BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Identifikasi Obyek Perancangan · mempelajari jejak kehidupan manusia...
Transcript of BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Identifikasi Obyek Perancangan · mempelajari jejak kehidupan manusia...
25
BAB III
IDENTIFIKASI DATA
A. Identifikasi Obyek Perancangan
1. Sangiran
Sangiran sebenarnya adalah nama kembar dari dua pedukuhan kecil yang
terletak di perbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah. Kedua pedukuhan ini dipisahkan oleh Kali Cemoro yang mengalir dari
Kaki Gunung Merapi menuju ke Sungai Bengawan Solo. Dukuh Sangiran sisi
utara terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragendan
Dukuh Sangiran sisi selatan masuk wilayah Desa Krendowahono, Kecamatan
Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Dari nama kembar pedukuhan itulah
Sangiran berasal yang sekarang telah dijadikan nama dari sebuah kawasan situs
manusia purba yang cukup penting di antara jajaran situs-situs manusia purba lain
di dunia yang jumlahnya sangat terbatas.
Situs Manusia Purba Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran.
Kubah tersebut terdapat di Depresi Solo, di kaki Gunung Lawu kurang lebih 18
km sebelah utara kota Solo ke arah kota Purwodadi. Tepatnya Museum Sangiran
beralamat di Desa Krikilan, Kec. Kalijambe, Kab. Daerah Tingkat II Sragen.
Secara astronomis situs manusia purba sangiran terletak antara 110o49‟ hingga
110o53‟ Bujur Timur, dan antara 07
o24‟hingga 07
o30‟ Lintang Selatan. Situs
Sangiran ini dianggap penting karena memiliki keutamaan antara lain, bahwa situs
ini areal sebaran temuannya sangat luas yaitu ± 59,21 Km2 berada di wilayah
Kabupaten Seragen dan Karanganyar, dan mengalami masa hunian oleh manusia
26
purba paling lama dibanding situs-situs lain di dunia, yaitu di huni oleh manusia
purba selama lebih dari satu juta tahun dengan jumlah temuan fosil manusia purba
yang cukup melimpah, yaitu mencapai 50% populasi homo erectus di dunia.
Penelitian tentang Situs Sangiran dimulai tahun 1893, ketika untuk pertama
kalinya situs ini didatangi peneliti Eugene Dubois yang pada saat itu sedang
dalam pencarian untuk mencari fosil nenek moyang manusia. Namun karena
kurang serius meneliti di sangiran, maka dia tidak berhasil mendapatkan temuan
yang dicarinya. Temuan yang ia cari justru didapatkannya di Trinil, Ngawi, Jawa
Timur. Pada tahun 1932 L.J.C. van Es melakukan pemetaan secara geologis di
Sangiran dan sekitarnya. Peta inilah yang kemudian digunakan oleh G.H.R. von
Koenigswald pada tahun 1934 untuk melakukan survei eksploratif dengan temuan
beberapa artefak prasejarah. Ia berkerja pada pemerintahan Belanda sebagai staf
di Dinas Pertambangan di Bandung pada tahun 1930-an dibantu oleh Toto
Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu yang telah melatih masyarakat
Sangiran mempelajari tentang fosil dan cara penanganannya secara profesional.
Setiap hari Toto Marsono atas perintah G. H. R. Von Koenigswald mengerahkan
penduduk sangiran untuk mencari balung buto (Bahasa Jawa = tulang raksasa)
demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran
besar itu. Hasil penelitian dikumpulkan di rumah Kepala Desa Krikilan, Bapak
Toto Marsono sampai tahun 1975. Karena banyaknya wisatawan yang
berdatangan, maka muncul ide untuk membangun sebuah museum melalui Bupati
Sragen di desa Krikilan Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Pada awalnya
Museum Sangiran dibangun diatas tanah seluas 1000 m2dan diberi nama
“Museum Plestosen” yang terletak disamping Balai Desa Krikilan. Sebuah
27
museum yang representatif baru dibangun pada tahun 1983 oleh pemerintah pusat
di atas tanah seluas 16.675 m2
karena semakin banyaknya temuan fosil yang
dihasilkan dan sekaligus bertujuan melayani wisatawan. Sejak ditetapkannya
Museum Manusia Purba Sangiran sebagai warisan dunia oleh UNESCO dengan
nama Sangiran The Early Man Site pada tanggal 5 Desember 1996, di Museum
Sangiran terus dilakukan penambahan dan pembenahan fasilitas pendukung guna
mempertegas keberadaannya sebagai salah satu warisan dunia yang memiliki
peran penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun untuk menciptakan
kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung ke museum ini. Tahun 1998
Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah melengkapi kompleks Museum Sangiran
dengan bangunan audio visual di sisi timur museum dan tahun 2002 Bupati
Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang
pameran tambahan. Karena dianggap masih kurang representatif dan potensi Situs
Sangiran perlu dikembangkan demi kesejahteraan masyarakat luas, maka pada
tahun 2004 telah disusun masterplan dan pada tahun 2007 disusun DED (Detail
Enginering Design). Berdasarkan Masterplan dan DED tersebut maka pada tahun
2008 hingga 2014 di Situs Sangiran dibangun 5 museum di 4 klaster. Ke empat
museum klaster ini adalah Museum Manusia Purba Klaster Bukuran, Museum
Manusia Purba Klaster Ngebung, Museum Manusia Purba Klaster Dayu, dan
Museum Lapangan Manyarejo. Masing-masing museum tersebut memiliki tema
sajian yang berbeda sesuai dengan potensi masing-masing lokasi.
