BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru...

34
38 BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU A. Politik Perfilman Akhir 1970-an Percobaan kudeta pada dini hari 1 Oktober 1965 merupakan mata rantai dari serangkaian peristiwa yang mengawali akhir dari Demokrasi Terpimpin, kejatuhan Soekarno, dan naiknya militer ke posisi dominan di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. 1 Setahun setelah semua kekuasaan Soekarno dilucuti, Soeharto berhasil mengatasi keraguan dan kekhawatirannya menjadi presiden. 2 Kisah kudeta yang dipimpin Letnan Oentung tersebut sudah pernah dituturkan dari banyak sudut pandang. Dalam hitungan jam saja, komando militer berhasil menghancurkan sebuah kudeta yang dilakukan oleh perwira-perwira junior kemudian memanfaatkan kudeta tersebut sebagai alasan untuk menghancurkan PKI, yang mereka tampilkan sebagai “dalang” dibalik kudeta tersebut. Pada tanggal 11 Maret 1966, Soeharto memperoleh kekuasaan demi tujuan-tujuan praktis untuk memerintah negara dengan menggunakan nama Presiden. 3 Setelah prahara 1965-1966 mereda, perubahan yang segera terjadi di bidang perfilman Indonesia adalah melakukan restrukturisasi institusi-institusinya. Banyak dari organisasi-organisasi lama yang dinyatakan terlarang dan 1 Krishna Sen, Kuasa Dalam Sinema: Negara, Masyarakat, dan Sinema Orde Baru, (Yogyakarta: Ombak, 2009), hlm. 82-83. 2 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru Memoar Politik Indonesia 1965-1998, (Jakarta: Kompas, 2014), hlm. 99. 3 Krishna Sen, op, cit., hlm. 83.

Transcript of BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru...

Page 1: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

38

BAB III

FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU

A. Politik Perfilman Akhir 1970-an

Percobaan kudeta pada dini hari 1 Oktober 1965 merupakan mata rantai

dari serangkaian peristiwa yang mengawali akhir dari Demokrasi Terpimpin,

kejatuhan Soekarno, dan naiknya militer ke posisi dominan di bawah

kepemimpinan Jenderal Soeharto.1 Setahun setelah semua kekuasaan Soekarno

dilucuti, Soeharto berhasil mengatasi keraguan dan kekhawatirannya menjadi

presiden.2

Kisah kudeta yang dipimpin Letnan Oentung tersebut sudah pernah

dituturkan dari banyak sudut pandang. Dalam hitungan jam saja, komando militer

berhasil menghancurkan sebuah kudeta yang dilakukan oleh perwira-perwira

junior kemudian memanfaatkan kudeta tersebut sebagai alasan untuk

menghancurkan PKI, yang mereka tampilkan sebagai “dalang” dibalik kudeta

tersebut. Pada tanggal 11 Maret 1966, Soeharto memperoleh kekuasaan demi

tujuan-tujuan praktis untuk memerintah negara dengan menggunakan nama

Presiden.3

Setelah prahara 1965-1966 mereda, perubahan yang segera terjadi di

bidang perfilman Indonesia adalah melakukan restrukturisasi institusi-institusinya.

Banyak dari organisasi-organisasi lama yang dinyatakan terlarang dan

1 Krishna Sen, Kuasa Dalam Sinema: Negara, Masyarakat, dan Sinema

Orde Baru, (Yogyakarta: Ombak, 2009), hlm. 82-83. 2 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru Memoar Politik Indonesia

1965-1998, (Jakarta: Kompas, 2014), hlm. 99. 3 Krishna Sen, op, cit., hlm. 83.

Page 2: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

39

dihancurkan, atau keanggotaannya diganti kemudian tercipta lembaga-lembaga

baru. Serangkaian perubahan ini mempengaruhi organisasi-organisasi profesi (tata

pengaturan), ekonomi produksi film, dan kerja-kerja sensor.4

Di dunia perfilman, korban-korban perubahan politik tersebut mencakup

setiap orang baik sutradara, artis, maupun teknisi yang terhubung dengan PKI,

Lekra, dan gerakan anti film Amerika yang dimotori oleh Papfias yang memiliki

koneksi apapun dengan lembaga ini dipenjara tanpa diadili. Setiap organisasi yang

berhubungan dengan film dibersihkan dari orang-orang yang dicurigai memiliki

koneksi dengan komunis berdasarkan daftar yang dimiliki Departemen

Penerangan.5

Pembersihan organisasi film yang berbau kiri berdampak kepada dunia

perfilman. Upaya membangun kembali dunia perfilman terus dilakukan

pemerintah, terlihat sepanjang tahun 1966 banyak gedung-gedung bioskop di

Jakarta memutarkan film India, Jepang, dan film Asia lainnya. Selain itu, film-

film Amerika yang luput dari aksi pengganyangan Panitia Aksi Pemboikotan Film

Imperalis Amerika Serikat (Papfias) dimanfaatkan oleh beberapa pengusaha

bioskop untuk meraup keuntungan.6

Keterbatasan infrastruktur televisi serta keberadaan gedung bioskop yang

belum merata pada awal tahun 1970-an, menjadikan bioskop keliling primadona

dalam membangun perfilman nasional serta memberikan hiburan bagi masyarakat

4 Ibid., hlm. 87.

5 Ibid., hlm. 84.

6 Wisnu Agung Prayogo, Kebijakan Pemerintah Orde Baru Terhadap

Perfilman Indonesia Tahun 1966-1979, Skripsi, (Jakarta: Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Indonesia, 2009), hlm. 35.

Page 3: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

40

pedesaan dan pinggiran kota. Semenjak berkuasa, Soeharto membangun

kekuasaannya dengan cara memanfaatkan bioskop keliling sebagai salah satu

media membangun opini masyarakat terhadap kekejaman serta mitos peristiwa

1965.7

Dalam menciptakan dan menebarkan propaganda, Soeharto beserta

lembaga-lembaga pemerintah Orde Baru berusaha memanfaatkan berbagai media

yang ada. Penguasaan dan dominasi Orde Baru atas berbagai media massa,

semakin membuat arus propaganda yang menyebar ke tengah masyarakat kian tak

terbendung. Media cetak maupun elektronik seperti televisi seakan tak kuasa

melakukan penolakan untuk menjadi corong pemerintah Orde Baru dengan

berbagai agenda propagandanya.8

B. Dinamika Perfilman Masa Orde Baru

Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto berhasil melegitimasi

kekuasaannya melalui berbagai kebijakan, tidak terkecuali perfilman. Percepatan

pembangunan ekonomi memaksa pemerintah membuka pintu masuk selebar-

lebarnya untuk film impor9 guna mendapatkan pajak masuk yang akan digunakan

untuk pembangunan nasional serta menghidupkan kembali dunia perfilmanan

yang dilanda kelesuan. Tetapi disisi lain, kebijakan tersebut menjadi dilematis

7 Dyna Herlina S, Rekonstruksi Penonton Film Indonesia: Ketegangan

Antara Pendidikan Dan Penghiburan, (Yogyakarta: Penelitian Awal, Prodi Ilmu

Komunikasi), hlm. 5. 8 Dwi Wahyono Adi, Gayung Kasuma, Propaganda Orde Baru 1966-1980,

(Surabaya: Jurnal Verleden, Vol. 1, No. 1, Desember 2012), hlm. 44. 9 Wisnu Agung Prayogo, op, cit., hlm. 36.

Page 4: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

41

tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri

perfilman nasional.

