BAB III KM

20
BAB III IKTERIK DALAM KEHAMILAN Onset ikterik selama kehamilan jarang dijumpai namun merupakan suatu masalah klinis penting sehingga mengetahui penyebab dan penatalaksanaan yang tepat memberikan implikasi mendalam bagi kesejahteraan ibu dan janin. Kehamilan normal disertai dengan beberapa perubahan fisiologis fungsi hepatobiliar dan pemahaman perubahan tes biokimia fungsi hepar tertentu dapat memprediksi abnormalitasnya selama kehamilan. (Lunzer M.R, 1999, Joshi Deepak et al, 2010) A. Fisiologi hepar selama kehamilan normal 1. Perubahan anatomi dan fisiologi Hepar tidak mengalami perubahan ukuran dan berat secara bermakna selama kehamilan, sehingga bila dijumpai pembesaran hepar selama hamil dapat menjadi bukti presumtif terjadinya penyakit hepar. Perubahan histologi minor dari biopsi hepar wanita hamil antara lain ukuran dan bentuk hepatosit, adanya vakuol lemak serta infiltrasi limfosit pada traktus portal. Abnormalitas tersebut biasanya ringan dan tidak spesifik. Aliran darah hepatik tidak berubah selama hamil meskipun terdapat peningkatan volume darah, curah jantung dan isi sekuncup. Akibatnya, proporsi curah jantung menuju hepar menurun dari 35% pada wanita tidak hamil menjadi 29%

description

tinjauan

Transcript of BAB III KM

Page 1: BAB III KM

BAB III

IKTERIK DALAM KEHAMILAN

Onset ikterik selama kehamilan jarang dijumpai namun merupakan suatu masalah

klinis penting sehingga mengetahui penyebab dan penatalaksanaan yang tepat

memberikan implikasi mendalam bagi kesejahteraan ibu dan janin. Kehamilan normal

disertai dengan beberapa perubahan fisiologis fungsi hepatobiliar dan pemahaman

perubahan tes biokimia fungsi hepar tertentu dapat memprediksi abnormalitasnya

selama kehamilan.(Lunzer M.R, 1999, Joshi Deepak et al, 2010)

A. Fisiologi hepar selama kehamilan normal

1. Perubahan anatomi dan fisiologi

Hepar tidak mengalami perubahan ukuran dan berat secara bermakna

selama kehamilan, sehingga bila dijumpai pembesaran hepar selama hamil

dapat menjadi bukti presumtif terjadinya penyakit hepar. Perubahan histologi

minor dari biopsi hepar wanita hamil antara lain ukuran dan bentuk hepatosit,

adanya vakuol lemak serta infiltrasi limfosit pada traktus portal. Abnormalitas

tersebut biasanya ringan dan tidak spesifik.

Aliran darah hepatik tidak berubah selama hamil meskipun terdapat

peningkatan volume darah, curah jantung dan isi sekuncup. Akibatnya, proporsi

curah jantung menuju hepar menurun dari 35% pada wanita tidak hamil menjadi

29% pada kehamilan lanjut. Penurunan ini dapat menyebabkan gangguan

klirens hepatik berbagai zat selama kehamilan lanjut. (Lunzer M.R, 1999)

2. Perubahan biokimia

Kehamilan dihubungkan dengan perubahan bermakna dalam metabolisme

dan konsentrasi protein serum. Penurunan serum protein total selama

kehamilan umumnya disebabkan penurunan konsentrasi albumin serum.

Hipoalbuminemia ini umumnya disebabkan hemodilusi sekunder terhadap

peningkatan volume plasma. Faktor menurunnya sintesis mungkin juga

berperan. Serum gamma globulin juga menurun. Konsentrasi trigliserida dan

Page 2: BAB III KM

kolesterol mengalami peningkatan bermakna selama kehamilan. Peningkatan

kolesterol serum dapat mencapai dua kali lipat di atas normal dan

hiperkolesterolemia tidak dapat digunakan sebagai marker kolestasis selama

hamil.