Di Museum Manusia Purba Sangiran ini terdapat sekitar 13.809 koleksi fosil
manusia purba dan merupakan terlengkap di Asia. Ada juga fosil hewan bertulang
belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut, alat-alat batu, dan
28
beberapa jenis hewan seperti badak, sapi, rusa, banteng, dan kerbau. Tersedia juga
ruang audio visual untuk menyaksikan fosil tinggalan kehidupan masa prasejarah
di Sangiran. Museum Sangiran saat ini menjadi sebuah museum megah dengan
arsitektur modern. Di sini kita dapat melihat dari dekat koleksi fosil manusia
purba, binatang yang hidup pada masa itu, hingga peralatan yang digunakannya.
2. Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran
Museum purbakala Dayu beserta situs arkeologinya merupakan bagian dari
Situs Manusia Purba Sangiran yang dikelola oleh Balai Pelestarian Situs Manusia
Purba Sangiran yang berpusat di Desa Krikilan Kec. Kalijambe Kab. Sragen.
Museum ini diresmikan pada tanggal 19 Oktober 2014 oleh Wakil Presiden RI
Prof. Dr Boediono bersama dengan Museum Manusia Purba Sangiran di Klaster
Ngebung dan Bukuran. Museum purbakala Dayu adalah satu-satunya museum
klaster sangiran yang berlokasi di Kabupaten Karanganyar dan menempati lahan
seluas kurang lebih 10.500 m2 yang terletak di desa Dayu, Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Sejak pertengahan tahun 1990-an hingga
sekarang, daerah Dayu menjadi pusat perhatian para peneliti, sudah lebih dari 30
kotak test-pit di buka di lokasi ini. Di museum ini kita dapat melihat dan
mempelajari jejak kehidupan manusia purba dari struktur dan lapisan tanah yang
telah ada berjuta-juta tahun silam. Selain itu, di Museum Dayu dapat diperoleh
informasi lengkap tentang kehidupan manusia purba di pulau Jawa yang dapat
menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti antropologi, arkeologi,
geologi, paleoantropologi, magantropus, erektus, dan lain-lain. Lokasi ini menjadi
lokasi temuan fosil-fosil yang merupakan jejak kehidupan manusia purba juga
menjadi pusat penelitian ilmu pengetahuan tentang kehidupan Pra sejarah. Situs
29
ini banyak menyimpan kekayaan memori kehidupan sejak jutaan tahun silam,
baik itu kehidupan flora, fauna, maupun manusia dan budayanya, serta merekam
perubahan lingkungan yang pernah terjadi di Sangiran jutaan tahun silam.
Penelitian-penelitian di Dayu memberikan hasil yang sangat spektakuler, seperti
pada tahun 2004 hingga 2006 ditemukannya lapisan pasir flufio-volkanik di
bawah lapisan lempung hitam Foramsi Pucangan yang terdapat bukti-bukti
kehidupan manusia berupa alat-alat serpih Sangiran (Sangiran Flake Industry)
dengan kuantitas lebih dari 200 artefak. Alat-alat serpih ini merupakan budaya
manusia purba paling tua di Indonesia, dan diyaini sebagai budaya Homo Erectus
arkaik yang hidup pada kala Plestosen Bawah di Sangiran.
Museum Dayu berdiri di atas lahan yang khusus dipilih dan dirancang
sebagai sajian contoh lapisan tanah dari 4 zaman dalam rentang masa 100 ribu
hingga 1,8 juta tahun silam, Museum dayu menjelma menjadi pusat informasi
tentang pelapisan tanah purba dan budaya manusia jenis Homo Erectus
terlengkap.
