras, gula, kopi, teh, mie instan, lauk pauk dan lain-lain. Hasil

tangkapan yang diperoleh agar tidak mudah rusak (busuk) menggunakan es

balok dengan berat 10 kg/balok. Persiapan terakhir sebelum berangkat adalah

surat-surat kapal seperti surai izin perikanan dan lain-lain.

Sesudah persiapan dilaksanakan kapal menuju daerah pencarian umpan.

Kapal meninggalkan fishing base sekitar pukul 20.00 Wita. Kapal bergerak

terus menerus sambil mencari umpan hidup dari nelayan bagan, komunikasi

antara nelayan pole and line dan nelayan bagan dilakukan dengan

menggunakan alat komunikasi HP. Setelah memperoleh informasi dari nelayan

bagan, maka kapal pole and line menuju ke bagan. Ikan umpan dipindahkan

dari bagan ke palkah kapal pole and line secara hati-hati agar ikan umpan tidak

mengalami stres. Untuk mendapatkan umpan hidup nelayan membeli dari bagan

yang dioperasikan sepanjang malam dengan menggunakan cahaya lampu. Satu

trip penangkapan umpan yang digunakan berkisar 24-50 ember. Tiap palkah

berkapasitas sekitar 50 ember umpan (setiap ember kira-kira setara dengan 2 kg

umpan). Adapun fungsi dari palkah umpan hidup ini adalah untuk menyimpan

umpan hidup agar dapat bertahan hidup sampai operasi penangkapan selesai.

Pada bak umpan tersebut terdapat lubang yang berfungsi sebagai tempat

sirkulasi air sehingga kualitas air tetap terjamin. Kekuatan sirkulasi air perlu

diatur untuk mencegah umpan terlalu cepat bergerak dan mati sebagai akibat

dari sirkulasi air yang terlalu cepat.

Jika umpan tidak mencukupi dari alat bagan atau alat bagan tidak

beroperasi maka nelayan pole and line mengambil umpan dari nelayan payang

yang dalam bahasa daerah setempat disebut ’papanja’. Nelayan ’panja’ ini hanya

ditemukan di Kabupaten Bone. Daerah penangkapan untuk umpan hidup

umumnya adalah pada perairan teluk yang dangkal dan perairan yang terlindung

dari gelombang dan arus kuat. Ikan yang umumnya digunakan sebagai umpan

Page 18: BAB III Metodologi Umum.pdf

51

hidup untuk pole and line adalah jenis teri dari genera Stolephorus, seperti

Stolephorus indicus. Jika Stolephorus tidak tersedia maka nelayan biasa

menggunakan jenis umpan yang lain seperti ikan layang (Decapterus sp) yang

berukuran kecil atau dari jenis tembang (sardinella) sp. Pengambilan umpan

pada nelayan bagan dilakukan dengan sistem langganan, namun ada pula yang

dibeli secara langsung.

Untuk keberhasilan penangkapan dengan pole and line, ketersediaan

umpan hidup sangatlah penting, karena umpan hidup berfungsi sebagai atraktan

untuk menarik kawanan ikan cakalang mendekat ke kapal. Penggunaan jenis

umpan ini sangat tergantung dari hasil tangkapan nelayan bagan. Sesudah

jumlah umpan diperkirakan mencukupi kapal pole and line menuju daerah

fishing ground.

Pemancingan ikan umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari,

kadang pula dilakukan pada sore hari jika persediaan umpan hidup masih ada.

Sebagian besar alat pole and line dioperasikan disekitar rumpon (Gambar 13).

Gambar 13 Konstruksi rumpon sebagai alat untuk mengumpulkan cakalang.

Namun ada pula yang mencari lokasi penangkapan dengan melakukan

pengamatan di sekitar perairan tersebut. Pengamatan di sekitar perairan

misalnya dengan melihat kawanan burung laut yang beterbangan di atas

permukaan air dan kawanan ikan lumba-lumba yang meloncat di permukaan air

(Gambar 14 dan 15).

Keterangan :

1. Tanda Pengenal 2. Rakit Bambu

3. Pelepah kelapa

4. Batu pemberat pelepah 5. Anyaman rotan

6. Batu pemberat pada rumpon

Page 19: BAB III Metodologi Umum.pdf

52

Gambar 14 Burung-burung yang beterbangan di atas permukaan laut.

Gambar 15 Kawanan lumba-lumba yang meloncat di atas permukaan laut.

Proses kegiatan penangkapan cakalang di Teluk Bone dalam satu trip

disajikan pada Gambar 16.

Page 20: BAB III Metodologi Umum.pdf

53

Mulai

Persiapan operasi

penangkapan

Menuju Fishing

ground bagan

Pelayaran

Kualitas,

kuantitas

cukup

Pelayaran fishing

ground cakalang

Tinggalkan fishing

ground

Penanganan ikan

Pencatatan hasil

tangkapan

Selesai

Persiapan umpan

Kegiatan memancing

Layak

yatidak

ya

tidak

Tidak

mancing

One day

fishing

Gambar 16 Skema proses penangkapan cakalang dengan pole and line di kawasan Teluk Bone.

Page 21: BAB III Metodologi Umum.pdf

54

4.4.5 Kondisi oseanografi

Perairan laut kawasan Teluk Bone merupakan perairan yang semi

tertutup dibandingkan dengan perairan Selat Makassar dan Laut Flores, karena

secara geografis terletak di sebelah Timur daratan Sulawesi Selatan dan sebelah

Barat daratan Sulawesi Tenggara. Berdasarkan letak geografis tersebut maka

kondisi kawasan perairan Teluk Bone relatif berbeda dengan kondisi perairan

Selat Makassar dan Laut Flores. Kondisi oseanografi kawasan perairan Teluk

Bone yang diperoleh dari Ocean Color Time-Series Online Visualization hasil

citra satelit MODIS-Terra yang dikeluarkan oleh NASA (National Aeronautics and

Space Administration) untuk data SPL dan data klorofil-a menggunakan citra

satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) hasil citra satelit

Aqua. Data citra satelit yang digunakan telah dianalisis berdasarkan GES-DISC

Interactive Online Visualization and Analysis Infrastructure (GIOVANNI) dalam

kurun waktu 2 tahun (2006-2007). Data salinitas diperoleh dari hasil pengukuran

langsung (in situ) selama 6 bulan dengan menggunakan alat conductivity meter.

1) Suhu permukaan laut (SPL)

Untuk melihat hubungan antara SPLcitra dan SPLinsitu dilakukan analisis

regresi. Hasil analisis hubungan SPLcitra dan SPLinsitu pada lokasi penelitian

(Zona Utara) (Gambar 17) diperoleh model persamaan :

SPLcitra = 12,875 + 0,5924 SPLinsitu

dengan koefisien korelasinya (r) 0,63. Hasil analisis hubungan SPLcitra dan

SPLinsitu pada lokasi penelitian (Zona Tengah) (Gambar 17) diperoleh model

persamaan :

SPLcitra = 6,1074 + 0,801 SPLinsitu

dengan koefisien korelasinya (r) 0,70. Hasil analisis hubungan SPLcitra dan

SPLinsitu pada lokasi penelitian (Zona Selatan) (Gambar 17) diperoleh model

persamaan :

SPLcitra = 2,0574 + 0,9177 SPLinsitu

dengan koefisien korelasinya (r) 0,77. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)

dari ketiga persamaan tersebut, terlihat ada korelasi antara data citra dan insitu,

terlihat ada hubungan satu sama lain. Dengan kata lain citra MODIS yang

digunakan baik untuk merepresentasikan kondisi SPL di lokasi penelitian.

