Bab III Metode Pelaksanaan Detail Desain Embung Sangkok Bawi

56
DRAFT LAPORAN PENDAHULUAN Detail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa III - 1 3.1. UMUM Rencana pelaksanaan yang diuraikan dalam laporan ini merupakan rencana pelaksanaan yang telah disusun oleh Tim. Pekerjaan. ini didasarkan dari hasil kegiatan inspeksi detail pekerjaan, yang menghasilkan gambaran yang nyata terhadap persoalan yang dihadapi pada masing-masing embung yang ditetapkan. 3.2. RENCANA PELAKSANAAN Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada pekerjaan Detail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa, secara garis besar terdiri atas 4 (empat) tahap pekerjaan yaitu : 1) Tahap 1 : Pendahuluan(Persiapan dan Studi Awal); 2) Tahap 2 : Pekerjaan Pengukuran Topografi; 3) Tahap 2 : Pekerjaan Survey GeotekMektan; 4) Tahap 3 : Analisis/ Kajian dan Detail Desain; 5) Tahap 4 : Finalisasi Pekerjaan. Secara prinsip pekerjaan tersebut meliputi 2 (dua) hal pokok yaitu : a. Evaluasi keamanan embung berdasarkan parameter yang ditetapkan berdasarkan peraturan keamanan bendungan yang berlaku saat ini. BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN

description

berisi tentang metode yang akan dilaksanakan oleh konsyltan dalam pelaksanaan DD

Transcript of Bab III Metode Pelaksanaan Detail Desain Embung Sangkok Bawi

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 1

3.1. UMUM

Rencana pelaksanaan yang diuraikan dalam laporan ini merupakan rencana

pelaksanaan yang telah disusun oleh Tim. Pekerjaan. ini didasarkan dari hasil

kegiatan inspeksi detail pekerjaan, yang menghasilkan gambaran yang nyata

terhadap persoalan yang dihadapi pada masing-masing embung yang ditetapkan.

3.2. RENCANA PELAKSANAAN

Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada pekerjaan Detail Desain Embung

Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa, secara garis besar terdiri atas 4 (empat)

tahap pekerjaan yaitu :

1) Tahap 1 : Pendahuluan(Persiapan dan Studi Awal);

2) Tahap 2 : Pekerjaan Pengukuran Topografi;

3) Tahap 2 : Pekerjaan Survey GeotekMektan;

4) Tahap 3 : Analisis/ Kajian dan Detail Desain;

5) Tahap 4 : Finalisasi Pekerjaan.

Secara prinsip pekerjaan tersebut meliputi 2 (dua) hal pokok yaitu :

a. Evaluasi keamanan embung berdasarkan parameter yang ditetapkan

berdasarkan peraturan keamanan bendungan yang berlaku saat ini.

b. Usulan desain embung berdasarkan hasil survey pendahuluan lapangan

detail dan berdasarkan usulan yang ada.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka kegiatan–kegiatan yang

dilakukan pada masing–masing tahapan adalah sebagai berikut :

3.3. TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN

3.3.1. Tahap I : Pendahuluan(Persiapan dan Studi Awal)

Kegiatan pendahuluan ini meliputi berbagai kegiatan seperti persiapan, pengumpulan

data teknis serta penyusunan rencana kerja, dengan penjelasan sebagai berikut :

BAB IIIMETODOLOGI

PELAKSANAAN PEKERJAAN

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 2

a. Koordinasi

Segera setelah tanda tangan kontrak dan menerima SPMK, konsultan akan

mempersiapkan diri dan melakukan koordinasi dengan tenaga ahli yang telah ditunjuk.

Koordinasi ini juga akan dilakukan dengan pihak Direksi Pekerjaan untuk

memantapkan rencana dan metode kerja.

b. Pengurusan Administrasi dan Keuangan

Administrasi yang harus segera dipersiapkan, diantaranya adalah: administrasi

perijinan dan surat-surat pengantar, surat pemberitahuan pelaksanaan survai di

lapangan, surat perizinan survey. Secara internal, Team Leader Konsultan akan

menyusun anggaran biaya proyek.

c. Persiapan Kantor Lapangan dan Mobilisasi Personil dan Peralatan

Persiapan personil dan peralatan sebagaimana diusulkan dalam Dokumen Usulan

Teknis akan segera disiapkan begitu juga dengan rencana lokasi Kantor Lapangan.

Kegiatan ini akan dimintakan persetujuan dengan Direksi Pekerjaan. Setelah itu

dilakukan mobilisasi personil dan peralatan/perlengkapan. Urutan pelaksanaan

kegiatan persiapan diperlihatkan dalam bagan alir pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Bagan Alir Pekerjaan Persiapan

d. Tinjauan Lapangan Pendahuluan

Tinjauan lapangan pendahuluan dapat dilakukan secara overlapping dengan

pengumpulan data sekunder. Fokus tinjauan lapangan pendahuluan, diantaranya

adalah :

Dokumen Kontrak Kerja & SPMK

Koordinasi dengan Direksi Pekerjaan

Persiapan Administrasi

Persiapan Peralatan

Persiapan Personil (Inti & Penunjang)

Disetujui Direksi Pekerjaan

OK(dpt digunakan)

melangkah

Ya

Tidak

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 3

Daerah lokasi embung, pelimpah dan daerah layanan

Kondisi sumber air

Dari kegiatan ini diharapkan sudah mendapatkan gambaran untuk menyusun

program kerja meliputi : survey, desain dan mobilisasi keseluruhan team.

e. Studi Meja

Studi meja dilakukan dengan menggunakan data dan laporan yang berhasil dikumpul-

kan. Fokus studi meja ini adalah konsultan akan melakukan seleksi, tabulasi, evaluasi

dan analisa data tersebut yang nantinya akan dapat digunakan untuk menyusun

program kerja. Dengan mempelajari konsep awal pengembangan, evaluasi data

sekunder, dan peninjauan lapangan pendahuluan diharapkan sudah dapat ditarik

kesimpulan sementara mengenai problem yang terjadi serta memudahkan untuk

menyusun program kerja detail.

f. Penyusunan rencana/program kerja

Dalam tahap kegiatan persiapan akan dilakukan pembuatan detail program kerja

(jadwal kerja lebih rinci) dan penugasan personil serta metode pelaksanaan

pekerjaan yang lebih mendetail. Semuanya itu, termasuk hasil studi literatur dan

pengumpulan data dasar/ data pendukung, akan dilaporkan dalam Draft Laporan

Pendahuluan yang akan dipresentasikan/ didiskusikan dengan pihak Pengguna Jasa

dan pihak terkait lainnya yang dianggap perlu. Rencana Kerja Detail tersebut akan

menjelaskan langkah dan tahapan pelaksanaan pekerjaan secara sistimatik dalam

skala mingguan mulai dari kegiatan persiapan hingga penyelesaian akhir pekerjaan.

Dengan bekal hasil studi meja, program kerja untuk survey, desain (analisis dan

detail desain) serta mobilisasi keseluruhan Team akan dapat dilaksanakan secara

cepat.

Rencana Kerja Detail yang akan disiapkan, meliputi :

Penyiapan personil tenaga ahli, tenaga teknik dan tenaga pendukung.

Struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan.

Menyusun daftar job deskripsi masing-masing personil, berikut yang

bertanggungjawab dan kewenangannya.

Penyiapan peralatan dalam jumlah, kapasitas/kemampuan yang sesuai dan

memadai untuk mendukung hasil pekerjaan yang memenuhi persyaratan yang

ditetentukan.

Penyediaan tenaga ahli yang profesional dan telah berpengalaman dalam

melaksanakan pekerjaan sejenis.

Penyusun jadwal pelaksanaan pekerjaan sesuai tahapan kegiatan dan diplot

sesuai target penyelesaian setiap tahapan penyelesaian pekerjaan.

Rencana penanganan proyek (definitif).

Rencana dan metode untuk kegiatan survey lapangan.

Menyusun Network Planning yang didasarkan pada analisa teknis yang obyektif

dan realistis.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 4

Menyusun jadwal penugasan personil sesuai keterlibatan masing-maiang

dalam tahapan pelaksanaan pekerjaan.

Menyusun Rencana daftar dan schedule peralatan yang akan digunakan.

g. Pengumpulan Data Sekunder

Dalam tahap persiapan ini, Konsultan akan menginventarisir lebih mendetail data-

data sekunder apa saja yang sekiranya akan diperlukan untuk menunjang

pelaksanaan pekerjaan ini. Selain jenis data, maka dalam tahap ini juga akan

diinvetarisir lebih detail tentang sumber data dan harga data/ kompensasi

peminjaman data-data yang diperlukan. Selanjutnya setelah diinventarisir maka

Konsultan akan berupaya untuk mendapatkan data-data tersebut, baik melalui hasil

kegiatan yang dilakukan di lapangan maupun data-data dari sumber-sumber resmi

atau instansi-instansi pemerintah lainnya. Setelah terkumpul, maka data-data

tersebut akan dikompilasi, dibagi-bagi sesuai kelompok data. Selanjutnya, dilakukan

analisis awal terhadap kelompok-kelompok data tersebut, baik menyangkut

kelengkapannya, validitasnya, maupun pemahaman awal terhadap isinya.

Data sekunder yang perlu dikumpulkan untuk menunjang pelaksanaan berbagai

kegiatan analisa dan studi dalam pekerjaan ini antara lain meliputi :

Peta topografi/ peta rupa bumi digital wilayah studi dan sekitarnya dengan skala

1 : 50.000 atau 1: 25.000

Data citra satelit terbaru yang ada, mencakup kawasan wilayah studi dan

sekitarnya

Peta administratif desa, kecamatan, dan kabupaten/ kota

Peta rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/ kota yang berlaku E-19/102

Peta geologi regional dan geologi struktur

Peta tata guna lahan

Peta jenis tanah

Peta lahan kritis, kelerengan lahan dan kesesuaian lahan

Peta genangan banjir

Data hidrologi curah hujan harian, bulanan, tahunan

Data debit harian, bulanan, tahunan (bila ada)

Data klimatologi

Data debit banjir (bila ada)

Data sosial ekonomi :

Data statistik (tingkat desa, kecamatan, kabupaten dengan edisi terbaru)

Data pendapatan per kapita penduduk.

