BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS -...
Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS -...
41
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi dua hal sebagaimana judul bab ini. Pertama akan
dikemukakan hasil penelitian dan yang kedua adalah analisis. Bagian pertama dari
bab ini akan menggambarkan hasil penelitian dari Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. 599K/Pid.Sus/2011 junto Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. 47PK/Pid.Sus/2012, dimana di dalam putusan ini akan
membahas mengenai kasus pembelian condensate yang dilakukan oleh PT. SPI
kepada Grains and Industrial Product sepanjang yang berkenaan dengan
pembayaran secara kredit dalam perdagangan internasional yang menjadi objek
dari analisis skripsi ini.
Selanjutnya, di bagian kedua akan dikemukakan analisis terhadap hasil
penelitian. Adapun tujuan dari pemaparan ini adalah dalam rangka tindak lanjut,
usaha untuk menjawab perumusan permasalahan sebagaimana telah dikemukakan
dalam Bab I.
42
1.1 Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian dari skripsi ini jika digambarkan sebagai berikut :
Sengketa yang bermula dari adanya pengajuan, Surat Permohonan Fasilitas Usance
L/C yang diajukan oleh PT. Selalang Prima Internasional kepada Bank Century
pada tanggal 29 Oktober 2007. Fasilitas Usance L/C ini digunakan untuk
keperluan pembelian condensate dari Grains and Industrial Product seharga USD
22,500,000.00. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya bahwa condensate ini
merupakan produk minyak bumi yang biasa dipergunakan untuk bahan baku
plastik dan bahan baku lainnya. Dan dalam pembukaan fasilitas usance L/C ini
ditentukan margin sebesar 20%, yang berarti hanya senilai USD 4,500,000.00
(yang ditanda tangani oleh Franky Ongkowardojo selaku Direktur dari PT. SPI).
Kemudian di tanggal yang sama Surat Permohonan Fasilitas Usance L/C
ini dikeluarkan atas informasi dan instruksi yang diberikan Robert Tantular (selaku
Direktur Utama yang merangkap sebagai Direktur Kredit Bank Century) kepada
Linda Wangsa (yang merupakan pimpinan kantor pusat operasi Bank Century
Cabang Senayan). Instruksi tersebut berupa perintah pembukaan Surat
Permohonan Fasilitas Usance L/C, yang mana sebelum melaksanakan instruksi
43
tersebut Linda Wangsa menanyakan kepada Robert Tantular mengenai perlunya
analisis data-data dari calon importir (dalam hal ini adalah PT.SPI) terlebih dahulu,
namun Robert Tantular tetap memerintahkan untuk tetap segera diproses.
Apa yang diinstruksikan oleh Robert Tantular tidak langsung
ditindaklanjuti oleh Linda Wangsa, akan tetapi Linda Wangsa menghubungi dan
menginformasikan terlebih dahulu kepada Hermanusa Hasan (yang juga
merupakan Direktur Utama merangkap sebagai Direktur Kredit Bank Century)
mengenai instruksi yang diberikan oleh Robert Tantular. Linda Wangsa
menjelaskan bahwa instruksi ini memiliki kekurangan dan kelemahan-kelemahan,
yaitu berupa tidak adanya data-data apapun dari calon importir, margin deposito
hanya 20% dari fasilitas L/C yang dimohonkan sehingga tidak mengcover seluruh
jumlah fasilitas kredit yang diajukan oleh calon importir, dan cabang tidak pernah
mengenal calon debiturnya. Namun oleh Hermanusa Hasan tetap diinstruksikan
agar tetap dijalankan, dengan terlebih dahulu membuat Formulir Persetujuan
Kredit (FPK) sedangkan untuk Memorandum Analisa Kredit (MAK) dan data-data
lainnya menyusul.
Kemudian di hari yang sama Linda Wangsa meminta kepada Hofi (selaku
Kabag Acount Oficer) untuk membuat formulir persetujuan kredit (FPK), dengan
nomor FPK 146/B-LC/SPI/KPOIX107 tanggal 29 Oktober 2007 (formulir tersebut
dikeluarkan tanpa ada kelengkapan dokumen administrasi dan survey terlebih
dahulu dan tanpa adanya memorandum analisa kredit). Dalam catatan/buku
ekspedisi pengantar dokumen milik Kantor Pusat Operasional Senayan
menunjukkan, bahwa dokumen memori analisa kredit baru disampaikan setelah
44
fasilitas L/C dicairkan (dokumen memori analisa kredit dibuat belakangan (back
date)).