Kisaran rataan SPL bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara

adalah 28,8-31,70C, Zona Tengah pada kisaran 27,9-31,50C, Zona Selatan pada

kisaran 27,0-31,10C. Kecenderungan perubahan SPL bulanan dalam kurun

Page 22: BAB III Metodologi Umum.pdf

55

waktu 2 tahun di setiap zona menunjukkan SPL cenderung tinggi pada bulan

Maret, April, Nopember dan Desember di Zona Utara, April dan Desember di

Zona Tengah dan Zona Selatan (Gambar 18 ).

y = 0,592x + 12,87R² = 0,401

30,40

30,80

31,20

31,60

32,00

30,00 30,40 30,80 31,20 31,60

SS

T c

itra

SST Insitu

Utara

y = 0,801x + 6,107R² = 0,484

29,80

30,20

30,60

31,00

31,40

30,00 30,20 30,40 30,60 30,80 31,00 31,20

SS

T c

itra

SST insitu

Tengah

y = 0,917x + 2,057R² = 0,589

28,80

29,20

29,60

30,00

30,40

30,80

31,20

29,60 30,00 30,40 30,80 31,20 31,60

SP

L c

itra

SST insitu

Selatan

Gambar 17 Hubungan antara : SPLinsitu dan SPLcitra (Utara, Tengah dan Selatan)

Page 23: BAB III Metodologi Umum.pdf

56

SPL pada bulan Agustus dan September cenderung rendah di Zona Utara

yang juga menunjukkan perubahan yang sama di zona lain. Kisaran rataan

terendah SPL di Zona Utara adalah 28,8-28,90C, Zona Tengah pada kisaran

27,9-28,20C, dan Zona Selatan 27-27,30C. Kisaran rata-rata SPL bulanan

tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara adalah 31,6 -31,70C, di Zona

Tengah pada kisaran 31,3-31,50C, dan di Zona Selatan pada kisaran 30,8-

31,10C. SPL pada bulan Agustus 2007 terjadi perubahan terendah dalam kurun

waktu 2 tahun di semua zona, di mana Zona Utara mencapai 28,90C , Zona

Tengah mencapai 28,00C, dan Zona Selatan mencapai 27,30C.

Gambar 18 Rataan SPL (0C) di Zona Utara, Tengah dan Selatan

Pola sebaran SPL secara mendatar pada masing-masing zona pada

musim Barat (Desember 2006-Februari 2007) dapat dilihat pada Gambar 19.

Dari gambar tersebut terlihat bahwa SPL di Zona Utara berkisar antara 31,7-

320C, di Zona Tengah berkisar antara 30,2-31,80C dan di Zona Selatan berkisar

antara 29,9-30,70C. Meskipun pada musim yang sama namun di Zona Utara

memiliki sebaran SPL yang besar dibandingkan pada Zona Tengah dan Zona

Selatan.

Pola sebaran SPL musim Barat dan Timur pada Zona Selatan dapat

dilihat pada Gambar 20. Dari gambar tersebut terlihat bahwa SPL di Zona

Selatan pada musim Barat berkisar antara 29,9-30,70C dan pada musim Timur

berkisar antara 27,8-28,60C dan nilai sebaran SPL pada musim Barat pada zona

yang sama (Zona Selatan) lebih tinggi dibandingkan pada musim Timur.

Page 24: BAB III Metodologi Umum.pdf

57

Gambar 19 Sebaran mendatar SPL pada musim Barat di Zona Utara,

Tengah dan Selatan

Utara

Tengah

Selatan

Page 25: BAB III Metodologi Umum.pdf

58

Gambar 20 Sebaran mendatar SPL pada musim Barat dan Timur di Zona Selatan

2) Salinitas

Kisaran rataan salinitas insitu bulanan berfluktuatif pada setiap zona

selama pengukuran. Pada Zona Utara kisaran salinitas adalah 32,4-33,8 o/oo,

Zona Tengah kisaran salinitas adalah 32,6-33,9 o/oo, dan Zona Selatan kisaran

salinitas adalah 32,5-33,8 o/oo. Kecenderungan perubahan salinitas bulanan

dalam kurun waktu 6 bulan di setiap zona menunjukkan salinitas cenderung

tinggi pada bulan Mei di Zona Utara, April di Zona Tengah dan bulan Maret dan

Mei di Zona Selatan dan salinitas rendah pada bulan Januari di Zona Utara,

Februari di Zona Tengah dan Selatan (Gambar 21 ).

Musim Barat

Musim Timur

Page 26: BAB III Metodologi Umum.pdf

59

32,0

32,4

32,8

33,2

33,6

34,0

Jan Peb Mar Apr Mei Jun

Sali

nit

as (

0/0

0)

Bulan

Utara Tengah Selatan

Gambar 21 Rataan salinitas (o/oo) di Zona Utara, Tengah dan Selatan

Pola sebaran mendatar salinitas di Zona Utara pada musim Barat dan

Tiimur dapat diihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Sebaran mendatar salinitas pada musim Timur dan Barat di Zona Utara

Musim Barat

Musim Timur

Page 27: BAB III Metodologi Umum.pdf

60

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai salinitas pada musim

Barat berkisar antara 31,7-33,1 o

/oo dan pada musim Timur berkisar antara 32,4-

33,3 o/oo dan selanjutnya nilai salinitas yang rendah berada disekitar dekat pantai

baik pada musim Barat maupun Timur. Hal ini disebabkan karena pengaruh air

sungai yang bermuara disepanjang pantai Teluk Bone.

3) Klorofil-a

Kisaran rataan klorofil-a bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di kawasan

perairan Teluk Bone menunjukkan di Zona Utara pada kisaran 0,26-0,78 mg/m3,

Zona Tengah pada kisaran 0,14-0,38 mg/m3, Zona Selatan 0,17-0,31 mg/m3

(Gambar 23). Kecenderungan perubahan bulanan klorofil-a dalam kurun waktu 2

tahun menunjukkan di Zona Utara konsentrasi klorofil-a lebih tinggi dibandingkan

zona lainnya, walaupun terdapat kecenderungan berbeda secara bulanan di

setiap zona. Kecenderungan perubahan rataan bulanan dalam kurun waktu 2

tahun di Zona Utara relatif tidak berfluktuatif, kecuali pada bulan April.

Kisaran rataan bulanan klorofil-a dengan konsentrasi yang rendah di

Zona Utara pada kisaran 0,26-0,28 mg/m3, Zona Tengah pada kisaran 0,14-0,18

mg/m3, Zona Selatan pada kisaran 0,18-0,20 mg/m3. Konsentrasi rataan klorofil-

a tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara sebesar 0,78 mg/m3 di bulan

April 2007. Konsentrasi rataan tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona

Tengah 0,38 mg/m3 di bulan Juli 2007. Konsentrasi rataan klorofil-a dalam kurun

waktu 2 tahun di Zona.Selatan sebesar 0,31 mg/m3 di bulan Oktober 2006.

