0817-0040-666 (XL), Kantor cabang mmbc semarang | MMBC Semarang | Tour & Travel Revolution Semarang
Bab III Gambaran Kawasan dan Analisa Pengembangan · PDF fileJakarta-Semarang-Jombang,...
Transcript of Bab III Gambaran Kawasan dan Analisa Pengembangan · PDF fileJakarta-Semarang-Jombang,...
Bab III
Gambaran Kawasan dan Analisa Pengembangan Kawasan
III.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG
III.1.1 Pemerintahan dan Posisi Geografis Kota Semarang
Gambar III.1. Posisi Kota Semarang pada Pulau Jawa, Indonesia.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Semarang
Semarang adalah ibukota Propinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kota ini merupakan
kota yang dipimpin oleh walikota dan terletak sekitar 485 km sebelah timur
Jakarta, atau 308 km sebelah barat Surabaya. Batas kota Semarang adalah Laut
Jawa di Utara, Kabupaten Demak di Timur, Kabupaten Semarang di Selatan, dan
Kabupaten Kendal di Barat (Wikipedia, 2006).
Saat pertamakali berdiri, Semarang merupakan sebuah kabupaten yang didirikan
oleh Raden Kaji Kasepuhan, yang terkenal dengan sebutan Pandan Arang, pada
tanggal 2 Mei 1547 dan disahkan oleh Sultan Hadiwijaya. Pada tahun 1906
Pemerintah Hindia Belanda membentuk Kotapraja Semarang (gemeente
Semarang) yang dipimpin oleh burgermeester, yang menjadi cikal bakal
pembentukan kota Semarang1.
Kota Semarang terdiri atas 16 kecamatan (gambar III.2), yang terbagi lagi dalam
177 kelurahan dan sejumlah desa. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah (1)
Semarang Tengah; (2) Semarang Utara; (3) Semarang Timur; (4) Gayamsari; (5)
Genuk; (6) Pedurungan; (7) Semarang Selatan; (8) Candisari; (9) Gajah Mungkur;
1 Kotamadya Semarang secara definitif ditetapkan berdasarkan UU Nomor 13 tahun 1950 tentang pembentukan kabupaten-kabupaten dalam lingkungan provinsi Jawa Tengah (Wikipedia, 2006).
III - 1
(10) Tembalang; (11) Bayumanik; (12) Gunung Pati; (13) Semarang Barat; (14)
Ngaliyan; (15) Mijen; dan (16) Tugu.
Gambar III.2. Pembagian 16 Kecamatan pada Kota Semarang.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Semarang
Daerah dataran rendah di Kota Semarang sangat sempit, yakni sekitar 4 kilometer
dari garis pantai. Dataran rendah ini dikenal dengan sebutan “kota bawah”.
Kawasan kota bawah seringkali dilanda banjir, dan di sejumlah kawasan, banjir
ini disebabkan luapan air laut (rob). Di sebelah selatan merupakan dataran tinggi,
yang dikenal dengan sebutan “kota atas”, di antaranya meliputi kecamatan Candi,
Mijen, Gunungpati, dan Banyumanik.
Kota Semarang dapat ditempuh dengan perjalanan darat, laut, dan udara.
Semarang dilalui jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di
pantai utara Pulau Jawa. Saat ini telah dibangun jalan tol yang menghubungkan
Semarang dengan Solo, kota terbesar kedua di Jawa Tengah. Angkutan bus
antarkota dipusatkan di Terminal Terboyo. Angkutan dalam kota dilayani oleh bus
kota, angkot, dan becak. Semarang memiliki dua stasiun kereta api: Stasiun
Semarang Tawang untuk kereta api kelas bisnis dan eksekutif, serta Stasiun
Semarang Poncol untuk kereta api kelas ekonomi dan angkutan barang. Kereta api
diantaranya jurusan Semarang-Jakarta, Semarang-Bandung, Semarang-Surabaya,
III - 2
Jakarta-Semarang-Jombang, Jakarta-Semarang-Malang. Sedangkan angkutan
udara dilayani di Bandara Ahmad Yani, menghubungkan Semarang dengan
sejumlah kota-kota besar Indonesia setiap harinya. Pelabuhan Tanjung Mas
menghubungkan Semarang dengan sejumlah kota-kota pelabuhan Indonesia;
elabuhan ini juga terdapat terminal peti kemas.
engan penduduk setempat dan
enggunakan Bahasa Jawa dalam berkomunikasi.
m menghidupkan perdagangan pun tidak
apat dilepaskan dari sejarah kota ini2.