1. Regulasi Perfilman Orde Baru

Dalam rangka mendukung dunia perfilman nasional, presiden beserta

instansi-instansi terkait terutama Departemen Penerangan mengeluarkan berbagai

macam kewenangan. Namun, jika dilihat dari pelaksanaannya berbagai kebijakan

tersebut nampaknya tidak membantu secara drastis dunia perfilman nasional.10

Mewujudkan industri perfilman nasional nampaknya hanya menjadi wacana

pemerintah, melihat bentuk kebijakan yang dibuat hanya menjadikan film sebagai

komoditas dagang.

Pada masa Menteri Penerangan dijabat B.M Diah (1967-1970), muncul

SK Menpen No. 71/SK/M/1967 yang berisi pemanfaatan dana impor film guna

mendukung kemajuan perfilman nasional. Para importir diwajibkan membeli

saham produksi dan rehabilitasi perfilman nasional sebesar Rp. 250.000 untuk

setiap 1 film impor. Dengan SK ini pula dibentuk Dewan Produksi Film Nasional

(DPFN) yang berhasil membuat film percontohan, yaitu Djampang Mencari Naga

Hitam (1968), Nji Ronggeng (1969), Kutukan Dewata (1970), dan Apa Yang Kau

Tjari Palupi? (1970).11

Kelahiran SK tersebut dipengaruhi kondisi perekonomian Indonesia

berada pada tahap mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, Menteri Penerangan

10

Pahotan Franto, Seks Dalam Film Indonesia, Skripsi, (Jakarta: Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2009), hlm. 36. 11

S.M Ardan, 50 Tahun Festival Film Indonesia, (Jakarta: Panitia Festival

Film Indonesia, 2004), hlm. 25.

Page 5: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

42

diberikan keleluasaan dalam mengambil keputusan. Hal ini terlihat dengan

dibukanya kran impor film selebar-lebarnya dengan tujuan mampu mensubsidi

film nasional. Tetapi disisi lain, kebijakan impor film tersebut ternodai dengan

aksi importir yang gemar memasukkan film-film jenis seks dan kekerasan.

Menteri Boediharjo yang menggantikan B.M Diah membuat kebijakan

memberikan kredit kepada para pembuat film yang diambil dari dana impor.

Seperti yang tertuang dalam SK Menpen No. 74/Kep/Menpen/1973 tentang

kebijakan penghimpunan dana dari para importir film untuk memajukan industri

film nasional, dana tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada para pembuat film

dalam bentuk kredit sebesar Rp. 7.500.000. Namun ironisnya dana bantuan kredit

yang diberikan Menpen tidak kembali.

Pada masa Menpen Mashuri (1975-1977), dirinya menerapkan kebijakan

wajib produksi film nasional, dari 5:1 menjadi 3:1. Dimana setiap importir film

wajib membuat film nasional dengan ketentuan yang berlaku. Tetapi kondisi di

lapangan tidak sesuai dengan kenyataan. Para importir itu, tentu saja mau

membuat film nasional tetapi harus laku di pasaran. Biaya murah dalam produksi

dan harus laku di pasaran, unsur seks dan kekerasaan menjadi bumbu dalam film.

Maka, pada tahun 1977 jumlah produksi film nasional meningkat tajam sebanyak

133 buah.12

Dibawah Menpen Mashuri ada kesepakatan Kebijakan Tiga Menteri

(Menteri Penerangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan) tentang wajib putar dan wajib edar film nasional di bioskop. Tetapi

12

Yan Wijaya, “Sekilas Sejarah Film Indonesia 1900-2007”, dalam

Majalah Cinemags: 100 (November, 2007), hlm. 96.

Page 6: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

43

yang menjadi permasalahan adalah tidak semua daerah memiliki gedung bioskop

permanen.

Pada masa Menpen Ali Moertopo (1978-1983), dicanangkan apa yang

namanya film cultural edukatif. Untuk melaksanakan hal tersebut, maka Menpen

membentuk Dewan Film Nasional (DFN). Dewan Film Nasional bertugas

membantu Menpen dalam membina perfilman nasional sesuai ketentuan yang

berlaku untuk menjadikan film Indonesia sebagai tuan rumah di negerinya

sendiri.13

Dengan demikian, tentu saja para pembuat film merasa film yang

dibuatnya mengandung unsur cultural edukatif. Walaupun jika dilihat dari film-

film yang dibuat tetap menyertakan unsur seks dan kekerasan sebagai bumbu

wajib. bahkan cenderung dibuat asal. Lewat DFN Ali Moertopo mewajibkan

importir menyetor Dana Sertifikat Produksi sebesar Rp. 3.000.000 atas setiap

judul film yang diimpor. Dana tersebut juga digunakan Ali Moertopo untuk

menyelenggarakan Festival Film Indonesia (FFI), membiayai tugas kelompok

kerja produksi dan pameran luar negeri yang dipimpin oleh Rosihan Anwar, serta

membuat film percontohan, seperti Halimun dan Titian Rambut Dibelah Tujuh.14

Pada masa Menteri Penerangan Harmoko (1983-1996) yang mengusung

konsep kedekatan dengan rakyat dan mampu menjalin komunikasi sampai ke

pelosok desa. Oleh sebab itu, masyarakat pelosok-pelosok desa dapat menikmati

film melalui bioskop keliling yang mampu memberikan tontonan film-film

13

SK Menpen No. 115/Kep/Menpen/1979. Lihat dalam, Pahotan Franto,

op,cit, hlm. 41. 14

Juru Terang, Teror, Lalu Terbuang, dalam Majalah Tempo, 14-20

Oktober 2013, hlm. 64.

Page 7: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

44

Indonesia.15

Selanjutnya, Harmoko merubah kebijakan Dana Sertifikat Produksi

menjadi Rp. 3.500.000, dengan catatan masih diperbolehkan menggandakan film

impor dengan membayar biaya sebesar Rp. 1.000.000. Dengan kata lain,

peredaran film asing masih membanjiri bioskop-bioskop tanah air dan sudah pasti

sangat digemari masyarakat.

Setelah jabatan Menteri Harmoko berakhir, jabatan selanjutnya diserahkan

kepada Hartono (1996-1997) & Menpen Alwi Dahlan. Melihat masa bakti yang

terbilang sangat singkat, kedua Menteri tersebut hanya mampu meneruskan

kebijakan yang sudah ada dan tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan.

2. Program Film Masuk Desa

Program film masuk desa merupakan upaya pemerataan media komunikasi

dan informasi serta upaya mencerdaskan masyarakat desa di bawah tanggung-

jawab Departemen Penerangan. Kebijakan ini muncul dengan tujuan

menghilangkan kecemburuan sosial yang terjadi akibat belum meratanya

pembangunan di desa dengan kota.

Banyaknya wilayah pedesaan yang belum memiliki gedung bioskop

karena belum meratanya pembangunan menjadikan film keliling sebagai solusi

media hiburan masyarakat desa. Pada awal tahun 1960-an, terdapat perusahaan

bioskop keliling lengkap dengan tiga unit alat (mobil, layar, dan proyektor) di

15

Muhammad Bayu Widagdo, Peran Pemerintah Dalam Pembuatan

Kebijakan Perfilman Indonesia Pada Masa Orde Baru Dan Reformasi, Tesis,

(Semarang: Magister Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro, 2011), hlm. 71.