Gambar 23 Rataan klorofil-a (mg/m3) di Zona Utara, Tengah dan Selatan

Page 28: BAB III Metodologi Umum.pdf

61

Pola sebaran klorofil-a secara mendatar pada masing-masing zona pada

musim Timur (Juni-Agustus 2007) dapat dilihat pada Gambar 24. Dari gambar

tersebut terlihat bahwa klorofil-a di Zona Utara berkisar antara 0,3-3,1 mg/m3, di

Zona Tengah berkisar antara 0,2-1,0 mg/m3 dan di Zona Selatan berkisar antara

0,2-0,8 mg/ m3

Gambar 24 Sebaran mendatar klorofil-a pada musim Timur di Zona Utara, Tengah dan Selatan

Pola sebaran klorofill-a musim Barat dan Timur pada Zona Selatan dapat

dilihat pada Gambar 25. Dari gambar tersebut terlihat bahwa klorofil-a di Zona

Utara

Tengah

Selatan

Page 29: BAB III Metodologi Umum.pdf

62

Selatan pada musim Barat berkisar antara 0,18-0,30 mg/m3 dan pada musim

Timur berkisar antara 0,2-0,8 mg/m3 dan nilai sebaran klorofil-a pada musim

Barat pada zona yang sama (Zona Selatan) lebih tinggi dibandingkan pada

musim Timur

Gambar 25 Sebaran mendatar klorofil-a pada musim Timur dan Barat di

Zona Selatan

4.4.6 Perkembangan produksi

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa produksi cakalang dihitung

dari proporsi produksi hasil tangkapan cakalang dari alat pole and line, purse

seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda yang dioperasikan oleh nelayan

pada 7 kabupaten/kota yang berada di sepanjang pesisir kawasan Teluk Bone

yaitu : Kabupaten Luwu, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo,

Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo. Hasil

perhitungan produksi (ton) cakalang dari data statistik Dinas Perikanan dan

Kelautan Sulawesi Selatan selama tahun 1996-2006 yang telah diolah pada

Zona Utara, Zona Tengah dan Zona Selatan disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7.

Musim Barat

Musim Timur

Page 30: BAB III Metodologi Umum.pdf

63

Tabel 5 Produksi (ton) cakalang dari 4 jenis alat tangkap di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone

Tahun

Jenis alat tangkap

Pole and line Purse seine Jaring insang

hanyut

Pancing tonda

1996 950,2 106,3 324,8 35,5

1997 882,5 98,2 519,4 34,2

1998 726,4 98,5 505,0 10,6

1999 882,9 86.0 468,7 77,6

2000 613,7 101,3 574,7 58,1

2001 712,0 121,1 311,4 61,8

2002 901,0 95,0 287,0 28,0

2003 1.050,9 142,0 429,0 36,0

2004 813,3 96,0 395,0 31,0

2005 572,0 69,8 264,4 86,4

2006 679,0 76,3 204,1 166,0

Total 8.783,9 1.090,5 4.283,5 625,2

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah

Tabel 6 Produksi (ton) cakalang dari 3 jenis alat tangkap di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone

Tahun Jenis alat tangkap

Pole and line Jaring insang hanyut Pancing tonda

1996 4.883,10 3.188,96 1.893,45

1997 2.734,98 1.786,11 1.060,50

1998 3.342,39 2.182,78 1.296,03

1999 3.829,94 2.501,18 1.485,08

2000 3.971,74 2.593,79 1.540,06

2001 4.211,11 2.750,11 1.632,88

2002 4.407,16 2.878,14 1.708,90

2003 4.408,19 2.878,82 1.709,30

2004 4.416,37 2.884,16 1.712,47

2005 4.417,74 2.885,06 1.713,00

2006 4.506,09 2.942,75 1.747,26

Total 45.128,80 29.471,87 17.498,92

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah

Page 31: BAB III Metodologi Umum.pdf

64

Tabel 7 Produksi (ton) cakalang dari 4 jenis alat tangkap di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone

Tahun

Jenis alat tangkap

Pole and line Purse seine Jaring insang

hanyut

Pancing tonda

1996 1.038,3 540,0 1.502,0 158,0

1997 914,1 261,0 1.116,0 323,0

1998 1.022,4 452,0 952,4 215,0

1999 1.660,0 762,0 1.240,0 98,0

2000 1.145,7 395,0 1.115,0 582,0

2001 1.615,3 126,1 1.275,5 98,5

2002 1.561,7 255,0 950,0 395,0

2003 864,9 665,0 952,0 303,0

2004 1.509,1 972,0 702,0 1.365,1

2005 1.440,7 1.199,8 880,0 929,7

2006 2.128,3 847,9 972,0 589,0

Total 14.900,5 6.475,8 11.656,9 5.056,3

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah

Berdasarkan tabel tersebut di atas pada Zona Utara produksi tertinggi

pole and line dicapai pada tahun 2003 sebesar 1.050,9 ton dan terendah pada

tahun 2000 sebesar 613,7 ton. Produksi tertinggi alat tangkap purse seine

dicapai pada tahun 2003 sebesar 142 ton dan terendah pada tahun 2005

sebesar 69,8 ton. Produksi tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun

2000 sebesar 574,7 ton dan terendah pada tahun 2006 sebesar 204,1 ton.

Selanjutnya produksi tertinggi pancing tonda dicapai pada tahun 2006 sebanyak

166 ton dan terendah dicapai pada tahun 1998 sebanyak 10,6 ton. Produksi

total tertinggi dihasilkan oleh alat pole and line sebanyak 8.783,9 ton dan yang

terendah dihasilkan oleh alat pancing tonda sebanyak 625,2 ton. Selanjutnya

pada Zona Tengah produksi tertinggi pole and line dicapai pada tahun 1996

sebesar 4,883,10 ton dan terendah pada tahun 1998 sebesar 3.342,39 ton.

Produksi tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun 1996 sebesar

3.188,96 ton dan terendah pada tahun 1997 sebesar 1.786,11 ton. Selanjutnya

produksi tertinggi pancing tonda dicapai pada tahun 1996 sebanyak 1.893,45 ton

dan terendah dicapai pada tahun 1997 sebanyak 1060,50 ton. Produksi total

tertinggi dihasilkan oleh alat pole and line sebanyak 45.128,8 ton dan yang

terendah dihasilkan oleh alat pancing tonda sebanyak 17.498,92 ton.