p
Penduduk Semarang umumnya adalah suku Jawa dan menggunakan Bahasa Jawa
sebagai bahasa sehari-hari. Agama mayoritas yang dianut adalah Islam. Semarang
memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Seperti di daerah lainnya di Jawa,
terutama di Jawa Tengah, mereka sudah berbaur d
m
III.1.2 Sejarah Singkat Kota Semarang
Sejarah kota Semarang telah diawali sejak tahun 1476. Pada masa tersebut,
seorang pemuda bernama Ki Pandang Arang di daerah Mugas Bergota datang
untuk mengislamkan kawasan tersebut. Kemudian Semarang mulai dibangun
dengan tatanan dasar yang teratur pada pemerintahan Ki Ageng Pandaran di
daerah Bubakan. Kedatangan orang-orang Tionghoa, bermukimnya mereka di
tanah Semarang, dan peran mereka dala
d
Meskipun Kota Semarang mulai dipetakan sebagai sebuah kota pada tahun 1695
oleh Prof. Van Bemmelen, namun jauh sebelum itu kota ini telah menjadi
pelabuhan penting di pantai utara Jawa dengan berkumpulnya pedagang-
pedagang3 dari Arab, Persia, India, Tionghoa. Hingga saat itu dapat dikatakan
bahwa Semarang masih memiliki karakter sebuah desa kecil. Maka sejak 15
2 Dalam buku “Oud Semarang” J.R Van Berkum menuliskan bahwa mungkin sekali orang-orang Tionghoa telah bermukim di Semarang sebelum tahun 1000 M. Bahkan Prof. DR. S. Muhammad Husayn M.A. memperkirakan, bahwa mereka telah bermukim sekitar tahun 921 M. Namun kedatangan Laksamana Cheng Ho sebagai utusan Kaisar Tiongkok ke Simongan pada abad ke 15 untuk meninjau koloni-koloni di luar dataran China menjadi bukti sejarah yang paling menguatkan keberadaan mereka di Semarang. 3 Orang Eropa yang pertama datang di Semarang yakni Portugis, sedangkan orang-orang Belanda mulai masuk ke Semarang pada abad ke 17 pada masa kekuasaan Kerajaan Demak. Saat jatuh ke dalam kekuasaan Mataram, pemberontakan pangeran Trunojoyo berhasil diredam dengan bantuan VOC, akibatnya Amangkurat II, sebagai penguasa mataram menggadaikan Semarang kepada Belanda.
III - 3
Januari 1678 Semarang diperintah oleh VOC yang kemudian menjadikan
Semarang sebagai sebuah kota benteng, kota ini kemudian memiliki karakter
sebuah kota. Untuk mengamankan kota Semarang didirikan beberapa benteng
pada sekitar abad ke 18, salah satu yang tertua adalah di daerah Sleko. Benteng
lainnya yang juga terkenal adalah “Fort Prins Van Oranje” yang letaknya di
belakang Stasiun Poncol. Kemudian pemerintahan Semarang diambil oleh
emerintah Belanda pada tahun 1799 dengan bangkrutnya VOC.
bangun Jalan Raya Post
rootepostweg) dari Anyer ke Panarukan.
bangunnya berbagai fasilitas
dministrasi dan hiburan di sepanjang jalan tersebut.
p
Perencanaan kota Semarang pada masa kolonialisme sarat dengan pertimbangan
militer. Setelah bangkrutnya VOC dan pemerintahan di Nusantara dipegang oleh
pemerintah Hindia Belanda 1 Januari 1800, Herman Willem Deandels menjadi
Gubernur Jendral berikutnya di Batavia. Untuk mempertahankan Jawa dari
serangan Inggris, Deandels kemudian mem
(G
Pembangunan Jalan Raya Pos telah merubah struktur kota-kota di Jawa
selanjutnya. Pada lingkup kota Semarang, Jalan inilah yang kini kita ketahui
sebagai Jalan Jendral Sudirman, Jalan Sugiopranoto, Jalan Pemuda, Jalan LetJen
Soeprapto, Jalan Raden Patah, dan Jalan Kaligawe. Sejak itu, mode transportasi di
kota Semarang yang sebelumnya berorientasi pada transportasi sungai utara-
selatan berubah menjadi berorientasi pada jalan timur-barat. Jalan Bojong
(sekarang jalan Pemuda) dan jalan Poncol (sekarang jalan Imam Bonjol) pun
kemudian berkembang sebagai kawasan pusat kota lainnya. Kawasan
persimpangan Grootepostweg, Bojong dan Poncol inilah yang kemudian dijadikan
kawasan kota praja (sekarang Tugu Muda). Pada perkembangan selanjutnya, jalan
Bojong menjadi jalan yang sangat penting dengan di
a
Kebangkitan kota Semarang sebagai kota modern diawali dengan pembukaan
jaringan kereta api yang menghubungkan Semarang dengan ketiga penjuru
pelosok Jawa Tengah (Selatan, Timur, Barat). Dengan berkembangnya teknologi
transportasi menjadi transportasi rel, maka Jalan Raya Pos pun diikuti dengan
III - 4
pembangunan jalan rel. Pada tahun 1847, jalan rel telah melintasi kota Semarang.
Kemudian pada tahun 1864, jalur kereta api pertama dari Semarang ke Solo dan
Yogya dibangun oleh N.I.S. proyek ini baru dapat diselesaikan pada tahun 1872
melalui serangkaian masalah keuangan. Antara tahun 1882 hingga 1883,
perusahaan kereta api yang lain S.J.S membuka jalur kereta api dari Jurnatan
(stasiun pusat) ke Bulu (pojok bara kota), dan ke Jomblang (pojok selatan kota),
serta ke Juana. Dalam tahun 1892, jaringan diperluas ke timur sampai Demak dan
Blora. Pada tahun 1908, S.C.S membuka jalur KA. Semarang-Cirebon. Stasiun
ma Tambak Sari kemudian dipindah ke Stasiun Tawang pada tahun 1914.
ang menembus kali Semarang di
ampung Melayu dan diberi nama Kali Baru.
diperburuk ketika sebuah
man kota (Stadstuin) dibuka di sudut baratnya (1904).
la
Dapat disimpulkan bahwa sistem perkereta-apian sangat mempengaruhi kota
Semarang, hingga kemudian adanya trem menjadi salah satu dasar pertimbangan
perencanaan dan perancangan Thomas Karsten pada kota Semarang. Pada
selanjutnya Pelabuhan Semarang pun tidak lagi mencukupi kebutuhan, sehingga
digali sebuah Terusan Pelabuhan dari laut y
K
Revolusi transportasi ini dengan cepat mengembangkan kehidupan ekonomi kota
Semarang. Semarang mulai tumbuh menjadi pusat regional Jawa Tengah dengan
perputaran jalur distribusi hasil bumi dan hutan yang berpusat di Kota Semarang.
