BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS -...

27
1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Sanksi Pidana Seumur Hidup Dalam Peraturan Perundang-undangan a. Sanksi Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP Perumusan sanksi pidana seumur hidup dalam KUHP dapat dirumuskan seperti pada tabel dibawah: Tabel 3.1 Rumusan Ancaman Sanksi Pidana dengan PSH Dalam KUHP No. Kelompok Kejahatan Perumusan Ancaman Pidana/ Pasal Mati/SH/20 TH SH/20 TH 1. Keamanan Negara 104, 111 (2), 124 (3) 106, 107 (2), 108 (2), 124 2. Kejahatan terhadap Negara 140 (3) 3. Membahayakan kepentingan umum 187 ke-3,198 ke-2, 200 ke-3, 202 (2), 204 (2) 4. Terhadap nyawa 340 339 5. Pencurian 365 (4) 6. Pemerasan& Pengancaman 368 (2) 7. Pelayaran 444 8. Penerbangan 479 k (2), 479 o (2) 479 f sub b, 479 k (1), 479 o (1) Sumber: Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004 Keterangan: Mati = Pidana Mati SH = Pidana Seumur Hidup 20 TH = Pidana penjara paling lama 20 tahun

Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS -...

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

1

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Hasil Penelitian

1. Sanksi Pidana Seumur Hidup Dalam Peraturan Perundang-undangan

a. Sanksi Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP

Perumusan sanksi pidana seumur hidup dalam KUHP dapat dirumuskan

seperti pada tabel dibawah:

Tabel 3.1 Rumusan Ancaman Sanksi Pidana

dengan PSH Dalam KUHP

No. Kelompok Kejahatan Perumusan Ancaman Pidana/ Pasal Mati/SH/20 TH SH/20 TH

1. Keamanan Negara 104, 111 (2), 124 (3)

106, 107 (2), 108 (2), 124

2. Kejahatan terhadap Negara 140 (3) 3. Membahayakan

kepentingan umum 187 ke-3,198 ke-2,

200 ke-3, 202 (2), 204 (2)

4. Terhadap nyawa 340 339 5. Pencurian 365 (4) 6. Pemerasan& Pengancaman 368 (2) 7. Pelayaran 444 8. Penerbangan 479 k (2), 479 o (2) 479 f sub b, 479 k

(1), 479 o (1) Sumber: Tongat. Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia,.Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, 2004

Keterangan: Mati = Pidana Mati SH = Pidana Seumur Hidup 20 TH = Pidana penjara paling lama 20 tahun

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

2

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perumusan sanksi pidana dalam KUHP

menggunakan sistem alternatif yaitu pidana seumur hidup dialternatifkan dengan

pidana mati atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun. Sebagai alternatif pidana

mati, pidana seumur hidup berhubungan dengan fungsi subsidair, yaitu sebagai

pengganti untuk delik-delik yang diancam dengan maksimum pidana mati.

Melihat perumusan pidana seumur hidup dalam KUHP yang secara keseluruhan

menggunakan sistem alternatif menunjukkan, bahwa pidana seumur hidup dalam

KUHP merupakan jenis sanksi yang dapat dipilih untuk penjatuhannya tidak

bersifat imperatif. Berbeda halnya dengan perumusan ancaman pidana penjara

selama waktu tertentu yang justru banyak menggunakan perumusan ancaman

pidana dengan sistem tunggal yang bersifat imperatif.

Hal ini tentu berbeda dengan perumusan sanksi pidana diluar KUHP yang

tidak jarang menggunakan sistem gabungan yaitu alternatif kumulasi, meski

jumlahnya tidak terlalu besar. Dari perumusan pidana seumur hidup atas delik-

delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman pidana seumur hidup

sebagian besar ditujukan pada tindak pidana berat yang membahayakan nyawa

orang dengan kata lain merupakan tindak pidana yang dapat menyebabkan

kematian.

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

3

b. Sanksi Pidana Seumur Hidup Di Luar KUHP

Perumusan sanksi pidana seumur hidup selain dalam KUHP, juga terdapat

dalam peraturan perundang-undangan lainnya diluar KUHP. Sebagai bahan

analisis ada 4 (empat) peraturan perundang-undangan diluar KUHP yang memuat

rumusan ancaman pidana seumur hidup yang akan diungkap dalam penelitian ini.

Keempat peraturan tersebut diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana

telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak

Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

1). Ancaman pidana seumur hidup dalam Undang-Undang Nomor 5/1997.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika memuat ancaman

pidana seumur hidup terhadap tindak pidana seperti yang diatur pada Pasal 59

ayat 2 yang menyatakan jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda

sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah. Pasal 59 ayat 1

menyatakan perbuatan yang terorganisir yaitu meliputi:

1. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)

2. memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

4

3. mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)

4. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan

5. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan I.

