BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat...

34
37 BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI Di dalam pembahasan ini, konsep imamah akan dijelaskan terlebih dahulu secara umum dan kemudian menurut Ali Syariati. Untuk memaparkan konsep pemikiran Syariati, penulis menggunakan dua formula lainnya di dalam hermeneutika Dilthey yaitu ausdruck dan verstehen di mana keduanya saling berkaitan. Melalui ausdruck, penulis memaparkan ekspresi Syariati pada tulisan- tulisannya yang tercantum di dalam penelitian ini dan disertai oleh footnote (catatan kaki). Sedangkan melalui verstehen, penulis berusaha untuk memahami dan mengandaikan diri sebagai Ali Syariati dengan mengungkapkan gagasan Ali Syariati di dalam narasi. A. Konsep Imamah 1. Konsep Imamah Secara Umum Imamah merupakan salah satu akidah umum di dalam ajaran Syiah. Akidah umum pertama dalam Syiah adalah Keesaan Allah (tauhid), kemudian Kenabian (Nubuwah) dan terakhir Imamah (kepemimpinan). Definisi Imamah mencakup sumber pengambilan pemikiran, kekuasaan politik dan kepemimpinan agama. Imamah adalah bentuk dari pemerintahan Tuhan. Maka, ia merupakan perintah Allah dalam penunjukkannya, sebagaimana halnya dalam kenabian. Namun terdapat perbedaan yang utama antara kenabian dan Imamah. Kenabian adalah pendirian risalah, sedangkan Imamah adalah penjaga bagi risalah. 64 64 Musawi, Mujtaba. 2004. Teologi Islam Syiah, halaman 237-239.

Transcript of BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat...

Page 1: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

  37  

BAB III

KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI

Di dalam pembahasan ini, konsep imamah akan dijelaskan terlebih dahulu

secara umum dan kemudian menurut Ali Syariati. Untuk memaparkan konsep

pemikiran Syariati, penulis menggunakan dua formula lainnya di dalam

hermeneutika Dilthey yaitu ausdruck dan verstehen di mana keduanya saling

berkaitan. Melalui ausdruck, penulis memaparkan ekspresi Syariati pada tulisan-

tulisannya yang tercantum di dalam penelitian ini dan disertai oleh footnote

(catatan kaki). Sedangkan melalui verstehen, penulis berusaha untuk memahami

dan mengandaikan diri sebagai Ali Syariati dengan mengungkapkan gagasan Ali

Syariati di dalam narasi.

A. Konsep Imamah

1. Konsep Imamah Secara Umum

Imamah merupakan salah satu akidah umum di dalam ajaran Syiah.

Akidah umum pertama dalam Syiah adalah Keesaan Allah (tauhid), kemudian

Kenabian (Nubuwah) dan terakhir Imamah (kepemimpinan). Definisi Imamah

mencakup sumber pengambilan pemikiran, kekuasaan politik dan kepemimpinan

agama. Imamah adalah bentuk dari pemerintahan Tuhan. Maka, ia merupakan

perintah Allah dalam penunjukkannya, sebagaimana halnya dalam kenabian.

Namun terdapat perbedaan yang utama antara kenabian dan Imamah. Kenabian

adalah pendirian risalah, sedangkan Imamah adalah penjaga bagi risalah.64

                                                            64 Musawi, Mujtaba. 2004. Teologi Islam Syiah, halaman 237-239.

Page 2: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

38

  

Syiah meyakini bahwa kebijaksanaan Tuhan (al-hikmah al-ilahiyah)

menuntut perlunya pengutusan para rasul untuk membimbing umat manusia.

Demikian pula mengenai Imamah, bahwa kebijaksanaan Tuhan juga menuntut

perlunya kehadiran seorang imam sesudah meninggalnya seorang rasul guna terus

dapat membimbing umat manusia dan memelihara kemurnian ajaran para nabi

dan agama Ilahi dari penyimpangan dan perubahan.65 Dalam hal ini mereka

menyandarkan prinsip Imamah pada sebuah ayat dari Alquran yang artinya, “Dan

pada setiap kaum (pastilah) ada sang pemberi petunjuk.”66 Syiah meyakini bahwa

seorang imam, penerus Rasulullah Saw harus ditetapkan melalui nash atau

pengangkatan yang jelas oleh Rasulullah Saw atau imam sebelumnya

sebagaimana Alquran menerangkan pengangkatan Ibrahim as sebagai imam,

“Sesungguhnya Aku mengangkatmu sebagai imam bagi umat manusia.”67

Imamah diyakini Syiah lebih dalam dari sekedar melalui pemilihan oleh

masyarakat. Hal ini menyangkut penentuan takwa seorang imam. Seseorang yang

dikatakan sebagai imam berarti telah mencapai tingkat ishmah dan telah mencapai

tingkat pengetahuan seluruh hukum dan ajaran Allah Swt tanpa ada kesalahan

sedikitpun tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena

itu, penentuan bahwa seseorang telah memenuhi sifat ishmah datangnya dari

Rasulullah Saw. Dengan demikian, Syiah meyakini bahwa keimaman para imam

maksum tidak bisa diperoleh melalui pemilihan masyarakat.68

                                                            65 Syirazi, Nashir Makarim. 1423 H. Aqidah Syiah. Jakarta: Penerbit Al-Huda, halaman 7.

66 Quran Surat Ar-Ra’du ayat 7.

67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124.

68 Syirazi, Nashir Makarim. 1423 H. Aqidah Syiah. Jakarta: Penerbit Al-Huda, halaman, 80.

Page 3: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

39

  

Ja’far Subhani memaparkan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan

seorang imam dalam Imamah untuk merujuk pada makna signifikan Imamah itu

sendiri. Kewajiban-kewajiban itu diantaranya:

1. Menjelaskan makna Alquran dan mengurai kerumitan merupakan salah

satu tanggung jawab Nabi Saw, sebagaimana dinyatakan Alquran, “…dan

Kami menurunkan kepadamu Al-Dzikr (Alquran) agar engkau

menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan untuk mereka.”69

2. Menjelaskan hukum-hukum syariat merupakan tanggung jawab Rasulullah

Saw, yang dilaksanakan sebagiannya melalui referensi ayat-ayat Alquran

dan sebagiannya melalui perbuatannya sendiri, yang disebut sunnah.

Penjelasan demikian diberikan secara bertahap, selaras penyingkapan

pelbagai peristiwa sehari-hari; sifat tanggung jawab ini sedemikian hingga

perlu dilanjutkan, karena jumlah hadis Nabi Saw mengenai aturan-aturan

hukum tidak lebih dari 500 hadis dan jumlah hadis hukum ini tidak

memadai untuk (sebuah sistem komprehensif dari) jurisprudensi.

3. Menghindarkan perpercahan. Karena Nabi Saw merupakan poros

kebenaran Allah dan beliau memperjelas segala persoalan, sedemikian

hingga jenis penyimpangan apapun dalam keimanan umat menjadi

tercegah dan tak ada jenis sektarianisme apapun yang berkembang semasa

hidup beliau.

4. Menjawab segala pertanyaan agama dan teologi.

5. Mendidik para pengikutnya melalui sabda-sabda dan perbuatan-

perbuatannya.

                                                            69 Quran Surat An-Nahl ayat 44.

Page 4: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

40

  

6. Menegakkan keadilan, persamaan dan keamanan di tengah masyarakat

Islam yang mulai lahir.

7. Melindungi tapal batas dan wilayah-wilayah Islam dari ancaman musuh

Islam.

Subhani menjelaskan70 bahwa jika kedua tanggung jawab terakhir sudah

dapat dilaksanakan seorang pemimpin yang telah dipimpin oleh masyarakat maka

jelas tanggung jawab-tanggung jawab sebelumnya membutuhkan sosok pemimpin

yang punya pengetahuan dan kemampuan luar biasa. Kategorinya disebutkan

Subhani merupakan sosok pemimpin yang secara model dan kesadaran

aktivitasnya mengikuti jejak Nabi Saw, dan terpenting harus ditunjuk melalui

Rahmat khusus Allah Swt. Ia juga mengkhususkan bahwa dalam diri pemimpin

tersebut haruslah memuat pengetahuan mendalam akan risalah Nabi Saw, bebas

dari segala jenis kesalahan dan dosa. Namun bukan berarti imam adalah sosok

nabi atau rasul. Kedudukan imam tidak pernah sama dengan kedudukan nabi.

