BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi...

55
51 BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN 1970-1971 A. Kondisi Sosial-Politik Awal Orde Baru Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) menyebabkan enam perwira tinggi dan satu perwira Angkatan Darat meninggal. Untuk mengisi kekosongan Pimpinan Angkatan Darat, maka Presiden Soekarno melantik Mayjen Soeharto sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat pada 16 Oktober 1965. Ketidakpuasan masyarakat terhadap Presiden Soekarno atas penanganan kasus G30S membuat tidak stabilnya kondisi pemerintahan Indonesia. Akhirnya pada 11 Maret 1966 Soekarno mengeluarkan Surat Perintah (Supersemar) kepada Jenderal Soeharto yang berisi perintah untuk atas nama Presiden/Pangti/Pemimpin Besar Revolusi untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan pemerintahan. 1 Berlandaskan pada Supersemar tersebut, Soeharto mengambil langkah- langkah yang penting dan memberi arah baru bagi pemerintahan Indonesia. Pada tanggal 12 Maret 1966 ditetapkan pembubaran dan pelarangan PKI, termasuk semua bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat ke daerah beserta semua organisasi yang bernaung dibawahnya. Dalam membenahi kehidupan politik, 1 Soebagijo I.N, PWI Djaya Di Arena Masa, (Jakarta: PWI Jakarta, 1998), hlm 220-223.

Transcript of BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi...

Page 1: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

51

BAB III

LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM

PWI TAHUN 1970-1971

A. Kondisi Sosial-Politik Awal Orde Baru

Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) menyebabkan

enam perwira tinggi dan satu perwira Angkatan Darat meninggal. Untuk mengisi

kekosongan Pimpinan Angkatan Darat, maka Presiden Soekarno melantik Mayjen

Soeharto sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat pada 16 Oktober 1965.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap Presiden Soekarno atas penanganan kasus

G30S membuat tidak stabilnya kondisi pemerintahan Indonesia. Akhirnya pada 11

Maret 1966 Soekarno mengeluarkan Surat Perintah (Supersemar) kepada Jenderal

Soeharto yang berisi perintah untuk atas nama Presiden/Pangti/Pemimpin Besar

Revolusi untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya

keamanan dan ketenangan serta kestabilan pemerintahan.1

Berlandaskan pada Supersemar tersebut, Soeharto mengambil langkah-

langkah yang penting dan memberi arah baru bagi pemerintahan Indonesia. Pada

tanggal 12 Maret 1966 ditetapkan pembubaran dan pelarangan PKI, termasuk

semua bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat ke daerah beserta semua

organisasi yang bernaung dibawahnya. Dalam membenahi kehidupan politik,

1 Soebagijo I.N, PWI Djaya Di Arena Masa, (Jakarta: PWI Jakarta, 1998),

hlm 220-223.

Page 2: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

52

pemerintahan dan ekonomi serta untuk menanggulangi gangguan terhadap

stabilitas jalannya pemerintahan, maka Letjen Soeharto mengambil tindakan

“pengamanan” terhadap sejumlah Menteri Kabinet Dwikora dan tokoh-tokoh

yang terlibat dalam G30S.2 Peristiwa ini selanjutnya digunakan rezim Orba untuk

menanamkan kepada masyarakat bahwa masa Orla adalah periode yang penuh

kekacauan, dan rezim Orba hadir untuk melakukan penataan dan penertiban.

Masyarakat didoktrin untuk selalu bersih dari istilah PKI yang pada Orba

dimaknai sebagai bahaya tersembunyi dan setan yang dapat menghancurkan

diam-diam, masyarakat dapat memperoleh perlindungan terhadap bahaya PKI

tersebut hanya kepada Negara. Doktrin inilah yang menguasai pemikiran

masyarakat sejak lahirnya kekuasaan Orba.3

Peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto berlangsung secara

bertahap, proses ini dimulai sejak Oktober 1965, kemudian keluarnya Supersemar

pada tahun 1966, tahun 1967 Soeharto menjadi pejabat presiden, dan akhirnya

menjadi presiden pada tahun 1968 dengan TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968.4

Setelah Orba terbentuk sistem politik yang berkembang bergeser ke suatu situasi

politik yang bertolak belakang dengan situasi politik sebelumnya, yaitu dari suatu

kondisi yang cenderung ketat atau otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin ke

arah yang lebih bebas. Warisan Orla dalam wujud konflik-konflik yang meletus

2 Ibid., hlm 223-224.

3 Yudi Latif & Idi Subandy Ibrahim (ed), Bahasa Dan Kekuasaan: Politik

Wacana Di Panggung Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1996), hlm 31-32. 4 Soebijono, et. al., Dwifungsi Abri Perkembangan dan Peranannya dalam

Kehidupan Politik di Indonesia,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

1992), hlm 39.

Page 3: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

53

dan krisis ekonomi yang mengiringinya telah membangkitkan suatu aliansi besar

yang anggota intinya adalah Angkatan Darat, para intelektual sipil anti-komunis

dan pengusaha yang berkaitan dengan negara. Bersamaan dengan runtuhnya

pemerintahan Soekarno, hilanglah slogan “politik adalah panglima” dan muncul

slogan baru “ekonomi adalah panglima”. Slogan tersebut memperoleh dukungan

di kalangan anggota anti-komunis maupun rakyat pada umumnya, karena pasca

peristiwa G30S krisis ekonomi berkali-kali dialami oleh rakyat sehingga

perbaikan ekonomi merupakan hal yang sangat penting.5

Sebagai langkah untuk memajukan ekonomi Indonesia, Presiden yang

baru membenahi hubungan politik luar negeri dengan mengakhiri konfrontasi

dengan Malaysia dan menjalin hubungan kembali dengan negara-negara Barat.

Kapitalis internasional memiliki peranan yang sangat besar dalam memperbaiki

perekonomian Indonesia pada awal Orba, bantuan atau hutang luar negeri dan

investasi modal-modal asing berhasil diperoleh oleh pemerintah yang akhirnya

dapat membantu negara dalam mengatasi krisis ekonomi dan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.6 Kemampuan komitmen pimpinan baru pada pemecahan

masalah-masalah ekonomi makin diperkuat ketika pemerintah memberikan

kesempatan kepada kelompok-kelompok intelektual untuk menyebarkan

pendapat-pendapat mereka tentang bagaimana memodernisasikan ekonomi dan

politik Indonesia. Pemerintah memberi kesempatan dan mensponsori seminar

5 Mochtar Mas’oed, Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971,

(Jakarta: LP3ES, 1989), hlm 62. 6 Akhmad Zaini Abrar, 1966-1974 Kisah Pers Indonesia,(Yogyakarta: LkiS,

1995), hlm 41.

Page 4: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

54

tentang ekonomi Indonesia digelar oleh para mahasiswa yang tergabung dalam

Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Kemudian AD juga mengadakan

seminar yang sebagian besar tidak mendiskusikan tentang masalah militer,

melainkan mendukung kebijakan ekonomi dan politik yang diterapkan oleh

pemerintahan Orba.7

Keberhasilan pemerintah dalam mengatasi krisis dan

menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan

legitimasi politik maupun ekonomi terhadap Presiden Soeharto.

Kebijakan ekonomi pemerintah yang “berorientasi ke luar” pada tahap

selanjutnya justru menimbulkan kekacauan baru bagi perekonomian Indonesia.

Kebijakan ini mengharuskan adanya berbagai penyesuaian yang tidak

menguntungkan rakyat. Program stabilisasi yang drastis, yaitu APBN berimbang,

kredit ketat, penyesuaian harga, dan lain-lain mengakibatkan kenaikan harga yang

luar biasa pada hampir setiap barang dan jasa serta menimbulkan kemacetan

sektor-sektor produktif selama periode 1967-1969. Maraknya penggunaan barang-

barang impor membuat tersingkirnya barang-barang hasil dalam negeri yang

kemudian menyebabkan kebangkrutan dalam bisnis pribumi, dan akhirnya

menimbulkan masalah baru yaitu pengangguran. Hal ini memunculkan

ketidakpuasan dalam masyarakat khususnya pemuda dan para politisi anti-

komunis. Ketidakpuasan itu berkembang menjadi demonstrasi-demonstrasi

terbuka menentang program pemerintah yang terjadi pada akhir 1967 sampai

1968.8

7 Mochtar Mas’oed, op. cit., hlm 63-64.

8 Ibid., hlm 199-200.

Page 5: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

55

Tuntutan dan kritik masyarakat terhadap negara tidak membawa

perubahan yang signifikan, seperti yang diungkapkan oleh Akhmad Zaini Abrar

bahwa dalam menghadapi tuntutan rakyat pemerintah hanya menciptakan realitas

simbolik melalui retorika pejabat negara atau keputusan politik di atas kertas dan

bukan realitas politik yaitu suatu realitas kehidupan nyata yang dapat dirasakan

dan dinikmati seluruh masyarakat. Posisi negara yang sangat kuat dan dominan

menjadi salah satu penyebabnya. Dominasi negara dalam mengendalikan politik

Indonesia dapat dilihat jelas dalam pengambilan keputusan politik, negara

menjadi sentral otoritas dan kekuasaan untuk menciptakan keputusan-keputusan

politik, sementara peran masyarakat tidak menentukan dan bahkan tidak

dibutuhkan. Kuatnya negara juga dapat dilihat dari kemampuannya dalam

merestrukturisasi masyarakat sesuai dengan kepentingan politik dan ekonominya,

seperti “menata” partai-partai politik, DPR, organisasi massa, lembaga hukum,

dan lain-lain.9

Gambar 2

Karikatur dalam sebuah suratkabar yang menggambarkan pemecah belahan

organisasi masyarakat pada masa Orde Baru.

Sumber: Sinar Harapan, 21 Oktober 1970.

9 Akhmad Zaini Abrar, op. cit., hlm 210-212.

Page 6: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

56

Program “menata” organisasi massa ini dilakukan dalam rangka

pembinaan politik pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik.

Rekayasa politik kerap dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut,

tugas rekayasa politik yang dikenal sebagai penggalangan atau rekayasa dari atas

ini dibebankan kepada Ali Murtopo sebagai Kepala Operasi Khusus (Opsus).

Opsus merupakan Operasi Intelijen yang pada awalnya didirikan oleh Presiden

Soeharto untuk melaksanakan proses rekonsiliasi antara Indonesia-Malaysia pada

awal Orba. Namun seiring dengan perkembangannya nama Opsus ini melembaga

dan menjadi cap bagi segala kegiatan operasi intelijen, tidak saja di bidang militer

tetapi juga di bidang politik dalam dan luar negeri. Opsus bermanfaat dalam

memperkuat Sekber Golkar dalam rangka memenangkan pemilu 1971.

Pelaksanaan operasi biasanya dengan jalan intervensi ke dalam rapat-rapat atau

musyawarah partai untuk kemudian “memanipulasi” konvensi-konvensi yang

telah ada untuk menciptakan krisis kepemimpinan sehingga pada akhirnya

pemerintah memiliki kesempatan untuk mendorong kepemimpinan yang dianggap

dapat bekerjasama dengan pemerintah.10

Kemampuan pemerintah dalam menata organisasi sosial politik

masyarakat dapat dilihat dalam intervensi yang dilakukan terhadap PNI, IPKI,

Parmusi, Persahi, IDI, serta PWI. Intervensi Opsus pada PNI dilakukan dengan

berhasil terpilihnya Hadisubeno dan menyingkirkan Hardi yang dikenal sebagai

pengecam peranan Dwifungsi ABRI. Lalu disusul dengan rekayasa terhadap

10

Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro Dan Peristiwa 15

Januari’74, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), hlm 44-45.

Page 7: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

57

partai kecil IPKI pada bulan Mei 1970 sehingga kongres tahunannya

menghasilkan pimpinan yang pro-pemerintah. Masyarakat merasa jika setiap kali

pemerintah hadir dalam suatu Kongres, maka akan tinbul perpecahan dalam

golongan tersebut. Diharapkan agar pemerintah segera meninggalkan politik

Divide et impera terhadap organisasi-organisasi massa yang terdapat dalam

masyarakat.11

B. Kehidupan Pers Indonesia Pada Awal Orde Baru

Pelantikan Soeharto dilakukan tanggal 12 Maret 1967, kemudian

pemerintahan baru mencanangkan program pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945

secara murni dan konsekuen. Berpindahnya tampuk kekuassan ke tangan Soeharto

membawa perubahan dalam banyak hal. Pembaruan dilaksanakan di berbagai

bidang, termasuk penyederhanaan organisasi-organisasi politik serta penetapan

Pancasila sebagai satu-satunya asas pembangunan hukum dan perundang-

undangan, penetapan asas ini salah satunya diterapkan pada pers Indonesia. Pada

masa Orba, pers lebih dikenal dengan sebutan pers Pancasila, karena pada masa

tersebut pers yang terbit kembali maupun pers yang baru saja lahir menganut

falsafah Pancasila. Peletakan dasar-dasar pers Pancasila dan pelaksanaannya

diatur dalam Undang-Undang no 11 tahun 1966, yang ditetapkan sebagai

Ketentuan-ketentuan Pokok Pers.12

11

Ibid. 12

Aditia Muara Pradiatra, Korupsi Dalam Tajuk Rencana: Analisis Sikap

Harian Pedoman Awal Orde Baru 1969-1974, (Skripsi Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012), hlm 13.