Ketentuan perumusan ancaman pidana seumur hidup dalam ketentuan Pasal

59 ayat 2 yang mencakup tindak pidana dalam Pasal 59 ayat 1, dirumuskan secara

alternatif-kumulasi, artinya bahwa sekalipun pidana seumur hidup dialternatifkan

dengan pidana mati atau penjara selama 20 tahun, tetapi juga dikumulasi dengan

ditambah pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta)

rupiah. Bentuk perumusan ancaman pidana seumu hidup dengan alternative-

kumulasi seperti ini tidak terdapat dalam perumusan sanksi pidana seumur hidup

pada KUHP.

2). Ancaman pidana seumur hidup dalam Undang-Undang Nomor 20/2001.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi

mengatur ancaman pidana seumur hidup seperti pada Pasal 2 ayat1, Pasal 3, Pasal

15 dan Pasal 16. Pasal 2 ayat 1 dinyatakan bahwa:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

5

Pasal 15 undang-undang ini menyatakan bahwa percobaan, pembantuan atau

permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan

pidana yang sama dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3. Dengan demikian maka

percobaan, pembantuan dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

korupsi merupakan delik yang selesai karena ancaman pidananya sama dengan

ancaman pidana yang dirumuskan dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 yaitu pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 (dua puluh) tahun dan

pidana denda. Sanksi pidana dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juga berlaku bagi

Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan

bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadi` tindak pidana

korupsi. Delik ini diatur pada Pasal 16 UU Tipikor.

Dalam Pasal 12 B ayat 2 diatur pula ancaman pidana seumur hidup mengenai

delik gratifikasi, menurut Pasal 12B ayat (2), bukan “gratifikasi’ nya, melainkan

perbuatan “menerima gratifikasi” itu. Pasal tersebut menyatakan bahwa pidana

bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling

sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pada Pasal 12 B ayat 2 khusus pidana

seumur hidup dirumuskan secara alternative dengan pidana penjara selama waktu

tertentu paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun).

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

6

3). Ancaman pidana seumur hidup dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memuat ancaman

pidana seumur hidup diantaranya terdapat pada Pasal 111 ayat 2, 112 ayat 2, 113

ayat 2, 114 (1 dan 2), 115 ayat (2), 116 ayat (2), 118 ayat 2, 119 ayat 2, 121 ayat

2, Pasal 132 dan 133. Pasal 111 ayat 2 menyatakan bahwa dalam hal perbuatan

menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon,

pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda.

Ancaman pidana seumur hidup pada pasal tersebut menggunakan sistem

perumusan alternatif kumulasi, khusus pidana seumur hidup dialternatifkan

dengan pidana penjara waktu tertentu paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

banyak 20 (dua puluh) tahun. Pada Pasal 113 ayat 2 dinyatakan bahwa perbuatan

memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana

denda maksimum Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar) ditambah 1/3 (sepertiga).

Dalam pasal tersebut pidana seumur hidup dialternatifkan dengan pidana mati

tetapi juga dialternatifkan dan dikumulasikan dengan pidana penjara paling lama

20(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

7

miliar). Ketentuan perumusan dengan sistem alternative kumulasi juga terdapat

pada Pasal 114 ayat 1 yang merumuskan ancaman pidana seumur hidup yaitu

“dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda”. Jelas

terlihat bahwa ancaman pidana seumur hidup dialternatifkan dengan pidana

penjara waktu tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun ditambah pidana denda.

Pasal 114 ayat 2 yang berkaitan dengan pidana seumur hidup menyatakan

bahwa “dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

pidana denda”. Ketentuan pada Pasal 132 tentang percobaan dan permufakatan

jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika

sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut termasuk yang diancam

dengan pidana seumur hidup maka dipidana dengan pidana sesuai ketentuan

dalam Pasal yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan dan

permufakatan jahat dalam undang-undang ini merupakan delik yang dianggap

selesai dan merupakan suatu tindak pidana yang ancaman pidananya sama dengan

ancaman pidana yang diancamkan bagi pelakunya.

4). Ancaman pidana seumur hidup dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun2003.

Perumusan ancaman pidana seumur hidup dalam Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terdapat pada Pasal

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

8

6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16. Pasal 6 menyatakan

bahwa:

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”.

Melihat ketentuan Pasal diatas ancaman pidana seumur hidup dirumuskan

dengan sistem alternative, yaitu dengan pidana mati atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Selanjutnya Pasal

7 menyatakan ancaman pidana seumur selengkapnya berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup”.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, sistem perumusan pidana yang

digunakan adalah dengan sistem tunggal, terlihat bahwa hanya terdapat satu

ancaman pidana yaitu pidana seumur hidup saja. Kelemahan dari sistem

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

9

tunggal salah satunya adalah hakim akan merasa kesulitan menentukan pidana

yang tepat untuk dijatuhkan pada pelaku, sebab dalam kondisi seperti ini hakim

hanya dihadapkan pada satu jenis ancama pidana. Padahal diketahui bahwa

dalam KUHP tidak ditemukan dan tidak diatur mengenai perumusan tunggal

untuk pidana mati dan pidana seumur hidup. Salah satu pertimbanganya adalah

pidana seumur hidup merupakan pidana terberat satu tingkat setelah pidana

mati. Pembuat undang-undang tidak mencantumkan alasan mengapa sanksi

pidana pada pasal 7 Undang-Undang Teroris ini hanya memuat ancaman

pidana seumur hidup secara tunggal.

