BAB III METODE PENELITIAN -...
Transcript of BAB III METODE PENELITIAN -...
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
89
BAB III
METODE PENELITIAN
Penulisan Bab III mengenai metode penelitian menguraikan tentang proses
persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam proses persiapan diuraikan mengenai
desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, serta penyusunan instrumen
penelitian. Tahap pelaksanaan penelitian meliputi prosedur penelitian, dan analisis
data penelitian. Secara rinci uraian dijabarkan sebagai berikut.
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas teknik konseling
metafora untuk meningkatkan tanggung jawab siswa Kelas 1 SD. Sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian maka pendekatan yang digunakan
dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif.
Terdapat tiga jenis variabel dalam penelitian, yaitu:
1. Variabel independen : Teknik Konseling Metafora
2. Variabel dependen : Tanggung jawab
3. Variabel moderator : IQ dan jenis kelamin
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah untreathed
control group design with dependent pretest and posttest samples (Cook &
Campbell, 1979; Heppner, Wampold, dan Kivlighan, 2008). Desain ini
menggunakan pengukuran sebanyak dua kali yang dikenakan pada kelompok
kontrol dan eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Penggunaan
desain eksperimen dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam format sebagai
berikut.
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian Eksperimen Kuasi
Random O X O
Ekperimen R O1 X O2
Kontrol R O1 -X O2
Perlakuan Kelompok
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
90
Keterangan:
1. O1 : Pretest
2. O2 : Posttest
3. X : Perlakuan Teknik Konseling Metafora
4. -X : Tanpa Perlakuan Teknik Konseling Metafora
Kerlinger (1999) menyatakan bahwa syarat penelitian eksperimen murni
adalah: (1) adanya manipulasi minimal terhadap satu variabel; (2) pengambilan
subjek penelitian dilakukan secara acak; (3) pemberian perlakuan kepada kelompok
dilakukan secara acak pula. Jika dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi karena
suatu alasan, maka penelitian disebut sebagai penelitian dengan rancangan
eksperimen kuasi. Berdasar uraian tersebut, maka penelitian ini menggunakan
desain eksperimen kuasi, yaitu eksperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran
dampak, unit eksperimen, namun tidak menggunakan pengambilan subjek secara
acak dalam pemilihan subjek karena seluruh subjek dalam populasi digunakan.
Populasi subjek penelitian dipilih berdasar skor nilai karakter tanggung jawab
subjek yang berada dalam kategori skor sedang, rendah dan sangat rendah. Alasan
peneliti memilih eksperimen kuasi juga sejalan dengan pandangan Heppner,
Wampold, dan Kivlighan (2008;182) bahwa pemilihan responden secara acak sulit
dilakukan dalam setting pendidikan, terdapat pertimbangan etis dalam memberikan
layanan, kesulitan dalam melakukan pengontrolan secara penuh, dan kesulitan
dalam menetapkan kelompok kontrol yang tepat.
Dalam penelitian ini akan dikumpulkan dua jenis, yaitu data kuantitatif yang
digunakan untuk menguji efektivitas teknik konseling metafora dalam
meningkatkan tanggung jawab siswa. Setelah data kuantitatif diperoleh akan
ditindaklanjuti dengan pengumpulan data kualitatif yang digunakan sebagai
pendukung data kuantitatif untuk dapat lebih memberikan pemaknaan dan
pengayaan terhadap dinamika hasil penelitian yang diperoleh. Data kualitatif akan
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
91
dikumpulkan terhadap subjek-subjek penelitian yang memperoleh skor ekstrim
setelah perlakuan diterima atau subjek outlier.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
92
Terdapat dua jenis data kualitatif yang akan digali dalam penelitian ini yakni
data mengenai keterlibatan subjek dalam proses konseling dan data mengenai
perubahan tanggung jawab subjek menurut guru dan orang tua. Data kualitatif tentang
keterlibatan responden yang mendukung dan menghambat peningkatan tanggung
jawab selama proses perlakuan diperoleh dari hasil FGD dengan para observer asisten
peneliti yang mengamati proses konseling.
Berikut ini disajikan diagram pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
desain penelitian eksperimen yang akan dilakukan.
(FGD)
Gambar 3.1 (Sumber: Adaptasi dari Creswell & Clark, 2007, Creswell,
2010)
Berdasar diagram tersebut dapat dijabarkan tahap penelitian kuantitatif dan
kualitatif sebagai berikut:
a. Tahap Kuantitatif dilakukan melalui pretes dan posttest. Pengukuran tanggung
jawab siswa sebelum perlakuan dilakukan selama satu pekan demikian pula
pengukuran setelah perlakuan dilakukan selama satu pekan. Data yang diperoleh
HASIL DAN
INTERPRETASI
KESELURUHAN QUANTITATIF kualitatif
PROSEDUR: Dua kelompok:
kelompok kontrol & eksperimen
Hasil pengukuran: skor tanggungnjawab pre-test dan post-test
Observasi PRODUK: Uji statistik (analisis
data)
PROSEDUR: Observasi Wawancara FGD Dokumen
hasil karya siswa
PRODUK: Dinamika
penelitian
PROSEDUR: Diskusi
efektivitas intervensi
PRODUK: Diskusi
hasil
penelitian
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
93
akan dianalisis secara statistik.
b. Tahap kualitatif dilakukan selama perlakuan dan setelah perlakuan selesai
dilakukan. Hasil analisis data kuantitatif pada tahap pertama menghasilkan
kasus-kasus ekstrem dan outlier (Creswell & Clark, 2007) yang kemudian
ditindaklanjuti dengan pengumpulan data kualitatif mengenai kasus-kasus
ekstrem tersebut. Dalam tahap ini data dikumpulkan dengan teknik observasi
langsung terhadap anak selama perlakuan dan setelah perlakuan, mengamati hasil
karya siswa selama perlakuan, wawancara semi terstruktur dengan guru dan
kepala sekolah, serta focus group discussion (FGD) yang melibatkan orang tua,
observer, dan guru.
Tabel 3.2. Alur Pengumpulan Data Kuantitatif dan Kualitatif
METODE PROSES HASIL ANALISIS
Kuantitatif 1. Pre-test
Melakukan observasi berpedoman
pada checklist observasi tanggung
jawab yang telah disiapkan.
Observasi dilakukan selama satu
pekan sebelum perlakuan diberikan.
Skor pre-test Uji statistik:
1. Deskriptif
2. Anacova
3. Anava
2. Post-test
Melakukan observasi berpedoman
pada checklist observasi tanggung
jawab yang telah disiapkan.
Observasi dilakukan selama satu
pekan setelah perlakuan diberikan
Skor post-test
Kualitatif 1. Selama perlakuan berlangsung:
Observasi partisipan dengan
pencatatan naratif mengenai berbagai
perilaku yang menghambat dan
mendukung keterlibatan subjek
penelitian dalam mengikuti konseling
metafora.
Hasil
observasi
dalam bentuk
narasi
Analisis
kualitatif
tematik
2. Setelah perlakuan:
a. Wawancara dengan guru dan
kepala sekolah
b. FGD dengan guru dan orang tua.
Hasil
verbatim
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
94
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Muhammadiyah 1 Alternatif (SD Mutual) Kota
Magelang. Terdapat dua hal yang mendasari pemilihan SD tersebut sebagai lokasi
penelitian. Alasan yang utama berkaitan dengan hasil studi pendahuluan yang
menunjukkan masih rendahnya perilaku tangung jawab siswa kelas 1 berdasar
penilaian guru dan hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, serta peran
SD Mutual sebagai sekolah percontohan di wilayah Jawa Tengah yang perlu
dioptimalkan tidak hanya kualitas kognitif namun juga karakter siswa. Alasan
kedua berkaitan dengan pertimbangan praktis sebagai berikut: (1) SD Mutual
menyatakan kesediaan untuk bekerja sama dalam pelaksanaan penelitian, (2) SD
Mutual memiliki jumlah kelas 1 sebanyak 4 kelas, sehingga peneliti dapat
memperoleh jumlah subjek penelitian yang memadai sebagai kelompok kontrol dan
eksperimen; (3) SD Mutual menerapkan pembelajaran yang dimulai pukul 6.30.
Selama ini, waktu tersebut digunakan sebagai waktu pembiasaan ibadah, melalui
kegiatan mengaji dan sholat Dhuha. Periode waktu tersebut (06.30-07.15) memberi
kesempatan pada peneliti untuk memberi perlakuan tanpa mengganggu jam
pelajaran siswa.
2. Subjek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak yang berada pada
tahap perkembangan kanak-kanak tengah atau masa middle childhood (Papalia,
Olds, & Feldman, 2002:294), yang masih duduk di kelas 1 SD Mutual Kota
Magelang dan memiliki kategori skor tanggung jawab dalam kelompok sedang,
rendah dan sangat rendah. Usia midle childhood dipilih sebagai populasi
penelitian didasarkan pada pendapat Bennett, dkk (1999) yang menyatakan bahwa
usia SD merupakan usia penting untuk membantu anak mengembangkan kebiasaan
dan nilai-nilai yang akan terus dibawa dalam keseharian anak. SD merupakan dasar
bagi keberhasilan pendidikan di masa-masa selanjutnya.
Berdasar pertimbangan tersebut, penelitian ini melibatkan siswa Kelas 1 SD
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
95
sebagai partisipan yang akan dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Pemilihan populasi penelitian didasari oleh karakteristik yang telah peneliti
tentukan. Secara rinci karakteristik populasi penelitian adalah:
a. Siswa berusia 6-7 tahun.
b. Merupakan siswa Kelas 1 SD Muhammadiyah 1 Alternatif (SD Mutual)
Kota Magelang.
c. Tidak mengalami hambatan perkembangan dalam aspek kognitif dibuktikan
dari hasil tes IQ dan wawancara dengan guru.
d. Tidak mengalami hambatan perkembangan dalam aspek emosi yang
diketahui dari hasil wawancara dengan guru.
e. Memiliki skor tanggung jawab dalam kategori sedang, rendah atau sangat
rendah, berdasar hasil observasi awal dan keterangan dari guru.