Tanggal 19 November 2007 Surat Penegasan Kredit (SPK) no.271/PNG-
KRIB/KPOIXI 107 dibuat. Surat penegasan kredit ini berisi persetujuan bank
untuk memberikan fasilitas L/C sebesar USD22,500,000.00 kepada debitur
(PT.SPI). Berdasarkan Formulir Persetujuan Kredit (FPK) No. FPK:146/8
LC/SPIIKPOIX107 tanggal 27 Oktober 2007 dan Surat Persetujuan Pemberian
Fasilitas Kredit tgl 19 November 2007 menyatakan bahwa salah satu syarat
pemberian L/C mewajibkan PT.SPI (PT. Selalang Prima Internasional)
memberikan jaminan deposito sebesar USD 4,500,000.00 yang harus diblokir,
diikat secara gadai dan adanya kuasa pencairan.
Pada tanggal 22 November 2007, dilaksanakan penandatanganan Akta
Perjanjian Pemberian Fasilitas Usance L/C No.146, yang dibuat dihadapan saksi
Buntario Tigris ,SH ,SE ,MH Notaris di Jakarta, yang merupakan perjanjian antara
PT. Selalang Prima Internasional dengan Bank Century atas penyediaan fasilitas
usance L/C sebesar USD 22,500,000.00. Dan ditanggal yang sama dilakukan pula
penyerahan gadai atas deposito berjangka sebesar USD 4,500,000.00 juta No
VB.022598. Penyerahan gadai ini merupakan setoran jaminan sebesar 20% dari
total plafon usance L/C sebesar USD 22,500,000.00, yang ditandatangani oleh
terdakwa I Franky Ongkowardojo selaku Direktur Utama PT. Selalang Prima
Internasional dan terdakwa II Muhammad Misbkhun selaku Komisaris PT.
Selalang Prima Intenasional, dan dari pihak Bank Century ditandatangani oleh
Arga Tirta Kirana selaku Kepala Divisi Legal Coorporate Bank Century dan Linda
45
Wangsa selaku Pimpinan Kantor Pusat Operasi. Yang diikuti dengan penyerahan
Surat Kuasa dari PT. SPI (PT. Selalang Prima Internasional) kepada Bank Century
untuk memperpanjang jangka waktu bilyet deposito No.VB.022598 sebesar USD
4,500,000.00. Surat kuasa ini dibuat guna menagih, mengambil, dan menerima
pembayaran bunga dari uang pokok yang tertera pada deposito berjangka tersebut
pada waktunya, dan meminta pembayaran uang pokok dari deposito berjangka
tersebut sebelum jatuh tempo, yang ditandatangani oleh Franky Ongkowadojo
(terdakwa I) dan Muhammad Misbakum (terdakwa II).
Pada tanggal 23 November 2007, Direktur PT.SPI (buyer) menandatangani
kontrak perdagangan (sales contract) dengan Grains and Industrial Product (seller)
No. GRIP S07-4955-1807, dan pada saat penandatanganan kontrak perdagangan
tersebut para pihak (PT.SPI dan Grains and Industrial Product) memang tidak
saling bertemu. Namun, berdasarkan dokumen Bill of Lading tanggal 25 oktober
2007 tidak terdapat identitas PT.SPI yang ada justru PT.Trans and Pasific
Petrochemical Indotama (notify party), sehingga tidak terkait dengan L/C yang
dibuka oleh PT.SPI.
Sekalipun permohonan fasilitas usance L/C ini mengalami kejanggalan
namun, pada tanggal 27 November 2007 tetap dilakukan pembukaan depsito No.