Revolusi urban tersebut segera mulai menimbulkan dampak negatif. Pasar
Pedamaran sebagai pasar tertua di Semarang dikalahkan oleh Pasar Johar yang
tumbuh sangat cepat (1890-1898). Pertumbuhan Pasar Johar ini menggerogoti
ruang alun-alun yang sebelunya memang bukan elemen primer kota yang kuat.
Perusakan keutuhan ruang alun-alun Semarang semakin
ta
Kemudian sekitar Perang Dunia I dan II, resesi ekonomi dunia telah mengacaukan
segala bidang kehidupan kota Semarang. Pemogokan dan aksi teror yang
didalangi kaum komunis merupakan kejadian rutin pada tahun dua puluhan dan
tiga puluhan. Dalam situasi tersebut, dua proyek pembangunan besar dapat
III - 5
diselesaikan, yaitu pembukaan pelabuhan baru di mulut Kali Baru (1920) dan
masuk ke Semarang. Pada tahun 1950, jumlah
enduduk Tionghoa di Semarang melonjak menjadi 60.000 jiwa (77% di
gai walikota yang pertama. Dengan demikian dalam situasi
ang lebih tenang, kota Semarang memasuki babakan baru dengan pertumbuhan
yang sangat pesat.
rekonstruksi besar Pasar Johar (1936).
Perang Pasifik yang kemudian dilanjutkan dengan Perang Kemerdekaan (1942-
1949) telah memporak-porandakan kota Semarang. Semarang menjadi medan
pertempuran yang terkenal sebagai Pertempuran Lima Hari (15-20 Oktober 1945).
Dalam situasi kacau tersebut, banyak orang Tionghoa dari luar kota mengungsi ke
Semarang dan banyak di antaranya terus menetap di sana. Sejumlah besar kaum
Nasionalis Cina yang melarikan diri dari revolusi Komunis yang menghasilkan
Republik Rakyat Cina, juga
p
antaranya lahir di Indonesia).
Pada tanggal 1 April 1950, Pemerintah Daerah diresmikan, dengan Mr. R.
Koesoebijono seba
y
III - 6
III.1.3 Sejarah Singkat Zona Historis Kota Semarang
Dalam Studi Teknis Perencanaan Kota Lama Semarang oleh Sekretariat Kodya
Dati II Bagian Perkotaan Semarang (1999), terdapat enam Zona Wisata Kota Tua
Semarang yang berpotensi untuk dikembangkan, yakni (a) Kawasan Kauman dan
Johar, (b) Kota Lama Semarang, (c) Kampung Melayu, (d) Kampung Pecinan, (e)
Kampung Kulitan, dan (f) Kawasan Pelabuhan, lokasi kawasan historis ini seperti
yang diperlihatkan pada gambar III.3.
Gambar III.3. Zona Wisata Kota Tua Semarang, mencakup (1) Kawasan Kauman dan Johar,
(2) Kota Lama Semarang, (3) Kampung Melayu, (4) Kampung Pecinan, (5) Kampung Kulitan, dan (6) Kawasan Pelabuhan. Sumber : olahan pribadi 2007, dan Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang (1999).
III - 7
Sejarah singkat keenam kawasan historis ini adalah sebagai berikut :
a) Kawasan Kauman dan Johar
Awal berdirinya kawasan Kauman dan Johar tidak lepas dari pengembangan
Semarang oleh Ki Ageng Pandan Arang, seorang maulana dari Arab yang
kemudian menjadi bupati pertama Semarang. Ia memulai pembukaan Semarang
pada tahun 1575 dengan memindahkan kegiatannya ke daerah pantai yang dulu
disebut Bubakan (bubak dalam bahasa Jawa berarti membuka) dan menetap di
kawasan Jurnatan yang diberi nama sesuai dengan jabatannya sebagai jurunata. Ki
Ageng Semarang inilah yang kemudian diyakini sebagai pendiri kota Semarang.
Pada masa itu, dengan cepat Semarang telah berkembang menjadi bandar utama
Kerajaan Mataram.
Kawasan Kauman yang berada di ujung barat Jurnatan merupakan salah satu
pemukiman yang timbul karena banyaknya pedagang asing yang datang dan
memutuskan untuk menetap. Pada mulanya merupakan pemukiman dengan
rumah-rumah sederhana yang dihuni oleh para pedagang Arab. Kampung Kauman
ini di sebelah kawasan Kanjengan yang pada masa pemerintahan kolonial
merupakan domain politik internasional.
Saat ini, baik kompleks Kanjengan maupun Alun-Alun telah didemolisi sehingga
warisan terbesar yang masih dapat ditemui adalah Masjid Besar Kauman. Dalam
peta tahun 1695 terlihat masjid Semarang semula terletak di sebelah timur Dalem
namun pada tahun 1741 masjid ini dipindahkan ke komplek Alun-Alun dan
merupakan masjid paling besar yang mengabadikan nama Kanjeng Adipati Suro
Adi Menggolo III sebagai pendirinya. Namun kemudian masjid tersebut terbakar
pada tanggal 11 April 1883 dan baru dibangun kembali pada tanggal 23 April
1889 atas bantuan Gi Blume yang waktu itu menjabat sebagai asisten residen
Semarang dan Raden Tumenggung Cokrodipoero yaitu bupati Semarang pada
waktu itu. Pembangunan baru ini berhasil diselesaikan pada tanggal 23 November
1890.