Subjek penelitian dipilih berdasar hasil observasi tanggung jawab awal,
yaitu subjek dengan skor tanggung jawab dalam kategori sedang, rendah dan
sangat rendah. Kategori skor observasi dibuat berdasarkan model distribusi normal
rerata ideal dan standar deviasi ideal (Azwar, 2002; Koyan, 2012), sehingga
diperoleh kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, sebagai
berikut:
Tabel 3.3 Standar Kategorisasi Perilaku Tanggung Jawab Siswa
Berdasar Distribusi Normal Teoritik
Rentang Skor Kategori/Predikat Skor
Mi + 1,5 SDi < Mi + 3,0 SDi Sangat Tinggi ≧ 142
Mi + 0,5 SDi < Mi + 1,5 SDi Tinggi 111 s.d 143
Mi – 0,5 SDi < Mi + 0,5 SDi Sedang 79 s.d 111
Mi – 1,5 SDi < Mi – 0,5 SDi Rendah 47 s.d 79
Mi – 3,0 SDi < Mi – 1,5 SDi Sangat Rendah ≦ 46
Kategori tersebut digunakan sebagai pedoman untuk menentukan dan
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
96
menyeleksi siswa yang akan digunakan sebagai subjek penelitian berdasar skor
pengamatan awal. Selain dari hasil pengamatan, penentuan subjek penelitian juga
didasarkan pada hasil FGD dengan guru wali Kelas 1 SD Mutual. Berdasar proses
tersebut, diperoleh 51 jumlah siswa dari empat kelas yang dibagi dalam
kelompok kontrol dan eksperimen. Pembagian subjek dalam kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen dilakukan dengan menggunakan teknik sampling acak
sederhana (simple random sampling) dengan melakukan undian terhadap
masing-masing subjek. Hasil akhir pengundian diperoleh 25 subjek menjadi
kelompok eksperimen dan 26 subjek di kelompok kontrol. Berikut ini dapat
diketahui pengelompokan subjek penelitian berdasar norma kategori skor karakter
tanggung jawab awal pada masing-masing kategori, sebagai berikut:
Tabel 3.4. Sebaran Subjek dalam Kelompok Penelitian
Kelompok Kategori Skor Subjek Penelitian Total
1 2 3 4 5
Eksperimen 5 14 6 0 0 25
Kontrol 1 19 6 0 0 26
Keterangan:
1 = sangat rendah
2 = rendah
3 = sedang
4 = tinggi
5 = sangat tinggi
Kelompok eksperimen akan mendapatkan perlakuan berupa teknik konseling
metafora sedangkan kelompok kontrol akan mendapat perlakuan yang sama dengan
kelompok ekperimen setelah penelitian selesai dilaksanakan (waiting list group).
Perlakuan kelompok kontrol sebagai waiting list group dilakukan untuk memenuhi
kode etik penelitian, sehingga semua subjek yang telah diketahui memiliki kategori
skor karakter tanggung jawab rendah akan dapat memperoleh perlakuan yang sama
setelah penelitian selesai.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
97
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional dalam penelitian ini dirumuskan untuk menghindari
kesalahtafsiran terhadap makna, sebagai berikut.
1. Tanggung jawab
Tanggung jawab dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa yang dapat
diamati melalui perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pribadi dan sosial
siswa Kelas 1 SD Mutual selama berada di sekolah. Perilaku tanggung jawab
diamati berdasar indikator tanggung jawab pribadi dan sosial sebagai berikut. (a)
Tanggung jawab pribadi terdiri dari kemampuan anak untuk dapat memegang
komitmen pribadi yang ditunjukkan dalam kemampuan mengutamakan hal yang
dianggap penting, komitmen untuk melaksanakan kewajiban sepenuh hati,
mencoba melakukan sesuatu dengan berbagai cara, dan (2) Tanggung jawab sosial
yang terdiri dari kemampuan merespon apa yang diinginkan orang lain, perduli dan
memberi perhatian kepada orang lain, meringankan dan memberi yang terbaik,
menjadikan lingkungan menjadi lebih baik, dan bersedia berkorban untuk
kepentingan sesama. Pengukuran perilaku tanggung jawab dilakukan dengan
mengamati berbagai perilaku yang ditunjukkan selama anak di sekolah melalui
observasi partisipan dengan teknik time sampling pada pagi dan siang baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Skor tanggung jawab anak diperoleh dengan
menjumlah total frekuensi perilaku yang muncul dalam checklist yang telah
dikonversikan ke dalam skor interval.
2. Teknik Konseling Metafora
Teknik konseling metafora merupakan serangkaian kegiatan untuk anak
kelas satu di sekolah dasar yang dikemas dalam cerita-cerita metafora yang didasari
oleh penggunaan dua jenis metafora, yakni metafora bahasa dan visual atau
gambar. Teknik konseling ini dikemas dalam modul konseling yang diberi nama
STAR KIDS (Story Teach A Responsibility for Kids). Dalam teknik konseling
metafora, konselor memfasilitasi anak mengubah perilaku tidak bertanggung jawab
menjadi perilaku yang bertanggung jawab melalui cerita-cerita metafora yang dapat
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
98
menimbulkan rasa empati pada diri anak, sehingga meningkatkan dorongan dalam
diri anak untuk berperilaku baik. Cerita metafora dalam seting kelompok
diterapkan bagi anak usia 6-7 tahun mengingat pada usia tersebut anak memiliki
kecintaan pada cerita, berada dalam masa imajinatif, bermain, dan belajar dari
interaksi dengan guru dan teman sebaya. Rangkaian kegiatan anak dalam teknik
konseling metafora meliputi tahapan berikut ini.
a. Penjelasan tentang tujuan kegiatan dan beragam kegiatan yang akan dilakukan
bersama.
b. Perumusan aturan yang disepakati bersama mengenai aturan kelompok selama
proses konseling berlangsung.
c. Perumusan konsekuensi yang akan diterima anak selama eksperimen
berlangsung. Konsekuensi yang digunakan lebih menekankan pada pemberian
token economy bagi anak yang mengikuti aturan yang telah disepakati.
d. Pelaksanaan teknik konseling metafora dalam proses konseling melalui empat
tahap, yaitu: mengenalkan penggunaan metafora dalam bentuk cerita;
mengeksplorasi penggunaan metafora; mentransformasi atau membingkai
kembali metafora dengan mendorong konseli (anak) melakukan perubahan
makna metafora secara positif; dan menghubungkan metafora dengan dunia
nyata (Secara rinci tahapan penerapan Teknik Konseling Metafora “STAR
KIDS” dapat dilihat pada lampiran modul).
Penerapan teknik konseling metafora akan dilakukan dengan dilengkapi oleh
seperangkat media konseling yang terdiri dari model pelaksanaan teknik konseling
metafora, modul konseling berisi kumpulan cerita metafora, buku kegiatan siswa,
buku laporan kegiatan siswa. Isi masing-masing media tersebut, sebagai berikut.
a. Model pelaksanaan teknik konseling metafora berisi rangkaian atau prosedur
berbagai kegiatan yang akan dilakukan konselor (peneliti) dan anak selama
proses perlakuan berlangsung. Model ini berisi pedoman umum operasional
konseling yang meliputi: (1) Rasional; (2) Visi dan Misi; (3) Deskripsi
Kebutuhan; (4) Tujuan; (5) Komponen Modul; (6) Sasaran Intervensi; (7)
Rencana Operasional; (8) Pengembangan Tema/Topik; (9) Satuan Layanan BK;
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
99
(10) Kualifikasi Konselor; dan (11) Penilaian atau Evaluasi.
b. Modul pelaksanaan konseling berisi kumpulan cerita metafora yang terdiri dari
15 cerita metafora yang telah dirangkum dari berbagai sumber yang sesuai
dengan tujuan meningkatkan tanggung jawab anak. Modul ini bertujuan untuk
memudahkan peneliti dalam menyampaikan cerita yang digunakan sebagai
media konseling dalam memberi perlakuan kepada siswa.
c. Buku kegiatan siswa berisi berbagai lembar kerja yang akan dilakukan anak
setelah mendengar cerita metafora sebagai bentuk eksplorasi penggunaan
metafora dalam bentuk metafora visual. Buku ini diharapkan dapat membantu
anak dalam mentransformasi atau membingkai metafora dengan mendorong
konseli (siswa) melakukan perubahan makna metafora secara positif; dan
menghubungkan metafora dengan dunia nyata.
d. Buku Laporan Kegiatan berisi hasil observasi dan penilaian peneliti mengenai
jalannya eksperimen. Buku ini akan memudahkan peneliti dalam mencatat
berbagai kejadian selama eksperimen berlangsung, sehingga dapat memudahkan
peneliti dalam melakukan refleksi hasil pelaksanaan eksperimen dan mengetahui
berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku tanggung jawab siswa
selama perlakuan.
Pelaksanaan konseling metafora dilaksanakan dalam 15 kali pertemuan di dalam
kelas, yang akan dipandu oleh seorang konselor, dibantu oleh co-konselor (asisten
konselor dan wali kelas) dan observer. Masing-masing pertemuan membutuhkan
waktu 30-60 menit. Rincian materi secara lengkap terdapat dalam Modul
Pelaksanaan Teknik Konseling Metafora “STAR KIDS”.
3. Kecerdasan (inteligensi) dalam penelitian ini mengacu pada konsep kecerdasan
umum berupa kemampuan persepsi dan berpikir logis sistematis yang ditunjukkan
dari kemampuan subjek dalam mencari hubungan gambar soal dan pilihan
jawaban. Pengukur kecerdasan (IQ) dilakukan dengan menggunakan tes skala
Raven seri SPM yang terdiri dari 60 soal berupa gambar-gambar dengan pola
hubungan dari tingkat yang paling mudah sampai paling sulit.
4. Jenis Kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah label yang diberikan
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
100
kepada anak mengenai identitas sebagai laki-laki atau perempuan sejak dilahirkan.
Jenis kelamin dalam penelitian ini diketahui dari data dokumentasi sekolah dan
ciri-ciri fisik yang dapat diamati sesuai seragam sekolah yang dikenakan siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data, Pengembangan Instrumen, dan Tahap Penelitian
1. Teknik Pengumpul Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
dua jenis pengumpulan data, yakni pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif dikumpulkan dengan melakukan observasi terstruktur menggunakan
lembar pedoman checklist observasi. Instrumen yang disusun dalam penelitian ini
berupa checklist observasi perilaku tanggung jawab anak di sekolah yang dilengkapi
dengan pedoman observasi. Lembar checklist digunakan untuk mengumpulkan data
kuantitatif mengenai perilaku tanggung jawab anak sebelum dan sesudah pemberian
perlakuan. Data yang diperoleh berupa jumlah frekuensi perilaku yang dimunculkan
anak selama proses pengamatan berlangsung yang akan dikonversi ke dalam skor
interval.
Selain data kuantitatif, dilakukan pula pengumpulan data kualitatif sebagai
pendukung dengan menggunakan lembar pedoman FGD (Focus Group Disscusion)
dan wawancara semi terstruktur, serta lembar survey sebagai validasi sosial teknik
konseling metafora. FGD dan wawancara setelah perlakuan dimaksudkan untuk
memperoleh data mengenai dampak perlakuan terhadap perilaku tanggung jawab
anak selama di sekolah yang dirasakan guru setelah anak memperoleh perlakuan.
FGD juga dilakukan terhadap para wali murid (orang tua) di kelompok eksperimen.
Pelaksanaan FGD dan wawancara menggunakan teknik semi terstruktur yang telah
dilengkapi dengan pedoman wawancara.
Data kualitatif setelah perlakuan hanya dilakukan terhadap kelompok
eksperimen mengingat data kualitatif hanya sebagai pendukung data kuantitatif
setelah subjek menerima perlakuan. Selain itu, pengumpulan data kualitatif bagi
semua responden tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu dan biaya
penelitian.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
101
2. Pengembangan Instrumen Penelitian
a). Penyusunan Checklist dan Pedoman Observasi Tanggung Jawab
Dalam penelitian ini teknik observasi merupakan teknik pengumpulan data
utama yang digunakan untuk mengamati perilaku karakter tanggung jawab anak.
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara
sistematik dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indera terutama mata.
Observasi merupakan alat utama yang digunakan oleh peneliti dan ahli klinis yang
digunakan dalam asesmen masalah-masalah perilaku, sosial, dan emosi anak.