Sedangkan pada Zona Selatan produksi tertinggi pole and line dicapai pada

tahun 2006 sebesar 2.128,3 ton dan terendah pada tahun 1997 sebesar 914,1

ton. Produksi tertinggi alat tangkap purse seine dicapai pada tahun 2005

Page 32: BAB III Metodologi Umum.pdf

65

sebesar 1.199,8 ton dan terendah pada tahun 2001 sebesar 126,1 ton. Produksi

tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun 1996 sebesar 1.502 ton dan

terendah pada tahun 2002 sebesar 950 ton. Selanjutnya produksi tertinggi

pancing tonda dicapai pada tahun 2004 sebanyak 1.365,1 ton dan terendah

dicapai pada tahun 1996 sebanyak 158 ton. Produksi total tertinggi dihasilkan

oleh alat pole and line sebanyak 14.900,5 ton dan yang terendah dihasilkan oleh

alat pancing tonda sebanyak 5.056,3 ton. Besarnya upaya penangkapan untuk

mengeksploitasi sumberdaya perikanan cakalang pada Zona Utara, Zona

Tengah dan Zona Selatan disajikan pada tabel 8, 9 dan 10.

Tabel 8 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 4 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang

di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone

Tahun

Jenis alat tangkap

Pole and line Purse seine Jaring insang

hanyut

Pancing tonda

1996 1.031 156 319 217

1997 1.728 110 422 234

1998 1.530 125 220 267

1999 1.494 98 430 112

2000 1.234 122 501 311

2001 1.404 135 282 275

2002 307 107 229 106

2003 1.758 149 301 128

2004 696 129 268 80

2005 525 107 180 246

2006 2.076 110 164 404

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah

Page 33: BAB III Metodologi Umum.pdf

66

Tabel 9 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 3 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang

di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone

Tahun

Jenis alat tangkap

Pole and line Jaring insang

hanyut

Pancing tonda

1996 12.336 6.877 5.459

1997 11.668 4.659 9.820

1998 15.562 3.207 12.355

1999 12.561 2.834 1.728

2000 13.458 997 740

2001 22.288 899 1.551

2002 25.032 1.308 884

2003 10.651 3.555 7.095

2004 12.038 2.651 4.427

2005 17.961 2.482 878

2006 12.193 3.360 1.595

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah

Tabel 10 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 4 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang

di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone

Tahun

Jenis alat tangkap

Pole and line Purse seine Jaring insang

hanyut

Pancing tonda

1996 2.672 825 870 1.618

1997 2.752 1.808 824 1.052

1998 2.118 1.345 724 821

1999 3.254 1.256 837 822

2000 2.516 2.187 572 1.354

2001 2.458 1.516 545 724

2002 2.563 1.738 430 675

2003 2.378 2.128 520 876

2004 5.100 2.356 658 381

2005 4.424 2.923 510 1.941

2006 3.666 1.461 736 1.689

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah

Untuk menyeragamkan besarnya nilai upaya penangkapan dilakukan

standarisasi upaya penangkapan yaitu dengan mengalikan nilai fishing power

index (FPI) dengan upaya penangkapan (trip). Alat yang dijadikan standar

adalah jaring insang hanyut karena nilai CPUE dari alat tersebut memiliki nilai

yang terbesar dibanding alat tangkap lainnya, sehingga nilai FPI jaring insang

Page 34: BAB III Metodologi Umum.pdf

67

hanyut adalah 1. Hasil perhitungan nilai upaya penangkapan standar pada

masing-masing zona yaitu Zona Utara, Tengah dan Selatan disajikan pada Tabel

11, 12 dan 13.

Tabel 11 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang

di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone

.Tahun

Jenis alat tangkap Jumlah

upaya

(standar)

Pole and line

Purse seine

Jaring insang hanyut

Pancing tonda

1996 933 104 319 35 1.392

1997 717 80 422 28 1.247

1998 316 43 220 5 584

1999 810 79 430 71 1.390

2000 535 88 501 51 1.175

2001 645 110 282 56 1.092

2002 719 76 229 22 1.046

2003 737 100 301 25 1.163

2004 552 65 268 21 906

2005 389 48 180 59 676

2006 546 61 164 133 904

Tabel 12 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang

di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone

Tahun

Jenis alat tangkap Jumlah

upaya

(standar)

Pole and line Jaring insang hanyut

Pancing tonda

1996 10.530 6.877 4.058 21.491

1997 7.134 4.659 2.766 14.559

1998 4.911 3.207 1.904 10.022

1999 4.340 2.834 1.683 8.856

2000 1.527 997 592 3.116

2001 1.377 899 534 2.809

2002 2.003 1.308 777 4.088

2003 5.444 3.555 2.111 11.109

2004 4.059 2.651 1.574 8.284

2005 3.801 2.482 1.474 7.756

2006 5.145 3.360 1.995 10.500

Page 35: BAB III Metodologi Umum.pdf

68

Tabel 13 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang

di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone

Tahun

Jenis alat tangkap Jumlah

upaya

(standar)

Pole and line

Purse seine

Jaring insang hanyut

Pancing tonda

1996 601 313 870 92 1.876

1997 675 193 824 238 1.930

1998 777 344 724 163 2.008

1999 1.121 514 837 66 2.538

2000 588 203 572 299 1.661

2001 690 54 545 42 1.331

2002 707 115 430 179 1.431

2003 472 363 520 166 1.521

2004 1.415 911 658 1.280 4.263

2005 835 695 510 539 2.579

2006 1.612 642 736 446 3.436

Hasil tangkapan per trip (CPUE) pada masing-masing zona mengalami

fluktuatif. Untuk perairan pada Zona Utara CPUE terendah diperoleh pada

tahun 1996 sebesar 1.018 (ton/trip). Namun dalam kurun waktu 2004 – 2006

nilai CPUE mengalami penurunan dari 1,474 ton/trip menjadi 1,245 ton/trip, dan

tidak ada peningkatan jumlah trip. Untuk perairan pada Zona Tengah, CPUE

terendah diperoleh pada tahun 1997 sebesar 0.383 ton/trip. Namun dalam kurun

waktu 2001-2006 nilai CPUE mengalami penurunan dari 3,059 ton/trip menjadi

0,876 ton/trip, meskipun terjadi peningkatan jumlah trip. Sedangkan pada Zona

Selatan CPUE terendah diperoleh pada tahun 2004 sebesar 1.067 ton/trip.

Namun dalam kurun waktu 2001 – 2006 nilai CPUE mengalami penurunan dari

2,040 ton/trip menjadi 1,320 ton/trip, meskipun terjadi peningkatan jumlah trip

(Tabel 14, 15 dan 16).

