bab I,II kel 2 mdul 6
-
Upload
rahayuningtyas-windaryanti -
Category
Documents
-
view
774 -
download
5
Transcript of bab I,II kel 2 mdul 6
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada perusahaan seperti DIGDI TOY INDUSTRIES perencanaan proses produksi
amatlah sangat penting. Selain proses peramalan, perencanaan lantai produksi juga
teramat penting dalam suatu perusahaan. Pada perencanaan lantai produksi ini,
proses produksi harus diseimbangkan terlebih dahulu. Proses produksi ini harus
diseimbangkan untuk menghindari adanya bottleneck dan operator yang
menganggur. Ini dimungkinkan dengan adanya stasiun kerja yang tidak boleh
melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Keseimbangan lintasan (line
balancing) ini bisa meningkatkan produktivitas dan profit dengan meminimumkan
idle time, delay time, dan waiting time. Dengan begitu, tujuan untuk meningkatkan
produktivitas dan meningkatkan profit akan tercapai.
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum modul ini bertujuan agar mahasiswa :
1. Memahami konsep keseimbangan lintasan (line of balancing) dan pentingnya
untuk perencanaan dan pengendalian produksi
2. Memahami metode keseimbangan lintasan dan karakteristiknya.
3. Memahami fenomena dalam keseimbangan lintasan dan hubungannya dalam
lantai produksi.
4. Mampu menyeimbangkan suatu lintasan produksi guna meningkatkan tingkat
produktifitas dan efisiensi, dengan mengurangi waktu delay.
5. Memahami konsep kanban dan kegunaannya dalam lantai produksi.
1.3 Pembatasan Masalah
Pada pembatasan masalah untuk modul ini dimulai dengan perhitungan
performansi modul sebelumnya yaitu modul 4, pembentukan SK LOB yang baru
dengan menerapkan metode-metode line balancing dan membuat perhitungan
performansi masing-masing metode yaitu RPW , RA, LCR, dan Moodie Young.
Program Studi Teknik Industri 1Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
Kemudian memilih metode yang terbaik dan membuat lay out lintasan yang tepat dan
sesuai. Serta perhitungan kanban, pembuatan moving card dan pembuatan gambar
ilustrasi meliputi waktu tinggal komponen, idle time, waiting time, dan waktu transfer
baik antar SK maupun komponen.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, tujuan praktikum, pembatasan masalah dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai tinjauan pustaka yang melandasi praktikum modul ini.
BAB III : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SERTA ANALISA
Berisi mengenai pengumpulan data mengenai precedence diagram, tabel
nama dan nomer operasi, dan pembagian SK modul 4. Pengolahan data dan
analisa dimulai dengan perhitungan performansi modul 4, perhitungan waktu
siklus dan jumlah SK optimal, pembentukan SK dan perhitungan
performansi menggunakan metode-metode line balancing yaitu RPW, LCR,
RA, dan Moodie Young, serta pemilihan metode terbaik dan pembentukan
layout lintasan. Kemudian perhitungan kanban dan pembuatan moving card.
Yang terakhir adalah pembuatan gambar ilustrasi meliputi waktu tinggal
komponen, idle time, waiting time, dan waktu transfer baik antar SK
maupun komponen
BAB IV : PENUTUP
Berisi mengenai kesimpulan dan saran
Program Studi Teknik Industri 2Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Line Balancing
Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke
dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu
lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang
tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Menurut Gasperz (2000),
line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari
suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work
station dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk
tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu
per unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan
sekuensial harus dipertimbangkan
Selain itu dapat pula dikatakan bahwa line balancing sebagai suatu teknik
untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly line
untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line itu pada
tingkat yang direncanakan.
Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang menempatkan
fabricated parts secara bersama pada serangkaian workstations yang digunakan
dalam lingkungan repetitive manufacturing atau dengan pengertian yang lain
adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial
dalam merakit suatu produk. Sedangkan idle time adalah waktu dimana
operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena:
setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan,
atau tidak dijadwalkan.
http://aria85ex.blogspot.com/2010/01/konsep-dasar-line-balancing.html
2.2. Tujuan Line Balancing
Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar
dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan
Program Studi Teknik Industri 3Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap
elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa
dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh
keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan line
balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya
work in process pada beberapa workstation.
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan
produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan
meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay).
Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation
sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang dan
mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck adalah suatu operasi yang
membatasi output dan frekuensi produksi.