Serum alkali phospatase meningkat perlahan pada awal kehamilan dan

meningkat tajam pada trimester akhir. Peningkatan konsentrasi dua kali lipat

dari normal hampir selalu dijumpai saat aterm. Peningkatan ini mungkin

pelepasan oleh plasenta dan isoenzim tulang. Perlu kehati-hatian menggunakan

serum alkali phospatase sebagai marker penyakit hepatobilier selama

kehamilan. Sebaliknya, gamma glutamil transferase tidak meningkat selama

hamil. Aktivitas serum amino transferase tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan

peningkatan enzim ini dapat menjadi indikator terpercaya kerusakan

hepatoselular. (Lunzer M.R, 1999)

B. Penyakit hepar spesifik pada kehamilan

1. Hiperemesis gravidarum

a. Definisi

Mual muntah selama kehamilan yang cukup berat sehingga

menyebabkan penurunan berat badan minimal 5%, dehidrasi, hipokalemia

dan asidosis atau alkalosis metabolik.(Schutt A. Vivian, 2007)

b. Insiden

Insiden yang dilaporkan berkisar 0,3 – 2 % atau 1 dalam 100

kehamilan. Hiperemesis gravidarum merupakan indikasi perawatan paling

sering pada kehamilan awal. (Schutt A. Vivian, 2007)

c. Patogenesa

Patogenesa hiperemesis gravidarum belum diketahui secara jelas tetapi

diperkirakan multifaktorial. Salah satunya adalah keterlibatan human

chorionik gonadotropin (hCG). Hipotesa ini didasari oleh 1) hCG merupakan

stimulator poten sekresi gastrointestinal, 2) hCG menyerupai TSH sehingga

Page 3: BAB III KM

menginduksi kondisi hipertiroid yang dihubungkan dengan muntah yang

berat, 3) mual dan muntah lebih berat bila kadar hCG lebih tinggi misal pada

hamil mola dan hamil kembar. Penyebab lain antara lain peningkatan

hormon estrogen/progesteron, infeksi Helicobacter pylori dan konsumsi tinggi

makronutrien (karbohidrat, lemak dan protein) serta faktor psikologis.

Abnormalitas enzim hepar menunjukkan adanya gambaran iskemik

atau cedera hepatoselular. Hal ini dijumpai pada hiperemesis gravidarum

yang berat, ketonuria berat dan hipertiroidisme. (Schutt A. Vivian, 2007)

d. Gejala klinis

Gejala klinisnya antara lain mual, muntah, penurunan berat badan,

dehidrasi dan gangguan asam basa. Abnormalitas enzim hepar ditemukan

pada kira-kira 67% pasien hiperemesis gravidarum. (Schutt A. Vivian, 2007)

e. Diagnosa

Diagnosis hiperemesis gravidarum didasarkan pada gejala klinis serta

tidak ditemukan kelainan lain yang bisa menjelaskan temuan tersebut. Usia

gestasi merupakan pedoman diagnosa paling baik karena hiperemesis

gravidarum adalah satu-satunya penyakit hepar pada trimester pertama

kehamilan. (Schutt A. Vivian, 2007)

f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaannya tergantung pada beratnya gejala. Ibu harus selalu

dianjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering dengan kandungan tinggi

karbohidrat rendah lemak. Antiemetik yang sering digunakan antara lain

golongan phenotiazin dan metoklopramid. Bila mual dan muntah tidak

berespon dengan diet dan antiemetik mungkin diperlukan hidrasi intravena.

Dianjurkan untuk menjaga lambung tetap kosong selama 24 jam pertama.

Suplemen multivitamin sebaiknya ditambahkan kedalam cairan intravena

sementara pasien dipuasakan. (Schutt A. Vivian, 2007)

Page 4: BAB III KM

2. Kolestasis intrahepatik dalam kehamilan

a. Definisi

Kolestasis intrahepatik dalam kehamilan (ICP) adalah pruritus dengan

peningkatan serum asam empedu paling sering muncul selama kehamilan

lanjut dan hampir seluruhnya mengalami resolusi spontan setelah lahirnya

janin. (Schutt A. Vivian, 2007, Joshi Deepak et al, 2010)

b. Insiden

Insiden ICP bervariasi tergantung pada faktor genetik, geografi dan

lingkungan. Pada populasi risiko rendah seperti Amerika utara dan Eropa

selatan, insidennya 1-2 per 1000 wanita hamil. Sedangkan pada populasi

risiko tinggi seperti Bolivia dan Skandinavia, insidennya 10 kali lipat. ICP

menempati urutan kedua setelah hepatitis sebagai penyebab ikterik dalam

kehamilan (Lammert Frank et al, 2002, Schutt A. Vivian, 2007)

c. Patogenesa

Penyakit ini dihubungkan dengan peningkatan estrogen dan

progesteron serum yang terjadi selama kehamilan. Estradiol bekerja pada

membran basolateral hepatosit dengan menurunkan permeabilitas membran.