Museum Dayu hadir dengan tema Apresiasi Ekskavasi dan Penelitian
Mutakhir. Museum ini memberikan gambaran mengenai lapisan tanah di Dayu,
kehidupan Kala Plestosen Bawah, dan penemuan artefak batu yang tertua di
Indonesia dalam ekskavasi di Dayu. Informasi yang populer disertai tata pamer
dan display menarik, serta sentuhan teknologi terkini menjadikan museum ini
layak menjadi tujuan wisata edukasi dan sumber ilmu pengetahuan tentang masa
lalu. Pengunjung akan diajak berjalan menuruni tangga menuju masa jutaan tahun
silam. Museum ini merupakan pengembangan untuk pemanfaatan Situs Sangiran.
Di sekitar lokasi museum sampai sekarang masih ditemukan fosil. Tujuan utama
30
pendirian Museum Dayu adalah mempresentasikan tentang kehidupan manusia
antara 1,2 sampai 0,3 juta tahun yang lalu dan informasi hasil penelitian terkini.
Pada Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Dayu terdapat tiga jenis
ruang display, yaitu ruang shelter (anjungan), ruang diorama, dan ruang pamer.
Pada masing-masing ruang anjungan terdapat sajian fosil binatang yang berbeda-
beda. Secara umum sajian fosil binatang disesuaikan dengan penemuannya pada
masing-masing lapisan tanah. Ruang shelter terbagi menjadi tiga anjungan yaitu:
a. Anjungan Notopuro
Anjungan ini berdiri di atas lapisan tanah yang terbentuk 250.000
tahun yang lalu
Inilah sangiran 250 ribu tahun yang silam. Hamparan padang
rumput berseling belukar dialiri sungai, dengan iklim kerontong di
musim kemarau. Pada kala plestoaran atas, sangiran banyak dihuni fauna
pemakan rumput. Kelompok bovidae seperti kerbau, banteng, sapi, dan
gerombolan babi hutan ( Suidae ) mendominasi kawasan ini hidup pula
gerombolan gajah purba ( Elephantidae) yang merayah semak belukar,
kacang kacangan,dan bunga-bungaan khas stepa. Tak jarang, punggung
bukit sangiran diramikan oleh banteng dan badak yang berebut pangan
dan ruang hidup. Di lembah sungai yang surut, buaya mesti berbagi
ruang dengan kuda sungai ( hippopotamidae ). Predator seperti Macan
Ngandong (Phanthera tigris soloensis) kerap singgah di bukit Sangiran
untuk mencari makan. Demikian pula, kelompok manusia Homo erectus
merambah lembah Sangiran untuk mempertahankan hidup. Memburu
dan diburu!
31
Meski air masih melimpah di musim hujan, musim kemarau
menjadi musim tak ramah lagi bagipenghuni Sangiran. Di musim ini,
debit air sungai mengecil dan mendangkal.persainganpun semakin
sempit. Hukum evolusi pun berlaku: survival of the fittnes (siapa siap dia
akan bertahan).
Fosil yang di pamerkan pada anjungan ini adalah fragmen fosil
tulang paha gajah purba (femur) Elephantidae.
b. Anjungan Kabuh
Anjungan ini berdiri di atas lapisan tanah yang terbentuk 730.000
tahun yang lalu. Sangiran pada masa 730 – 250 ribu tahun yang lalu
merupakankawasan aliran sungai yang cukup hijau, dengan dominasi
rerumputan berseling pohon besar. Hewan herbivora seperti banteng,
badak,dan gajah purba bergerombol merumput di bawah pohon rindang
yang berseling semak belukar. Kelompok manusia Homo erectus pun
acapkali menyeruak dan menghalau hewan untuk mempertahankan ruang
hidupnya.
Kadangkala dari atas bukit, homo erectus menuruni lembah tepian
sungai besar untuk membuat alat batu dan mengumpulkan makanan
seperti kacang-kacangan, umbi, dan telur. Mereka kadang memburu
hewan-hewan antara lain babi hutan, kijang, dan sapi. Para pemburu
lincah dan cekatan ini sanggup memojokkan hewan buruannya, sebelum
menujah mereka dengan kayu runcing atau merajamnya dengan batu.
Sungai yang lebar dan berkelok menyediakan air yang berlimpah
bagi hewan dan manusia yang hidup pada masa itu. Lingkungan seperti
32
ini juga menjadi habitat yang baik bagi buaya dan kuda sungai. Selama
500 ribu tahun banyak peristiwa alam dan perubahan iklim terjadi
sehingga lingkungan Sangiran kerap berubah-ubah. Menjelang akhir kala
plestosen tengah aktivitas gunung api meningkat. Letusan-letusan
dahsyat berasal dari gunung-gungung khusunya Gunung Lawu Purba.