Selain perumusan tunggal, terdapat sistem alternative yaitu Pasal 9 yang

merumuskan “dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun”. Ancaman pidana seumur hidup lainnya juga terdapat pada Pasal 14

yaitu: Setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain

untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Pasal 15 menyatakan bahwa

setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan

untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan

pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidananya.

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

10

Dalam ketentuan tersebut menunjukkan bahwa permufakatan jahat,

percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme

dianggap sebagai delik yang telah selesai karena ancaman pidananya sama

dengan pidana yang diancamkan terhadap pelakunya. Ancaman pidana pada

Pasal 15 juga berlaku bagi tindak pidana pada Pasal 16 Undang-Undang

Teroris. Dari ketentuan pada pasal-pasal yang memuat ancaman pidana seumur

hidup pada undang-undang tersebut, menunjukkan bahwa sebagian besar

ancaman pidana seumur hidup dirumuskan secara alternatif.

Ketentuan ini tentu saja sama dengan sistem perumusan pidana yang terdapat

pada KUHP. Ancaman pidana seumur hidup juga berlaku pada Pasal 17 Undang-

Undang Nomor 15 Tahun2003 tentang tindak pidana terorisme.

2. Gambaran Tentang Penerapan Pidana Seumur Hidup Di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang

Sebagai bahan analisis yang menjadi unit amatan penulisan ini disajikan tabel

narapidana seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane guna

memberikan gambaran dalam mengkaji Keputusan Menteri terkait kebijakan

remisi sebagai upaya menunjang tujuan pemasyarakatan bagi narapidana seumur

hidup khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang

sebagai berikut:1

Tabel 3.2. 1 Data yang diperoleh penulis dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang atas ijin Kementerian Hukum dan Ham Kantor Wilayah Jawa Tengah pada tanggal 12 November 2012.

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

11

Daftar nama narapidana seumur hidup Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I

Semarang Tahun 2012 No. Nama/umur Ditahan

sejak Perkara/Pasal

Nomor/putusan pengadilan

1. 2. 3. 4. 5.

Suranto Abdul Ghoni/35 th Sarjiyo/ 32 th Rony Wijaya/32 th Ruslan Abdul Gani/23 th Agus Santoso/28 th

26 April 2003 26 April 2003 22 Juni 2008 31 Agustus 2004 31 Agustus 2004

Teroris Teroris 365 KUHP 340 KUHP 340 KUHP

934K/Pid/2004 MARI 10 Maret 2004 1191 K/Pid/2004 MARI 10 Maret 2004 866/Pid/B/2008 PN.Semarang 04 Februari 2009 1329 k/Pid/2005 MARI 10 Oktober 2005 1327 K/Pid/2005 MARI 10 Oktober 2005

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:

Narapidana atas nama Suranto Abdul dikenai pidana seumur hidup karena

melakukan tindak pidana terorisme melalui Putusan Nomor 934K/Pid/2004

MARI tanggal 10 Maret 2004. Ghoni Sarjiyo dikenai pidana seumur hidup

karena melakukan tindak pidana terorisme yang ditegaskan dengan Putusan

Nomor 1191 K/Pid/2004 MARI tanggal 10 Maret 2004. Narapidana atas nama

Rony Wijaya dikenai pidana seumur hidup karena memenuhi Pasal 365 KUHP

tentang Pencurian yang ditegaskan dalam Putusan Nomor 866/Pid/B/2008 PN.

Semarang tanggal 4 Februari 2009. Ruslan Abdul Gani dikenai pidana seumur

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

12

hidup karena melakukan tindak pidana Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan

berencana, hal tersebut dikuatkan dengan Putusan Nomor 1329 k/Pid/2005 MARI

tanggal 10 Oktober 2005 dan narapidana atas nama Agus Santoso yang dipidana

seumur hidup karena melakukan tindak pidana Pasal 340 KUHP tentang

pembunuhan berencana dan dikuatkan dengan Putusan Nomor 1327 K/Pid/2005

MARI tanggal 10 Oktober 2005. Semua tindak pidana diatas tergolong dalam

tindak pidana berat. Tabel diatas, menunjukkan bahwa Kelima narapidana seumur

hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang sedang menjalani

pidana seumur hidup samapai dengan tahun 2012.

B. Analisis

1. Pidana Seumur Hidup Dari Perspektif Pokok-Pokok Tujuan Pemidanaan

Tindak pidana yang dipidana seumur hidup tergolong tindak pidana berat

seperti tindak pidana narkotika, terorisme, pembunuhan, maker, kejahatan

terhadap Negara dan lainnya sebagaiman telah dipaparka sebelumnya.