Imamah dalam bahasa Arab berakar dari kata imam. Kata imam71 sendiri

berasal dari kata “amma” yang berarti “menjadi ikutan”. Kata imam berarti

                                                            70 Ja’far Subhani, 2012. Syiah (Ajaran dan Praktiknya). Jakarta: Nur Al-Huda, halaman 160-161.

71 Gelar yang parallel dengan imam adalah amir dan khalifah. Pada awal pemerintahan Islam, masa Rasulullah Saw dan Khulafaar-Rasyidun, penguasa daerah disebut amil (pekerja pemerintah, gubernur) sinonim dengan amir. Kata amir berasal dari kata amr yang berarti “perintah”. Amir bermakna “yang memerintah”, kemudian makna ini berkembang sehingga berarti “pemimpin”. Selama pemerintahan Islam di Madinah, para komandan divisi militer disebut amir, yaitu amir al-jaisy atau amir al-jund. Para gubernur yang mulanya adalah pemimpin militer yang menaklukan daerah, juga disebut amir. Tugas utama amir pada mulanya adalah penguasa daerah, yaitu pengelola administrasi politik pengumpul pajak, dan pemimpin agama. Kemudian pada masa pasca Rasulullah Saw, tugas amir bertambah meliputi memimpin ekspedisi militer, menandatangani perjanjian damai, memelihara keamanan taklukan Islam, membangun masjid, menjadi imam salat jumat, mengurus administrasi pengadilan dan bertanggung jawab kepada khalifah di Madinah. Pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, makna amir hampir

Page 5: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

41

  

“pemimpin atau contoh yang harus diikuti, atau yang mendahului.” Orang yang

menjadi pemimpin harus selalu di depan untuk diteladani sebagai contoh dan

ikutan. Kedudukan imam sama dengan penanggung jawab urusan umat.72

Secara istilah, imam adalah seorang yang memegang jabatan umum dalam

urusan agama dan juga urusan dunia sekaligus.73 Dengan demikian Islam tidak

mengenal pemisahan mutlak agama dan negara, dunia dan akhirat, masjid dan

istana atau ulama dan politikus. Inilah yang menjadikan penganut syiah tidak

hanya memandang para imam sebagai pengajar agama, tetapi juga sebagai

pengatur segala urusan umat yang berhubungan dengan pranata-pranata sosial,

politik, keamanan, ekonomi, budaya dan seluruh kebutuhan interaksi umat

lainnya.

Terdapat dua kriteria imamah di antaranya Ishmah dan Ilmu. Itu sebabnya,

sosok yang menggantikan Rasulullah Saw setelah wafatnya beliau haruslah

memiliki syarat-syarat seperti Ishmah (kemampuan menjaga diri dari dosa walau

sekecil apapun) dan Ilm (ilmu yang sempurna).74Dengan demikian, Syiah

menegaskan bahwa orang yang memiliki sifat demikian hanyalah orang-orang

tertentu (bukan semuanya) dari ahlul bait yang memiliki kedekatan dengan

Rasulullah Saw. Ahlul bait yang dimaksud sebagaimana disebutkan dalam

                                                                                                                                                                   sama dengan masa Rasulullah Saw. Taufik Abdullah. et.al., 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, jilid III, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, halaman 204-206.

72 Ibid.

73 Ibid, halaman 205.

74 Lihat Ja’far Subhani. 1991. Ma’al Syiah al-Imamiyah fi ‘Aqaidihim (Mu’awiniyatu Syu’uni al-Ta’lim wa al-Buhuts al-Islamiyah, 1413), halaman 56-70. Ja’far Subhani, Ishmah Keterpeliharaan Nabi dari Dosa, Jakarta: Yayasan As-Sajjad.

Page 6: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

42

  

Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua

anak beliau, Imam Hasan dan Imam Husain.

Tak hanya menggunakan dalil aqli dalam menetapkan ishmah para imam,

Syiah juga menggunakan dalil naqli berdasarkan Alquran dan Hadits di antaranya

adalah firman Allah kepada Nabi Ibrahim as.75 Ayat ini mengisahkan Ibrahim as

setelah melampaui beberapa fase kenabian dan melewati sejumlah ujian berat,

diangkat menjadi imam seluruh manusia. Dengan kesungguhan Ibrahim as, ia

meminta kepada Allah agar jabatan ini juga diberikan kepada sebagian

keturunannya dan Allah menegaskan kepada Ibrahim bahwa orang-orang zalim

dan pendosa tidak akan bisa mencapai jabatan tersebut.

Dengan begitu, ada beberapa kelompok manusia dan pembagiannya dalam

beberapa posisi yang menurut Allamah Thabathabai76 dibagi menjadi empat posisi

yaitu:

1. Manusia zalim sepanjang umurnya

2. Manusia tidak zalim sepanjang umurnya

3. Manusia zalim di awal umurnya dan tidak di akhir umurnya

4. Manusia yang tidak zalim di awal umurnya tetapi zalim di akhirnya

Berdasarkan pendapat Allamah Thabathabai tersebut, maka kelompok

manusia nomor kedua yang berhak mendapat dan diangkat menjadi imam sebab

tidak pernah berbuat zalim alias bersifat maksum. Selain itu, Syiah juga

menyodorkan firman Allah Swt yang lain yang menegaskan kepada manusia

                                                            75 Alquran Surat Al-Baqarah ayat 124.

76 Allamah Thabathabai. 1991. al-Mizan fi Tafsir al-Quran, jilid I. Beirut: Muassasah al-a’lami li al-mathbuat, halaman 270.

Page 7: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

43

  

untuk mematuhi pemimpin.77Adapun dalil naqli yang mereka kutip sebagai

penguat bahwa imam berasal dari kalangan Ahlul bait merupakan ayat Alquran

Surat Al-Ahzab ayat 33 yang artinya, “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak

menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-

sucinya.”

Konon ayat tersebut diyakini tak hanya oleh Syiah namun juga Sunni dan

menyatakan bahwa ayat itu diturunkan kepada lima orang; Rasulullah Saw, Ali

ibn Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain.78 Dari pandangan ini,

kepemimpinan Ilahi ditafsirkan tak berhenti dari wafatnya Rasulullah Saw

melainkan terus berlanjut di bawah kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dan orang-

orang suci dari keturunannya melalui pernikahannya dengan Fatimah Az-Zahra.

Dengan begitu dapat diketahui bahwa setidaknya ada tiga syarat penting

yang harus dimiliki seorang imam yaitu:79

1. Merupakan pilihan dan diangkat oleh Allah Swt, bukan diangkat oleh

masyarakat umum

2. Memiliki keilmuan yang mencakup keseluruhan ilmu yang diperoleh

secara ladunni dari sisi Allah Swt

3. Maksum dari segala kesalahan dan kekeliruan serta dosa

Imamah dalam Syiah tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan,

tetapi juga rancangan Tuhan yang absolut dan menjadi dasar syariat yang                                                             77 Alquran Surat An-Nisa ayat 59.

78 Ditemukan dalam banyak literatur baik di kalangan Sunni maupun Syiah seperti musnad Ahmad bin Hambal, Mustadrak Al-Hakim, Sunan At-Tirmizi, tafsir Al-Tabari, Tarikh Baghdadi dan lain-lain. Lihat pembahasan khusus ayat ini dalam Ali Umar Al-Habsyi. 2004. Keluarga Suci Nabi Saw: Tafsir Surah Al-Ahzab ayat 33. Jakarta:Ilya.

79 Muhammad Taqi Misbah Yazdi. 2005. Iman Semesta: Merancang Piramida Keyakinan. Jakarta: al-Huda, halaman 290.

Page 8: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

44

  

kepercayaan kepadanya dianggap sebagai penegas keimanan. “Khwajah

Nasiruddin at-Thusi sebagaimana dikutip oleh Murtadha Muthahhari

menggunakan ungkapan ilmiah dan mengatakan bahwa imam adalah luthf

(karunia) Allah. Maksudnya seperti kenabian dan berada di luar otoritas manusia.

Sebab itu, imam tak dapat dipilih berdasarkan keputusan manusia seperti Nabi

Saw, imam ditunjuk berdasarkan ketetapan Allah Swt. Bedanya, Nabi

berhubungan langsung dengan Allah Swt sedangkan imam diangkat oleh Nabi

Saw setelah mendapat perintah dari Allah Swt.”80

2. Imamah Menurut Ali Syariati

Lantas, apa konsep imamah menurut Ali Syariati? Untuk mengetahui

bagaimanakah kepemimpinan dalam ummah versi Ali Syariati, alangkah baiknya

jika pengertian imam lebih dulu dipahami. Sebenarnya, tak hanya istilah imam

yang dapat merujuk pada sosok pemimpin. Dalam bahasa Arab kita juga

mengenal beberapa istilah seperti hakim, za’im, ra’is, mulk, qaishar, dan qa’id.

Namun Syariati lebih condong pada istilah imam yang dinilainya “telah mencakup

seluruh pengertian yang terkandung dalam istilah ummah, sebagaimana tercakup

dalam pandangan yang terkandung di dalamnya, termasuk perbedaan-perbedaan

yang menjadi ciri khasnya hingga mampu membedakannya dari istilah padanan

yang terdapat dalam berbagai kebudayaan dan aliran kemasyarakatan, politik serta

ilmu pengetahuan yang ada.”81

                                                            80 Murtadha Muthahhari. 2002. Manusia dan Alam Semesta. Jakarta: Lentera, halaman 471.

81 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis, Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 92.

