BAB III METODE PENELITIAN A. Desain...
Transcript of BAB III METODE PENELITIAN A. Desain...
29
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menerapkan desain kuasi eksperimen karena subyek untuk
kelas eksperimen dan kontrol tidak dipilih secara acak tetapi peneliti
menggunakan keadaan subyek seadanya. Hal ini disebabkan oleh sistem sekolah
yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pemilihan subyek secara acak.
Kuasi eksperimen ini menggunakan desain pretes-postes dan kelompok kontrol
tidak acak (nonrandomized control group, pretest-posttest design). Secara
sederhana, desain tersebut disajikan sebagai berikut:
Eksperimen : O X O
--------------------
Kontrol : O O (Ruseffendi, 2010)
Keterangan : O = pretes, postes kemampuan penalaran dan disposisi
matematissiwa kelas kontrol dan eksperimen
X = perlakuan (pembelajaran dengan inquiry co-operation
model)
--- = subyek tidak dikelompokkan secara acak
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu
SMP Negeri di kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi
Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23
Maret sampai dengan 25 April 2015. Sampel dalam penelitian ini dipilih dua kelas
yang memiliki kemampuan awal sama dari lima kelas VIII secara purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dengan
30
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
materi bangun ruang sisi datar. Pemilihan kelas kontrol dan kelas eksperimen
dilakukan dengan cara acak tak sesungguhnya, yakni dengan memilih secara acak
dari kelas yang ada. Hal ini dikarenakan, tidak dimungkinkan peneliti membentuk
kelas baru sehingga memilih unit sampelnya berdasarkan kelas. Selanjutnya
masing-masing kelas tersebut diidentifikasi berdasarkan kemampuan awal
matematis (KAM) siswa, yakni kemampuan awal atas, tengah, dan bawah.
Kemampuan awal matematis siswa diperoleh melalui rata-rata nilai Ulangan
Harian 1, 2, dan UTS.
Penetapan level kemampuan awal matematis (KAM) menurut didasarkan
pada rataan ( ) dan simpangan baku (s), sebagai berikut:
KAM ≥ : siswa level KAM atas
≤ KAM < : siswa level KAM tengah
KAM < : siswa level KAM bawah
Hasil yang diperoleh berdasarkan rata-rata ulangan harian 1, 2, dan UTS
disajikan dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)
Formula Kriteria
skor KAM ≥ 63,95 Siswa Kelompok Atas
32,03 ≤ skor KAM < 63,95 Siswa Kelompok Tengah
Skor KAM < 32,03 Siswa Kelompok Bawah
Komposisi jumlah siswa berdasarkan kriteria pengelompokkan KAM pada
tabel di atas disajikan pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Komposisi Jumlah Siswa Berdasarkan Kreteria KAM
Kriteria KAM Kelas
Total Eksperimen Kontrol
Atas 4 3 7
Tengah 25 23 48
31
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bawah 6 7 13
Total 35 33 68
C. Variabel Penelitian
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
penyebab dan nilai-nilainya tidak tergantung pada variabel lain. Variabel bebas
(X) pada penelitian ini adalah model pembelajaran, yakni:
X1: pembelajaran dengan inquiry co-operation model
X2: pembelajaran dengan model pembelajaran ekspositori
Variabel Terikat adalah variabel yang menjadi akibat dari suatu penyebab
dan nilai-nilainya bergantung pada variabel lain. Variabel terikat (Y) pada
penelitian ini adalah kemampuan penalaran matematis dan disposisi matematis
siswa pada materi bangun ruang sisi datar.
Desain keterkaitan antara kelompok KAM (kemampuan Awal Matematis)
siswa dengan pembelajaran inquiry co-operation model dan Pembelajaran
ekspositori disajikan dalam Tabel 3.3
Tabel 3.3
Desain Keterkaitan antara KAM dan Pembelajaran
Kelas Pembelajaran
Kemampuan E K
Kemampuan Awal Atas (A) EA KA
Kemampuan Awal Tengah (T) ET KT
Kemampuan Awal Bawah (B) EB KB
Keterangan:
E : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation
Model.
K : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Ekspositori.
32
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
EA : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation
Modeldan memiliki kemampuan awal matematis atas.
ET : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation
Modeldan memiliki kemampuan awal matematis tengah.
EB : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation
Modeldan memiliki kemampuan awal matematis bawah.