Penjatuhan sebuah pidana seyogianya mampu memberikan tujuan yang adil baik

dalam rangka perlindungan masyarakat maupun perlindungan individu. Pidana

seumur hidup ini mengantarkan Penulis pada penerapan tujuan pemidanaan yang

dapat dicapai melalui pidana seumur hidup saat ini. Tujuan pemidanaan berangkat

dari teori-teori pemidanaan sebelumnya seperti teori retributive atau teori absolut,

yang menyatakan bahwa pidana dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana sebagai

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

13

akibat dari tindak pidana yang dilakukan. Menurut pandangan teori ini pidana

mutlak diberikan bagi mereka yang telah melakukan kejahatan. Selanjutnya teori

teleologis atau relative, teori ini menyatakan bahwa pidana digunakan sebagai

sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mencapai kemanfaatan. Teori ini

dimaksudkan sebagai alat pencegahan baik secara umum maupun khusus.

Sedangkan teori retributivisme teleologis (gabungan) menganggap bahwa selain

sebagai konsekuensi yang harus diterima pelaku tindak pidana, pemidanaan juga

harus memberikan kemanfaatan baik melalui pencegahan secara umum maupun

pencegahan secara khusus.

a. Pidana Seumur Hidup Menurut Teori Retributif

Pidana seumur hidup dipandang dari tujuan pembalasan dalam teori ini

merupakan perwujudan yang nyata bahwa tindak pidana pencurian, teroris dan

pembunuhan sebagaimana merupakan tindak pidana yang dapat dikenakan sanksi

pidana seumur hidup bagi pelakunya adalah konsekuensi yang harus diterima

narapidana. Pidana seumur hidup merupakan bentuk perampasan kemerdekaan

seseorang. Jika tujuan pidana adalah semata-mata untuk sarana pembalasan saja

maka tak ada ruang bebas bagi pelaku tindak pidana yang dipidana seumur hidup.

Dalam pandangan teori absolute, tujuan pemidanaan yang ingin dicapai dari suatu

pemidanaan cenderung pada sifat pembalasan, bahwa setiap orang yang

melakukan tindak pidana adalah wajib menerima sanksi atas perbuatannya

tersebut. Bertolak dari tujuan tersebut dalam kaitannya dengan pidana seumur

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

14

hidup, pidana seumur hidup merupakan konsekuensi yang mutlak diterima bagi

pelakunnya sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku atas tindak pidana yang

dilakukan. Menurut Penulis tujuan pemidanaan dari sudut teori absolute hanya

melihat satu aspek saja yaitu bahwa narapidana hanya dijadikan obyek dalam

penjatuhan pidana tanpa memandang bahwa selain obyek pidana, narapidana

adalah subyek dalam hukum pidana yang patut dihormati hak-haknya, sebab

dalam pandangan teori absolute pelaku tindak pidana adalah mutlak untuk

dipidana.

b. Pidana Seumur Hidup Menurut Teori Teleologis

Menurut pandangan teori ini, pemidanaan harus bertujuan untuk memberikan

kemanfaatan. Pidana dianggap sah apabila dapat memberikan manfaat yang lebih

baik. Pidana ditujukan sebagai sarana pencegahan umum dan pencegahan khusus.

Pencegahan secara umum, pidana seumur hidup yang dijatuhkan,setidak-tidaknya

memberikan perlindungan kepada masyarakat umum karena pelaku tindak pidana

dijauhkan dari lingkungan masyarakat. Dengan demikian dapat mengurangi

keresahan yang terjadi dalam masyarakat serta dapat memulihkan keadaan yang

sempat terganggu akibat tindak pidana yang ditimbulkan. Tindak pidana

pencurian, teroris dan pembunuhan sebagaimana merupakan tindak pidana yang

dapat dikenakan pidana seumur hidup memberikan gambaran bagi masyarakat

luas akan sangat besar resiko yang akan diterima bagi pelakunya. Oleh karena itu,

penjatuhan pidana seumur hidup memberikan gambaran bagi masyarakat luas

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

15

sebagai upaya mencegah masyarakat umumnya tidak melakukan tindak pidana.

Pencegahan secara khusus dimaksudkan agar pidana seumur hidup yang

dijatuhkan dapat memberikan pembelajaran bagi narapidana agar menginsyafi

perbuatannya dan menjadi lebih baik. Pencegahan secara khusus juga

dimaksudkan agar narapidana mampu menahan diri untuk tidak mengulangi

perbuatannya. Bertitik tolak dari tujuan pemidanaan sebagai pencegahan baik

secara umum dan khusus, pidana seumur hidup akan dianggap benar dijatuhkan

bagi para pelakunya, sepanjang dapat memberikan manfaat baik bagi masyarakat

maupun diri pelaku tindak pidana tersebut.

c. Pidana Seumur Hidup Dari Sudut Pandang Teori Retributivisme

Teleologis

Tujuan pidana dalam teori ini adalah gabungan antara unsur dalam teori

absolute (pembalasan) dan unsur dalam teori teleologis/ relatif (kemanfaatan).