Sehingga menghambat uptake empedu. Penurunan aktivitas pompa Na/K

ATPase menyebabkan penurunan gradien natrium yang penting untuk

uptake empedu dependen natrium.,.

Kemungkinan yang juga relevan terhadap patogenesis ICP adalah

perbedaan dalam metabolisme asam empedu pada wanita-wanita dengan

kondisi tersebut. Khususnya, wanita-wanita dengan ICP mensintesis

metabolit progesteron sulfat lebih banyak yang menghasilkan saturasi pada

sistem transpor hepatik.

Faktor etiologi lain yang berpotensi diantaranya termasuk peningkatan

pada permeabilitas intestinal terhadap bakteri endotoksin, yang

meningkatkan sirkulasi metabolit kolestatik enterohepatik dari garam empedu

dan hormon seks, dislipidemia dan konsentrasi selenium yang rendah.

Page 5: BAB III KM

Baru-baru ini, peneliti memfokuskan pada mutasi yang telah

digambarkan dalam gen transpor hepatobilier bertanggungjawab terhadap

bentuk tertentu dari kolestasis genetik. Akhirnya, patogenesis dari ICP dapat

merupakan kombinasi hormonal, genetik dan faktor inflamasi yang

mengganggu fungsi sekretori. Schutt A. Vivian, 2007

d. Gejala klinis

ICP biasanya muncul pada kehamilan trimester ketiga., pada minggu

ke-30. Keluhan yang paling sering ditemukan adalah gatal-gatal sedang

hingga berat tanpa disertai kemerahan pada kulit. Diperkirakan 80% hanya

menderita pruritus saja sementara 20% lagi mengalami pruritus dan ikterus.

Pruritus dimulai dari tangan dan telapak kaki, dan cenderung untuk meluas

kearah proksimal secara asenden. Schutt A. Vivian, 2007

e. Diagnosa

Pada permulaan, stadium ringan (sebelum hiperbilirubinemia), temuan

biokimia dari ICP sulit untuk ditentukan. Sebagai contoh, gambaran

kholestasis yang khas (meningkatnya alkalin fosfatase serum dan gamma

glutamil transferase (kadar GGT) seringkali sulit dideteksi karena adanya

peran plasenta terhadap alkalin fosfatase total dalam serum dan penurunan

pengeluaran GGT oleh hepar selama kehamilan. Sehingga, hanya sekitar

30% kasus ICP dilaporkan dengan peningkatan kadar GGT. Schutt VA, 2007

Aktivitas ALT (SGPT) dan AST (SGOT) serum bervariasi. Pada

sebagian pasien, kadar ALT (SGPT) dan AST (SGOT) normal atau sedikit

meningkat. Namun, pada keadaan tertentu, bisa sangat meningkat sehingga

dapat menyingkirkan kemungkinan hepatitis virus akut dan penyebab

lainnya. Semakin jelasnya peningkatan kadar ALT dan AST serum dapat

disebabkan peningkatan permeabilitas membran hepatosit yang tidak dapat

dijelaskan. Nilai diagnostik yang lebih baik dari enzim hepar adalah kadar

asam empedu serum. Kadarnya meningkat bersama dengan peningkatan

Page 6: BAB III KM

asam chenodeoxycholic dan asam cholic 10-100 kali lebih tinggi dari kadar

pada wanita hamil normal. Schutt VA, 2007

Walaupun tidak direkomendasikan, biopsi hepar seringkali

menunjukkan parenkim hati yang normal, atau sedikit pembesaran dari

saluran empedu. Baru-baru ini, pengukuran Glutathione-S-transferase

serum, marker untuk integritas hepatoseluler, telah digunakan untuk

membedakan ICP dari kondisi yang tidak berkaitan dengan kelainan hepar

yaitu “pruritus gravidarum ringan”. Schutt VA, 2007

f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ICP harus ditekankan pada pengurangan gejala pada

ibu dan menyiapkan penatalaksanaan obstetri yang memadai untuk

mencegah fetal distress. Pruritus ringan bisa diatasi dengan antipruritus

topikal. Walaupun antihistamin jarang efektif, pemberian hydroxyzine pada

malam hari, dapat mengurangi gatal. Kolestiramine dan obat-obat untuk

menurunkan kolesterol dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua meski,