Page 8: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

58

Undang-undang No.11 tahun 1966 diundangkan di Jakarta tanggal 12

Desember 1966 oleh Sekretaris Negara Moch Ichsan. Penyusunan tentang

ketentuan-ketentuan pokok pers ini didasarkan pada kenyataan sejarah bahwa pers

nasional merupakan salah satu pencerminan dari kehidupan dan kegiatan bangsa

dalam perkembangan masyarakat Indonesia serta merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari perjuangan bangsa. Adanya ketentuan-ketentuan pokok pers ini

diharapkan agar pers dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya.

Undang-undang ini menjamin kebebasan pers dalam menyatakan dan

menegakkan kebenaran serta keadilan yang berhubungan erat dengan keharusan

adanya pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga sensor pers

dan pembreidelan terhadap pers tidak boleh dilakukan.13

Kewajiban pers nasional juga diatur dalam Undang-undang No.11 tahun

1966, dalam Pasal 2 tertulis pers nasional merupakan alat revolusi dan sebagai

mass media yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatoris serta

mempunyai fungsi kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya pikiran kritis,

progresif meliputi segala kehidupan dan penghidupan masyarakat Indonesia. Pers

nasional berkewajiban untuk mempertahankan, membela, mendukung Pancasila

secara murni dan konsekuen, memperjuangkan pelaksanaan Amanat Penderitaan

Rakyat yang berdasarkan Demokrasi Pancasila, memperjuangkan kebenaran dan

keadilan atas dasar kebebasan pers, membina persatuan dan kekuatan-kekuatan

progresif revolusioner dalam perjuangan menentang imperialisme serta menjadi

13

Djoko Prakoso, Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, (Yogyakarta:

Liberty, 1988), hlm 4-5.

Page 9: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

59

penyalur pendapat umum yang kontruktif dan progressif revolusioner. Semua

penerbitan pers diharuskan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut.14

Pada awal berdinya rezim Orde Baru, hubungan pers dan pemerintahan

berjalan sangat baik, periode ini sering disebut sebagai masa bulan madu antara

pemerintah dengan pers. Hal ini karena pemerintah menganggap bahwa kekuatan

pers sangat diperlukan dalam menyebarluaskan informasi pembangunaan dari

pemerintah ke masyarakat maupun menyampaikan aspirasi masyarakat ke

pemerintah. Pada UU Pokok Pers 1966 pasal 4 dijelaskan bahwa terhadap pers

nasional tidak ada sensor dan pembredelan. Juga pada pasal 8 terdapat penegasan

bahwa setiap warga negara mempunyai hak penerbitan pers yang bersifat kolektif

sesuai dengan hakekat Demokrasi Pancasila. Pada pasal 12 tertulis, pemerintah

memberikan bantuan berupa fasilitas-fasilitas untuk terjaminnya kehidupan dan

kebebasan pers.15

Selain sebagai penyalur informasi, pers digunakan pemerintah yang baru

sebagai sarana untuk memerangi komunis. Pada awal kebangkitan Orba, sikap dan

perlakuan pemerintah terhadap pers berubah, terutama pers anti-komunis.

Penguasa memandang dan memperlakukan pers non-komunis sebagai partnernya

untuk memerangi PKI dan simpatisan-simpatisannya. Pemberitaan yang

mengeksploitasi segala kekejaman dan kebrutalan PKI terhadap lawan-lawan

politiknya sangat efektif untuk meningkatkan kebencian terhadap PKI. Dari

14

Ibid., hlm 7-8. 15

Aditia Muara Pradiatra, op. cit., hlm 14.

Page 10: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

60

pemberitaan-pemberitaan tersebut AD merasa mendapatkan rekan seperjuangan

yang mempunyai pengaruh besar dalam menciptakan opini publik dan politik,

yakni pers, untuk memobilisasi massa anti-komunis untuk menghancurkan PKI.16

1. Pers Nasional Memerangi Pers PKI dan Pers Golongan Kiri

Pada masa pemerintahan sebelumnya, yakni Demokrasi Terpimpin, pers

Indonesia mengalami polarisasi sesuai dengan kepentingan politiknya masing-

masing. Tanggal 26 Maret 1965, Mayjen Achmadi selaku Menteri Penerangan

mengeluarkan Keputusan Menteri Penerangan No.29/SK/M65 mengenai Norma-

norma Pokok Pers Dalam Rangka Pembinaan Pers Indonesia. Keputusan tersebut

mewajibkan media massa untuk berafiliasi dengan partai politik atau organisasi

massa yang diakui oleh pemerintah. Berdasar ketentuan terseb59ut, gambaran

media massa yang terbit pada masa akhir Demokrasi terpimpin adalah sebagai

berikut:17

a. Suluh Indonesia, harian milik PNI dengan 8 Afiliasi

b. Harian Rakjat, harian milik PKI dengan 14 afiliasi.

c. Duta Masyarakat, harian milik NU dengan 7 afiliasi.

d. Banteng Rakjat dan Bintang Timur, harian milik Partinda dengan 5

afiliasi.

e. Api Pantjasila, harian milik IPKI dengan 3 afiliasi.

f. Nusa Putera, harian milik PSII dengan 4 afiliasi.

16

Akhmad Zaini Abrar, op.cit., hlm 65-67. 17

Yohanes Koko Anton Wibowo, Media Propaganda: Posisi Pers

Indonesia Dalam Peristiwa 1965, (Skripsi Fakultas Sastra Dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret, 2004), hlm 137-138.

Page 11: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

61

g. Sinar Bhakti dan Kompas, harian milik Partai Katolik dengan 4 afiliasi.

h. Sinar Harapan, harian yang berafiliasi dengan Parkindo.

Selain media massa yang berafiliasi dengan partai politik tersebut, AD

menerbitkan suratkabar yang baru terbit setelah BPS dibubarkan, yaitu Berita

Yudha dan Angkatan Bersendjata. Berita Yudha lahir dibawah kontrol Kepala

Pusat Penerangan AD, sedangkan Angkatan Bersendjata berada dibawah kontrol

Kepala Penerangan Staf ABRI, Mayor Jenderal Sugandhi. Kedua suratkabar ini

diterbitkan sebagai reaksi dan tindakan politik AD atas dilarangnya sebagian besar

pers BPS. Dibubarkannya BPS membuat pers komunis dapat dengan bebas dan

leluasa untuk menyebarkan ideologinya. Untuk membendung laju informasi pers

komunis itulah, maka AD mengeluarkan harian-harian tersebut.18

Dominasi pers komunis yang sangat kuat pada Demokrasi Terpimpin

mengalami perubahan yang sangat besar setelah terjadinya peristiwa G30S.

Seluruh pers komunis dan simpatisannya dilarang terbit oleh penguasa militer,

terdapat 46 buah suratkabar yang dilarang terbit. Hal ini dilakukan karena PKI

dituduh terlibat dan mendukung peristiwa G30S. Berbagai suratkabar yang

berafiliasi pada PKI dibreidel secara permanen pada tanggal 1 Oktober 1965.

Untuk melihat suratkabar yang dibreidel dapat dilihat pada tabel 1.

18

Akhmad Zaini Abrar, op.cit., hlm 53-54.

Page 12: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

62

Tabel. 1

Suratkabar Yang Dibreidel Pasca G30S

Kota Suratkabar

Jakarta Harian Rakjat, Kebudayaan Baru, Bintang Timur, Warta Bhakti,

Ekonomi Nasional, Gelora Indonesia, Ibu Kota, Huo Chi Pao,

Chung Cheng Pao, Suluh Indonesia, Bintang Minggu, dan Berita

Minggu.

Bandung Warta Bandung.

Semarang Gema Massa.

Yogyakarta Waspada.

Surabaya

Jalan Rakjat, Jawa Timur, Trompet Masyarakat, Indonesia, dan

Generasi.

Palembang Pikiran Rakjat dan Trikora.

Padang Suara Persatuan.

Pekanbaru Sinar Massa dan Berita Revolusi.

Medan Harian Harapan, Gotong Royong, Bendera Revolusi,

Pembangunan, Patriot, Angin Timur, Tavip dan Bintang Rakyat.

Sumber: Yohanes Koko Anton Wibowo, “Media Propaganda: Posisi Pers

Indonesia Dalam Peristiwa 1965”, Skripsi, 2004, hlm 185.

Pelarangan terbit terhadap suratkabar komunis tersebut berdasar pada

Istruksi Menteri Penerangan RI No. 12/Instr/M/65 yang berisi larangan terbit bagi

suratkabar baik harian maupun berkala yang dalam pemberitaannya mendukung

G30S. Sementara itu delapan suratkabar yang dipercaya mendukung garis politik

AD diijinkan terbit kembali, yaitu Kompas, Sinar Harapan, Indonesian Herald,

Page 13: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

63

Duta Masyarakat, Fikiran Rakyat, dan lain-lain.19

Momen ini dijadikan

momentum bagi pihak militer dan pers anti-komunis untuk menjatuhkan PKI

beserta simpatisan-simpatisannya.

Pasca peristiwa G30S, militer berhasil menguasai dan mengontrol media

massa dan pers nasional. Pers militer mendominasi arus opini publik dan politik

dmelalui pemberitaannya yang memojokkan PKI dan ajakan untuk

menghancurkan komunis. Pers lainnya yang terbit kembali juga tidak terlepas dari

pengaruh militer, mereka bekerjasama melakukan konspirasi untuk mengganyang

PKI. Namun pers yang terbit kembali harus meminta izin khusus kepada penguasa

militer agar dapat melanjutkan penerbitannya, karena penguasa perang

mengeluarkan aturan yang mewajibkan pemberitaan pers, baik yang berhubungan

dengan aktivitas militer maupun aktivitas politik harus sesuai dengan versi

penguasa militer.20

Menguatnya posisi militer pasca peristiwa G30S membuat mereka dapat

mengendalikan berlangsungnya pers nasional. Pada tanggal 7 Oktober 1965,

Kapuspen TNI-AD Brigjen Ibnu Subroto melalui harian Berita Yudha

mengumumkan dan mengundang beberapa pemimpin redaksi untuk diberikan

pengarahan atau koordinasi dalam rangka memihak garis politik AD dalam rangka

menyikapi peristiwa G30S. Terlihat begitu besarnya pengaruh AD dalam

mengendalikan pers nasional, karena koordinasi atau pengarahan dalam bidang

pers seharusnya dilakukan oleh Departemen Penerangan atau PWI sebagai induk

19

Yohanes Koko Anton Wibowo, op. cit., hlm 185. 20

Akhmad Zaini Abrar, op. cit., hlm 55.

Page 14: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

64

organisasi wartawan dan media di Indonesia. Tidak hanya media massa yang

mengalami pengontrolan, Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara

sebagai kantor berita resmi juga dikuasai oleh pihak AD. Dengan hanya

menggunakan sebuah surat legalisasi berupa Keputusan Perperda No. KEP-

04/1965 diambil alih tanpa adanya persetujuan dari Presiden Soekarno.21

Pengaruh pers militer yang dominan dalam peta ideologi pers Indonesia

mencerminkan menguatnya pengaruh dan kekuatan politik militer. Yohanes Koko

Anton Wibowo dalam skripsinya menggambarkan bagaimana pengaruh pers

militer begitu kuat sebagai alat propaganda dalam menghancurkan PKI. Perang

propaganda yang dilakukan pers militer pada masa itu merupakan kunci sukses

militer dalam menyingkirkan lawan politiknya, karena dengan propaganda

tersebut jelas sekali telah merubah kepercayaan publik sehingga dapat

membangun sentimen publik dan mengarahkan opini publik untuk memihak

kepada militer sehingga dapat dijadikan sebagai justifikasi militer untuk bergerak

menghancurkan PKI. 22

Kesamaan tujuan yang dimiliki pers dan AD dengan sendirinya

membuat keduanya berada dalam hubungan partnership, bukan karena persamaan

ideologi dan kepentingan politik diantaranya keduanya melainkan lebih

disebabkan oleh kebencian terhadap PKI. Pers memberikan sambutan yang positif

bagi gerakan politik AD dan menaruh kepercayaan dan simpati yang besar kepada

militer yang dianggap membela rakyat serta sebagai kekuatan yang dapat

21

Yohanes Koko Anton Wibowo, op. cit., hlm 187-188. 22

Ibid., hlm 207.