Teori gabungan ini menjadi landasan pemidanaan yang ada di Indonesia saat ini

karena dinilai lebih efektif dari teori-teori sebelumnya. Pidana seumur hidup

yang dijatuhkan terhadap narapidana seumur hidup jika dilihat dari sudut pandang

teori ini, menurut Penulis perlu dilihat terlebih dahulu sejauh apa kemanfaatan

yang bisa dirasakan bagi penjatuhan pidana seumur hidup. Tujuan pidana dari

penjatuhan pidana seumur hidup terhadap pelaku tindak pidana dalam hal ini

narapidana seumur hidup, harus dapat memberikan manfaat nyata yang dapat

diterima narapidana sebagai implementasi dari unsur kemanfaatan yang ada

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

16

dalam teori gabungan. Manfaat tersebut tidak cukup hanya dengan pembinaan dan

pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan , tetapi juga manfaat

lain khususnya manfaat yang menjadi harapan terbesar dari suatu pidana

khususnya pidana seumur hidup yaitu pelaksanaan resosialisasi atau kembali ke

dalam masyarakat lagi. Tujuan pemidanaan dalam teori gabungan ini ingin

menunjukkan bahwa pemidanaan tidak saja sebagai unsure pembalasan seperti

pada teori relative, tetapi harus memberikan perlindungan baik bagi masyarakat

maupun individu dalam hal ini pelaku tindak pidana, sebab pada prinsipnya teori

ini adalah pembaharuan dari teori-teori pemidanaan sebelumnya yang berusaha

ingin memandang bahwa pidana dijatuhkan tidak semata-mata untuk pembalasan.

Dengan dipidananya seorang pelaku tindak pidana dengan pidana seumur

hidup, menurut Penulis cenderung hanya diorientasikan pada aspek perlindungan

masyarakat yaitu pencegahan secara umum dengan mengabaikan aspek

perlindungan individu yaitu pencegahan khusus, disatu sisi masyarakat merasa

terhindar dari pengaruh dan akibat yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana

namun disis lain pelaku tindak pidana yang menjalani pidana seumur hidup ini

jelas harus menghabiskan hidupnya dengan menjalani pidana di sebuah lembaga

pemasyarakatan. Kenyataan yang demikian memperjelas bahwa pidana

dijatuhkan dengan mengabaikan kepentingan individu yaitu pelaku tindak pidana.

Tujuan pemidanaan yang ingin dicapai tidak hanya terbatas pada salah satu aspek

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

17

dan mengabaikan aspek lainnya melainkan harus dapat terpenuhi secara seimbang

baik itu dari aspek perlindungan masyarakat maupun perlindungan individu.

Dengan demikian tujuan pemidanaan yang terkandung dalam teori teleologis

relative ini pada dasarnya ingin menunjukkan dua aspek penting yang menjadi

tujuan utama suatu pemidanaan yaitu pemidanaan harus mampu menunjang aspek

perlindungan masyarakat, dan aspek perlindungan individu. Penulis beranggapan

bahwa penjatuhan pidana seumur hidup ini cenderung mengabaikan salah satu

aspek perlindungan yang menjadi tujuan utama dari pemidanaan pada teori

gabungan yaitu aspek perlindungan individu, karena narapidana seumur hidup ini

harus kehilangan kesempatannya berperan aktif dalam kapasitasnya sebagai

subyek hokum. Oleh karena itu Penulis menganggap bahwa pidana seumur hidup

ini tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan yang diharapkan.

1. Pidana Seumur Hidup Dari Perspektif Tujuan Pemasyarakatan

a. Pidana Seumur Hidup Menurut Tujuan Resosialisasi

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

18

Dalam pandangan teoretis konsep pemasyarakatan pada dasarnya merupakan

konsep resosialisasi dalam arti pemasyarakatan adalah memasyarakatkan kembali

para narapidana sehingga menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna. Dari

pandangan teoretis tersebut maka diperoleh pengertian bahwa sebenarnya

pemasyarakatan ini bertujuan untuk dapat memasyarakatkan kembali setiap

narapidana yang dipidana. Terkait dengan pidana penjara seumur hidup, maka

tujuan dari pemasyarakatan ini menurut Penulis juga berlaku bagi narapidana

seumur hidup. Penulis menganggap bahwa narapidana seumur hidup juga

manusia yang tidak hanya dijadikan obyek pemidanaan melainkan juga sebagai

subyek dalam tata kehidupan hukum yang berlaku. Artinya narapidana seumur

hidup tidak dapat begitu saja dipandang sebagai orang yang harus kehilangan

haknya karena harus menjalani pidana seumur hidupnya.