Page 8: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

45

Jawa. Hingga pada pertengahan tahun 1970-an perusahaan tersebut memiliki 20

unit, dan juga banyak usaha serupa yang tersebar di seluruh Indonesia.16

Berkembangnya usaha film keliling membuat para pengusaha mendirikan

organisasi film keliling berbadan hukum yang bernama Perbiki (Persatuan

Bioskop Keliling), berdiri pada tahun 1978 dengan Akte Notaris No. 15 tanggal

23 Febuari 1978 yang disahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 70

tanggal 6 Maret 1978. Dimana dalam kerangka kerja pertamanya, Perbiki telah

menghasilkan suatu konsep umum yang berbunyi: “Film Masuk Desa”.17

Kemunculan konsep film masuk desa sangat membantu pemerintah Orde Baru

mensukseskan program-program pembangunan nasional yang dibuatnya.

Gambar. 1

Ketua Umum Perbiki Yung Indrajaya bersama Wakil Presiden Adam Malik

Sumber Foto Repro: S. Djohani

16

Seorang pengurus Perbiki memperkirakan jika di akhir tahun 1970-an,

bioskop keliling atau biasa disebut film keliling mengunjungi sedikitnya 80% desa

di Indonesia. Lihat dalam Krishna Sen, op.cit., hlm. 125-126. 17

Hasil Rumusan Komisi A, Keputusan No. 04/Kongres/1983, hlm. 1.

Page 9: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

46

Wakil Presiden Adam Malik menyambut baik program film nasional

masuk desa yang dicetuskan Pengurus Pusat Perbiki di bawah arahan Yung

Indrajaya. Adam Malik dengan penuh rasa kekeluargaan menyatakan rasa

setujunya dan sekaligus memberi dukungan atas program-program tersebut.

Untuk itulah diharapkan agar pihak Perbiki menjalin kerjasama dengan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Departemen Pertanian, untuk

kemungkinan diputarnya film-film bertema pendidikan dan penyuluhan terhadap

pertanian.18

Respon hangat yang diberikan Wakil Presiden Adam Malik sekaligus

memberikan dampak positif terhadap organisasi yang masih tergolong muda

tersebut. Jika dilihat, para pengurus pusat Perbiki berusaha sesegera mungkin

mendapatkan pengakuan dari pemerintah di bawah kendali Departemen

Penerangan.

Dalam perbincangannya dengan Yung Indrajaya, Wapres Adam Malik

merasa prihatin lantaran 85% masyarakat pedesaan belum menikmati hiburan

film. Perbiki sebagai organisasi pengedar film sudah tentu memutarkan film

melalui mobil-mobil unit dan akan memutar film-film yang bisa diterima oleh

kondisi masyarakat di desa-desa, yang lebih diutamakan lagi ialah film-film yang

ada kaitannya dengan pembangunan, seperti keluarga berencana, film-film tentang

transmigrasi, kooperasi, kesehatan, dan film-film gelora pembangunan Pelita I, II

dan seterusnya.19

18

Pos Film, 16 Juli 1978. 19

Ibid.

Page 10: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

47

Gambar. 2

Mobil bioskop keliling yang direncanakan bisa masuk ke Indonesia

Sumber: Pos Film 16 Juni 1978

Keberadaan mobil-mobil unit bioskop keliling akan sangat membantu

program pemerintah menekan laju pertumbuhan penduduk yang dimotori oleh

Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), salah satunya adalah

pemutaran film-film penerangan Keluarga Berencana (KB). BKKBN

bekerjasama dengan Departemen Penerangan dan organisasi lainnya bahu-

membahu memutarkan film-film penerangan dan motivasi K.B berukuran 16 mm

(berwarna) ke pelosok daerah diseluruh Jawa dan Bali. Selain itu, akhir tahun

1976 BKKBN mulai mengerjakan 6 proyek film dokumenter.20

20

Beritha Yudha, 8 Oktober 1976.

Page 11: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

48

Tabel. 1

Proyek Film Penerangan K.B

Sumber: Berita Yudha, 8 Oktober 1976.

Berbagai pendekatan terus dilakukan para pengurus film keliling periode

selanjutnya guna menunjukan eksistensinya dalam dunia perfilman. Acub Zaenal

selaku Ketua Umum Perfiki, pada akhir tahun 1993 juga melakukan pendekatan

dengan Wakil Presiden Try Sutrisno dan dirinya pada kesempatan itu menjelaskan

peran dan fungsi film keliling. Dalam diskusi tersebut, Wapres Try Sutrisno

menghimbau Perfiki lebih sering dan menyebarkan film “layar tancap” bagi

masyarakat pedesaan. Oleh sebab itu, Wakil Presiden Try Sutrisno menghimbau

kepada para anggota persatuan film keliling dalam pemutaran film hiburan harus

diselingi film-film penerangan sedikitnya 5 menit.21

Dalam rangka ikut menggalakkan perfilman nasional, kiranya usaha

perbioskopan keliling memang diperlukan. Setelah lahirnya Surat Keputusan

Bersama (SKB) Tiga Menteri, bioskop keliling mempunyai peranan yang penting,

lantaran sifatnya yang moving around serta dapat memasuki daerah-daerah yang

21

Suara Karya, 6 Desember 1993.

Judul Keterangan

Dimulai Dari Banjar

Pelaksanaan program K.B

di Bali menganut sistem

Banjar

Pagi Berseri di Lereng

Gunung Tampomas

Mengambil lokasi di Jawa

Barat tepatnya di daerah

Sumedang

Dr. Atika

Suatu usaha pengembahan

program K.B dikalangan

perusahaan/pabrik

Page 12: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

49

belum memungkinkan berdirinya bioskop permanen.22

Akan tetapi, seperti

halnya usaha-usaha lain, bioskop keliling ini mempunyai beberapa masalah yang

harus diatasi seperti masalah kontinuitas mendapatkan jatah film.

Regulasi film nasional diatur oleh P.T Perfin (Peredaran Film Nasional),

oleh sebab itu para pengusaha bioskop keliling terkadang kesulitan mendapatkan

copy film nasional. Sulitnya mendapatkan film nasional dikarenakan adanya

permainan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan sendiri

dengan cara menahan distribusi film. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan yang

tegas dari pemerintah guna melancarkan peredaran film nasional agar dapat

dinikmati masyarakat pedesaan.

Selain itu, sulitnya mendapatkan salinan film nasional diperkeruh dengan

semakin maraknya pengusaha film keliling nakal yang beredar. Oleh sebab itu,

Perbiki membuat kebijakan bilamana terdapat pengusaha bioskop konvensional

mengadakan pertunjukan bioskop keliling, terlebih dahulu harus masuk menjadi

anggota Perbiki. Karena sesuai keputusan Kongres I Perbiki, pemutaran film

keliling hanya boleh dilakukan anggota Perbiki.23

Kebijakan tersebut dibuat

karena kondisi di lapangan banyak ditemukan kasus para KPF (Kuasa Pemilik

Film) yang juga pengusaha bioskop konvensional ataupun bioskop mini turut

memutarkan film keliling,24

dan diperparah dalam pertunjukan para pengusaha

tersebut memutar film asing untuk usia 17 tahun ke atas yang dilakukan secara

22

Berita Buana, 15 Desember 1976.

23

Hasil Rumusan Komisi B (Organisasi), Keputusan No.05/Kongres/1983. 24

Angkatan Bersenjata, 4 November 1989.

Page 13: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

50

terbuka di tanah lapang seperti yang terjadi di daerah Asahan.25

Kebijakan

tersebut bertujuan memfilterisasi film-film yang diputarkan di desa-desa agar

terhindar dari unsur seks dan kekerasan yang sedang marak beredar di pasaran.