VB.022598 sebesar USD 4,500,000.00, yang ditadatangani oleh pejabat Bank
Century. Pembukaan deposito dilakukan setelah adanya pendebetan dana dari
rekening PT.SPI di Bank Century. Setelah deposito tersebut dilakukan, selanjutnya
oleh petugas bagian deposito diserahkan kepada Bagian Kredit cabang KPO untuk
kelengkapan persyaratan jaminan PT SPI, dan filenya disatukan dengan surat
46
Gadai dan Surat kuasa untuk mencairkan Deposito. Memo dari bagian kredit
cabang KPO kepada bagian Deposito No LCSNY/KPOI SPI IXI I 07 tanggal 27
November 2007, yang menyatakan deposito No VB.022598 diblokir karena
menjadi jaminan UC yang di tanda tangani oleh Pimpinan KPO Linda Wangsa dan
Kabag Exim Nofi. Pada tanggal 29 November 2007, sesuai dengan Surat akseptasi
yang di lakukan oleh Bank Century kepada National Commercial Bank, Jeddah
maka pihak beneficiary yaitu Grains and Industrial Products, Singapore dapat
melakukan diskonto wesel untuk mendapatkan pembayaran dari negotiating bank.
Dengan adanya surat tersebut maka pihak penjual dapat melakukan penarikan dana
sebanyak USD 22,500,000.00 .
Dengan melihat kasus tersebut maka pertimbangan berupa bukti/pencairan
gadai deposito nomor: VB.022598 atas nama PT. SPI sebesar US$ 4,5 juta tanggal
19 November 2008 yang dilakukan oleh Bank Century menunjukkan, bahwa gadai
deposito yang menjadi obyek masalah, baru efektif tanggal 27 Desember 2007.
Dengan bukti baru tersebut, menunjukkan bahwa surat gadai deposito dan surat
kuasa pencairan deposito yang ditandatangani oleh para pemohon peninjauan
kembali/para terpidana tidak palsu. Jika surat tersebut dianggap sebagai surat palsu
maka surat tersebut sesuai hukum mengandung cacat hukum sehingga tidak
mempunyai nilai dalam sebuah perikatan atau persetujuan. Namun fakta hukum
berdasarkan bukti tersebut menunjukkan bahwa “surat tersebut adalah benar” dan
mempunyai nilai dalam perikatan atau persetujuan. Jika judex facti
mempermasalahkan para pemohon peninjauan kembali/para terpidana dengan
tuduhan telah “membuat surat palsu”, maka surat yang ditandatangani para
47
pemohon peninjauan kembali /para terpidana seharusnya mengandung unsur
ketidak benaran sehingga tidak dapat digunakan sebagai peruntukannya, namun
hukum telah membuktikan surat tersebut telah dipergunakan oleh pihak yang
membuat dan meminta surat tersebut sesuai peruntukan dan fungsinya dengan cara
telah dicairkan deposito milik para terpidana.
Selain itu sesuai dengan ketentuan hukum, jika sebuah persetujuan atau
perikatan mengandung unsur ketidakbenaran, maka persetujuan tersebut berakibat
batal demi hukum atau dapat dibatalkan, namun dalam perkara ini perjanjian gadai
deposito dan surat kuasa pencairan deposito oleh judex facti dan judex juris, tidak
pernah dibatalkan dan atau dinyatakan batal demi hukum sehingga berdasarkan hal
tersebut, surat tersebut tetap berlaku dan dipergunakan oleh pihak yang menerima
surat tersebut.
Menurut pendapat para ahli, judex facti (Pengadilan Negeri) membuat
kesimpulan pertimbangan hukum sebagai berikut :
1. PT. SPI yang didirikan pada tahun 1999, berdasarkan Akta Pendirian Nomor :
3 tanggal 2 November 1999, bergerak di bidang Perdagangan Umum.
2. PT. SPI gagal mengupayakan pendanaan dari transaksi commercialnya
sehingga pada tanggal 24 November 2008 PT.SPI mengajukan permohonan
kepada Bank Century untuk rescheduling (penjadwalan ulang) fasilitas L/C.
3. Proses restruksi L/C PT.SPI dimulai tanggal 14 November 2008.
4. Permohonan restrukturisasi PT.SPI disetujui oleh Bank Mutiara melalui
penawaran pada tanggal 29 November 2009, dan penandatanganan akta
48
perjanjian kredit restrukturisasi No.3 Tahun 4 dilakukan pada tanggal 6
November 2009.