Pada dasarnya konsep pemasyarakatan yang bertujuan untuk

memasyarakatkan kembali narapidana dibangun dengan pemikiran yang lebih

manusiawi guna menggantikan prinsip kepenjaraan sebelumnya. Pemikiran ini

yang kemudian menjadi asas dari pelaksanaan pemasyarakatan. Pelaksanaan

pemasyarakatan diantaranya harus berasaskan pengayoman, yaitu perlakuan

terhadap narapidana dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan

diulanginya tindakan pidana oleh narapidana, juga memberikan bekal hidup

kepada narapidana agar menjadi warga yang berguna. Asas penghormatan harkat

dan martabat, yang berarti bahwa sebagai orang yang tersesat narapidana harus

diperlakukan sebagai manusia dan juga asas kehilangan kemerdekaan merupakan

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

19

satu-satunya penderitaan, yang dimaksud kehilangan kemerdekaan merupakan

satu-satunya penderitaan adalah narapidana harus berada dalam lembaga

pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu, sehingga Negara mempunyai

kesempatan untuk memperhatikannya.

Bertitik tolak dari asas dalam pelaksanaan pemasyarakatan tersebut, pidana

seumur hidup dalam pengertiannya merupakan bentuk perampasan “kemerdekaan

seseorang”. Narapidana yang dipidana seumur hidup harus menjalani pidana

sepanjang sisa hidupnya dalam sebuah lembaga pemasyarakatan. Hal ini

membuat narapidana pidana seumur hidup kehilangan kesempatannya kembali ke

tengah-tengah masyarakat. Dalam melaksanakan pemasyarakatan ada 3 (tiga) hal

penting yang terlebih dahulu harus dipahami yaitu:

a. Bahwa proses pemasyarakatan diatur dan dikelola dengan semangat

pengayoman dan pembinaan bukan pembalasan dan penjaraan.

b. Bahwa proses pemasyarakatan mencakup pembinaan narapidana di dalam dan

di luar lembaga (intramural dan extramural).

c. Proses pemasyarakatan memerlukan partisipasi, keterpaduan dari para petugas

pemasyarakatan pada narapidana dan anak didik pemasyarakatan serta

masyarakat umum.

Berangkat dari pemahaman tentang pelaksanaan pemasyarakatan diatas maka

dapat diketahui bahwa proses pemasyarakatan yang ada diatur dan dikelola

dengan semangat pengayoman dan pembinaan bukan pembalasan dan

penjaraan,sedangkan pidana seumur ini cenderung bersifat sebagai pembalasan

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

20

terhadap narapidana. Pelaksanaan proses pemasyarakatan mencakup pembinaan

narapidana di dalam dan di luar lembaga. Narapidana yang dipidana seumur

hidup tetap memperoleh pembinaan di dalam dan diluar lembaga karena system

kepenjaraan saat ini sudah meninggalkan pola atau falsafah pemidanaan dengan

system kepenjaraan, dan menuju system pembinaan bagi narapidana.

Dalam melaksanakan proses pemasyarakatan diperlukan partisipasi,

keterpadan dari petugas pemasyarakatan, narapidana serta masyarakat umum.

Artinya bahwa selama proses pemasyarakatan berlangsung diharapkan adanya

sinkronisasi dan harmonisasi dari ketiga subyek tersebut agar terjadi pelaksanaan

pemasyarakatan yang baik. Petugas pemasyarakatan harus dapat memberikan

pembinaan dan pelayanan tanpa membeda-bedakan narapidana, masyarakat

umum pun diharapkan memberikan pandangan yang positif terhadap narapidana

dan mampu menyadari bahwa narapidana adalah seseorang yang sedang butuh

dibina menjadi lebih baik. Proses pemasyarakatan merupakan suatu prosesbyang

tidak hanya terfokus kepada proses resosialisasi saja.

Dalam pandangan Penulis tujuan dari pembinaan dalam lembaga

pemasyarakatan merupakan bentuk implementasi dari beberapa teori pemidanaan

seperti melindungi kepentingan masyarakat, sarana pencegahan agar pelaku tidak

mengulangi tindak pidananya dan tujuan utama dari pemasyarakatan itu sendiri

yaitu memasyarakatkan pelaku tindak pidana hingga menjadi anggota masyarakat

yang baik. Bertitik tolak dari tujuan pemasyarakatan yaitu ssebagai proses

resosialisasi bagi narapidana, penerapan pidana seumur hidup menjadi suatu

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

21

bentuk pemidanaan yang tidak sejalan dengan konsep pemasyarakatan, karena

pidana seumur hidup pada prinsipnya adalah pidana yang harusn dijalani oleh

narapidana untuk waktu yang tidak bisa ditentukan yaitu selama sisa hidup

narapidana.

Dengan demikian pidana seumur hidup menurut Penulis tidak sesuai dengan

tujuan pemasyarakatan yang hendak dicapai dari proses pembinaan dalam

lembaga pemasyarakatan yaitu memasyarakatkan narapidana ke dalam

masyarakat kembali atau proses resosialisasi.