Kawasan Pasar Johar dibangun oleh Thomas Karsten pada tahun 1933 setelah
sebelumnya dia membangun Pasar Jatingaleh (tahun 1930). Sampai sekarang
kedua pasar ini dapat ditemukan walaupun berbeda ukuran namun masih
menunjukkan kemiripan arsitektur.
III - 8
Hasil penelitian mengenai Pasar Johar yang dilakukan atas kerjasama Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro dengan Bappeda tingkat II Semarang pada tahun
1994, menunjukkan bahwa kawasan ini mempunyai peran, kedudukan, fungsi,
maupun potensi sebagai berikut (Susiyanti, 2003) :
1) Pasar Johar memiliki skala pelayanan hingga tingkat regional Jawa Tengah,
sehingga menjadi trademark tersendiri bagi Kota Semarang. Hal ini
ditunjukkan dengan dominasi fungsi perdagangan mencakup besaran fisik
pasar serta besarnya jumlah dan ragam barang mata dagangan yang dijual.
2) Pasar Johar berperan besar terhadap titik awal sejarah tumbuhnya Kota
Semarang pada umumnya dan Kawasan Johar pada khususnya. Kawasan ini
berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata perdagangan.
Potensi ini selain didukung dengan keanekaragaman jumlah dan jenis
komoditi barang dagangan yang ada, juga karena lokasinya yang dekat dengan
Kawasan Kota Lama Semarang yang termasuk kawasan wisata.
b) Oude Stad Semarang (Kota Lama Semarang)
Kota Lama Semarang pada awalnya merupakan kota benteng yang berupa daerah
permukiman khusus bangsa Belanda. Kota Lama dirancang dalam suatu pola
konsentrik dengan simpul pada paradeplein yang merupakan plaza pusat dengan
tempat ibadah (gereja) dan segala aktifitas perdagangan di sepanjang tepi jalan.
Pertumbuhan Kota Lama dipengaruhi oleh pemberontakan orang Cina melawan
Belanda (1742) dan pindahnya Kantor Pusat Dagang VOC dari Jepara ke
Semarang (3 Januari 1778). VOC kemudian memperkuat diri dengan membangun
benteng-benteng pertahanan termasuk pembangunan kota benteng untuk
melindunginya dari serangan penduduk asli.
Kota ini seolah terbelah dua oleh Heerenstraat yang merupakan bagian dari
jaringan de groote postweg (Jalan Raya Pos) yang dibangun pada masa
pemerintahan Gubernur Jendral bertangan besi, Daendels. Aksis dari arah selatan
dan utara yang dibentuk oleh Jalan Suari telah memunculkan Gereja Blenduk
sebagai focal point dari arah Jalan Pekojan.
Tahun 1824, benteng yang mengelilingi Kota Lama dibongkar, berikut dengan
gerbang dan pos keamanannya. Hal ini disebabkan Belanda ingin
III - 9
mengembangkan Semarang sebagai kota modern, yaitu dengan membuka jalan
kereta api serta membuka terusan pelabuhan yang diberi nama Kali Baru dan
kawasan sekitarnya.
Pada pertengahan abad 19 hingga awal Perang Dunia II, Kota Lama sudah bukan
merupakan wilayah khusus Belanda, aktifitas perekonomian juga sudah tidak
didominasi oleh bangsa Belanda. Kemudian pada masa penjajahan Jepang hingga
setelah Perang Dunia II hampir tidak ada pembangunan di Semarang. Kota Lama
yang merupakan pusat kota menjadi kosong karena sebagian penghuninya yang
berkebangsaan Eropa terpaksa menyelamatkan diri dari kejaran tentara Jepang.
Perang yang terjadi di antara tentara Jepang dan Sekutu telah mengakibatkan
banyak kerusakan di beberapa bagian Kota Lama.
c) Maleidsche Kampong (Kampung Melayu)
Kampung Melayu merupakan salah satu permukiman kuno Semarang. Pada tahun
1743, daerah ini telah dihuni oleh orang Melayu sehingga disebut Kampung
Melayu. Namun dalam perkembangannya, banyak orang Arab dan orang Cina
dalam jumlah terbatas yang tinggal di kawasan ini. Mengenai keberadaan
Kampung Melayu ini telah dapat ditemukan dalam peta kuno VOC tahun 1695
dan 1741.
Cepatnya pertumbuhan permukiman di sini antara lain disebabkan posisinya yang
strategis dan dilalui oleh Sungai Semarang dan Kali Baru yang langsung menuju
ke laut. Bahkan pada awal pertumbuhan Semarang, kawasan yang berada di pintu
masuk sungai ke arah pusat Kota Lama Semarang ini dilengkapi dengan fasilitas
dan tempat pendaratan serta bongkar muat barang dari kapal maupun perahu yang
singgah. Dari fungsi ini kemudian sebagian wilayah yang ada disebut sebagai
Melayu Darat.
Majunya fungsi perdagangan setempat telah mengundang semakin banyaknya
pedagang keturunan Arab untuk bertempat tinggal. Menurut penduduk setempat,
pada saat itulah masjid yang sudah ada menjadi semakin berkembang dan
memiliki pengaruh kuat hingga kini. Masjid Layur ini memiliki ciri khas Timur
Tengah dan merupakan trademark Kampung Melayu. Menara masjid yang
III - 10
dibangun sekitar 1825 bersama dengan Uitkjik ini juga pernah difungsikan
sebagai mercusuar.
d) De Chinesche Kampong (Pecinan)
Di antara berbagai bangsa asing yang datang dan memutuskan untuk menetap di
Semarang pada masa lalu, komunitas orang Cina adalah yang terbesar dan
umumnya mereka hidup dari berdagang dan membuka toko-toko kelontong.