KA : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Ekspositori dan
memiliki kemampuan awal matematis atas.
KT : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Ekspositori dan
memiliki kemampuan awal matematis tengah.
KB : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Ekspositori dan
memiliki kemampuan awal matematis bawah.
D. Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel-variabel dan agar tidak menimbulkan
perbedaan penafsiran rumusan masalah dalam penelitian ini, berikut disajikan
definisi operasional:
1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis
Kemampuan penalaran adalah proses berpikir yang bertujuan untuk menyusun
suatu kesimpulan dari data yang awal diketahui dengan aturan atau cara yang
sah. Indikator dalam penelitian ini adalah (1) Analogi, (2) Generalisasi, dan(3)
Memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
dalam menyelesaikan soal-soal.
2. Disposisi Matematis
Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada
diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan
matematika.. Dalam penelitian ini, indikator disposisi matematis meliputi (1)
Percaya diri; (2) Gigih dan tekun; (3) Fleksibel; (4) Memiliki minat dan rasa
ingin tahu dalam mengerjakan tugas-tugas matematika; (5) Menerapkan
33
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
matematika dalam kehidupan sehari-hari; (6) Menunjukkan sikap kooperatif
dan penghargaan terhadap orang lain dalam belajar matematika.
3. Pembelajaran Inquiry Co-operation Model
Pembelajaran inquiry co-operation model adalah pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelidikan, penemuan, dan penyelesaian masalah
yang memuat delapan komponen, yaitu: (a) getting in contact (melakukan
kontak); (b) locating (melokalisasi); (c) identifying (mengidentifikasi); (d)
advocating (mengadvokasi); (e) thinking aloud (berpikir keras); (f)
reformulating (mereformulasi kembali); (g) challenging (menantang); (h)
ecaluating (mengevaluasi).
4. Pembelajaran Ekspositori
Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menggunakan metode
ceramah, yang diawali dengan apersepsi, penjelasan materi oleh guru di depan
kelas dan siswa duduk mendengarkan, kemudian guru memberikan contoh-
contoh soal yang diselesaikan oleh guru, dan terakhir siswa diberi soal-soal
latihan sesuai contoh yang telah diberikan.
5. Kemampuan Awal Matematis (KAM)
Kemampuan awal matematis (KAM) adalah kemampuan tentang pengetahuan
siswa yang telah dimiliki sebelumnya untuk mengikuti pembelajaran yang
lebih tinggi.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimen.
Penelitan dilaksanakan pada materi pokok bangun ruang sisi datar yang dimana
diadakan pretest dan postes sebelum dan setelah pembelajaran inquiry co-
operation model. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Studi pendahuluan: identifikasi masalah, studi literatur, dan lain-lain
2. Menyusun instrumen penelitian.
34
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Validasi instrumen oleh ahli.
4. Mengujicobakan instrumen tes uji coba pada kelas uji coba pada siswa yang
sebelumnya telah diajar materi bangun ruang sisi datar.
5. Menganalisis data hasil uji coba instrumen tes uji coba untuk mengetahuii
validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran soal.
6. Menentukan butir soal dan instrumen yang memenuhi kriteria.
7. Mengambil data nilai Ulangan Harian 1,2 dan UTS mata pelajaran matematika
kelas VIII di SMPN 1 Punduh Pedada tahun pelajaran 2014/2015.
8. Berdasarkan data nilai tersebut, selanjutnya digunakan untuk menentukan
kelas sampel penelitian (kelas eksperimen dan kelas kontrol) dengan
kemampuan sama dan klasifikasi Kemampuan Awal Matematis (KAM).
9. Memberikan pretes kemampuan penalaran induktif matematis pada kelas
sampel penelitian.
10. Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
menggunakan model pembelajaran yang telah ditentukan.
11. Melaksanakan tes kemampuan penalaran induktif matematis serta
memberikan poskala disposisi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
12. Menganalisis data hasil tes kemampuan penalaran matematis, skala disposisi
matematis, dan hasil pengamatan.
13. Menyusun hasil penelitian.
14. Diseminasi hasil penelitian.
15. Pengumpulan hasil penelitian.
Pelaksanaan penelitian di atas dapat dilihat pula pada skema penelitian yang
disajikan oleh gambar sebagai berikut.
