BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELELITIAN 3.1 Sejarah Umum...
-
Upload
hoangduong -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELELITIAN 3.1 Sejarah Umum...
43
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELELITIAN
3.1 Sejarah Umum Kabupaten Rembang
Menurut manuskrip yang ditulis oleh Mbah Guru disebutkan bahwa, “..
kira-kira pada Tahun Saka 1336. Terdapat sekelompok orang yang berasal dari
Campa Banjarmlati yang terdiri dari delapan keluargayang pandai membuat gula
tebu di negaranya”. Kedelapan kepala keluarga tersebut sengaja pindah untuk
membuat gula merah yang tidak dapat di patahkan. Mereka berangkat melalui laut
menuju ke arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir kiri dan
kanannya tumbuh pohon bakau yang tidak beraturan”. Perpindahan penduduk
dari Campa pada saat itu dipimpin Kakek Pow Le Din. Setelah melakukan
pendaratan, keesokan harinya kelompok tersebut mengadakan doa dan semedi
untuk meminta ijin pembukaan lahan pada Tuhan yang mereka percayai.
Kemudian di mulailah proses penebangan pohon bakau oleh pemimpin
rombongan, yang kemudian di teruskan oleh anggota kelompok yang lainnya.
Tanah lapang hasil dari penebangan hutan bakau tersebut kemudian dikeringkan
untuk dijadikan sebagai pekarangan, tegalan, dan rumah. Selanjutnya daerah
tersebut menjadi sebuah area perkampungan yang di beri nama Kabongan,
mengambil kata dari sebutan pohon bakau, menjadi Ka- bonga-an (Kabongan).
Selanjutnya pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka,orang-orang
akan memulai proses .
44
Ngerembang atau upacara untuk memanen hasil tanaman tebu yang
mereka tanam. Nama lengkap dari upacara panen tebu itu adalah “Ngerembang
sakawit”. Pada masa kejayaan Majapahit, Rembang merupakan sebuah wilayah
yang diberi wewenang untuk memerintah wilayahnya secara mandiri. Berdasarkan
sumber tertulis Kerajaan Majapahit, nama Rembang memang telah disebutkan di
dalam Kitab Negara Kertagama pada Pupuh XXI sebagai berikut: “...menuruni
surah melintasi, lari menuju Jaladipa, Talapika, Padali, Amon dan Panggulan
langsung ke Payaman, Tepasana ke arah Kota Rembang sampai di Kemirakan
yang terletak di pantai lautan”.
3.1.2 Letak Geografis Rembang
Kabupaten Rembang terletak di ujung timur laut Propinsi Jawa Tengah
dan dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura), terletak pada garis koordinat
111000′ – 111030′ Bujur Timur dan 6030′ – 706′ Lintang Selatan. Laut Jawa
terletak disebelah utaranya, secara umum kondisi tanahnya berdataran rendah
dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 meter di atas permukaan
air laut. Kondisi geologi Kabupaten Rembang yang berbatasan dengan laut Jawa
bagian Utara dan pegunungan bagian timur, yang mana memiliki beberapa macam
kondisi geologi. Dari beberapa macam kondisi geologi tersebut, mempunyai
kandungan mineral yang kaya akan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman. Kandungan yang terbesar adalah jenis Alluvium yang
meliputi luas 45.470.783 ha atau 44,84 % dari luas wilayah Kabupaten Rembang,
kemudian potensi lain adalah miosen fasies sedimen yaitu seluas 32.125.000 ha
atau 31,68 %. Sedangkan bahan galian golongan C yang ada berupa: andesit
45
(Sedan, Pancur, Kragan, Sluke, dan Lasem), pasir kuarsa (Bulu, Gunem, Sale,
Sarang, Sedan, dan Sluke), kapur (Sumber,Bulu, Gunem, Sale, Sarang, dan
Sedan), trass (Pancur, Kragan, dan Sluke), phospat (Gunem, Sale, dan Pamotan),
ball clay (Bulu, Gunem, Sarang, dan Sedan), batu bara (Gunem dan Sale), serta
gibsum (Gunem, Sarang, Sedan, dan Lasem).