Pelaksanaan observasi perilaku secara langsung (direct behavioral observation)
merupakan suatu prosedur dimana observer mengembangkan target perilaku yang
diamati sesuai dengan definisi operasional yang dikembangkan, mengamati subjek,
dan mencatat secara sistematis perilaku tersebut (Merrel, 2003). Proses observasi
dapat difokuskan pada frekuensi, kenampakan, dan kesiapan perilaku tersebut
muncul untuk dapat diamati (Miller, 1998).
Observasi digunakan dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan
beberapa alasan, sebagai berikut: (a) anak sebagai subjek penelitian belum
memiliki kemampuan untuk melakukan retrospeksi secara mendalam; (b). anak
usia 6-7 tahun di kelas satu SD masih berada dalam tahap perkembangan berpikir
tingkat operasional konkrit (Piaget dalam Santrock, 2002), hal ini menyebabkan
anak belum mampu berpikir abstrak dan mampu menjawab pertanyaan atau
menuliskan jawaban tentang nilai-nilai karakter yang ada dalam diri mereka dengan
gamblang. Pernyataan-pernyataan tentang nilai karakter relatif bersifat abstrak dan
sulit untuk dipahami anak-anak, sehingga kemungkinan untuk melakukan
pengumpulan data melalui proses wawancara dan angket terhadap anak kurang
efisien; c). tanggung jawab tercermin dalam berbagai indikator perilaku yang dapat
diamati. Kondisi ini mendukung metode pengamatan sebagai salah satu teknik
pengumpulan data yang tepat untuk digunakan.
Berdasar seting pengamatan yang dilakukan, penelitian ini menggunakan
pengamatan langsung dalam seting alamiah (naturalistic observation). Seting
alamiah ditandai dengan adanya pencatatan perilaku yang diamati dalam seting
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
102
alamiah (Merrell, 2003). Proses pengamatan perilaku dilakukan dalam seting
lingkungan sekolah baik saat anak berada di dalam kelas, di halaman sekolah,
masjid, perpustakaan, dan tempat-tempat di sekitar sekolah. Pengamatan dilakukan
terhadap perilaku tanggung jawab anak baik saat anak sendiri maupun selama anak
berinteraksi dengan teman, guru, dan semua pihak yang berada di sekolah. Guna
mengatasi kemungkinan subjek penelitian menunjukkan perilaku berbeda karena
merasa diobservasi, observer akan dikenalkan terlebih dahulu sebelum pengamatan
dimulai dan terlibat secara langsung dalam kegiatan anak selama di sekolah.
Keikutsertaan observer dalam setting untuk mengobservasi disebut sebagai
observasi partisipan (Miller, 1998).
Cara pengumpulan data observasi dilakukan dengan pencatatan checklist
yaitu suatu pencatatan dengan menggunakan daftar aspek perilaku yang telah
dipilih untuk diobservasi sehingga pengamat dapat mencatat dengan mudah
perilaku yang tampak (Irwin dan Bushnell, 1980). Prosedur pencatatan selama
proses pengamatan dilakukan dengan pendekatan time sampling yaitu pengamatan
yang dilakukan dengan memfokuskan pada sedikit perilaku khusus yang telah
didefinisikan dengan baik dengan menggunakan checklist atau coding system,
kemudian observer melakukan pengamatan dalam setiap periode waktu tertentu
yang dipisahkan dalam unit-unit waktu (Miller, 1998; Beaty, 2008).
Selain checklist, observer juga diberi pedoman observasi untuk
memudahkan pemahaman mengenai daftar perilaku yang tercantum di dalam
checklist. Penilaian terhadap tanggung jawab anak dilakukan secara langsung dari
hasil total frekuensi perilaku tanggung jawab anak yang muncul dari hasil
pengamatan.
Observasi sebagai prosedur yang sistematis mensyaratkan adanya pencatatan
selama proses pengamatan. Peneliti mengembangkan metode pencatatan dengan
menggunakan daftar centang (checklist) sebagai metode pencatatan hasil observasi.
Menurut Beaty (2008) checklist merupakan daftar sifat atau perilaku spesifik
yang ditata dalam urutan logis. Pengamat harus memberi tanda ada atau tidak ada
perilaku saat pengamatan. Checklist dipandang efisien dalam pencatatan observasi
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
103
karena memudahkan observer untuk mengetahui perilaku-perilaku yang diamati
secara cepat, sederhana, dan memudahkan interpretasi.
Terdapat beberapa prosedur yang peneliti lakukan dalam mengembangkan
instrumen penelitian berupa checklist dan pedoman observasi, sebagai berikut.
1). Kisi-kisi Instrumen Checklist Observasi
Kisi-kisi instrumen checklist observasi perilaku tanggung jawab anak di
sekolah dikembangkan berdasar studi pendahuluan dan literatur yang mengacu
pada teori Lickona mengenai tanggung jawab, yang kemudian dirumuskan dalam
definisi operasional variabel penelitian. Merujuk pada definisi operasional tersebut
diperoleh aspek-aspek dan indikator variabel penelitian, kemudian dijabarkan
butir-butir perilaku yang menunjukkan tanggung jawab anak di sekolah.
Daftar butir perilaku tanggung jawab diperoleh dari hasil observasi langsung
di lapangan yang sebelumnya dilakukan melalui teknik pengumpulan data
observasi partisipan dengan pencatatan narasi. Selain itu, daftar perilaku tanggung
jawab juga diperoleh dari hasil wawancara serta FGD dengan sejumlah guru
kelas satu sebelum penelitian dimulai. Proses pengumpulan data kualitatif dalam
studi pendahuluan dilakukan untuk mengembangkan instrumen penelitian berupa
checklist observasi perilaku tanggung jawab anak dan mengetahui karakteristik
anak yang kurang bertanggung jawab menurut perspektif guru. Berdasar FGD yang
telah dilakukan, peneliti memperoleh sejumlah subjek yang menurut pengamatan
guru memiliki tanggung jawab rendah selama di sekolah yang ditandai dengan
perilaku tidak taat aturan, sering tidak mengerjakan tugas, tidak memperhatikan
guru saat pelajaran, jalan-jalan di dalam kelas dan mengganggu proses
pembelajaran, membuang sampah sembarangan, tidak bersegera saat waktu sholat,
melakukan tugas piket harus diingatkan beberapa kali, tidak membawa atribut
kelengkapan sekolah (ID card, dasi, ikat pinggang, topi), datang terlambat, tidak
menyerahkan surat undangan atau pemberitahuan ke pada orangtua. Selain FGD,
dilakukan pula wawancara dengan guru kelas satu dan wali kelas. Tujuan utama
dalam wawancara pra penelitian adalah untuk memperoleh data mengenai persepsi
guru terhadap berbagai jenis perilaku tanggung jawab anak di sekolah. Hasil
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
104
wawancara awal ini mendapatkan sejumlah perilaku tanggung jawab anak menurut
guru sebagai berikut: (1). Tanggung jawab merupakan sesuatu yang harus
dikerjakan; (2) Dapat menyelesaikan tugas yang diberikan; (3) Memakai atribut
sekolah dengan lengkap dan rapi.; (4) Mengerjakan tugas dengan tepat waktu; (5)
Mengerjakan PR; (6) Mengerjakan tugas di kelas; (7) Anak menyampaikan surat
atau pesan dari guru kepada orangtua; (8) Melaksanakan piket kelas; (9) Sholat
tepat waktu; (10) Mengerjakan tugas tanpa harus disuruh; (11) Anak yang
bertanggung jawab ikut terlibat dalam pengawasan terhadap teman yang lain, jika
ada yang melakukan perilaku yang melanggar aturan tanpa diminta akan melapor
ke guru; (12) Membuang sampah pada tempatnya; (13) Datang ke sekolah tepat
waktu.
Selain hasil FGD dan wawancara dengan guru, peneliti juga melakukan
observasi partisipan selama anak berada di sekolah untuk mengetahui jenis-jenis
perilaku tanggung jawab yang ditunjukkan anak kelas satu SD. Berdasar hasil
pengamatan diperoleh beberapa bentuk perilaku tanggung jawab anak di sekolah
sebagai berikut: datang sekolah tepat waktu, mengerjakan tugas tepat waktu,
mengumpulkan PR, menaati aturan yang ditetapkan guru, fokus pada saat guru
menjelaskan materi pelajaran, bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas,
merawat benda yang dimiliki dan mengembalikan barang yang dipinjam dari teman
dengan baik, melaksanakan tugas piket kelas, segera ke masjid untuk sholat, tertib
dalam melaksanakan sholat, membuang sampah pada tempatnya, menjaga kerapian
dan kebersihan barang pribadinya, bermain dengan gembira dan tidak
menyakiti/mengganggu teman, mengikuti aturan main dalam permainan bersama,
menunjukkan keperdulian dengan apa yang dilakukan teman (contoh: teman
berkelahi lalu melapor kepada bu guru), meminta maaf saat berbuat salah kepada
teman, dan mengerjakan apa yang diminta oleh guru dengan baik.
Berdasar hasil FGD dan observasi kualitatif tersebut, peneliti memperoleh
beragam perilaku tanggung jawab anak yang akan disusun dalam checklist
observasi sebagai instrumen penelitian dalam proses pengumpulan data kuantitatif
mengenai tanggung jawab anak sebelum dan sesudah eksperimen dilakukan.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
105
Pengembangan checklist observasi melalui proses ini diharapkan dapat
meningkatkan validitas content checklist observasi yang digunakan. Daftar
perilaku dari hasil observasi dan wawancara kualitatif yang peneliti peroleh
kemudian dikelompokkan sesuai teori dimensi karakter menurut Lickona yang
terdiri dari dimensi pribadi dan sosial. Pengelompokan perilaku sesuai dimensi
karakter menurut Lickona dilakukan untuk meningkatkan validitas construct
observasi. Hasil pengelompokan tersebut disusun dalam kisi-kisi checklist
observasi sebagai berikut.
Tabel 3.5. Kisi-kisi Insrumen Checklist Observasi Tanggung Jawab
N
O
ASPEK
TANGGUNG
JAWAB
SUB ASPEK PERILAKU Total
1
PRIBADI
a. Mengutamakan
hal yang penting
1) Menjaga keselamatan
diri.
2) Mengerjakan soal
sendiri tanpa
mencotek teman.
3) Membuat keputusan
yang baik.
4) Memanfaatkan waktu
dengan baik.
5) Belajar dengan
sungguh –sungguh.
6) Makan dan minum
sesuai waktu yang
ditetapkan.
7) Menjaga kerapian dan
kebersihan diri. 22
b. Melaksanakan
kewajiban
1) Sholat tepat waktu.
2) Mengerjakan PR tepat
waktu.
3) Datang ke sekolah
tepat waktu.
4) Menyelesaikan tugas
dengan baik.
5) Fokus memperhatikan
penjelasan guru.
6) Membereskan barang
pada tempatnya.
7) Menjaga kerapian dan
kebersihan barang
yang dimiliki.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
106
8) Tertib saat sholat.
9) Mengaji dengan
sungguh-sungguh.
10) Serius dan
sungguh-sungguh
mengerjakan tugas
kelas (piket).