Para pengusaha film keliling juga mengeluhkan jadwal dan wilayah

pertunjukan film seharusnya tidak harus melalui booking notice26

P.T Perfin,

karena para pengusaha beranggapan film-film ini sudah tidak beredar lagi di

bioskop konvensional (telah habis masa royaltinya). Sebagai konsekuensinya

Perbiki cukup melaporkan saja judul-judul film nasional yang dimilikinya kepada

P.T Perfin.27

Selain masalah jadwal dan wilayah edar dari P.T Perfin, pengusaha film

keliling juga dikagetkan dengan kemunculan SK Menpen No. 120 tahun 1989

yang menyebutkan bahwa film-film yang dipertunjukan bioskop keliling harus

disensor ulang. Dengan persyaratan: (a). telah melewati waktu 2 tahun dari

tanggal lulus sensor pertama, (b). dari segi tematis, memungkinkan, (c). Setelah

diadakan penyensoran ulang ternyata masih layak putar, barulah dikeluarkan surat

tanda lulus sensor (STLS) baru, khusus untuk bioskop keliling.28

Dengan

kemunculan SK tersebut, masyarakat desa dapat dikategorikan sebagai orang

25

Kondisi tersebut membawa dampak buruk bagi perkembangan

psikologis generasi muda daerah Asahan, karena ulah pengusaha nakal yang

memutarkan film-film asing asing yang banyak mempertontonkan adegan

kekerasan, sadis, dan seks yang disaksikan muda-mudi yang belum berumur 17

tahun dan bahkan banyak anak-anak sekolah dasar. Lihat dalam Waspada, 25

Januari 1977. 26

Booking Notice adalah buku catatan yang dikeluarkan P.T Perfin biasa

menyangkut jadwal dan wilayah edar pemutaran film. 27

Keputusan No. 06/Kongres/1983, hlm. 1. 28

Humas Perfiki, Mengenal Bioskop Keliling Lebih Jauh, (Jakarta: DPP

Perfiki, 1993), hlm. 65.

Page 14: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

51

kelas dua oleh pemerintah. Bagaimana tidak, pemutaran film yang mereka

saksikan melalui bioskop keliling adalah film-film kadaluarsa yang telah dua

tahun beredar di bioskop konvensional.

Melihat kondisi tersebut, Acub Zainal mantan Gubernur Irian Jaya dan

Pangdam Cendrawasih yang saat itu menjabat sebagai ketua umum Perbiki,

merasa keberatan dan beranggapan bahwa usaha yang dilakukan pemerintah

melalui SK Menpen tersebut adalah hal yang sia-sia dan tidak masuk akal.

Masyarakat desa dianggap orang bodoh, pemberlakuan sensor ulang adalah

perbuatan yang mubazir. Padahal film-film tersebut telah disensor oleh BSF, yang

merupakan bentukan pemerintah.29

3. Pembatasan Ruang Gerak Film Keliling

Sesuai dengan peraturan pemerintah di bawah kendali Departemen

Penerangan R.I, yang menyebutkan bahwa pemutaran film keliling hanya dapat

dilaksanakan diluar radius tertentu dari bioskop yang ada. Maka jelas bahwa

ruang gerak yang disediakan untuk bioskop keliling adalah daerah pedesaan dan

pedalaman. Akan tetapi memang, bahwa sampai saat ini unit-unit bioskop keliling

lebih banyak beroperasi di daerah-daerah yang dekat dengan perkotaan ataupun

daerah operasional gedung-gedung bioskop.30

Kondisi tersebut bukan berarti tanpa alasan, para pengusaha film keliling

beranggapan bahwa belum meratanya kondisi ekonomi masyarakat desa menjadi

salah satu faktor penyebab. Para pengusaha film melakukan pertunjukan dekat

29

Loc, cit. 30

Hasil Rumusan Komisi A (Ideal), Keputusan No. 04/Kongres/1983,

hlm. 4-5.

Page 15: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

52

dengan daerah perkotaan dikarenakan kondisi ekonomi masyarakat desa dekat

perkotaan lebih baik dibandingkan dengan masyarakat desa pedalaman.

Salah seorang pengusaha film keliling pun menuturkan, bahwa dalam

melakukan pertunjukan di daerah operasional DKI Jakarta dirinya lebih sering

memberikan hiburan di daerah-daerah pinggiran Jakarta. Seperti Pondok Gede,

Cilangkap, Setu, Ciganjur, dan Bekasi.31

Jika dilihat, daerah-daerah tersebut

merupakan daerah-daerah yang banyak dihuni oleh etnis Betawi yang sangat

senang dengan budaya layar tancap.32

Pembatasan ruang gerak film keliling yang dilakukan pemerintah melalui

Departemen Penerangan merupakan bentuk diskriminasi. Film keliling masih

dipandang sebelah mata dan istilah “pengamen” masih melekat dalam tubuhnya,

Sebenarnya istilah pengamen patut dipertanyakan, karena para pengusaha film

keliling diwajibkan mempunyai badan hukum dan menjaga profesionalitas

usahanya. Padahal, manfaat yang diberikan film keliling sangat besar seperti

menggalakkan film nasional dan disadari atau tidak film keliling selalu

membawakan program-program pemerintah. Selain itu, belum ada regulasi yang

jelas yang khusus membahas kelangsungan hidup pengusaha film keliling

sehingga sering dianaktirikan.

Terlepas dari kondisi tersebut, keberadaan film keliling sering kali

dijadikan indikator pembangunan bioskop di daerah-daerah pedesaan. Karena

31

Wawancara dengan Wawan, tanggal 10 Oktober 2015. 32

Dalam adat budaya Betawi biasa jika akan mengadakan pesta

pernikahan atau khitanan, tuan rumah akan mengundang pengusaha film keliling

sebagai media hiburan warga sekitar. Selain itu, etnis Betawi merasa gengsi jika

tidak mampu menanggap layar tancap saat mengadakan pesta.

Page 16: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

53

sifatnya yang mobile dan mampu menerobos daerah pedalaman, faktor inilah yang

dimanfaatkan pemerintah sebagai tolak-ukur daerah mana yang paling sering

dikunjungi film keliling secara berkala adalah daerah yang paling

direkomendasikan untuk dibangun bioskop.

Konsekuensinya adalah pengusaha film keliling harus menjauhi tempat

beroperasinya gedung bioskop baru, jika dikemudian hari pembangunan gedung

bioskop dilaksanakan.33

Dengan demikian, pengusaha film keliling yang berada di

bawah naungan organisasi Perbiki34

harus mencari lokasi pemutaran film baru dan

biasanya menuju daerah-daerah pedesaan dipedalaman.

Dalam kongres I Perbiki tahun 1983, ada usulan ketentuan aksi radius

untuk wilayah operasi Perbiki supaya ditiadakan.35

Karena para pengusaha film

keliling juga ingin mencari keuntungan tanpa mengesampingkan aspek sosial

budaya. Tetapi usulan tersebut nampaknya tidak didengar Deppen, walaupun para

pemangku jabatan organisasi film keliling berusaha dengan keras

memperjuangkan keluhan para anggotanya.