5. Pada saat itu PT.SPI sebagai debitur lancar dengan peringkat kolektibilitas 2,
artinya PT.SPI masih mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi
kondisinya sudah tidak macet.
Dari apa yang telah ditemukan itulah maka judex facti membuat
kesimpulan fakta hukum, berupa judex facti sependapat bahwa, Perjanjian Kredit
(pemberikan fasilitas L/C), Perjanjian Gadai Deposito maupun Perjanjian
Pemberikan Kuasa (Kuasa Pencairan Deposito) adalah benar masuk dalam ranah
hukum perdata. Sehingga hubungan yang timbul dari perjanjian-perjanjian tersebut
merupakan hubungan hukum keperdataan. Namun yang menjadi permasalahan
dalam perkara ini bukan soal perjanjian kreditnya, bukan soal kredit macet atau
gagal bayar, dan bukan soal perjanjian jaminan (Gadai Deposito) antara kreditur
dan debitur, dan bukan soal prestasi atau wanprestasi, melainkan soal pemberian
keterangan yang diduga tidak benar atau palsu dalam surat gadai deposito dan
surat kuasa pencairan deposito.
Jika judex facti menganggap dalam perjanjian gadai deposito terdapat
keterangan yang tidak benar atau palsu, maka yang semestinya keberatan dan
dirugikan adalah pihak yang menerima penyerahan gadai tersebut, in cassu Bank
Century. Selain itu jika sebuah surat mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu
maka surat tersebut tidak mempunyai nilai sebagaimana fungsi dan peruntukannya.
49
Dalam kasus ini, judex facti tidak memperhatikan isi dari Akta No.6 yang
dibuat dihadapan Buntario Tigis, Sh.MH, yang jika dikaitkan dengan tuduhan
dalam perkara ini, dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut:
1. Surat Perjanjian Penyerahan Gadai Deposito dan Surat Kuasa Pencairan yang
ditandatangani tanggal 22 November 2007 adalah merupakan Perjanjian yang
tidak terpisahkan dari Perjanjian ini ;
2. Perjanjian Deposito ditandatangani tanggal 22 November 2007 namun
Depositonya baru efektif tanggal 27 November 2007, hal ini tidak termasuk
memberikan keterangan yang tidak benar, karena faktanya Bank Century tidak
pernah memutuskan Perjanjian Pemberian Fasilitas L/C kepada PT. SPI ;
3. Kesepakatan atau persetujuan yang tidak dituangkan dalam Perjanjian adalah
tentang Penyerahan Gadai Deposito tersebut pada tanggal 22 November 2007
namun efektifnya Deposito tersebut pada tanggal 27 November 2007
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Induk.
Dengan memperhatikan ketentuan tersebut adalah nyata bahwa ditandatanganinya
surat perjanjian gadai deposito dan surat kuasa pencairan deposito tersebut pada
tanggal 22 November 2007 dan berlaku efektif tanggal 27 November 2007 telah
sesuai dengan dan diatur dalam Akta Nomor : 146 yang dibuat di hadapan
Buntario Tigris, SH.MH. ; bahwa Akta No.146 tersebut adalah merupakan Akta
Otentik dan Akta tersebut tidak pernah dibatalkan.
Dengan demikian bagaimana mungkin yang menjadi pertimbangan hanya
berdasarkan fakta hukum yang terungkap. Dimana hanya menganggap bahwa surat
gadai deposito dan surat kuasa pencairan deposito seolah-olah berdiri sendiri, dan
50
tidak terdapat dalam perjanjian gadai deposito serta tidak ada hubunganya dengan
perjanjian kredit L/C. Padahal secara nyata pemberian keterangan tersebut terdapat
dalam perjanjian penyerahan gadai deposito.