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
http://aria85ex.blogspot.com/2010/01/konsep-dasar-line-balancing.html
2.3. Metode Line Balancing
Dalam penyelesaian soal dengan menggunakan line balancing, dikenal 3
metode, yaitu :
1. Metode Heuristic, yaitu suatu metode yang berdasarkan pengalaman, intuisi
atau aturan-aturan empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik
daripada solusi yang telah dicapai sebelumnya, yang terdiri atas:
a. Ranked Positional Weight/Hegelson and Birine
b. Kilbridge`s and Waste/Region Approach
c. Large Candidate Rule
d. Al Arcu`s
2. Metode Analitic atau matematis, yaitu metode penggambaran dunia nyata
melalui simbol-simbol matematis berupa persamaan dan pertidaksamaan.
Yang termasuk metode ini adalah Branch and Bound.
Program Studi Teknik Industri 4Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
3. Metode Simulasi, yaitu metode yang meniru tingkah laku sistem dengan
mempelajari interaksi komponen-komponennya. Karena tidak memerlukan
fungsi-fungsi matematis secara eksplisit untuk merelasikan variabel-variabel
sistem, maka model-model simulasi ini dapat digunakan untuk memecahkan
sistem kompleks yang tidak dapat diselesaikan secara matematis.
a. CALB (Computer Assembly Line Balancing or Computer Aided Line
Balancing)
b. ALBACA (Assembly Line Balancing and Control Activity)
c. COMSOAL (Computer Method or Saumming Operation for Assemble)
http://aria85ex.blogspot.com/2010/01/konsep-dasar-line-balancing.html
2.3.1. RPW (Ranked Positional Weight)
Metode ini menggunakan rangking berdasarkan posisi bobot.
Langkah-langkah pengolahannya adalah :
Melakukan pembobotan dengan menentukan jalur terpanjang dari
masing-masing operasi dengan melihat kepada presedence (position
weight).
Jumlahkan waktu operasi dari jalur /node/jaringan yang telah
terbentuk
Urutkan/ranking operasi-operasi berdasarkan waktu terpanjang
(position weight terbesar).
Alokasikan operasi yang mempunyai ranking paling awal kepada
stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram.
Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada.
Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu
prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah
ditentukan.
2.3.2. LCR (Large Candidate Rule)
Metode ini menggunakan rangking berdasarkan waktu operasi.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Program Studi Teknik Industri 5Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
Urutkan /rangking setiap operasi /tugasberdasarkan waktu proses
terlama/terbesar.
Alokasikan operasi yang mempunyai rangking paling awal kepada
stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram
Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada
Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu
prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah
ditentukan.
2.3.3. Kilbridge`s and Waste/Region Approach (RA)
Merupakan metode yang pembagiannya berdasarkan area.
Langkah-langkahnya :
Membagi precedence diagram yang ada ke dalam beberapa wilayah
(region).
Pembagian wilayah ini dilakukan secara vertikal, dimana setiap
wilayah tidak boleh ada dua operasi yang saling berhubungan.
Operasi yang tidak memiliki operasi pendahulu (predecessor)
diletakkan pada wilayah yang pertama/lebih awal
Alokasikan operasi yang terletak pada wilayah yang paling awal
kepada stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence
diagram.
Setiap operasi yang berada pada wilayah yang sama mempunyai hak
yang sama untuk dialokasikan kepada stasiun yang ada, oleh karena
itu bisa dipilih operasi mana saja yang akan dialokasikan ke dalam
stasiun yang ada.
Jika kita akan mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah
berikutnya, maka seluruh operasi yang ada pada wilayah sebelumnya
harus sudah dialokasikan semuanya.
2.3.4. Moodie Young (MY)
Program Studi Teknik Industri 6Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
Metode ini merupakan pengembangan dari LCR dengan mereduksi variansi
antara Wsk max dan Wsk min.
Metode ini terdiri dari 2 fase, yaitu :
Fase 1 : Elemen kerja ditandai dengan stasiun kerja yang berhubungan
dalam garis perakitan, terutama dengan metode Largest Candidate Rules
(LCR). LCR terdiri dari penentuan nilai elemen yang tersedia (dengan tidak
memperhatikan precedence) sesuai dengan penurunan nilai waktu. (lihat
langkah-langkah waktu pengolahan LCR).
Fase 2 : Fase ini berusaha untuk membagi waktu menganggur secara merata
untuk seluruh stasiun kerja. Langkah-langkah dalam fase 2 ini adalah
sebagai berikut :
Hitung waktu total operasi pada masing-masing stasiun kerja.
Tentukan stasiun kerja yang memiliki waktu operasi yang terbesar
dan waktu operasi yang terkecil dari fase 1.