3. Pidana Seumur Hidup Ditinjau Dari Penerapan Kebijakan Remisi Pada

Narapidana Seumur Hidup Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I

Kedung Pane Semarang

Seperti telah diketahui bahwa pemidanaan dengan sistem pemasyarakatan

bertujuan untuk melaksanakan proses resosialisasi atau memasyarakatkan kembali

narapidana yang telah menjalani pidana di suatu lembaga pemasyarakatan. Guna

menunjang tujuan pemasyarakatan bagi pidana seumur hidup, maka diatur

kebijakan remisi dari pidana seumur hidup menjadi pidana sementara, sehingga

pencapaian tujuan memasyarakatkan kemabli narapidana juga berlaku bagi

narapidana yang dipidana seumur hidup. Kebijakan remisi diatur dalam Pasal 9

Keputusan Presiden Nomor 174 tahun 1999 tentang Remisi dan pelaksanaanya

diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.03-PS.01.04 Tahun

2000 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidana Yang

Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

22

Sebagai bahan analisis pidana seumur hidup dari perspektif tujuan

pemasyarakatan dilihat dengan merujuk pada data yang telah dipaparkan dalam

hasil penelitian terkait tentang narapidana seumur hidup di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang melalui kebijakan remisi dari

pidana seumur hidup menjadi pidana sementara.

Pada pada tabel 3.2 hasil penelitian daiatas, menunjukkan bahwa Kelima

narapidana seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane

Semarang tahun 2012 merupakan narapidana yang sedang menjalani pidana

seumur hidup. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Farida, salah satu pegawai

bagian Bimpas Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang tanggal 12

November 2012. Dirinya mengatakan bahwa kelima narapidana tersebut sampai

dengan tahun 2012 masih berstatus narapidana seumur hidup karena belum

memenuhi persyaratan mengajukan permohonan remisi menjadi pidana sementara

sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomo 174 tentang Remisi dan

juga peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan

HAM Nomor M-03.PS.01.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Remisi

Bagi Narapidana Yang Menjalani Pidana Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara

Sementara. Surat pengajuan permohonan remisi dibuat oleh narapidana yang

bersangkutan atau pihak lain selaku kuasa narapidana.

Surat permohonana ditujukan kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan

HAM sebagaimana diatur dalam Keputusana Menteri diatas. Penjatuhan pidana

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

23

seumur hidup kepada kelima narapidana seperti pada tabel 3.2, menurut Penulis

merupakan salah satu bentuk sarana pengimbalan atau pembalasan dari suatu

tindak pidana. Kelima narapidana akan menerima sanksi atas tindak pidana yang

mereka lakukan. Merujuk pada syarat pertama pengajuan permohonan remisi

yaitu telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun maka dari data pada

table 3.2 diatas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut: Narapidana masing-

masing bernama Suranto Abdul Goni dan Sarjiyo yang ditahan sejak April tahun

2003 atas tindak pidana terorisme, sampai dengan tahun 2012 mereka telah

menjalani masa pidana selama 9 (Sembilan) tahun, kemudian Ruslan Abdul Gani

dan Agus Santoso yang ditahan sejak Agustus tahun 2004 atas tindak pidana

pembunuhan (Pasal 340) KUHP sampai dengan tahun 2012 mereka telah

menjalani masa pidana selama 8 (delapan) tahun.

Selanjutnya untuk narapidana bernama Roni Wijaya yang ditahan sejak Juni

2008 atas tindak pidana pencurian (Pasal 365) sampai tahun 2012 baru menjalani

pidana kurang lebih 4 (empat) tahun atau belum memenuhi persyaratan minimal

menjalani pidana. Dari 5 (lima) narapidana seumur hidup di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang, empat diantaranya telah

memenuhi syarat minimal menjalani pidana sesuai ketentuan perundang-

undangan yaitu minimal 5 (lima) tahun.

Selain syarat minimal menjalani pidana syarat lain yang harus dipenuhi adalah

telah berkelakuan baik sejak penahanan. Narapidana dapat mengajukan

permohonan remisi menjadi pidana sementara paling lambat 4 (empat) bulan

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

24

sebelum tanggal 17 Agustus tahun yang berjalan. Surat permohonan tersebut

ditujukan kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM sesuai dengan tata

cara pengajuan permohonan remisi pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM

Nomor M.03-PS.01.04 Tahun 2000 yang telah disebutkan sebelumnya.

Dalam hal permohonan remisi dari pidana seumur hidup menjadi pidana

sementara dikabulkan, maka untuk selanjutnya narapidana berhak mengajukan

remisi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 174 tahun

1999 tentang Remisi. Kebijakan remisi bagi pidana seumur hidup tentu dapat

menjadi harapan bagi setiap narapidana yang dipidana seumur hidup untuk

nantinya dapat kembali ke masyarakat. Merujuk pada narapidana seumur hidup di

Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane tersebut, keempat narapidana sampai

dengan tahun 2012 masih berstatus narapidana yang sedang menjalani pidana

seumur hidup.

Menurut keterangan salah satu pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas I

Kedung Pane, keempat narapidana tersebut belum dapat mengajukan permohonan

remisi karena persyaratan permohonan dan data-data pendukung dari narapidana

belum memenuhi persyaratan. Selain telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima

tahun), narapidana harus telah berkelakuan baik, selama menjalani pidana

minimal 5 (lima) tahun. Berkelakuan baik ini masuk dalam daftar F yang memuat

pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana selama minimal 5 (lima) tahun.