Page 36: BAB III Metodologi Umum.pdf

69

Tabel 14 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone

Tahun Total Produksi (ton)

Total Upaya (trip)

CPUE (ton/trip)

1996 1.416,8 1.392 1,018

1997 1.534,3 1.247 1,231

1998 1.340,5 584 2,295

1999 1.515,2 1.390 1,090

2000 1.347,8 1.175 1,147

2001 1.206,3 1.092 1,104

2002 1.311,0 1.046 1,253

2003 1.357,9 1.163 1,167

2004 1.335,3 906 1,474

2005 992,6 676 1,469

2006 1.125,4 904 1,245

Tabel 15 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone

Tahun Total Produksi (ton)

Total Upaya (trip)

CPUE (ton/trip)

1996 9.965,5 21.962 0,464

1997 5.581,6 14.559 0,383

1998 6.821,2 10.022 0,681

1999 7.816,2 8.856 0,883

2000 8.105,6 3.116 2,602

2001 8.594,1 2.809 3,059

2002 8.994,2 4.088 2,200

2003 8.996,3 11.109 0,810

2004 9.013,0 8.284 1,088

2005 9.015,8 7.756 1,162

2006 9.196,1 10.500 0,876

Page 37: BAB III Metodologi Umum.pdf

70

Tabel 16 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone

Tahun Total Produksi (ton)

Total Upaya (trip)

CPUE (ton/trip)

1996 2.738,3 1.876 1,460

1997 2.614,1 1.930 1,354

1998 2.641,8 2.008 1,315

1999 3.460,0 2.538 1,363

2000 3.037,7 1.661 1,829

2001 2.715,4 1.331 2,040

2002 2.661,7 1.431 1,860

2003 2.664,9 1.521 1,752

2004 4.548,2 4.263 1,067

2005 4.450,2 2.579 1,725

2006 4.537,2 3.436 1,320

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1) untuk Zona Utara diperoleh nilai

Fhitung = 7,44 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara

jumlah upaya (trip) terhadap produksi dan keduanya mempunyai hubungan linier.

Nilai koefesien regresi b = 0,405 sedangkan nilai konstanta a = 890,3, koefisien

korelasi (r) = 0,67,sehingga model persamaan regresinya adalah y = 890,3 +

0,405 x (Gambar 26). Nilai r positif artinya bahwa peningkatan upaya

meningkatkan pula produksi (ton), namun pertambahan produksi per unit alat

semakin menurun, hal ini terlihat dari nilai hasil regresi antara CPUE dengan

upaya penangkapan (trip).

Gambar 26 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone.

Page 38: BAB III Metodologi Umum.pdf

71

Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 2) untuk Zona Utara

diperoleh nilai Fhitung = 18,19 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya

pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai

hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,0011 sedangkan nilai konstanta

a = 2,47, koefisien korelasi (r) = 0,82,sehingga model persamaan regresinya

adalah CPUE = 2,47 – 0,0011 upaya (Gambar 27). Dari persamaan di atas

menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun

dengan penambahan upaya (trip).

96

97

98

99000102

1163

0405

06

y = 2,47- 0,0011x

R² = 0,67

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

0 500 1000 1500

CP

UE

Upaya (trip)

Gambar 27 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone. Berdasarkan Gambar 27 menunjukkan bahwa korelasi negatif antara

upaya dan CPUE menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya semakin rendah

nilai CPUE. Korelasi negatif antara upaya dan CPUE mengindikasikan bahwa

produktivitas alat tangkap akan menurun bila upaya ditambah. Hubungan antara

upaya dan CPUE berbentuk linier (R2=0,67).

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 3) untuk Zona Tengah diperoleh

nilai Fhitung = 0,003 (P>0,05), maka hal ini menunjukkan tidak adanya

pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap produksi. Nilai koefesien regresi b

= 0,004 sedangkan nilai konstanta a = 8330,8, koefisien korelasi (r) =

0,02,sehingga model persamaan regresinya adalah y = 8330,8 + 0,004 x

(Gambar 28).

Page 39: BAB III Metodologi Umum.pdf

72

95

97

99

990001

02 0304

05 06

0

2000

4000

6000

8000

10000

0 5000 10000 15000 20000 25000

Pro

du

ksi (t

on

)

Upaya (trip)

y = 8330,8 + 0,004x

R2 = 0,0004

Gambar 28 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone.

Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 4) untuk Zona Tengah

diperoleh nilai Fhitung = 19,29 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya

pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai

hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,00014 sedangkan nilai konstanta

a = 2,58, koefisien korelasi (r) = 0,83,sehingga model persamaan regresinya

adalah CPUE = 2,58 – 0,00014 upaya (Gambar 29). Dari persamaan di atas

menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun

dengan penambahan upaya (trip).

9798

99

00

01

02

030405

06

y = 2,58 - 0,00014x

R² = 0,68

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

0 5000 10000 15000 20000

CP

UE

Upaya (trip)

Gambar 29 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone . Berdasarkan gambar 29 menunjukkan bahwa korelasi negatif antara

upaya dan CPUE menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya semakin rendah

nilai CPUE. Korelasi negatif antara upaya dan CPUE mengindikasikan bahwa

Page 40: BAB III Metodologi Umum.pdf

73

produktivitas alat tangkap akan menurun bila upaya ditambah. Hubungan antara

upaya dan CPUE berbentuk linier (R2=0,68).

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 5) untuk Zona Selatan diperoleh

nilai Fhitung = 31,05 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh

antara jumlah upaya (trip) terhadap produksi dan keduanya mempunyai

hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = 0,799 sedangkan nilai konstanta a =

1493,47, koefisien korelasi (r) = 0,88,sehingga model persamaan regresinya

adalah y = 1493,47 + 0,799 x (Gambar 30). Nilai r positif artinya bahwa

peningkatan upaya meningkatkan pula produksi (ton), namun pertambahan

produksi per unit alat semakin menurun, hal ini terlihat dari nilai hasil regresi

antara CPUE dengan upaya penangkapan (trip).

9697

98

9900

010203

040506

0

1000

2000

3000

4000

5000

0 1000 2000 3000 4000 5000

Pro

du

ksi (

ton

)

Upaya (trip)

y = 1493, 97 + 0,799x

R2 = 0,78

Gambar 30 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone.

Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 6) untuk Zona Selatan

diperoleh nilai Fhitung = 18,19 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya

pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai

hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,0003 sedangkan nilai konstanta

a = 2,12, koefisien korelasi (r) = 0,76,sehingga model persamaan regresinya

adalah CPUE = 2,12 – 0,0003 upaya (Gambar 31). Dari persamaan di atas

menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun

dengan penambahan upaya (trip)

Page 41: BAB III Metodologi Umum.pdf

74

969798 99

00

0102

03

04

05

06

y = 2.12 - 0.0003x R2 = 0.58

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

0 1000 2000 3000 4000 5000

CP

UE

Upaya (trip)

Gambar 31 Garis Regresi Linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone . Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Utara dengan

menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer

memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable

Yield) perikanan cakalang sebanyak 1.386 ton/tahun dengan upaya

penangkapan optimum sebesar 1.123 trip ( Gambar 32)

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250

Hasil

tan

gkap

an

(to

n)

Upaya tangkap (trip)

MSY = 1.386 ton

Fopt = 1.123 tripY = 2,47x - 0,0011x2

Gambar 32 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone.

Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Tengah dengan

menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer

memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable

96

97

98

99

00

0102 03

04

05

06

Page 42: BAB III Metodologi Umum.pdf

75

Yield) perikanan cakalang sebanyak 11.886 ton/tahun dengan upaya

penangkapan optimum sebesar 9.214 trip ( Gambar 33).

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

0 4000 8000 12000 16000 20000

Ha

sil ta

ng

ka

pa

n (

ton

)

Upaya Tangkap (trip)

Fopt = 9.214 trip

MSY = 11.886 ton

Y = 2,58x - 0,00014x2

Gambar 33 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone .

Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Selatan dengan

menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer

memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable

Yield) perikanan cakalang sebanyak 4.452 ton/tahun dengan upaya

penangkapan optimum sebesar 4.220 trip ( Gambar 34)

96

97

989900

01 02 030405 06

Page 43: BAB III Metodologi Umum.pdf

76

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

Hasil

Tan

gkap

an

(to

n)

Upaya Tangkap (trip)

Fopt = 4.220 trip

MSY = 4.452 ton

Y = 2,11x - 0,003x2

Gambar 34 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone.

Hasil perhitungan CPUE cakalang dalam seluruh kawasan Teluk Bone

disajikan Tabel 17.

Tabel 17 Nilai CPUE (ton/trip) seluruh perikanan cakalang dalam seluruh kawasan Teluk Bone

Tahun Total Produksi (ton)

Total Upaya (trip)

CPUE (ton/trip)

1996 14120,6 24758 0,570 1997 9739,0 17736 0,549 1998 10803,5 12614 0,856 1999 12791,4 12784 1,001 2000 12491,1 5952 2,099 2001 12515,8 5233 2,392 2002 12966,9 6565 1,975 2003 13019,1 13794 0,944 2004 14896,5 13453 1,107 2005 14458,6 11011 1,313 2006 14858,7 14840 1,001

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 7) untuk seluruh kawasan Teluk

Bone diperoleh nilai Fhitung = 0,06 (P>0,05), maka hal ini menunjukkan tidak

adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip). Nilai koefesien regresi b = 0,023

sedangkan nilai konstanta a = 12674,56, koefisien korelasi (r) = 0,08, sehingga

model persamaan regresinya adalah y = 12674,56 + 0,023 x (Gambar 35).

Page 44: BAB III Metodologi Umum.pdf

77

96

9710803,5

990001

02 03

0405 06

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

0 5000 10000 15000 20000 25000

Pro

du

ksi

(to

n)

Upaya (trip)

y = 12.647 +0,02xR2 = 0,01

Gambar 35 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) dalam seluruh kawasan Teluk Bone.

Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 8) untuk seluruh

kawasan diperoleh nilai Fhitung = 35,49 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan

adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya

mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,00011 sedangkan

nilai konstanta a = 2,633, koefisien korelasi (r) = 0,76, sehingga model

persamaan regresinya adalah CPUE = 2,633 – 0,00011 upaya (Gambar 36).

Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas

alat tangkap menurun dengan penambahan upaya (trip).

9697

9899

00

01

02

030405

06

0,000

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

0 5000 10000 15000 20000 25000

CP

UE

Upaya (trip)

y = -0,00011x + 2,633

R2 = 0,798

Gambar 36 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dalam seluruh kawasan Teluk Bone.

Page 45: BAB III Metodologi Umum.pdf

78

Hasil analisis potensi sumberdaya ikan cakalang dalam keseluruhan

zona untuk pemanfaatan bersama (shared stock) dengan menggunakan metode

Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer memperlihatkan nilai dugaan

potensi maksimum lestari (Maxsimum Sustainable Yield, MSY) perikanan

cakalang sebanyak 15.782 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum

sebesar 12.626 trip (Gambar 37).

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

0 5000 10000 15000 20000 25000

Hasil

Tan

gkp

an

(to

n)

Upaya Tangkap (trip)

Fopt = 12.626 trip

MSY = 15.782 ton

Y = 2,5x - 0,000099x2

Gambar 37 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) dalam seluruh kawasan Teluk Bone.

Berdasarkan hasil perhitungan pemanfaatan bersama stok sumberdaya

perikanan cakalang (shared stok) dalam rangka pengelolaan sumberdaya

perikanan cakalang di teluk Bone pada masing-masing zona diperoleh bahwa

untuk Zona Utara MSYSS dan FoptSS sebesar 1.263 ton/tahun dan 1.010 trip,

Zona Tengah MSYSS dan FoptSS sebesar 10.575 ton/tahun dan 7.828 trip dan di

Zona Selatan MSYSS dan FoptSS sebesar 3.946 ton/tahun dan 3.788 trip. Jika

dibandingkan nilai MSY dan Fopt pada masing-masing zona, yaitu Zona Utara

MSY dan Fopt sebesar 1.386 ton/tahun dan 1.123 trip, Zona Tengah MSY dan

Fopt sebesar 11.886 ton/tahun dan 9.214 trip dan di Zona Selatan MSYdan Fopt

sebesar 4.452 ton/tahun dan 4.220 trip maka nilai pemanfaatan bersama ini lebih

rendah.

96

9798

990001 02 03

0405 06

Page 46: BAB III Metodologi Umum.pdf

79

Hasil perhitungan besarnya alokasi upaya penangkapan optimum setiap

zona untuk memanfaatkan stok bersama disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Alokasi upaya (trip) penangkapan optimum pada zona Utara, Tengah dan Selatan untuk memanfaatkan stok bersama.

Jenis alat

Zona

Utara Tengah Selatan Fopt SS

(unit)

Propor si (%)

Aloka si (unit)

Fopt SS

(unit)

Propor si (%)

Aloka si (unit)

Fopt SS

(unit)

Propor si (%)

Aloka si (unit)

1.010 7.828 3.788

Pole and line

66 668 68 5.294 47 1.768

Purse seine

6 65 - - 27 1.019

Jaring insang hanyut

16 161 13 1.048 10 378

Pancing tonda

11 116 19 1.486 16 623

Untuk tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan ikan cakalang di teluk

Bone secara berkelanjutan sebaiknya menggunakan nilai MSY pemanfaatan

bersama (shared stok) dengan mempertimbangkan precautionary approach

(pendekatan kehati-hatian) pada perikanan tangkap. Pembahasan lebih detail

dijelaskan pada Bab 7.

4.5 Pembahasan

Produksi cakalang di Sulawesi Selatan sebagian besar dihasilkan dari

pesisir kawasan Teluk Bone. Kontribusi kawasan Teluk Bone terhadap produksi

cakalang di Sulawesi Selatan berkisar antara 47 - 68 % dengan rata-rata 59 %

per tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2006). Hal ini

menunjukkan bahwa kawasan Teluk Bone merupakan kawasan yang potensil

dalam pengembangan sumberdaya ikan cakalang di Sulawesi Selatan. Namun

demikian produksi ikan cakalang ini berfluktuasi dalam setahun. Jika

berdasarkan kuartal, maka produksi tertinggi dicapai pada kuartal IV yakni bulan

Oktober – Desember, disusul kuartal III yakni bulan Juli – September,

selanjutnya kuartal I yakni bulan Januari – Maret dan yang terendah pada kuartal

II yakni dari bulan Maret – Juni. Tingginya produksi pada kuartal IV (Oktober –

Desember) berhubungan dengan faktor angin musim yang terjadi di kawasan

Teluk Bone, karena pada kuartal IV masih berlangsung angin barat. Pada angin

barat tersebut arus permukaan teluk Bone relatif tenang dan mempengaruhi

musim penangkapan ikan cakalang. Simbolon (2011) menyatakan bahwa angin

Page 47: BAB III Metodologi Umum.pdf

80

yang tidak kencang dan tidak terjadi ombak merupakan puncak musim

penangkapan karena ikan cakalang akan cenderung berenang di permukaan dan

operasi penangkapan cakalang juga cukup kondusif.