Secara umum daerah KecamatanGunem 15,8% adalah area persawahan
dan sisanya area tanah kering. 4.1.3 Administratif Batas-batas administratif
Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang : ¾ Sebelah Utara : Kecamatan Pamotan
¾ Sebelah Timur : Kecamatan Sale ¾ Sebelah Selatan : Kabupaten Blora ¾
Sebelah Barat : Kecamatan Bulu dan Kecamatan Sulang. Daerah Kecamatan
Gunem Kabupaten Rembang pada umumnya beriklim tropis dengan temperatur
udara rata – rata 280 C dengan temperatur tertinggi sebesar 330 C dan terendah
220 C. Jumlah hari hujan mencapai 153 hari pertahun dengan curah hujan rata –
rata 1500 mm pertahun.
3.1.3: Peta Geografis Kabupaten Rembang
46
3.1.3 Kondisi Perekonomian
Pendapatan daerah di Kabupaten Rembang selama tahun 2010 sampai
tahun 2016 selalu mengalami peningkatan. Pada Tahun 2010 pendapatan daerah
Kabupaten Rembang sebesar Rp 681.400.800.462,62,-.Pada tahun 2011
meningkat menjadi Rp. 873.464.930.507,62, Pada tahun 2012 mengalami
peningkatan cukup besar yaitu menjadi Rp. 1.017.711.677.635,86. Pada tahun
2013 kembali meningkat menjadi sebesar Rp 1.165.433.076.124,00 Pada tahun
2014 Rp 1.329.587.756.539.27 pendapatan daerah Kabupaten Rembang selalu
mengalami peningkatan hingga tahun 2015 menjadi Rp 1.416.781.811,493,80.
Pada tahun 2016 Rp 1.631.051.992.540.00
3.1.3 Grafik Perkembangan pendapatan daerah selama tahun 2010-
2016
0,00
200000000000,00
400000000000,00
600000000000,00
800000000000,00
1000000000000,00
1200000000000,00
1400000000000,00
1600000000000,00
1800000000000,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pendapatan Daerah
Series 1
47
3.1.4. Potensi Wilayah Penduduk
a. Penduduk
Tahun 2016 jumlah penduduk Kabupaten Rembang sejumlah laki-laki
313.821 dan jumlah perempuan 307.146 total 620.967.Rembang masih menjadi
kabupaten paling miskin se-Pati Raya (Rembang, Blora, Grobogan, Pati, dan
Jepara) dengan angka kemiskinan terkini 19,5 persen, jauh di atas provinsi yang
13,5 persen dan nasional yang 10,96 persen. Data tersebut diungkapkan oleh
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Rembang Hari Susanto pada acara Musrenbang RPJMD 2016-2021 di Lantai IV
Gedung sekertaris daerah (Setda) setempat, baru-baru ini. Sementara dari urutan
lima terbesar persentase kemiskinan, Rembang berada di peringkat 30 dari 35
kabupaten/kota di Jawa Tengah. Begitu pun dari segi tingkat pengangguran,
Kabupaten Rembang, kata Hari, masih mencatat tingkat pengangguran terbuka
cukup lumayan pada angka 5,23 persen.
Pada kesempatan terpisah, Bupati Rembang Abdul Hafidz mengakui,
angka kemiskinan di kabupaten ini masih tinggi, antara lain dilihat dari banyak
rumah tak layak huni sebagai faktor dominan. Tetapi pihaknya menargetkan,
tingkat kemiskinan akan bisa terus ditekan menjadi tinggal 11 persen pada akhir
masa jabatannya atau pada tahun 2021 mendatang. Faktor kemiskinan ini dilihat
dari banyaknya rumah tidak layak huni. Kami konsentrasi merehabilitasi 3.000
rumah tidak layak huni menjadi rumah layak huni. Sejak 2014-2016 kemarin, ada
2.000 orang pengangguran pada kelompok usia produktif 19-24 tahun. Ini yang
akan kita garap, termasuk yang usia di atas 24 tahun.