Page 9: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

45

  

Ia menjelaskan terpilihnya istilah imam dalam imamah sebagai yang

paling tepat berikut ini:

…telah saya katakan bahwa masyarakat Islam yang dicita-citakan bukanlah komunitas dalam bentuk (qaum), juga bukan masyarakat yang dibangun atas kesamaan bahasa, kebudayaan, keturunan dan sejarah. Tidak pula masyarakat yang ditegakkan atas asas kebersamaan dalam gaya hidup, profesi dan peran yang dimainkan oleh individu-individunya dalam memperoleh penghasilan. Melainkan masyarakat yang di dalamnya anak-anak manusia memiliki kewajiban bersama untuk bergabung di sekitar kepemimpinan bersama, dan berpegang teguh pada satu pandangan mengenai kehidupan; bukan kebahagiaan yang statis, melainkan dinamis; dan bukan kebahagiaan dalam eksistensi, melainkan menuju kesempurnaan yang terus menerus, untuk seterusnya sampai pada tingkat dan kemuliaan paling tinggi. Bertolak dari sini, maka persoalan yang paling penting dalam masyarakat Islam adalah Imamah, kepemimpinan dan keteladanan masyarakat Islam.82

Syariati menjelaskan urgensi imamah dalam ummah dengan menjadikan

landasan salah satu surat Imam Al-Baqir kepada salah satu pengikutnya berikut

ini:

Setiap orang yang mendekatkan diri kepada Allah dalam bentuk ibadah yang ditekuninya dengan sungguh-sungguh, tetapi ia tidak mengetahui imamnya yang diutus Allah, maka semua amal usahanya itu tidak diterima. Ia adalah orang yang sesat dan kebingungan. Allah menolak semua amalnya, dan perumpamaan orang seperti itu adalah ibarat seekor domba yang tersesat dan terpisah dari kelompok dan penggembalanya. Keterpisahannya itu merusak hari-hari yang dilaluinya. Ketika malam tiba, ia bergabung dengan kelompoknya dalam kandang mereka, dan ketika sang penggembala menggiring mereka, domba tersebut membangkang dan memisahkan diri dari kelompoknya, sehingga ia kebingungan mencari penggembala dan kelompoknya. Ketika ia bertemu dengan seorang penggembala dengan sekelompok dombanya, ia diperlakukan dengan baik, dan si gembala

                                                            82 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis, Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 91.

Page 10: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

46

  

berteriak kepadanya, ‘Ayo bergabunglah engkau dengan penggembala dan kelompokmu. Engkau domba sesat yang kebingungan.’ Domba itu lalu mencari-cari kelompok dan penggembalanya dengan kebingungan. Ia tidak punya gembala yang menggiringnya ke padang rumput atau mengajaknya pulang. Ia tetap dalam kebingungan seperti itu di saat ada seekor serigala yang menemuinya, lalu memakannya.83

Dengan kutipan tersebut, Syariati menegaskan bahwa tidak ada satu

manusia di dunia ini yang tidak memerlukan seorang imam. Manusia dikatakan

Syariati membutuhkan sosok imam. Naluri manusia untuk selalu mencari-cari

sosok yang diidolakan, dijadikan suri teladan baik nyata maupun terbentuk dalam

kerangka pikirannya atau dalam alam khayal menunjukkan keseriusan manusia

membutuhkan sosok pemimpin. Sosok yang menjadi acuan. Pendapat ini

termaktub dalam tulisannya berikut:

…manusia ditinjau dari sudut asasinya—merupakan makhluk yang asyik dengan angan-angannya tentang sesuatu yang absolut, sekalipun hal itu tak pernah ditemukan. Angan-angan seperti itu ia ciptakan sendiri dalam khayalnya, karena ruhnya selalu berusaha tanpa henti untuk menghamba kepada sifat-sifat keutamaan yang mutlak dan keindahan yang tersembunyi, serta menemukan kepuasan dengan itu. ….manusia selamanya ingin mempunyai seorang Imam dan pencariannya terus ia lakukan tanpa henti. Karena itu dalam sejarah umat manusia, tidak ada seorang pun di antaranya mereka yang tidak membutuhkan Imam atau Imam-imam, baik yang real maupun yang merupakan ciptaan khayal mereka.84

Konsep Imamah sebenarnya berpijak pada dua latar belakang masalah

hingga mendorong Ali Syariati menelaah konsep ini dari tinjauan sosiologis.

Pertama, ummah dan imamah yang merupakan prinsip penting akidah Islam

                                                            83 Ibid, halaman 92-93.

84 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 95.

Page 11: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

47

  

khususnya penganut Syiah lebih sering dipaparkan oleh ulama secara teologis dan

filosofis. Pengkajiannya pun semata-mata bercorak akidah dan sepenuhnya

metafisis. Berdasarkan sebab pertama ini, Syariati bermaksud menjelaskan

persoalan ummah dan imamah sebagai salah dua prinsip penting agama Islam

dalam kedinamisan dan modern. Ia mengatakan di dalam pendahuluan buku

Ummah dan Imamah Suatu Tinjauan Sosiologis, “Padahal, bila kita mau

mengatakan bahwa kajian tentang ummah dan imamah ini memiliki relevansi

penting dengan kehidupan manusia, maka tidak kurang penting dari tema pokok

kajian dan prinsip teologisnya adalah aspek-aspek spesifik sosiologisnya dan

konteksnya dengan kehidupan umat manusia di planet bumi ini.”85

Pengkajian konsep imamah dalam aspek-aspek sosiologisnya

membuktikan bahwa Islam memang semestinya bergerak maju karena waktu juga

terus bergerak maju dan manusia harus mengkaji masalah dalam bentuknya yang

lebih efektif dan dinamis. Syariati juga menjelaskan bahwa perbedaan istilah yang

digunakannya dalam memaparkan konsep imamah merupakan ungkapan dan

istilah yang hanya berbeda dalam tataran semantik, metode pendefinisian serta

perbedaan sudut pandang (point of view) dan bukan karena perbedaan akidah.

Hal ini ia tegaskan karena adanya realita bahwa orang Islam yang bercorak

pikir tradisional umumnya memiliki pemahaman agama yang mandek. Ia

menjelaskan bahwa;

…Adalah jelas bahwa orang mukmin nominal dan ulama tradisional yang pemahaman agamanya mandek, akan menganggap setiap pandangan dan kesimpulan-kesimpulan baru dalam soal akidah sebagai kekufuran dan kesesatan. Mereka menganggap pula bahwa

                                                            85 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 19.

Page 12: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

48

  

‘inti agama’—yang tetap tak berubah—sudah cukup untuk memahami dan menghayati agama, seperti laiknya ilmu eksakta dalam perkembangan dan kesempurnaannya. Akhirnya mereka juga menganggap bahwa ‘ilmu-ilmu tradisional’ adalah hakikat Islam yang paling utama, dan berdasarkan itu mereka menolak semua pembuktian dan interpretasi yang bercorak modern, bahkan terhadap bahasa dan istilah-istilah teknis yang berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Lebih dari itu, pembaruan-pembaruan metodologis pun mereka anggap sebagai bid’ah yang sama sesatnya dengan bid’ah dalam urusan agama.86

Kedua, bermula dari keprihatinannya akan Islam sejak masa Sayyid

Jamaluddin Al-Afghani. Ia merasakan sendi-sendi meragukan dalam tubuh Islam

seperti bercampur aduknya akidah dengan unsur-unsur budaya dan asing.

Menurutnya, ajaran-ajaran Islam kini harus kembali pada sumbernya yang asli di

mana menurut Syariati sudah terlampau jauh empat belas abad lamanya hingga

menciptakan kesenjangan dan menyebabkan Islam menjadi ‘kabur’ dan

meragukan.87

Dua latarbelakang masalah itu yang mendasari Syariati menulis konsep

imamah dalam tinjauan sosiologis meski secara jujur ia mengatakan bahwa

awalnya hal itu terkesan rumit dilakukan. Dalam memahami konsep imamah

melalui buku-buku Syiah yang ia baca sekilas terdengar seperti tidak sejalan

dengan logika modern, pandangan sosiologis, dan kemanusiaan. Ia merasa belum

siap untuk mencerna apa itu imamah sembari ia terus mempelajarinya dengan

metodologi sosial hingga suatu waktu ia merasa sudah mengerti untuk

memaparkan konsep imamah.

                                                            86 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 20.