Data hasil studi terdahulu : Diperoleh dari BWS Nusa Tenggara I yang

menyediakan hasil Studi/desain yang terkait dengan pekerjaan ini.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 5

Data sarana dan prasarana SDA : Data bangunan-bangunan air yang ada dan

sarana dan prasarana lainnya yang berhubungan dengan potensi pengembangan

SDA di kawasan ini.

Data-data sekunder tersebut dapat diperoleh dengan mendatangi langsung instansi-

instansi terkait yang memilikinya atau metode wawancara. Untuk memperoleh data

dari instansi-instansi terkait tersebut diperlukan Surat Pengantar dari Pengguna Jasa

untuk memenuhi azas legalitas dari Pelaksana Pekerjaan (Konsultan).

h. Penyusunan Draft Laporan Pendahuluan, Diskusi Draft Laporan

Pendahuluan dan Penyusunan Laporan Pendahuluan

Semua kegiatan yang menyangkut persiapan dan koordinasi, pengumpulan data,

studi meja dan kunjungan lapangan akan disusun dalam bentuk laporan

pendahuluan. Secara umum, laporan ini berisikan :

• Maksud dan tujuan, informasi pengguna dan penyedia jasa.

• Temuan-temuan dari hasil survey awal dan permasalahan yang dihadapi

• Diagram alir Rencana Pekerjaan.

• Tahapan/metode pelaksanaan yang akan diterapkan dalam mengatasi

permasalahan yang ada

• Jadwal pelaksanaan, jadwal penugasan dan rencana mobilisasi personil

• Daftar alat dan jadwal pengadaan peralatan

• Pekerjaan persiapan dan rencana pelaksanaan kerja

Selanjutnya, konsultan menyerahkan Draft Laporan Pendahuluan ke Direksi

Pekerjaan untuk didiskusikan dalam rangka mendapatkan masukan, koreksi

penyempurnaan dan rekomendasi dari Direksi Pekerjaan.

Disetujui Direksi Pekerjaan

Tahap Persiapan OK

PENGUMPULAN DATA SEKUNDER:1. Peta Situasi2. Laporan Exsiting 4. Data Hidrologi5. Data Demografi6. Data Pertanian

Pemahaman Tugas Masing-Masing Tenaga Ahli

Surat Pengantar dari Direksi (untuk mendapatkan data yg berada di luar kantor BWS)

Surat Pengantar dari Direksi (untuk mendapatkan data yg berada di luar kantor BWS)

Tinjauan Lapangan Pendahuluan

Kompilasi Data, Analisis Pendahuluan dan Kajian Desain terdahulu

Data Cukup ?

Ya

Belum

Penyusunan Program Kerja & Metode untuk :Survey DesainMob Tenaga Ahli / Penunjang

Penyusunan Draft Laporan Pendahuluan

Masukan dari : Pengarahan Direksi Pekerjaan serta diskusi outline Daftar Isi

Masukan dari : Pengarahan Direksi Pekerjaan serta diskusi outline Daftar Isi

Diskusi Draft Laporan Pendahuluan Koreksi Draft Laporan Pendahuluan

Laporan Pendahuluan

Ya

Belum

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 6

Gambar 3.2 Bagan Alir Penyusunan Laporan Pendahuluan

3.3.2. Tahap II : Pekerjaan Pengukuran Topografi

Metode pengukuran yang akan diterapkan agar dicapai hasil yang optimal dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh tim swakelola adalah sebagai berikut :

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 7

a) Menyiapkan administrasi yang diperlukan, seperti perijinan, surat jalan dan

sebagainya.

b) Mengumpulkan peta-peta yang ada kaitannya dengan pekerjaan dimaksud,

termasuk peta topografi daerah studi skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000, tabel

deklinasi matahari dan sebagainya.

c) Melakukan inventarisasi data koordinat titik acuan terdekat.

d) Menyiapkan data-data pendukung lain yang diperlukan.

e) Menyiapkan jadwal pekerjaan dan jadwal personi l.

f) Perencanaan jalur pengukuran dan rencana penempatan titik.

g) Menyiapkan peralatan yang diperlukan.

h) Menyiapkan personil tim yang akan dilibatkan.

i) Menyiapkan peta kerja, termasuk kontrol.

2. Pemasangan Monumentasi dan Patok Bantu

Ada 2 (dua) jenis monumentasi yang perlu dipasang yaitu :

a) Bench Mark (BM)

Bench Mark yang terbuat dari beton menggunakan tulangan dengan ukuran

20 cm x 20 x cm x 100 cm . BM dilengkapi dengan baud yang diberi tanda

silang pada bagian atasnya sebagai titik centering, serta diberi penamaan

pada bagian samping menggunakan tegel. BM ini dipasang sejumlah 3 (tiga)

pada masing-masing embung guna mengikat Poligon. Bagian yang muncul

di atas tanah lebih kurang 20 cm.

b) Control Point (CP)

Control Point dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 80 cm terbuat dari cor semen,

dipasang dengan tujuan untuk memberikan acuan arah azimuth dari BM

terpasang. Control point ini dipasang dengan posisi saling terlihat dengan

BM terpasang.

Pemasangan Bench Mark ini diikuti dengan pemasangan Control Point

(CP) sebagai arahan untuk menentukan azimuth titik tersebut. BM dan CP

dipasang pada tempat yang stabil, aman dan mudah dalam pencariannya.

c) Patok Bantu

Patok bantu dipasang pada setiap tempat berdiri alat poligon, situasi, cross

section dan diantara tempat berdiri alat waterpass. Patok ini dibuat dari kayu

dengan ukuran 3 cm x 5 cm x 40 cm. Patok kayu ini pada bagian atasnya

dipasang paku payung sebagai penanda centering titik tempat berdiri alat

atau titik berdiri rambu pada pengukuran waterpass. Untuk memudahkan

penentuan patok, perlu juga diberikan peng-kodean atau penamaan masing-

masing patok kayu tersebut dengan nama, huruf atau nomor.

3. Pengukuran Poligon

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 8

Pengukuran poligon dilakukan dengan mengukur sudut dan jarak beserta

azimuth awal sebagai penentu arah Utara.

1). Pengukuran Sudut

Sudut ukur dengan menggunakan alat ukur Theodolith Wild–T2 atau

sejenis. Pengukuran sudut dapat dijelaskan dengan gambar 4.1. berikut :

Gambar 3.3. Pengukuran Sudut Poligon

Sudut yang dipakai adalah sudut dalam yang merupakan hasil rata-rata

dari pengukuran I dan II.

Bacaan I = 101030’29’’

Bacaan II = 101030’28’’

Rata-rata = 101030’28,5’’

Sedangkan untuk pengukuran jarak dilakukan dengan cara optis dan dicek

dengan menggunakan meetband.

2). Hitungan Poligon

Poligon dihitung dengan cara sebagai berikut :

Gambar 3.4. Gambar Poligon

sudut = (n 2) x 1800 dimana :

sudut = jumlah sudut dalam/sudut luarn = jumlah titik poligona,b,c,…f = besar sudut

a

e

d

c

b

f

1

6

5

4

3

2

d-6

d-5

d-4 d-

3

d-2

d-1

101030’29’’ (bacaan I)

101030’28’’ (bacaan II)

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 9

d1,d2,..d6 = jarak antar titik poligon = kesalahan sudut yang besarnya sudah ditentukan (104 n)

Koordinat masing-masing titik poligon dengan persamaan dari gambar

berikut :

Gambar 3.5. Model Matematis Hitungan Koordinat

Xb = Xa + dab Sin ab X

Xb = Ya + dab Cos ab X

dimana :

Xa, Ya = Koordinat titik AXb, Yb = Koordinat titik Bdab = Jarak datar antara titik A ke titik Bab = Azimuth sisi titik A ke titik Bx, y = Koreksi

Sedangkan untuk koreksi Absis dan Ordinat digunakan metode Bouwditch

berikut :

dimana :

xi, yi = Koreksi absis dan ordinat masing-masing koordinatx, y = Koreksi absis dan ordinat keseluruhandi = Jarak sisi – id = Jumlah jarak keseluruhan

4. Pengukuran Waterpass

Pengukuran Waterpass dilakukan untuk mengetahui perbedaan ketinggian

antara dua titik, sehingga apabila salah satu titik diketahui ketinggiannya maka

ab

dab

Utara

B(Xb,Yb

)

A(Xa,Ya

)

di

xi = x x ;

d

di

yi = x y

d

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 10

titik selanjutnya dapat diketahui ketinggiannya. Hal tersebut dapat dijelaskan

dengan gambar sebagai berikut :

Gambar 3.6. Model Matematis Observasi Beda Tinggi

HA-B =bb – bd

dimana :

HA-B = Beda tinggi antara titik A dan titik Bbb = Bacaan rambu belakangbd = Bacaan rambu depanA, B = Titik yang di ObservasiSehingga untuk mengetahui tinggi titik B dapat dicari dengan persamaan :

HB = HA + HA-B

dimana :

HA = Tinggi titik AHB = Tinggi titik BHA-B = Beda tinggi antara titik A dan titik B

Rute pengukuran waterpass mengikuti rute pengukuran poligon dengan

pembagian loop seperti pengukuran poligon. Pengukuran kerangka kontrol

vertikal atau waterpass, harus diukur dengan spesifikasi sebagai berikut :

a) Kerangka Kontrol Vertikal harus diukur dengan cara loop, dengan

menggunakan alat waterpass Wild Nak-2 atau yang sejenis.

b) Jarak antara tempat berdiri alat dengan rambu tidak boleh lebih besar dari 50

meter.

c) Baud-baud tripod (statip) tidak boleh longgar, sambungan rambu harus lurus

betul serta perpindahan skala rambu pada sambungan harus tepat, serta

rambu harus menggunakan nivo rambu.

d) Sepatu rambu digunakan untuk peletakan rambu ukur pada saat pengukuran.

e) Jangkauan bacaan rambu berkisar antara minimal 0500 sampai dengan

maksimal 2750.

f) Data yang dicatat adalah bacaan ketiga benang yaitu benang atas, benang

tengah dan benang bawah.

g) Pengukuran sipat datar dilakukan setelah BM dipasang, serta semua BM

eksisting dan BM baru terpasang harus dilalui pengukuran waterpass.