35
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
STUDI KEPUSTAKAAN
Penyusunan Rancangan Pembelajaran dan Instrumen Penelitian
Penentuan Sampel dan Populasi
Uji Coba Instrumen
Pelaksanaan
Pembelajaran Dengan
Inquiry Cooperation
Model
Pelaksanaan
Pembelajaran Dengan
Metode Ekspositori
Postes
Pengumpulan dan Analisis Data
Temuan
36
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1
Skema Penelitian
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari lima
macam instrumen, yakni (1) bahan ajar, (2) instrumen tes kemampuan penalaran
matematis, (3) instrumen skala disposisi matematis siswa, (4) instrumen lembar
pengamatan kinerja guru dan aktivitas siswa. Berikut uraian mengenai instrumen
tersebut.
a. Bahan Ajar
Bahan ajar yang dikembangkan meliputi Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Alternatif Jawaban Lembar
Kerja Siswa yang disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran yang
diterapkan yakni pembelajaran dengan inquiry co-operation model dan
pembelajaran ekspositori. Langkah-langkah pembelajaran dengan inquiry co-
operation model meliputi: (1) getting in contact; (2) locating; (3) identifying; (4)
advocating; (5) thinking aloud; (6) reformulating; (7) challenging; dan (8)
evaluating. Sedangkan pembelajaran ekspositori meliputi: (1) apersepsi, (2)
presentasi, dan (3) resitasi. Dalam pengembangannya juga mempertimbangkan
37
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kemampuan yang ingin dicapai, yakni kemampuan penalaran dan disposisi
matematis yang dijabarkan dari silabus yang dibuat.
b. Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Tes Kemampuan Penalaran Matematis (KPM) digunakan untuk mengukur
kemampuan penalaran matematis siswa. Tes Kemampuan penalaran matematis
diberikan sebelum pembelajaran (pretes) dan setelah pembelajaran (postes). Tes
kemampuan penalaran matematis yang digunakan berbentuk uraian, hal ini
dimaksudkan agar langkah dan cara berpikir siswa dalam menyelesaikan soal
dapat lebih tergambar dengan jelas. Sesuai dengan pendapat Ruseffendi (1991)
yang mengemukakan bahwa salah satu kelebihan tes uraian yaitu kita bisa melihat
dengan jelas proses berpikir siswa melalui jawaban yang diberikan siswa.
Materi tes kemampuan penalaran disesuaikan dengan materi pelajaran
matematika SMP semester genap 2014/2015 yang mengacu pada KTSP,
khususnya pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Penyusunan perangkat tes
diawali dengan membuat kisi-kisinya terlebih dahulu yang mencakup pokok
bahasan, aspek kemampuan yang diukur, indikator, serta banyaknya butir tes.
Kemudian dilanjutkan dengan menyusun tes kemampuan penalaran matematis
sesuai dengan indikator masing-masing kemampuan yang diukur beserta kunci
jawaban dan pedoman penyekoran tes.
Kemudian tes dikonsultasikan kepada pembimbing, dan meminta
pertimbangan validitas muka dan validitas isi, lalu tes diujicoba untuk mengetahui
reliabilitas, validitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran butir tes. Selanjutnya
baru dilakukan pengolahan dan perhitungan data hasil uji coba.
Instrumen tes kemampuan penalaran matematis berbentuk tes tertulis
berjumlah 6 soal. Penyusunan intrumen tes kemampuan penalaran induktif
matematis dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut.
1) Menentukan materi pokok dalam penelitian ini yaitu bangun ruang sisi
datar.
38
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2) Menentukan bentuk tes yang digunakan. Bentuk tes yang digunakan dalam
penelitian ini berupa soal uraian
3) Menentukan alokasi waktu mengerjakan sol dan jumlah butir soal
4) Membuat kisi-kisi soal dan menulis butir soal uji coba.
5) Membuat kunci jawaban dan pedoman penyekoran.
6) Melakukan validitas konstruk dan validitas isi kepada pembimbing.
7) Mengujicobakan instrumen.
8) Menganalisis hasil uji coba dan memilih butir soal yang memenuhi kriteria
valid, reliabel, dan mempunyai daya pembeda yang signifikan.