87 Ibid, halaman 22.

Page 13: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

49

  

…keadaan seperti itu terus berjalan beberapa waktu lamanya hingga dengan tiba-tiba dan hampir mirip ilham atau kasyaf, terbukalah di depan saya jendela menuju dunia baru yang sebelumnya betul-betul asing bagi saya. Dengan menggunakan metode kajian tentang ummah dan imamah, jendela tersebut saya buka sehingga saya memasuki dunia baru dan di situ saya bisa mengamati bahwa masalah imamah yang selama ini belum bisa saya cerna melalui metode teologis dan filosofis itu ternyata tampak jelas sebagai suatu keniscayaan kehidupan bila dilihat dari sudut pandang sosio-politis dan keagungan dan kemuliaannya tampak nyata di hadapan saya. Saat itu tak ada lagi masalah lain yang menghalangi diri saya dari penglihatan yang kuat dan tajam ini. …masalah imamah ini tidak cocok untuk disodorkan dan disajikan, khususnya kepada generasi muda terpelajar dan modern (secara konvensional-teologis dan filosofis). Jika dilihat dari sudut ilmiah-modern, cara seperti itu bakal menimbulkan sikap negatif sekali. Sejak itu, siang malam saya berkeinginan sekali untuk mengungkapkan apa yang telah saya capai tadi. Selanjutnya sejak awal sudah harus saya katakan di sini bahwa saya tidak berbicara dalam posisi saya sebagai seorang ilmuwan dalam bidang agama, melainkan sebagai peneliti biasa yang berusaha memahami persoalan-persoalan agama dengan kedudukan yang dirasakan oleh seorang Muslim sebagai suatu tanggung jawab.88

Perlu dicatat oleh para pembaca karya-karya Ali Syariati bahwa sosok

pemikir ini memiliki pemikiran yang tidak final pada suatu kesimpulan akhir.

Melalui tulisannya dalam buku Ummah dan Imamah Suatu Tinjauan Sosiologis

dan membaca bagaimana ia merasa kesulitan pada mulanya memahami konsep

imamah hingga akhirnya ia mampu menegaskan bahwa ia sudah paham ketika ia

mengatakan, “…saat itu tak ada lagi masalah lain yang menghalangi diri saya dari

penglihatan yang kuat dan tajam ini,” cukup membuktikannya sebagai sosok

pemikir yang tidak mudah berhenti pada satu titik kesimpulan. Dalam suatu

                                                            88 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 43-44.

Page 14: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

50

  

kesempatan ia pernah berkata, “Aku tidak percaya bahwa apa yang kukatakan

sudah merupakan kebenaran final. Apa yang kukemukakan sekarang mungkin

saja besok akan kuralat atau kusempurnakan.”89

Beberapa istilah yang dirujuk dalam mendefinisikan imamah berawal dari

definisi ummah. Syariati menegaskan bahwa dibalik kata imamah dan ummah

memiliki asal yang sama dalam beberapa aspek baik maknanya maupun

bentuknya yang tidak terbatas. Alasannya, sebuah pemilihan terhadap suatu nama

tertentu menurutnya dapat dipastikan memiliki maksud oleh orang yang memilih

nama tersebut (Syariati memberikan contoh pemberian nama untuk anak-anak

dalam suatu keluarga di mana biasanya nama tersebut mewakilkan ‘petunjuk

tentang cita-rasa si pemilih dan keyakinannya’ dalam memberikan nama tersebut).

Dengan hati-hati ia juga menjelaskan bahwa kajian sosiologis ilmiah

terhadap kajian kebudayaan, akidah dan ilmu sosial yang telah dikenal selama ini

sangat memerlukan filologi. Utamanya yang berkaitan dengan prinsip-prinsip

bahasa dan sejenisnya—dan pengetahuan mengenai perkembangan, kemerosotan

dan lenyapnya suatu bahasa. Ia berpijak pada suatu pemikiran bahwa; “dengan

melakukan analisis terhadap suatu kata, acap kali diperoleh petunjuk yang amat

berarti; dengan mengamati barang sejenak terhadap akar suatu nama, bisa

diperoleh dorongan pada langkah-langkah berikutnya yang boleh jadi akan

mengantarkan seseorang untuk sampai kepada suatu konsep tertentu dan

menjadikannya mampu menemukan prinsip ilmiah.”90

                                                            89 Lihat awal buku dari Azra, Azyumardi. et al., 2013. Ali Syariati:Melawan Hegemoni Barat. Jogjakarta: Rausyan Fikr Institute.

90 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 46.

Page 15: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

51

  

Maka dengan gamblang Syariati menjelaskan definisi istilah ummah yang

berasal dari kata ‘amma dan memiliki makna ‘bermaksud’ atau dalam bahasa

Arabnya adalah qashada serta memiliki makna lain yaitu ‘azima. Pengertian ini

meliputi tiga arti; gerakan, tujuan dan ketetapan hati yang sadar. Bahkan ia

menambahkan, jika istilah ‘amma mencakup arti kemajuan, maka kata ‘kemajuan’

itu sendiri sudah semestinya mencakup empat makna; usaha, gerakan, kemajuan

dan tujuan—dan dengan keempat arti ini, Syariati meyakininya. Kemudian ia

melanjutkan bahwa istilah ummah (umat) secara prinsipil yang ia katakan sebagai;

“jalan yang terang. Artinya, suatu kelompok manusia yang menuju ke jalan

tertentu. Dengan demikian, kepemimpinan dan keteladanan, jalan dan tempat

yang dilalui, tercakup pula dalam istilah ummah. Dengan berpijak pada pengertian

serupa itu, maka keturunan, tanah air, perkumpulan, kebersamaan baik dalam

tujuan, profesi berikut perangkatnya, ras, status sosial dan gaya kehidupan, yang

dipandang sebagai pengikat paling dasar dan sakral antara berbagai individu, tidak

termasuk dalam hubungan tadi.”91 Definisi istilah ini dibandingkan Syariati

dengan istilah lainnya seperti yang sudah dipaparkan dalam bab pembahasan;

nation, qaum, qabilah, Sya’b dan lainnya lebih istimewa dan unggul sebab

memiliki makna kemanusiaan dinamis dan gerakan yang memiliki arah tujuan.

Gerakan tujuan bersama dalam istilah ummah menuntut sebuah kemajuan yang

intinya dimiliki oleh istilah ummah itu sendiri. Istilah ini tidak dapat ditandingi

meski dengan istilah qabilah yang juga memiliki makna dinamis. Menurut

Syariati;

                                                            91 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 50.

Page 16: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

S

i

s

m

 9

H

Dalamditemumungkdan yakeharumenujkeyakihalnyatidak marah ytertentlain. Ditu just

Berd

Syariati kem

imamah me

seseorang di

Penje

melalui baga

Tabel 2. L

                       92 Ali SyariatHidayah, hala

LandasaPemikiran Imamiyah

Sya

m istilah qabiukan adanyakin terjadi aang meyakinusan apapunu tujuan terinan dan tua dengan kaumelangkah dyang sama. tu, sedangkaDalam istilahtru merupak

dasarkan pe

mudian men

enampakkan

ipilih sebaga

elasan meng

an berikut:

Landasan Da

                       ti. 1989. Umaman 51.

an Dasar Sekte Syiah h menurut ariati

ilah memanga gerakan yanadanya sekuni tujuan yann sehubunganrsebut. Mereujuan (konsum muslimidengan langktujuan yangan gerakan h ummah, g

kan landasan

engertian da

njelaskan ist

diri dalam

ai kekuatan p

genai posisi

asar Pemikir

             mah dan Ima

g terdapat keng menuju tu

umpulan orang sama, tetan dengan jaeka memangsepsional dain yang ada kah yang samg ingin mere

yang merekgerak yang mn ideologis.92

ari istilah u

tilah imamah

m suatu bent

penstabilan d

i dua kekua

ran Sekte Sy

amah:Suatu T

Imamah

Ummah

ebersamaan ujuan terseb

ang yang meapi tidak memlan yang hag memiliki an emosionsekarang inma dan sereeka capai teka lakukan mengarah ke2

ummah yan

h di dalam

tuk dan sika

dan pendinam

atan ini seki

yiah Imamiya

Tinjauan Sos

tujuan, tapi ut. Sebab, saempunyai tumiliki ikatanarus dilalui ukesamaan dal) sebagaim

ni. Tetapi meempak menujerletak pada menuju ke

e tujuan ber

ng sudah d

ummah. M

ap sempurn

misan massa

iranya dapat

ah Menurut

siologis. Jakar

Penstabilanmenguasai 

(umma

pendinamisakemajuan

perubahan id

Bergerak dimenuju arah bkepemimpina

52

tidak angat ujuan n atau untuk dalam mana ereka

uju ke titik arah

sama

dipaparkan,

Menurutnya,

na di mana

a.

t dipahami

Syariati.

rta: Pustaka

n masa; massa ah)

an;asas n dan deologis

namis, bersama, n kolektif

Page 17: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

53

  

Penstabilan massa atau dalam hal ini adalah ummah, meliputi serangkaian

tindakan yang dilakukan seorang imam dalam melindungi ummah. Syariati

mengatakan, hal-hal itu diantaranya; ancaman, penyakit dan bahaya. Penguasaan

ini semata-mata untuk menjaga ummah pada stabilitas dan ketenangan. Adapun

pendinamisan dalam ummah merupakan sikap seorang imam berlandaskan asas

kemajuan dan perubahan ideologis, sosial serta keyakinannya dalam memandu

ummah dan pemikiran mereka menuju ideal.