Fosil yang di pamerkan pada anjungan ini adalah tengkorak
banteng purba (cranium) Bibos paleosondaicus.
c. Anjungan Grenzbank
Grenzbank, merupakan lapisan sebelum Kabuh. Nama ini berasal
dari bahasa Jermanyang berarti “Zona batas.” Nama ini dilontarkan oleh
G.H.R. von Koeningswald pada tahun 1940. Geolog bangsa Jerman ini
bermaksud menandai lapisan transisi yang ditemukannya, antara kabuh
dan fase sebelumnya; yakni lapisan tanah yang mewakili “periode
antara” akibat perubahan lingkungan
Sangiran, 900-730 tahun yang lalu. Sejauh mata memandang hanya
rawa dan hutan bakau yang terlihat. Sesekali buaya menyeruak
membelah air tenang. Ketika suhu bumi memanas, muka air laut naik
menyebabkan rawa-rawa Sangiran menjadi laut dangkal, menyisakan
beting-beting daratan agak tinggi. Padang rumput diseling hijauan
pepohonan pinus, di samping aliran sungai tenang membelah daratan ini.
Gerombolan kuda sungai ( hippopotamidae) berendam dan menyelam
merayakan kelimpahan air. Penyu purba (Chelonidae) pun senang hidup
di lingkungan seperti ini.
33
Manusia purba Homo erectus biasanya beraktivitas di sepanjang
sungai. Mereka mengumpulkan tanaman pangan dan membuat alat batu
dari bahan yang tersedia, seraya tetap waspada terhadap macan purba
(panthera tigris oxygnatha) yang gemar memangsa hewan-hewan lain.
Kadangkala manusia juga belajar dari alam untuk berburu dan
menangkap hewan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada akhir kala plestosen Tengah, proses pengangkatan daratan
dan materisal erupsi gunung api purba yang mengisi dan menimbun laut
dangkal bersama-sama mengubah Sangiran menjadi pantai dan daratan.
Fosil yang di pamerkan pada anjungan ini adalah fragmen gading
gajah purba (incisivus) Elephantidae.
Pada lapisan paling bawah kompleks museum dibangun taman bermain dan
tempat untuk beristirahat bagi pengunjung serta ruang diaroma yang berisi
gambaran aktivitas perburuan kehidupan manusia purba jaman dahulu lengkap
dengan hewan-hewan yang hidup pada masa itu. Pada saat memasuki ruangan ini,
pengunjung serasa dibawa kembali ke jaman peradaban manusia purba.
Sementara itu, pada ruang pamer terdapat sajian fosil binatang yang terdiri
dari jenis binatang tulang pinggul (pelvis) Bovidae, tulang ekor (sacrum) Bovidae,
tulang belakang (vertebrae) Bovidae, tulang kaki depan bawah (radius) Stegodon
sp., rahang bawah (mandibula) Stegodon pigmi, rangga (antler) Cervidae,
pergelangan kaki (astragalus) Bovidae, tulang kaki belakang kiri bawah (tibia
sinistra) Bovidae, tulang leher (cervicalis) Bovidae, tulang rusuk (costae)
Cervidae, rahang bawah (mandibula) Stegodon trigonocephalus, tulang kaki
34
depan bawah (radius) Bovidae, dan tulang pinggul (pelvis) Elephantidae, serta
beberapa alat serpih batu.
3. Visi dan Misi Museum Sangiran
a. Visi
Visi Museum Sangiran adalah “Lestarinya Situs Manusia Purba
Sangiran sebagai pusat penelitian manusia purba yang mampu memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat baik pada tingkat dunia,
regional, nasional, maupun lokal”.
b. Misi
Museum Sangiran mempunyai beberapa misi-misi yang hendak dicapai
dengan adanya museum ini antara lain:
a. Melestarikan dan melindungi bentang alam, tinggalan alam dan
budaya purba Sangiran yang unik dan sangat penting bagi ilmu
pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan.
b. Menciptakan jalinan kerjasama yang padu di antara para
stakeholders, baik dari lingkungan pemerintah, sektor swasta,
akademisi, maupun masyarakat dalam rangka pelestarian dan
pengembangan situs Sangiran.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan untuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi upaya pelestarian situs
Sangiran.