kurang diminati karena keterbatasan efikasinya dan kemungkinan efek

samping seperti konstipasi dan defisiensi vitamin K (dua kondisi yang dapat

dipicu pada wanita hamil). Schutt VA, 2007

Ursodeoxycholic acid (UDCA) dilaporkan penting pada terapi ICP. Zat

ini dipertimbangkan pemberiannya pada wanita dengan pruritus sedang

hingga berat, yang telah gagal terhadap pengobatan sebelumnya dan bagi

mereka dengan riwayat komplikasi sehubungan dengan ICP pada kehamilan

sebelumnya. UDCA dapat mengurangi pruritus dan kondisi biokimia dari

kolestasis, khususnya pada pasien-pasien dengan ICP berat. Efek sinergi

bisa dihasilkan dari kombinasi UDCAdan 5 adenosyl-L-menthionine.

Kombinasi tersebut juga dilaporkan memperbaiki luaran klinis dengan

menurunkan angka persalinan prematur, dan lahir mati. Schutt VA, 2007

Jika ICP berat dan tidak respon terhadap penatalaksanaan diatas,

terminasi kehamilan merupakan satu-satunya cara untuk memperbaiki

kondisi klinis. Persalinan biasnya ditunda hingga usia kehamilan 37-38

Page 7: BAB III KM

minggu agar janin lebih matang, namun tidak dapat ditunda jika ibu dan janin

menunjukkan tanda-tandai tidak stabil. Kadar asam empedu diperiksa untuk

membantu klinisi dalam menetapkan kapan akan dilakukan induksi

persalinan. Sebagai contoh, risiko kematian janin diperkirakan meningkat

seiring dengan meningkatnya kadar asam empedu hingga 40mM. Selain

obat-obatan untuk mengatasi pruritus, seluruh pasien dengan ICP harus

mendapatkan suplemen vitamin K Schutt VA, 2007

3. Perlemakan hati akut dalam kehamilan (AFLP)

a. Definisi

Perlemakan hati akut dalam kehamilan (AFLP) didefinisikan sebagai

suatu infiltrasi lemak mikrovesikuler sel hepatosit selama pertengahan kedua

dari kehamilan (biasanya trimester ketiga), dan merupakan penyebab umum

terjadinya gagal hepar pada kehamilan. Joshi D et al, 2010

Perlemakan hati akut dalam kehamilan merupakan suatu kelainan yang

jarang ditemukan namun merupakan suatu kondisi yang serius yang terjadi

pada trimester ketiga kehamilan. Schutt VA, 2007 AFLP ditandai dengan gagal

hepar dan mungkin disertai gagal ginjal, DIC, hipoglikemia, dan ensefalopati. Lau HH, Chen YY, Huang JP et al, 2010

b. Insiden

Insiden AFLP diperkirakan 1 dalam 10.000 – 15.000 kehamilan, namun

hal ini kemungkinan disebabkan rendahnya kecurigaan terhadap

kemungkinan AFLP yang lebih sering didagnosa dengan penyakit hati

lainnya dengan tampilan menyerupai HELLP dan hipertensi pada kehamilan. Schutt VA, 2007, Joshi Deepak et al, 2010

Kematian ibu akibat AFLP pernah dilaporkan mencapai lebih dari 70%,

sekarang diperkirakan sebesar 18%; kematian neontal diperkirakan berkisar

dari 7% hingga 58%. Lau HH, Chen YY, Huang JP et al, 2010

c. Etiologi

Page 8: BAB III KM

Etiologi pasti AFLP belum diketahui. Perkembangan biologi molekuler

dewasa ini menyatakan bahwa AFLP mungkin di akibatkan disfungsi

mitokhondria. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa hormon seks wanita

mempunyai efek menghancurkan mitokondria sel hati dan efek ini

bersamaan dengan faktor-faktor lainnya dapat berdampak pada

perkembangan dari AFLP pada beberapa wanita. Bacq Y, 1998, Schutt VA, 2007, Joshi Deepak

et al, 2010

Data yang menonjol menunjukkan bahwa setidaknya pada sebagian

kasus AFLP terjadi akibat defek metabolisme asam lemak pada ibu dan

janin. Lanzer M.C, 1999, Schutt VA, 2007

d. Gejala klinis

Onset AFLP terjadi antara usia kehamilan 30 – 38 minggu. Hanya

sedikit laporan tentang AFLP terjadi sebelum atau setelah usia kehamilan

tersebut. Manifestasi awalnya tidak spesifik. Gejala paling umum termasuk

anoreksia, mual dan muntah (70%), serta nyeri abdomen bagian atas (50-

80%) kemudian muncul tanda dan gejala gagal hepar akut. Namun, hanya

sedikit pasien menunjukkan gejala ikterus. Ukuran hepar biasanya normal

atau hanya sedikit membesar namun karena kondisi yang berlanjut, pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan ukuran hepar yang mengecil. Schutt VA, 2007