Dengan demikian alasan dilakukannya Peninjauan Kembali yang
dilaksanakan berdasarkan atas adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang
nyata dalam pertimbangan putusan judex facti yang dikuatkan oleh Mahkamah
Agung adalah, adanya peryataan yang menyatakan bahwa, pemberian keterangan
yang diduga tidak benar/palsu dalam hal ini surat gadai dan surat kuasa pencairan
deposito yang menimbulkan kerugian pada Bank Century, kredit macet atau
berpengaruh pada likuiditas Bank. Keberatan tersebut dapat diterima dan
dibenarkan atas dasar pertimbangan sebagai berikut: perjanjian penyerahan gadai
dan surat kuasa pencairan deposito tanggal 22 November 2007 merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari perjanjian induk pemberian fasilitas LC berdasarkan
Akta No.146 yang dibuat di hadapan Notaris Buntario Trigris, SH.SE.MH., yang
dalam Pasal 2 menyatakan Bank berhak sewaktu-waktu memutus Perjanjian ini
seketika dan sekaligus terhadap seluruh hutang Debitur dalam hal antara lain
adanya ketidakbenaran pernyataan, surat, keterangan atau dokumen. Dengan
adanya klausul perjanjian ini menguatkan pertimbangan judex facti bahwa essensi
perbuatan para peninjauan kembali/para terpidana terletak dalam ranah hukum
perdata.
51
1.2 Analisis
Pada bagian ini akan menganalisa dan menjawab rumusan masalah yang
sebelumnya telah dirumuskan pada Bab I yaitu kredit dalam perdagangan
internasional.
Dalam hukum Indonesia pengaturan mengenai L/C dapat kita lihat pada
Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 tanggal 16 Januari 1982, Peraturan BI
No.5/11/PBI/2003 tanggal 23 Juni, Surat Edaran BI No.26/34.ULN tanggal
17 Desember 1993, Surat Keputusan Direksi BINo.23/88/KEP/DIR tanggal
28 Februari 1992dan Surat Edaran BI No.23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991,
Keputusan Presiden No.24 Tahun 1998, Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No.29/33/KEP/DIR/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran
Transaksi Impor. Dan dalam hukum Internasional pengaturan yang berlaku adalah
UCP. Ada berbagai macam jenis L/C yang dapat digunakan dalam perdagangan
export-import, namun pada kasus ini L/C yang digunakan adalah Usance L/C.
Dalam proses pembukaan L/C terdapat beberapa pihak sehingga sebuah
L/C dapat diterbitkan. Pihak-pihak yang dimaksud adalah pertama importir,
importir disini sebagai pihak yang membuka L/C, kedua exportir, exportir ini
sebagai pihak yang oleh karenanya L/C ini dibuka. Ketiga issuing bank, sebagai
pihak yang membuka L/C, bertanggung jawab membayar sejumlah uang kepada
exportir sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam L/C, serta
menginformasikan kepada advising bank bahwa ada L/C yang dibuka atas nama
exportir, dan keempat adalah advising bank, advising bank disini sebagai pihak
yang akan memberitahukan kepada exportir bahwa ada L/C yang dibuka atas
52
namanya. Dan dalam kasus ini terdapat PT. Selalang Prima Internasional sebagai
importir, Grains and Industrial Product Pte. Ltd sebagai exportir, PT. Bank
Century sebagai issuing bank dan Nasional Commersial Bank, Jeddah
Dari apa yang telah diutarakan diatas, kasus ini memiliki permasalahan
hukum yaitu pertama terdapatnya kejanggalan dalam proses penerbitan Surat
Permohonan Fasilitas Usance L/C. Kejanggalan ini terlihat ketika Linda Wangsa
menanyakan mengenai perlunya menganalisis terlebih dahulu data-data calon
importir (PT. Selalang Prima Internasional), namun oleh Robert Tantular tetap
diperintahkan supaya permohonan fasilitas usance L/C tetap diproses. Namun,
instruksi ini tidak segera diproses oleh Linda Wangsa, melainkan instruksi ini
dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada Hermanusan Hasan. Kepada Hermanusa
Hasan Linda Wangsa menerangkan bahwa surat permohonan yang diajukan ini
memiliki kekurangan dan kelemahan-kelemahan, yaitu berupa tidak adanya data-
data apapun dari calon importir, margin deposito hanya 20% dari fasilitas usance
L/C yang diberikan sehingga tidak mengcover seluruh jumlah fasilitas kredit yang
diajukan oleh calon importir, dan cabang tidak pernah mengenal calon debitur,
namun oleh Hermanusa Hasan tetap diinstruksikan agar tetap dijalankan, dengan
terlebih dahulu membuat formulir persetujuan kredit (FPK) sedangkan untuk
memorandum analisa kredit dan data-data lainnya menyusul.