48
b. Pendidikan
Bidang pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
semata namun merupakan tugas dan tanggung jawab seluruh masyarakat, baik
melalui penyelenggaraan pendidikan formal maupun non formal. Sampai dengan
tahu 2016 jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Ketersediaan
fasilitas pendidikan sudah cukup memadai. Yang perlu mendapat perhatian adalah
masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam menyekolahkan anaknya ke
lembaga PAUD, dari jumlah peserta PAUD tahun 2016 sebesar 15.289 anak
sementara jumlah penduduk pada usia 0-4 tahun di Kabupaten Rembang tahun
2016 sebesar 37.355 anak, artinya masih ada 22.066 orang penduduk usia 0- 3
tahun yang yang belum terlayani. APK PAUD 3 – 6 tahun pada tahun 2016
meningkat menjadi 72,36%.Belum tercukupinya kertersediaan lembaga PAUD.
Jumlah lembaga PAUD seharusnya sebanyak 1.245 lembaga untuk melayani
penduduk usia 0 – 3 tahun sebanyak 37.355 orang. Jumlah yang tersedia pada
tahun 2016 sebanyak 850 unit, sehingga masih ada kekurangan sebanyak 395
unit lembaga PAUD.
Belum optimalnya angka capaian APM jenjang pendidikan dasar baik SD
sederajat maupun SMP sederajat, data tahun 2016, APM SD sederajat sebesar
86,90% sedangkan APM SMP sederajat baru 76,50%. Angka tersebut masih
dibawah target MDGs dan juga PUS/EFA (Pendidikan Untuk Semua/Education
for All) sebesar 100%; Masih adanya angka putus sekolah untuk SD dan SMP
sederajat. Angka putus sekolah jenjang pendidikan SD sederajat 0,01% pada
tahun 2015, meskipun angka putus sekolah SD sederajat Kabupaten Rembang
49
sudah di bawah Angka Putus Sekolah Nasional yaitu 0,15%. Sedangkan angka
putus sekolah SMP sederajat tahun 2015 sebesar 0,19%, angka ini sedikit lebih
baik dari target nasional sebesar 0,22% ; . Angka melanjutkan sekolah belum
optimal. Angka Melanjutkan dari SMP sederajat ke SMA sederajat pada tahun
2015, sebesar 86,24%, kondisi ini dibawah target yang ditetapkan oleh Renstra
Kemendikbud yaitu 90%.
c. Kesehatan
Kesehatan masyarakat Kabupaten Rembang dapat dikatakan sudah cukup
baik, hal ini ditandai dengan keberadaan sarana dan prasarana kesehatan yang
penyebarannya cukup merata di seluruh Kabupaten Rembang Saat ini di
Kabupaten Rembang terdapat 16 Puskesmas, 60 Puskesmas Pembantu dan 16
mobil untuk Puskesmas Keliling. Dari 16 Puskesmas tersebut 9 diantaranya
menyediakan pelayanan rawat inap dengan kapasitas 93 tempat tidur. Untuk RSU
Kabupaten Rembang ada kecenderungan jumlah tempat tidur menurun. Selain itu
terdapat juga 114 pondok bersalin desa dan 1.181 posyandu. Keberadaan posyandu
yang cukup banyak ini dapat dijadikan indikator kepedulian masyarakat terhadap
penanganan kesehatan.
3.2.1 Letak Lokasi Pembangunan
Kecamatan Gunem terletak di ujung selatan Kabupaten Rembang, di
lereng pegunungan Kapur Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Pamotan
Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Sale
Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Blora
50
Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Sulang dan kecamatan Bulu.