Page 15: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

65

mengatasi krisis politik. Hal ini dapat dilihat dari julukan-julukan positif pers

untuk mereka. Ahmad Zaini Abrar dalam bukunya mengutip hasil penelitian

Agassi menyebutkan bahwa berbagai media memberikannya julukannya masing-

masing kepada AD, julukan-julukan tersebut adalah:23

a. Kompas memberikan julukan pada militer sebagai sang juru selamat.

b. Kami memberikan julukan pada militer sebagai stabilisator dan unsur

dinamis masyarakat Indonesia yang pluralis.

c. Suluh Marhaen memberikan julukan kepada militer sebagai pelindung

Pancasila dan pelaksana setia amanat rakyat.

d. Duta Masyarakat memberikan julukan kepada militer sebagai

pendukung utama Orba.

e. Mimbar Umum memberikan julukan kepada militer sebagai alat

negara dan kekuatan sosial-politik.

f. Kedaulatan rakyat memberikan julukan kepada militer sebagai

benteng anti-komunis, pengawal utama keamanan dan sebagai

kekuatan politik

g. Surabaya Post mengatakan militer sebagai simbol prestise nasional.

h. Warta Harian mengatakan militer sebagai motor penggerak untuk

kemakmuran ekonomi.

23

Akhmad Zaini Abrar, op. cit., hlm 67.

Page 16: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

66

2. Kebebasan Pers dan Kritik-Kritik Tajam Terhadap Pemerintah

Setelah suratkabar-suratkabar lama yang dibreidel terbit kembali,

kemudian ditambah dengan terbitnya suratkabar baru yang mayoritas dikelola

oleh mahasiswa dan intelektual kampus, maka dominasi pers militer dalam

penciptaan opini publik mulai berkurang. Sejak pertengahan 1966 pers indonesia

mulai seimbang, tidak ada pers atau kelompok pers yang mendominasi

pemberitaan dan menciptakan opini publik serta politik. Pers nasional pada

pertengahan 1966 terdiri dari pers militer (Angkatan Bersendjata, Berita Yudha,

Ampera, Api Pancasila, Pelopor Baru dan Warta Harian), pers nasionalis (Suluh

Marhaen dan El-Bahar), pers kelompok intelektual (Kami, Nusantara, Indonesia

Raya, Pedoman), pers kelompok Muslim (Duta Masyarakat, Angkatan Baru,

Suara Islam dan Mercu Suar), pers kelompok Kristen (Kompas dan Sinar

Harapan), dan pers kelompok independen (Merdeka, Jakarta Times dan

Revolusioner).24

Beragamnya jenis pers yang muncul pada masa Orde baru

merupakan salah satu gambaran bahwa pada masa ini pers mendapatkan kembali

kebebasannya.

Tahun 1966 sampai tahun 1969 pemerintah memberikan kebebasan yang

sangat besar terhadap pers. Tahun-tahun pertama Orde Baru membawa harapan

bagi orientasi media massa dalam membela kepentingan rakyat dan

memperjuangkan keadilan serta tegaknya hukum dan asasi manusia. Pada

hakekatnya, kebebasan pers adalah kebebasan untuk menyiarkan tanpa rasa takut

ataupun khawatir sedikitpun mengenai berita apa saja yang menurut penilaian dari

24

Ibid., hlm 56-58.

Page 17: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

67

wartawan dan redaksi pengasuhnya perlu atau penting untuk diketahui masyarakat.

Ditambah lagi dengan adanya landasan hukum yang cukup jelas terhadap

kebebasan pers maka pers nasional mendapatkan angin segar dan perkembangan

yang cukup signifikan.25

Mengenai kebebasan pers ini tertuang dalam UU No.11

tahun 1966, pasal 3 yang meyebutkan bahwa pers mempunyai hak kontrol, kritik

dan korektif yang bersifat konstruktif, dalam pasal 4 ditegaskan bahwa pers

nasional tidak akan dikenakan sensor dan pembreidelan, dan pasal 5 menjabarkan

mengenai kebebasan pers sesuai dengan hak asasi warga negara Indonesia.26

Pers

bebas mulai melakukan kritik-kritik tajam terhadap berbagai kebijakan yang

dijalankan oleh pemerintah serta mengangkat suara-suara yang ada dalam

masyarakat.

Pada tahun 1970 pers mengedepankan pemberitaannya mengenai

peningkatan keprihatinan masyarakat atas berbagai masalah sosial, ekonomi dan

politik. Misalnya tuntutan mengenai harga-harga yang makin melambung dan

pembaharuan struktur politik lama. Selanjutnya pers juga memusatkan

perhatiannya pada perlakuan pemerintah yang melancarkan politik devide et

empera nya kepada organisasi massa. Intervensi yang dilakukan pemerintah pada

urusan intern berbagai organisasi sosial-politik masyarakat santer diberitakan di

berbagai suratkabar baik di ibukota maupun daerah-daerah.27

25

Aditia Muara Pradiatra, op. cit., hlm 18. 26

J.C.T. Simorangkir, Pers, SIUPP, dan Wartawan, (Jakarta: Gunung

Agung, 1986), hlm 37-38. 27

Akhmad Zaini Abrar, op. cit., hlm 113-122.

Page 18: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

68

3. Munculnya Tindakan Anti-Pers dari Pemerintah

Semakin kerasnya kritik-kritik tajam yang diluncurkan pers terhadap

pemerintah mengakibatkan berubahnya sikap penguasa terhadap pers, ditandai

dengan dimulainya tindakan-tindakan anti-pers yang dilakukan oleh penguasa.

Bagi penguasa rezim Orba kritik-kritik tajam yang dilakukan pers terhadap

pemerintah dapat mengganggu stabilitas politik nasional, sehingga suara-suara

pers yang berbeda dengan pendapat pemerintah harus dihilangkan. Tekanan-

tekanan terhadap pers dilakukan dan selalu dibenarkan dengan alasan untuk

menjaga kesatuan nasional dan stabilitas politik.28

Perubahan sikap pemerintah terhadap pers disebabkan karena kekuasaan

Orba yang semakin bertambah kuat dan besar, serta tidak adanya lagi penghalang

atau lawan politik AD untuk meratakan kekuasaannya. Selain itu sejak tahun 1967

sikap pers semakin kritis terhadap kekuasaan Orba membuat penguasa berhati-

hati terhadap pers. Pemerintah mulai menunjukkan sikapnya yang anti-pers,

walaupun pada awalnya mereka cenderung lebih menahan diri untuk melakukan

tindakan-tindakan yang keras terhadap pers. Perubahan ini terjadi pada tahun

1969, ketika penguasa tidak lagi menganggap pers sebagai partner dan sebagai

bagian dari koalisi kekuasaan Orba. Namun tindakan anti-pers yang dilakukan

28

Haris Firdaus, Konstruksi Kompas Dalam Dua Blog: Analisis Wacana

Kritis tentang Konstruksi Harian Umum Kompas dalam Blog Kompas Inside dan

Inside Kompas, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret, 2009), hlm 488.

Page 19: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

69

masih terbilang wajar, penyelesaian kasus pers yang melakukan pelanggaran

diselesaikan lewat jalur hukum atau pengadilan bukan dengan pembreidelan.29

Sikap menahan diri penguasa terhadap pers menurut Akhmad Zaini

Abrar disebabkan oleh tiga alasan. Alasan pertama, masih dibutuhkannya pers

untuk melegitimasi etis dan politis rezim Orba untuk mengidentifikasi dirinya

sebagai penguasa yang demokratis sesuai dengan amanat yang diemban, yaitu

melaksanakan dasar negara Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen

sehingga dapat membedakan dirinya dengan penguasa atau rejim yang

sebelumnya. Alasan kedua, kesadaran bahwa belum adanya konsolidasi yang kuat

di tubuh militer yang menjadi penyokong jalannya Orba, realitas politik yang

belum stabil dan maraknya “demam demokratisasi” dalam masyarakat membuat

kekuatan-kekuatan politik negara belum siap untuk berhadapan dengan kekuatan

masyarakat tersebut, sehingga militer atau penguasa menghindari tindakan-

tindakan yang anti-demokrasi seperti pembreidelan terhadap pers. Alasan ketiga,

persepsi penguasa mengenai kritik-kritik tajam dari pers masih dapat ditolerir dan

juga dipandang cukup bermanfaat untuk memperbaiki diri sesuai dengan harapan

masyarakat.30

Langkah yang dilakukan untuk menekan kebebasan pers dengan

mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No.03/1969 yang menjelaskan

mengenai masalah SIT. Pada Bab IV pasal 11,12 dan 13 diterangkan bahwa

kepada penerbitan yang telah enam bulan berturut-turut tidak terbit, setelah tiga

29

Akhmad Zaini Abrar, op. cit., hlm 68-69. 30

Akhmad Zaini Abrar, op. cit., hlm 70.

Page 20: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

70

bulan dari tanggal SIT yang telah diserahkan pada yang bersangkutan tidak

dipergunakan atau belum menerbitkan maka SIT dikenakan pembatalan. Adanya

pembaruan peraturan mengenai SIT ini sangat bertolak belakang dengan

kebebasan pers yang sebelumnya telah dijamin dalam Undang-undang No. 11

tahun 1966. Namun Menpen menegaskan bahwa SIT terpaksa diadakan

berhubung dengan banyaknya berita yang mengandung unsur pornografi. 31

Menyikapi kasus pornografi yang meluas di kalangan pemberitaan pers

PWI Pusat bersama dengan PWI Jaya dan SPS mengeluarkan pernyataan bersama

yang memperingatkan anggota organisasi-organisasi itu untuk mencegah praktek-

praktek pemberitaan pornografis. Pernyataan tersebut dikeluarkan tanggal 17

April 1969 yang berisi:

a. Pembinaan terhadap pers nasional pada dasarnya merupakan

kewajiban organisasi PWI dan SPS bersama-sama Pemerintah.

b. PWI dan SPS akan melakukan tugas pembinaan itu dengan jalan

melakukan tuntutan menurut ketentuan-ketentuan organisasi. Tugas

tersebut akan berhasil dengan baik apabila Pemerintah sendiri

melakukan tugas dan pelaksanaan pembinaannya secara aktif pula.

c. Khusus mengenai pornografi, usaha mencegah pers yang mengandung

unsur porno harus dilakukan dengan jalan pembinaan dan

mengefektifkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masa

31

Soebagijo I.N., Sejarah Pers Indonesia, (Jakarta: Dewan Pers, 1977), hlm

159-160.

Page 21: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

71

transisi seperti kewajiban-kewajiban memikul tanggungjawab dalam

memperoleh SIT.

d. Bilamana usaha pembinaan tersebut tidak ditaati, kedua organisasi

akan melakukan tindakan-tindakan disiplin organisasi, misalnya

skorsing atau penarikan dukungan terhadap rekomendasi SIT.

e. Penarikan dukungan terhadap rekomendasi SIT dari PWI dan SPS

dengan sendirinya membebankan kewajiban bagi Pemerintah

(Departemen Penerangan) untuk mencabut SIT.

f. Kedua organisasi tidak sependapat jika tindakan pencabutan SIT

dilakukan berdasarkan penilaian tanpa berkonsultasi dahulu dengan

PWI dan SPS. 32

Menpen Budiarjo juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan

melakukan pembreidelan terhadap pers. Menurutnya pembreidelan yang

dilakukan pers tidak ada manfaatnya, karena kehidupan pers sangat erat kaitannya

dengan nasib para wartawan. Mengenai kasus pornografi yang sering dimuat

dalam suratkabar, pemerintah telah mengeluarkan peringatan dan pemanggilan

terhadap pimpinan penerbitan yang bersangkutan. Namun mengingat

kesejahteraan wartawan yang sangat berkaitan dengan hidup matinya suratkabar

maka untuk membreidel suatu suratkabar pemerintah masih menggunakan tepo

seliro.33

32

Ibid., hlm 169 33

Kompas, 15 Februari 1971.

Page 22: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

72

C. PWI Dalam Pemerintahan Orde Baru

1. Pemecatan Anggota PWI Pasca G30S

Pada peralihan sistem pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin ke Orba,

PWI berada dibawah kepemimpinan Karim D.P yang merupakan salah satu

wartawan golongan kiri. Kepengurusan ini merupakan masa kepengurusan

terakhir bagi para wartawan kiri yang kemudian pasca peristiwa G30S berganti

kepengurusan baru yang disponsori pihak AD. Sehubungan terjadinya peristiwa

G30S, PWI mengeluarkan perintah pemecatan terhadap anggota yang diduga

terlibat peristiwa G30S, ini berarti pemecatan terhadap seluruh wartawan

kelompok kiri. Perintah harian PWI dengan No.14/PP/1965 ini dikeluarkan pada

tanggal 12 Oktober 1965 yang ditandatangani oleh Mahbub Djunaidi dan Satya

Graha. Isi dari perintah Harian PWI tersebut adalah sebagai berikut:34

a. Sambil menantikan Kongres PWI ke-XII yang akan datang, memecat

untuk sementara dari kedudukan dan keanggotaan PWI mereka yang

suratkabar, majalahnya diberhentikan penerbitannya akibat

pemberitaan, tajuk atau pojoknya yang bernada mendukung gerakan

kontra-revolusioner Gestapu.

b. Menginstruksikan agar untuk tetap menjaga jalannya organisasi akibat

terjadinya pemecatan sementara anggota yang mempunyai jabatan

sebagai anggota Pengurus Cabang Perwakilannya hendaknya

pengisian lowongan jabatan dilakukan dengan musyawarah mufakat.