Dimana dalam proses pembukaan L/C, analisis data dari calon
importir (debitur) merupakan hal yang sangat diperlukan. Hal ini
disebabkan ketika importir menggunakan L/C berarti bank bertindak
seakan-akan sebagai penjamin. Oleh karena alasan itu pula, yang dapat
53
menggunakan fasilitas L/C adalah nasabah dari bank yang bersangkutan
(bank sudah mengenal calon debitur). Hal ini juga dipertegas oleh PBI
No. 5 tentang pembayaran transaksi impor, dimana pada pasal 5 huruf a
mengatakan bank wajib melakukan penelitian kelengkapan dan
kebenaran pengisian data yang dicantumkan importir dalam formulir
permohonan L/C. Jadi bagaimana mungkin bank bisa melakukan
penelitian jika analisis terhadap debitur tidak dilakukan terlebih dahulu.
Selain alasan tersebut alasan lain yang mengharuskan agar dilakukan
analisis debitur terlebih dahulu adalah supaya bank mengetahui apakah
importir yang akan menggunakan fasilitas L/C ini akan sanggup
melakukan pembayaran atau tidak, sehingga bank pembuka ( issuing
bank) tidak akan mengalami kerugian kredit macet atau mengalami
likuiditas bank. Dan berkaitan dengan margin 20% yang diberikan oleh
PT. SPI kepada Bank Century, seharusnya tidak dilakukan. Karena L/C
bukan berbicara mengenai pinjaman yang diberikan oleh pihak bank
yang mebutuhkan jaminan agar L/C dapat dicairkan, melainkan
berbicara mengenai kapan pembayaran itu akan dilunasi oleh importir.
Hal ini dapat kita lihat pada PBI No.5 pasal (1) angka 3 yang
mengatakan bahwa letter of credit untuk selanjutnya disebut L/C adalah
janji membayar dari bank penerbit kepada penerima jika penerima
menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai dengan
persyaratan L/C. Jadi disini bukan lagi berbicara mengenai janji
membayar debitur kepada bank, melainkan bank penerbit kepada
54
exportir, jadi sudah seharunya pihak importir memiliki dana 100% atau
lebih dri 100% dari total plafon yang diajukan.
Kejanggalan lainnya adalah pada tanggal 22 November 2007 Franky
Ongkowardojo (terdakwa I) dan Mukhamad Misbakhun (terdakwa II) menyatakan
bahwa deposito berjangka adalah miliknya. Tetapi dana yang tersedia dalam
rekening valas PT.SPI hanya sebesar USD 1.826.250.00. Rekening valas ini pun
berasal dari 4 (empat) kali transaksi konversi/pembelian valas pada tanggal 19, 20,
21,dan 22 November 2007 yang masing-masing berjumlah sebesar USD
675,000.00 , USD 286,000.00 , USD 482,000.00 , USD 383,000.00. Saldo
rekening valas PT.SPI pada tanggal 27 November 2007 (sebelum pembukaan
deposito) adalah sebesar USD 4,838,621.26, selanjutnya sebagian besar dana
tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito sebesar USD 4,500,000.00 pada
tanggal 27 November 2007.
Jadi pengikatan jaminan deposito milik terdakwa Franky Ongkowardojo
dan Mukhamad Misbakhum dilakukan terlebih dahulu padahal depositonya sendiri
belum ada. Dimana seharusnya tanggal deposito adalah lebih awal dari tanggal
surat kuasa pencairan dan surat gadai. Jadi dalam surat gadai atas deposito
terdakwa hanya seolah-olah menyerahkan deposito sebesar USD 4,500,000.00
kepada Linda Wangsadinata dan Arga Tirta Kirana. Penyerahan ini ditandatangani
tanggal 22 November 2012 oleh Franky Ongkowardojo (terdakwa I) dan
Mukhamad Misbakun (terdakwa II) sebagai pihak yang mengadaikan dan Linda
Wangsa Dinata serta Arga Tirtakirana sebagai pihak-pihak yang menerima gadai.