Definisi kedua kekuatan tersebut ditujukan dalam pembahasan Syariati

selanjutnya sebagai tanggung jawab paling utama bagi seorang imam dalam

prinsip imamah. Kemampuan seorang imam dalam menciptakan stabilitas,

ketenangan serta memandu ummah menuju kesempurnaan ideal dapat dilihat dari

lenyapnya ambisi sebagian individu terhadap kenyamanan dan ketenangan. Dua

kekuatan; penstabilan dan pendinamisan juga yang akhirnya mengerucutkan

pengertian baik ummah maupun imamah dalam dua butir besar yaitu 1) Suatu

transformasi terus-menerus menuju tercapainya kesempurnaan yang mutlak dan 2)

Perjalanan tanpa henti untuk menciptakan nilai-nilai yang tinggi.93

                                                            93 Syariati menjelaskan dalam bahasanya yang emosional; “Umat adalah manifestasi dari sekumpulan orang yang individu-individunya merasa—oleh ikatan darah dan hidupnya—untuk bergabung di bawah kepemimpinan agung dan tertinggi, yang memikul tanggung jawab terhadap kemajuan dan kesempurnaan individu dan masyarakatnya, serta meyakini adanya keharusan bahwa yang namanya kehidupan itu bukanlah sekedar eksis melainkan perjalanan tanpa henti menuju kesempurnaan mutlak dan kesadaran terhadap jati diri yang mutlak—suatu perjalanan tak terhingga dan penciptaan nilai-nilai luhur dalam bentuknya yang kontinyu…suatu transformasi terus menerus…guna menyempurnakan kemanusiaan. Ia adalah hijrah abadi untuk menjadi diri kita sendiri.” Lihat Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 65.

Page 18: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

54

  

Nilai-nilai penting dalam tubuh ummah dan imamah ini dijelaskan lebih

detil lagi oleh Syariati dengan membawa contoh ayat Quran yang memiliki

kandungan bahwa manusia tidak sekedar ‘eksis’ melainkan menempuh perjalanan

dan bergerak menuju kesempurnaan hidup. Ia mengutip beberapa ayat diantaranya

dalam surat Asy-Syura ayat 53, Ali Imran ayat 28 dan Fathir ayat 18 berturut-turut

yang artinya berbunyi; “Ingatlah bahwasannya kepada Allah jualah kembalinya

semua urusan,”, “Kepada Allah-lah tempat kembali,” dan “Sesungguhnya kita

milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali.”

Allah dalam kutipan tiga ayat berbeda surat di atas dikatakan Syariati

sebagai Kesempurnaan Mutlak, Keabadian, Kekekalan, Ilmu, Penemuan,

Kesadaran, Keindahan, Kemampuan, Kebaikan, Perwujudan, Kemanfaatan,

Kelembutan, Keadilan, dan Keagungan; “dalam pengertiannya yang mutlak tanpa

ujung dan tanpa batas. Berakhlaklah kamu sekalian dengan akhlak Allah, begitu

Nabi berkata.”94

2.1. Manusia Membutuhkan Sosok Imam

Sebagai seorang Sosiolog, Ali Syariati menuliskan segala gagasannya

berlandaskan keilmuan sosiologi dan psikologi sosial. Sebelum menjabarkan

pendapatnya mengenai kebutuhan manusia akan sosok imam, Syariati lebih dulu

mengonstruksi pemikirannya dengan interaksi-interaksi sosial. Menurutnya, umat

manusia di sepanjang sejarahnya telah mencapai penyempurnaan dalam berbagai

bentuk. Penyempurnaan paling penting adalah semakin sempurnanya hubungan-

hubungan kemanusiaan dengan ikatan sosial antar individu dengan masyarakat. Ia

menjelaskan bahwa maksud dari penyempurnaan ini bukan hanya secara istilah                                                             94 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 65.

Page 19: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

55

  

melainkan dalam dua pengertian sejarah yaitu; sejak munculnya awal kejadian

dan sejak adanya manusia. Pengertian ini juga dimaksudkan Syariati pada

pengertian yang mencakup masa-masa Pra-Sejarah.95 Berawal dari sini, secara

psikologi sosial, Syariati mengkaji istilah Aku dan Kami. Menurutnya, ketika

seseorang mengucapkan kata Aku (le moi) maka makna yang ada adalah individu

yang terpisah dari individu-individu lainnya yang merupakan kebalikan dari orang

lain atau lautruie. Sebaliknya, ketika seseorang mengatakan kami, maka

tergambar sebuah hubungan antara Aku dengan orang lain atau orang-orang lain

yang terpisah dari Kami yang lain atau dengan seluruh Kami lainnya.

Dengan mengkaji istilah Aku dan Kami, Syariati terlihat sebagai sosok

yang ingin mengedepankan kebersamaan dalam konsep Ummah. Sebagai seorang

pengajar (dosen) ia membentuk dirinya dan mahasiswanya dengan istilah Kami,

begitupun ia menjelaskan bahwa istilah Kami ia gunakan saat menyebut dirinya

dan bersama orang-orang setanah airnya, Iran, untuk merupakan lawan dari kata

Kami yang lain dari negara lain; India, Turki, Inggris dan sebagainya.96

Maka, dengan pengistilahan Kami di dalam tubuh Ummah, di mana

Ummah terdiri dari individu-individu, maka individu-individu tersebut memang

dekat dalam aspek pemikiran dan memiliki ikatan yang lebih mendalam dan kuat.

Ketika menjelaskan tentang ini, Syariati lebih dulu membayangkan dirinya dan

orang lain bahwa;

“Saya mempunyai keyakinan, hatta pada waktu-waktu belakangan ini, bahwa

ikatan paling tinggi dan sakral adalah kesamaan ideology dan keyakinan. Artinya,

                                                            95 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 68.

96 Ibid, halaman 68-69.

Page 20: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

56

  

saya menyadari bahwa orang paling dekat dengan diri saya adalah orang-orang

yang mempunyai jalan berpikir seperti saya, dan memiliki keimanan seperti yang

saya yakini.”

Dari sini, Syariati mengerucutkan lagi bahwa jika ditautkan dengan istilah

Ummah, ternyata ia menjumpai istilah ta’ashub yakni interaksi antara anak-anak

manusia dalam bentuknya yang lebih tinggi ketimbang interaksi yang didasarkan

atas kesamaan ideology dan kemiripan dalam keyakinan. Jadi, bukan hanya

persoalan keyakinan dan kesamaan ideologi yang dimaksud oleh Syariati. Di

dalam tubuh Ummah, suatu interaksi sosial lebih penting ketimbang kesamaan

ideologi itu sendiri. Syariati ingin menunjukkan bahwa kesamaan ideologi dan

keimanan tidaklah cukup untuk mengantarkan pada pengertian anak-anak manusia

yang membutuhkan sosok imam panutan. Ia berpedoman pada Sartre yang

mengatakan bahwa persamaan ideologis dan keyakinan meski sebagai satu ikatan

paling tinggi pun tidak berarti apa-apa. Artinya, belum ada pengaruhnya

sedikitpun terhadap kehidupan individu dan tidak memberi pengaruh terhadap

kehidupan umat manusia, “Ia tidak punya eksistensi sebagai sesuatu yang esensial

sebab tidak berlaku dalam kehidupan praktis.”97Maka sampailah pada

pembahasan Syariati tentang mengapa manusia membutuhkan sosok imam.

Berangkat dari peristilahan Aku dan Kamu serta bagaimana keduanya dipisahkan

dalam pengertian masing-masing, mencetak sebuah interaksi sosial di dalam

tubuh Ummah yang tidak hanya mengedepankan kesamaan ideologi dan

keyakinan saja namun juga sesuatu yang lebih dalam dari itu.

                                                            97 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 82.

Page 21: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

57

  

Sesuatu yang lebih dalam tersebut dirasakan penulis melalui pembacaan

terhadap pemikiran Syariati adalah sifat asasi manusia yang memang selalu asyik

dengan khayal, angan-angan, keinginan, harapan, dan kepercayaan pada sesuatu

yang absolut. Keinginan ini diciptakan dari dalam diri setiap manusia tanpa henti

untuk menghamba pada sesuatu yang bersifat indah, mutlak, dan menemukan

ketenangan serta kepuasan di dalamnya. Sifat asasi ini yang kemudian dikatakan

Syariati, “Kebutuhan terhadap imam tampak menonjol dalam sejarah,

kebudayaan, dan agama-agama yang terus berlangsung dalam bentuk mencintai

pahlawan, menghamba kepada kepala suku, kultus individu, dan dalam bentuk-

bentuk lainnya baik yang positif maupun negatif, yang lurus maupun yang

menyimpang.”98 Sifat asasi manusia ini muncul dalam pemikiran Syariati

berdasarkan dua fakta kebudayaan yaitu kebudayaan India dan Aria.

Dalam menjelaskan kepastian adanya kebutuhan manusia terhadap sosok

imam, Syariati membagi99 dua kebudayaan manusia menjadi manusia dalam

kebudayaan Semit dan Hermetis serta manusia dalam kebudayaan India. Manusia

dalam kebudayaan Semit dan Hermetis atau Mesir Kuno dijelaskan Syariati

sebagai manusia yang menanti kehadiran pribadi-pribadi unggul untuk

menyelamatkan mereka. Keyakinan ini menurutnya bisa dibuktikan pada pahatan-

pahatan kuno yang dibuat tujuh ribu tahun lalu di antara sungai Eufrat dan Tigris.