Pada tahun 1742, terjadi pemberontakan orang Cina yang mengakibatkan
dipindahnya kawasan Pecinan. Pemberontakan yang dilakukan oleh prajurit
Kartasura dan orang Cina tersebut dirasakan sebagai ancaman yang paling nyata
bagi pendudukan VOC di Jawa pada waktu itu. Walaupun tidak berhasil
menembus benteng pertahanan VOC, namun para pemberontak telah mengepung
benteng selama beberapa waktu. Pasukan VOC pada waktu itu merasa kewalahan
sehingga terpaksa mendatangkan bala bantuan dari Batavia dan Makasar.
Setelah berhasil memadamkan pemberontakan, VOC memutuskan untuk
merelokasi mereka ke areal yang berdekatan dengan tangsi militer di ujung
Bodjongweg (Jalan Pemuda) dengan maksud untuk memudahkan pengawasan.
Sebaliknya orang Arab/Persia mulai mendirikan loji-loji di sekitar bekas
pemukiman orang Cina yaitu di daerah Petolongan dan Bustaman. Untuk
memonitor komunitas Cina dibentuk pemerintahan khusus di bawah Kapiten
Cina. Kapiten Cina pertama pada waktu itu bernama Klee Kauw. Pengangkatan
pejabat biasanya dirayakan dengan cara sembahyangan dan pesta yang mulai abad
19 selalu diadakan di Kong Tik Soe.
Sementara itu, dipindahnya kawasan Pecinan justru mengakibatkan
berkembangnya aktivitas pelabuhan di sepanjang Kali Semarang hingga kawasan
Pecinan. Pada waktu itu, kapal-kapal kecil dapat berlabuh di Sebandaran (nama
ini berasal dari kata bandar) untuk membongkar muat barang-barang dagangan
dari Cina dan negara-negara lain. Bagian kawasan yang paling berkembang adalah
Pecinan Lor (Gang Warung) yang merupakan penghubung dengan kawasan lain
yaitu Kranggan dan pasar Pedamaran.
III - 11
e) Kampung Kulitan
Kampung Kulitan merupakan saksi bisu masa kejayaan Tasripin, seorang
pengusaha kaya raya dari Semarang. Kampung Kulitan merupakan permukiman
yang didiaminya bersama dengan kerabat-kerabatnya dan merupakan pusat dari
kerajaan bisnisnya yaitu usaha bisnis kulit merek “TRP”, kopra, dan kapuk.
Nama Kulitan muncul karena aktifitas pengolahan kulit dari para jagal yang
bekerja di Jagalan dilakukan di kampung ini. Perkampungan ini timbul sebagai
dampak berkembangnya Gedong Gula milik Kapiten Tan Tiang Tjhing sekitar
tahun 1809 yang sangat berpenaruh terhadap pertumbuhan kawasan di sekitarnya.
f) Havengebeld (Pelabuhan)
Setelah pembukaan kawasan Bubakan oleh Ki Ageng Pandan Arang, Semarang
dengan cepat telah berkembang menjadi bandar utama Kerajaan Mataram. Pada
waktu itu, kapal-kapal belum dapat membuang sauhnya di dekat daratan karena
dangkalnya kedalaman air dan kondisi tanah yang berawa-rawa.
Menjelang akhir abad 19 dilakukan pengembangan pelabuhan sebagai pelabuhan
ekspor hasil bumi (gula) oleh Pemerintah Kolonial Belanda karena pada masa itu
Jawa merupakan penghasil gula terbesar nomor dua di dunia dan aktifitas ekspor-
impor semakin mantap.
Pelabuhan Semarang bahkan mampu mengalahkan aktifitas pelabuhan Jepara. Ini
semua tidak lepas dari tersedianya jaringan jalan kereta api yang merupakan
transportasi modern yang cepat dan membuka aksesibilitas yang mudah ke
kawasan pedalaman.
Untuk mengimbangi laju perkembangan transportasi darat, pada tahun 1875
Belanda juga mulai membangun pelabuhan laut Semarang. Untuk mengatasi
timbunan lumpur di dermaga, Belanda membangun pintu-pintu air di samping
menyediakan kapal-kapal keruk untuk menjaga kedalaman air. Perkembangan
pelabuhan ini diikuti dengan didirikannya kantor-kantor dagang dan gudang-
gudang di pelabuhan di sekitar pelabuhan.
Saat ini sebagian elemen primer dari pelabuhan tersebut seperti kantor syah
bandar, kantor pabean, dan mercu suar yang didirikan tahun 1884 masih dapat
ditemukan.
III - 12
III.2 TINJAUAN KAWASAN PERANCANGAN
Gambar III.4a. Peta Orientasi Pusat Kota Semarang.
Sumber : hasil olahan, 2007.
Kawasan Perdagangan Johar terletak pada pusat kota Semarang, kecamatan
Semarang Tengah, kelurahan Kauman. Kawasan ini berada di antara Tugu Muda,
Simpang Lima, serta dekat dengan Kota Lama Semarang (gambar III.4a) yang
sudah lebih dahulu dijadikan kawasan pariwisata, budaya, dan komersial. Dalam
Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang, (1999), kawasan
ini juga termasuk dalam salah satu zona pengembangan Kota Tua Semarang.