Namun sampai tahun 2012 keempat narapidana masih menjalani pidana semur

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

25

hidup. Salinan daftar F bagi keempat narapidana belum terpenuhi sebagai syarat

mengajukan permohonan remisi menjadi pidana penjara sementara.

Penulis memandang bahwa meskipun kebijakan mengenai remisi juga berlaku

bagi pidana seumur hidup untuk dapat pengurangan pidana menjadi pidana

sementara, namun pelaksanaan remisi tersebut sangat selektif dan terbatas.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan remisi

bagi narapidana seumur hidup seperti pada Keputusan Menteri terkait, belum

mampu menunjang pelaksanaan remisi bagi narapidana seumur hidup. Kebijakan

remisi bagi pidana seumur hidup dimaksudkan agar narapidana seumur hidup

dapat dimasyarakatkan kembali dan berperan serta dalam masyarakat sehingga

mampu menunjang tujuan pemasyarakatan yang hendak dicapai yaitu

pelaksanaan resosialisasi.

Namun dalam kenyataannya remisi yang ada belum mampu mengurangi

ketajaman sifat pembalasan dari pidana seumur hidup ini. Untuk dapat

memperoleh remisi syarat dan tata cara yang harus dipenuhi narapidana seumur

hidup sangat selektif dan terbatas, tidak ada jaminan apabila mengajukan remisi

pasti akan dikabulkan.

Oleh karena itu menurut Penulis kebijakan pidana seumur hidup sejatinya

tidak sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. Di satu sisi pemasyarakatan bertujuan

untuk memasyarakatkan kembali narapidana, namun disisi lain narapidana

seumur hidup mengalami kesulitan untuk dapat dimasyarakatkan kembali terlebih

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

26

jika permohonan remisi dari pidana seumur hidup menjadi pidana sementara

ditolak. Narapidana harus kehilangan haknya untuk kembali ke masyarakat.

Menurut pandangan Penulis kemungkinan kecil memperoleh remisi bagi

narapidana seumur hidup diantaranya disebabkan oleh beberapa alasan seperti:

1. Belum terpenuhinya syarat-syarat untuk dapat memperoleh pengurangan masa

pidana (remisi) yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani pidana paling

singkat 5 (lima) tahun.

2. Tidak ada jaminan apabila mengajukan permohonan remisi dari pidana

seumur hidup menjadi pidana sementara pasti akan dikabulkan.

3. Masih menimbulkan kekhawatiran atau keresahan dalam masyarakat. Yang

dimaksud menimbulkan kekhawatiran atau keresahan dalam masyarakat

adalah, narapidana dikhawatirkan akan melakukan atau mengulangi tindak

pidana lagi yang dapat merugikan masyarakat setelah bebas nanti.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa kecilnya

kemungkinan memperoleh remisi bagi narapidana seumur hidup, menurut Penulis

juga dimaksudkan agar selama dalam proses pembinaan di lembaga

pemasyarakatan, narapidana ini benar-benar dibina dan dididik untuk menjadi

manusia yang nantinya dapat berperan serta dalam masyarakat setelah bebas.

Berdasarkan keseluruhan uraian diatas Penulis menyimpulkan bahwa pidana

seumur hidup yang merujuk pada narapidana seumur hidup di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang belum dapat menunjukkan

adanya keberhasilan remisi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri terkait

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6808/3/T1_ 312008079_BAB... · delik dalam KUHP diatas, secara rasional, ancaman

27

serta perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang remisi bagi pidana

seumur hidup. Remisi ini merupakan hak yang bagi setiap narapidana selama

dalam lembaga pemasyarakatan sebagai salah satu bentuk upaya mewujudkan

tujuan pemasyarakatan yaitu proses resosialisasi. Disatu sisi pemasyarakatan

bertujuan untuk memasyarakatkan kembali narapidana,(resosialisasi) namun disisi

lain penjatuhan pidana seumur hidup yang diterapkan saat ini menutup

kemungkinan narapidana untuk melakukan resosialisasi.

Salah satu upaya mewujudkan resosialisasi melalui remisi bagi narapidana

seumur hidup sangat selektif dan terbatas, mengingat langkah yang harus

ditempuh narapidana seumur hidup guna memperoleh remisi harus melalui

tahapan yang panjang yaitu bermula dari narapidana yang bersangkutan hingga

kepada Presiden. Remisi yang dimohonkan bagi narapidana seumur hidup juga

tidak ada jaminan bahwa permohonan remisi menjadi pidana sementara pasti akan

dikabulkan. Oleh karena itu menurut pandangan Penulis penerapan kebijakan

remisi dalam peraturan perundang-undangan yang salah satunya diatur dalam

Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M-03.PS.01.04 Tahun 2000

dengan merujuk pada narapidana seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas I Kedung Pane Semarang dapat memberikan gambaran bahwa pelaksanaan

remisi bagi narapidana seumur hidup khususnya pada keempat narapidana seumur

hidup diatas, sangat selektif dan terbatas.