Setengah dari perbedaan kedua nilai tersebut dinamakan GOAL.
GOAL = (STmax – STmin)/2
Tetapkan seluruh elemen tunggal pada STmax yang kurang dari 2 kali
nilai GOAL, dan tidak melanggar aturan precedence jika
dipindahkan ke STmin.
Tetapkan seluruh kemungkinan pemindahan operasi dari STmax ke
STmin, seperti halnya operasi maksimal 2 kali GOAL, dengan
memperhatikan precedencenya.
Lakukan langkah diatas hingga tidak ada lagi yang bisa dipindahkan.
2.4. Pemecahan Masalah Line Balancing
Dua permasalahan penting dalam penyeimbangan lini, yaitu
penyeimbangan antara stasiun kerja (work station) dan menjaga kelangsungan
produksi di dalam lini perakitan. Adapun tanda-tanda ketidakseimbangan pada
suatu lintasan produksi, yaitu:
1. Stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang mencolok.
2. Adanya produk setengah jadi pada beberapa stasiun kerja.
Program Studi Teknik Industri 7Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
Terdapat 10 langkah pemecahan masalah line balancing. Kesepuluh langkah
pemecahan masalah line balancing adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan
dilakukan.
2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas itu.
3. Menetapkan precedence constraints, jika ada yang berkaitan dengan
setiap tugas.
4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.
5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output.
6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya waktu diantara
penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk penyelesaian output yang
diinginkan dalam batas toleransi dari waktu (batas waktu yang diizinkan).
Cycle Time = waktu produksi yang tersedia / tingkat produksi harian
7. Memberikan tugas-tugas pada pekerja dan/ atau mesin.
8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stations) yang
dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan.
Workstations = waktu total seluruh tugas / cycle time
9. Menilai efektivitas dan efisiensi dari solusi.
10. Mencari terobosan-terobosan untuk untuk perbaikan proses terus-menerus
(continuous process improvement ).
http://president-a9u52006.blogspot.com/2011/02/line-balancing.html
2.5. Istilah-Istilah Dalam Line Balancing
a. Waktu Menganggur (Idle Time)
Idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT) danStasiun
Time (ST), atau CT dikurangi ST. (Baroto, 2002).
Keterangan:
n = Jumlah stasiun kerja
Ws = Waktu stasiun kerja terbesar
Program Studi Teknik Industri 8Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
Wi =Waktu sebenarnya pada stasiun kerja
i = 1,2,3,…,n
b. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)
Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan
dari waktu mengganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian
yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.Balance Delay dapat
dirumuskan sebagai berikut (Baroto, 2002):
Keterangan:
D = Balance Delay (%)
n = Jumlah stasiun kerja
C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
∑ti = Jumlah semua waktu operasi
ti = Waktu operasi
c. Efisiensi Stasiun Kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja
(Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat
dirumuskan sebagai berikut (Nasution, 1999):
d. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)
Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan
siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, 2002) atau jumlah efisiensi stasiun
kerja dibagi jumlah stasiun kerja (Nasution, 1999).
Line Efficiency dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Program Studi Teknik Industri 9Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
STi = Waktu stasiun kerja dari ke-i
K = Jumlah stasiun kerja
CT = Waktu siklus
e. Smoothest Indeks
Smoothet Indeks merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari
penyeimbangan lini perakitan tertentu.
Keterangan:
ST max = Maksimum waktu di stasiun
STi = Waktu stasiun di stasiun kerja i
f. Work Station
Work Station merupakan tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan
dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja
yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus (Baroto, 2002):
Keterangan:
ti =Waktu operasi (elemen)
C = Waktu siklus stasiun kerja
Kmin = Jumlah stasiun kerja minimal.
http://file2shared.wordpress.com/keseimbangan-lintasan-line-
balancingproduksi/
2.6. Sistem Kanban
Produksi Just In Time yang paling dikenal adalah berdasarkan kartu kanban yang
dikembangkan oleh Toyota. Kanban berasal dari kata Jepang yang berarti tanda. Namun
dalam konteks operasional dijelaskan bahwa kanban adalah suatu kartu yang digunakan
untuk mewadahi kebutuhan bahan suku cadang dalm proses operasi. Sistem kanban
adalah sistem informasi yang secara serasi mengendalikan produksi produk yang dalam
Program Studi Teknik Industri 10Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan dalam setiap proses (Monden,
2000).