Namun sebaliknya, manusia dalam kebudayaan India atau Hinduisme dijelaskan

Syariati sebagai manusia yang tidak melakukan penantian manusia dari luar

                                                            98 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 95.

99 Ibid, halaman 97-98.

Page 22: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

58

  

dirinya melainkan mereka mengajak diri mereka sendiri untuk menemukan

potensi-potensi diri dengan pembinaan spiritual. Dalam hal ini mereka

menjadikan diri mereka sebagai juru selamat bagi diri mereka sendiri. Begitupun

hal ini dilihat Syariati dalam Budhisme, yang tidak menonjolkan konsep jelas

akan ketuhanan namun para pengikut Budha adalah orang-orang yang paling

banyak menyembah pribadi-pribadi seperti yang telah disebutkan terdahulu.

Setiap pengikut Budhisme selalu menempatkan patung Budha di biara-biara

mereka untuk mereka sembah di waktu sembahyang.

Syariati menjelaskan bahwa pemikiran kebudayaan Semit (Mesir Kuno)

adalah manusia menunggu adanya kehadiran para penyelamat. Konsep

‘keselamatan’ ini dapat dilihat pada pahatan kuno yang dibuat tujuh ribu tahun

lalu di daerah antara sungai Eufrat dan Tigris. Pemikiran ini memiliki kriteria

pribadi penyelamat diantaranya; seseorang yang memiliki pribadi luar biasa,

penyelamat agung misterius, manusia di atas manusia (manusia unggul) yang

dalam perannya mampu membimbing manusia ke arah yang lebih baik atau

Syariati menegaskan; menurut istilah yang telah disepakati oleh semua agama,

menuju surga.100

Tidak seperti kebudayaan Semit. Bangsa Aria yang lahir dari Hinduisme

(India) menyerukan pada umat manusia untuk tidak menunggu manusia dari luar

melainkan mengajak diri sendiri untuk menemukan potensi-potensi besar di dalam

dirinya, membinanya dengan pelatihan spiritual dan menjadikan dirinya sebagai

juru selamat yang sebenarnya. Aliran-aliran keagamaan di India lebih condong

kepada menciptakan sosok penyelamat dari dalam diri sendiri ketimbang                                                             100 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 96-97.

Page 23: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

59

  

mencarinya dari luar dirinya. Namun, konsep ini bukan memberikan sentuhan

akhir kesimpulan bahwa bangsa Aria tidak memiliki kesamaan asasi manusia

untuk memerlukan sosok yang diunggulkan. Meski mereka memiliki konsep

penyelamatan dari dalam diri sendiri, mereka tetap mengkultuskan sosok-sosok

terdahulu, mengkaitkan keselamatan individual mereka dengan orang-orang yang

mereka anggap ahli dalam spiritual. Hal ini dipaparkan Syariati sebagai berikut:

Seperti diketahui bahwa asas dan titik pusat aliran-aliran keagamaan di India, dibangun atas kaidah: setiap individu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dan tidak ada kebutuhan baginya terhadap pemimpin atau juru selamat, tetapi keselamatan seorang individu secara praktis diikatkan pada wali-wali, badal-badal, guru-guru dan mursyid-mursyid sufi. Di depan seorang individu India, terdapat rangkaian mata rantai amat panjang yang terdiri atas pribadi-pribadi yang mengantarkannya dari kehidupan dunia ini (samsara) yang bersifat material dan temporal, menuju alam keselamatan, keterbebasan, kemerdekaan dan ketentraman.”101

Berdasarkan dua pemikiran kebudayaan besar ini, Syariati memberikan

kesimpulan bahwa manusia tidak mungkin membebaskan diri dari kebutuhan

terhadap seorang pemimpin, idola dan teladan. Dan bila pribadi seperti itu tidak ia

temukan secara nyata di luar dirinya, maka ia akan menciptakannya dalam

khayalan dan angan-angannya.102

Pada tulisannya yang lain, dengan tegas Ali Syariati mengatakan bahwa;

…Imam sama sekali tidak termasuk dalam kategori pribadi-pribadi yang pernah ada dalam sejarah di bawah nama, hero, quthb, dan kepala-kepala suku. Saya pun tidak ingin mengatakan bahwa imam itu adalah “supra manusia” tetapi manusia super yang selaras dengan tuntutan manusia akan memoral bagi kehidupan individu maupun masyarakat serta selaras dengan kebutuhan intelektual dan psikologis

                                                            101 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 98.

102 Ibid, halaman 99.

Page 24: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

60

  

yang selama ini terpenuhi dengan makrifat dan pemujaan terhadap Quthb, idola, dan para kepala suku yang lazimnya mitis. Imam akan melaksanakan tugasnya yang selama ini diisi oleh pribadi-pribadi tadi dalam membimbing individu-individu, melembutkan ruh (spiritualitas) dan menajamkan pemikiran umat manusia di sepanjang sejarah. Dengan demikian, imam memiliki peranan semacam itu, sungguh pun ia memiliki kepribadian yang berbeda dari kepribadian orang-orang yang disebutkan terdahulu.103

Berdasarkan hal ini, Syariati memberikan kesimpulan. Meski pada dua

kebudayaan besar tersebut, masing-masing manusianya berbeda dalam pemikiran

mereka untuk meraih sosok manusia unggul, keduanya tetap memiliki kesamaan

yakni membutuhkan sosok pemimpin yang dicita-citakan. Syariati menyimpulkan

“Yakni, manusia itu tidak mungkin membebaskan diri dari kebutuhan terhadap

seorang pemimpin, idola dan teladan. Dan bila pribadi seperti itu tidak ia temukan

secara nyata di luar dirinya, maka ia akan menciptakannya dalam khayalan dan

angan-angannya.”104

2.2. Imam Adalah Seorang Manusia

Manusia sebagai sumber keteladanan, dijelaskan Syariati sebagai makhluk

yang memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan malaikat. Saat Allah

memerintahkan kepada malaikat agar bersujud kepada Adam, dikatakan Syariati

hal tersebut merupakan simbol ketundukan malaikat terhadap manusia. Hal ini ia

katakan sebagai berikut:

Manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi dibanding malaikat—bahkan pun malaikat yang dekat dengan Allah—dengan dasar bahwa ia memang memiliki pengetahuan atau iradah, atau ilmu tentang

                                                            103 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 113.

104 Ibid, halaman 99.

Page 25: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

61

  

nama-nama. Tingkat kemuliaan dan ketinggian derajat manusia ini demikian rupa sehingga para malaikat harus bersujud kepadanya, dan mereka pun tunduk di depan kakinya. Ini merupakan isyarat atas ketundukan para malaikat di depan manusia. Bertolak dari sini, maka manusia secara potensial—yakni manusia yang memiliki kelebihan-kelebihan yang dianugerahkan Allah kepadanya dalam bentuk pembekalan atas dirinya—adalah makhluk paling mulia. Allah telah memilihnya dari semua jenis makhluk dan semua ciptaan yang ada, dan menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi, dan menurut sebagian riwayat (riwayat itu berbunyi: Allah telah menjadikan Adam atas citra-Nya atau atas bentuk Yang Maha Rahman), manusia diciptakan Tuhan menurut Citra-Nya.105

Dengan hadirnya atribut iradah dan ilmu pada sosok manusia, maka ia

juga mewarisi sifat-sifat Tuhan di mana ia mampu memilih jalan telah

ditunjukkan kepadanya atau tidak dengan atribut tersebut. Manusia berdasarkan

hal ini memang ditakdirkan memiliki sifat keteladanan untuk menjadi teladan bagi

manusia lainnya. Syariati menegaskan hal ini dengan mengatakan bahwa para

panutan yang memiliki kewajiban untuk mendidik dan mewarnai moral manusia

melalui perilaku dan kelebihan mereka tak lebih adalah manusia seperti kita juga.

Sebab jika tidak maka tidaklah mungkin para imam itu menjadi teladan dan kita

sebagai manusia tak mungkin sama sekali meneladani malaikat tertentu dengan

berlandaskan pada ayat Allah yang artinya, “kalau seandainya Kami jadikan rasul

itu malaikat, niscaya Kami jadikan ia seorang laki-laki.”106

                                                            105 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 119.