III - 13
Gambar III.4b. Struktur Pusat Kota Semarang.
Sumber : hasil olahan, 2007.
III - 14
III.2.1 Tinjauan Umum Kawasan Johar
Kawasan Johar memiliki dua buah bangunan cagar budaya yang memiliki nilai
historis dan nilai arsitektural yang tinggi, yakni Pasar Djohar (1936) karya arsitek
kenamaan Belanda, Herman Thomas Karsten, pada tahun 1936, dan terdapat pula
fasilitas sosial berupa Masjid Besar Kauman (1890) yang merupakan masjid
terbesar di Semarang pada abad ke 19.
Kawasan Perdagangan Johar terletak pada Bagian Wilayah Kota I Kota Semarang.
Menurut Rencana Detail Tata Ruang Kota Kota Semarang, Kawasan Perdagangan
Johar ini memiliki dominansi aktivitas komersial/perdagangan dengan beberapa
guna lahan permukiman.
Gambar III.5. Tata Guna Lahan Kawasan Studi BWK I Kota Semarang.
Sumber : http://www.semarang.go.id
III - 15
RTRK Kawasan Perdagangan Johar Semarang menetapkan batasan intensitas
bangunan seperti yang terlihat pada tabel III.1.
Tabel III.1. Peraturan Intensitas Bangunan Kawasan Perdagangan Johar Semarang
STANDAR UNTUK TIAP JUMLAH LANTAI FAKTOR INTENSITAS 6 ~ 10 lantai 3 ~ 5 lantai < 3 lantai
KLB 1,2 ~ 2,4 0,6 ~ 1,0 0,3 ~ 0,6
KDB 0,5 ~ 0,6 0,6 ~ 0,7 0,7 ~ 0,8 Sumber : RTRK Kawasan Perdagangan Johar Semarang
Dalam fungsinya sebagai kawasan perdagangan, Kawasan Johar memiliki
komoditi perdagangan yang cukup lengkap, yang dapat dijabarkan sebagai berikut
(tabel III.2):
Tabel III.2. Jenis Komoditi Dagang Kawasan Johar
Jenis Komoditi No. Nama Pasar
Primer Sekunder Tertier
1. Johar Utara
- Atas pecah belah kacamata, jam
- Bawah kain, konveksi sepatu obat
2. Johar Tengah
- Atas daging, sayur, beras, makanan
pecah belah elektronik
- Bawah sembilan bahan pokok, hasil bumi
3. Johar Selatan
- Atas pakaian bekas
- Bawah hasil bumi
4. Yaik Permai
- Atas buah buku
- Bawah konveksi, tekstil kelontong
5. Yaik Baru rumah makan, konveksi
sepatu elektronik, kacamata
6. Kanjengan bioskop (sudah tidak berfungsi), kelontong
toko emas
7. Shopping Center Johar
makanan, kain, konveksi
tailor, sepatu toko emas, jam, elektronik
Sumber : Purnomo (1992), Dinas Pasar (2002), hasil pengamatan (2007)
III - 16
III.2.2 Delineasi Kawasan Perancangan
Delineasi kawasan perancangan akan mencakup area Shopping Center Johar
(SCJ), Komplek Pasar Yaik, Komplek Pasar Djohar, Komplek Kanjengan, dan
daerah pedestrian Masjid Kauman. Batas utara kawasan perancangan adalah Jalan
K. H. Agus Salim, batas timur oleh Jalan Pedamaran, batas selatan adalah Jalan
Wahid Hasyim, dan batas barat adalah Jalan Kauman. Luas kawasan perancangan
adalah 7,8 hektar.
Gambar III.6. Delineasi Kawasan Perancangan.
Sumber : olahan pribadi 2007, dan Google Earth (2006)
III - 17
III.3 ANALISA KAWASAN
Dalam menganalisa potensi kawasan wisata dibutuhkan suatu pendekatan, Lew
dalam Page (1995) mengidentifikasi tiga sudut pandang untuk memahami sifat
dari daya tarik wisata, yakni sebagai berikut :
(1) Sudut pandang ideografis (ideographic perspective) : melihat potensi
kawasan wisata dari tempat, tapak, iklim, budaya, dan sarana infrastruktur yang
telah ada.
(2) Sudut pandang organisasional (organisational perspective) : melihat potensi
kawasan wisata dari pemetaan atraksi wisata di dalam dan sekitar kawasan yang
akan dikembangkan tersebut.
(3) Sudut pandang kognitif (cognitive perspective) : melihat potensi kawasan
wisata dari studi-studi mengenai persepsi wisatawan dan pengalaman dari daya
tarik wisata yang ada. Mendorong perasaan menjadi wisatawan, dan mencari
view dan objek wisata dari suatu tempat dengan mengandalkan seluruh indra.
Ketiga sudut pandang inilah yang akan dipakai sebagai alat untuk menganalisa
potensi non-fisik dan fisik Kawasan Johar.
III.3.1 Analisa Non-Fisik Kawasan
a) Tata Guna Lahan
Dilihat dari pengamatan fungsi lahan eksisting, seluruh fungsi di dalam kawasan
perancangan merupakan fungsi perdagangan/komersial, atau fungsi campuran
hunian-komersil/ruko (gambar III.7). Komoditi barang dagangan yang terdapat
pada kawasan Johar cukup beragam dan amat lengkap, dari hasil bumi hingga
sandang, elektronik, serta alat kebutuhan rumah tangga (tabel III.2).