Pedoman pemberian skor untuk mengukur kemampuan pealaran
matematis beredoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai,
Lane, dan Jacabcsin (Nanang, 2009), seperti terlihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran
Skor Kriteria
0 Tidak ada jawaban
1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau
menarik kesimpulan salah
2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan
dijawab dengan benar
3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan
dijawab dengan benar
4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematis
dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap
39
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Instrumen Skala Disposisi Matematis Siswa
Instrumen Skala disposisi matematis yang dikembangkan dan diadopsi
dari Sumarmo (2010) yang meliputi: aspek-aspek kepercayaan diri, keluwesan
(fleksibilitas), ketekunan, keingintahuan, memonitor/refleksi dalam kegiatan
matematika, aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum
diujicobakan dibuat kisi-kisi skala disposisi matematis terlebih dahulu, kemudian
diujicobakan keterbacaan skala disposisi matematis pada siswa kelas VIII yang
berorientasi pada redaksi dan keefektifan susunan kalimat agar siswa dapat
mengerti maksud dari pernyataan angket yang diberikan. Kategori disposisi
matematis berdasarkan Suherman & Kusuma (1990)
Bentuk pernyataan disposisi siswa terhadap matematika dibuat dengan
berpedoman pada bentuk skala likert yang terdiri dari 30 pernyataan yang diisi
oleh siswa sesudah perlakuan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Skala Likert
dimodifikasi dengan aturan skoring yang mengikuti skala tertentu, yang terdiri
atas 4 kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari jawaban aman (netral) dan mendorong siswa
untuk melakukan keberpihakan jawaban.
Tabel 3.5 Kategori Disposisi Matematis
Skor Kategori
90% ≤ SB ≤ 100% Sangat baik
75% ≤ B < 90% Baik
55% ≤ C < 75% Cukup
40% ≤ K ≤ 55% Kurang
SK < 40% Sangat Kurang
Berikut merupakan kisi-kisi dari pernyataan skala disposisi matematis
siswa khususnya pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Indikator yang
40
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
digunakan dalam penyusunan pernyataan disposisi ini menggunakan indikator
disposisi matematika menurut NCTM.
Dalam menganalisis hasil skala disposisi, pernyataan tersebut
ditransformasikan ke dalam skala kuantitatif (ordinal). Pemberian nilai dibedakan
antara jenis pertanyaan yang bersifat positif dan negatif. Pernyataan skala
disposisi yang bersifat positif pemberian skornya: SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS
= 1. Sedangkan pernyataan skala disposisi yang bersifat negatif pemberian
skornya: SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4.
d. Instrumen Lembar Observasi Guru dan Siswa
Instrumen lembar observasi guru digunakan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika mengajar dan sesuai
tidaknya dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan.
Instrumen ini juga dikembangkan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Penyusunan instrumen disesuaikan dengan kisi-kisi pada model
pembelajaran yang diterapkan. Lembar penilaian aktivitas siswa digunakan untuk
mengetahui seberapa besar aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Dalam pengisiannya, guru atau pengamat diminta memberikan tanda
cek (√) pada kotak skala nilai sesuai dengan aktivitas yang dilakukan siswa. Tiap
indikator memiliki kategori nilai masing-masing dari 4, 3, 2, atau 1 sesuai
pedoman penskoran yang telah diberikan pada tiap-tiap item. Lembar ini diisi oleh
guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Lembar observasi diberikan kepada observer untuk memperoleh gambaran
secara langsung aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru dalam menyajikan
pembelajaran dalam setiap pertemuan. Tujuan dari pedoman lembar observasi ini
adalah untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika
mengajar dan untuk mengamati kinerja siswa dalam mengikuti pembelajaran,
serta lembar observasi dijadikan sebagai acuan dalam membuat refleksi terhadap
proses pembelajaran dan keterlaksanaannya pembelajaran inquiry co-operation
model.
41
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
G. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian
Suatu penelitian akan valid apabila alat evaluasi yang digunakan memiliki
kualitas yang baik. Untuk mendapatkan alat evaluasi yang berkualitas baik perlu
diperhatikan beberapa kriteria, yaitu validitas, reliabilitas, derajat kesukaran, dan
daya pembeda. Oleh karena itu sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen
harus diujicobakan terlebih dahulu kemudian dilihat validitas, reliabilitas, derajat
kesukaran, dan daya pembeda. Untuk instrumen bahan ajar dan lembar kerja
siswa (LKS) dilakukan validitas ahli. Instrumen skala disposisi matematis siswa
dilihat validitas dengan uji validitas dan reliabilitas. Instrumen tes kemampuan
penalaran matematis selain dilakukan validitas ahli juga dilakukan uji validitas
empiris yang meliputi uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya
pembeda dari hasil uji coba lapangan. Berikut uraian dari masing-masing uji
empiris yang dilakukan.