Luas wilayah kecamatan Gunem adalah 80,2 km². 28 km² di antaranya
merupakan hutan yang dikelola oleh Perhutani. Kecamatan Gunem terdiri atas 16
desa yang terbagi ke dalam 32 Rukun Warga (RW) dan 164 Rukun Tetangga
(RT). Dengan jumlah desa ini menjadikan kecamatan Bulu bersama dengan
kecamatan Bulu menjadi kecamatan di Kabupaten Rembang dengan jumlah desa
tersedikit ketiga setelah kecamatan Sluke (14 desa) dan kecamatan Sale (15 desa).
Dalam pemabangunan PT. Semen Indonesia ini lebih tepatnya berada pada Desa
Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.Topografi Kecamatan
Gunem Kabupaten Rembang yaitu dataran sedang dan pegunungan. Ketinggian
+50m di atas permukan air laut. Secara umum daerah Kecamatan Gunem 15,8%
adalah area persawahan dan sisanya area tanah kering.
Tegaldowo secara administrasi terbagi dalam tujuh padukuhan. Tujuh
dukuh tersebut diantaranya adalah dukuh Dowan, Nglencong, Timbrangan, Ngelu,
Ngablak, Dukoh, dan dukuh Karanganyar.
3.3.2 Fisiografi dan Morfologi
Kawasan karst Rembang berada di Zona Rembang (antiklinorium
Rembang - Madura). Menurut Van Bemmelen (1949) Zona Rembang di bagian
Utara dibatasi oleh Laut Jawa Utara ke arah selatan berhubungan dengan Depresi
Randublatung yang dibatasi oleh Sesar Kujung, ke arah barat berhubungan
dengan Depresi Semarang – Pati memanjang ke arah timur memasuki wilayah
Jawa Timur (Tuban, Lamongan, Gresik), melewati Pulau Madura, hingga ke
Pulau Kangean. Zona Rembang membentang sejajar dengan zona Kendeng,
51
dipisahkan oleh zona Randublatung. Zona Rembang merupakan zona patahan
antara paparan karbonat di utara (Laut Jawa) dengan cekungan yang lebih dalam
di selatan (zona Kendeng). Litologi penyusunnya campuran antara karbonat laut
dangkal dengan klastika, serta lempung dan napal laut dalam. Morfologi kawasan
Pegunungan Rembang secara umum merupakan komplek perbukitan karst yang
teletak pada struktur perbukitan lipatan. Setelah perlipatan mengalami proses
pelarutan, pada bagian puncak perbukitan karst di permukaan (eksokarst)
ditemukan morfologi bukit-bukit kerucut (conical hills), cekungan-cekungan hasil
pelarutan (dolina), lembah-lembah aliran sungai yang membentuk mulut gua
(sinkhole), mata air dan telaga karst ditemukan pada bagian bawah. Morfologi
bawah permukaan (endokarst) kawasan karst tersebut terbentuk morfologi sistem
perguan dan sungai bawah tanah. Pada bagian Utara dan Selatan batas akhir
batuan kapur / batugamping merupakan dataran. Geologi Stratigrafi kawasan karst
di Rembang menurut Pringgoprawiro (1983) berada di Formasi Ngrayong,
Formasi Paciran, Formasi Wonocolo, Formasi Bulu.
Formasi Ngrayong merupakan anggota formasi Tawun, terdiri dari
batupasir kuarsa, batulempung dan batugamping pasiran disusun oleh alga dan
cangkang binatang laut. Umur dari unit ini Miosen Tengah, pada area N9-N12 .