11) Memakai atribut
sekolah dengan
lengkap dan rapi.
c. Mencoba
melakukan
sesuatu dengan
berbagai cara
1) Mengerjakan tugas
tanpa disuruh.
2) Meminta bimbingan
saat membutuhkan.
3) Mengajukan
pertanyaan saat tidak
tahu.
4) Menyelesaikan tugas
kelompok dengan
kreatif.
SOSIAL
a. Merespon sesuai
apa yang
diinginkan orang
lain
1) Antri saat menunggu
giliran.
2) Tidak marah saat
teman berbuat salah.
3) Menghargai teman
saat bermain.
4) Menahan diri untuk
tidak
memukul/meyakiti
teman saat berselisih
paham.
5) Berbicara sopan
kepada teman dan
guru.
6) Mengikuti aturan main
dan tidak curang.
7) Menerima kesalahan
diri/tidak
menyalahkan orang
lain.
8) Meminta maaf saat
merasa bersalah.
9) Meminjam barang
teman dengan
meminta ijin.
10) Merawat benda yang
dipinjam dari teman
dengan baik.
22
2
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
107
11) Menjaga kesepakatan
bersama
b. Perduli dan
perhatian kepada
orang lain.
1) Menghibur teman
yang sedang sedih.
2) Meminjami teman
barang yang dibutuh.
3) Berbagi
makanan/minuman.
4) Meringankan
beban dan
memberi yang
terbaik.
1) Membantu teman
yang membutuhkan.
2) Membantu guru yang
sedang kerepotan
(menghapus papan
tulis, membawakan
bawaan guru,
membantu guru
membagikan sesuatu).
3) Berpartisipasi aktif
dalam tugas
kelompok.
4) Menjadikan
dunia/lingkungan
menjadi lebih
baik
1) Menjaga kerapian
lingkungan.
2) Membuang sampah
pada tempatnya.
3) Merawat tanaman
yang ada di
sekitarnya.
e. Berkorban.
1) Mengalah saat
bermain.
2) Merelakan miliknya
untuk teman/orang
lain (infak).
Berdasar kisi-kisi instrumen tersebut disusun checklist dan pedoman
observasi perilaku tanggung jawab anak di sekolah. Susunan checklist observasi
perilaku tanggung jawab anak dalam bentuk lembar observasi yang berisi: aspek
nilai karakter tanggung jawab, deskripsi perilaku tanggung jawab yang diuraikan
dalam aitem-aitem perilaku, kolom yang digunakan untuk mencatat frekuensi
kemunculan perilaku setiap 10 menit sekali, kolom total untuk menjumlah
frekuensi perilaku yang muncul pada tiap-tiap aitem dalam lima skala (tidak
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
108
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, dan sangat sering). Skala yang digunakan
diberi nilai 1-5 (tidak pernah = 1; jarang = 2; kadang-kadang = 3; sering = 4; selalu
= 5), kolom catatan yang digunakan untuk mencatat tambahan informasi hasil
pengamatan terhadap perilaku tanggung jawab anak yang bersifat kualitatif baik
mengenai perilaku anak maupun konteks lingkungan di sekitar anak selama
observasi berlangsung, yang tidak terangkum dalam daftar checklist perilaku.
Kolom catatan ini diberikan sebagai salah satu cara untuk meminimalkan
kelemahan metode checklist yang bersifat tertutup.
Selain checklist observasi, disusun pedoman observasi untuk mempermudah
observer dalam memahami daftar perilaku yang terdapat di checklist observasi
sehingga diharapkan observer memiliki pemahaman yang sama mengenai daftar
perilaku yang ada. Tujuan pembuatan pedoman observasi juga dilakukan untuk
meningkatkan reliabilitas observasi (Merrel, 2003). Pedoman observasi terdiri dari:
daftar perilaku tanggung jawab anak dan definisi operasional atau keterangan yang
menjelaskan masing-masing aitem perilaku dalam daftar checklist observasi.
2). Penimbangan Instrumen
Penimbangan instrumen dilakukan oleh dua orang pakar Bimbingan dan
Konseling serta satu orang psikolog perkembangan anak. Tujuan penimbangan
instrumen (professional atau expert judgement) adalah untuk memenuhi validitas
isi (content validity). Validitas isi diperoleh dengan menganalisa aspek atau unsur
suatu konsep secara teoritis. Menurut Azwar (2003), validitas isi diestimasi melalui
pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional ataupun melalui professional
judgement. Guna lebih meningkatkan validitas isi, daftar perilaku yang terdapat
dalam checklist observasi dikembangkan berdasar pengamatan partisipasi awal
terhadap perilaku tanggung jawab anak di kelas satu dengan pencatatan secara
naratif. Selain diperoleh dari hasil pengamatan awal, daftar perilaku juga diperoleh
dari hasil wawancara dan FGD dengan guru-guru kelas yang berjumlah empat
orang. Setelah peneliti memperoleh sejumlah daftar perilaku tanggung jawab anak
di sekolah, kemudian dikelompokkan sesuai teori Lickona mengenai dimensi
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
109
tanggung jawab dan diuraikan sesuai dengan bentuk-bentuk indikator perilaku
tanggung jawab anak. Dua komponen tanggung jawab meliputi tanggung jawab
pribadi dan sosial.
Proses penimbangan instrumen dilakukan oleh dua ahli Bimbingan dan
Konseling, yaitu Dr. Collete Dollarhide (doktor dalam bidang Bimbingan dan
Konseling Ohio State University), Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N (Guru Besar dalam
bidang Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia), serta
Anggreswari Ayu Dhamayanti (pakar bidang Psikologi Perkembangan Anak yang
bekerja sebagai dosen di STIKES Ahmad Yani Yogyakarta dan menjadi pengelola
PAUD Ahsanu Amala Yogyakarta). Setelah checklist observasi ditelaah oleh para
penimbang terdapat beberapa aitem perilaku tanggung jawab yang menurut
penimbang kurang tepat, baik secara konstruk maupun bahasa. Revisi dilakukan
sesuai saran yang diberikan oleh para penimbang. Revisi tersebut sebagai berikut.
Tabel 3.6. Perubahan Instrumen Berdasar Saran Penimbang
Nama
Penimbang
Aspek/Indikator Sebelum
direvisi
Setelah direvisi
Dr.Collete
Dolarhide
1.Aspek tanggung
jawab
Perpaduan dari
beberapa teori
(Lickona;
Lynda dan Eyre)
Fokus pada satu
teori.
2.Indikator
perilaku
tanggung jawab
Seting perilaku
ada yang di
rumah dan
sekolah.
Fokus pada
perilaku tanggung
jawab dalam seting
sekolah.
3.Cara
perhitungan
perilaku
Skoring berdasar
frekuensi
kemunculan
perilaku.
Skoring memuat
kualitas yang
disimpulkan dalam
lima kategori
(tidak pernah,
jarang,
kadang-kadang,
sering, dan sangat
sering)
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
110
Prof. Dr. Syamsu
Yusuf L.N, M.Pd
1.Aspek tanggung
jawab Penjabaran aspek
dan sub aspek
dimuat dalam
kolom yang
berbeda.
Penjabaran aspek
dan sub aspek
dimuat
berdampingan untuk
lebih memudahkan
observer dalam
mengkaitkan aspek
dengan sub aspek
yang dimaksud.
Anggreswari Ayu,
M.Si.,Psi
1.Aspek tanggung
jawab
Penjabaran aspek
dalam sub aspek
masih tidak
dibedakan antara
dimensi pribadi
dengan dimensi
sosial.
Sub aspek
dipisahkan untuk
masing-masing
aspek tanggung
jawab.
2.Penjabaran
indikator Sub aspek tidak
selalu terwakili
oleh perilaku
secara rinci
Setiap sub aspek
terwakili oleh aitem
perilaku tanggung
jawab.
Ada beberapa sub
aspek yang
memiliki perilaku
sama.
Masing-masing sub
aspek diamati dalam
perilaku yang
berbeda.
3.Seting
pengamatan Pengamatan lebih
banyak
difokuskan pada
perilaku di dalam
kelas.
Pengamatan
mencakup berbagai
perilaku dalam
seting sekolah baik
dalam proses
pembelajaran
maupun istirahat
dan kegiatan lain.
Setelah checklist observasi diperbaiki sesuai masukan para penimbang,
selanjutnya dilakukan uji instrumen aitem-aitem checklist obsevasi oleh para
observer dengan menghadirkan dua observer untuk melakukan uji keterbacaan.
Masing-masing observer melakukan pengamatan terhadap anak kelas satu SD,
setelah menyelesaikannya para observer diajak berdiskusi dan diminta memberi
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
111
masukan terhadap butir-butir aitem perilaku yang dianggap masih membingungkan
dan rancu dengan perilaku yang lain. Hasil diskusi dijadikan sebagai bahan
masukan untuk perbaikan butir aitem observasi dan pemberian keterangan
operasional dalam pedoman observasi.
3). Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penggunaan teknik observasi digunakan sebagai asesmen utama penelitian
memiliki banyak kelebihan, namun terdapat beberapa keterbatasan dan masalah
yang dapat terjadi dalam penggunaan observasi sebagai alat pengumpul data.
Keterbatasan observasi dapat terjadi baik berasal dari observee berupa perubahan
perilaku karena mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi, maupun berasal dari
bias observer. Guna mengatasi keterbatasan yang berasal dari observee maka
sebelum penelitian dimulai observer telah dikenalkan beberapa hari sebelum
pelaksanaan observasi dilakukan. Hal ini diharapkan dapat membiasakan observee
(siswa) akan keberadaan observer dalam lingkungan sehari-hari selama siswa
berada di sekolah, serta dengan tidak mengungkapkan tentang hipotesis penelitian
dan subjek-subjek yang terbagi dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
(Miller, 1998). Kedua hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan validitas
observasi serta telah diperkuat pula dengan adanya peran para penimbang (expert
jugdement) yang telah menyatakan bahwa daftar perilaku yang diamati telah
mencerminkan nilai karakter tanggung jawab yang diteliti. Hasil expert judgement
merupakan validitas kontruk. Sedangkan content validity atau validitas isi yang
dikembangkan dalam menyusun checklist observasi dilakukan dengan
penyusunan daftar perilaku tanggung jawab berdasar hasil pengamatan awal
terhadap perilaku-perilaku anak dan hasil wawancara dengan guru-guru mengenai
indikator perilaku tanggung jawab. Berdasar daftar perilaku yang diperoleh,
kemudian dikembangkan checklist observasi yang sesuai dengan teori Lickona.
Content validity digunakan untuk memastikan bahwa masing-masing aitem pada
suatu alat ukur telah mencakup seluruh domain isi yang hendak diukur dan mampu
mengungkap atribut yang hendak diukur sesuai dengan keperilakuannya (Azwar,
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
112
2012).