55
Jika kita melihat pada UCP 500 pasal 3 salah satu isi L/C adalah jumlah
data yang dimiliki oleh debitur (importir). Jadi, bagaimana mungkin suatu L/C
dapat dikeluarkan tanpa adanya pendepositan terlebih dahulu. Jadi sudah pasti L/C
tersebut tidak akan dapat cair jika importir tidak memiliki dana di issuing bank.
Kemudian kejanggalan yang lain adalah berdasarkan dokumen Bill of
Lading tanggal 25 oktober 2007 tidak terdapat identitas PT.SPI yang ada justru
PT.Trans and Pasific Petrochemical Indotama (notify party) sehingga tidak terkait
dengan L/C yang dibuka oleh PT.SPI. Dan nama yang tertera pada kontrak
perdagangan berbeda dengan yang tertera pada dokumen pengiriman. Pada kontrak
perdagangan yang tertera nama Grains and Industrial Product namun dalam
dokumen pengiriman yang ada nama Petronas.
Hal ini sangat tidak sesuai dengan maksud dari diterbitkannya L/C tersebut,
karena suatu L/C dikeluarkan untuk kepentingan importir dan exportir. Jadi
bagaimana mungkin nama pada pada L/C berbeda dengan nama yang tertera pada
B/L. karena ketika kita mengisi B/L data-data (nama dan alamat pembeli, urai
barang) harus sama seperti yang disebut dalam L/C 1.
Jadi, permohonan fasilitas kredit yang diajukan oleh PT. SPI yang tidak
dilakukan survey atau kunjungan secara langsung. Dan semua syarat / proses
pemberian kredit hanya formalitas saja. Sehingga jelas tidak sesuai dengan
prosedur dan kenyataan , serta tidak dilakukan pencatatan dalam laporan maupun
dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi dalam pembukuan
atau dalam laporan proses kredit. Sehingga Bank Century mengalami kerugian
1 Amir M.S, Ibid, hal. 72
56
atau kredit macet atau mengalami likuditas Bank atau setidak - tidaknya dalam
pemberian kredit tersebut di atas tidak dilakukan analisa kredit prospek usaha
kinerja serta kemampuan membayar debitur sehingga menyebabkan kredit macet.
Pihak Bank Century sendiri sebagaimana diterangkan oleh para saksi
menyatakan, bahwa pemberian kredit Usance LC kepada PT.SPI adalah atas
perintah dan arahan dari Hermanus Hasan Muslim dan Robert Tantular. Meskipun
dalam prosesnya tidak sesuai dengan standard Perbankan sehingga isi Surat Gadai
Deposito dan Surat Pencairan Deposito tanggal 22 November 2007 yang
ditandatangani para peninjauan kembali/para terpidana yang tidak benar isinya
merupakan kesalahan dengan andil dan peran yang signifikan dari pihak bank.
Dimana seharusnya dalam pelaksanaan proses dikeluarkannya faslitas usance L/C
dilaksanakan oleh pihak Bank Century sendiri.
Dari apa yang telah diutarakan diatas maka Penulis menyimpulkan bahwa
kredit pada perdagangan internasional berbeda dengan kredit pada umumnya.
Memang baik kredit yang dilakukan dalam perdagangan internasional maupun
perdagangan nasional diperlukan adanya jaminan dalam proses pembukaannya.
Namun keberadaan dari jaminan ini berbeda. Maksudnya adalah ketika kita
melakukan kredit pada umumnya (nasional) debitur tidak memiliki sejumlah uang
untuk membayar sesuatu yang diinginkan, dan pada kredit dalam perdagangan
internasional debitur memiliki sejumlah uang untuk mendapatkan apa yang dia
inginkan, hanya saja pembayarannya dapat dilakukan ketika telah jatuh tempo. Hal
yang dapat menjadi dasar mengapa Penulis mengatakan bahwa debitur memiliki
sejumlah uang adalah, adanya pengikatan jaminan yang dilakukan oleh bank yang
57
bersangkutan dalam bentuk deposito yang dimiliki oleh debitur. Dimana debitur ini
merupakan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dan jumlah deposito yang
dijaminkan (yang nantinya akan diikuti dengan pemblokiran yang dilakukan dari
pihak bank terhadap nasabahnya) adalah 100% dari jumlah plafon yang diajukan.