106 Alquran Surat Al-An’am 6:9.

Page 26: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

62

  

Dengan demikian, Syariati menegaskan kembali bahwa imam bukanlah

seorang supra manusia107 yang kecemerlangan sosok luarnya menyebabkan

manusia terdorong untuk menjadikan ia sosok imam lebih daripada manusia biasa

dan menganggapnya sebagai makhluk jenis lain. Ia berpendapat, justru corak

pemikiran semacam ini yang hadir sebelum Islam.108

Selain itu, yang bisa membedakan antara imam dan manusia lainnya

hanyalah moral dan kesiapan spiritual. Kedua hal tersebut pantas disandang pada

seorang imam dan bukan seorang supra manusia. Sebagaimana yang dikatakan

dalam firman Allah Swt yang artinya, “rasul-rasul mereka berkata kepada mereka,

‘Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu.”109

Imam adalah seorang yang melalui perwujudan, pemikiran dan aspek-aspek kehidupannya, memberi petunjuk kepada umat manusia sampai pada tingkat yang memungkinkan mereka menjadi manusia yang semestinya, dan mengajak mereka menuju peningkatan, melakukan perjalanan dan membina diri dengan cara tersebut agar mereka dapat selamat dari kehinaan yang menjadi nasib ‘domba-domba’ (yang sesat) sebagaimana yang diisyaratkan Imam Ja’far Ash-Shadiq.110

Berdasarkan kutipan di atas, Syariati mensyaratkan seorang imam memiliki

pemikiran kehidupan yang mampu memberikan petunjuk bagi ummah dalam

                                                            107 “Saya pun tidak ingin mengatakan bahwa imam itu adalah ‘supra manusia’ tetapi ‘manusia super’ yang selaras dengan tuntutan manusia akan moral bagi kehidupan individu maupun masyarakat, serta selaras dengan kebutuhan intelektual dan psikologis yang selama ini terpenuhi dengan makrifat dan pemujaan pada quthb, idola, dan para kepala suku yang lazimnya mitis. Imam akan melaksanakan tugasnya yang selama ini diisi oleh pribadi-pribadi tadi dalam membimbing individu-individu, melembutkan ruh (spritualitas) dan menajamkan pemikiran umat manusia di sepanjang sejarah.” Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 113.

108 Ibid, halaman 121.

109 Alquran Surah Ibrahim Nomor surah 14 ayat 11.

110 Ibid, halaman 114.

Page 27: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

63

  

mencapai kesempurnaan hidup. Beberapa petunjuk yang dimaksud Ali Syariati

berkaitan mulai dari atribut seorang imam yang mestinya memiliki esensi yang

lebih tinggi daripada manusia pada umumnya, mampu mendidik, memberi andil

dalam memperlembut ruhani umat manusia serta menyempurnakan mereka.

Menurutnya, Alquran mengatakan bahwa tidak ada satu makhluk pun selain

Allah yang lebih suci, lebih mulia, dan lebih tinggi ketimbang insan kamil.111

Istilah insan kamil merupakan yang menurutnya tepat dalam mendeskripsikan

sosok imam semestinya. Syariati menerangkan bahwa;

…dalam pandangan dunia Islami—menganggap nabi atau imam itu sebagai esensi atau realitas non-manusia. Sebab, dengan begitu, kalaulah kita tidak menganggap dzat (esensi) imam tersebut lebih tinggi dibanding manusia biasa dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya kecuali Tuhan, yang dengan itu kita pun terjerumus dalam syirk, maka kita akan menganggapnya lebih rendah dibanding manusia dan kita pun terjerumus pula dalam syirk yang sama.112

Syariati menegaskan bahwa imam merupakan perwujudan real dari manusia

konsepsional yang ia katakan sebagai manusia teladan dan syahid. Meski

demikian, imam bukanlah malaikat, ia bukan makhluk supra manusia, karena ia

berkata bahwa yang di atas manusia hanyalah Allah adapun imam adalah manusia

super.113

Ada dua hal besar yang bisa diambil dari gagasan Syariati. Pertama, sosok

imam mestilah berwujud manusia yang dalam pencapaiannya telah melampaui

pada pencapaian manusia pada umumnya, ia mampu memberikan bimbingan

                                                            111 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 129.

112 Ibid.

113 Ibid.

Page 28: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

64

  

ruhani, moral atau perilaku manusia lainnya, serta cara hidup manusia itu sendiri.

Kedua, bimbingan cara hidup sebagai manusia memuat bagaimana seharusnya

menjadi seorang manusia dan bagaimana seharusnya hidup itu dijalankan. Dengan

dua gagasan besar ini, Syariati kembali menegaskan bahwa sosok imam bukanlah

Tuhan, bukanlah supra manusia, namun hanyalah manusia super, unggul yang

dalam kapasitasnya mampu mengejawantahkan perannya dengan semaksimal

mungkin untuk melindungi umat (ummah) dari kesesatan selayaknya diibaratkan

Ja’far Ash-Shadiq—domba-domba yang tersesat.

Untuk memberikan perumpaan logis, Syariati menjelaskan:

Manusia hakiki yang bernama Adam ini, dan seluruh manusia dalam konteks tertentu adalah manusia. Kita semua adalah anak-cucu Adam, tetapi tidak semua kita adalah Adam. Keseluruhan sifat ini adalah merupakan sesuatu yang kulliy (universal) dan konseptual yang membentuk ‘hakikat yang aqliah’ yang dalam konteks-konteks tertentu dimiliki oleh satuan-satuannya dan setiap mereka yang dalam dirinya terdapat sifat-sifat tersebut dalam skala paling besar dan paling sempurna, maka ia merupakan manusia yang paling banyak memiliki kemanusiaan dan ke-Adam-an.114

Istilah manusia super atau manusia sempurna, dijelaskan Syariati

bersumber pada Alquran melalui kisah-kisah para Nabi dan Rasul yang dimuat di

dalamnya. Dalam hal ini, Syariati mengambil salah satu contoh kasus yakni

bersujudnya semua makhluk kepada Adam sebagai simbol pengakuan semesta

kepada manusia sebagai sosok pemimpin. Berdasarkan alasan ini, Syariati

memaparkan bahwa manusia tidak diperkenankan untuk menganggap realitas

Adam melebihi porsinya dari manusia namun juga kurang dari porsinya sebagai

                                                            114 Lihat Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 127.

Page 29: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

65

  

pemimpin. Ia mengatakan bahwa jika manusia melakukan hal tersebut, yaitu tidak

menganggap dzat (esensi) imam lebih tinggi dibanding manusia biasa namun

mengatakan bahwa imam lebih tinggi daripada Tuhan maka manusia tersebut

terjerumus dalam perbuatan Syirk. Dan begitupun menganggap imam sebagai

lebih rendah dari manusia biasa merupakan syirk yang sama.115 Bahkan dalam

ucapan Syariati selanjutnya, ia kembali menegaskan bahwa imam bukanlah

Tuhan, bukan perwujudan metafisis, bukan malaikat, melainkan manusia yang

teladan, syahid, dan real dari manusia konsepsional. Singkatnya ia mengatakan

bahwa imam adalah bukan makhluk supra manusia sebab di atas manusia

hanyalah Allah. Imam hanyalah manusia super.116

2.3. Imamah di dalam Ummah

Ali Syariati tidak bisa memisahkan definisi antara imamah dengan ummah.

Menurutnya, keduanya saling berkaitan.117 Imamah merupakan refleksi tentang

petunjuk yang diberikan kepada umat yang mengantarkan mereka sampai ke

tujuan. Dilihat dari sudut pandang ini, maka istilah ummah itu sendiri, sepenuhnya

mengharuskan dan mewajibkan adanya imamah—suatu keharusan yang sama

sekali tidak ditempuh dalam istilah-istilah lain seperti; qabilah, mujtama’, qaum,

nation, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak mungkin ada ummah tanpa imamah.

Meski dalam kata qabilah ditemukan pula istilah ummah. Namun, ummah masih

                                                            115 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 129.

116 Ibid.

117 Ibid, halaman 53.

Page 30: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

66

  

memiliki kelebihan lain yang tidak dimiliki istilah qabilah, yaitu memiliki

gerakan yang mengarah pada tujuan yang sama.118

Konsep ummah menjadi konklusi bagi Syariati bermula dari pemikiran

Montgomery Watt119 yang berbunyi; “Umat manusia, di sepanjang sejarah dan di

berbagai wilayah geografis, hidup berkelompok. Apa sebutan yang dipergunakan

untuk komunitas-komunitas seperti itu? Nama yang dipilih manusia untuk

menyebut komunitas-komunitas itu akan mampu menyingkapkan pandangan dan

konsepsi kelompok-kelompok tersebut terhadap kehidupan sosial dan konsep-

konsep terapannya yang mereka setujui bersama.120Dari situ, Ali Syariati

menjabarkan istilah-istilah qabilah, mujtama’, qaum, nation, dan ditambahkan

pula dengan beberapa istilah lainnya sebagai berikut:121

1. Qabilah; merupakan istilah yang paling tua jika dibandingkan dengan

istilah-istilah lainnya. Qabilah merupakan kumpulan individu yang

memiliki tujuan yang sama.

2. Mujtama’; kumpulan manusia yang ada di suatu tempat. Artinya, perekat

kelompok manusia tipe ini adalah kesamaan tempat.

3. Qaum; Titik khas konsep ini ada dua. Pertama yakni menghuni suatu

wilayah geografis tertentu dan kedua, pelaksanaan fungsi masing-masing

individu dalam kelompok.