Formasi Paciran semula oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Karren
Limestone. Secara umum penyusunnya terdiri atas batugamping pejal dan
dolomitan, dengan permukaan singkapan-singkapannya mengalami erosi
membentuk apa yang disebut sebagai karren surface. Formasi ini dijumpai hanya
dibagian utara dari Zona Rembang. Pringgoprawiro (1983) menempatkannya pada
52
Kala Pliosen–Awal Pleistosen, yang secara lateral setara dengan Formasi Mundu
dan Lidah. Namun di beberapa tempat terdapat bukti umur yang menunjukkan
bahwa Formasi Paciran telah berkembang pada saat pembentukan Formasi Ledok
dan Wonocolo. Formasi Bulu tersusun oleh batugamping pasiran yang keras,
berlapis baik, berwarna putih abu-abu, dengan sisipan napal pasiran. Pada
batugampingnya dijumpai banyak foraminifera yang berukuran sangat besar dari
spesies Cycloclypeus (Katacycloclypeus) annulatus berasosiasi dengan fragmen
koral dan alga serta foramnifera kecil. Harsono (1983) menggunakan nama
Formasi Bulu sebagai nama Resmi, dengan memasang lokasi tipe di Sungai
Besek, dekat desa Bulu, Kabupaten Rembang. Pada peta geologi lembar Rembang
formasi ini melampar luas terutama di wilayah Rembang Utara. Satuan ini
menebal ke arah barat, mencapai ketebalan hingga 360 m di sungai Larangan.
Dibagian timur di sungai Besek dekat desa Bulu ketebalannya hanya 80 meter.
Kondisi litologi dan kandungan fosilnya menunjukkan bahwa Formasi ini
diendapkan pada laut dangkal, terbuka pada Kala Miosen Tengah – Awal Miosen
Akhir (N 13 – N 15). Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur
bagian Utara (North East Java Basin) yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang –
Madura, Zona Paparan Laut Jawa (Stable Platform) dan Zona Depresi
Randublatung. Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian
Utara pada umumnya berarah Barat – Timur, sedangkan struktur patahannya
umumnya berarah Timur Laut – Barat Daya dan ada beberapa sesar naik berarah
Timur – Barat. Kondisi struktur geologi ini menyebabkan batugamping penyusun
dasar dari karst di Rembang memiliki banyak rekahan. Rekahan-rekahan ini
53
merupakan awal terbentuknya gua dan sistemnya di kawasan karst melalui proses
pelarutan geologi.
3.3.2 Speleologi
Gunung Watuputih dan sekitarnya secara fisiografis tergolong dalam tipe
bentang alam karst. Terdapat fenomena alam unik dengan adanya gua-gua alam
dan sungai bawah tanah. Proses karstifikasi di daerah Rembang dimulai sejak
batugamping di daerah ini tersingkap di daratan sampai sekarang. Beberapa gua
masih mengalami proses pelarutan. Proses karst di Rembang masih berlangsung
dapat dilihat dari adanya lorong-lorong gua dan sungai bawah tanah yang masih
aktif. Dijumpai beberapa gua mulutnya terdapat di dasar lembah, seperti pada Gua
Temu di Desa Bitingan, Kecamatan Sale, Rembang. Gua Manuk di Desa Wuni,
Kecamatan Gunem, Rembang. Pada musim hujan mulut-mulut gua tersebut
merupakan jalur sungai periodik yang masuk ke dalam gua dan juga sebagai
sungai utama yang keluar dari dalam gua. Sebaran gua di kawasan karst Rembang
tersebar di Desa Tegaldowo, Desa Suntri, Desa Dowan, Desa Timbrangan, Desa
Pasuncen dan Desa Kajar pada formasi Paciran danNgrayon, mengikuti pola-pola
patahan, rekahan, dan pola perlapisan.
Pola perkembangan lorong-lorong gua dikontrol oleh adanya struktur
geologi yang ditunjukkan dengan kenampakan lorong memanjang terbentuk
akibat pelarutan melalui rekahan-rekahan dan bidang-bidang patahan serta
perkembangan dari pelarutan pada bidang-bidang perlapisan batuan yang
terpengaruh oleh adanya rekahan-rekahan yang mengikuti pola perlapisan batuan.