Pembatasan wilayah dan radius sekurang-kurangnya 2-5 km36

adalah salah

satu cara pemerintah Orde Baru menanamkan segala bentuk legitimasi kekuasaan

mereka. Masyarakat desa diharapkan turut menerima hiburan dan penerangan

yang dipertunjukan melalui film keliling. Disi lain, guna mendapatkan pengakuan

33

Keputusan No. 04/Kongres/1983, hlm. 6. 34

Perbiki sendiri adalah sebuah organisasi perfilman swasta yang

menginduk kepada GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia),

karena tidak memungkinkan ada kata “bioskop” didalam dua organisasi. Oleh

sebab itu Perbiki harus mematuhi peraturan yang dibuat bersama oleh GBPSI. 35

Keputusan No.06/Kongres/1983, hlm. 2. 36

Deppen RI, Petunjuk tentang Pembinaan Pertunjukan Film Keliling,

No.10/SE/Dir/DPF-III/1986, hlm. 8.

Page 17: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

54

secara nyata organisasi film keliling tak kuasa membendung segala macam bentuk

kepentingan pemerintah saat itu.

C. Film Keliling Sebagai Alat Propaganda Orde Baru

Pemerintah Orde Baru cukup cermat dalam menyikapi perkembangan

zaman, serta permasalahan sosial yang berkembang di masyarakat. Salah satu

contohnya adalah pemanfaatan media film sebagai alat menarik simpati

rakyatnya. Disaat masyarakat desa dahaga akan hiburan, film keliling

dimanfaatkan sebagai media yang memberikan hiburan yang murah serta

memberikan penerangan terhadap masyarakat desa.

Pemanfaatan film keliling atau bioskop keliling merupakan cara yang

efektif, melihat perkembangan yang dialami film keliling sangat cepat. Sejak

berdirinya organisasi Perbiki, tercatat jumlah unit yang beroperasi sampai akhir

tahun 1980-an sebanyak 500 unit dengan 1.000 proyektor.37

Gambar. 3

Pengurus Bioskop Keliling beserta para anggota dalam Kongres I Perbiki

Sumber Foto Repro: S. Djohani

37

Keputusan No. 04/Kongres/1983, hlm. 3.

Page 18: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

55

Secara khusus, bioskop keliling dapat menunjang Departemen Penerangan

bukan saja terhadap usaha pengembangan dunia perfilman nasional. Dari sudut

dan fungsinya sebagai media, bioskop keliling melalui organisasinya turut serta

menyumbangkan tenaganya untuk menyebar-luaskan program-program

pemerintah melalui pemutaran film-film dokumenter, yang seyogyanya pula dapat

diharuskan dan atau ditugaskan kepada anggota-anggota Perbiki yang tersebar

diberbagai wilayah untuk memutarkan sebelum film ceritera.38

Pemutaran film-film dokumenter tersebut tidak hanya dilakukan di

wilayah pedesaan, di daerah perkotaan seperti Jakarta pun dilakukan pemutaran

film keliling yang menampilkan film-film dokumenter dari Deppen.39

Karena

masih ada daerah-daerah disekitar Jakarta yang tergolong tingkat pendapatannya

rendah sehingga tidak mampu menyaksikan hiburan film di bioskop.

1. Film Keliling Sebagai Media Penerangan

Pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu dari sekian banyak

program kerja pemerintah Orde Baru. Hal ini bukan tanpa alasan, maraknya film-

film asing yang membanjiri Indonesia dikhawatirkan dapat merusak kepribadian

bangsa dengan maraknya adegan kekerasan serta unsur seks yang disajikan. Oleh

sebab itu, pemerintah melalui Deppen memanfaatkan film keliling sebagai media

penerangan guna memfiltrasi pengaruh-pengaruh negatif budaya asing yang

dibawa masuk oleh film asing.

38

Ibid., hlm. 9. 39

Wawancara dengan Wawan, tanggal 10 Oktober 2015.

Page 19: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

56

Direktorat Pembinaan Film Departeman Penerangan telah melarang

masuknya film impor 16 mm.40

Tujuan dari pelarangan tersebut agar kebudayaan

bangsa Indonesia tidak rusak oleh pengaruh-pengaruh budaya asing yang dibawa

masuk film-film asing. Oleh sebab itu, bioskop keliling memiliki tanggung jawab

yang besar untuk menyebarluaskan berbagai bentuk kebudayaan nasional

Indonesia karena sifatnya yang dapat menjangkau daerah-daerah pedesaan.41

Keberadaan organisasi film keliling mewarnai dunia perfilman kala itu, hal

ini dikarenakan Persatuan Bioskop Keliling turut menampilkan film-film nasional

yang merupakan anjuran dari pemerintah. Selain itu, Perbiki turut serta

mensukseskan pemilu 1977. Dalam kegiatan FFI,42

Perbiki nyaris tidak pernah

ketinggalan, tugasnya adalah menghibur masyarakat yang jauh dari pusat kegiatan

FFI, bisa dikatakan masyarakat yang berada di daerah pinggiran.43

Segala macam bentuk kegiatan film keliling di bawah organisasi Perbiki

memang sudah termaktub dalam kongres I tertanggal 10-11 Oktober 1983, bahwa

Persatuan Bioskop Keliling ikut berperan serta dalam pembangunan nasional pada

umumnya dan pengembangan perfilman nasional pada khususnya. Selain itu,

secara khusus dapat membantu Departemen Penerangan dalam menyebarkan

informasi yang hendak disampaikan kepada masyarakat pedesaan melalui film

penerangan diawal setiap pelaksanaan pertunjukan.44

40

Merdeka, 16 Maret 1977. 41

Ibid. 42

Partisipasi Perbiki yang mewadahi pengusaha film keliling dalam

Festival Film Indonesia terhitung sejak di Yogya (1984), Bandung (1985), dan

Jakarta (1986-1987). Suara Karya, 6 November 1988. 43

Humas Perfiki, op, cit., hlm. 39. 44

Program Kerja DPP Perbiki Tahun 1983-1988.

Page 20: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

57

Tabel. 2

Film Penerangan PFN

Tema Judul

Pembangunan Gelora Pembangunan

Cerita Panjang

Janur Kuning, Pengkhianatan

G30S/PKI, Serangan Fajar, Jakarta 66,

Kereta Api Terakhir

Pendidikan Keluarga Rakhmat

Anak-anak Si Unyil, Si Huma, Si Titik

Sumber: Gatot Prakosa, Film dan kekuasaan, (Yayasan Seni Visual Indonesia, 2004), hlm 45.

Kesungguhan pengusaha film keliling dalam menyampaikan

informasi/penerangan di bawah naungan Perbiki terlihat pada saat organisasi

tersebut bekerjasama dengan pemerintah, dan wujud kongkritnya saat Departemen

Penerangan menyerahkan 11 judul film dokumenter yang terdiri dari

“Transmigrasi dan Waduk Saguling, Transmigrasi Awal Terwujudnya

Masyarakat Baru di Kalbar, Trasnsmigrasi dan Gajah di Air Sugihan, Secercah

Kehidupan di Natuna, Batu Tungku, Menyongsong Hari Esok, Waduk Wonogiri,

Hama Wereng, Aceh, dan Puskesmas” pada pertengahan Maret 1986.45

Pemanfaatan film keliling sebagai media penerangan diatur dalam

Undang-Undang No. 8 Tahun 1992, Pasal 28 ayat (2), disebutkan bahwa

pertunjukan film keliling dilakukan di luar gedung bioskop dengan tujuan

tertentu. Kata “untuk tujuan tertentu” mempunyai arti seperti yang dimuat dalam

pasal tersebut, yang menyatakan bahwa:

45

Humas Perfiki, op.cit., hlm. 52.