Jadi seperti apa yang telah dikemukakan diatas bahwa penempatan jaminan
sebesar 20% yang diletakkan untuk membuka documentary credit atau L/C (sesuai
dengan persyaratan utama yang diajukan oleh Bank century), seharusnya tidak
layak digunakan sebagai suatu syarat utama dalam proses pembukaan documentary
credit. Hal ini yang seharusnya diperhatikan juga oleh hakim atau jaksa yang
mengusut kasus ini. Karena ketika pembayaran dilakukan menggunakan L/C,
maka fungsi dari bank disini adalah sebagai penjamin, sehingga bank akan
bertanggungjawab untuk membayar sejumlah uang yang telah disepakati dalam
dokumen. Pembayaran ini dilakukan ketika semua persyaratan yang tertera di
dalam LC telah dipenuhi. Karena dokumen pengapalan barang ini dikeluarkan atas
adanya L/C yang diterbitkan. Oleh karenanya L/C yang dibuka sering disebut
documentary letter of credit, yakni pembayaran L/C yang dijamin dengan
dokumen (dalam hal ini dokumen pengangkutan atau pengapalan).
Hal ini bisa kita lihat dari proses dikeluarkannya transaksi Letter of Credit
yaitu:
1. Pihak penjual dan pembeli mengadakan negosiasi jual beli barang hingga
terjadi kesepakatan.
2. Pihak pembeli diharuskan membuka L/C dalam negeri pada suatu bank
(bank pembuka L/C)
58
3. Setelah L/C DN dibuka, oleh bank pembuka L/C segera memberitahukan
kepada bank pembayar bahwa L/C DN telah dibuka dan agar disampaikan
kepada si penjual barang.
4. Penjual barang mendapat pemberitahuan dari bank pembayar bahwa
pembeli telah membuka L/C barang dagangan sudah dapat segera dikirim.
Disini penjual barang meneliti apakah L/C terjadi perubahan dari syarat
yang telah disetujui semula.
5. Pihak penjual menghubungi maskapai pelayaran atau perusahaan angkutan
lainnya untuk mengirimkan barang-barang ke tempat tujuan.
6. Pada waktu pembeli menerima kabar dari perusahaan pengangkutan bahwa
barang telah datang, maka pihak pembeli harus membuatkan certificate of
receipts atau konosemen yang harus diserahkan kepada bank pembayar dan
penjual. Hal ini dilakukan setelah memeriksa kebenaran L/C dengan faktur
atau barang yang dikirim oleh si pembeli.
7. Atas dasar konosemen penjual segera menghubungi bank pembayar dengan
menunjukan dokumen L/C dan surat pengantar dokumen disertai dengan
wesel yang berfungsi sebagai penyerahan dokumen dan penagihan
pembayaran kepada bank pembayar.
8. Bank pembayar setelah menerimea dokumen dari penjual segera
menghubungi bank pembuka L/C. Oleh bank pembuka L/C segera
memberitahukan penerimaan dokumen dilampiri dengan perhitungan-
perhitungannya kepada pembeli.
9. Pembeli menerima dokumen dari bank pembuka L/C
59
10. Pembeli segera melunasi seluruh kewajibannya atas jual beli tersebut
kepada bank pembuka L/C.
11. Bank pembuka L/C memberi konfirmasi penerimaan dokumen dan
sekaligus memberitahukan bahwa si pembeli telah membayar. Dengan
demikian memberi ijin kepada bank pembayar untuk melakukan
pembayaran kepada si penjual. Kemudian semua arsip disimpan.
12. Oleh bank pembayar akan dilakukan pembayaran dengan memperhatikan
diskonto atau perhitungan wesel2.
Tetapi begitulah hukum positif di Indonesia yang menunjukkan bahwa
dengan jaminan B/L saja sudah cukup sebagai suatu jaminan, karena B/L itu
dikuasai oleh pihak the issuing bank dan nilai dari B/L tersebut sama atau bisa jadi
lebih tinggi dari L/C yang diterbitkan oleh Bank.
2 ^ Welcome To My Blog ^ Maret 2012.htm