                                                            118 Nadirsyah, et al., 2013. Ali Syariati: Melawan Hegemoni Barat. Jogjakarta: Rausyan Fikr Institute, halaman 90-91.

119 Ahli politik dan Teologi Islam yang berasal dari Inggris.

120 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 46.

121 M. Subhi-Ibrahim. 2012. Ali Shariati: Sang Ideolog Revolusi Islam. Jakarta: Dian Rakyat, halaman 72-73.

Page 31: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

67

  

4. Nation; Pada konsep nation, ikatan yang menyatukan individu-individu

dalam masyarakat adalah kekerabatan, ras dan kesamaan keturunan.

Esensi konsep masyarakat nation adalah pandangan hidup kesukuan.

5. Sya’b; Intinya, manusia hidup di bumi terbagi-bagi dalam berbagai cabang

(Syu’b) dan tiap cabang merupakan satu bangsa tersendiri.

6. Thabaqah/class; Shariati mengartikan thabaqah sebagai sekumpulan

manusia yang memiliki langgam hidup, intuisi, profesi dan penghasilan

yang sama dan setingkat. Jadi, ikatan dasar yang dijadikan rujukan adalah

kesamaan sumber penghasilan, gaya hidup, serta status dan posisi sosial

mereka. Kesamaan-kesamaan tersebut menjadi cikal-bakal terbentuknya

social-class.

7. Tha’ifah (kelompok); Shariati mendefinisikan tha’ifah sebagai

sekumpulan orang yang berada di sekitar tempat tertentu. Shariati

mencontohkan kelompok-kelompok manusia yang hidup di padang pasir

(sekeliling oase).

8. Ras; Shariati mendefinisikan ras sebagai kumpulan individu yang

memiliki ciri-ciri biologis yang sama.

9. Massa; Massa adalah sekelompok individu yang tersebar di suatu tempat

tertentu.

10. People (rakyat); rakyat adalah kumpulan manusia yang menempati bagian

tertentu dunia ini dan menganggapnya sebagai tanah airnya. Menurut

Shariati, kebalikan dari people adalah group yang bermakna jama’ah,

partai, kaum dan suku.

Page 32: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

68

  

Dengan demikian, ia merumuskan bahwa ummah merupakan sekumpulan

manusia yang para anggotanya memiliki tujuan yang sama, yang satu sama lain

saling bahu-membahu agar bisa bergerak menuju tujuan yang mereka cita-citakan,

berdasarkan suatu kepemimpinan kolektif. Ia juga mengatakan bahwa ummah

merupakan komunitas yang dinamis dan selalu berhijrah122 serta memiliki

orientasi pemikiran yang ideal (tauhid).123

Imamah dikatakan oleh Ali Syariati sebagaimana halnya dengan istilah

ummah,124 ia menampakkan diri sebagai bentuk sikap yang sempurna. Di

dalamnya seseorang dipilih sebagai kekuatan penstabilan dan juga pendinamisan

massa. Penstabilan yang dimaksud adalah menguasai massa hingga berada dalam

stabilitas dan ketenangan yang akhirnya dapat melindungi mereka dari ancaman,

penyakit dan bahaya. Adapun pendinamisan merupakan asas kemajuan dan

perubahan ideologis, sosial dan keyakinan untuk menggiring massa dan pemikiran

mereka menuju bentuk ideal. Pendinamisan inilah yang lebih ditekankan Ali

Syariati. Dengan demikian, imamah menurutnya bukanlah sebuah lembaga yang

anggotanya menikmati kenyamanan dan kebahagiaan mapan. Juga bukan lembaga

                                                            122 Bagi Syariati, hijrah bukan monopoli sejarah Islam seperti diketahui penanggalan Islam didasarkan pada peristiwa migrasi (hijrah)nya Nabi dari Mekkah ke Madinah. Menurutnya, Amerika modern yang maju pun dibangun atas dasar hijrah pula. Hijrah menjadi konsep kunci terbentuknya masyarakat yang sehat karena ia memicu dinamisasi individu-individu di dalamnya untuk bergerak bersama menuju tujuan ideal yang dicita-citakan bersama, berdasarkan satu prinsip yang kokoh. (Lihat Ali Shariati, Rasulullah Saw Sejak Hijrah Hingga Wafat: Tinjauan Kritis Sejarah Periode Madinah, Bandung: Mizan, 1996. H-11-39)

123 M. Subhi-Ibrahim. 2012. Ali Shariati: Sang Ideolog Revolusi Islam. Jakarta: Dian Rakyat, halaman 75.

124 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 63.

Page 33: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

69

  

yang melepaskan diri dari kepemimpinan dan tanggung jawab dari persoalan

kesejahteraan umat, juga bukan suatu bentuk kehidupan tanpa tujuan.

Imamah bukanlah semacam kantor dan pemelihara masyarakat dalam bentuknya yang beku dan kaku. Tanggung jawab paling utama dan penting dari Imamah—yakni filsafat politik untuk membentuk Imamah dan seperti yang tercakup dalam pengertiannya—adalah perwujudan dari penegakan asas pemerintahan pada kaidah kemajuan, perubahan dan transformasi dalam bentuknya yang paling cepat dan melakukan akselerasi dan menggiring umat menuju kesempurnaan sampai pada lenyapnya ambisi sebagian individu terhadap ketenangan dan kenyamanan. Apabila terdapat sebagian individu yang mementingkan kehidupan yang mapan, yang tidak mau bergerak dan menuju kesempurnaan, atau tidak mengakui adanya sasaran kedua, maka pemikiran yang seperti itu tidak patut dibiarkan hidup di tengah-tengah umat. Sebab, Imamah tidak menjadikan sebagai tujuannya penerimaan masyarakat umum atau kepentingan orang-orang elit, melainkan atas asas risalah, sehingga ia memilih “apa yang sudah semestinya”. Jadi, tidak menjatuhkan pilihannya atas dasar “kemaslahatan”, melainkan atas dasar “hakikat” yang dimunculkan oleh ideologi dan risalah yang tidak diyakini kecuali oleh keseluruhan umat.125

Kembali pada konsep tiada ummah tanpa imamah. Secara terperinci,

istilah ummah memiliki tiga konsep: (1) adanya kebersamaan dalam arah dan

tujuan, (2) gerakan menuju arah dan tujuan tersebut serta (3) keharusan adanya

pimpinan dan petunjuk kolektif. Sebab tiga konsep inilah, ummah memerlukan

imamah yang dalam mazhab pemikiran Syiah adalah kepemimpinan progresif dan

revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya guna

membimbing manusia serta membangun masyarakat di atas fondasi yang benar

dan kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan, dan

kemandirian dalam mengambil keputusan.126

                                                            125 Ali Syariati. 1989. Ummah dan Imamah:Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Pustaka Hidayah, halaman 64.

126 Nadirsyah, et al., 2013. Ali Syariati: Melawan Hegemoni Barat. Jogjakarta: Rausyan Fikr Institute, halaman 92.

Page 34: BAB III KONSEP IMAMAH ALI SYARIATI · 67 Quran Surat Al-Baqarah ayat 124. ... 42 Alquran Surat Al-Ahzab ayat 33 di antaranya Imam Ali ibn Abi Thalib dan kedua ... al-Mizan fi Tafsir

70

  

Sebab tugas imam dalam pandangan Syariati tidak terbatas pada

memimpin manusia dalam aspek politik, kemasyarakatan, perekonomian, juga tak

terbatas pada masa-masa tertentu dalam kedudukannya sebagai panglima, amir

atau khalifah tapi juga memiliki tugas menyampaikan pada umat manusia

mengenai keseluruhan aspek kemanusiaan yang variatif. Syariati juga

mengingatkan bahwa imam bukanlah sosok yang supra-manusia namun manusia

biasa yang mempunyai banyak kelebihan di atas manusia lain atau manusia

super.127

Dari pemikiran tersebut, Ali Syariati menyimpulkan128 bahwa imamah

tidak diperoleh melalui pemilihan melainkan pembuktian kemampuan seseorang

yang pada maksudnya adalah masyarakat yang merupakan sumber kedaulatan

dalam sistem demokrasi—tidak terikat dengan imam melalui ikatan pemerintahan,

tetapi berdasarkan ikatan orang banyak dengan kenyataan yang ada (pada imam

tadi). Mereka bukan menunjuknya sebagai imam tetapi mengakui kelayakannya

sebagai seorang imam. Imamah merupakan terdiri atas pribadi-pribadi tertentu

seperti halnya Nubuwah yang tidak sama dengan pemerintahan yang tidak

berbatas pada masa, sistem, serta orang-orang tertentu. Imamah dan khilafah

sebenarnya tanggung jawab satu dalam mencapai tujuan dengan segala bentuk

keterbatasan di mana tidak selamanya seorang penguasa mampu dikatakan

sebagai seorang imam.

                                                            127 Nadirsyah, et al., 2013. Ali Syariati:Melawan Hegemoni Barat. Jogjakarta: Rausyan Fikr Institute, halaman 92.

128 Ibid, halaman 93.