Kira-kira 50% pasien menunjukkan gejala preeklampsia. Pasien AFLP

dapat pula menunjukkan gejala perdarahan saluran cerna bagian atas

(akibat hipertensi portal dan gangguan koagulasi). Gagal ginjal akut, sepsis,

pankreatitis, hipoglikemia atau asidosis metabolik. Ensefalopati hepatik

biasanya muncul terlambat pada penyakit ini. Schutt VA, 2007

e. Diagnosa

Pasien dengan AFLP biasanya mengalami peningkatan sedang dari

aminotransferase serum dengan nilai ALT lebih tinggi dari AST. Alkalin

fosfatase serum sedikit meningkat namun dapat meningkat 3-4 kali dari

normal. Kadar amonia plasma juga dapat menigkat. Hipoglikemia terjadi

Page 9: BAB III KM

pada 40% kasus. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia normositik,

sel darah putih yang sedikit meningkat dan trombositopenia ringan.

Disseminated intravasculer coagulopathy biasanya terjadi. Waktu Protrombin

(PT) dan Partial Tromboplastin(PTT) memanjang, dan kadar fibrinogen

plasma menurun. Kecenderungan terjadinya hipoglikemia, hiperammonemia,

dan memanjangnya PT dan PTT dapat membantu membedakan AFLP dari

HELLP. Diagnosis AFLP dapat dikonfirmasi melalui biopsi hati tanpa ada

kaitannya dengan inflamasi dan nekrosis. Namun demikian biopsi sel hepar

tidak dilakukan secara rutin karena tingkat kesulitannya jika dilakukan pada

masa kehamilan, dan seringkali berkiatan dengan koagulopati. Schutt VA, 2007

Pemeriksaan ultrasonografi, CT scan dan MRI gelah digunakan sebagai

alat pemeriksaan yang tidak invasif untuk mendiagnosis AFLP namun

penilaiannya masih terbatas dengan seringnya ditemukan hasil false negatif.

Oleh karena itu, pada praktik klinik, diagnosis didasarkan pada hasil

pemeriksaan klinik dan laboratorium. Keputusan melahirkan janin tidak

dapat ditunda hanya untuk pemeriksaan radiologi tersebut. Pada keadaan

tertentu, diagnosis AFLP sulit dibedakan dari hepatitis virus akut dan

pemeriksaan serologi virus diperlukan.Schutt VA, 2007

f. Penatalaksanaan

AFLP merupakan suatu kondisi emergensi medis dan obstetrik. Deteksi

dan penatalaksanaan segera dapat meningkatkan harapan hidup ibu dan

bayi. Kuncinya adalah persalinan cepat. Bila pasien berisiko tinggi

mengalami kegagalan multiorgan sebaiknya dirawat di ICU. Transplantasi

hepar telah pernah dilakukan pada ibu dengan AFLP tetapi jarang terutama

sering pada kondisi perburukan meski janin sudah dilahirkan. Aspek terkini

dari penatalaksanaannya adalah identifikasi dan monitoring ketat wanita

berisiko tinggi Vivian Schutt, 2007

C. Penyakit hepar bersamaan dengan kehamilan

Page 10: BAB III KM

Dewasa ini, 6 jenis hepatitis virus telah berhasil diidentifikasi, yaitu A, B, C, D, E

dan G. Hepatitis virus A tidak menyebabkan kondisi kronis dan transmisi perinatal

sangat jarang. Hepatitis B dapat mengalami transmisi perinatal, tetapi imunisasi

bayi baru lahir telah menurunkan risiko infeksi neonatal. Hepatitis D tergantung

pada adanya infeksi bersamaan hepatitis B. Hepatitis virus C ditularkan secara

parenteral dan sering menyebabkan penyakit hepar kronik. Transmisi hepatitis C

perinatal umumnya terjadi pada wanita dengan titer HCV-RNA yang tinggi atau

mereka yang terinfeksi HIV. (Duff Patrick, 1998, Joshi deepak et al, 2010)