Berdasarkan kebutuhan Kawasan Johar yang akan dikembangkan menjadi
kawasan wisata, kawasan yang merupakan bagian kota bersejarah, kawasan
budaya, serta kawasan belanja ini membutuhkan sumber daya primer sebagai
berikut : monumen bersejarah, museum, galeri, teater, concert hall,kafe dan
restoran, dan pertokoan. Yang harus diperhatikan lebih mendalam lagi adalah
penempatan TPS dalam kawasan Johar agar tidak mengganggu aktivitas yang
III - 18
terdapat di dalamnya, selain itu area loading barang dagangan pun perlu turut
diperhatikan untuk kelancaran akses.
Gambar III.7. Penggunaan lahan eksisting pada kawasan Johar. Sumber : hasil pengamatan, 2007.
Karena kawasan ini akan dikembangkan menjadi kawasan wisata, maka perlu
diberikan pula fasilitas wisata sesuai dengan analisa pada bab II, yakni :
(1) Fasilitas Hunian, contoh : hotel, youth hostel, apartemen; (2) Fasilitas Budaya,
contoh : concert hall, bioskop, exhibition center, museum, galeri seni, teater,
aspek sosio-kultural; (3) Fasilitas Hiburan, contoh : fasilitas olahraga indoor/
outdoor, acara festival, night club; (4) Fasilitas berbelanja, contoh : pasar, retail,
kios temporer; (5) Fasilitas infrastruktur, contoh : perbaikan struktur jalan,
aksesibilitas dan sirkulasi, parkir; (6) Fasilitas penunjang kawasan wisata, contoh :
III - 19
restoran, kafe, WC umum, tourist information center, tata informasi dan sign
system.
b) Aktivitas Pendukung
Kegiatan utama pada Kawasan Johar adalah kegiatan perdagangan yang termasuk
magnet kegiatan ekonomi di Kota Semarang, namun berdasarkan pengamatan,
pada kawasan ini tidak terdapat fasilitas rekreasi yang cukup menonjol. Pada
dekade yang lalu, kawasan ini memiliki fasilitas bioskop pada bangunan
Kanjengan Plaza, yang menurut warga setempat adalah bangunan pertama di
Semarang yang menggunakan eskalator, namun pada saat ini (2007) fungsi
bioskop sudah tidak ada.
Aktivitas-aktivitas rekreatif dibutuhkan untuk menciptakan kawasan wisata yang
menarik, yang turut berfungsi sebagai katalisator kegiatan ekonomi kawasan.
Sebagai usulan, dapat disuntikkan aktivitas baru seperti street entertainment, acara
festival, dan acara tradisional yang diorganisir tiap beberapa waktu sekali. Apabila
memungkinkan, fasilitas olahraga yang bersifat rekreasi pun dapat direncanakan
pada kawasan ini, seperti bilyar, bowling, ice skating, dan lain sebagainya.
III.3.2 Analisa Fisik Kawasan
a) Tata Ruang dan Massa Bangunan
Pada tahun 1992, kondisi eksisting dengan bangunan sekitar dua hingga tiga lantai
memiliki KLB mencapai 2,2 dengan batasan maksimal KLB sekitar 4,5 ~ 5,5.
Dan KDB eksisting nyaris mencapai 100%, sedangkan maksimal KDB hanya
diperbolehkan mencapai 80% (Purnomo, 1992). Kondisi saat ini tidak jauh
berbeda dengan tahun 1992, melihat tata ruang yang terbentuk dari analisa solid-
void kawasan Johar memperlihatkan densitas kawasan yang cukup tinggi dan
kurangnya ruang terbuka yang saling terintegrasi (gambar III.8).
III - 20
Gambar III.8. Densitas tinggi pada kawasan perancangan. Sumber : hasil pengamatan, 2007.
Permasalahan utama yang pada umumnya terjadi pada pembangunan pada
kawasan pusat kota adalah kurangnya lahan terbuka, yang disebabkan karena
tingginya nilai lahan sehingga seringkali pengembang memaksimalkan lahan
terbangun pada kawasan yang dikembangkan. Maka solusinya adalah
memanfaatkan lahan semaksimal mungkin dengan pengembangan bangunan
secara vertikal serta meningkatkan kualitas ruang terbuka yang disediakan.
III - 21
b) Ruang Terbuka dan Jalur Pejalan Kaki
Gambar III.9. Analisa ruang terbuka dan jalur pejalan kaki. Sumber : hasil pengamatan, 2007.
Dari pengamatan ruang terbuka dan jalur pedestrian, dapat ditarik kesimpulan
bahwa ruang terbuka yang tersedia sangat minim, tidak terintegrasi satu sama lain,
serta kurang bersifat publik. Selain itu jalur pejalan kaki pada umumnya tidak
menerus dan terpotong oleh jalur kendaraan serta tidak ada perlindungan terhadap
cuaca. Vegetasi yang ada juga terlihat amat kurang sehingga suhu di dalam
kawasan dapat dirasakan cukup tinggi. Oleh karena itu, diperlukan perancangan
ruang terbuka yang saling terintegrasi dan bersifat publik, serta prinsip
perancangan jalur pejalan kaki yang nyaman dan aman dengan penambahan
vegetasi yang memadai.
III - 22
c) Sirkulasi Kendaraan dan Parkir
Gambar III.10. Analisa sirkulasi dan ruang parkir kendaraan. Sumber : hasil pengamatan, 2007.