Sedangkan keberadaan mata air dan sumur banyak tersebar di formasi Paciran
54
(merupakan Cekungan Air Tanah Watuputih), formasi Ngrayong dan formasi
Wonocolo.
3.3.2 Gambar Peta Penggunaan Lahan
3.3.3 Sumber Mata Air di Daerah Pegunungan Kendeng
Di antara kabupaten / kota di Jawa Tengah yang curah hujannya relatif
jarang adalah Kabupaten Rembang. Curah hujan tahun 1998 hanya 1.570
milimeter ( mm ) dengan 100 hari hujan. Kondisi itu semakin tahun semakin
menyusut. Tahun 2002 curah hujan tercatat 1.037 mm dengan 55 hari hujan.
Sedangkan pada tahun 2008 ini dipastikan curah hujan maupun hari hujan
merosot lagi.Analisis hidrologi membutuhkan masukan data curah hujan yang
diperoleh dari stasiun – stasiun yang berpengaruh pada DAS yang ditinjau. Di
wilayah Kabupaten Rembang ada 4 sungai besar, 3 diantaranya termasuk dalam
Program Pengelolaan Sungai Terpadu ( PPST ). Sungai – sungai besar tersebut
adalah : ¾ Sungai Randugunting, Kec. Sumber ( termasuk dalam PPST ) ¾
Sungai Karanggeneng, Kec. Rembang ( termasuk dalam PPST ) ¾ Sungai
Babagan, Kec. Lasem ( termasuk dalam PPST ) ¾ Sungai Kalipang, Kec. Sarang
55
Adapun sungai yang di sekitar Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang adalah
Sungai Babagan, Kecamatan Lasem ( termasuk dalam PPST ).
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan terdapat 109 mata air yang
tersebar di wilayah CAT Watuputih sebagai mata air parenial yang mengalir di
sepanjang musim kemarau dan penghujan (Gambar 4). Dari pengamatan
lapangan, zona jenuh air berada di sekitar Sumber Semen dan Mata air Brubulan
berada pada ketinggian 150 mdpl, sedangkan zona peralihan pada ketinggian lebih
kurang 190 mdpl. Temuan sebaran mata air berada pada zona ketinggian 100 –
350 mdpl tersebar di area CAT Watuputih dan di wilayah yang berada di sebelah
baratdaya, utara dan selatan Pegunungan Watuputih, data ini yang menguatkan
bahwa fungsi Pegunungan Watuputih adalah sebagai kawasan karst, dimana
akuifer air masih berjalan dengan sangat baik, ini ditandai dengan mata air yang
keluar melalui zonazona rekahan pada setiap ketinggian, dan pembentukan sistem
sungai bawah permukaan yang ditemukan dalam Gua Temu menunjukkan bahwa
Pegunungan Watuputih merupakan pegunungan yang mengalami proses
karstifikasi aktif sebagai bagian dari Kawasan Karst Pegunungan Kendeng Utara
yang berfungsi sebagai epikarst penyimpan air yang sangat besar bagi penyuplai
mata air yang ada disekitarnya. Dari sudut pandang hidrogeologi, zona lemah
pada batuan (kekar, rekahan, sesar) merupakan struktur geologi yang sangat
berperan dalam mengontrol sistem hidrogeologi pada daerah yang penyusun
utamanya batugamping. Fluida, dalam hal ini air, memiliki kecenderungan
mengalir melalui zona lemah pada batuan yang secara morfologi ditunjukkan oleh
adanya kelurusan- kelurusan morfologi. Menurut Klimchouk (1997) dalam Adji
56
(2013), epikarstic zone atau dikenal juga sebagai subcutaneous zone adalah zone
teratas yang tersingkap dari batuan karst yang memiliki permeabilitas dan
porositas karena proses pelebaran celah adalah paling tinggi dibanding lapisan-
lapisan yang lain, sehingga berperan sebagai media penyimpan air yang baik.