Page 21: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

58

“ayat (2)”: Ketentuan ini lebih bersifat kelonggaran yang diberikan bagi keperluan

tertentu seperti:

a. Kegiatan sosial masyarakat, acara keluarga, acara perkawinan, dan

kegiatan lainnya untuk penerangan/penyuluhan dan hiburan yang

dilakukan oleh pemerintah atau badan-badan/organisasi lainnya

dengan tidak memungut bayaran;

b. Pertunjukan film secara berkeliling dengan memungut bayaran.46

Selain itu, pengertian pokok penerangan dalam pasal tersebut berusaha

dijabarkan Dirjen Radio, Televisi dan Film, meliputi:

1. Penerangan

Penerangan dalam pengertian umum dijelaskan oleh Presiden Soeharto

sebagai usaha membuat orang lain berusaha memahami suatau

masalah yang mencakup segala kehidupan.

2. Penerangan Pembangunan

Secara umum, “penerangan pembangunan” diartikan sebagai upaya

penyampaian informasi pembangunan dengan tujuan menciptakan

kondisi sosial kultural yang mantap dan dinamis guna mendukung

pembangunan melalui kegiatan penyebarluasan pesan-pesan

pembangunan secara terpadu dan merata, sehingga setiap warga mau

dan mampu mengembangkan potensi manusiawi secara optimal.

46

Departemen Penerangan RI, Sambutan Pengarahan Direktur Jendral

Radio, Televisi Dan Film, Pada Kongres III PERFIKI, Lembang, 28 September

1993 hlm. 3.

Page 22: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

59

3. Pembangunan Penerangan

Secara umum, pembangunan penerangan diartikan sebagai upaya-

upaya pembangunan di bidang penerangan untuk meningkatkan

kemampuan penerangan dari segi pembinaan sumber daya manusia,

sarana, prasarana, pemanfaatan media dan teknologi penerangan dan

pengembangan sistemnya yang diarahkan untuk menciptakan

peningkatan kuantitas dan kualitas produk penerangan yang sesuai

dengan tuntutan zaman.47

Berbagai macam jenis penerangan yang dilakukan pemerintah bertujuan

untuk memberikan informasi tentang agenda pemerintah kepada masyarakat.

Awalnya masyarakat kurang memahami film-film penerangan yang diputarkan

memiliki tujuan tertentu, mereka menganggap film yang disaksikan sebagai

hiburan mewah yang jarang dijumpai.48

Pengusaha sekaligus pengurus Perfiki menuturkan, seiring berjalannya

waktu masyarakat biasanya sudah mengetahui jika pemutaran film keliling

dilakukan di instansi-instansi pemerintah berarti pemutaran film keliling tersebut

syarat akan kepentingan politis.49

Biasanya satu hari sebelum pemutaran,

masyarakat diberitahu melalui selebaran-selebaran dan alat pengeras suara bahwa

akan ada pertunjukan film keliling. Sebelum film dimulai, biasanya diisi oleh

pemangku kepentingan untuk menyampaikan tujuannya di depan penonton yang

hadir pada saat itu.

47

Ibid., hlm. 3-4. 48

Wawancara dengan Yanto, 31 Desember 2016. 49

Wawancara dengan Sony Pudjisasono, 15 Oktober 2015.

Page 23: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

60

Sony Pudjisasono menambahkan, animo masyarakat sangat sedikit jika

pemutaran film keliling dilaksanakan di instansi-instansi pemerintahan. Seperti di

wilayah Ibu Kota Jakarta dan daerah lainnya di Indonesia, pementasan tersebut

sering dilaksanakan di Kantor Kelurahan, Kecamatan, bahkan hingga halaman

kantor Deppen.50

Masyarakat merasa jenuh dengan segala macam bentuk

kepentingan pemerintah, mereka hanya membutuhkan media hiburan sebagai

tempat berkumpul sekaligus wadah pengembangan diri mereka.51

Kebijakan pemerintah Orde Baru yang menjadikan film keliling sebagai

media penerangan merupakan langkah kontradiktif yang dicetuskan, menilik

regulasi perfilman Indonesia dari masa Menteri Penerangan B.M Diah hingga

Harmoko, dalam pembuatan kebijakan perfilman selalu memperbolehkan para

pengusaha mengimpor film dengan alasan pajak yang dikenakan akan digunakan

untuk pembangunan industri film nasional. Tetapi pada kenyataannya, justru film

nasional yang makin terjepit dengan maraknya film Holywood, Mandarin, dan

India beredar di pasaran.

Para pengusaha film keliling pun seakan tak kuasa menahan gempuran

film-film asing, secercah harapan muncul dan menjadi semangat adalah film

nasional yang diputarkan melalui film 16 mm masih digemari masyarakat

50

Ibid. 51

Wawancara dengan Ida, 1 Januari 2017.

Page 24: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

61

pedesaan.52

Walaupun kondisi di lapangan film-film dengan format 35 mm

merupakan primadona utama.53

2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Melalui Pajak Pertunjukan

Film

Peningkatan pendapatan asli daerah merupakan bentuk dukungan

pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, salah satu sumber pemasukan daerah

yang menggiurkan adalah pajak pertunjukan film. Kemunculan otonomi daerah

membuat daerah-daerah berusaha mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri dengan sebaik-baiknya dengan tujuan dapat melancarkan pembangunan

daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Pertunjukan film keliling pun tidak luput dari pantauan pemerintah daerah,

dari tahun 1970 hingga akhir 1990-an film keliling selalu dikenakan pajak oleh

pemerintah daerah. Memang dalam perkembangannya, film keliling selalu

ditangani langsung oleh pemerintah daerah, seperti izin film, retribusi dan pajak

penonton.54

Pemerintah daerah terkadang membuat peraturan sendiri mengenai

syarat dan ketentuan pertunjukan film, walaupun sudah ada peraturan yang dibuat

oleh Departemen Penerangan.

Memasuki awal tahun 1990-an, kondisi perfilman nasional mengalami

kemunduran. Hal ini dikarenakan mulai maraknya stasiun televisi, vcd dan antena

52

Ibid. 53

Film dengan format 35 mm digemari lantaran memiliki beberapa

keunggulan, seperti kualitas gambar lebih baik dan suara yang lebih bagus.

Wawancara dengan Saek, 20 Oktober 2015. 54

Katinka Van Heren, Contemporary Indonesia Film Spirit of Reform and

ghost from the past, (Leiden: KITLV Press, 2012), hlm. 34.

Page 25: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

62

parabola. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi kondisi tersebut Menteri Dalam

Negeri mengeluarkan Permendagri No. 1 Tahun 1993 tentang pedoman klasemen

bioskop dan tarif pajak atas pertunjukan dan keramaian umum, dengan tujuan

antara lain:

- Memberikan pedoman kepada pemerintah daerah tentang besarnya

tarip pajak pertunjukan dan keramaian umum atas pertunjukan film di

bioskop.

- Menghimbau kepada Kepada Daerah agar ikut mendukung

pengembangan perfilman nasional dan perbioskopan di daerah melalui

pemberian sumbangan/bantuan kepada produsen film nasional dan

pengusaha bioskop di daerah sesuai dengan kemampuan daerah.55

Dalam kebijakan Departemen Dalam Negeri tersebut,56

besarnya pajak

atas pertunjukan dan keramaian umum ditetapkan dari harga tanda masuk

setinggi-tingginya sebagai berikut:

Tabel. 3

Klasemen Bioskop dan tarip pajak

Klasemen Bioskop Tarip Pajak A II Utama

A II

A I

B II

B I

C

D

Keliling

30 %

28%

26%

24%

20%

17%

13%

10%

Sumber: Departemen Dalam Negeri RI, Sambutan Dirjen Pemerintahan Umum Dan Otonomi

Daerah, dalam Kongres III Perfiki, Lembang 28 September 1993, hlm 6.