Di kawasan Teluk Bone dikenal ada 4 (empat) musim penangkapan, yaitu

musim Barat (Desember – Pebruari), musim peralihan I (Maret – Mei), musim

Timur (Juni – Agustus) dan musim peralihan II (September – Nopember). Pada

musim Barat dan musim Timur terjadi perbedaan kondisi di kawasan Teluk Bone.

Pada musim Barat angin bertiup dari arah Barat, massa air di laut Flores berasal

dari laut Jawa dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini ditandai

dengan kondisi perairan yang teduh dan gelombang laut kecil. Sedangkan

pada musim Timur angin bertiup dari sebelah Timur, massa air di laut Flores

berasal dari laut Banda dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini

ditandai dengan kondisi perairan yang bergelombang laut cukup besar. Pada

musim Timur ini (sekitar bulan Juli) terjadi pengangkatan massa air dingin

(upwelling) dibagian Timur laut Flores dan menurun kembali pada bulan Oktober

(Nontji 1993), hal ini akan berpengaruh terhadap produksi hasil tangkapan

cakalang di kawasan Teluk Bone. Selanjutnya Amiruddin (1993) menyatakan

bahwa musim peralihan II (September – Nopember) merupakan musim terbaik

melakukan penangkapan di kawasan Teluk Bone khususnya di Kabupaten

Luwu.

Fluktuasi suhu permukaan laut bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di

sepanjang pantai kawasan Teluk Bone menunjukkan sebaran yang fluktuatif

dengan pola perubahan yang cenderung sama. Hasil citra satelit (Lampiran 24)

menunjukkan suhu permukaan laut relatif tinggi pada bulan Januari hingga April

dan cenderung memiliki pola yang sama di sepanjang perairan kawasan Teluk

Bone. Pada bulan Juni hingga Oktober suhu permukaan laut cenderung lebih

rendah di banding bulan-bulan lainnya.

Kecenderungan perubahan suhu permukaan laut tersebut disebabkan

proses pencampuran massa air, sebagaimana terlihat dari hasil citra satelit pada

bulan Mei dan Juni, massa air di Laut Flores terdapat massa air dengan suhu

permukaan laut yang relatif lebih dingin. Proses percampuran massa air yang

relatif dingin menyebabkan pada bulan Juni hingga Oktober suhu permukaan laut

perairan kawasan Teluk Bone cenderung lebih rendah dibandingkan bulan

lainnya. Kecenderungan perubahan ini di sebabkan oleh pengaruh munson di

perairan Indonesia, pola kecepatan dan arah angin mempengaruhi arus

permukaan laut. Bulan Maret angin barat semakin lemah dan bulan April kondisi

angin tidak menentu dan kondisi ini sebagai masa peralihan ke munson Timur

Page 48: BAB III Metodologi Umum.pdf

81

(Birowo 1982). Nontji (1993) menyatakan bahwa di Teluk Bone dan Laut Flores

kemungkinan terjadi pengangkatan massa air (up welling) dalam skala kecil.

Pengangkatan massa air ini diduga terjadi pada bulan Maret dan mencapai

permukaan pada bulan Juli dan menurun kembali pada bulan Oktober. Dari citra

NOOA/AVHRR bulan Juli sampai September 1998 terlihat massa air dingin di

bagian Timur Laut Flores. Kondisi seperti ini diperkirakan ada hubungannya

dengan massa air dingin dari Laut Banda yang pada saat yang sama terjadi

penaikan massa air di Laut Banda yang berpengaruh terhadap musim

penangkapan cakalang di Teluk Bone (Amiruddin 1993 dan Hengky 2002).

Suhu permukaan laut yang diperoleh dari citra dalam kurun waktu 2 tahun

berkisar antara 27,0 – 31,70C. Variasi suhu tersebut disebabkan oleh beberapa

faktor seperti pengaruh massa air yang masuk ke dalam kawasan teluk Bone,

penaikan massa air (upwelling), pengaruh daratan dan kedalaman perairan.

Suhu disekitar perairan pantai lebih tinggi dibandingkan di laut lepas, karena

pada perairan pantai lebih dangkal sehingga penetrasi matahari lebih efektif

menjangkau permukaan sampai ke dasar perairan. Suhu di sekitar perairan

pantai kawasan teluk Bone berkisar antara 32 – 340C dan di laut lepas 29 – 310C

(Nessa et al. 2002).

Nilai salinitas selama penelitian menunjukkan sebaran yang fluktuatif

dengan pola perubahan yang cenderung sama. Nilai salinitas yang diperoleh

adalah nilai salinitas yang diukur pada saat kapal melakukan setting. Nilai

salinitas ini lebih tinggi dibandingkan nilai salinitas yang dilaporkan oleh DKP

(2006) yaitu 30-31 o/oo. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh lokasi

pengambilan sampel, pasang surut dan musim. Lokasi pengambilan sampel

yang dekat muara sungai akan menurunkan nilai salinitas karena dilusi air tawar

dari sungai yang memiliki salinitas rendah. Selanjutnya menurut Nessa et al.

(2002) menyatakan bahwa variasi salinitas di Teluk Bone tidak hanya

dipengaruhi oleh pasang surut namun juga bergantung pada musim baik pada

lapisan permukaan dan lapisan bawah. Nilai salinitas pada musim Timur lebih

rendah dari musim Barat. Jika dihubungkan dengan aspek bioekologi cakalang

maka salinitas di Teluk Bone merupakan salinitas yang dapat ditoleransi oleh

cakalang. Toepoer (1976 diacu dalam Simbolon 2011) mengemukakan bahwa

salinitas yang cocok untuk cakalang berkisar antara 32-35 o/oo, sedangkan

Gunarso (1985) juga mengemukakan bahwa cakalang hidup pada perairan

dengan salinitas 33-35 o/oo.

Sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan kawasan Teluk Bone dalam

kurun waktu 2 tahun menunjukkan bahwa di Zona Utara lebih tinggi dibandingkan

Page 49: BAB III Metodologi Umum.pdf

82

Zona Tengah dan Selatan, sehingga dapat dikatakan bahwa pada Zona Utara ini

memiliki produktivitas yang tinggi dibandingkan kedua zona lainnya, karena di

Zona Utara perairannya lebih dangkal di badingkan Zona Tengah dan Selatan

sehingga penetrasi sinar matahari hampir menembus kolom air menyebabkan

proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Produktivitas perairan

berkaitan dengan proses percampuran massa air dari lapisan bawah yang kaya

nutrien ke lapisan permukaan dan di bantu cahaya akan terjadi proses

fotosintesa oleh fitoplankton (Birowo 1982 ; Tubalawony et al. 2007). Dengan

demikian banyaknya konsentrasi klorofil-a dapat dijadikan ukuran produktivitas

suatu perairan.

Untuk mengeksploitasi cakalang, maka nelayan menggunakan alat

tangkap yang khusus yaitu pole and line, meskipun cakalang dapat pula

tertangkap oleh alat tangkap yang lain sebagai hasil tangkapan sampingan.