A

B

bb

bdArah Observasi

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 11

h) Slaag per seksi diusahakan genap dan jumlah jarak muka diusahakan sama

dengan jarak belakang.

i) Pada jalur terikat, pengukuran dilakukan pergi-pulang dan pada jalur terbuka

pengukuran dilakukan pergi-pulang dan double stand.

j) Kesalahan beda tinggi yang dicapai harus lebih kecil dari 7 mmD, dimana D

adalah jumlah panjang jalur pengukuran dalam kilometer.

k) Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan sistematis,

jika ada kesalahan cukup dicoret dan ditulis kembali didekatnya, serta tidak

diperbolehkan melakukan koreksi menggunakan tinta koreksi.

l) Pekerjaan hitungan waterpass harus diselesaikan di lapangan, agar bila

terjadi kesalahan dapat segera diketahui dan dilakukan pengukuran kembali

hingga benar.

m) Perataan hitungan waterpass dilakukan dengan perataan metode Bouwditch.

4. Pengukuran Detail Situasi

Pengukuran detail situasi untuk mengetahui kondisi daerah sekitar, sehingga dari

gambar yang dihasilkan dapat direncanakan dan dihitung tampungan embung

tersebut, detail situasi diukur dengan metode sudut kutub sebagai berikut :

Gambar 3.7. Metode Sudut Kutub

dimana :

P10,P11,P12 = titik-titik poligon S1,S2,S3 = sudut ikat masing-masing titik detild1,d2,d3 = jarak sisi masing-masing titik detila, b, c = titik-titik detil

Detail-detail tersebut diukur dengan menggunakan alat Theodolith Wild T0. Jarak

dan beda masing-masing sisi dan titik detail diukur dengan metode Tachimetry

seperti pada gambar berikut :

Bti

hA

Dm

D Dtghbt

d1

d2 d3

S3

S2

S1

a

P12P11

P10

bc

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 12

Gambar 3.8 Metode Tachimetry

HAB = bb – bd

dimana :

D = jarak datarh = sudut vertikalbt = bacaan benang tengahti = tinggi instrumenHAB = beda tinggi antara titik A dan B

Untuk besaran jarak (D) diperoleh dengan persamaan :

D = AY Cos2. h

dimana :

D = jarak datarA = besaran konstanta alat (100)Y = benang atas – benang bawahh = sudut vertikal

5. Pengukuran Cross Section

Pengukuran cross section pada daerah dam site dimaksudkan untuk mengetahui

kondisi tampang permukaan tanah pada posisi tegak lurus terhadap as sungai

cross section, yang diukur dengan menggunakan alat Theodolith Wild T0.

Pada perencanaan ini pengukuran cross section dilakukan pada lokasi rencana

embung, pada daerah genangan dan pada daerah trase saluran dengan uraian

kriteria sebagai berikut :

a) Cross section diukur dengan interval 500 m sepanjang alinyemen saluran,

interval 100 m untuk daerah genangan.

b) Penampang melintang diukur dengan mengambil detail yang mewakili dan

sesuai dengan skala yang digunakan.

c) Lebar pengukuran cross section diukur 50 meter ke kiri dan 50 meter ke

kanan dari rencana as saluran dan lebar pengukuran cross section untuk

daerah genangan adalah sampai pada elevasi crest embung.

d) Pada setiap titik cross section dipasang patok kayu ukuran 3 cm x 5 cm x 40

cm dan di atasnya diberi paku sebagai titik acuan pengukuran.

e) Setiap center line titik cross section dipakai juga sebagai pengukuran long

section.

f) Pengukuran cross section dilakukan dengan menggunakan alat theodolith

wild T0.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 13

6. Pengukuran Profil Memanjang

Profil memanjang diukur sepanjang as sungai rencana daerah genangan dan lay

out alinyemen yang direncanakan, elevasi profil yang diambil adalah elevasi

center line sungai daerah genangan.

Spesifikasi dari pengukuran profil memanjang ini dapat diuraikan sebagai

berikut :

a) Pengukuran profil dilakukan dengan interval 50 meter untuk daerah

genangan.

b) Setiap perubahan detail yang memungkinkan untuk digambar berdasarkan

skala diukur untuk penentuan profil memanjang.

c) Setiap center line cross section juga merupakan elevasi pada profil

memanjang.

d) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan theodolith wild T0.

e) Semua titik berdiri alat harus terikat pada poligon utama.

f) Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan rapi.

7. Pekerjaan Kantor (Perencanaan)

Pekerjaan kantor atau perencanaan dapat diuraikan sebagai berikut :

1). Pekerjaan Hitungan

Setelah hitungan awal pekerjaan pengukuran di lapangan terutama hitungan

kerangka kontrol horizontal dan vertikal diselesaikan, maka proses

selanjutnya adalah penghitungan data secara simultan. Hitungan-hitungan

yang dilakukan adalah hitungan untuk data cross section dan detail situasi.

Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan calculator maupun

dengan menggunakan bantuan Personal Computer. Tahapan pekerjaan

perhitungan ini meliputi :

(a) Pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan, sehingga

kalau ada kesalahan dapat segera diulang untuk segera dapat

diperbaiki.

(b) Stasiun pengamatan matahari (jika ada) dicantumkan dalam sketsa.

(c) Hitungan poligon dan sipat datar menggunakan metode perataan

bowditch.

(d) Pada gambar sketsa dicantumkan pula salah penutup sudut poligon

beserta jumlah titik, salah linear poligon beserta harga toleransi, serta

jumlah jarak.

(e) Perhitungan koordinat dilakukan dengan proyeksi UTM.

2). Pekerjaan Penggambaran

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 14

Pengukuran poligon dilakukan dengan mengukur sudut dan jarak beserta

azimuth awal sebagai penentu arah utara.

Penggambaran dilakukan pada kertas kalkir ukuran A1 dan A3, dengan

menggunakan Program Autocad. Gambar-gambar dilengkapi dengan

penunjuk arah utara, legenda, skala, kop, judul gambar, disertai dengan

kelengkapan yang diperlukan lainnya.

3.3.3. Tahap III : Pekerjaan Survey Geotek Mektan

A. Lingkup Pekerjaan Geoteknik dan Mektan

Kegiatan ini pada dasarnya adalah merupakan pekerjaan tahap awal yang bertujuan

untuk memperoleh gambaran dan data dasar tentang kondisi geologi teknik dan

parameter mekanika tanah lokasi pekerjaan. Hasil penyelidikan dapat digunakan

untuk acuan dalam perencanaan struktur bangunan air yang diperlukan.

Lingkup pekerjaan ini meliputi :

− Pemetaan Geologi Permukaan pada daerah alternative as rencana waduk.

− Pemboran inti pada as bendungan, as rencana pelimpah, as rencana Bangunan

Pengelak, rencana intake dan pada bangunan lainnya serta pengambilan sample

tanah untuk alternatif usulan terpilih.

− Pengambilan sampel tanah/ Test Pit (Sumur Uji) pada daerah borrow area dengan

kedalaman sesuai kondisi lapangan dilakukan bersama-sama dengan Direksi

Pekerjaan.

− Untuk keperluan pemeriksaan index properties dan engineering properties di

laboratorium mekanika tanah, maka harus diambil contoh-contoh tanah seperti

berikut ini :

Pengambilan undisturbed & disturbed samples

Undisturbed sample & disturb sample dari lubang bor di lokasi rencana site

embung, pelimpah dan rencana intake, diambil sesuai kebutuhan.

Pengambilan sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample/UDS) di lokasi

borrow area.

Pengambilan contoh tanah asli (undisturbed sample) dilakukan dengan

menggunakan tabung (tube).

− Penyelidikan contoh tanah di laboratorium mekanika tanah

Konsultan harus membuat catatan dan hasil pengujian serta draft hasil seluruh

pengujian secara lengkap dan menyerahkan 5 (lima) rangkap kepada Pemberi

Tugas, termasuk hasil perhitungan dan formulir-formulir laboratorium mekanika tanah

yang diperlukan.

− Pencarian lokasi quarry untuk bahan urugan batu, transisi, filter dan struktur

bangunan beton.

− Standar untuk pengujian laboratorium mekanika tanah

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 15

Untuk memenuhi kontrak atau perintah-perintah khusus dari Pemberi Tugas, maka

Konsultan harus melaksanakan pengujian laboratorium mekanika tanah sesuai

dengan prosedur umum yang diuraikan di dalam BS.1377 Standard ASTM D-

1586-67, ISRM, Suggested Method for Rock Characterization Testing &

Monitoring, 1981 atau standar lain yang disetujui. Pengujian di laboratorium

meliputi parameter-parameter tentang index properties dan engineering properties

dari contoh-contoh tanah yang diambil.

B. Metode Survey dan Penyelidikan Geologi

1) Pemboran Inti

Pengeboran inti dimaksudkan agar secara langsung dapat mengetahui

karakteristik geologi dibawah permukaan tanah dengan cara pengambilan contoh-

contoh tanah dan batuan yang terdapat pada kedalaman tertentu di bawah

permukaan tanah, kemudian diadakan penelitian pada contoh-contoh tanah dan

batuan tersebut, penganalisaan pada kecepatan pelaksanaan pengeboran,

penelitian kemampuan daya dukung pada tiap-tiap lapisan, pengecekan tingkat

permeabilitas dan lain-lain.