a. Menentukan Validitas Butir Tes
Validitas butir tes ditentukan dengan cara menghitung korelasi antara skor
setiap butir tes dengan skor totalnya. Perhitungan korelasi ini dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson dengan memakai
angka kasar (raw score) (Suherman, 2003)
( )(∑ ) (∑ )(∑ )
√* ∑ (∑ ) +* ∑ (∑ ) +
Keterangan:
N = banyaknya peserta tes
∑ = jumlah skor item
∑ = jumlah skor total
∑ = jumlah kuadrat skor item
∑ = jumlah kuadrat skor total
∑ = jumlah perkalian skor item dan skor total
42
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Adapun interpretasi koefisien korelasi (rxy) yang diperoleh mengikuti
kategori berikut (Suherman, 2003):
Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Interpretasi
0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 Korelasi sangat tinggi (validitas sangat tinggi)
0,70 ≤ rxy < 0,90 Korelasi tinggi (validitas tinggi)
0,40 ≤ rxy < 0,70 Korelasi sedang (validitas sedang)
0,20 ≤ rxy < 0,40 Korelasi rendah (validitas rendah)
0,00 ≤ rxy < 0,20 Korelasi sangat rendah (validitas sangat rendah)
rxy < 0,00 Tidak Valid
Berdasarkan hasil uji coba soal tes kemampuan penalaran induktif
matematis didapatkan hasil seperti pada Tabel 3.7
Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Validitas Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif
Butir Soal Validitas Interpretasi
1 0,589 Sedang
2 0,874 Tinggi
3 0,588 Sedang
4 0,603 Sedang
43
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5 0,654 Sedang
6 0,858 Tinggi
b. Menentukan Reliabilitas Tes
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan reliabilitas
suatu alat evaluasi, salah satunya yaitu dengan menggunakan tes tunggal. Artinya,
seperangkat tes dikenakan terhadap siswa dalam satu kali pertemuan, kemudian
diperoleh sekelompok data. Dari sekelompok data yang diperoleh, selanjutnya
dihitung koefisien reliabilitasnya. Dalam penelitian ini akan digunakan tes
berbentuk uraian, sehingga rumus yang digunakan untuk mencari koefisien
reliabilitas perangkat tes yaitu rumus Croncbach Alpha (Suherman, 2003).
(
) (
∑
)
Keterangan:
N = banyaknya butir tes
∑ = jumlah variansi skor setiap butir tes, dan
= variansi skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas tes menurut Guilford
(Suherman, 2003) dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Interpretasi
0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat tinggi
0,70 ≤ r11 < 0,90 Reliabilitas Tinggi
0,40 ≤ r11 < 0,70 Reliabilitas Sedang
44
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
0,20 ≤ r11 < 0,40 Reliabilitas Rendah
r11 < 0,20 Reliabilitas Sangat rendah
Berdasarkan hasil uji coba soal tes kemampuan penalaran induktif
matematis didapatkan reliabilitas sebesar 0,77 dan terkategori tinggi.
c. Menentukan Daya Pembeda (DP) dan Indeks Kesukaran (IK)
Butir Tes
Daya pembeda butir tes adalah kemampuan suatu tes untuk dapat
membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang
berkemampuan rendah. Secara sederhana, sebuah soal dikatakan memiliki daya
pembeda yang baik jika siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik,
sementara siswa yang kurang tidak dapat mengerjakan dengan baik soal yang
diberikan.
Daya pembeda atau discriminatory power dihitung dengan membagi testee
ke dalam dua kelompok (atas dan bawah). Kelompok atas (the higher group) yaitu
kelompok testee yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group)
yaitu kelompok testee yang tergolong rendah. Jika subyek pada uji coba lebih dari
30 disebut kelompok besar, maka untuk keperluan perhitungan daya pembeda
cukup diambil 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk kelompok bawah
(Suherman, 2003).
Kualitas setiap butir tes dapat diketahui berdasarkan indeks kesukaran atau
tingkat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir tes tersebut. Menurut
Suherman (2003) butir-butir tes dapat dinyatakan sebagai butir tes yang baik
apabila butir-butir tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.