34

Yohanes Koko Anton Wibowo, op. cit., hlm 191.

Page 23: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

73

c. Menginstruksikan kepada segenap anggota PWI untuk melaksanakan

dengan baik amanat PYM Presiden Soekarno dalam rangka

menciptakan suasana tenang dan tertib untuk penyelesaian politik

akibat Gerakan Kontra-revolusioner yang menamakan dirinya Gestapu

serta membantu alat-alat negara memulihkan keamanan.

Akibat dari dikeluarkannya Perintah Harian PWI tersebut, maka

wartawan-wartawan dari berbagai suratkabar beraliran kiri mengalami pemecatan.

Misalnya dari Harian Rakjat, Kebudajaan Baru, Bintang Timur, Warta Bhakti,

Gelora Indonesia dan Ekonomi Nasional. Pada tanggal 26 dan 27 Oktober terjadi

pemecatan pada seluruh cabang PWI di Indonesia, di Jakarta terjadi pemecatan

sebanyak 44 wartawan. PWI Surabaya memecat 36 wartawan, sedangkan di

Medan memecat 29 wartawan. Untuk melihat nama-nama wartawan yang dipecat

oleh PWI lihat tabel 2.

Tabel. 2

Wartawan Suratkabar Golongan Kiri Di Jakarta yang Dipecat PWI

Suratkabar Nama Wartawan

Harian Rakjat dan

Kebudajaan Baru

Nyoto, M. Naibaho, Macfud, Zain Nasution, J.H.M

Samosir, Sjamsudin, Amarzam Ismais Hamid, Liliek

Margono, Baroto, Zazamir Hamzah, Nurzaman, Wahjudi,

Samtlar, Erma, Moedjalih, Aris Pranowo, Tantiwang

Boen, Hardjito, Dwijono, Agam Wispi, Bambang

Sukowati Dwantoro, Banda Harahap, Nurlan, Amir

Page 24: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

74

Djaja, Pardede Simon, Isman Muljadi, Salim, Machmud

Jusmanoor, Dahono, Sukiman, Sutopo, Hurbakti, Udjang

Rana, Juliarsi, Mula Naibaho, Surjono, Sunarjo, Kasimah

Widjaja, Lim Swie Tang, Malon Tampubolon, Sunardjo,

A. Kohar Ibrahim, Sutikno WS, Toga Tambunan.

Warta Bhakti A. Karim D.P., Sadeli Setiawan, Suwardja, Sjafei Saleh,

Amir Alwi, Ang Hong To, Amaran Bakar, Drs. Sujono,

Djanadi, Bujung Sjahri, Djampok Lampung, Zaidin

Wahab, Naniek Soemarni R., Fachruddin Rambe,

Zaclulisljas, M. Zain Hamid, Prof. Dr. Oei Hong Peng,

Tan Hwie Kiat, Ng Tot Kie Oen, Tio Keng Hok, Ng Poen

Kie, Tjla Pen Hwa, Januar Arief, Djoni Hendra S, Nj.

Lies Said, Lie Eng Soo, Wong A Slang, Tan Noo Pow,

Lie Boen Hui, Ong Welly, Pang So Jai, Law Siong Kim,

Oey Sam Hway, Oey Hok Tjin, M. Sjarief Saleh, Tan

Djoek Paw, Lia Boen Hoew, Djamil Werjo Sudarno.

Bintang Timur Hasjim Rachman, A.A. Harahap, Tom Anwar, Josef

Semaun, Anwary Z, Yoni R.H. Mulijakusuma, Eka

Rahendra, R.R Sudarsih, Sri Noerasih, Herry Dwie Teti,

M. Rais Rajab, Rasjid Al, Le Siong Djien, Achmad

Terbina, Idris S.H, Thammrie Tahar, Idries H.S., H.

Azhari, Lie Siong Seng, Boer Haswir D, Mahalan

Haibaho, Soehanda Atmanegara.

Page 25: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

75

Ekonomi Nasional A. Umar Said, S. Sutadiredja, Christ Hutabarat,

Mardjono, Kustar H. Djajaatmadja, Adil Nan Arif, Nj Sri

Soekatno, So Siek Hoe, Eko Sunarijusni, Rahaju, Tono

Hurin Manung, Lukimin, Thamrin Tobing.

Ibu Kota Chikmatin, Liung Lioeng Koen, Mosoe Sen, Tjie Kong

Hoe, Ten Kui Fong.

Gelora Indonesia Hari Judhi, Hanif Ginting, R. Harie Soeharto, Ruslan,

J.A. Bachtiar Riwi.

LKBN Antara Djawoto, Soepeno, Soeroto, Walujo, F.Palenewan, Kadir

Said.

Sumber: Yohanes Koko Anton Wibowo, “Media Propaganda: Posisi Pers

Indonesia Dalam Peristiwa 1965”, Skripsi, 2004, hlm 191-194.

Dua minggu setelah dikeluarkan perintah pemecatan terhadap wartawan

golongan kiri, PWI segera melaksanakan Kongres ke-XII di Jakarta pada tanggal

4-7 Nopember 1965. Kongres menghasilkan kepengurusan PWI yang baru yakni,

Mahbub Djunaidi sebagai Ketua Umum, Jakob Oetama sebagai Sekretaris

Jenderal, dan Moh. Nahar sebagai Bendahara. Keputusan yang dicapai yaitu

pemecatan terhadap anggota PWI yang ditahan untuk pemeriksaan yang berwajib,

dan anggota-anggota PWI yang berasal dari Orpol serta Ormas yang dibekukan

karena terlibat G30S. Kongres meninjau kembali mengenai keputusan Kongres

sebelumnya yang menempatkan Djawoto sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan

Wartawan Asia-Afrika (PWAA), karena Djawoto merupakan salah satu

wartawan yang mengalami pemecatan, sehingga kedudukannya dalam PWAA

Page 26: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

76

tersebut diserahkan kepada pengurus baru yaitu Jakob Oetama. Peraturan Dasar

dan Peraturan Rumah Tangga PWI serta masalah Kode Ethik Jurnalistik juga

menjadi salah satu bahasan dalam Kongres PWI ke-XII.35

Kongres juga

menghasilkan pembentukan Dewan Kehormatan Pers yang anggotanya terdiri

dari pejabat birokrasi pemerintahan sipil dan militer. Anggota-anggota Dewan

Kehormatan Pers terdiri dari Menpen Achmadi, Jaksa Agung, Direktur

Penerangan Staf Angkatan Bersenjata Brigjen Sugandhi, Kolonel Nawawi, Drs.

Frans Seda (Menteri Perkebunan), H.M. Djambek, H. Aminuddin Aziz serta

beberapa anggota lainnya yang mewakili seluruh cabang PWI di seluruh

Indonesia.36

Masuknya tokoh militer dalam Dewan Kehormatan pers menunjukkan

kontrol militer yang sangat kuat terhadap media massa. PWI sebagai organisasi

profesi wartawan juga turut terbawa dalam arus kekuasaan militer tersebut. PWI

semakin menampakkan jati dirinya sebagai salah satu instrumen keberhasilan

politik pihak militer dalam menghancurkan G30S. Organisasi ini memantapkan

langkahnya dalam mendukung kebijakan-kebijakan yang diambil oleh militer

dalam rangka penumpasan PKI. Keberhasilan militer dalam menjadikan PWI

sebagai partnernya sudah terlihat sejak Kongres PWI ke-XII di Jakarta. Pada

Kongres tersebut, Menpen Mayjen Achmadi berpidato dan memerintahkan agar

para wartawan sebagai alat revolusi harus menumpas habis gerakan kontra-

revolusi G30S. Hal yang sama juga diucapkan oleh Mayjen Soeharto yang

35

Soebagijo I.N., Abdurrachman Surjomiharjo, P.Swantoro, Lintasan

Sejarah PWI, (Jakarta: PWI Pusat, 1977), hlm 35-36. 36

Yohanes Koko Anton, op. cit., hlm 196-197.

Page 27: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

77

menyatakan PWI harus dibersihkan dari oknum-oknum kontra-revolusi. Pidato

kedua pejabat militer ini kemudian menjadi perintah dan legalisasi bagi PWI

untuk membuat peraturan pemecatan wartawan golongan kiri yang terlibat dalam

peristiwa G30S. Berawal dari perintah tersebut, kemudian PWI merumuskan

mengenai “Kriteria Wartawan G30S” dan dengan rumusan ini setiap anggota

wartawan yang memasuki kriteria dapat dipecat dari keanggotaan PWI. Isi dari

“Kriteria Wartawan G30S” adalah sebagai berikut:37

a. Anggota PWI yang menjadi anggota Parpol/Ormas yang terlibat

dalam gerakan kontra-revolusioner G30S.

b. Anggota PWI dari suratkabar dan majalah karena ada indikasi

mendukung gerakan kontra-revolusioner G30S.

c. Anggota PWI yang karena tulisannya/sikapnya/ucapannya

mengindikasikan terlibatnya anggota tersebut pada gerakan kontra-

revolusi G30S.

d. Anggota PWI yang ditahan oleh pemerintah karena terlibat dalam

gerakan kontra-revolusioner G30S.

2. Piagam Pasir Putih dan Dukungan PWI Terhadap Pemerintahan Orde

Baru

Dominasi militer dalam bidang pers dan keberhasilannya dalam

menggandeng PWI dapat dilihat pada Konferensi Kerja PWI di Pasir Putih, Jawa

Timur. Konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 13-15 Oktober 1966

37

Ibid.

Page 28: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

78

menghasilkan Piagam Pasir Putih dan Deklarasi Wartawan Indonesia. Dua hal

tersebut merupakan bentuk dukungan organisasi pers kepada pemerintahan yang

baru, yaitu pemerintahan Orde Baru, dan menolak terhadap pemerintahan yang

lama, yaitu pemerintahan Soekarno. Hal ini sejalan dengan tuntuntan masyarakat

yang menuntut mundurnya Presiden Soekarno.

Isi dari Deklarasi Wartawan Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Kami wartawan Indonesia adalah warga negara Kesatuan Republik

Indonesia yang bersendikan Pancasila dan berlandaskan UUD ’45.

b. Kami Wartawan Indonesia adalah pendukung, pengawal, serta

pembela ideologi negara dan UUD ’45 dan bertanggung jawab dan

konsekwen

c. Kami wartawan Indonesia memegang teguh kepribadian Indonesia,

berwatak kesatria, berjiwa patriot dalam membela kebenaran dan

keadilan dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

d. Kami wartawan Indonesia mengutamakan persatuan dan kesatuan

bangsa, kepentingan rakyat dan negara.

e. Kami wartawan Indonesia di dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya senantiasa menjunjung Kode Ethik Jurnalistik serta

memelihara kesatuan dan persatuan wartawan Indonesia sebagai korps

profesi. 38

38

Soebagijo I.N., Abdurrachman Surjomiharjo, P. Swantoro, op. cit., hlm

36-37.

Page 29: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

79

Piagam Pasir Putih berisi mengenai keputusan untuk mengeluarkan Nota

Perubahan PD dan PRT serta Kode Ethik Jurnalistik sekaligus pernyataan mental

dalam bentuk sebuah “Piagam” yang mengikat seluruh organisasi dan anggota

PWI di seluruh Indonesia. Perubahan PD dan PRT didasari oleh perkembangan

politik dan ketatanegaraan menuju penyusunan suatu Orde Baru.39

Terlihat bahwa

PWI sudah menyesuaikan program-programnya agar sesuai dengan laju

pertumbuhan pemerintahan Orba. Bentuk lain dukungan PWI terhadap

pemerintah terlihat dari hasil keputusan Konferensi Kerja Gabungan BPK (Badan

Pengurus Kongres) – PWI Pusat di Kinilow Manado tanggal 17-21 Juni 1969.