Reliabilitas observasi berkaitan dengan konsistensi dalam pengamatan
(Miller,1998). Konsistensi antar rater untuk dapat mengamati perilaku dengan
interpretasi yang sama merupakan kunci reliabilitas dalam observasi. Peningkatan
reliabilitas observasi dapat dilakukan dengan cara mengatasi bias observer dalam
penelitian ini yaitu dengan membuat skoring yang spesifik disertai dengan
pedoman observasi yang menjabarkan tentang berbagai perilaku yang dimaksud,
sehingga para observer memiliki pemahaman yang sama mengenai daftar
perilaku yang dimaksud. Selain membuat pedoman observasi, reliabilitas dapat
diukur dengan menghitung test-retest reliability dan internal consistency
reliability. Menurut Azwar (2012), interrater reliability merupakan teknik
reliabilitas yang dilakukan oleh beberapa orang rater agar dapat meminimalkan
pengaruh subjektivitas dalam pemberian skor. Dalam penelitian ini interrater
dilakukan sebelum proses pengumpulan data dimulai. Masing-masing rater
mengamati anak yang sama tanpa diketahui oleh anak yang diamati. Berdasar hasil
interrater diperoleh korelasi yang signifikan antara rater satu dengan rater yang
lain, dengan koefisien korelasi berkisar antara 0,785 sampai dengan 0.998 dengan
tingkat signifikansi p < 0.05.
Validitas pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan teknik triangulasi
data (data triangulation) yaitu penggunaan beberapa sumber data dan bukti dari
situasi yang berbeda serta triangulasi metodologi (methodological triangulation)
yaitu pemeriksaan konsistensi temuan yang dihasilkan oleh metode pengumpulan
data yang berbeda seperti menggabungkan data wawancara dengan data observasi.
Jika masing-masing temuan memiliki kesimpulan yang sama maka validitas
ditegakkan (Creswell, 2010; Moloeng, 2004). Dalam penelitian ini, validitas data
dilakukan melakukan wawancara dan FGD dengan melibatkan guru dan orang
tua.
4). Prosedur Pelaksanaan Observasi
Observer yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa Bimbingan
dan Koseling serta Pendidikan Guru PAUD FKIP Universitas Muhammadiyah
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
113
Magelang yang telah mendapat mata kuliah Pemahaman Individu (observasi dan
wawancara) dan Deteksi Dini Perkembangan Anak. Diasumsikan mahasiswa yang
telah lulus mata kuliah tersebut telah memiliki kemampuan dan ketrampilan
melakukan pengamatan terhadap anak. Sebelum pelaksanaan observasi dimulai,
para observer yang berjumlah 10 mahasiswa dan peneliti sendiri (total observer
terdiri dari 11 observer) diberi pelatihan tentang observasi yang meliputi materi
tentang teori observasi, teknik pencatatan, kode etik observasi terhadap anak,
praktik observasi dalam kelas antar rater, serta kontrak antara peneliti dan
observer. Pelatihan terhadap para observer dilakukan selama dua hari, diawali
dengan materi observasi secara umum pada hari pertama, dan observasi tanggung
jawab anak pada hari kedua. Pada saat penelitian dilaksanakan baik pra maupun
pasca perlakuan, observer terlebih dahulu memperoleh briefing dan setelah selesai
observasi hari tersebut, observer dikumpulkan untuk mendiskusikan jalannya
observasi dipandu oleh peneliti. Diskusi setelah pelaksanaan observasi
diharapkan dapat menambah pemahaman peneliti terhadap seting kejadian suatu
perilaku terutama jika terjadi peristiwa-peristiwa penting yang dapat
mempengaruhi perilaku alamiah observee. Misalnya ketika sekolah kedatangan
tamu pejabat penting dari Jakarta, kondisi ini menyebabkan proses pembelajaran
tidak dilakukan seperti hari-hari biasa dan mungkin terjadi perilaku anak yang
making good (tidak alamiah). Selain pembahasan tentang hal-hal istimewa, diskusi
setelah pengamatan ditujukan pula untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang
dialami observer selama proses pengamatan dilakukan.
Pelaksanaan observasi dilaksanakan selama satu minggu sebelum dan
sesudah perlakuan dengan teknik pencatatan menggunakan time sampling. Dalam
penelitian ini time sampling dilakukan pada satu jam pertama di pagi hari, satu jam
kedua saat istirahat, dan satu jam ketiga di siang hari. Dalam jangka waktu satu
jam, observer akan mengamati subjek setiap sepuluh menit yang diselingi dengan
istirahat. Dengan demikian, selama satu jam observer akan mengamati subjek
sebanyak 3x10 menit dengan diselingi istirahat di setiap selesai pengamatan per
sepuluh menit.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
114
Masing-masing subjek akan diamati tiga kali dalam seminggu, pada awal,
tengah, dan akhir pekan. Ada subjek yang diamati hari Senin, Rabu, dan Ju’mat,
ada pula yang diamati pada Selasa, Kamis, dan Sabtu. Pemilihan hari tersebut
dilakukan untuk mengantisipasi adanya perbedaan perilaku anak di awal pekan dan
di akhir pekan. Sebagian besar siswa kelas satu SD masih dipengaruhi oleh mood
dalam berperilaku. Saat awal pekan (hari Senin dan Selasa) sering kali masih
menunjukkan perilaku tidak bersemangat karena pengaruh libur di hari Minggu,
atau sebaliknya pada hari Jum’at dan Sabtu anak biasanya menunjukkan perilaku
yang semangat karena pulang awal dan mendekati hari libur. Penjadwalan ini
diharapkan mampu meminimal bias dan meningkatkan peluang kemunculan
perilaku yang lebih alamiah.
b). Penyusunan Pedoman Wawancara
Wawancara dilakukan dengan desain semi terstruktur (semi-structured
interview) sebagai data pendukung untuk mengetahui secara lebih mendalam
berbagai peristiwa yang terjadi selama perlakuan berlangsung yang meliputi
hambatan atau kesulitan, kondisi siswa, dan berbagai kejadian yang mungkin tidak
tercakup dalam buku Laporan Kegiatan.
Wawancara juga merupakan metode tambahan yang digunakan untuk
menunjang dan memperkaya data penelitian. Wawancara dilakukan setelah
perlakuan selesai. Wawancara dilakukan secara individual dan kelompok.
Wawancara individual dilakukan dengan kepala sekolah dan guru. Sedangkan
kelompok dilakukan dengan tehnik Focus Group Disscussion yang melibatkan
guru, dan orangtua.
Wawancara kelompok dalam penelitian ini dilakukan sebagai teknik
pengumpulan data pendukung untuk mengetahui perubahan tanggung jawab siswa
sebelum dan sesudah perlakuan dilaksanakan menurut perspektif guru dan orang
tua. Berikut pedoman wawancara yang disusun.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
115
Tabel 3.7. Pedoman Wawancara dan FGD
NO ASPEK YANG DIUNGKAP PERTANYAAN
1. Kepuasan terhadap program STAR
KIDS
Apakah Saudara puas dengan program
STAR KIDS yang dilakukan untuk
meningkatkan tanggung jawab anak?
2. Perubahan tanggung jawab
pribadi
Apakah siswa yang terlibat dalam
program STAR KIDS menunjukkan rasa
tanggung jawab pribadi semakin baik?
Berikan contoh perbedaan sebelum dan
sesudah perlakuan!
3. Perubahan tanggung jawab sosial Apakah siswa yang terlibat dalam
program STAR KIDS menunjukkan rasa
tanggung jawab sosial yang semakin
baik? Berikan contoh perbedaan sebelum
dan sesudah perlakuan!
4. Perubahan sikap positif Apakah siswa yang terlibat dalam
program STAR KIDS menunjukkan
perubahan sikap yang positif? Jelaskan!
5. Perubahan perilaku Apakah siswa yang terlibat dalam
program STAR KIDS menunjukkan
perubahan perilaku yang semakin baik?
Jelaskan!
6. Tindak lanjut program STAR KIDS Apakah Teknik konseling metafora
“STAR KIDS” perlu diterapkan bagi
semua anak untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab mereka?
c). Penyusunan Modul Teknik Konseling Metafora ‘STAR KIDS”
1). Struktur Model Teknik Konseling Metafora “STAR KIDS”
Sesuai dengan tujuan penelitian, sebelum memberikan perlakuan penelitian
terlebih dahulu disusun modul Pelaksanaan Teknik Konseling Metafora yang
diberi nama Modul “STAR KIDS” (Story Teach A Responsibility for Kids) untuk
meningkatkan tanggung jawab anak. Modul ini disusun berdasarkan konsep
konseling anak menurut Muro dan Kottman (1995); Geldard dan Geldard (2011);
serta Conte (2009); Battino (2008); Close (1998) yang menyatakan bahwa
konseling bagi anak merupakan proses yang aktif dengan penggunaan bermain
dan media bermain, anak telah memiliki kemampuan mendaftar kelemahan dan
kelebihan yang dimiliki dengan bantuan konselor, anak dapat fokus pada
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
116
perasaan yang mereka alami dan mampu mendiskusikan apa yang dirasakan,
anak suka cerita-cerita fantasi, dan dapat terlibat dalam proses konseling dalam
waktu yang cukup lama.
Selain menerapkan prinsip perkembangan anak, modul teknik konseling
metafora didasarkan pada konsep pendekatan konseling dengan model brief
groups counseling, mengingat waktu anak di sekolah terbatas. Terdapat tiga
tahapan dalam prosedur konseling kelompok, yaitu beginning sessions, working
sessions, dan termination (Brown, 1994).
Prinsip ketiga yang diterapkan dalam konseling metafora adalah konsep
konseling yang memunculkan cerita metafora dengan pelibatan proses empati
dalam tahap eksplorasi dan transformasi metafora sehingga anak menemukan
makna metafora secara positif. Metafora yang digunakan dalam penelitian ini
melibatkan dua bentuk metafora, yakni language metaphor dan visual
metaphor
Kedua bentuk metafora tersebut digunakan karena beberapa alasan.
Pertama, metafora bahasa memiliki keutamaan dari sisi bahasa dan pikiran.
Menurut Siegelman (1990), metafora mudah dipahami, meningkatkan
pemahaman anak terhadap dunia, serta menjadi penghubung antara pengertian
(insight) dan perasaan (feeling), memudahkan penyampaian pesan dan mudah
diingat oleh anak (Owen, 2004). Metafora bahasa juga lebih memiliki persuasive
effect yang dapat meningkatkan motivasi anak untuk merubah sikap dan perilaku
(Soporydan Dillard, 2002), dan memudahkan anak untuk mengidentifikasikan
dirinya dengan karakter, tema, atau peristiwa dalam cerita. Kedua, metafora
visual membantu anak mengekspresikan dan menyelesaikan emosi-emosi yang
dialami, serta menguatkan anak untuk mengingat pesan yang disampaikan
sehingga dapat menjadi pendorong bagi perubahan perilaku mereka.
Penggunaan tahapan metafora dalam penelitian ini lebih sederhana dan
penerapannya dapat lebih mudah dimengerti oleh anak-anak, mengingat tahap
perkembangan kognitif anak tengah yang berada dalam fase operasional konkrit,
daya konsentrasi anak yang masih terbatas, masa anak sebagai masa bermain,
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
117
serta karakteristik psikososial anak yang berada pada masa industri, dimana anak
memiliki kecenderungan menghasilkan karya yang dianggap penting, maka
perluasan teknik metafora melalui visual metaphor yang dihasilkan anak akan
semakin meningkatkan keterlibatan anak dalam proses konseling yang
diterapkan. Visual metaphor dilakukan setelah konselor menyajikan language
metaphor melalui cerita-cerita yang telah disiapkan. Setelah selesai mendengar
cerita, anak akan diminta menggambarkan karakter utama dan nilai yang
terkandung dalam cerita.