Dengan kata lain, tingkat kesukaran butir tes itu adalah sedang atau cukup.
Tahapan yang dapat dilakukan untuk mengetahui daya pembeda dan indeks
kesukaran butir tes adalah sebagai berikut:
(1) Urutkan skor tes siswa dari skor tertinggi hingga skor terendah
45
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(2) Ambil sebanyak 27% siswa yang skornya tinggi, yang selanjutnya disebut
kelompok atas dan 27% siswa yang skornya rendah, yang selanjutnya disebut
kelompok bawah (Suherman, 2003).
(3) Tentukan daya pembeda butir tes. Adapun rumus yang dapat digunakan
adalah sebagai berikut (Suherman, 2003)
Keterangan:
DP : Daya Pembeda JBA : jumlah skor siswa kelompok atas pada butir tes yang diolah JBB : jumlah skor siswa kelompok bawah pada butir tes yang diolah
JSA : jumlah skor maksimal ideal salah satu kelompok (atas) pada butir soal yang diolah
Daya pembeda butir tes diinterpretasikan berdasarkan kategori pada
Tabel 3.9
Tabel 3.9
Interpretasi Koefisien Daya Pembeda
Daya Pembeda Kriteria
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Berdasarkan hasil uji coba soal tes kemampuan penalaran induktif
matematis didapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 3.10
Hasil Uji Coba Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif
Butir Soal Daya Pembeda Interpretasi
46
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1 0,44 Baik
2 0,64 Baik
3 0,67 Baik
4 0,44 Baik
5 0,42 Baik
6 0,81 Sangat Baik
(4) Menentukan indeks kesukaran butir tes. Menurut (Suheman, 2003) indeks
kesukaran butir tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
IK : indeks kesukaran
JBA : jumlah skor siswa kelompok atas pada butir tes yang diolah
JBB : jumlah skor siswa kelompok bawah pada butir tes yang diolah
JSA : jumlah skor maksimal ideal salah satu kelompok (atas) pada butir
tes yang diolah
Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran butir tes digunakan
kategori seperti pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Indeks Kesukaran
Koefisien Indeks Kesukaran Interpretasi
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang
0,70 < IK ≤ 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
47
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan hasil uji coba tingkat kesukaran butir soal tes kemampuan
penalaran induktif matematis didapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 3.12 Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif
Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,78 Mudah
2 0,37 Sedang
3 0,61 Sedang
4 0,53 Sedang
5 0,40 Sedang
6 0,40 Sedang
H. Kesimpulan Hasil Uji Coba
Analisis data hasil uji coba tes kemampuan penalaran induktif matematis,
dan kemampuan awal matematis siswa menggunakan software Anates V.4 for
Windows dengan hasil akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis
Berikut adalah hasil uji coba kemampuan penalaran induktif matematis
Tabel 3.13 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Butir Soal Validitas Reliabilitas Tingkat
Kesukaran
Daya
Pembeda
1 0,589
0,77
0,78 0,44
2 0,874 0,37 0,64
3 0,588 0,61 0,67
4 0,603 0,53 0,44
5 0,654 0,40 0,42
48
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6 0,858 0,40 0,81
Berdasarkan hasil uji coba dan interpretasi yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa seluruh butir soal kemampuan penalaran induktif matematis
dapat digunakan dalam penelitian.
I. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan terdiri dari data kuantitatif dan data
kualitatif, dimana data kuantitatif diperoleh dari skor jawaban siswa pada pretes
postes kemampuan penalaran induktif matematis, dan skor poskala disposisi
matematis siswa, sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi aktivitas
siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data kualitatif
diperoleh melalui observasi. Hasil observasi diolah secara deskriptif dan hasilnya
dianalisis melalui laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria,
karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran. Pengolahan data
kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu cara manual
dengan berbantukan Microsoft Excel 2007 dan pengolahan data dengan
berbantukan software Minitab for windows.
Tahapan dalam melakukan analisis data kuantitatif adalah sebagai berikut:
1. Menghitung skor terhadap hasil pretes dan postes kemampuan penalaran
induktif dan disposisi matematis berdasarkan pedoman penskoran yang telah
dibuat. Pada penskoran skala disposisi matematis, setelah dilakukan penskoran
berdasar skala likert yang berupa skala ordinal, dilakukan transformasi
menjadi skala interval menggunakan metode sucsesive interval (MSI) pada
Microsoft Excel 2007.