Hasil keputusan konferensi secara aklamasi mendukung peraturan Menpen

No.02.Per/Menpen/69 tentang syarat atau pengakuan seseorang agar resmi

dinyatakan berprofesi sebagawai wartawan Indonesia maka orang tersebut harus

merupakan anggota PWI. Keputusan ini mendapat dukungan dari cabang-cabang

PWI kecuali cabang Jakarta. 40

Harmoko yang merupakan pengurus PWI Jaya sangat menentang keras

keputusan tersebut, menurutnya keputusan itu tidak mencerminkan penghayatan

terhadap aspirasi pokok profesi kewartawanan karena yang menciptakan

wartawan bukan PWI atau pemerintah, melainkan pers itu sendiri. Keadaan ini

bertentangan dengan PD/PRT PWI yang tidak pernah membebankan paksaan dan

kewajiban terhadap wartawan untuk berserikat dalam PWI. Tindakan PWI Jaya

mendapat dukungan dari sejumlah cendekiawan, budayawan dan wartawan

39

Ibid. 40

Lais Abit, Prabowo, Togi Simanjuntak, Wartawan Terpasung: Intervensi

Negara Di Tubuh PWI, (jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1998), hlm 84.

Page 30: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

80

Indonesia, isu ini ramai dibicarakan di suratkabar-suratkabar khususnya di Jakarta

yang menuntut agar Menpen Budiarjo mencabut kembali peraturan tersebut.

Peraturan yang dikeluarkan Menpen dianggap sebagai pembatasan kemerdekaan

pers karena mengandung unsur-unsur yang mengikat kebebasan wartawan dengan

mengontrol PWI. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan Harmoko terhadap

kepemimpinan Mahbub Djunaidi.41

Kontrol pemerintah terhadap PWI secara jelas dilakukan saat Kongres

PWI ke-XIV di Palembang tahun 1970. Pada Kongres Palembang mayoritas

cabang-cabang PWI lebih condong kepada kehendak agar organisasi wartawan

dipimpin oleh mereka yang dapat membawa pers Indonesia yang lebih bebas dan

terbebas dari bimbingan Negara.42

Untuk menetralisir PWI dari unsur wartawan

idealis yang cenderung bersifat oposan pemerintah memajukan wartawan-

wartawan yang bersifat kompromis yang dapat bekerjasama dan dapat membantu

kekuatan politik pemerintah dalam rangka konsolidasi kekuatan dalam

menghadapi pemilu 1971. Keadaan ini menjadi alasan utama bagi penguasa untuk

mempercepat pergantian Mahbub Djunaidi sebagai Ketua PWI periode 1968-1971.

PWI menyelenggarakan Kongres ke-XIV di Palembang tahun 1970 setahun lebih

cepat dari waktu semestinya, hal ini menunjukkan keberhasilan kekuatan

kelompok wartawan kompromis mendesak dominasi kelompok wartawan idealis

dalam kepemimpinan PWI. Namun hal tersebut ternyata menimbulkan konflik

41

Ibid., hlm 85-87. 42

Merdeka, 17 Oktober 1970.

Page 31: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

81

karena kelompok wartawan idealis menolak adanya campur tangan pihak luar ke

dalam PWI. 43

D. Konflik Kepentingan Persatuan Wartawan Indonesia 1970-1971

1. Kongres PWI ke-XIV di Palembang Tahun 1970

Konflik kepentingan yang terjadi dalam PWI diawali dengan

berlangsungnya Kongres PWI ke-XIV di Palembang pada tanggal 14-19 Oktober

1970. Kongres ini memiliki dampak panjang yang tidak hanya mengguncangkan

tubuh PWI sendiri namun juga menarik perhatian masyarakat Indonesia karena

melahirkan kepengurusan kembar di tingkat pusat. Dua kepengurusan tersebut

adalah PP PWI-Rosihan dan PP PWI-Diah. Pemilihan pengurus pusat dilakukan

dalam Kongres dengan membentuk formatur yang terdiri dari berbagai cabang

PWI yaitu Jakarta (Zulharmans), Makassar (Arsal Alhabsyi), Banjarmasin (A.S.

Musaffa), Surabaya (A.Azis) dan Medan (Mayor A. Manan Karim). Terdapat dua

konsep formatur, konsep pertama menghendaki agar formatur terdiri dari Ketua

Sidang Mohammad Ali B.A, sekretaris sidang (cabang Manado), seorang dari

pengurus lama dan dua orang dari cabang (dikenal sebagai Pola Yogya). Konsep

kedua menghendaki agar formatur terdiri dari masing-masing satu orang dari

cabang Banjarmasin, Makassar, Medan, Jakarta dan Surabaya (dikenal sebagai

Pola Besuki).44

43

Afrizal Munir, PWI Dalam Kostelasi Politik Orde Baru 1966-1985,

(Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992), hlm

79. 44

Sinar Harapan, 23 Oktober 1970.

Page 32: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

82

Penentuan konsep formatur dilakukan dengan pemungutan suara. Hasil

dari pemungutan suara Pola Yogya mendapat 31 suara, sedangkan pola Besuki

mendapat 36 suara. Sehingga pemilihan pengurus dilakukan sesuai dengan

formatur Pola Besuki. Pada saat tepilihnya formatur, peserta Kongres tidak ada

yang keberatan atau menyatakan tidak setuju terhadap terpilihnya pola Besuki.

Unggulnya Pola Besuki dalam pemungutan suara sudah sesuai dengan PRT PWI

tentang pengaturan pemilihan Pengurus Pusat dalam pasal 16 ayat 1 yang

berbunyi “Pengurus Pusat dipilih oleh Kongres” dan ayat 2 yang berisi “Tata

tertib pemilihan Pengurus Pusat ditetapkan oleh Kongres dengan persetujuan

suara terbanyak dengan memperhatikan dasar-dasar musyawarah”.45

Gambar 3.

Hasil voting pemilihan pola formatur pada Kongres PWI ke-XIV

Sumber: Ekspress, 7 Nopember 1970

Formatur yang terpilih mengadakan rapat selama tiga jam untuk

membentuk kepengurusan PWI. Saat formatur akan menyerahkan hasil pengurus

pusat untuk periode 1970-1973, Ketua Sidang Kapten Ali B.A menunda sidang

yang akan membacakan hasil kerja formatur. Saat sidang kembali dibuka, Ketua

45

Kompas, 27 Oktober 1970.

Page 33: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

83

Sidang bukannya menerima berita acara hasil para formatur tetapi membuka

babak baru dengan memberikan kesempatan kepada wakil Yogya Subadhi dari

Suluh Marhaen yang menggugat bahwa pemilihan formatur bertentangan dengan

pasal 24 PRT ayat 1e yang berbunyi “Keputusan Kongres diambil dengan hikmah

kebijaksanaan musyawarah sehingga rapat memperoleh kata sepakat yang bulat

dari semua utusan yang hadir. Apabila hal ini tidak dapat dilaksanakan maka

dilakukan pemungutan suara baik secara lisan maupun tulisan (rahasia) dan

mendapat hasil persetujuan dari sekurang-kurangnya 2/3 jumlah suara utusan-

utusan yang hadir. Apabila jalan diatas ini juga tidak dapat dilaksanakan, maka

diadakan penentuan suara terbanyak biasa dari para utusan yang berhak

memberikan suara. Abstain dalam pemungutan suara dipandang tidak

memberikan suara dan tidak dihitung dalam jumlah suara yang masuk”. Adanya

protes yang datang dari Subadhi ini membuat kegaduhan dalam kongres, utusan

cabang Banjarmasin menyatakan keheranannya mengapa hal tersebut tidak

digugat sebelumnya, para formatur juga menyatakan protesnya atas munculnya

gugatan Subadhi tersebut.46

Tindakan sepihak Ketua Sidang dalam menunda jalannya sidang dan

membuka kesempatan kepada Subadhi untuk melayangkan gugatannya tidak

disetujui oleh sebagian besar para peserta kongres, sehingga peserta kongres

46

Sinar Harapan, 23 Oktober 1970. Delegasi PWI cabang Yogyakarta

menolak bahwa suara Subadhi merupakan suara PWI Yogyakarta, disebutkan

kemudian bahwa Subadhi membawa polanya sendiri dan segala sesuatu yang

dilakukannya dalam kongres akan menjadi tanggung jawabnya sendiri dan

Subadhi bertindak secara pribadi. Lihat Kompas,29 Oktober 1970. Pengumuman

lengkap yang dikeluarkan PP PWI-Rosihan dapat dilihat pada lampiran 2.

Page 34: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

84

mendesak kepada Ketua Panitia Pusat Kongres PWI ke-XIV untuk bersedia

menerima hasil formatur dan membacakannya kepada peserta kongres. Kemudian

Ketua Panitia Pusat membacakan hasil formatur tersebut yang berisi:47

1. Susunan Pengurus Baru PWI Pusat periode 1970-1973, yang terpilih

menjadi Ketua Umum adalah Rosihan Anwar, dan Sekjennya adalah

Jakob Oetama.

2. Sebuah rencana yang menghendaki agar Kongres menerima baik H.

Mahbub Djunaidi, bekas Ketua Umum PWI Pusat sebagai anggota

Dewan Kehormatan PWI, mengingat jasa-jasanya bagi PWI.

Setelah membacakan hasil dari para formatur tersebut, Ketua Panitia

Pusat Kongres PWI ke-XIV menutup sidang dan menyatakan sidang selesai.

Kemudian pada malam harinya tanggal 19 Oktober 1970 diadakan malam

penutupan Kongres.48

Terpilihnya Rosihan Anwar jelas tidak sejalan dengan

kebijaksanaan pemerintah yang menghendaki agar pengurus organisasi politik,

organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi adalah orang-orang yang

dianggap bisa bekerjasama dengan pemerintah. Oleh karena itu, bersamaan

dengan dilaksanakan penutupan kongres, pada pukul 24.00 tanggal 19 Oktober

1970 kelompok yang tidak menyetujui terpilihnya Rosihan Anwar sebagai Ketua

Umum melaksanakan sidang dibawah pimpinan Ketua Sidang. Sidang kemudian

47

Ibid. 48

Ibid.

Page 35: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

85

menghasilkan kepengurusan lain diluar kepengurusan Rosihan Anwar. B.M. Diah

terpilih menjadi Ketua Umum hasil dari sidang lanjutan ini.49

Pemilihan B.M. Diah dilakukan melalui formatur yang terdiri dari 5

orang, yaitu Ketua Sidang Moh. Ali B.A, Simo Sangkay (Manado), Tarmizi Iljas

(Tanjung Pinang), Farchan Jacoeb (Pontianak) dan J. Lasamahu (Ambon).

Menurut grup formatur Pola Yogya sidang ini dianggap sebagai sidang lanjutan

dari sidang sebelumnya yang telah ditunda sehingga tidak memerlukan kuorum.

Oleh karena itu, meskipun grup Pola Besuki tidak hadir maka sidang lanjutan itu

harus dianggap sah.50

Diumumkannya Rosihan Anwar sebagai Ketua Umum PWI

merupakan suatu usaha dari oknum-oknum tertentu yang memaksakan

kemauannya sendiri karena hasil kepengurusan tersebut diumumkan tanpa

persetujuan Ketua Sidang. Atas dasar inilah maka mereka melakukan sidang

lanjutan dibawah pimpinan Ketua Sidang yang sah, yakni Moh. Ali B.A. Hasil

sidang lanjutan diumumkan oleh Ketua Sidang Kongres yang bernomor

001/kongres_PWI_IV//1970, yang menjadi Ketua Umum adalah B.M. Diah dan

Sekretaris Jenderalnya P.G. Togas. Dengan demikian Kongres PWI ke-XIV di

Palembang telah menghasilkan dualisme kepemimpinan dalam PWI. 51

Susunan dua PP PWI mulai diumumkan ke masyarakat sehari setelah

Kongres Palembang berakhir. Pengumuman tersebut dikeluarkan pada berbagai

media yang menjadi pendukungnya disertai dengan penjelasan mengenai

49

Kompas, 21 Oktober 1970. 50

Sinar Harapan, 24 Oktober 1970. 51

Merdeka, 21 Oktober 1970. Pengumuman lengkap PP PWI-Diah dapat

dilihat pada lampiran 1.

Page 36: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

86

jalannya Kongres Palembang. Suratkabar Merdeka milik B.M. Diah dan Suluh

Marhaen serta Api Pancasila mengumumkan kepengurusan PWI-Diah, dalam

pengumuman tersebut yang menjadi Ketua Umum adalah B.M. Diah dan

Sekretaris Jenderalnya adalah P.G. Togas. Sedangkan kepengurusan PWI-Rosihan

diumumkan pada suratkabar Pedoman, Kompas, dan Pos Kota yang menjadi

Ketua Umum adalah Rosihan Anwar, dan Sekretaris Jenderalnya Jacob Oetama.

Susunan lengkap kepengurusan PWI-Diah dan PWI-Rosihan dapat dilihat dalam

tabel 3.