Penerapan konseling metafora dimasukkan dalam tahap working sessions
pada proses pelaksanaan konseling kelompok. Geldrad, Yin-Foo, &
Shakespeare-Finch (2009) memaparkan penggunaan metafora dalam proses
konseling dalam empat tahap, yaitu: (1) Mengenalkan penggunaan konseling
metafora. (2) Mengeksplorasi penggunaan metaphora. (3) Mentransformasi atau
membingkai kembali metafora dengan mendorong konseli melakukan perubahan
makna metafora secara positif. (4) Menghubungkan metafora dengan dunia
nyata.
Tahap ketiga dalam konseling kelompok untuk anak adalah tahap akhir
(termination). Dalam tahap akhir konselor melakukan a specific time frame
secara berangsung-angsur. Sesi ini diperlukan untuk membahas berbagai
perasaan yang dialami konseli sehingga para anggota kelompok dapat menyadari
perasaan-perasaan yang ada dalam kelompok dan berbagai penyelesaian terhadap
konflik-konflik perasaan yang mungkin timbul.
Penyusunan model selain didasarkan pada studi literatur tersebut, juga
didasari oleh hasil penelitian awal dalam studi pendahuluan, serta hasil-hasil
penelitian yang berkaitan dengan konseling metafora, konseling empati, dan
pengembangan nilai karakter anak. Berdasar hal-hal yang mendasari tersebut
diperoleh struktur model sebagai berikut:
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
118
Tabel 3.8. Struktur Model Teknik Konseling Metafora untuk Meningkatkan
Tanggung Jawab Siswa Kelas 1
No Tahapan
Konseling
Kelompok
Prosedur dalam
Pelaksanaan Konseling
Metafora Empati
Dampak yang diharapkan
1. Tahap
Permulaan
(beginning
sessions)
a. Perkenalan antar
anggota kelompok
b. Mengintegrasikan
tujuan kelompok dan
individu
c. Membentuk rasa aman
d. Membangun kekuatan
kelompok
e. Mengidentifikasi sistem
pemberian dukungan
f. Pemberdayaan anggota
kelompok
a. Mengakrabkan seluruh anggota
kelompok
b. Menyamakan tujuan yang akan
dicapai
c/d. Memberi rasa nyaman dan
percaya pada setiap anggota
kelompok
e. Memperoleh pihak yang dapat
mendukung perubahan anak
f. Tercipta peer group counseling
yang dapat saling membantu dan
menguatkan satu sama lain
2. Tahap
kerja
(working
sessions)
a.Mengenalkan
penggunaan konseling
metafora
a. Menarik perhatian anak
b. Mendorong imajinasi anak
c.Meningkatkan ingatan anak
akan nilai yang ditanamkan
d. Meningkatkan pemahaman
anak tentang sebab-akibat atau
pengalaman -konsekuensi dari
suatu perlakuan
b.Mengeksplorasi
penggunaan metafora
a. Menegaskan pemahaman anak
tentang cerita
b. Menguatkan pesan yang
terkandung dalam cerita
(menekankan tanggung jawab
yang terkandung dalam isi
cerita)
c. Memunculkan empati
d. Mengkaitkan dengan kondisi
inner life anak sehari-hari
c. Mentransformasi atau
membingkai kembali
metafora
a. Mendorong anak melakukan
perubahan makna metafora
secara positif dengan nilai
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
119
Struktur model tersebut menjabarkan secara rinci keterkaitan antara kegiatan
konseling melalui metafora empati yang bertujuan meningkatkan nilai karakter
tanggung jawab konseli melalui beberapa tahap, tahapan baik dalam prinsip
konseling seting kelompok maupun dalam tahap pemaparan metafora (language
metaphor), pengeksplorasian penggunaan metafora (visual metaphor),
mentransformasi metafora dengan mendorong konseli melakukan perubahan makna
metafora secara positif, menghubungkan metafora dengan dunia nyata, kemudian
dikaitkan dengan nilai karakter tanggung jawab yang perlu dikembangkan anak
selama proses konseling.
2) Kisi-kisi Modul Konseling Metafora “STAR KIDS”
Penyusunan Modul Konseling Metafora “STAR KIDS” didasari oleh tujuan
untuk mengembangkan tanggung jawab anak baik dalam dimensi pribadi maupun
sosial. Studi literatur yang telah dilakukan terhadap beragam cerita metafora anak
menghasilkan beberapa cerita yang sesuai dengan dimensi tanggung jawab yang
akan dikembangkan dalam penelitian ini. Tema cerita yang sesuai dirangkum
dalam kisi-kisi modul sebagai berikut.
tanggung jawab yang harus
dimiliki
d. Menghubungkan
metafora dengan dunia
nyata
a. Membantu anak menemukan
beragam tanggung jawab yang
perlu dikembangkan anak
dalam kehidupan sehari-hari
berdasar cerita yang
dipaparkan
3 Tahap
Akhir (
terminatio
n)
a. Time frame a. Membahas perasaan yang
dialami masing-masing
konseli dan menyelesaikan
konflik-konflik perasaan yang
timbul antar anggota
kelompok.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
120
Tabel 3.9. Kisi-kisi Modul Konseling Metafora “STAR KIDS”
SESI
KONSE
-LING
TEMA METAFORA ASPEK
TANGGUNG JAWAB
PENUNJANG
TEKNIS
Sesi 1 Berdansa dengan Serigala Dimensi Pribadi 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas
3. Kertas dan krayon
Sesi 2 Kisah si Keledai Dimensi Pribadi 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas
Sesi 3 Kelinci dan Kura-kura Dimensi Pribadi 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas
Sesi 4 Toples Sang Profesor Dimensi Pribadi 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
prioritas)
3. Toples, batu, kerikil,
pasir, dan air
Sesi 5 Si Induk Ayam Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar
menggambar
3. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
rencana belajar dan
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
121
kegiatan)
Sesi 6 Gagak yang Haus Dimensi Pribadi 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
menulis perilaku
gagak)
Sesi 7 Semut dan Belalang Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
daftar tugas di
rumah)
3. Lembar rencana
penyelesaian tugas
sebelum waktunya.
Sesi 8 Kuda Yang Hilang Dimensi Pribadi 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
evaluasi
penyelesaian tugas)
Sesi 9 Lelaki yang Bijaksana Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
menggambar)
Sesi 10 Doki si Kodok Dimensi Pribadi dan
sosial
1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
122
buku tugas (lembar
suara hati)
Sesi 11 Hadiah yang Cantik Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
bekerja sama)
Sesi 12 Gratis Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
kertas surat buat
ayah)
Sesi 13 Batu Besar Sang Raja Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
suara hati buat ibu)
Sesi 14 Kera dan Lumba-lumba Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
pertolonganku)
Sesi 15 Gembala dan Serigala Dimensi Sosial 1. Buku modul
pelaksanaan “STAR
KIDS”
2. Lembar kegiatan
harian anak dalam
buku tugas (lembar
kesalahanku)
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
123
3). Validasi Modul Teknik Konseling Metafora “STAR KIDS”
Penyusunan Model Konseling Metafora “STAR KIDS” didukung dengan
adanya uji validasi model untuk meningkatkan validasi rasional dan validasi
empirik modul. Uji validasi model bertujuan untuk memperoleh kelayakan model
untuk diterapkan sebagai modul konseling dalam pemberian perlakuan penelitian,
sehingga modul konseling ini dapat dinyatakan teruji secara efektif.
Proses validasi diawali dengan penyusunan skala penilaian model dan modul
pelaksanaan konseling berupa lembar validasi yang berfungsi sebagai alat ukur
modul. Skala penilaian dikembangkan berdasar komponen-komponen yang
terdapat di dalam model, yang meliputi komponen rasional, visi dan misi, deskripsi
kebutuhan, tujuan, komponen program, rencana operasional, satuan layanan
bimbingan dan konseling, pengembangan tema/topik, kualifikasi konselor, dan
evaluasi program. Adapun isi modul lebih difokuskan sebagai panduan atau
pedoman pelaksanaan model yang berisi SKLBK (Satuan Kegiatan Layanan
Bimbingan dan Konseling) dan materi cerita serta tahapan konseling yang akan
dilakukan konselor dan konseli. Lembar validasi dilengkapi dengan skala penilaian
bertingkat menurut tingkat kelayakan, yaitu tidak memadai, kurang memadai,
cukup memadai, memadai, dan sangat memadai.
Pelaksanaan validasi model melibatkan 3 (tiga) orang pakar, dua pakar
dalam bidang bimbingan dan konseling (BK), serta satu pakar dalam bidang
psikologi anak. Dua bidang kepakaran dipilih karena modul konseling metafora
bagi anak merupakan modul yang mengembangkan proses konseling sehingga
perlu melibatkan pakar BK, sedangkan subjek penelitian dan ranah kajian tanggung
jawab anak usia dini memiliki karakteristik khusus sehingga memerlukan kajian
khusus dari sisi perkembangan anak. Hal tersebut membutuhkan keterlibatan
psikolog anak untuk memberikan penilaian mengenai modul yang dikembangkan.
Berikut ini identitas para pakar:
a) Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N., M.Pd sebagai Guru Besar dalam bidang
Bimbingan dan Konseling di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
124
b) Dr. Ipah Saripah. M.Pd., selaku pakar Bimbingan dan Konseling anak di
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
c) Dr. Medina Chotidjah, M.Si.,Psi, selaku pakar psikologi perkembangan di
Universitas Islam Negeri Bandung.
Berdasar validasi yang telah dilakukan oleh para pakar dapat disimpulkan
bahwa para pakar memberi penilaian layak untuk digunakan dengan beberapa
perbaikan. Beberapa masukan yang diberikan dapat disimpulkan sebagai berikut.
Tabel 3.10. Hasil Validasi Model Konseling Metafora
“STAR KIDS” dan Perbaikan yang Dilakukan
Dimensi Model dan Modul Kategori Saran
Struktur
Modul
Judul Memadai Judul model menarik
Sistematika Memadai Buat urutan dalam model
sesuai dengan urutan
dalam skala penilaian
Keterbacaan dan
bahasa
Memadai Tata bahasa dan
pengetikan perlu lebih
diperhatikan
Isi Modul Rasional Memadai Tegaskan mengapa
tanggung jawab penting
dan mengapa
menggunakan konseling
metafora
Visi dan Misi BK Kurang
memadai
Pencantuman visi dan misi
BK upayakan untuk tidak
seolah-olah fokus hanya
pada bimbingan belajar
Deskripsi Kebutuhan Kurang
memadai
Dicermati agar tidak
tumpah tindih dengan
rasional
Tujuan Model Memadai Didasarkan dari deskripsi
kebutuhan
Asumsi Model Kurang
memadai
1. Perbaiki struktur kalimat
dalam memaparkan
asumsi penelitian
2. Asumsi memuat urutan
dari tingkat filosofis
sampai teknis.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
125
Target Intervensi Sangat
memadai
Sesuai
Rancangan Model Sangat
memadai
Logis dan tepat
Tahapan Model Memadai Fokus pada tahapan
pelaksanaan konseling
Rencana Operasional Memadai Kata “STAR KIDS” perlu
dimunculkan sejak awal
pemaparan model
Kompetensi
Konselor
Memadai Sesuai
Evaluasi dan
Indikator
Keberhasilan
Memadai Perlu penjelasan evaluasi
dalam proses konseling
dan evaluasi hasil akhir
konseling. Bedakan
keberhasilan proses dan
produk/hasil. Gunakan cara
evaluasi yang tepat untuk
mengevaluasi proses dan
produk.