2. Menghitung rerata skor pretes dan postes. Skor yang diperoleh dari hasil
pretes dan postes di awal dan akhir pembelajaran masing-masing siswa
dihitung reratanya. Rerata skor pretes dan postes yang diperoleh siswa kelas
eksperimen selanjutnya dianalisis dengan cara dibandingkan dengan rerata
49
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
skor yang diperoleh siswa kelas kontrol. Skor postes digunakan untuk melihat
pencapaian hasil belajar siswa.
3. Menghitung peningkatan Gain Ternormalisasi (N-Gain), peningkatan yang
terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan rumus gain
ternormalisasi (normaized gain) yang dikembangkan oleh Meltzer (2002).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
in
Hasil perhitungan N-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi dari Hake (1999) yang dapat dilihat pada
Tabel 3.14
Kategori N-Gain <g>
N-Gain <g> Kategori
g< 0,3 Rendah
0,3 ≤ g< 0,7 Sedang
g ≥ 0,7 Tinggi
4. Menyajikan statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain yang
meliputi skor rata-rata ( ), simpangan baku (s), skor maksimum (xmaks), dan
skor minimum (xmin).
5. Melakukan Uji Prasyarat
a. Uji normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah sebaran data
pencapaian dan peningkatan kemampuan siswa berdistribusi normal atau
tidak. Normalitas data diperlukan untuk menentukan uji statistik data dari
kelompok sampel yang digunakan. Dalam menguji normalitas data, digunakan
uji Kolmogorov-Smirnov Zuntuk data kurang dari 30 dan Shapiro-Wilk untuk
50
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
data lebih dari 30 (Soemantri & Muhidin, 2006). Adapun hipotesis statistik
yang diberikan sebagai berikut:
H0 : Data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Data yang diperoleh berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria uji: H0 ditolak jika P-Value kur ng d ri t r f signifik n (α =
0,05).
b. Uji Homogenitas Data
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah data
pencapaian dan peningkatan kemampuan siswa memiliki varians yang sama
atau tidak, jika data mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut
dikatakan homogen. Untuk menguji homogenitas variansi data, digunakan uji
Homogenitas of Variance (Levene’s Test) yang dilakukan dengan berbantuan
Software Minitab for windows. Adapun hipotesis statistik yang diajukan
adalah sebagai berikut :
H0 : σ21 = σ2
2 ; Data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki
variansi yang sama
H1 : σ21 ≠ σ2
2 ; Data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki
variansi yang tidak sama
Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika P-Value kurang dari taraf signifikan
(α = 0,05) t u P-Value < 0,05
6. Menguji Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis untuk mengetahui pencapaian dan peningkatan yang lebih
baik antara kedua pembelajaran didasarkan pada uji normalitas dan homogenitas.
Apabila data tersebut normal dan homogen, uji hipotesis dilakukan dengan uji t.
Namun jika d t tersebut norm l tet pi tid k homogen dil njutk n deng n uji t’
dan jika tidak normal maka uji hipotesis menggunakan uji non parametrik yakni
uji Mann-Whitney U (Yamin & Kurniawan, 2014: 239). Berikut uji hipotesis
yang akan dilakukan pada penelitian ini:
a. Hipotesis Penelitian yang Pertama
51
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk menguji apakah pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik
daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Adapun hipotesisnya
yaitu:
H0 : μe ≤ μk
Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau
sama dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.
H1 : μe > μk
Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada
siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.
Keterangan:
μe: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)
μk: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas ekspositori (kelas kontrol)
Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang
digunakan adalah uji t independen sample test, dengan menetapkan taraf
signifik nsi α = 0,05, m k kriteri penguji n d l h tol k H0 jika nilai p-
value ≤ α = 0,05 d n terim H0 jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t tid k
berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji
Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α =
0,05. Namun jika data berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen,
maka digunakan uji t’.
b. Hipotesis Penelitian yang Kedua
Untuk menguji apakah pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik
52
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositoriditinjau dari
kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
H0 : μe ≤ μk
Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau
sama dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositoriditinjau dari
kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah).