1. Hepatitis A

Hepatitis A ditularkan secara faecal-oral dan sembuh sendiri tanpa

menyebabkan infeksi kronik. Hiegine dan sanitasi yang jelek, kontak seksual

dan personal yang erat memudahkan transmisi. Sejumlah pasien dengan

hepatitis A datang tanpa keluhan atau dengan malaise, anoreksia, mual dan

muntah dan nyeri perut kuadran kanan atas. Temuan karakteristik hepatitis A

akut adalah ikterik, nyeri tekan hepar, urine kehitaman dan feses(Piercy C.N, 1997, Duff

Patrick, 1998, Motte Anne et al, 2009)

Tes diagnostik yang paling berguna adalah identifikasi antibodi IgM, yang

dapat dideteksi 25-30 hari setelah paparan dan dapat menetap dalam 6 bulan

dalam serum. Selain itu SGOT, SGPT dan bilirubin juga meningkat sedang.

Hepatitis fulminan, koagulopati dan ensefalopati mengenai kurang dari 0,5 %

pasien. Secara umum, kecuali ibunya sakit berat, tidak ada dampak serius

terhadap janin. Pasien yang mengidap hepatitis A sebaiknya membatasi

aktivitas, nutrisi yang cukup dan menghindari obat hepatotoksik dan sebaiknya

diberikan vaksin hepatitis A inaktif. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi

akut sebaiknya diberikan imunoglobulin untuk menurunkan risiko transmisi

horizontal setelah lahir. (Piercy C.N, 1997, Duff Patrick, 1998)

2. Hepatitis B

Hepatitis B disebabkan virus blood-borne dan risiko infeksi perinatal dari

ibu asimptomatik cukup tinggi. Pada banyak negara-negara berkembang,

Page 11: BAB III KM

dilakuan pemeriksaan skrining terhadap virus hepatitis B (HBV) secara rutin.

Pemberian vaksin HBV dilakukan pada masa kehamilan jika diperlukan. Joshi deepak

et al, 2010)

Wanita yang tidak sirosis namun positif-HBV mempunyai risiko untuk

menularkannya kepada janin. Transmisi secara vertikal merupakan cara yang

paling sering terjadi, dalam penularan HBV di daerah endemik, dan pada

sebagian besar infeksi HBV di dunia.. Model persalinan tidak mempengaruhi

risiko transmisi, dengan jumlah rata-rata yang sama dengan persalinan normal

pervaginam dan seksio sesarea. Transmisi dapat dikurangi dengan pemberian

imunoglobulin hepatitis B pada neonatus dalam 12 jam persalinan. Vaksin HBV

harus diberikan dengan tiga dosis yang diberikan pada bayi pada enam bulan

pertama.

Penggunaan Lamivudin dan obat-obat antivirus selama trimester ketiga

untuk mengurangi simpanan virus HBV, dan selanjutnya mengurangi risiko

transmisi ke janin, menjadi perdebatan. Penggunaan monoterapi lamivudin

dapat memicu mutasi virus, selanjutnya mempengaruhi penerimaan pasien

terhadap resistensi virus baik dengan lamivudin dan obat antivirus jangka

panjang lainnya. Lamivudin, yang telah dikelompokkan oleh US Food and Drug

Administration (FDA) sebagai obat kategori C pada kehamilan, dan telah

digunakan selama kehamilan tanpa risiko mendasa baik pada ibu maupun janin.

Entecvir, analog nukleosid yang lebih poten dengan resistensi virus jangka

panjang lebih baik dari lamivudin, digolongkan kategori B.

3. Hepatitis D

Epidemiologi hepatitis D pada dasarnya identik dengan hepatitis B.

Hepatitis D akut ada dua bentuk yaitu koinfeksi dan superinfeksi. Koinfeksi

menunjukkan kejadian bersamaan infeksi hepatitis B dan D. Superinfeksi terjadi

bila hepatitis D akut timbul pada pasien hepatitis B kronik.

Pasien hepatitis D akut sebaiknya diberikan terapi suportif. Pasien infeksi

kronik harus dimonitor periodik terhadap perburukan fungsi hepar dan

koagulopati. Hingga saat ini belum ada antivirus spesifik atau imunoterapi baik

Page 12: BAB III KM

untuk infeksi akut maupun kronik. Transmisi perinatal sudah pernah dilaporkan.