Tabel. 3

Susunan Pengurus Pusat PWI Hasil Kongres ke-XIV Palembang

Tahun 1970-1973

Jabatan PWI-Rosihan PWI-Diah

Ketua Umum Rosihan Anwar B.M. Diah

Ketua-ketua - L.E. Manuhua

- Kol. Sugiarso Surojo

- Manai Sophian

- H.M. Hamidy

Sekjen Jakob Oetama P.G. Togas

Wakil Sekjen Zein Effendi T. Jously Sjah

Bendahara H.M. Said Budairy Deddy Sumitro

Wakil Bendahara R.P. Hendro Moegianto

Sumber: Merdeka, Kompas 20 Oktober 1970.

Masalah dualisme kepemimpinan yang dialami oleh organisasi wartawan

ini menurut S. Tasrif dikarenakan adanya usaha-usaha dari golongan-golongan

Page 37: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

87

yang mengumpulkan kekuatan untuk merebut posisi pimpinan dalam PWI, dan

hal ini merupakan hal yang wajar terjadi saat Kongres. Pada kasus PWI dua

kelompok yang muncul adalah kelompok wartawan profesi yang ingin

memurnikan profesi wartawan (Rosihan Anwar) dan didukung oleh sebagian

besar anggota Kongres, serta kelompok politik (B.M. Diah). Dalam masyarakat

pertentangan-pertentangan itu tidak dapat dihilangkan karena berfungsi bagi

perkembangan dan perubahan struktur sosial.52

Perbedaan kepentingan menjadi

landasan munculnya dua kelompok yang memiliki perbedaan pendapat sehingga

memunculkan konflik kepentingan dalam PWI.53

Kelompok wartawan profesi

mendukung Rosihan Anwar karena sifatnya yang liberalis sehingga diharapkan

dapat membawa PWI menjadi organisasi yang independen, sedangkan kelompok

wartawan politik mendukung B.M. Diah karena sifatnya yang menginginkan PWI

menjadi partner pemerintah dalam rangka konsolidasi negara.54

B.M. Diah pernah

menjadi anggota Dewan Nasional, Menteri Penerangan dalam Kabinet Ampera.

Pada masa menjadi Menteri Penerangan tahun 1967, subsidi atas kertas koran

dicabut pemerintah. Hal ini tentu memberikan penilaian negatif dari kalangan

pers.55

Selain dianggap sebagai pro-pemerintah, B.M. Diah juga dikatakan

52

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,

2003), hlm 138. 53

Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta

Dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi Dan Pemecahannya, (Jakarta:

Kencana, 2011), hlm 283. 54

Merdeka, 22 Februari 1970. B.M. Diah mengharapkan jika pers dan

pemerintah dapat bekerjasama dalam rangka pembangunan negara, serta

mempertahankan UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan pers nasional. Dalam

menjalankan fungsinya sebagai alat kontrol sosial pers agar dapat menjadi partner

dan pendukung pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya. Lihat lampiran 23. 55

Afrizal Munir, op. cit., hlm 84.

Page 38: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

88

mendapat dukungan dari Opsus yang pada masa orba melakukan rekayasa politik

pada organisasi-organisasi massa untuk dapat menciptakan kepemimpinan

organisasi yang dianggap dapat bekerjasama dengan pemerintah.56

Pencalonan

B.M. Diah tidak disukai oleh PWI Jaya yang dipimpin oleh Harmoko dan

beberapa cabang lainnya (Surabaya, Medan, Makassar dan Banjarmasin).

Harmoko dan Zulharmans melihat bahwa calon yang akan mereka ajukan

(Zein Effendi) tidak akan menang menghadapi Diah, mereka lalu menjagokan

Rosihan Anwar. Hal inilah yang menjadi alasan PWI Jaya untuk melakukan

dukungan yang kuat terhadap Rosihan dan menolak keras kepengurusan Diah.57

Penolakan Harmoko dan cabang-cabang PWI terhadap calon Ketua PWI yang

pro-pemerintah sangat kuat karena ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan

Mahbub Djunaidi (Ketua PWI 1968-1970) yang pada Konferensi Kerja di

Manado tahun 1969 menyetujui syarat atau pengakuan terhadap seseorang

wartawan harus merupakan anggota PWI. Hal ini dianggap sebagai bentuk

pembatasan kebebasan wartawan oleh pemerintah. Oleh karena itu mereka

mencalonkan Rosihan Anwar yang dianggap lebih independen.58

2. Perang Wacana Dalam Suratkabar Pendukung PP PWI

Munculnya dualisme kepemimpinan dalam organisasi profesi

kewartawanan tentu saja menimbulkan kehebohan di kalangan media massa.

56

Heru Cahyono, ibid. 57

Tribuana Said (ed), H. Rosihan Anwar Dengan Aneka Citra, (Jakarta:

Kompas, 1992), hlm 147. Belakangan Rosihan mengatakan jika sekiranya ia

sudah tau sejak semula kekuatan-kekuatan apa yang berdiri di belakang kelompok

B.M. Diah yaitu bahwa Opsus turut mengaturnya, maka ia akan menolak

pencalonannya. 58

Lais Abit, Prabowo, Togi Simanjuntak, ibid.

Page 39: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

89

Bukan hanya suratkabar di ibukota saja yang memuat berita seputar konflik dalam

organisasi wartawan tersebut, koran-koran di daerah juga diliputi oleh

pemberitaan seputar konflik PWI. Sehari setelah berakhirnya Kongres PWI ke-

XIV di Palembang berbagai media sudah mulai memberitakan mengenai

kericuhan yang terjadi dalam Kongres. Berita yang dimuat tidak hanya satu atau

dua judul saja, bahkan dalam satu hari pada koran yang sama dapat memuat

sampai beberapa judul dengan tema yang sama, yakni perpecahan dalam tubuh

PWI. Dalam harian Ampera misalnya, pada tanggal 26 Oktober 1970 harian ini

memuat berita “Pengurus Pusat PWI diterima Menpen” pada halaman pertamanya,

masih di halaman yang sama dimuat pula pernyataan bahwa “PWI Djaya Menolak

PWI Diah”. Di halaman kedua Ampera memuat mengenai kepengurusan PWI-

Diah yang berjudul “Ketua PWI Jang Baru”.59

Hal ini menunjukkan bahwa berita

konflik PWI ini sudah menjadi fokus tersendiri sejak Kongres Palembang berakhir,

namun pemberitaanya hanya seputar pengumuman yang dikeluarkan kedua

Pengurus Pusat PWI dan bagaimana jalannya Kongres dengan versi yang berbeda-

beda dalam masing-masing suratkabar.

Gambar 4.

Guntingan suratkabar mengenai pertentangan yang terjadi dalam Kongres PWI

ke-XIV di Palembang

Sumber: Merdeka, 17 Oktober 1970. Merdeka, 20 Oktober 1970. Kompas, 21

Oktober 1970

59

Kompas, 29 Oktober 1970.

Page 40: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

90

Gambar 5.

Karikatur dalam suratkabar yang menggambarkan dukungan pemerintah terhadap

PP PWI Diah.

Sumber: Pos Kota, 29 Oktober 1970. Sinar Harapan, 22 Oktober 1970.

Keadaan pemberitaan yang awalnya hanya seputar Kongres menjadi

heboh dan memuncak setelah dikeluarkannya pengumuman secara sepihak oleh

Deppen dalam TVRI dan Antara untuk menyiarkan kepengurusan versi Diah saja.

Reaksi beruntun mulai bermunculan setelah itu, hampir seperempat dari halaman

pertama suratkabar di Jakarta dan daerah menyiarkan perang dingin antara PWI-

Rosihan dan PWI-Diah. Saat suasana masih panas, tiba-tiba Menpen

mengeluarkan pengumuman yang mengakui sahnya PWI-Diah. Pernyataan yang

dikeluarkan pada tanggal 24 Oktober 1970 berisi pengakuan hanya ada satu

Pengurus Pusat yang mewakili wadah organisasi pers, yaitu PWI yang diketuai

oleh B.M. Diah sebagaimana yang telah diputuskan oleh Kongres PWI ke-XIV di

Palembang.60

Keputusan yang dikeluarkan Menpen ini menambah ramainya

perang dingin antara suratkabar pendukung masing-masing pihak. Perang dingin

terkait konflik PWI yang dimuat dalam berbagai suratkabar saling balas-

membalas dan saling menyebut valid-tidak valid. Berita-berita mengenai PWI

60

Warta Berita, 25 Oktober 1970. Isi pernyataan Departemen Penerangan

mengenai masalah PWI dapat dilihat pada lampiran 3.

Page 41: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

91

disajikan dalam berbagai karikatur dan tajuk pojok dan ulasan-ulasan menghiasi

berbagai suratkabar Indonesia.

Pengakuan terhadap PP PWI-Diah menurut Brigjen Harsono (Dirjen Pers

& Grafika) dilakukan dengan mempertimbangkan tiga alternatif. Alternatif

pertama membiarkan segala sesuatu terjadi dan pemerintah tidak mencampuri

urusan intern PWI. Kedua, pemerintah memperhatikannya dengan mengusahakan

mendamaikan kedua pihak yang bersengketa. Ketiga, pemerintah menentukan

sikap dan memilih salah satu pihak. Mengenai tiga alternatif ini Menpen

berpendapat bahwa alternatif pertama akan merugikan masyarakat dan membuat

persoalan PWI semakin berlarut-larut, sedangkan alternatif kedua dilihat tidak ada

kemungkinannya, sehingga hanya alternatif ketiga yang dapat dilaksanakan oleh

pemerintah.61

Sikap Menpen mengakui kepengurusan B.M Diah menimbulkan

tanggapan dari berbagai pihak. Banyak yang menganggap tindakan Menpen

bukan merupakan tindakan yang tepat dan dapat memperkeruh keadaan. Bung

Hatta mengatakan bahwa tindakan Menpen Budiardjo bertentangan dengan

keputusan Kongres PWI dan sekaligus merupakan pelanggaran terhadap

demokrasi. Dirjen Khusus Departemen Dalam Negeri Wang Suwandhi S.H.

mengatakan tindakan merestui salah satu pihak bila terjadi perpecahan dalam

organisasi masyarakat adalah tidak tepat sama sekali.62

Wartawan generasi muda

langsung menemui Menpen dan meminta agar tidak mencampuri urusan intern

61

Sinar Harapan, 30 Oktober 1970. 62

Soebagijo I.N, op. cit., hlm 231.

Page 42: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

92

PWI, keberpihakan yang dilakukan pemerintah merupakan salah satu bentuk

pelanggaran terhadap kemerdekaan pers, jika pemerintah ingin menjaga ketertiban

umum hendaknya semua penyelesaian yang diambil harus didasarkan pada pasal

28 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan untuk berserikat bagi masyarakat

Indonesia.63

Tidak semua pihak menyalahkan keputusan Menpen yang mengakui

PWI-Diah, ada juga yang setuju dan mendukung sepenuhnya. Menteri Dalam

Negeri Amirmachmud, berpendapat jika segala kebijaksanaan yang ditempuh

Menpen dalam masalah PWI Pusat adalah benar dan ia mendukung sepenuhnya.

Amirmachmud yakin dalam melaksanakan kebijaksanaannya pemerintah

mempertimbankannya dengan itikad baik sehingga beleid pemerintah tidak

mungkin merugikan karena kebijaksanaan pemerintah untuk kepentingan nasional.

Deputi KSAD Letjen M. Jasin juga menyatakan dukungannya terhadap keputusan

yang diambil Menpen. Sekelompok wartawan muda yang tergabung dalam

Kelompok Wartawan Reporter Ibukota menegaskan mendukung beleid Menpen

Budiardjo tentang pengakuannya terhadap PP PWI-Diah.64

Diakuinya PP PWI-Diah oleh Menpen menunjukkan bahwa B.M. Diah

memperoleh kemenangan atas konflik PWI. Kedekatannya dengan pemerintah

menjadi faktor penting dalam memperoleh kemenangannya atas Rosihan Anwar.

Pengakuan politis Menpen atas PP PWI-Diah pada perkembangan selanjutnya

ternyata menyulitkan Menpen Budiarjo, karena dukungan terhadap PP PWI-

63

Berita Yudha, 27 Oktober 1970. 64

Soebagijo I.N, loc. cit.