55

Departemen Dalam Negeri RI, Sambutan Dirjen Pemerintahan Umum

Dan Otonomi Daerah, dalam Kongres III Perfiki, Lembang 28 September 1993,

hlm. 6. 56

Pelaksanaan kebijakan Menteri Dalam Negeri tersebut, selanjutnya oleh

daerah harus dituangkan dalam peraturan daerah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1)

Undang-undang Nomor 11 Drt Tahun 1957 yang menyatakan bahwa

“mengadakan, mengubah dan meniadakan pajak daerah ditetapkan dengan

Peraturan Daerah. Ibid, hlm. 7.

Page 26: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

63

Wajib pajak 10% yang dibebankan kepada pertunjukan film keliling

diharapkan mampu memberikan sumbangan yang besar dalam pembangunan serta

penyelenggaraan pemerintah. Dimana keberadaan film keliling yang tersebar

hampir di seluruh Indonesia dan merupakan mitra pemerintah daerah

mengharapkan peran aktif dalam mensukseskan program pemerintah dalam

rangka pelaksanaan otonomi daerah dengan memasukan pajak pertunjukan dan

keramaian dari obyek film ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah (PAD).

Pada kenyataannya, pertunjukan film keliling sering menjadi korban

pungutan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab,

seperti anggota Deppen, Kepala Desa, Polisi, serta pejabat lain yang secara tiba-

tiba muncul.57

Sebagai organisasi profesional dan berbadan hukum, seharusnya

pemerintah baik daerah ataupun pusat memberikan perlindungan terhadap

praktek-praktek kotor tersebut. Kondisi itu jelas sangat merugikan para pengusaha

film keliling, terkadang mereka datang dan mencari-cari kesalahan walaupun

berbagai ketentuan izin pertunjukan sudah mereka lengkapi.

Sebelum melaksanakan pertunjukan film keliling, para pengusaha film

tersebut sudah mengurus izin sesuai dengan kategori pertunjukan yang sudah

ditentukan. Tetapi tetap saja menjadi korban pungutan liar. Biasanya para

pengusaha film keliling tidak mau mengecawakan para penonton dengan

membawa film cadangan, hal ini justru menjadi masalah karena para petugas yang

ada di lapangan selalu menyita film mereka dengan alasan tidak sesuai dengan

57

Katinka Van Heren, op, cit., hlm. 37.

Page 27: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

64

izin.58

Akibatnya para pengusaha film keliling harus membayar uang tebusan

sebesar Rp. 100.000-200.000, padahal mereka dalam pertunjukan komersial hanya

menerima Rp. 400.000-500.000. Dengan mampunya mereka menebus film yang

disita, muncul anggapan bahwa pertunjukan film keliling adalah sekumpulan

orang-orang kaya. Jika dilihat dari besaran biaya yang harus dibayarkan, secara

tidak langsung mereka sangat dirugikan dan bahkan tidak mendapatkan

keuntungan karena harus membayar biaya operasional pertunjukan.

Kemunculan pajak pertunjukan dan keramaian umum merupakan salah

satu kebijakan Orde Baru, dengan melihat terus berkembangnya pengusaha film

keliling yang ada. Pada tahun 1993 tercatat ada sekitar 122159

anggota organisasi

film keliling yang tersebar diseluruh Indonesia, dengan komitmen selalu

membantu pemerintah dalam pembangunan nasional.

Dari besaran pajak pertunjukan film dan keramaian umum yang

dikeluarkan Departemen Dalam Negeri, sebenarnya yang paling menggiurkan

adalah besaran pajak bioskop kategori A Utama sebesar 30%. Film keliling

dijadikan salah satu alat untuk mewujudkan usaha tersebut, seperti yang tertera

dalam Kongres I Perbiki tahun 1983, bahwa daerah-daerah yang sering dikunjungi

film keliling secara berkala akan direkomendasikan pembangunan gedung

bioskop.60

Dengan semakin banyaknya daerah yang dikunjungi secara berkala

oleh film keliling, semakin banyak pula pembangunan gedung bioskop daerah.

58

Wawancara dengan Sony Pudjisasono, 15 Oktober 2015. 59

Keputusan Kongres III Perfiki, Pembahasan Pokok-Pokok Pikiran, hlm.

14. 60

Keputusan No. 06/Kongres/1983, hlm. 6.

Page 28: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

65

Walaupun dampak yang didapat ialah pengusaha film keliling harus menjauhi

daerah yang akan dibangun bioskop tersebut.

Disisi lain, para pengusaha film keliling merasa keberatan dengan

pemberian pajak sebesar 10%. Dibuktikan dalam kongres III Perfiki, muncul

usulan pajak tontonan untuk film keliling 0% untuk seluruh wilayah Indonesia.61

Dengan alasan mayoritas pengusaha film keliling berasal dari golongan menengah

kebawah. Penghapusan pajak tersebut juga dianggap wajar karena pertunjukan

film keliling selalu menjadi partner pemerintah dalam mensukseskan program

Pelita I-IV dan program pembangunan jangka panjang I dan II.

3. Peran Film Keliling Dalam Pembinaan Hankamneg

Film keliling pada dasarnya merupakan potensi penting dalam menunjang

tugas ABRI pada khususnya. Jika dibina dan diarahkan secara tepat sesuai dengan

misi pokok yang diemban, tanpa mengorbankan aspek bisnis yang menjadi ciri

penunjang kehidupan organisasi profesi tersebut baik secara komersil ataupun non

komersil.

Ruang gerak film keliling yang menjangkau pedesaan sesuai dengan

mandat pemerintah, pada prinsipnya selaras dengan orientasi sasaran “Operasi

Bhakti ABRI” dengan konsep langsung menyentuh kepentingan rakyat banyak.

Baik yang tertuang dalam AMD (ABRI Masuk Desa) maupun yang

61

Keputusan Kongres III Perfiki, op, cit., hlm. 18.

Page 29: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

66

terprogramkan lewat operasi territorial atau pembinaan teritorial yang

dilaksanakan satuan-satuan ABRI setempat.62

Pembinaan Hankamneg (Pertahanan, Keamanan, Negara) dapat

disosialisasikan melalui media film keliling, dikarenakan media tersebut dapat

menjangkau daerah pedalaman dan terluar di berbagai wilayah Indonesia. Film-

film yang dipertontonkan diharapkan memberikan pengetahuan baru serta nilai-

nilai semangat kebangsaan, serta memberikan hiburan bagi masyarakat.

Gambar. 4

Pengusaha Film Keliling bersama Mabes ABRI di Timor-Timor

Sumber Foto Repro: P.T Tito Film

Kerjasama sama ABRI dengan persatuan film keliling bisa dikatakan

terjalin baik. Sebagai gambaran, Mabes ABRI bekerjasama dengan persatuan film

keliling dalam operasi teritorial di daerah Timor-timor serta beberapa daerah

62

Ceramah Kepala Pusat Penerangan ABRI, dalam Kongres III Perfiki

tanggal 28 September 1993, Lembang, Jawa Barat, hlm. 12.