35
d. Menyelenggarakan penelitian dalam rangka interpretasi
berkelanjutan terhadap nilai-nilai penting situs Sangiran untuk
kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
e. Menjadikan Sangiran sebagai pusat informasi dan pengkajian data
tentang manusia purba di Indonesia.
f. Menyajikan nilai-nilai penting dan pengetahuan tentang situs
Sangiran, baik bagian-bagiannya maupun secara keseluruhan,
kepada khalayak.
g. Mengembangkan wisata pendidikan yang ramah lingkungan dan
berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
4. Tujuan dan Sasaran didirikannya Museum Sangiran
a. Tujuan
Tujuan didirikannya Museum Sangiran adalah sebagai berikut:
a. Penyelamatan dan Pengamanan kawasan situs cagar budaya
Sangiran
b. Melengkapi dan menyempurnakan sarana dan prasarana penunjang
aktivitas di kawasan situs Sangiran
c. Pengelolaan secara terpadu diantara para stakeholder yang
menumbuhkan komitmen, keterpaduan dalam pengelolaan kawasan
Situs Sangiran
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan aktif menjaga
situs dan memaksimalkan implementasi dari undang-undang cagar
budaya
36
e. Mengembangkan dan meningkatkan penelitian semua disiplinilmu
pengetahuan (Geologi, Arkeologi, Biologi, Paleoanthropologidan
Antropologi)
f. Meningkatkan daya tarik wisata skala nasional dan internasional
b. Sasaran
Sasaran utama dari didirikannya Museum Sangiran adalah:
a. Terwujudnya keselamatan dan keamanan situs Sangiran
b. Meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap
keberadaan Situs Sangiran
c. Terwujudnya peningkatan penelitian sebagai acuan dalam
mengembangkan pegetahuan masyarakat tentang kehidupan masa
purba
d. Terwujudnya manajemen pengelolaan kawasan Sangiran yang
handal
e. Terpenuhinya kebutuhan sarana prasarana pendukung berbagai
kegiatan penelitian dan kepariwisataan di kawasan Situs Sangiran
f. Meningkatnya jumlah peneliti dan wisatawan
37
5. Struktur Organisasi dan Jaringan Kerja Pengelolaan Situs Manusia
Purba Sangiran
Gambar Bagan 1
Jaringan Kerja Pengelolaan Situs Sangiran
Gambar Bagan 2
Struktur Organisasi Museum Sangiran
Dep. Kebudayaan
dan Pariwisata
Menko Kesra
(vocal point)
Pokja
Wardun
Dirjen
Sejarah dan
Purbakala
(sepur)
Pemerintah
Daerah
KNIU
UNESCO
KNIU
UNESCO
BPSMP
Sangiran
Dep. Kebudayaan
dan Pariwisata
Pemerintah
Provinsi/Kabupaten
Museum Nasional
Dirjen Sejarah dan
Purbakala (sepur)
Dir. Perawatan
Museum Kepala Pusat
Sangiran
Kabag TU
BP3 Jateng Bidang
Penelitian
Bidang
Pelestarian
Bidang
Museum
Bidang
Pemanfaatan
Kelompok Jabatan
Fungsional/Peneliti
Budaya
38
6. Promosi yang Pernah Dilakukan
Selama ini museum Sangiran telah menggunakan beberapa cara maupun
media untuk berpromosi sebagai upaya menarik wisatawan. Cara dan media
yang pernah digunakan antara lain :
a. Mengadakan atau mengikuti pameran
b. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi melalui ceramah dan kunjungan
ke museum dengan sasaran siswa sekolah
c. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi melalui ceramah dan kunjungan
ke museum dengan sasaran pelaku wisata (biro travel)
d. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi melalui ceramah dan kunjungan
ke museum dengan sasaran pemangku kebudayaan
e. Pameran keliling ke kota-kota
f. Membuat leaflet
g. Mencetak booklet
h. Menjual souvenir
i. Membuat papan penunjuk arah
j. Membuat baliho
k. Web site (sangiranmuseum.com)
Selain media tersebut diatas Museum Sangiran juga mengadakan event-
event yang dilaksanakan di lokasi museum, antara lain :
a. Lomba lukis
b. Pentas seni (hiburan rakyat)
c. Kemah budaya
39
B. Target Market
Sebagai salah satu objek wisata yang bertempat di Kabupaten Sragen,
Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran merupakan salah satu museum
sejarah yang berada di bawah naungan BPSMP Sangiran yang berstandart
internasional dimana fokus utamanya adalah mengkaji tentang evolusi manusia
yang berada di Indonesia. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi kabupaten
Karanganyar yang memiliki obyek wisata dibawah naungan Museum yang
berstandart internasional yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan
dunia, sehingga dapat menambah pendapatan daerah maupun pemasukan bagi
Indonesia melalui turis-turis lokal maupun mancanegara yang datang berkunjung.