Isi Modul
Pelaksanaan
Konseling
Pengantar Memadai Sesuai
Tujuan Memadai Sesuai
Peran Konselor dan
Siswa
Peran
Konselor
dan Siswa
Usahakan peran konselor
dapat muncul di setiap
tahap konseling
Nilai Karakter
Tanggung Jawab
Nilai
karakter
tanggung
jawab
Sesuai
Langkah-langkah
Konseling Metafora
Empati “STAR
KIDS”
Memadai Uraikan secara rinci
pertahapan mengenai
bagaimana cara
menggunakan dan proses
yang berlangsung
pertahapan konseling.
SKLBK Memadai Tambahkan uraian tentang
langkah konseling secara
lebih detail
Materi setiap sesi Memadai Sesuaikan dengan alat dan
bahan yang digunakan
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
126
Setelah uji validasi rasional dilakukan, peneliti melakukan perbaikan model
dan modul pelaksanaan konseling sesuai masukan dan saran dari para pakar. Usai
proses uji validasi dilanjutkan dengan uji validasi empirik dengan mengujicobakan
modul pelaksanaan secara terbatas. Uji validasi empirik ini dilakukan oleh peneliti,
didampingi dengan satu asisten peneliti yang akan terlibat sebagai ko-konselor, dan
dua siswa kelas satu dan dua SD sebagai subjek dalam uji empirik. Berdasar hasil
uji validasi empirik diperoleh beberapa perubahan, yaitu:
1. Waktu pelaksanaan konseling yang semula hanya dijadwalkan 30-45
menit diubah menjadi 45-60 menit.
2. Pelaksanaan konseling yang semula direncanakan dapat ditangani oleh
satu konselor dan satu ko-konselor perlu ditambah, mengingat
anak-anak banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan saat kegiatan
konseling berlangsung, untuk mengantisipasi kemampuan konselor
dalam merespon semua konseli dengan baik maka jumlah konselor
untuk pelaksanaan eksperimen perlu ditambah, dengan perbandingan 1
konselor : 7 konseli. Dengan demikian akan dibutuhkan minimal tiga
konselor
3. Materi cerita metafora perlu disajikan tidak hanya melalui proses
dibacakan, tetapi perlu dengan alat peraga atau ekspresi yang dramatis
untuk menarik perhatian anak-anak.
4. Lembar kerja perlu disiapkan sepenuhnya oleh konselor mengingat tidak
semua anak siap dengan alat tulis dan pewarna.
5. Untuk lebih meningkatkan ketertarikan anak, diawal proses konseling
(begining session) perlu diberikan ice-breaking atau
permainan-permainan yang dapat mengkondisikan anak agar lebih siap
melangsungkan proses konseling. Hal ini juga mengingat proses
konseling yang dilakukan di pagi hari, sehingga kondisi anak dari
rumah belum selalu siap fokus terhadap suatu kegiatan, serta masih
banyaknya cadangan energi di dalam diri anak. Ice-breaking yang
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
127
diterapkan dapat berupa kegiatan-kegiatan yang melibatkan oleh fisik
dan merangsang emosi positif anak.
6. Dalam pelaksanaan tahap mengeksplorasi penggunaan metafora,
membingkai kembali, dan menghubungkan dengan dunia nyata, perlu
disediakan reinforcement bagi anak yang dapat menunjukkan
pemahaman yang baik, hal ini diharapkan dapat meningkatkan
keseriusan dan minat anak dalam menjalani proses konseling.
Reinforcement dapat diberikan dalam bentuk token ekonomi yang
dibagikan di akhir sesi konseling.
Hasil revisi model setelah uji validasi rasional dan empirik Model Konseling
Metafora “STAR KIDS” menjadi dasar bagi peneliti untuk melaksanakan
perlakuan dalam penelitian eksperimen.
Pada tahap akhir penelitian, validasi model penelitian dilakukan pula oleh
guru dan orangtua dalam social validity, yakni proses mengetahui validasi model
konseling berdasar efektivitas pelaksanaan konseling menurut pendapat guru
dan orangtua.
3. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan diraih dalam penelitian ini maka
pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan tersebut terdiri
dari tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian; dan tahap purna
penelitian. Berikut ini uraian mengenai masing-masing tahap prosedur penelitian:
a) Tahap Persiapan Penelitian
Tahap persiapan meliputi beberapa langkah penelitian yang terdiri dari
penyusunan Checklist dan Pedoman Observasi, Pedoman Wawancara, Model
dan Modul Konseling Metafora “STAR KIDS”, uji coba, dan evaluasi modul
pelatihan, seleksi subjek penelitian, persiapan ko-fasilitator, dan observer.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
128
b). Tahap Pelaksanaan Penelitian
1). Tahap pretest
Pretest dilakukan dengan melakukan observasi nilai karakter tanggung jawab
subjek penelitian baik yang di kelompok kontrol maupun eksperimen. Observasi
dilakukan oleh 10 observer. Observer tidak mengetahui apakah subjek yang
mereka observasi termasuk dalam kelompok kontrol atau kelompok eksperimen.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias dalam diri para observer.
Proses observasi dilakukan selama satu minggu dengan teknik time-sampling
dalam seting alamiah, sesuai dengan aktivitas subjek sehari-hari di sekolah.
Pelaksanaan pretest berlangsung dari tanggal 26 April s.d 01 Mei 2014.
2). Tahap pemberian perlakuan
Perlakuan diberikan kepada kelompok eksperimen yang terdiri dari 25 subjek
yang berasal dari lima kelas. Sebelum perlakuan dimulai terlebih dulu peneliti
melakukan koordinasi eksternal dengan kepala sekolah, guru kelas
masing-masing subjek, wali murid subjek penelitian, dan koordinasi internal
bersama para ko-konselor. Kegiatan koordinasi bertujuan untuk menyamakan
persepsi tentang prosedur penerapan konseling metafora “STAR KIDS” dan
mengkoordinasikan ketentuan-ketentuan yang akan diberlakukan bagi subjek
penelitian.
Pelaksanaan konseling bertempat di ruang perpustakaan dan dilakukan setiap
pagi hari pukul 6.30 s.d 7.30 mulai tanggal 02 Mei s.d 10 Juni 2014. Setiap sesi
konseling menggunakan alokasi waktu sekitar 60 menit dalam 17 kali pertemuan.
Pertemuan pertama dilakukan untuk perkenalan awal dan mensosialisasikan
pelaksanaan konseling kepada para subjek penelitian disertai dengan pemberian
lembar kesediaan sebagai subjek penelitian yang diisi oleh orang tua di rumah.
Pertemuan ke-2 s.d ke-16 merupakan proses inti dalam pelaksanaan sesi
konseling metafora ‘STAR KIDS”, dan hari ke-17 merupakan hari pemberian
kenang-kenangan dan penguatan bagi para subjek penelitian mengenai akhir
pelaksanaan proses konseling.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
129
Pelaksanaan teknik konseling metafora “STAR KIDS” untuk meningkatkan
tanggung jawab anak usia dini dikembangkan sesuai dengan analisis kebutuhan
berdasar hasil observasi perilaku tanggung jawab anak, survey, dan FGD
terhadap para guru kelas satu SD Mutual yang telah dilakukan.
Berdasar seting konseling kelompok yang digunakan dalam model konseling
metafora “STAR KIDS” maka pelaksanaan konseling dilakukan dengan terlebih
dulu membentuk kelompok dengan memperhatikan hal-hal sebagaimana yang
diungkapka oleh Brown (1994, 63-77), sebagai berikut:
a) Menentukan tujuan kelompok. Tujuan konseling dalam penelitian ini adalah
untuk meningkatkan pembentukan nilai karakter tanggung jawab anak usia
dini.
b) Menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan konseling. Waktu yang disepakati
antara peneliti, kepala sekolah, koordinator kesiswaan, penanggung jawab
BK, dan guru adalah pukul 6.30 . Waktu ini merupakan waktu sebelum siswa
masuk kegiatan pembelajaran inti yang biasa diisi dengan kegiatan mengaji.
Pelaksanaan dilakukan di ruang perpustakaan yang relatif luas, nyaman,
tenang, dan kondusif.
c) Penyaringan anggota kelompok dilakukan dengan mengobservasi siswa
sehingga diperoleh siswa-siswa yang perilaku tanggung jawab di sekolah
rendah, dipertegas dari hasil FGD guru-guru kelas satu dan dokumen guru
mengenai siswa yang memiliki tanggung jawab rendah. Hasil observasi dan
FGD guru akan ditindaklanjuti dengan meminta kesediaan orangtua atau wali
murid untuk menyetujui keterlibatan anak dalam sesi konseling kelompok
metafora.
d) Mencegah munculnya perilaku bermasalah yang sering terjadi dalam proses
konseling kelompok yakni inappropriate atau ineffective communications
(mengintrupsi, membuat komentar yang tidak tepat, memanggil-manggil
nama, keheningan, monopoli, dan memberi sebutan-sebutan yang bodoh
pada anggota kelompok) dan physical distractions (memukul, tidak dapat
duduk diam di tempat duduk, kecemasan yang mengganggu, serta perilaku
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
130
nonverbal yang menunjukkan kecenderungan menarik diri). Pencegahan
perilaku tersebut dapat dilakukan dengan menyebutkan harapan konselor akan
keikutsertaan peserta secara aktif dan saling terhubung antara anggota satu
dengan yang lain.
e) Membuat perencanaan kelompok dengan menentukan tujuan dan harapan para
peserta kelompok.
f) Menegakkan aturan kelompok.
g) Mengevaluasi kelompok.
Pelaksanaan prosedur konseling metafora dilakukan dengan urutan
beginning session, working session, dan termination. Tahap awal(beginning
session) diperlukan untuk memberi kesempatan pada para anggota kelompok
saling menyesuaikan diri; tahap inti atau kerja adalah tahap diterapkan konseling
metafora melalui bahasa dan visual; dan tahap terakhir dilakukan dengan
mengadakan refleksi umum dan tindak lanjut atau evaluasi. Pelaksanaan konseling
kelompok dalam tahap inti yakni working session merupakan tahap yang
direncanakan untuk menerapkan konseling metafora. Pelaksanaan konseling
metafora sendiri dilakukan dengan prosedur:
i. Mengenalkan penggunaan teknik konseling metafora.
ii. Mengeksplorasi penggunaan metafora.
iii. Mentransformasi atau membingkai kembali metafora dengan mendorong
konseli melakukan perubahan makna metafora secara positif.
iv. Menghubungkan metafora dengan dunia nyata.
c). Tahap posttest
Kegiatan posttest dilakukan mulai tanggal 08 Juli s.d 15 Juli 2014. Kegiatan ini
dilakukan dengan mengobservasi tanggung jawab subjek penelitian secara
alamiah dalam seting sekolah sehari-hari dengan menggunakan checklist dan
pedoman observasi tanggung jawab yang telah disediakan. Setelah selesai
observasi para observer yang melakukan proses pengamatan mengumpulkan
hasil pengamatan setiap harinya kepada peneliti dan dilanjutkan dengan diskusi
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
131
mengenai kejadian-kejadian penting atau istimewa selama proses observasi
berlangsung.
d). Tahap Purna Penelitian
Setelah penelitian selesai dilaksanakan, peneliti mewawancarai guru-guru kelas
satu subjek penelitian yang memiliki skor ekstrim guna mengetahui dinamika
pasca penelitian. Selain itu peneliti juga mempresentasikan hasil penelitian
kepada pihak sekolah dan melaksanakan pemberian perlakuan bagi kelompok
kontrol. Pemberian perlakuan yang sama seperti kelompok eksperimen bagi
kelompok kontrol bertujuan untuk menegakkan kode etik penelitian agar
kelompok kontrol yang diketahui berada dalam kategori skor tanggung jawab
rendah mendapat perlakuan yang sama dengan kelompok eksperimen.