Volume Bor Inti :

Bor inti dilakukan dengan kedalaman total 50 m, lengkap dengan NSPT dan

Permeability.

Pelaksanaan pemboran ini termasuk pengambilan undisturb sampling, setiap 5

meter contoh tanah dan batuan.

Undisturbed sampling

Maksud dan tujuan :

Untuk memperoleh contoh tanah pada kedalaman tertentu guna keperluan

penyelidikan di laboratorium, yang kelak akan menjadi parameter pondasi.

Alat utama yang digunakan sama dengan alat-alat pemboran inti, hanya saja

ditambah dengan “sampling tube”.

2) Pengujian Penetrasi Standart (SPT)

Pada saat pengeboran inti telah mencapai suatu lapisan yang akan diuji, maka

mata bor diganti dengan alat yang disebut standart split-barrel sampler dan

kemudian pipa bor diturunkan kembali sehingga alat tersebut bertumpuan diatas

lapisan yang akan diuji. Pada bagian atas dari pipa bor terdapat sebuah palu

(dengan berat 63.5 kg) yang berbentuk cincin silinder yangn dapat turun naik

dengan bebas setinggi 75 cm. Dengan menjatuhkan palu tersebut secara bebas

beberapa kali dari ketinggian 75 cm dan menimpa tumpuan yang melekat pada

pipa bor sedemikian sehingga splitbarrel sampler masuk kedalam lapisan yang

diuji sedalam 30 cm.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 16

Dan dengan menghitung jumlah pukulan (angka N) yang diperlukan untuk dapat

memasukkan split-barrel sampler sedalam 30 cm tersebut dalam setiap pengujian,

maka tingkat konsolidasi serta daya dukung dari setiap lapisan dapat dihitung.

a. Uji SPT (standard penetration test) dilakukan bersamaan dengan pemboran inti

pada setiap interval kedalaman 3.00 m di setiap lubang bor.

b. Uji permeabilitas (permiability test) dilakukan bersamaan dengan pemboran inti

pada setiap interval kedalaman 5,00 m di setiap lubang bor atau pada setiap

perubahan perlapisan.

3) Pengujian Geser

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memperoleh harga-harga C dan tangen Φ

yang akan digunakan untuk menghitung kekuatan geser dari suatu contoh bahan

atau contoh tanah pondasi. Pengujian dapat dilakukan dengan beberapa metode,

antara lain pengujian desak bebas, pengujian geser langsung dan pengujian

kompresi tri sumbu. Pengujian contoh-contoh tanah untuk bahan tubuh embung

dilakukan dengan metode pengujian geser langsung.

4) Pengujian Lugeon (jika diperlukan)

Pengujian ini menggunakan lubang bor, dimana keadaan pondasi calon embung

terdiri dari lapisan batuan. Peralatan pengujiannya relatif mudah dan angka

permeabilitas yang dihasilkan akan dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan

sementasi (grouting) untuk perbaikan pondasi. Pada kondisi batuan yang normal,

maka pengujian-pengujian dilaksanakan sampai pada kedalaman ½ kali

kedalaman calon embung. Sedangkan untuk kondisi batuan yang mempunyai

banyak problema, maka pengujian dilaksanakan sampai pada kedalaman yang

sama dengan kedalaman maksimum calon embung tersebut.

C. Metode Pengujian Laboratorium Mekanika Tanah

Pekerjaan dilaksanakan untuk mendapatkan data sifat fisik dan sifat teknik tanah.

Contoh tanah asli/tidak terganggu (undisturbed sample) diambil dari lubang bor inti di

daerah penyelidikan untuk kemudian diuji di laboratorium mekanika tanah.

Penyelidikann laboratorium antara lain meliputi : spesific gravity test, natural moisture

content, volume unit weight, atterberg limit, grain size analisys, direct shear test,

konsolidasi, compaction test dan permeability test.

Pengujian Contoh Tanah di Laboratorium Mekanika Tanah meliputi :

a. Index Properties, meliputi : Unit weight (n), Specific gravity (Gs), Natural Moisture

Content (Wn),Grain size analysis, Atterberg Limit.

b. Engineering Properties, meliputi : Triaxial Test, Consolidation Test, Permeability

Test, Compaction Test.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 17

1) Unit Density (γn) :

Untuk memperoleh nilai jenis berat isi tanah, maka tanah yang akan dikenakan

pengujian ini adalah tanah dengan keadaan asli undisturbed sample.

2) Specify Gravity (Gs) :

Dilaksanakan untuk mendapatkan besaran berat jenis spesifik. Alat yang dipakai

adalah : botol picnometer (50 cc–100 cc), timbangan (0.1 gr), oven, alat penumbuk

dan pencampur contoh (mangkuk), kompor listrik. Prosedur pelaksanaan sesuai

dengan standar BSI atau ASTM C.127 dan C.128.

3) Moisture Content (Wn) :

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kadar air contoh tanah dalam

keadaan aslinya. Prosedur pelaksanaan sesuai dengan standar SNI atau ASTM

D.2210. Tanah yang akan dikenakan pengujian ini adalah tanah dalam keadaan asli

dengan prosedur dapat mengikuti ASTM D.2216-90.

4) Grain Size Analysis :

Pada tanah yang berbutir kasar dengan diameter butir lebih besar dari 75 mm

(tertahan pada ayakan No.200), maka penentuan diameter butirnya dilakukan dengan

metode ayakan (Sieve Analysis), sedangkan pada tanah yang berbutir halus atau

tanah dengan diameter lebih kecil dari 7.5 mm (lolos melalui ayakan No.200) akan

ditentukan dengan cara Hydrometer Analysis. Pembagian butir tanahnya digunakan

USSC dengan prosedur yang sesuai dengan ASTM D.422-90. Analisa ukuran butiran

meliputi penentuan secara kuantitatif pembagian ukuran partikel dalam tanah.

5) Atterberg Limit :

• Liquid Limit (LL)

Batas cair/ liquid limit ini adalah nilai kadar air yang dinyatakan dalam prosentase

dari contoh tanah yang dikeringkan dalam oven pada batas antara keadaan cair.

Dimaksudkan untuk mendapatkan nilai batas cair dan batas plastis dari tanah

sehingga dapat diklasifikasikan jenis tanahnya. Prosedur pelaksanaan sesuai

dengan standard SNI atau ASTM D.423/D.424. Ini dapat ditentukan dengan cara

menentukan nilai kadar air pada contoh tanah yang mempunyai jumlah ketukan

sebanyak 25 kali dijatuhkan setinggi 1 cm pada kecepatan ketukan 2 kali setiap

detiknya. Prosedurnya dapat mengikuti ASTM D.4318-84.

• Plastic Limit (PL).

Batas plastis ini adalah nilai kadar air pada batas bawah daerah plastis. Kadar air ini

ditentukan dengan menggiling tanah yang melewati ayakan No.40 pada alat kaca

sehingga membentuk diameter 3,2 mm dan memperlihatkan retakretak, prosedur

dapat mengikuti ASTM D.4318-84.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 18

• Shrinkage Limit.

Shrinkage limit adalah nilai maksimum kadar air pada keadaan dimana volume dan

tanah ini tidak berubah, prosedur penentuan batas susut ini dapat mengikuti ASTM

D.427-90.

6) Direct Shear :

Dimaksudkan untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah dengan melakukan

percobaan geser langsung (Direct Shear Test).

7) Compaction Test :

Salah satu cara untuk memperoleh hasil pemadatan yang maksimal telah banyak

digunakan metode proctor (1983) di laboratorium. Dengan cara ini maka pegangan

sebagai dasar-dasar pemadatan di lapangan dapat dilakukan seperti penentuan

kadar air optimum (Wopt). Prosedur pengujian ini dapat dilakukan dengan

menggunakan cara ASTM D.698-9.

8) Konsolidasi, ASTM D.2435/70 :

Cara ini meliputi penentuan kecepatan dan besarnya konsolidasi pada tanah apabila

ditekan dalam arahlateral dan dibebani serta dialirkan dalam arah axial. Maksud

utama dari percobaan konsolidasi adalah untuk memperoleh data tanah yang

dipergunakan untuk memperkirakan kecepatan dan besarnya penurunan struktur

yang dibangun diatas tanah berbutir halus.

9) Triaxial (UU & CU), ASTM D.2850/70 :

Triaxial Test atau sering juga disebut “Cylindrical Compression Triaxial Shear Test”

dalam keadaan “Unconsolidated” (UU) yaitu tanpa dilakukan pengukuran tekanan air

pori dalam pengujian ini..

3.3.4. Tahap III : Analisis/ Kajian dan Perencanaan Detail

A. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi diperlukan untuk mengkaji ulang kondisi hidrologi daerah proyek

termasuk daerah aliran sungai. Data yang digunakan adalah data dasar yang

telah mendapatkan legalisasi dari Unit Hidrologi Prov. NTB dan Laporan Desain

terdahulu (apabila ada). Data ini dilampirkan dalam Laporan Hidrologi.

Pekerjaan ini meliputi pemastian banyaknya air yang tersedia (water availability)

serta kemungkinan air irigasi serta air untuk keperluan–keperluan lainnya.

Pada bagian ini akan dipaparkan tentang analisa curah hujan yang diolah

sehingga bisa ditemukan curah hujan daerah. Metode yang digunakan dan cara

pengujiannya juga di bahas dalam bab ini.

1. Pengisian Data Kosong

Pada saat ini dikenal 2 (dua) cara untuk memperkirakan data hujan yang

hilang yaitu dengan cara "Normal Rasio Methode" (Linsley, et all, 1958)

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 19

dan "Reciprocal Methode"/Inversed squared distance" (Simanton &

Osborne, 1980), Untuk "Normal Rasio Methode" bisa digunakan bila variasi

ruang hujan tidak terlalu besar, sedangkan pada "Reciprocal Methode"

memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor koreksi. Cara yang

digunakan dalam hal ini adalah cara Normal Rasio Methode.