Produksi yang dihasilkan dari pole and line mencapai 62,12 %. Meskipun

produksi yang dihasilkan cukup tinggi namun bukan berarti tidak ada

permasalahan yang dihadapi. Masalah utama yang dihadapi nelayan adalah

ketersediaan umpan hidup baik secara kualitas maupun kuantitas.

Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sangat tergantung oleh

ketersediaan umpan hidup. Jenis umpan hidup yang digunakan adalah dari jenis

teri. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh nelayan Sorong yang

menggunakan pula jenis teri yaitu Stolephorus zollongeri and S. celebicus (Gafa

1986 diacu dalam Rosana 1994). Umpan hidup ini memiliki karakteristik

tersendiri seperti warna yang menarik, ukuran 3 - 6 cm, daya tahan hidupnya

lama dan selalu tinggal dekat dengan kapal saat di tebar ke laut.

Nilai produksi akan meningkat seiring dengan meningkatnya upaya, hal

ini terlihat dari Gambar 21, 23, 25 dan 30, baik pada masing-masing zona dalam

teluk maupun seluruh kawasan dalam teluk. Meskipun produksi meningkat

namun produktivitas setiap unit mengalami penurunan, hal ini terlihat dari nilai

CPUE pada masing-masing zona yaitu Utara, Tengah dan Selatan semakin

menurun dengan penambahan upaya (trip). Demikian juga dengan nilai MSY dan

Upaya optimum yang sudah terlampaui, sehingga dengan demikian

pertambahan upaya (trip) sudah tidak lagi berpengaruh terhadap peningkatan

hasil tangkapan per unit upaya. Kemungkinan menurunnya CPUE juga karena

tidak menentunya lokasi penangkapan ikan serta akibat pengaruh perubahan

kondisi alam/lingkungan (cuaca, angin, salinitas, musim) terhadap populasi dan

komunitas sumberdaya. Menurut Potier et al. (1988) stok ikan pelagis sangat

peka terhadap perubahan lingkungan terutama penyebaran salinitas secara

Page 50: BAB III Metodologi Umum.pdf

83

spasial yang dibangkitkan oleh angin munson. Selanjutnya menurut Boely et al.

(1990) pengaruh kondisi lingkungan perairan memegang peranan yang signifikan

dalam perubahan CPUE (catch per effort unit) sedang angin dan hujan

berpengaruh langsung terhadap kegiatan penangkapan dan hasil tangkapan.

Hal tersebut merupakan indikator bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan

cakalang tersebut sudah tinggi. Fenomena tersebut merupakan konsekuensi

yang wajar dalam pemanfaatan sumberdaya yang bersifat terbuka (open

access). Dengan demikian maka harus segera diambil tindakan pengelolaan

yang tepat misalnya dengan cara tidak menambah (status quo) jumlah alat

tangkap agar pemanfaatan sumberdaya cakalang dapat berkelanjutan dan

terjamin kelestariannya.

Pemanfaatan bersama stok sumberdaya perikanan cakalang (shared

stok) pada masing-masing zona dalam kawasan Teluk Bone adalah salah satu

teknik pengelolaan perikanan. Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa

shared stok dapat dilakukan dengan (1) melakukan pengendalian terhadap kuota

hasil tangkapan per jenis atau kelompok jenis dan bila memungkinkan juga per

wilayah dan (2) Pengendalian terhadap kuota upaya penangkapan

Metode yang dipakai untuk menghitung nilai MSY adalah dengan

mengolah data sekunder tentang produksi ikan berupa hasil tangkapan (catch)

dan upaya penangkapan (effort), berupa jumlah unit atau trip alat tangkap yang

digunakan. Untuk menentukan nilai MSY digunakan model produksi surplus

menurut Shaefer. Namun kelemahan dari metode ini adalah karena lebih cocok

digunakan untuk monospecies, sementara di negara beriklim tropis seperti

Indonesia yang jenis ikannya multispecies maka metode ini memberikan hasil

yang kurang tepat.

4. 6 Kesimpulan

(1) Alat tangkap yang khusus digunakan untuk menangkap cakalang

di kawasan Teluk Bone adalah pole and line, namun dapat pula

tertangkap oleh alat lain seperti purse seine, jaring nsang hanyut dan

pancing tonda.

(2) Lokasi penangkapan cakalang dilakukan pada daerah rumpon atau pada

daerah-daerah yang dimana terdapat banyak burung-burung yang

beterbangan atau kawanan ikan lumba-lumba.

(3) Nilai suhu di Zona Utara adalah 28,8-31,70C, Zona Tengah 27,9-31,50C

dan Zona Selatan 27,0-31,10C; konsentrasi klorofil-a di Zona Utara

Page 51: BAB III Metodologi Umum.pdf

84

adalah 0,26-0,78 mg/m3, Zona Tengah 0,14-0,38 mg/m3 dan Zona

Selatan 0,17-0,31 mg/m3; salinitas di Zona Utara adalah 32,4-33,8 o/oo,

Zona Tengah 32,6-33,9 o/oo, dan Zona Selatan adalah 32,5-33,8 o/oo.

(4) Nilai CPUE yang diperoleh di Zona Utara dari tahun 1996-2006 berkisar

antara 1,018 – 2,295 ton/trip, di Zona Tengah berkisar antara 0,383 –

3,059 ton/trip dan di Zona Selatan berkisar antara 1,067 – 2,040 ton/trip.

Nilai dugaan potensi maksimum lestari (maksimum sustainable yield)

perikanan cakalang di Zona Utara sebanyak 1.387 ton/tahun dengan

upaya penangkapan optimum sebesar 1.123 trip, di Zona Tengah

sebanyak 11.886 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum

sebesar 9.214 trip dan di Zona Selatan sebanyak 4.452 ton/tahun dengan

upaya penangkapan optimum sebesar 4.220 trip

(5) Nilai MSY dan Fopt dalam seluruh kawasan teluk Bone dalam rangka

pemanfaatan bersama sumberdaya perikanan cakalang (shared stok)

pada masing-masing zona diperoleh bahwa untuk Zona Utara MSYSS dan

FoptSS sebesar 1.263 ton/tahun dan 1.010 trip, Zona Tengah MSYSS dan

FoptSS sebesar 10.575 ton/tahun dan 7.828 trip dan di Zona Selatan

MSYSS dan FoptSS sebesar 3.946 ton/tahun dan 3.788 trip.

(6) Alokasi upaya (trip) penangkapan optimum pada Zona Utara alat tangkap

pole and line sebesar 668 unit, purse seine 65 unit, jaring insang hanyut

161 unit dan pancing tonda 116 unit ; Zona Tengah alat tangkap pole and

line sebear 5.294 unit, jairng insang hanyut sebesar 1.048 unit dan

pancing tonda 1.486 unit; dan Zona Selatan alat tangkap pole and line

sebesar 1.768 unit, purse seine sebesar 1.019 unit, jaring insang hanyut

sebesar 378 unit dan pancing tonda sebesar 623 unit.

(7) Penambahan upaya (trip) akan menurunkan CPUE (ton/trip) hal ini berarti

penambahan trip telah menyebabkan sumberdaya ikan cakalang

berkurang.