Target Market yang digunakan pada Perancangan Video Profil Museum Manusia
Purba Klaster Dayu Sangiran ini adalah sebagai berikut:
1. Demografis
a. Usia : 10 – 60 tahun
b. Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
c. Pendidikan : Semua kalangan pendidikan
2. Geografis
Wilayah yang di cakup wisatawan domestik maupun mancanegara.
3. Psikografis
a. Kelas Sosial : Semua Golongan
b. Kondisi : Masyarakat lokal maupun mancanegara yang
yang haus akan informasi dan perduli akan sejarah manusia purba.
40
C. Target Audience
1. Demografis
a. Usia : 10 – 60 tahun
b. Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
c. Pendidikan : Semua kalangan pendidikan
2. Geografis
Wilayah yang dicakup wisatawan domestik dan mancanegara.
3. Psikografis
a. Kelas Sosial : Semua Golongan
b. Kondisi : Masyarakat lokal maupun mancanegara yang
suka berwisata dan perduli akan sejarah manusia purba.
D. Target Visual
Pemilihan dan karakteristik media dimaksudkan agar pesan yang disampaikan
dalam perancangan pembuatan film dokumenter ini lebih efektif dan efisien,
sehingga dalam perancangannya mendapatkan manfaat yang dicapai dari tujuan
pembuatan film dokumenter ini. Medianya terdiri dari :
1. Karya Utama
a. Video Profil Museum Manusia Purba Klaster Dayu Sangiran
2. Karya Pendukung
a. Cover CD
b. Box CD
c. Poster
d. Teaser
41
E. Komparasi
Dalam studi tentang komparasi, penulis memilih berdasarkan koleksi
penemuan yang hampir sama yaitu penemuan arkeologi berupa fosil. Disini
komparasi atau pembanding, karena pada dasarnya Museum Manusia Purba
Klaster Dayu Sangiran dalam usahanya dibidang pariwisata tidak mempunyai
kompetitor secara langsung maupun tidak langsung, karena dalam hal ini Museum
Dayu tidak mencari keuntungan dalam berusaha seperti obyek wisata perusahaan
swasta. Berikut adalah komparasi atau pembanding Museum Manusia Purba
Klaster Dayu Sangiran dengan memberikan jasa dan produk yang sama kepada
pasar dengan membandingkan promosi pariwisata.
1. Gambaran Umum Museum Trinil
Situs Museum Trinil adalah satu-satunya situs kepurbakalaan berada di
Ngawi Jawa Timur. Di museum ini banyak sekali tersimpan fosil-fosil purba,
mulai dari tengkorak manusia, gajah serta peralatan yang digunakan untuk
mempertahankan diri pada zaman itu. Situs ini terletak di pedukuhan Pilang, Desa
Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Letak Museum
kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi, atau dari jalan Solo -
Surabaya masuk ke utara 3 km. Dalam penelitian yang telah dilakukan, Trinil
merupakan kawasan di lembah Sungai Bengawan Solo yang menjadi hunian
kehidupan manusia purba, tepatnya zaman Plistosen Tengah atau sekitar satu juta
tahun lalu. Sama seperti Situs Sangiran, situs ini juga di anggap penting karena
pada situs ini selain ditemukan bukti yang kongkrit tentang fosil hewan dan
tumbuhan di lingkungan itu pada zaman dahulu. Selain itu juga ditemukan fosil
42
manusia purba “Pithecanthropus Erectus” yang ditemukan oleh E.Dubios pada
tahun 1891-1893. Sejak di temukannya fosil Phitecanthropus Erectus, Trinil
mulai menjadi bahan penelitian dan diskusi ilmiah di kalangan ilmuan selain di
Situs Sangiran. Nama “Trinil” itu sendiri berasal dari kata “tri” yang artinya tiga
dan “Nil” yang berarti sungai. Jadi maksud dari nama Trinil adalah Sungai yang
berada di antara tiga desa, yaitu sebelah utara adalah Desa Gemarang, sebelah
timur adalah Desa Ngancar, dan sebelah barat adalah Desa Kawu, Kecamatan
Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur.
2. Sejarah Museum Trinil
Peneltian di Situs Trinil diawali dari danya penemuan Fosil manusia purba
Phitecanthropus erectus atau lebih dikenal dengan nama “Homo erectus” pada
tahun 1890 oleh seorang dokter berkebangsaan Belanda bernama E.Dubios
sekaligus menjadi sejarah penelitian paleoantropologi pertama di Indonesia.