H1 : μe > μk
Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada
siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan
awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
Keterangan:
μe: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)ditinjau dari
kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
μk: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas ekspositori (kelas kontrol)ditinjau dari kemampuan awal matematis
siswa (tinggi, sedang, rendah)
Jika data pasangan kelompok KAM (tinggi, sedang, rendah) berdistribusi
normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji t
independen sample test, deng n menet pk n t r f signifik nsi α = 0,05,
maka kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05 d n
terima H0 jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t p s ng n kelompok KAM
(tinggi, sedang, rendah) tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji
statistik non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U. Kriteria pengujian
adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05. mun jik d t
berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen, maka digunakan uji
t’.
53
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Hipotesis Penelitian yang Ketiga
Untuk menguji apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik
daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Adapun hipotesisnya
yaitu:
H0 : μe ≤ μk
Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau
sama dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.
H1 : μe > μk
Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada
siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.
Keterangan:
μe : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)
μk : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas ekspositori (kelas kontrol)
Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang
digunakan adalah uji t independen sample test, dengan menetapkan taraf
signifik nsi α = 0,05, m k kriteri penguji n d l h tol k H0 jika nilai p-
value ≤ α = 0,05 d n terim H0 jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t tid k
berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji
Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α =
0,05. Namun jika data berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen,
maka digunakan uji t’.
d. Hipotesis Penelitian yang Keempat
54
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk menguji apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran Inquiry Co-operation Model lebih baik
daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositoriditinjau dari
kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah). Adapun
hipotesisnya yaitu:
H0 : μe ≤ μk
Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik
atau sama dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositoriditinjau
dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)..
H1 : μe > μk
Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori ditinjau dari
kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
Keterangan:
μe : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)
μk : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas ekspositori (kelas kontrol)
Jika data pasangan kelompok KAM (tinggi, sedang, rendah) berdistribusi
normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji t
independen sample test, deng n menet pk n t r f signifik nsi α = 0,05, m k
kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05 dan terima H0
jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t p s ng n kelompok KAM (atas, tengah,
bawah) tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-
parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika
nilai p-value ≤ α = 0,05. Namun jika data berdistribusi normal, tetapi varians
tidak homogen, maka digunakan uji t’.
55
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
e. Hipotesis Penelitian yang Kelima
Untuk menguji apakah pencapaian disposisi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada
siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Adapun hipotesisnya yaitu:
H0 : μe ≤ μk
Rata-rata pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau sama dengan
siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.
H1 : μe > μk
Rata-rata pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori.
Keterangan:
μe : Rata-rata skor posskala disposisi matematis siswa kelas inquiry co-
operation model (kelas eksperimen)
μk : Rata-rata skor posskala disposisi matematis matematis siswa kelas
ekspositori (kelas kontrol)
Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang
digunakan adalah uji t independen sample test, dengan menetapkan taraf
signifik nsi α = 0,05, m k kriteri penguji n d l h tol k H0 jika nilai p-
value ≤ α = 0,05 d n terim H0 jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t tid k
berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji
Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α =
0,05. Namun jika data berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen,
maka digunakan uji t’.
f. Hipotesis Penelitian yang Keenam
Untuk menguji apakah pencapaian disposisi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada
56
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
siswa yang mendapat pembelajaran ekspositoriditinjau dari kemampuan awal
matematis siswa (tinggi, sedang, rendah). Adapun hipotesisnya yaitu:
H0 : μe ≤ μk
Rata-rata pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau sama dengan
siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositoriditinjau dari kemampuan
awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)..
H1 : μe > μk
Rata-rata pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal
matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
Keterangan:
μe : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)
μk : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa
kelas ekspositori (kelas kontrol)
Jika data pasangan kelompok KAM (tinggi, sedang, rendah) berdistribusi
normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji t
independen sample test, deng n menet pk n t r f signifik nsi α = 0,05, m k
kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05 d n terim H0
jika p-value > α = 0,05. Ap bil d t p s ng n kelompok KAM (tinggi,
sedang, rendah) tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-
parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika
nilai p-value ≤ α = 0,05. mun jik d t berdistribusi norm l, tet pi v ri ns
tidak homogen, maka digunakan uji t’.Berikut disajikan bagan uji statistik
Penelitian
57
Eka Yudha, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.2
Bagan Uji Statistik
Data Penelitian
Uji Non-parametrik
Uji t’
Uji t
Hasil
Normal?
Homogen?
Ya
Ya
Tidak
Tidak