Zone ini berkontribusi sebagai penyedia aliran andalan bahkan pada periode
kekeringan yang panjang. Haryono (2001) menyebutkan bahwa permukaan bukit
karst berperan sebagai reservoir utama air di kawasan karst, dan sebaliknya tidak
ada zona untuk menyimpan aliran conduit karena geraknya sangat cepat dan
segera mengalir ke laut. Zona epikarst ini merupakan konsentrasi air hasil
infiltrasi air hujan (Adji, 2013). Berdasarkan peta Hidrogeologi, Akuifer di CAT
Watuputih dikategorikan sebagai akuifer dengan aliran melalui celahan, rekahan,
dan saluran. Akuifer ini diperkirakan mempunyai produktifitas sedang dengan
penyebaran luas. Kelompok akuifer ini merupakan penyusun utama di CAT
Watuputih, berada di bagian tengah daerah penyelidikan. Akuifer ini terbentuk
oleh batugamping Formasi Paciran, yang terdiri dari batugamping pejal dan
batugamping napalan, dengan kelulusan sedang sampai tinggi tergantung derajat
pengkarstan pada batugamping. Dengan sifat-sifat batuan penyusunnya,
produktifitas akuifer pada daerah penyelidikan terdapat setempat dan umunya
berupa akuifer produktif. Aliran air tanah pada sistem akuifer ini melalui zona
celahan dan rekahan. Muka air tanah umumnya dalam dan debit sumur serta
mataair beragam dan umumnya rendah.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 26 Tahun
2011 Tentang Penetapan Cekungan Air Tanah, batas horizontal cekungan air
57
tanah adalah sesuai dengan batas litologi pada Peta Geologi. Sebagaimana telah
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa, CAT Watuputih adalah CAT
yang hanya terbentuk oleh batugamping yang merupakan litologi utama Formasi
Paciran. Berdasarkan batuan penyusun akuifer pada daerah ini, akuifer ini
mempunyai klasifikasi dan batasan-batasan yang sama dengan akuifer karst.
Akuifer karst dapat digambarkan sebagai sistem yang dibatasi oleh suatu daerah
tangkapan air (catchment area) dengan sistenn aliran melalul kontrol input dan
output (Ford dan Williams, 1989). lnput dalam hubungannya dengan mekanisme
air yang masuk di daerah karst dibagi menjadi dua yaitu autogenic recharge dan
allogenic recharge. Autogenic recharge terjadi pada daerah dengan batuan relatif
homogen berupa batuan karst dan air tertangkap secara langsung dari infilitrasi air
hujan pada daerah tersebut. Allogenic recharge merupakan mekanisme yang
umum terjadi karena kondisi geologi yang bersifat kompleks dan adanya aliran
runoff yang berasal dari daerah bukan karst masuk menuju akuifer karst.
Autogenic recharge pada umumnya bersifat difusi, air masuk melalui celahan
pada singkapan batuan karst, sedangkan allogenic recharge umumnya
terkonsentrasi (mekanisme concentrated point input) melalui sinking streams.
Kedua mekanisme tersebut menghasilkan sifat kimia air tanah dan volume
recharge per unit area yang berbeda. Untuk kontrol output, pada akuifer karst
output-outputnya berupa mata air-mata air yang tersebar di sekitar CAT. Mataair
karst sebagai output dari sistem hidrogeologi karst menggambarkan sistem
pengaliran bawah tanah yang berkembang pada suatu daerah karst. Keberadaan
mataair karst dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya topografi dan struktur
58
geologi yang mengontrol mataair karst tersebut. Pada sumur gali yang dijumpai di
sekitar daerah penyelidikan, diketahui bahwa di daerah disekitar cekungan juga
terdapat sistem akuifer yang berbeda, yaitu akuifer tidak tertekan dengan
penyusun aluvium muda dengan ketebalan yang cukup tipis. Kualitas air pada
sumur gali ini cukup bagus, hal ini didasarkan pada data hasil pengujian
laboratorium air. parameter fisika dan kimia air dari sampel air mempunyai kadar
nilai dibawah kadar maksimal yang diperbolehkan, hanya nilai kadar tembaga
yang banyak dijumpai pada sumur gali yang mempunyai nilai diatas kadar
maksimal yang diperbolehkan. Berdasarkan uji pemompaan yang dilakukan pada
salah satu sumur gali (SG.6), diketahui bahwa nilai hydraulic conductivity (K)
pada akuifer ini adalah 1,60 x 10-3 m/s. Luas batugamping Formasi Paciran yang
membentuk Gunung watuputih lebih kurang 3020 Ha.