Rumus yang dipakai dalam " Normal Rasio Methode" adalah sebagai

berikut :

Px = l/n ( Nx PA /NA + Nx PB /NB + ....... + Nx Pn /Nn )

dengan :

Px = Curah hujan stasiun pada stasiun x yang dicari (mm).

Nx = Curah hujan normal tahunan di stasiun x.

NA = Curah hujan normal tahunan di stasiun A.

n = Jumlah stasiun referensi.

2. Uji Konsistensi Data

Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus melewati pengujian

untuk kekonsistenan data tersebut. Uji konsistensi juga meliputi

homogenitas data karena data konsisten berarti data homogen, pengujian

menggunakan dua metode yaitu :

1) Methode Lengkung Massa Ganda

Yaitu kurva kumulatif hujan tahunan stasiun yang ditinjau,

dibandingkan dengan kurva kumulatif hujan tahunan stasiun

referensi/acuan, pada kasus ini dilakukan dua pengujian yaitu

kumulatif dari tahun kecil sampai tahun besar, dan dari kumulatif dari

tahun yang besar ke tahun yang kecil. Hal ini dilakukan karena hasil

yang menyimpang disebabkan oleh banyak hal dan bisa terjadi pada

tahun awal pencatatan ataupun pada tahun-tahun terakhir tergantung

pada keadaan alat dilapangan. Rumus yang dipakai adalah :

DMCt = ( Xt , Yt )

dengan :

Xt = Komulatif curah hujan tahunan stasiun A pada tahun ke-t

Yt = Komulatif curah hujan tahunan stasiun referensi pada tahun ke-t.

RA t = Curah hujan tahunan stasiun ARi = Rata-rata curah hujan tahunan stasiun referensi pada

tahun ke-t.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 20

2) Methode RAPS

Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu

sendiri yaitu pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai

rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata penyimpangan

kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada

rumus di bawah.

nilai statistik Q dan R

0 k n

R = maks** - min S**

0 k n 0 k n

Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Qen dan

Ren. Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai Qen syarat dan

Ren syarat, jika lebih kecil maka data masih dalam batasan

konsisten.

Tabel 3.1. Nilai Q/n0,5 dan R/n0,5

nQ/n0.5 R/n0.5

90 % 95 % 99 % 90 % 95 % 99 %

10

20

30

40

100

1.05

1.10

1.12

1.14

1.17

1.22

1.14

1.22

1.24

1.27

1.29

1.36

1.29

1.42

1.48

1.52

1.55

1.63

1.21

1.34

1.40

1.44

1.50

1.62

1.28

1.43

1.50

1.55

1.62

1.75

1.38

1.60

1.70

1.78

1.85

2.00

Sumber Sri Harto, 1993:168

3. Curah Hujan Daerah Embung (DAS)

Curah hujan di daerah embung yang akan dibangun dilakukan dengan

metode Theissen. Untuk mendapatkan curah hujan daerah (Catchment

Rainfall) dari hujan suatu tempat saja dilakukan koreksi dengan faktor (Sri Harto 1983), nilai faktor koreksi hujan ditetapkan yaitu :

= 1,5518 A -0,1491 N -0,2725 SIM -0,0259 S -0,0733

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 21

dengan :

= Faktor reduksi hujan titik ke hujan daerah, tidak berdimensiA = Luas DAS (Km2)N = Jumlah stasiun hujan yang ada, tidak berdimensiSIM = Faktor simetri, tidak berdimensiS = Landai sungai rata-rata, tidak berdimensi

4. Analisa Ketersediaan Air

1) Curah Hujan Harian Maksimum

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan

pemanfaatan air adalah curah hujan rerata di seluruh daerah yang

bersangkutan (curah hujan daerah), bukan curah hujan pada suatu

titik tertentu. Besarnya nilai curah hujan rerata ini harus diperkirakan

dari beberapa titik pengamatan curah hujan dengan menggunakan

ketentuan yang berlaku. Biasanya curah hujan daerah dihitung

dengan memperhitungkan weighting factor dari Poligon Thiesen

berdasarkan data curah hujan dari stasiun penakar. Untuk studi ini

karena data yang tersedia hanya dari satu stasiun, maka metode

tersebut diatas tak dapat digunakan.

2) Analisa Distribusi Frekuensi

Dalam Analisis ini, keluaran yang dapat diperoleh adalah besaran

curah hujan rancangan yang ditetapkan berdasarkan patokan

perancangan tertentu. Untuk keperluan analisis lebih lanjut, maka

ditetapkan curah hujan dengan kala ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200

dan 1000 tahun. Sejauh ini telah banyak dikemukakan metode untuk

menentukan curah hujan rancangan. Kesesuaian metode yang ada

ditentukan oleh variasi dan jenis distribusi data yang diperoleh. Dalam

studi ini, analisis curah hujan rancangan akan dilakukan dengan

menggunakan Metode EJ Gumbel dan Log Person Type III. Untuk

menetapkan metode mana yang dapat diterapkan, maka akan dipilih

setelah dilakukan pengujian tingkat kesesuaiannya yang secara rinci

akan dibahas pada bagian berikutnya.

a. Analisis Distribusi Frekuensi Ej Gumbel

Persamaan umum yang digunakan adalah :

dengan :

RT = Nilai curah hujan untuk periode ulang TR = Curah hujan maksimum merata selama periode

pengamatanS = Simpangan bakuK = Faktor frekuensi

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 22

Yn = Reduced Mean Sn = Reduced Standard Deviation Yt = Reduced Variated

= - (0,834 + 2,303 log log (T/(T-1)))

b. Analisis Distribusi Frekuensi Log Pearson Type III

Persamaan umum yang digunakan adalah :

dengan :

S1 = Simpangan bakuXt = Curah hujan rancangan periode ulang t tahunCs = Koefisien kepencengan (skewness koeficien)K = Koefisien frekuensi

Koefisien frekuensi merupakan fungsi dari kala ulang (return

period) dan nilai koefisien kemencengan (Cs), yang nilainya

dapat ditentukan melalui Tabel.

c. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi

Untuk melakukan uji ini, maka data dan hasil yang diperoleh

secara teoritik harus diplot pada kertas distribusi frekuensi

sesuai dengan metode yang digunakan. Langkah-langkah

pengerjaan analisis ini secara rinci diuraikan sebagai berikut.

1. Urutkan data mulai dari terkecil hingga terbesar.

2. Tentukan probabilitas dari masing-masing titik uji

dengan persamaan berikut ini :

3. Plot titik-titik pengujian tersebut pada kertas distribusi.

4. Gambar garis/kurva sesuai dengan persamaan yang telah

diperoleh pada kertas distribusi.

5. Dengan cara overlay, tentukan beda (penyimpangan)

antara data dan hasil secara teoritik.

6. Uji penyimpangan yang terjadi baik secara vertikal

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 23

maupun horizontal.

Uji Kai Kuadrat (X2-test )

Uji kai kuadrat dimaksudkan menilai perbedaan yang

terdapat antara frekwensi yang diobservasi dengan yang

diharapkan (Murray R. Speigel, 1986 ; 213).

Metode ini digunakan untuk menguji simpangan secara

vertikal, yang ditentukan dengan menggunakan persamaan

berikut ini :

Ej

)EjOj(X

22

dengan :

X2 = Parameter ujiOj = Frekwensi yang diobservasi (empirik)Ej = Frekwensi yang diharapkan (teoritik)

Selanjutnya nilai Xcr dapat ditentukan dengan

menggunakan taraf keberartian 5 % dengan derajat bebas

sesuai dengan persamaan berikut ini.

= n - (m + 1)

dengan,

= Derajat bebasn = Jumlah data amatan m = Jumlah pembatas fungsi agihan

Uji Smirnov - Kolmogorov

Uji Smirnov-Kolmogorov digunakan untuk menguji

penyimpangan secara horizontal. Nilai penyimpangan

yang di uji adalah nilai penyimpangan terbesar yang terjadi

di antara titik uji. Untuk menilai kesesuaiannya, hasil

tersebut harus dibandingkan dengan beda kritis yang

merupakan fungsi taraf keberartian dan jumlah data (cr

dan n). Persamaan yang berlaku untuk ini ;

maks = ABS [Pt -Pe] < cr

dengan :

maks = Simpangan maksimum (%)Pt = Probabilitas teoritis (%)Pe = Probabilitas empiris (%) cr = Simpangan kritis yang diperoleh dari tabel.

Dari hasil uji yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

ketiga metode analisis distribusi frekuensi yang diterapkan

sesuai untuk sebaran data curah hujan pada kedua DPS

yang dianalisis. Untuk selanjutnya hasil analisis dari

metode Iwai Kadoya akan digunakan sebagai dasar

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 24

analisis lebih lanjut (dipilih) oleh karena memberikan hasil

yang moderat.

3) Curah Hujan Maksimum Yang Mungkin Terjadi (Probable

Maximum Precipitation, PM)

Menurut kriteria yang ada bahwa suatu bendungan harus mampu

menahan debit banjir maksimum yang mungkin terjadi, oleh sebab itu

penetapan PMP menjadi sangatlah penting mengingat adanya

anggapan bahwa banjir maksimum yang terjadi akibat dari terjadinya

hujan maksimum yang terjadi secara merata di dalam DPS.

PMP dihitung dengan menggunakan cara statistik dari Hersfield

dengan persamaan umum sebagai berikut :

Xm = X + Km . Sn

dengan :

Xm = Curah hujan maksimum yang mungkin terjadiX = Nilai rerata dari data hujan maksimum yang terjadi pada

setiap tahun Sn = Standar deviasi data

Km = Variabel statistik, yang dipengaruhi oleh distribusi frekuensi nilai-nilai ekstrim.