Dalam sistem produksi JIT, sistem kanban didukung oleh hal-hal sebagai berikut
(Monden, 2000):
1. Pelancaran produksi
2. Pembakuan pekerjaan
3. Pengurangan waktu penyiapan
4. Aktivitas perbaikan
5. Rancangan tata ruang mesin
6. Autonomasi
Jenis Kanban
Jenis kanban yang sering digunakan adalah kanban pengambilan dan kanban perintah
produksi. Kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus
diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya, sementara kanban perintah
produksi menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan oleh proses
terdahulu.
Ada beberapa jenis kanban lain, di antaranya adalah:
1. Kanban pemasok (subkontraktor), yaitu kanban yang berisi perintah yang
meminta pemasok atau subkontraktor untuk mengirimkan suku cadang.
2. Kanban pemberi tanda. Kanban pemberi tanda digunakan untukmenetapkan
spesifikasi produksi lot dalam pengecoran cetakan, pelubang tekan, atau proses
tempaan. Kanban ini ditempelkan pada suatu kotak dalam lot. Kalau
pengambilan mencapai kotak yang ditempeli kanban ini, instruksi produksi
harus digerakkan.
Klasifikasi berbagai jenis utama kanban lain dapat dilihat pada gambar berikut:
Program Studi Teknik Industri 11Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
1. Kanban pengambilan
Kanban pengambilan adalah suatu otorisasi untuk memindahkan suatu kontainer
dari outbound buffer stasiun upstream (sebelumnya) keinbound
buffer stasiun downstream (sebelumnya). Tidak ada kontainer yang dapat diambil
dari outbound buffer kecuali kartu kanban pengambilan sudah dikeluarkan.
Prosedur full container kanban satu kartu dengan hanya menggunakan kanban
pengambilan adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Bila operator stasiun downstream melakukan akses terhadapfull
container maka kanban pengambilan dilepas dan diletakkan pada pos kanban.
Tahap 2: Material handler membaca kanban pengambilan dan membawanya ke
stasiun upstream.
Tahap 3: Material handler meletakkan kanban pengambilan ke full
container (yang berada pada outbound buffer) dan membawanya ke
stasiun doenstream.
Tahap 4: Setiap kali stasiun downstream mengosongkan kontainer,
maka material handler akan mengambil dan membawa empty container ke
stasiun upstream. (Seringkali tahap 2 dan 4 digabung hanya satu kali
perjalanan).
Program Studi Teknik Industri 12Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
Untuk menghitung jumlah kanban pengambilan, digunakan rumus (Danielle
Sipper, Robert L, 1997):
2. Kanban Perintah Produksi
Kanban perintah produksi digunakan sebagai otorisasi untuk memproduksi
komponen-komponen atau rakitan-rakitan. Dalam sistem yang menggunakan kartu ini,
tidak ada produksi yang diizinkan tanpa adanya kanban perintah produksi, disebut
sebagai sistem tarik dua kartu.
Prosedur dari sistem tarik dua kartu ini adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu
dengan kanban pengambilan yang disimpan dalam pos kanban pengambilan
bersama kontainer kosong.
Tahap 2: Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di gudang A,
pembawa itu melepaskan kanban perintah produksi yang dilampirkan pada unit
fisik dalam kontainer (perhatikan bahwa tiap kontainer mempunyai satu lembar
kanban) dan menaruh kanban ini dalam pos penerima kanban.
Tahap 3: Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya, di tempat itu
ia menempelkan satu kanban pengambilan.
Tahap 4: Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban pengambilan
harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan.
Tahap 5: Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus dikumpulkan
dari pos penerima kanban pada waktu tertentu atau bila sejumlah unit telah
diproduksikan dan harus ditempatkan dalam pos kanban perintah produksi
dengan urutan yang sama dengan urutan penyobekan kanban di gudang A.
Program Studi Teknik Industri 13Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011
Laporan Praktikum Perancangan Teknik IndustriModul 6 Perancangan Lantai Produksi
Kelompok 2
Tahap 6: Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor kanban
perintah produksi dalam pos.
Tahap 7: Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak berpasangan.
Tahap 8: Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan kanban
perintah produksi ditaruh dalam gudang A, sehingga pembawa dari proses
berikutnya dapat mengambilnya kapan saja .
Sistem dua kartu memberikan pengendalian yang ketat terhadap persediaan.
Tidak ada kontainer yang dapat dipindahkan tanpa adanya kanban pengambilan atau
kanban perintah produksi.
Jumlah kartu kanban perintah produksi dihitung dengan menggunakan rumus
(Danielle Sipper, Robert L, 1997):
http://file2shared.wordpress.com/sistem-kanban/
Program Studi Teknik Industri 14Fakultas Teknik Universitas Diponegoro2011