Page 43: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

93

Rosihan sangat besar. PWI-Rosihan menolak hasil keputusan Menpen yang

mengakui kepengurusan B.M. Diah. Pada tanggal 25 Oktober 1970 PP PWI-

Rosihan mengadakan rapat yang menghasilkan keputusan bernomor

6/Sek/2/sd/1970 berisi penolakan atas keputusan Menpen. PP PWI-Rosihan tetap

pada pendiriannya, di tambah dengan pernyataan ke-16 cabang/perwakilan PWI

tanggal 19 Oktober 1970 yang dianggap sebagai pengulangan pemberian

kepercayaan kepada PP PWI-Rosihan. Selanjutnya Rosihana mempertimbangkan

kemungkinan untuk memajukan gugatan di Pengadilan agar membatalkan

keputusan Deppen tersebut.65

Pernyataan PP PWI-Rosihan yang menyatakan

bahwa 16 cabang/perwakilan dianggap mendukungnya dibantah oleh Suluh

Marhaen dalam headline yang berjudul “Apa Guna Kongres Kalau Anggap2an

Dianggap Sjah”. Melihat keadaan cabang-cabang saat Kongres dan pasca Kongres

yang menunjukkan banyak perubahan, misalnya cabang Jakarta yang saat

Kongres memiliki satu suara namun pasca Kongres terpecah menjadi dua, sama

halnya dengan cabang Bandung, Banjarmasin, Palu dan Makassar. Berita-berita

yang saling bantah banyak terjadi pada masing-masing suratkabar pendukung PP

PWI.66

Pada suratkabar Pos Kota tanggal 7 Nopember 1970 dimuat keterangan

bahwa berita yang dilansir oleh Merdeka hanya sekedar isapan jempol.

Sebelumnya Merdeka memuat mengenai wawancaranya terhadap Rusli Desa

65

Sinar Harapan, 26 Oktober 1970. S. Tasrif selaku kuasa dari Rosihan

mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta tanggal 9 Nopember 1970.

terdiri dari 35 gugatan, Menpen sebagai tergugat 1 dan PWI-Diah sebagai tergugat

2. Gugatan PP PWI Rosihan dapat dilihat pada lampiran 6-9. 66

Suluh Marhaen, 2 Nopember 1970.

Page 44: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

94

wartawan Angkatan Bersenjata edisi Kalimantan Selatan yang mengatakan bahwa

wartawan-wartawan daerah Banjarmasin mendukung PP PWI dibawah

kepemimpinan Diah. Di dalamnya disebutkan adanya Petisi Sabtu dari wartawan-

wartawan Banjarmasin dengan tujuan mendukung PWI-Diah. Menurut suratkabar

Mimbar Mahasiswa yang terbit di Banjarmasin wawancara yang dilakukan

terhadap Rusli Desa tidak pernah terjadi, keterangan yang sama juga disampaikan

oleh Rusli Desa yang menyatakan bahwa dirinya tidak pernah merasa

memberikan wawancara dengan wartawan Merdeka.67

Gambar 6.

Headline suratkabar Merdeka yang dibantah oleh Berita Yudha.

Sumber: Merdeka, 27 Oktober 1970. Berita Yudha, 29 Oktober 1970.

Pada salah satu kesempatan harian Merdeka memuat berita mengenai

diakuinya kepengurusan B.M. Diah oleh Menpen dengan judul “Sambutan Positip

atas Kep. Pemerintah”. Dalam berita yang dimuat pada tanggal 27 Oktober 1970

tersebut disebutkan bahwa keputusan pemerintah dalam mengakui hanya satu

PWI dibawah pimpinan B.M Diah adalah cukup supel dan dapat

dipertanggungjawabkan baik politis maupun yuridis, disebutkan bahwa pendapat

tersebut keluar dari beberapa perwira menengah dan tinggi di Departemen

Hankam. Berita tersebut dinyatakan tidak valid oleh suratkabar Berita Yudha

dengan alasan sumber yang dicantumkan tidak valid. Penyebutan “Beberapa

67

Pos Kota, 7 Nopember 1970.

Page 45: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

95

perwira menengah dan tinggi di Departemen Hankam” ditulis oleh Merdeka tanpa

menyebutkan siapa dan dalam jabatan apa. Ketua Puspen Hankam juga

menyatakan bahwa seharusnya Merdeka menyebutkan secara jelas nama dari

perwira yang dimaksud dalam berita tersebut dan menjelaskan untuk keterangan

pers mengenai Hankam seharusnya saluran resminya adalah Penerangan

Hankam.68

Perang wacana lainnya terjadi dalam suratkabar Kompas dan Suluh

Marhaen mengenai suratkabar yang menyatakan dukungannya kepada PP PWI-

Rosihan. Pada Kompas dimuat berita mengenai “47 Penerbitan di Jakarta

Mendukung Sikap dan Beleid PWI Jaya”.69

Suluh Marhaen membantah hal ini

dengan menyatakan bahwa 5 penerbitan (Suara Baru, Suara Indonesia, Ekonomi,

Perintis Minggu) yang dikatakan turut mendukung Rosihan tidak tahu menahu

mengenai statemen PWI Jaya yang mendukung Rosihan. Marhaen menyebutkan

bahwa pertemuan yang dilakukan PWI Jaya mengundang para penerbit di Jakarta

dilakukan untuk memberikan laporan-laporan, bukan untuk menyatakan

persetujuan dan dukungan atas PWI-Rosihan. Kompas membalas bantahan

tersebut dengan menjelaskan bahwa ke-lima penerbitan yang disebutkan diatas

secara sadar menerima dan menyetujui pernyataan dukungannya terhadap PWI-

Rosihan. Dengan adanya pemberitaan-pemberitaan yang bertolak belakang seperti

ini tentunya menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat.70

68

Berita Yudha, 29 Oktober 1970. 69

Kompas, 26 Oktober 1970. Lihat lampiran 17. 70

Kompas, 2 Nopember 1970. Lihat juga Suluh Marhaen, 2 Nopember 1970.

Page 46: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

96

Pemberitaan sekitar soal PWI yang sudah saling berat sebelah pada

proses selanjutnya akan memberikan efek pecah belah atau mengadu domba antar

pejabat-pejabat pemerintah dan juga pada masyarakat. Kebebasan pers seharusnya

digunakan untuk menunjang pembangunan dan perkembangan negara, bukan

untuk menimbulkan kegoncangan-kegoncangan yang akan mengancam stabilitas

negara. Presiden Soeharto menyampaikan harapannya terhadap pers dalam

pidatonya yang dikemukakan saat ulang tahun PWI ke-25 di Solo yang berisi

sebagai berikut:

Konflik antara kepentingan pribadi atau kepentingan golongan dan

kepentingan umum memang sering terjadi, terutama di lingkungan pers yang

sedang menuju dewasa dan belum menyadari bagaimana peranannya di dalam

masyarakat dan lebih-lebih di lingkungan pers yang tujuannya hanya meniup

sensasi untuk mengeduk keuntungan yang sebesar-besarnya. Setiap wartawan

juga benar-benar menyadari profesinya cukup mengetahui apa yang dimaksud

dengan etik dan tanggungjawab pers, sosial dan etik kewartawanan yang

merupakan pilar-pilar yang menunjang tumbuh dan tegaknya pers yang bebas.

Jaminan atas kebebasan pers tidak dapat dilepaslan dari kesadaran akan

tanggungjawab dan tatakrama pers. Tanggungjawab pers harus merupakan

jamiman bahwa ia tidak akan digunakan dengan wenang-wenang, tidak

memanipulasi berita atau memutar balik fakta dan tidak akan secara sadar

melancarkan hasutan-hasutan atau mebentuk pendapat umum yang

bertentangan dengan kepentingan nasional.

Pers merupakan alat yang efektif untuk menggerakkan seluruh daya manusia

yang dimiliki dalam kancah pembangunan. Pers disamping memberi

penerangan sekaligus juga mendidik rakyat. Tetapi dilain pihak, pers juga

dapat menjadi suatu kekuatan negatif yang bukannya mempercepat, tetapi

justru merintangi usaha-usaha pembangunan. Presiden mengharapkan agar

para wartawan dan pers Indonesia pada umumnya, benar-benar menyadari

tanggungjawabnya terhadap masyarakat, fungsinya sebagai salah satu

perwujudan demokrasi Pancasila dan potensi perannya didalam proses

pembangunan. Untuk itu wartawan Indonesia harus bersatu. Pers Indonesia

tidak mungkin dapat menjadi kekuatan pemersatu bangsa, apabila ia sendiri

tidak dapat menyatukan dirinya, setidak-tidaknya persatuan dalam pandangan

dan dasar berpijak pers yang bebas dan bertanggungjawab.71

71

Merdeka, 22 Februari 1971.

Page 47: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

97

Patut disayangkan bahwa perpecahan yang terjadi dalam organisasi

wartawan selain membawa akibat-akibat kelemahan dalam bidang organisasi juga

menimbulkan ekses-ekses yang tidak diharapkan. Polemik dan saling tuduh antara

koran pendukung dan koran lawan pengurus PWI yang satu dengan yang lain

semakin menjadi-jadi. Dalam tulisan-tulisan yang mereka keluarkan nampak

bahwa argumen-argumen yang sehat sudah menjadi kabur. Justru kata-kata dan

kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak patut ditulis oleh wartawan sebagai

pembimbing pendapat umum terlihat lebih menonjol. Tulisan dalam koran-koran

lebih bertendens memukul lawan ketimbang mengemukakan dasar-dasar yang sah

dan kuat.72

3. Integrasi Pengurus Pusat PWI

Pertikaian yang terjadi dalam PWI menarik perhatian banyak pihak,

mereka menyayangkan jika konflik ini terus berlarut-larut karena dianggap akan

mengganggu stabilitas nasional, apalagi dalam rangka menghadapi Pemilu yang

akan dilaksanakan pada tahun 1971. Oleh karena itu, meskipun perpecahan ini

merupakan urusan intern PWI berbagai pihak mencoba untuk mendamaikan dua

Pengurus Pusat yang ada dalam PWI. Menpen meskipun sudah mengakui PWI-

Diah menyarankan untuk melaksanakan Kongres PWI lagi untuk menyelesaikan

pertentangan-pertentangan yang timbul. Selain Menpen, banyak pihak yang

72

Subagijo I.N. Sejarah Pers Indonesia, (Jakarta: Dewan Pers, 1977), hlm

61.

Page 48: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

98

menghendaki agar PWI mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk

menyelesaikan perpecahan yang ada dalam organisasi profesi wartawan tersebut.73

Saran mengadakan KLB ditolak oleh B.M. Diah karena ia berpendirian

bahwa dalam kongres tersebut tidak mungkin dilakukan pemilihan pengurus baru.

PP PWI-Diah mengeluarkan keterangan pers melalui Sekjen P.G. Togas yang

menjelaskan bahwa PD/PRT PWI memang memungkinkan diadakan suatu KLB

jika sekurang-kurangnya seperdua dari cabang-cabang atau perwakilan PWI

menghendakinya karena ada sesuatu persoalan yang penting agar dapat

diselesaikan dalam forum kongres, tetapi apapun alasan yang digunakan dalam

melaksanakannya sudah ditekankan bahwa KLB tidak mempunyai wewenang

untuk mebicarakan soal kepengurusan Pusat. Selain itu pelaksanaan KLB

dianggap tidak memungkinkan karena akan membutuhkan dana yang tidak

sedikit.74

Oleh karena itu, perlu dilaksanakan upaya lain dalam menyelesaikan

masalah-masalah dalam PWI.

Dua PP PWI telah mengadakan pertemuan pada 28 Oktober 1970 untuk

membahas penyelesaian dari masalah-masalah yang timbul dalam Kongres PWI

ke-XIV di Palembang. Selain itu, pertemuan yang berlangsung selama satu jam

ini juga membahas mengenai adanya pengakuan Pemerintah atas salah satu PP

73

Dalam PRT PWI pasal 22 dijelaskan bahwa Kongres Luar Biasa dapat

dilakukan apabila dianggap perlu untuk menyeselaikan suatu permasalahan jika

permintaan diadakannya Kongres sekurang-kurangnya seperdua jumlah

cabang/perwakilan yang membawa sekurang-kurangnya seperdua jumlah suara

anggota biasa. Kongres ini diadakan untuk membicarakan masalah-masalah yang

mendesak kecuali pergantian PP, perubahan-perubahan PD/PRT dan Kode Ethik.

Lihat Soebagijo I.N., Abdurrahman Surjomihardjo, P. Swantoro, op. cit., hlm 103-

102. 74

Warta Berita, 3 Nopember 1970.

Page 49: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

99

PWI. Pada pertemun tersebut muncul ide untuk menyelesaikan masalah PWI

dengan jalan arbitrase namun jalan ini ditolak oleh B.M. Diah karena menurutnya

jika mengambil jalan arbitrase berarti ia mengakui kelemahannya, sedangkan

dirinya sudah dianggap sah oleh Menpen. Sebagai pengurus yang diakui

pemerintah, B.M. Diah mengemukakan dalam usaha mengutuhkan PWI kembali

maka akan direncanakan pertemuan-pertemuan yang serupa untuk selanjutnya.75

Selain usaha-usaha yang dilakukan oleh PP PWI, solusi untuk menyelesaikan

konflik PWI datang dari cabang-cabang yang menginginkan terwujudnya

persatuan dalam organisasi PWI.