4) Hujan Netto dan Hujan Jam-Jaman

a. Hujan Netto

Hujan netto merupakan bagian hujan yang menghasilkan

limpasan langsung (Direct run-off). Limpasan langsung ini terdiri

atas limpasan permukaan (surface run-off) dan interflow (air yang

masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan

permeabilitas rendah, yang keluar lagi di tempat yang lebih

rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan).

Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi

limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah

oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan sebagai :

Rn = C . R

dengan :

Rn = Hujan nettoC = Koefisien limpasanR = Curah hujan total

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang nilainya

didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik

hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun kondisi dan

karakteristik tersebut adalah :

1. Keadaan hujan2. Luas dan bentuk daerah aliran3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 25

4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah5. Kebasahan tanah6. Suhu udara dan angin serta evaporasi7. Tata guna lahan.

Secara praktis, nilai koefisien pengaliran menurut kondisi daerah

pengaliran sungai dapat ditentukan menurut tabel berikut ini.

Tabel 3.2. Koefisien Pengaliran

KONDISI DPS KOEFISIEN PENGALIRAN

Pegunungan curam 0,75 - 0.90

Pegunungan tersier 0,70 - 0,80

Tanah berrelief berat & berhutan kayu 0,50 - 0,75

Dataran pertanian 0,45 - 0,60

Dataran sawah irigasi 0,70 - 0,80

Sungai di pegunungan 0,75 - 0,85

Sungai di dataran rendah 0,45 - 0,75

Sungai besar yang sebagian besar alirannya berada di dataran rendah

0,50 - 0,75

Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1980

Koefisien pengaliran pada tabel di atas didasarkan pada

pertimbangan bahwa koefisien tersebut tergantung dari

faktor-faktor fisik DPS. Dr. Kawakami menyusun suatu formulasi

yang menyatakan bahwa untuk sungai tertentu, koefisien itu

tidak tetap tetapi berbeda-beda tergantung dari besarnya curah

hujan. Persamaan yang dimaksud secara matematis diuraikan

sebagai berikut :

f = 1 - R’/Rt = 1 - f’

dengan :

f = koefisien pengaliranf’ = laju kehilangan (= /Rt*)Rt = Curah hujan (mm)R’ = Kehilangan curah hujan, s = tetapanRumus-rumus koefisien limpasan (koefisien pengaliran) rerata

diuraikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.3. Rumus-rumus Koefisien Limpasan

No. Daerah Kondisi Sungai Curah Hujan Rumus

1 hulu f = 1 - 15,7/Rt3/4

2 tengah sungai biasa f = 1 - 5,65/Rt3/4

3 tengah sungai di zone

lavaRt > 200 mm f = 1 - 7,2/Rt3/4

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 26

4 tengah Rt < 200 mm f = 1 - 3,14/Rt3/4

5 hilir f = 1 - 6,6/Rt3/4

b. Distribusi Hujan Jam-Jaman

Idealnya distribusi hujan jam-jaman ditentukan menurut data

pengamatan dari stasiun pencatat hujan automatis. Oleh karena

sulit diperoleh data tersebut, maka nilainya didekati dengan

menggunakan persamaan empirik. Metode yang lazim

digunakan adalah persamaan MONONOBE dengan anggapan

curah hujan maksimum yang terjadi rata-rata selama 6 jam.

Menurut persamaan Mononobe yang dimaksud.

RT = R24 / t * (t/T)2/3

dengan :

RT = Intensitas hujan rerata dalam T jamR24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari (24 jam)t = Waktu konsentrasi hujan yang nilainya identik

dengan lama terjadinya hujan per hari (5~6 jam)T = Waktu mulai hujanSedangkan nisbah hujan jam-jaman ditentukan menurut

persamaan berikut :

RT = t * Rt - (t - 1) * (RT-1)

dengan :

Rt = Prosentase intensitas hujan rerata dalam t jam.RT-1 = Intensitas hujan dalam t jam.

1. Faktor simetri (SIM), yaitu hasil kali antara faktor lebar (WF)

dengan luas DAS sebelah hulu (RUA).

2. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua

pertemuan sungai di dalam DAS tersebut. Jumlah ini tidak

lain adalah jumlah pangsa sungai tingkat satu dikurangi

satu.

3. Kerapatan jaringan kuras (D), yaitu jumlah panjang sungai

semua tingkat tiap satuan luas DAS.

5) Penetapan Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan (unit hydrograph) adalah hidrograf limpasan

langsung (direct runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan netto

yang terjadi merata di seluruh DPS dan dengan intensitas yang

tetap dalam satu satuan waktu yang ditetapkan. Bentuk dan dimensi

hidrograf satuan menggambarkan karakteristik DPS yang ditinjau.

Jika data pemantauan aliran sungai automatic (AWLR) tersedia,

maka hidrograf satuan dapat langsung ditentukan dengan keluaran

yang akurat, namun bila tidak tersedia data tersebut maka

penentuannya dapat dilakukan dengan analisis hidrograf satuan

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 27

sintetik.

Dalam studi ini, hidrograf satuan ditentukan melalui analisis hidrograf

satuan sintetik sedangkan pendekatan dengan menggunakan data

AWLR belum dapat dilakukan disebabkan belum tersedianya fasilitas

AWLR. Metode yang digunakan pada studi ini adalah metode

Nakayasu.

a. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Dalam metode ini dibutuhkan parameter-parameter DPS

sebagai data masukannya. Parameter-parameter tersebut dapat

diukur dengan mudah dari peta topografi yang merupakan

parameter DPS yang secara hidrologis mudah dijelaskan

pengaruhnya terhadap hidrograf. Parameter-parameter yang

dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai dengan

puncak hidrograf (time to peak magnitude).

2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai dengan titik

berat hidrograf (time lag).

3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hidrograf)

4. Luas daerah pengaliran.

5. Panjang sungai utama terpanjang (Lengt of the longest

channel).

6. Koefisien Tp

Rumus dari Hidrograf Satuan Nakayasu adalah :

Gambar 3.9. Hidrograf Satuan Nakayasu

Untuk menentukan Tp dan T0,3 menggunakan pendekatan

rumus, sebagai berikut :

Tp T0.3

Q(m3/dt)

T (jam)

Qp

0,3 Qp

Qt = Qp t/TR

1,5 T0.3 2,5 T0.3

0,3 Qp

Lengkung Naik Lengkung Turun

0,8 tr tg

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 28

Tp = Tg + 0,8 tr

T 0,3 = a x Tg

- Sungai dengan panjang lebih dari 15 Km, maka ;

Tg = 0,40 + 0,058 L

- Sungai dengan panjang kurang dari 15 Km, maka ;

Tg = 0,21 x L 0,7

dengan :

Qp = Debit puncak banjir (mm3)Ro = Hujan Satuan (mm)Tp = Tenggang Waktu dari permulaan hujan sampai

puncak banjir (jam)T 0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit,

dari debit puncak sampai menjadi 30 % dari debit puncak.

Tg = time lag yaitu waktu antara hujan sampai dengan debit puncak (jam).

a = Parameter Hidrograftr = Satuan Waktu hujan (1jam)

Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, oleh

sebab itu dalam penerapannya terhadap suatu daerah

aliran sungai harus didahului dengan pemulihan

parameter-parameter yang sesuai seperti pemilihan nilai

Tp, a, dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu

pola hidrograf yang mendekati dengan hidrograf banjir

yang diamati.

Persamaan satuan hidrograf adalah :

- Pada Waktu naik ;

0 t Tp

Qt = Q maks (t :Tp) 2,4

- Pada waktu kurva turun :

a. 0 t (Tp – T 0,3)

b. (Tp + T 0,3) t (Tp + T0.3 + T0.32)

Qt = Q maks 0,3 ^ ((t-Tp+T0,3)/(1,5T0,3))

c. t (Tp + T 0,3 + 1,5 T 0,3)

Qt = Q maks 0,3 ^ (t-Tp+1,5 T0,3/1,5 T0,3)

B. Analisis Hidrolika

Analisis hidrolika merupakan perhitungan ulang prilaku aliran air dengan

menganalisis berdasarkan hukum kontinuitas dan hukum kekekalan energi.

Gaya-gaya yang bekerja pada aliran disebabkan gaya gravitasi dan gaya tekan

serta dinamika air.

Perhitungan hidrolika meliputi routing tampungan, hidrolika pelimpah dan hidrolika

intake. Routing tampungan dihitung berdasarkan banjir rencana, hasil routing

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 29

berupa tinggi air maksimum dari perhitungan kapasitas pelimpah yang ditentukan

terlebih dahulu.

Maksud analisis hidrolika ini adalah untuk membandingkan desain awal dengan

desain hasil perhitungan kembali terhadap debit rencana pada model tampungan,

desain pelimpah dan desain intake, sehingga akan didapatkan hasil detail desain

yang aman terhadap prilaku air debit rencana.

1) Aliran Saluran Terbuka

a. Energi

Energi yang bekerja pada aliran air dalam suatu saluran terbuka dibagi

menjadi dua yaitu : Energi kinetik dan Energi potensial. Diperkirakan

bahwa aliran tersebut bergerak parallel, searah dan kecepatannya

pada semua titik pada suatu penampang melintang sama dengan

kecepatan rata-rata V. Beradasarkan gambar 3.8. bahwa energi

potensial yang dimiliki oleh masa adalah W (h1 + h2),

dimana W adalah berat masa (m) dan energi kinetiknya adalah :

W

Jadi total energinya adalah :

Em = W (1)

Jika hal ini berlaku untuk semua masa aliran dalam penampang melintang dengan debit Q dengan satuan berat W, total energi per detik pada penampang E adalah :

E = Qw (2)

Tinggi energi absolut HA, dinamakan dengan persamaan Bernoulli :

HA = d + Z (3)

Gambar. 3.10. Karakteristik Aliran Saluran Terbuka

hv1

arah aliran d1

L Z1 Z2

d2

hv2

hL Hv = v2

2g

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 30

Energi yang ada pada penampang melintang yang berhubungan

dengan dasar saluran dinamakan dengan Spesifik Energi. Tinggi

energi yang sama yang dinyatakan dengan tinggi Spesifik Energi dan

dinyatakan sebagai :

HE = d + (4)

dimana Q = A . V, persamaan (4) dapat dinyatakan

HE = d + (5)

Untuk suatu saluran yang berbentuk trapezoid dimana b adalah lebar

dasar dan z menunjukkan kemiringan dinding lereng, jika q dinyatakan

sebagai Q/b dan a dinyatakan sebagai d (d + zd), maka persamaan (5)

dapat ditulis :

HE = d + (6)

Persamaan (5) bisa digambarkan sebagai suatu grafik sebagaimana

yang ditunjukkan dalam gambar 3.8. Diagram tersebut

menggambarkan beberapa nilai debit dalam suatu saluran yang

berbentuk persegi empat. Tampaknya ada dua nilai d, dH dan dL

untuk masing-masing nilai HE kecuali pada titik dimana HE dalam

keadaan minimum dimana terdapat hanya satu nilai.