Dilihat dari pengamatan sirkulasi kendaraan dan parkir, yakni munculnya
kantong-kantong parkir ilegal di sekitar bangunan perdagangan, maka ditarik
kesimpulan bahwa ruang parkir yang tersedia amat kurang sehingga hal ini
menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengunjung yang datang untuk berjalan-
jalan. Pencapaian ke dalam kawasan pun dapat dibilang cukup sulit karena
pengaturan lalu lintas yang kurang baik serta kurangnya tata informasi yang
memadai. Dengan demikian, dibutuhkan perancangan jalur sirkulasi yang mudah
diakses dan penambahan ruang parkir yang ditata sedemikian rupa agar tidak
muncul kantong-kantong parkir ilegal maupun parkir pada badan jalan yang akan
mempersempit jalur sirkulasi tersebut.
III - 23
III - 24
Dengan mengamati dan menganalisa aktivitas kawasan Johar dan sekitarnya
(gambar III.11a, III.11b, dan III.11c), maka kemudian dirumuskan permasalahan
fisik kawasan Johar yang terbagi menjadi permasalahan lingkungan, fisik
bangunan, dan fasilitas infrastruktur, yakni seperti yang terlihat pada tabel III.3.
Gambar III.11a. Kondisi Eksisting Lingkungan Kawasan Johar dan Kauman.
Sumber : hasil pengamatan, 2007.
III - 25
Gambar III.11b. Pemetaan Kondisi Eksisting Kawasan Perancangan.
Sumber : hasil pengamatan, 2007.
III - 26
Keterangan Gambar : (1) Gerbang masuk kawasan Kauman. Terlihat “bangunan penyambut” di kiri-kanan jalan yang kurang representatif. (2) Alun-alun Masjid Kauman yang menjadi tempat parkir dan dilewati oleh beberapa rute angkot. Terlihat jalan eksisting yang telah diberi paving. (3) Masjid Kauman (4) Kondisi jalan eksisting yang masih berupa tanah padat. (5) Jalan masuk menuju Kawasan Johar dari Kota Lama. (6) Kondisi jalan K. H. Agus Salim, los pedagang meluber ke jalan. (7) Deretan ruko Pecinan di sepanjang jalan Pedamaran. (8) Gedung Parkir Kawasan Johar. Lahan parkir sudah disediakan pada gedung ini, namun jarang digunakan pengunjung karena kondisinya yang gelap dan sepi.
Gambar III.11c. Pandangan ke Dalam Kawasan Johar. Sumber : hasil pengamatan, 2007.
III - 27
Gambar III.12. Kesimpulan Pengamatan Lapangan : Kondisi fisik kawasan Johar yang tidak tertata dengan baik menyebabkan
munculnya kantong parkir ilegal (atas), penambahan los pasar yang mempersempit jalur pejalan (kiri bawah), dan kurangnya penanaman vegetasi sebagai naungan dan penurun suhu udara (kanan bawah). Sumber : hasil pengamatan, 2006.
Tabel III.3. Permasalahan Fisik Kawasan Johar
Aspek Permasalahan Fisik
Lingkungan - Penyediaan ruang terbuka publik tidak ada/kurang. - Penataan ruang pejalan kaki tidak terencana dengan baik, sehingga banyak persimpangan antara jalur kendaraan dengan jalur pejalan kaki.- Kurangnya penghijauan menyebabkan tingginya suhu udara di sekitar kawasan. - Densitas bangunan amat padat sehingga menyebabkan kurangnya ruang terbuka. - Pedagang Kaki Lima tidak tertata. - Tempat Pembuangan Sampah berantakan dan tidak teratur sehingga merusak estetika kawasan.
Fisik Bangunan
- Tidak ada kesatuan tema dan orientasi terhadap bangunan lama dan baru. - Kondisi Pasar Johar tidak terawat dan terdapat banyak kerusakan. - Kualitas struktur dan mekanikal elektrikal bangunan menurun.
Fasilitas Infrastruktur
- Kurangnya penyediaan tempat parkir menyebabkan munculnya kantong-kantong parkir ilegal yang mempersempit jalur kendaraan di sekitar kawasan. - Penerangan kurang sehingga pasar ini tutup pada sore hari karena
III - 28
Aspek Permasalahan Fisik
tidak ada sumber pencahayaan. - Area loading komoditi barang dagangan menyebar dan tidak tertata. - Kurangnya fasilitas umum seperti WC umum, tempat sampah, dan sebagainya.
Sumber : hasil pengamatan, 2007.
d) Catchment Area Zona Historis dan Bangunan Bersejarah
Gambar III.13. Pemetaan catchment area dan area historis di sekitar kawasan Johar.
Sumber : Kurniawati (2001) dan hasil analisa (2007).
Melihat catchment area kawasan Johar, maka dapat disimpulkan bahwa kawasan
Johar berpotensi dalam pengembangan jalur wisata ke zona historis sekitarnya,
seperti Kampung Melayu, Kota Lama, dan Pecinan. Diharapkan dengan adanya
III - 29
jalur wisata tersebut, zona historis yang terkena cakupan kawasan Johar akan
dapat turut berkembang seiring dengan pengembangan kawasan Johar sebagai
kawasan wisata budaya nantinya.
III.4 Kesimpulan Analisa Kawasan
Dari analisa yang telah dilakukan, didapat kesimpulan bahwa kawasan Johar ini
sangat berpotensi menjadi destinasi wisata yang menarik, hal ini dapat didukung
dengan adanya perbaikan fisik, penambahan fungsi dan aktivitas dalam kawasan,
penambahan fasilitas parkir, serta manajemen pariwisata yang terintegrasi dengan
perancangan ruang publik yang baik, seperti heritage walk dan sebagainya.
Strategi perancangan kawasan sebagai kawasan wisata ini akan dibahas pada bab
selanjutnya.
III - 30