Prakarsa mempersatukan PWI muncul dari cabang Surabaya (Tajib dan

Subagio) dan Yogyakarta (Wonohito, Abdurachman, H. Basuni dan Jusaac M.R.).

Mereka meminta beberapa wartawan senior untuk berperan sebagai mediator dan

melakukan negosiasi-negosiasi antara pihak Rosihan Anwar dan B.M. Diah untuk

menemukan alternatif-alternatif mengenai solusi konflik. Langkah mediasi ini

diambil karena dua PP PWI Pusat dianggap tidak bisa menyelesaikan konfliknya

sendiri. Wartawan-wartawan senior yang terlibat dalam usaha mendamaikan PWI

ini terdiri dari lima orang, yaitu Adam Malik76

, Sumanang77

, S.K. Trimurti78

, Asa

75

Berita Yudha, 29 Oktober 1970. 76

Adam Malik merupakan wartawan yang sudah aktif sejak masa

pergerakan, ia turut berperan dalam pendirian kantor berita Antara. Pada tahun

1970 Adam Malik sedang menduduki jabatan sebagai Menteri Luar Negeri. 77

Sumanang merupakan wartawan perjuangan yang juga turut mendirikan

kantor berita Antara, ia terpilih menjadi Ketua Umum PWI pertama pada Kongres

wartawan yang pertama di Solo pada 9 Februari 1946. 78

Surastri Karma Trimurti mulai aktif dalam bidang jurnalistik saat

bergabung dengan Partindo. Ia dikenal sebagai wartawan kritis dan anti-kolonial.

Page 50: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

100

Bafagih79

dan Mochtar Lubis80

. Pada tahap selanjutnya dilaksanakan pertemuan-

pertemuan antara lima wartawan senior dan dua PP PWI untuk mencari

penyelesaian terhadap konflik yang terjadi dalam organisasi wartawan tersebut. 81

Pertemuan pertama diadakan pada tanggal 4 Nopember 1970 di

kediaman Adam Malik, dihadiri oleh lima wartawan senior dan kedua PP PWI.

Ditawarkan dua alternatif untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi, pertama

adalah membentuk caretaker pengurus yang hanya bertugas sebagai administratif

dan mempersiapkan Kongres PWI tahun depan, kedua adalah dua PP PWI

kembali kepada pengurus lama yang demisioner. Pertemuan ini akhirnya

dinyatakan bahwa kedua belah pihak akan mengadakan konsultasi untuk

mengatasi persoalan PWI. Sementara itu Adam Malik menyerukan kepada pers

untuk tidak mempertajam soal PWI dalam media massa dengan menghentikan

pemberitaan yang saling memihak di media massa.82

Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 13 Nopember 1970, pada

pertemuan ini akan ditanyakan kepada kedua belah pihak sampai berapa jauh

mereka bisa menerima diadakannya KLB. Namun pertemuan kedua tidak

menghasilkan apa-apa karena B.M. Diah tidak datang dengan alasan sedang sakit.

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 26 Nopember 1970 di kediaman

resmi Menteri Luar Negeri. Pertemuan ini dihadiri oleh Rosihan Anwar dan Jacob

79

Asa Bafagih merupakan wartawan sejak masa pergerakan, pernah

menjadi Pemimpin Redaksi Pemandangan pada tahun 1953. 80

Mochtar Lubis juga turut dalam pendirian kantor berita Antara. Namanya

tidak dapat dipisahkan dari harian yang didirikannya yaitu Indonesia Raya. 81

Berita Yudha, 5 Nopember 1970. 82

Pikiran Rakyat, 5 Nopember 1970.

Page 51: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

101

Oetama, sedangkan B.M. Diah tidak hadir dengan alasan ada undangan Menpen

untuk berbuka puasa bersama pemimpin-pemimpin redaksi di ibukota. B.M. Diah

hanya mengirimkan suratnya yang menyatakan bahwa persoalan kepengurusan

PWI Pusat sudah selesai, apabila Pengurus Pusat pimpinannya dianggap tidak sah

maka boleh ditempuh dengan jalan hukum, dan karena gugatan Rosihan Anwar

sudah diajukan ke Pengadilan maka pengurus B.M. Diah akan tunduk kepada

keputusan Pengadilan. Diserukan agar lima wartawan senior untuk menghentikan

jasa-jasa baiknya dalam hal menyatukan PWI dengan ucapan terimakasih.83

Setelah tiga kali mengadakan pertemuan dan tidak menghasilkan hasil

yang signifikan, dan setelah membaca isi surat yang dikirimkan oleh B.M. Diah

yang menolak usaha perdamaian oleh lima wartawan senior, maka mereka

berpendapat bahwa usahanya mengembalikan keutuhan PWI Pusat tidak dapat

dilanjutkan lagi. Hal ini mengalami kesulitan karena kedua Pengurus Pusat sudah

menganggap bahwa masing-masing dirinya sah, adanya putusan Menpen yang

mengakui PWI-Diah dinilai lebih mempersulit usaha mengembalikan keutuhan

dalam organisasi induk wartawan tersebut.84

Usul untuk mendamaikan dua PP PWI Pusat juga muncul dari Hakim

Ketua Sidang yang menangani kasus sengketa PWI di Pengadilan. Pada Sidang

ke-III yang berlangsung pada 23 Januari 1971 Hakim Ketua mengusulkan

diadakannya perdamaian antara pihak-pihak yang berselisih. Usul ini pada

mulanya disambut baik oleh pihak Rosihan, Diah dan juga Menpen. Tasrif yang

83

Kompas, 2 Desember 1970. 84

Ibid.

Page 52: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

102

menjadi kuasa penggugat mengatakan bahwa sejak semula mereka juga bersedia

untuk mengadakan perdamaian jika para tergugat juga menghendaki hal yang

sama. Namun, meskipun masing-masing pihak sudah bersedia untuk berdamai

tetap saja kesepakatan perdamaian tidak tercapai karena adanya perbedaan

pendapat mengenai cara-cara perdamaiannya. Tasrif menginginkan syarat-syarat

perdamaian dibicarakan terlebih dahulu, namun syarat-syarat tersebut ditolak oleh

pihak tergugat dengan alasan mereka tidak bersedia mendengarkan usul-usul

perdamaian jika gugatan belum dicabut. Hakim Ketua menyatakan bahwa sidang

telah mencapai jalan buntu karena tidak tercapainya “meeting of mind” antara

pihak-pihak yang bersengketa mengenai syarat-syarat perdamaian.85

Meskipun

demikian, masing-masing pihak masih akan dilaksanakan pertemuan-pertemuan

selanjutnya dalam rangka mencari penyelesaian konflik PWI tersebut.

Hasil dari serangkaian pertemuan Rosihan-Diah akhirnya menghasilkan

kesepakatan integrasi antara dua Pengurus Pusat. Soebagijo I.N mengatakan

sebagaimana halnya perpecahan dalam tubuh PWI tidak ada yang membayangkan

terlebih dahulu, demikian pula tak ada seorangpun dari pihak luar yang menduga

bahwa kedua pihak yang semula begitu tegang tiba-tiba diberitakan telah berhasil

mengadakan integrasi. Dua Pengurus PWI yaitu B.M. Diah dan Rosihan Anwar

menemui Menpen Budiardjo di Deppen dan melaporkan bahwa kedua Pengurus

PWI kini telah bersatu dalam suatu integrasi yan dilakukan pada tanggal 6 Maret

1971.86

85

Kompas, 25 Januari 1970. 86

Soebagijo I.N., op. cit., hlm 240-241.

Page 53: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

103

Terdapat tiga pokok penyelesaian tertuang dalam pernyataan integrasi

yang disepakati masing-masing pihak. Tiga hal pokok tersebut adalah Pengurus

Pusat PWI pimpinan B.M. Diah dan Pengurus Pusat PWI pimpinan Rosihan

Anwar disatukan dalam integrasi yang sama, dalam integrasi itu masing-masing

pihak beserta pengurus tetap menduduki jabatannya masing-masing, misalnya

B.M. Diah dan Rosihan Anwar tetap masing-masing Ketua Umum, demikian pula

para ketua, sekjen, wakil sekjen, bendahara dan wakil bendahara. Terakhir adalah

pembagian Pengurus Pusat yang telah diintegrasikan akan dibicarakan bersama.

Dalam pernyataan tersebut Rosihan Anwar menyatakan mencabut kembali

gugatan terhadap Menpen dan B.M. Diah di Pengadilan Negeri.87

Gambar 7.

Suasana sebelum dilangsungkannya penandatanganan naskah penyatuan kembali

kepengurusan PWI, dari kiri Menpen Budiarjo, B.M. Diah, dan Rosihan Anwar.

Sumber: Merdeka, 8 Maret 1970

Mengenai pengurus cabang-cabang dan perwakilan PWI disepakati untuk

sementara waktu lembaga-lembaga kepengurusan itu berada dalam status quo

sampai tercapainya pedoman dari Pengurus Pusat sesuai dengan tujuan integrasi.

Pengurus Pusat juga sependapat untuk segera meyelenggarakan Kongres PWI

87

Merdeka, 8 Maret 1971.

Page 54: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

104

secepat mungkin untuk mempertanggungjawabkan integrasi tersebut sesuai

dengan pasal 22 Peraturan Dasar PWI. B.M Diah menyatakan bahwa integrasi ini

dilakukan atas kemauan sendiri dari kedua belah pihak, dan tidak ada campur

tangan dari pihak manapun.88

Sebagai lanjutan dari pernyataan integrasi pada tanggal 19 Maret 1971

diadakan pertemuan antara ketiga pihak yang berselisih di gedung PWI Pusat.

Mereka mengadakan persepakatan perdamaian berkenaan dengan integrasi yang

telah dicapai pada 6 Maret 1971. Ketiga pihak itu ialah PWI-Rosihan, PWI-Diah

dan Menpen yang diwakili oleh Tedjo Sumarto sebagai Kepala Biro Hukum

Departemen Penerangan. Hasil dari persepakatan perdamaian tersebut ialah PP

PWI Rosihan dan B.M. Diah akan bekerjasama bertindak keluar maupun kedalam

PWI sebagai “Satu Pengurus Pusat”.89

Bersatunya PWI dilanjutkan dengan serah

terima jabatan PP PWI lama kepada PP PWI baru yang belum dilaksanakan.

Upacara dilakukan pada tanggal 23 Maret 1971 di Kantor PWI Pusat dan dihadiri

oleh hampir seluruh pengurus hasil integrasi. Naskah serah terima kepengurusan

PWI ditandatangani oleh sembilan orang anggota pengurus, yaitu enam orang dari

pengurus baru dan tiga orang dari pengurus lama.90

Kepada cabang-cabang PWI yang turut mengalami perpecahan dalam

kepengurusannya diserukan agar mengadakan follow up integrasi di tingkat

cabang. PP PWI menyarankan diadakannya fusi atau penyatuan dari keseluruhan

unsur kedua Pengurus Cabang dengan penentuan kedudukan atau jabatan dan

88

Ibid. 89

Lais Abit, Prabowo, Togi Simanjuntak, op. cit., hlm 81-82. 90

Warta Berita, 28 Maret 1971.

Page 55: BAB III LATAR BELAKANG KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PWI TAHUN … · menumbuhkan kembali ekonomi Indonesia pada awal Orba telah memberikan legitimasi politik maupun ekonomi terhadap

105

pengaturan kerja menurut kebijaksanaan kolektif, dalam melaksanakan fusinya

kedua unsur Pengurus akan melakukan rapat anggota gabungan yang selanjutnya

akan menghasilkan kepengurusan yang baru.91

Setelah terjadi penggabungan pihak-pihak yang bertikai, PWI berusaha

meningkatkan konsolidasi dan profesionalisme wartawan. Hubungan di antara

pihak-pihak yang terlibat konflik kembali normal dan harmonis. Keadaan ini

terjadi karena konflik kepentingan yang melanda PWI menghasilkan win and win

solution di mana kedua belah pihak tetap berada pada posisinya masing-masing.92

Pada masa kepengurusan B.M. Diah dan Rosihan Anwar, PWI melaksanakan

program pendidikan bagi wartawan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan

kerja anggota PWI. Tahun 1971 PWI memulai program Karya Latihan Wartawan

yang bekerjasama dengan Deppen, diangkat Rosihan Anwar sebagai Direktur

program Karya Latihan Wartawan. Langkah integrasi yang dilakukan dua PP PWI

disempurnakan dalam Kongres PWI ke-XV di Tretes tahun 1973. Sebenarnya

masih kuat keinginan pengurus lama untuk bertahan, namun untuk menghindari

terjadinya konflik kembali maka kedua pihak tidak dicalonkan lagi.93

91

Angkatan Bersenjata, 29 Maret 1971. 92

Wirawan, op. cit., hl,, 126. 93

Afrizal Munir, op. cit., hlm 86.