Kedalaman yang mempunyai energi minimum disebut dengan energi

kritis dan kedalaman nilai-nilai lain dinamakan dengan kedalaman

peralihan (alternate).

Kedalaman yang terletak diatas kedalaman kritis berada pada baris

aliran sub-kritis (disebut sebagai kedalaman subkritis) dan yang

terletak di baris aliran superkritis (disebut dengan kedalaman

superkritis).

b. Aliran Kritis

Aliran kritis dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Debit Kritis

Debit maksimum untuk suatu energi khusus yang diijinkan, atau

debit yang akan terjadi dengan energi khusus minimum.

2. Kedalaman Kritis

Kedalaman dimana aliran debit dalam keadaan maksimum untuk

energi khusus yang diijinkan terjadi atau kedalaman suatu debit

yang diijinkan terjadi dengan energi khusus minimum.

3. Kecepatan Kritis

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 31

Kecepatan rata-rata pada saat debit dalam keadaan kritis.

4. Lereng Kritis

Lereng yang akan menahan debit yang diijinkan pada kedalaman

kritis yang sama pada sebuah saluran.

5. Aliran Subkritis

Kondisi aliran dimana kedalaman lebih besar daripada aliran kritis,

sebaliknya kecepatannya lebih kecil.

6. Aliran Superkritis

Kondisi aliran dimana kedalaman lebih kecil daripada aliran kritis,

sebaliknya kecepatan lebih besar.

Hubungan antara penampang melintang dengan debit yang memang

harus ada sehingga aliran dapat terjadi adalah :

= (7)

dimana :

A = Luas penampang melintangT = Lebar permukaan air

Jika Q² = A² . v², maka persamaan (7) dapat ditulis :

= (8)

Juga, jika A = dm T, dimana dm adalah kedalaman aliran rata-rata

pada penampang, maka persamaan (8) dapat ditulis ulang menjadi :

hvc = (9)

Jadi persamaan (4) dapat dibuat :

HE = dc + (10)

Dari persamaan-persamaan diatas, didapatkan hubungan tambahan

sebagai berikut :

dmc = (11)

dmc = (12)

vc = (13)

vc = = 3.13 (14)

Kedalaman kritis untuk penampang segi empat dijelaskan dengan

persamaan :

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 32

dc = = (15)

dimana

z = rasio lereng dinding saluran dari horizontal sampai dengan

vertikal

c. Rumus Manning

Sebagian besar analisa hidrolis yang dibahas dalam teks ini, untuk

aliran di dalam saluran terbuka menggunakan rumus Manning. Ini

merupakan bentuk khusus dari rimus Chezy, pengembangannya

secara lengkap terdapat dalam kebanyakan teksbook tentang

mekanika fluida.

Rumus tersebut dapat ditulis sbb :

V = (16)

atau :

Q = (17)

dimana :

A = penampang melintang daerah aliran dalam meter persegiV = kecepatan dalam meter perdetikn = koefisien kekasaranR = jari-jari hidrolis = daerah (A)/keliling basah (P) danS = kemiringan gradien energi

Nilai koefisien kekasaran n, berbeda menurut kekasaran fisik dinding

dan dasar saluran, ukuran dan bentuk penampang melintang,

penjajaran dan tipe serta kondisi materi yang membentuk keliling

basah.

d. Hukum Bernoulli

Hukum Bernoulli yang merupakan dasar konservasi energi pada aliran

saluran terbuka dapat dijelaskan. Tinggi energi absolut pada setiap

penampang sama dengan tinggi energi absolut pada suatu

penampang hilir ditambah dengan kehilangan tinggi energi

(intervening).

Berkaitan dengan persamaan (3), dari gambar 3.8. dapat ditulis :

Z2 + d2 + hv2 = Z1 +hv1 + hL (18)

Dimana hL melambangkan semua kehilangan tinggi energi antara

penampang 2 (subscript 2) dan penampang 1 (subscript 1).

Kehilangan tinggi energi yang demikian itu sebagian besar disebabkan

oleh kehilangan akibat gesekan juga akibat dari pusaran, peralihan,

gangguan, benturan dan sebagainya.

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 33

Jika debit pada suatu penampang melintang satu saluran adalah

konstan sesuai dengan waktu, maka aliran tersebut adalah tetap. Jika

aliran tetap tersebut terjadi pada semua penampang yang terjangkau,

aliran tersebut akan bergerak terus menerus.

Q = A1V1 = A2V2 (19)

Persamaan (19) disebut dengan persamaan kontinuitas, persamaan

(18) dan (19) dipecahkan secara bersamaan merupakan rumus dasar

yang dipakai dalam pemecahan masalah aliran pada saluran terbuka.

e. Gradien Energi dan Hidrolis

Gradien hidrolis pada saluran terbuka adalah permukaan air. Gradien

energi berada diatas gradien hidrolis dimana satu jarak sama dengan

tinggi kecepatan menurunnya gradien energi pada saluran dengan

panjang tertentu menandakan hilangnya energi baik yang disebabkan

oleh gesekan ataupun pengaruh-pengaruh lain. Hubungan antara

gradien energi dan gradien hidrolis mencerminkan tidak hanya

kehilangan energi tetapi juga perubahan antara energi potensial dan

energi kinetik. Untuk aliran seragam gradien-gradiennya paralel dan

kemiringan muka air menunjukkan gradien kehilangan akibat gesekan.

Dalam aliran dengan kecepatan yang tinggi gradien hidrolis lebih terjal

daripada gradien energi yang menunjukkan suatu perubahan prosesif,

dari energi potensial menjadi energi kinetik. Sebaliknya untuk

kecepatan yang rendah gradien energi lebih terjal daripada gradien

hidrolis yang menunjukkan suatu perubahan dari energi kinetik

menjadi energi potensial. Hubungan yang progresif dari gradien-

gradien energi tersebut dapat dijelaskan dengan Hukum Bernoulli.

Kemiringan rata-rata gradien energi adalah Δhf, dimana :

Δhf = (20)

Rumus berikut dibuat berdasarkan sifat-sifat hidrolis pada tiap-tiap

potongan dan koefisien kekasaran :

Δhf = (21)

Jika kemiringan kekasaran rata-rata (Sf) sama dengan

= dan Sb adalah kemiringan dasar saluran dengan

mensubstitusikan s, dan ΔL dengan Z2-Z1 dan HE dengan (d + hv),

sehingga :

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 34

ΔL = (22)

f. Kehilangan Energi

1. Peralihan Lambat Laun

Gambar 3.11. Saluran Berubah Lambat Laun

Dari gambar diatas dapat dijelaskan v1, v2 dan v3 adalah kecepatan

pada tiap potongan.

Kehilangan tinggi pada peralihan dihitung dengan rumus :

2. Penyempitan Lambat Laun

Hgc = fgc

dimana :

hgc = kehilangan energi masuk (m)

fgc = koefisien kehilangan energi = 0,2 (KP-03)

3. Pelebaran Lambat Laun

hge = fge

dimana :

hge = kehilangan energi keluar (m)

fge = koefisien kehilangan energi = 0,4 (KP-03)

4. Peralihan

Gambar 3.12. Saluran Berubah Tiba-tiba

Dari gambar diatas dapat dijelaskan v1, v2 dan v3 adalah kecepatan

pada tiap potongan.

v1

Transisi

v2

v1<v2 dan v3<v2

lebar permukaan airv3

lebar permukaan airv1 v3v2

v1<v2 dan v3<v2

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 35

a. Penyempitan Tiba-tiba

hsc = fsc

dimana :

hsc = kehilangan energi masuk (m)fsc = koefisien kehilangan energi = 0,5 (KP-03)

b. Pelebaran Tiba-tiba

hse = fse

dimana :

hse = kehilangan energi keluar (m)fse = koefisien kehilangan energi = 1,0 (KP-03)

5. Kehilangan Aliran Masuk dan Keluar

a. Kehilangan Aliran Masuk

hi = fi .

dimana :

hi = kehilangan aliran masukfi = koefisien kehilangan = 0,5V = kecepatan sesudah masuk (m/dt)

b. Kehilangan Aliran Keluar

ho = fo .

dimana :

ho = kehilangan aliran keluarfo = koefisien kehilangan = 0,50V = kecepatan sesudah keluar (m/dt)

6. Kehilangan di Belokan dan Tikungan

Bagian belokan dan tikungan pada siphon atau pipa menyebabkan

perubahan arah aliran dan sebagai akibatnya perubahan kecepatan.

hb = fb .

dimana :

hb = kehilangan pada belokanfb = koefisien kehilangan (lihat tabel 3.2.)V = kecepatan sesudah keluar

2) Aliran di Atas Pelimpah

Pelimpah disediakan pada bendung (diverson dam) untuk melewatkan

kelebihan air yang masuk ke dalam saluran (atau terowongan, sesuai

dengan keadaannya) dan pada waduk untuk melewatkan kelebihan air yang

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 36

tidak dapat tertampung dalam waduk. Desain pelimpah yang aman adalah

sangat penting untuk pengamanan keseluruhan bendung atau waduk.