Setelah diadakan serangkaian penelitian dan penggalian lebih dalam, E.Dubois
berhasil menemukan tempurung tengkorak, gigi, serta fosul hewan ataupun
tumbuhan. Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu,
tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan Charles Robert Darwin
(1809-1882) dan akirnya memutuskan untuk pergi ke Indonesia. Dalam teori itu
menyatakan bahwa manusia ini berasal dari evolusi kera. Untuk penemuan fosil
oleh E.Dubois, didirikanlah sebuah tugu pengenal dengan lukisan anak panah
yang menunjukkan arah 175 meter ke arah timur laut. Kemudian pada tahun 1907,
penelitian E.Dubais diteruskan oleh sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Ny.
Salwenka. Sejak ditemukannya fosil oleh E.Dubais, nama Situs Trinil menjadi
43
terkenal dan menjadi bahan perbincangan terutama di kalangan ahli
paleoantropologi di dunia.
Wirodiharjo alias Sapri adalah salah seorang penduduk Desa Kawu yang
mempunyai perhatian lebih terhadap temuan-temuan fosil dari E.Dubais dan
Salwenka. Beliau adalah saksi mata ekspedisi Salenka di daerah Trinil. Pada
tahun 1968 Pak Wiro dengan seijin Kepala Desa Kawu, membangun sebuah
rumah tempat mengumpulkan fosil-fosil hasil temuan warga Desa Kawu dan
sekitarnya. Dari kegemarannya mengumpulkan tulang fosil peninggalan ini, Pak
Wiro kemudian dikenal dengan julukan Wiro “Balung” (Bahasa Jawa = Tulang).
Pada tahun 1979 penemuan fosil-fosil mulai di data dan selanjutnya pada tahun
1980-1981 pemerintah daerah setempat mendirikan museum untuk menampung
fosil-fosil. Pada tahun 1984 dilakukan pembenahan halaman dan pemagaran oleh
Departemen Pendidikan san Kebudayaan kemudian diresmikan oleh Gubernur
Jatim Bapak Soelarso pada tanggal 20 Nopember 1991.
3. Koleksi Museum Trinil
Beberapa koleksi benda-benda purbakala yang disimpan di museum
diantaranya :
a. Fosil Manusia
1) Phitecanthropus erectus cranium(tengkorak)
2) Phitecanthropus erectus cranium(tengkorak)
3) Phitecanthropus erectus femur (tengkorak)
4) Australopithecus afrinacus cranium Taung (tengkorak)
5) Homo neanderthalensis cranium (tengkorak)
6) Homo sapiens cranium (gigi geraham)
44
b. Fosil hewan bertulang belakang
1) Fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula
TrinilArea)
2) Fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper
Molar Trinil Area)
3) Fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area)
4) fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area)
5) Fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil
Area)
c. Alat-alat Batu
1) Kapak genggam
2) Pahat genggam
3) Alat lancipan
4) Kapak penetak
5) Alat serpih
4. Sarana dan Prasarana Museum Trinil
Sebagai tujuan wisata, Museum Trinil tentunya memberikan fasilitas dan
sarana pendukung guna kenyamanan pengunjung atau wisatawan, sarana dan
prasarana penunjang yang ada di Museum Trinilantara lain :
a. Ruang Pamer
b. Ruang Laboratorium
c. Kantor
d. Pendopo
e. Tugu P.e (Phitecanthropus erectus)
45
f. Patung Gajah Purba
g. Pos Satpam
h. Mushola
i. Toilet
5. Promosi yang Pernah Dilakukan
Selama ini museum Trinil telah menggunakan beberapa cara maupun media
untuk berpromosi sebagai upaya menarik wisatawan agar datang berkunjung.
Cara dan media yang pernah digunakan antara lain :
a. Mengadakan atau mengikuti pameran
b. Membuat buku
c. Membuat leaflet
d. Membuat papan nama
e. Membuat papan penunjuk arah
46
F. Analisis SWOT
Kelemahan dan kelunggulan Museum Klaster Dayu Sangiran
dibandingkan Museum Trinil adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Analisis SWOT
Keterangan Museum Klaster Dayu
Sangiran
Museum Trinil
Strenght Lokasi dekat dengan
tempat penemuan fosil
dan alat serpih
terbanyak yang pernah
ditemukan.
Kelangkaan dan
keunikan secara
antropologis di bawah
naungan Museum
Sangiran yang sudah
diakui lima besar dunia
Terdapat ruangan audio
visual
Ruang pamer memadai
dan cukup luas
Terdapat area istirahat
berupa gazebo dan
Lokasi strategis dekat
dengan jalan raya
Lokasi dekat dengan
penemuan fosil
Tersedianya pendopo
47
taman bermain untuk
anak-anak
.