Page 30: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

67

pedesaan di wilayah Indonesia.63

Dalam operasi teritorial di Timor-Timor (Tahun

1992), para pengusaha film keliling bersama ABRI melewati medan yang sulit,

naik gunung turun gunung serta ancaman keamanan melihat kondisi daerah

tersebut yang belum kondusif.64

Pembinaan Hankamneg sangat terkordinasi

melalui unit-unit kesatuan ABRI yang ada disetiap daerah, biasanya para kepala

Koramil, Korem, dan Kodim, sering memberikan penyuluhan kepada warga

tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Baru sebelum pemutaran film

keliling.65

Film keliling diharapkan mampu mensosialisasikan berbagai kepentingan

ABRI dalam mengusung pembinaan Hankamneg, diantaranya pengaruh budaya

asing yang dibawa oleh film-film asing merupakan suatu bentuk ancaman

terhadap kebudayaan nasional. Selain itu, ABRI melalui kerjasama dengan

persatuan film keliling diharapkan mampu berbaur dengan rakyat serta menjalin

hubungan baik di tengah cengkraman pemerintah Orde Baru yang sangat otoriter.

Dalam menjaga Hankamneg, para pengusaha film keliling juga diwajibkan

memberikan penyuluhan tentang pengamalan pancasila.66

Program yang sangat

gencar dilakukan Orde Baru sebagai upaya menjaga nasionalisme serta bentuk

kontrol terhadap masyarakat.

63

Ibid., hlm. 14. 64

Wawancara dengan Sony Pujisasono, 15 Oktober 2015. 65

Ibid. 66

Humas Perfiki, op, cit., hlm. 69.

Page 31: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

68

4. Film Keliling Sebagai Media Alternatif Penyebarluasan Film

Kepahlawanan

Sejak dini, rezim Orde Baru telah menyadari pentingnya film sebagai alat

propaganda. Pada tanggal 15 April 1969, Komandan KOPKAMTIB (Komando

Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) mengeluarkan sebuah instruksi

(Kep-16/KOPKAMTIB/4/1969) untuk pembentukan “Projek Film

KOPKAMTIB” yang bertanggung jawab memproduksi “film dokumenter”

sebagai “media psywar” melawan musuh-musuh di Indonesia maupun di luar

negeri.67

Berbagai jenis film dibuat, salah satunya adalah film bertemakan sejarah

dibuat guna menceritakan perjuangan militer dalam mempertahankan Indonesia

tanpa mengulas peran serta masyaakat Indonesia yang ikut berjuang.

Selama Orde baru, film-film bertema sejarah umumnya mengabaikan

sejarah masyarakat di kepulauan Indonesia sebelum kedatangan Belanda.

Ketiadaan pembahasan mengenai masa lalu yang terhitung dekat, misalnya era

Demokrasi Parlementer dan demokrasi terpimpin, juga sangat jelas mengemuka

dalam sinema Orde Baru.68

Beberapa film bertema sejarah mencerminkan dominasi militer terlihat

pada film Janur Kuning, Serangan Fajar, dan Pengkhianatan G30S/PKI. Film

Pengkhianatan G30S/PKI merupakan film propaganda paling fenomenal karya

Arifin C. Noer, penyunting Nugroho Notosusanto, dan Brigjen Dwipayana selaku

staf kepresidenan dan direktur PFN. Mereka berkolaborasi menonjolkan bagian-

bagian detail, terutama pada penculikan dan penyiksaan. Adegan-adegan dalam

67

Ariel Heryanto, Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar

Indonesia, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2015), hlm. 118. 68

Krishna Sen, op, cit., hlm. 139.

Page 32: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

69

film ini dapat dilihat sebagai representasi tema “kekacauan sebelum ketertiban,”

yang menjadi ciri dominan sebagian besar film periode Orde Baru. Sebelum

diputar, docudrama berdurasi empat jam ini diperiksa dahulu oleh Presiden

Soeharto, Jenderal Sarwo Edhie, dan oleh tokoh senior militer lain.69

Pada tahun 1970-1990-an film-film tersebut wajib putar diseluruh bioskop

Indonesia, khusus film Pengkhianatan G30S/PKI pemerintah Orde Baru

mewajibkan siswa-siswa Sekolah Dasar menyaksikan film tersebut dibioskop

beserta para tenaga pendidik (guru).70

Melihat kondisi di lapangan bahwa tidak

semua daerah memiliki bioskop, pemerintah Orde Baru memanfaatkan media film

keliling sebagai ujung tombak distribusi film di daerah pedesaan.

Kondisi tersebut di benarkan pengusaha film keliling, tidak semua daerah

di Indonesia memiliki gedung bioskop yang disebabkan karena pembangunan

yang belum merata. Bahkan di wilayah Ibu Kota Jakarta masih terdapat beberapa

daerah (perkampungan) yang belum terkena pembangunan seperti Setu,

Cilangkap, Pondok Gede, Ciganjur dan Bekasi, oleh sebab itu film keliling yang

saat itu memasuki masa kejayaannya menjadi salah satu media propaganda Orde

Baru melalui film-film bertemakan sejarah atau kepahlawanan.71

Film bertemakan sejarah juga menjadi menu wajib dalam memeriahkan

Festival Film Indonesia (FFI), salah satu contohnya pada saat FFI diadakan di

Yogyakarta tahun 1984 para pengusaha film keliling memutarkan film perjuangan

69

Katherine E. McGregor, Ketika Sejarah Berseragam, (Yogyakarta:

Syarikat), hlm. 173-178. 70

Wawancara dengan Gun, 15 Oktober 2015. 71

Ibid.

Page 33: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

70

seperti “ Serangan Fajar, Janur Kuning, dan Pasukan Berani Mati” di Kabupaten

Bantul, Wates, dan Gunung Kidul.”72

Film keliling tanpa disadari menjadi media utama melancarkan program-

program propaganda pemerintah Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto.

Hal itu terlihat, sampai tahun 1980-an kesuksesan bioskop keliling (film keliling)

sangat jelas sehingga perusahaan film milik kepolisian, Metro 77,73

mempertimbangkan membangun satu unit usaha bioskop kelilingnya sendiri untuk

memutar film-film propagandanya hingga ke level pedesaan.74

Selain memutarkan

film-film proganda melalui unit bioskop keliling yang dimilikinya, Metro 77 yang

dekat dengan pemerintah Orde Baru juga turut serta membuat film-film

kepahlawanan salah satunya adalah Janur Kuning.

Gambar. 5

Janur Kuning salah satu film buatan Metro 77

Sumber: Kuasa Dalam Sinema (Krishna Sen, 2009)

72

Humas Perfiki, op.cit., hlm. 52. 73

Metro 77 awalnya adalah sebuah unit film milik Polda Metro Jaya,

tetapi seiring berjalannya waktu unit tersebut berubah menjadi perusahaan atas

prakarsa Kolonel Abbas Wiranatakusuma tahun 1974. Lihat dalam Khrisna Sen,

op, cit., hlm. 113. 74

Ibid., hlm. 126.

Page 34: BAB III FILM KELILING SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA ORDE BARU … · tidak kala pemerintah Orde Baru mencetuskan kebijakan menggalakkan industri perfilman nasional. 1. Regulasi Perfilman

71

Film Janur Kuning disutradarai oleh Alam Rengga Surawidjaja dan di

produksi oleh P.T Metro 77, sebuah perusahaan yang dimiliki anggota senior

polisi di Jakarta. Dalam pembuatan film tersebut juga melibatkan P.T Karya

Mandiri yang diketuai oleh Marsudi, seorang mantan Kolonel dan tahanan politik

yang memiliki hubungan dekat dengan Soeharto sejak perang kemerdekaan.

Kolonel Marsudi pula yang bertanggung jawab terhadap bahan-bahan sejarah

terhadap pembuatan film ini.75

75

Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer, (Yogyakarta: Media

Presindo, 1999), hlm. 7.