E. Teknik Analisis Data
1) Analisis Data Kuantitatif
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis melalui teknik analisis
deskriptif dan teknik analisis statistik. Analisis deskriptif digunakan untuk
menganalisis data kualitatif sebelum dan sesudah perlakuan, adapun data yang
bersifat kuantitatif pre test dan posttest dianalisis menggunakan teknik statistik
dengan mengunakan anacova (analysis of covariance) dan anava satu jalur
(one-way anova) dengan melalui proses komputasi program SPSS 17,0 for windows.
Sebelum melakukan uji analisis, terlebih dulu dilakukan uji persyaratan atau uji
asumsi yang meliputi uji normalitas, linieritas, dan homogenitas.
Perhitungan analisis data diperoleh melalui prosedur sebagai berikut.
a. Sebelum diolah, data terlebih dulu diverifikasi. Data-data yang tidak lengkap atau
tidak sempurna (misalnya tidak mengikuti pretest atau posttest; tidak ada skor IQ,
jumlah keikutsertaan subjek dalam proses konseling tidak optimal) tidak akan
diikutsertakan untuk dianalisis. Setelah proses verifikasi selesai prosedur data
dilanjutkan ke proses kedua.
b. Dalam proses kedua ini, peneliti menentukan skor tiap subjek sesuai dengan alat
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
132
pengumpul data yang digunakan. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan checklist observasi sebagai panduan penghitungan frekuensi perilaku
tanggung jawab yang muncul sesuai aitem-aitem yang terdapat dalam checklist.
Masing-masing skor frekuensi dijumlah berdasar masing-masing aitem. Skor awal
yang diperoleh berdasar frekuensi merupakan skor rasio, sehingga perlu diubah
terlebih dahulu ke dalam skor interval sebelum dilakukan perhitungan analisis uji
hipotesis.
c. Skor awal observasi dalam bentuk data frekuensi diubah ke dalam data interval
dengan kategori sebagai berikut:
Tabel 3.11. Konversi skor rasio ke dalam skor interval
Skor frekuensi Skor interval Keterangan
0 1 Tidak pernah
1 s.d 3 2 Jarang
4 s.d 6 3 Kadang-kadang
7 s.d 9 4 Sering
≧ 10 5 Selalu
d. Setelah data interval diperoleh, perhitungan analisis data untuk menguji hipotesis
dilakukan. Pengujian data secara kuantitatif diawali dengan melakukan analisis
deskriptif data berupa rata-rata (mean), skor maksimal, skor minimal, dan standar
deviasi masing-masing variabel data. Seluruh perhitungan statistik menggunakan
bantuan paket program SPSS for Windows versi 17. Hasil perhitungan statistik
secara rinci terdapat di halaman lampiran.
e. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan guna mengetahui pengaruh
perlakuan Konseling Metafora dalam meningkatkan pembentukan nilai karakter
tanggung jawab anak. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji
ANACOVA (analisis covarian) dan dilanjutkan dengan uji korelasi regresi untuk
mengetahui seberapa besar sumbangan relatif dari masing-masing variabel kontrol
terhadap nilai karakter tanggung jawab. Sebelum pengujian hipotesis dilakukan,
uji persyaratan harus terpenuhi. Shavelson (1988) menyatakan bahwa dalam uji
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
133
ANACOVA terdapat tiga uji asumsi yang familier dilakukan, yakni uji normality,
homogeneity of variances, dan independence. Sesuai dengan pendapat Shavelson
mengenai uji asumsi yang harus dipenuhi, Wismanto (2005) menyatakan bahwa
analisis statistik parametrik bekerja dengan kurve normal, oleh karena itu setiap
teknik analisis membutuhkan persyaratan uji normalitas, dan uji asumsi yang lain.
Hipotesis komparasi yang menggunakan analisis anakova membutuhkan tiga uji
prasyarat, yakni uji normalitas, homogenitas, dan linieritas. Dalam penelitian ini,
peneliti menyajikan hasil uji persyaratan yang harus dipenuhi sebagai berikut:
1). Pengujian Persyaratan
i. Uji Normalitas Distribusi Variabel Dependen
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel terikat Y
terdistribusi normal. Pengujian asumsi normalitas sebaran data merupakan
asumsi paling dasar dalam inferensi statistik parametrik, karena dalam analisis
ini perlu diketahui pasti apakah parameter-parameter data terutama mean,
standar deviasi, dan varians memang dapat dipercaya dan layak untuk mewakili
serta menggambarkan keseluruhan data. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan Uji One-sample Kolmogorov-Smirnov test. Kaidah yang
digunakan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran adalah jika p>0.05, maka
sebarannya normal, dan jika p<0.05 maka sebaran dinyatakan tidak normal
(Hadi, 1993). Hasil uji normalitas menunjukkan sebaran data kedua kelompok
sebagai berikut:
Tabel 3.12. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Distribusi Variabel
Skor Variabel
Kecerdasan Pretest Posttest
Kolmogorov-
Smirnov
Statistik 1.153 0.713 0.883
df 45 45 45
Sig 0.140 0.699 0.419
Keterangan Normal Normal Normal
Berdasar Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa taraf signifikansi masing-masing
variabel p>0.05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran skor masing-masing
variabel pada kelompok eksperimen dan kontrol terdistribusi secara normal.
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
134
Dengan demikian, uji asumsi normalitas terpenuhi.
ii. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah beberapa kelompok data
penelitian memiliki varians yang sama atau tidak. Uji homogenitas kelompok
dilakukan dengan uji Levene. Jika nilai signifikansi Levene’s Test lebih kecil dari
0.05 (p<0.05) berarti nilai Levene’s Test signifikan. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan diantara kedua kelompok. Sebaliknya, jika nilai signifikansinya lebih
besar dari 0.05 (p>0.05) berarti kedua kelompok homogen. Berikut disajikan hasil
uji homogenitas variabel dependen.
Tabel 3.13 . Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varian
Sumber Type III Sum
of Squares
df Mean
Squares
F Sig
Corrected Mode 2908.554 4 727.139 7.731 0.000
Intercept 349.797 1 349.797 3.719 0.061
IQ 58.221 1 58.221 0.619 0.436
Kelompok 1830.264 1 1830.264 19.460 0.000
Jenis Kelamin 0.008 1 0.008 0.000 0.993
Kelompok*Jenis 36.582 1 36.582 0.153 0.698
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa semua nilai signifikansi varians lebih besar dari 0.05
(p>0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel dalam penelitian ini
homogen.
iii. Uji Linieritas
Uji asumsi linieritas dalam uji Anacova perlu dilakukan untuk mengetahui
hubungan linier antara kovariat dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini uji
linieritas dilakukan guna mengetahui hubungan linier antara kelompok dengan IQ,
dan kelompok dengan pretest. Hasil analisis uji linieritas skor antara kelompok
dengan IQ menunjukkan nilai F = 0.859 dengan taraf signifikansi sebesar 0.431
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
135
(lebih besar dari p = 0.05), hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antara skor
kelompok dan IQ tidak linier. Hasil analisis uji linieritas yang ketiga antara
kelompok dan skor pretest menunjukkan hasil nilai F = 9.986 dengan taraf
signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari p = 0.05, dengan demikian hubungan
antara skor kelompok dan skor pretest adalah linier. Asumsi ketiga mengenai
interaksi antara skor kelompok dan skor pretest tidak memenuhi uji prasyarat
anakova, sehingga untuk mengetahui perbedaan antar kelompok ini perlu diuji
dengan menggunakan perbandingan antar gain score melalui uji analisis varians
satu jalur. Berdasar uji prasyarat yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
uji linieritas dalam penelitian ini dapat dilanjutkan.
2) Analisis Data Kualitatif
Teknik analisis data kualitatif yang diperoleh melalui pengumpulan data
observasi, wawancara, dan focus group discussion dilakukan melalui analisis
tematik. Analisis tematik merupakan cara memperoleh pola dari kumpulan informasi
awal yang diperoleh. Tujuan analisis tematik adalah untuk mendeskripsikan dan
menginterpretasikan realitas sosial tertentu. Analisis data dapat dilakukan melalui tiga
tahap yaitu tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi data (Miles dan Huberman, 1992). Namun dalam penelitian ini digunakan
langkah-langkah analisis data menurut Creswell (2010). Langkah-langkah tersebut
dilakukan sebagai berikut.
a) Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis yang meliputi
transkrip wawancara dan hasil observasi partisipan.
b) Membaca keseluruhan data, pada tahap ini peneliti menulis
catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang
diperoleh baik dari hasil observasi maupun hasil wawancara.
c) Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding merupakan
proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan
sebelum memaknainya. Dalam penelitian ini koding dikembangkan
berdasar data yang telah terkumpul. Proses pengkodean bagian-bagian
Riana Mashar, 2015 TEKNIK KONSELING METAFORA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA USIA 6-7 TAHUN DI KELAS 1 SD MUHAMMADIYAH 1 ALTERNATIF KOTA MAGELANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
136
transkrip dilakukan untuk mendapat padatan faktual, tema, kategori, guna
ditelaah lebih lanjut. Data mentah hasil koding kembali ditransformasi dan
disistemasi secara logis hingga mencapai hasil akhir. Mengidentifikasi
coding untuk mendeskripsikan seting, orang, kategori, atau tema-tema
yang akan dianalisis. Tahap identifikasi dilakukan dengan
menghubungkan tema-tema. Tema-tema inilah yang menjadi hasil utama
dalam penelitian. Tahap ini dilakukan dengan mengidentifikasi coding
berdasar masing-masing subjek dengan skor ekstrim.
d) Menginterpretasi tema-tema yang akan disajikan dalam laporan kualitatif.
Interpretasi hasil analisis akan disampaikan dalam bentuk naratif dengan
menggabungkan semua hasil kualitatif berdasar masing-masing subjek
dan mencoba mencari pola perubahan tanggung jawab sebelum dan
setelah perlakuan, serta memperoleh pola sikap antara subjek yang
menunjukkan perubahan positif dan subjek yang tidak menunjukkan
perubahanan tanggung jawab berdasar hasil analisis data.