Untungnya, transmisi ini jarang karena imunoprofilaksis bagi hepatitis B juga

hampir sama efektifnya terhadap hepatitis D. (Piercy C.N, 1997, Duff Patrick, 1998)

4. Hepatitis C

Faktor risiko penting untuk hepatitis C adalah penyalahgunaan obat

intravena, transfusi dan hubungan seksual. Infeksi hepatitis C dapat

menyebabkan penyakit hepar kronik. Kira-kira 75 % pasien dengan hepatitis C

bersifat asimptomatik. Pada populasi obstetrik umum, prevalensi hepatitis C

berkisar 1-3 %. Frekuensi transmisi perinatal bervariasi tingginya mulai dari 10

hingga 44 %. Tingkat transmisi lebih tinggi terjadi bila infeksi bersamaan dengan

HIV. Imunisasi pasif dengan imunoglobulin sebaiknya diberikan bila terjadi

paparan perkutan dengan orang terinfeksi hepatitis C. Mamfaat imunoprofilaksis

bagi neonatus belum terbukti secara klinis. (Duff Patrick, 1998, Gonzalez F, 2006)

5. Hepatitis E

Hepatitis virus E adalah virus RNA tak berkapsul. Hepatitis tipe ini dapat

muncul dalam bentuk ikterik dan aniketrik. Virus ini ditularkan secara fekal-oral,

dan epidemiologinya sama dengan hepatitis A. Pasien dengan hepatitis A

sebaiknya ditatalaksana seperti hepatitis A. Dalam sebuah penelitian dilaporkan

dijumpai 8 kasus hepatitis E pada trimester III. Enam bayinya terbukti menderita

hepatitis E secara klinis atau serologis. Dua bayi menderita hipotermia dan

hipoglikemia dan meninggal dalam 24 jam setelah lahir. Sehubungan dengan

hal tersebut, bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami infeksi akut

sebaiknya di awasi ketat.(Duff Patrick, 1998, Kumar A et al, 2004)

D. Penyakit hepar kronik selama kehamilan

1. Hipertensi portal dan sirosis hepatis

Wanita dengan sirosis hepatis sering mengalami amenorea dan infertilitas.

Dewasa ini wanita dengan sirosis telah dilaporkan berhasil hamil. Beberapa

pasien menunjukkan penurunan fungsi hepar selama hamil dan tampak terjadi

peningkatan risiko perdarahan variseal terutama selama persalinan. Sirosis

Page 13: BAB III KM

pada ibu diketahui berdampak buruk terhadap janin. Insiden abortus, stillbirth,

prematuritas dan mortalitas jelas meningkat. Selain itu, hiperbilirubinemia

maternal juga menyebabkan kernikterus pada janin.Lunzer M.R, 1999

2. Hepatitis kronik persisten

Hepatitis persisten kronik secara umum ditandai dengan peningkatan

ringan AST, sedikit tanda klinis penyakit hepar dan prognosisnya baik. Tidak

ada pengobatan spesifik. Umumnya disebabkan hepatitis B atau non-A, non-B.

Pasien hepatitis kronik dapat mengalami ovulasi dan fertilitas normal. Lunzer M.R, 1999

3. Sindrom Budd-Chiary

Trombosis vena hepar selama kehamilan dapat diakibatkan keadaan

hiperkoagulabilitas. Kondisi ini kemungkinan karena tingginya konsentrasi

estrogen selama kehamilan. Sindrom ini dapat terjadi kapan saja dalam

kehamilan. Gejalanya berupa nyeri perut bagian atas diikuti distensi dan asites.

Gejala lain yang jarang berupa demam, muntah dan ikterik. Penggunaan USG

doppler dapat membantu diagnosa

4. Batu empedu

Kholelitiasis dan kholesistitis tidak jarang dijumpai dalam kehamilan. Hal

yang mengejutkan adalah adanya kecenderungan bahwa kehamilan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya batu empedu. Kehamilan

dihubungkan dengan meningkatnya konsentrasi kolesterol empedu dan

menurunkan pengosongan empedu. Keduanya memberikan kontribusi

pembentukan batu empedu. Pasien dengan batu empedu simptomatik selama

kehamilan dapat ditatalaksana secara konservatif, tindakan operasi dapat

ditunda sampai post partum. Lunzer M.R, 1999