A. Analisa Hidrolis Pelimpah

Analisis hidraulik digunakan untuk menentukan dimensi pelimpah dan

tinggi jagaan (freeboard), sedangkan dimensi struktur akhir ditentukan

berdasar optimasi lebar pelimpah yang dihubungkan dengan biaya

timbunan. Dimana bangunan pelimpah umumnya terdiri dari empat

bagian utama yaitu :

1. Saluran Pengarah Aliran

2. Saluran Pengatur Aliran

3. Saluran Peluncur

4. Peredam Energi

Skema bangunan pelimpah secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut :

Saluran Pengatur Saluran Peluncur Peredam Energi

Tipe limpahan frontal samping lengkung corong

tipe tranpilintipe terowongantipe pipa dasar bendungan

tipe loncatantipe kolam olakantipe terjunan bebas

Tipe siphon

Tipe penyadap terowongan

Tipe penyadap bebas

Gambar 3.13. Denah Bangunan Pelimpah

1. Saluran Pengarah Aliran

Bagian ini berfungsi sebagai penuntun dan pengarah aliran agar tetap

dalam kondisi hidrolika yang baik. Pada saluran ini kecepatan masuk air

supaya tidak melebihi 4 m³/dt lebar saluran mengecil ke arah hilir,

Sal. Pengarah Sal. Pengatur Sal. Peluncur Peredam Energi

Penampang memanjang

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 37

kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil lebih besar 1/5 x

tinggi rencana limpasan diatas mercu ambang pelimpah.

2. Saluran Pengatur Aliran

Bagian ini berfungsi sebagai pengatur kapasitas aliran (debit) air yang

melintasi bangunan pelimpah. Ada beberapa tipe yang biasa digunakan

yaitu :

Gambar 3.14. Saluran Pengatur Aliran

a. Tipe ambang bebas (flowing into canal type)

a.1. Ambang berbentuk persegi empat

ho =

b =

a.2. Ambang berbentuk trapezium

ho =

Q = AVo = C

dimana :

Q = kedalaman air tertinggi di dalam saluran pengarah aliran (m)C = koefisien pengaliran (C = 1,00 untuk setengah lingkaran dan C =

0,82 untuk persegi empat)ho = tinggi penurunan permukaan air di dalam saluran pengarah (m)A = penampang basah (m²)vo = kecepatan rerata aliran (m/dt)

b. Tipe bendung pelimpah (over flow weir type)

Bendung pelimpah sebagai salah satu komponen dari saluran pengatur

aliran dibuat untuk lebih meningkatkan pengaturan serta memperbesar

debit air yang akan melintasi pelimpah. Debit yang melalui pelimpah

dengan ambang tetap dihitung berdasar rumus :

Q = C x L x H3/2

dimana :

Q = debit yang lewat pelimpah (m/dt)C = koefisien limpahanL = lebar efektif ambang pelimpah (m)H = tinggi air diatas ambang pelimpah (m)

ho

Doo

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 38

b.1. Koefisien Limpahan

Koefisien limpahan pada bendung biasanya berkisar antara 2,0 s/d 2,1

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

Kedalaman air di dalam saluran pengarah aliran

Kemiringan lereng udik bendung

Tinggi air di atas mercu bendung

Perbedaan antara tinggi air rencana pada saluran pengatur aliran

yang bersangkutan.

Untuk pembuatan rencana teknis pelimpah yang kecil harus

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Kedalaman air yang memadai di dalam saluran pengarah aliran

Bentuk penampang bendung yang sesuai

Diusahakan agar terjadi aliran pelimpahan sempurna.

Koefisien limpahan (C) dari tipe standar suatu bendung dapat

diperoleh dengan rumus Iwasaki, sebagai berikut :

Cd = 2,200 - 0,0416

C = 1,60

dimana :

C = koefisien limpahanCd = koefisien limpahan pada saat h = Hd

h = tinggi air diatas mercu bendungHd = tinggi takan rencana di atas mercu bendungW = tinggi bendunga = konstanta (diperoleh pada saat h = Hd yang berarti C = Cd)

b.2. Lebar Efektif Bendung

Pada saat terjadinya pelimpahan air melintasi mercu suatu bendung

terjadi kontraksi aliran, baik pada kedua dinding samping bendung

maupun sekitar pilar-pilar yang dibangun di atas mercu-mercu

bendung tersebut, sehingga secara hidrolis lebar efektif suatu

bendung akan lebih dari seluruh panjang yang sebenarnya dan debit

air yang melintasi mercu bendung yang bersangkutan selalu

didasarkan pada lebar efektifnya, yaitu dari hasil pengurangan lebar

sesungguhnya dengan jumlah seluruh kontraksi yang timbul pada

aliran air yang melintasi bendung tersebut.

Pada bendungan tipe urugan, dimana bangunan pelimpahnya

dilengkapi dengan bendung yang sangat panjang dibandingkan

dengan debit banjir yang harus ditampung, maka besarnya kontraksi

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 39

aliran yang timbul biasanya cukup kecil dan karenanya dapat

diabaikan. Akan tetapi pada bangunan pelimpah yang bagian pengatur

alirannya dilengkapi dengan pintu-pintu atau kedalaman limpahan air

diatas mercu bendungnya cukup tinggi dibandingkan dengan lebar

bendung yang bersangkutan,maka pengaruh dari kontraksi dari aliran

tersebut di atas diperhatikan.

Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung lebar efektif

bendung (dari Civil Engineering Departement U.S. Army)

L = L’ - 2 [N . Kp + Ka] . H

dimana :

L = panjang efektif bendungL’ = panjang bendung yang sesungguhnyaN = jumlah pilar-pilar di atas mercu bendungKp = koefisien kontraksi pada pilarKa = koefisien kontraksi pada dinding samping H = tinggi tekan total diatas mercu bendung

b.3. Profil Penampang Lintang Pelimpah

Angka C suatu bendung sangat dipengaruhi oleh bentuk penampang

lintangnya karena itu pemilihan bentuknya yang tepat termasuk salah

satu syarat untuk meningkatkan angka C. Guna meningkatkan angka

C tanpa menimbulkan hal-hal yang negatif, diusahakan agar mercu

bendung mengikuti bentuk bagian bawah berkas aliran yang keluar

melintasi bendung tipis.

Bentuk profil pelimpah bagian hilir menurut persamaan Harrold :

=

Gambar 3.15. Geometri Pelimpah Bagian Hulu

ho xc xHo

yc

ha

y

Y =P

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 40

Gambar 3.16. Nilai R1, R2, Xc dan Yc

3. Peredam Energi

Guna meredusir energi yang terdapat di dalam aliran tersebut maka diujung

hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut

peredam energi (scour protection stilling basin), adapun tipe secara umum

adalah :

1. Tipe loncatan (water jump type)

2. Tipe kolam olakan (stilling basin type)

3. Tipe bak pusaran (roller bucket type)

4. Saluran Pelepas

Bentuk saluran pelepas (“escape canal”) direncanakan menurut tipe

trapesium. Debit yang lewat penampang tersebut dihitung dengan Rumus

Manning sebagai beriukut :

Q =

dimana :

Q = debit (m3/dt)n = koefisien ManningR = jari-jari hidrolisS = kemiringan dasar saluranA = luas penampang aliran

C. Analisis Struktur

Analisis struktur merupakan perhitungan stabilitas bangunan berdasarkan pada

jenis bahan bangunan serta geologi bangunan tersebut ditempatkan. Stabilitas

suatu bangunan disamping ditentukan oleh kondisi tanah yang menahan beban

bangunan tersebut. Kemampuan tanah dalam memikul bangunan diatasnya

tergantung pada sifat, jenis dan pengaruh terhadap gaya luar.

D. Perhitungan Volume (BOQ)

Berdasarkan gambar–gambar perencanaan selanjutnya dilakukan perhitungan

Volume (BOQ) yang dikelompokkan sesuai jenis kegiatan/pekerjaan

E. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Dari hasi perhitungan volume yang mengacu pada gambar perencanaan

selanjutnya di hitung Rencana Anggaran Biaya (RAB). Rencana Anggaran Biaya

(RAB) merupakan jumlah hasil perkalian antara volume dan harga satuan

pekerjaan termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Harga satuan

dasar yang digunakan dalam perhitungan harga satuan pekerjaan adalah harga

satuan dasar (Basic Price) yang dikeluarkan oleh Bidang Penyusunan Program

Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk masing–masing lokasi

DRAFT LAPORAN PENDAHULUANDetail Desain Embung Sangkok Bawi di Kabupaten Sumbawa

III - 41

proyek yang bersangkutan dengan memperhatikan juga kondisi lapangan. Harga

dasar yang digunakan harus mendapatkan persetujuan dari Ketua Tim.

7. Tahap IV : Penyusunan Laporan

Merupakan kegiatan akhir dalam pelaksanaan pekerjaan yaitu penyusunan laporan

yang terdiri dari :

1. Rencana Mutu Kontrak

2. Draft Laporan Pendahuluan

3. Laporan Pendahuluan

4. Laporan Bulanan

5. Draft Laporan Akhir

6. Executive Summary

7. Laporan Akhir (Final Report)

8. Laporan Penunjang

Setelah melalui tahapan didiskusikan dan disetujui kemudian dicetak sebagai

Laporan Penunjang dengan disajikan dalam 3 (lima) rangkap, jenis Laporan

Penunjang antara lain :

Laporan Pertengahan

Laporan Hidrologi dan Hidrolika

Laporan Analisis Struktur

Laporan Pengukuran dan Deskripsi BM

Laporan Geologi dan Mekanika Tanah

Laporan RAB dan Analisa Ekonomi

Spesifikasi Teknik

Metode Pelaksanaan

Manual OP

9. Cetak Gambar A1 (kalkir)

10. Penggandan Gambar A1

11. Penggandan Gambar A3