Weakness Belum terdapat area
toko khusus untuk
berjualan souvenir
Area parkir kurang luas
Tidak ada souvenir
shop
Sarana dan prasarana
masih kurang
Jumlah koleksi sedikit
Media promosi kurang
Opportunity Menambah pendapatan
daerah
Mendapat dana dari
Lembaga Donor
Internasional melalui
bpsmp Sangiran
Membuka lapangan
usaha bagi penduduk
sekitar dengan
membuat kerajinan
tangan guna di jadikan
souvenir wisatawan
Mendapat dukungan
dana dari pemerintah
daerah, Dirjen
Kebudayaan,
Depdiknas, Suaka
Peninggalan Sejarah
dan Purbakala Jawa
Timur
Threat Sering timbul rasa
untuk memburu dan
Masyarakat sekitar
masih kurang peduli
48
melakukan transaksi
jual beli fosil secara
ilegal kepada tengkulak
karena melimpahnya
temuan fosil di situs
sangiran serta tingginya
nilai jual fosil purba.
terhadap arti
pentingnya situs
Kurangnya daya tarik
uwisatawan untuk
berkunjung
Minimnya dana untuk
perbaikan
G. Positioning
Positioning menurut Kotler “Positioning is the act of designing the
company’s offer so that it occupies a distinct and value placed in the target
customer mind”. Maknanya, mencari „posisi‟ di dalam pasar, dilakukan setelah
menentukan strategi segmentasi yang dipakai. Dengan kata lain positioning adalah
suatu tindakan atau langkah-langkah dari produsen untuk mendesain citra
perusahaan dan penawaran nilai dimana konsumen di dalam suatu segmen tertentu
mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu segmen tertentu, mengerti dan
menghargai apa yang dilakukan suatu perusahaan, dibandingkan dengan
pesaingnya. Strategi posisioning yang dilakukan oleh Museum Klaster Dayu
Sangiran adalah costumerimage. Positioning ini adalah penonjolan karakter
image dari museum dimata wisatawan. Dalam konteks ini, Museum Dayu
diposisikan sebagai sebuah tempat pendidikan pengetahuan sejarah serta
gambaran konstruksi lapisan tanah purba dari 4 zaman yang berusia 100 ribu
hingga 1,8 juta tahun silam sekaligus tempat untuk menyimpan hasil temuan fosil
49
tentang kehidupan zaman purbakala dan merupakan lokasi penemuan alat serpih
terbanyak yang dianggap paling tua sepanjang sejarah penemuan fosil di
Indonesia. Diharapkan bilamana masyarakat umum membutuhkan informasi
tentang sejarah khususnya kehidupan masa lalu dan lokasi penemuan alat serpih
terbanyak serta konstruksi tanah purba pada masa prasejarah, dalam mindset
mereka akan langsung teringat dan mengunjungi Museum Manusia Purba Klaster
Dayu Sangiran. Disamping itu semua melalui keunikannya dan kelangkaan materi
yang berada di Museum Klaster Dayu Sangiran, diharapkan menjadi kebanggaan
masyarakat ketika mengunjungi karena secara antropologis Museum Dayu adalah
sebagian presentasi khusus yang dibangun oleh BPSMP Sangiran yang telah
diakui oleh lima besar dunia (world heritage).
H. USP (Unique Selling Prepositiont)
Dalam positioning dipakai konsep selling point atau unique selling
prepositiont (USP) adalah dengan menonjolkan keunikan suatu produk yang tidak
dimiliki oleh produk lain. USP yang efektif harus bisa mengkomunikasikan
kemampuan perusahaan anda yang unik sehingga mampu memenuhi kebutuhan
yang belum mampu dipenuhi oleh yang lain di pasar. USP menunjukkan
kepada target market bahwa perusahaan atau objek yang kita kerjakan mampu dan
mempunyai kualifikasi untuk mengurangi masalah serta meningkatkan
keuntungan. Sebuah USP bisa jadi adalah salah satu senjata marketing yang
terampuh. Dalam hal ini Museum Sangiran Klaster Dayu, merupakan salah satu
museum yang digunakan untuk menyimpan temuan fosil benda-benda purbakala
serta memiliki keunikan dalam presentasinya kepada audience yang disajikan oleh
50
salah satu museum yang telah diakui oleh UNESCO. Dengan demikian
diharapkan masyarakat yang telah berkunjung ke Museum Klaster Dayu Sangiran
mendapatkan ilmu-ilmu yang bermanfaat dan memahami bahwa Musseum Dayu
adalah sebagian presentasi museum sangiran dengan tampilan dan karakter pamer
yang berbeda dan merupakan lokasi penemuan artefak alat serpih terbanyak yang
pernah ditemukan. Dalam video ini nanti akan menyajikan berbagai informasi
tentang Museum Dayu untuk menjelaskan profil dari museum ini kepada
masyarakat.