Kawasan CAT Watuputih yang merupakan area imbuhan air sebesar
2555,09681 Ha (hasil perhitungan melalui Sistem Informasi Geografis) yang
menjadi kawasan resapan air terbesar yang menyuplai sumber-mata air yang ada
di sekitar kawasan Pegunungan Watuputih. Dari pengukuran lapangan
berdasarkan data Amdal PT Semen Indonesia (2012), mata air yang terbesar
adalah Sumber Seribu memiliki debit 600 lt/detik terletak di Desa Tahunan di
bagian timur wilayah CAT Watuputih, dan mata air yang terkecil adalah Mata air
Belik Watu memiliki debit 0,02 liter/detik, terletak di Desa Timbrangan di bagian
barat area CAT Watuputih. Berdasarkan jumlah debit yang terukur di lapangan
dari 109 mata air yang ada di kawasan pegunungan karst Watuputih dapat
diperhitungkan estimasi volume air yang dihasilkan oleh mata air dalam satu hari,
59
bila disimulasikan mata air yang terkecil 0,02 liter/detik dalam 1 hari/24 jam/3600
menit/86400 detik akan menghasilkan air 1728 liter dalam satu hari, mata air
dengan debit terbesar 600 liter/detik dalam 1 hari akan menghasilkan 51.840.000
liter air dimana kurang dari 10% dimanfaatkan langsung untuk kebutuhan
masyarakat dan sisanya terdistribusi ke lahan pertanian. Ini menunjukkan bahwa
air yang dihasilkan dari sumber-mata air yang ada di sekitar kawasan karst CAT
Watuputih melebihi dari kebutuhan dasar masyarakat terhadap.air yang rata-rata
menggunakan 15 – 20 liter/hari/orang, jika nilai ini di valuasi sebagai potensi
ekonomi maka jumlah air yang dihasilkan akan melebihi nilai yang didapat dari
sector pertambangan, yang berpotensi mengurangi bahkan menghilangkan
pasokan dan distribusi air pada sumber-mata air yang ada di sekitar kawasan karst
CAT Watuputih. Sumber Semen yang menjadi sumber utama untuk pemenuhan
kebutuhan air masyarakat di 14 Kecamatan Kabupaten Rembang (Gambar 5),
dengan estimasi memenuhi kebutuhan 607.188 jiwa di 14 kecamatan Kabupaten
Rembang (PDAM, 2013) sebagian besar disuplai dari CAT Watuputih dan
sebagian lagi dari sayap antiklin yang membentang antara Gunung Butak –
Tengger dan sekitarnya maupun dari selatan Desa Tahunan. Mata air di wilayah
CAT ini sebagian besar tersebar di luar wilayah konfigurasi CAT yang telah
ditetapkan oleh Keputusan Presiden. Mata air-mata air banyak dijumpai di bagian
selatan, dan sebagian di bagian timur dan utara Cekungan air tanah. Hanya ada
dua mata air yang secara lokasi berada di wilayah cakupan Cekungan Air Tanah,
yaitu Mata air Sendang Gondang dan Mata air Sendang Ngandong yang berada di
desa Pancuran. Kedua mata air ini mempunyai debit yang tidak terlalu besar, yaitu
60
kurang dari 1 liter/detik.
3.3.3 Gambar Peta Sumber Mata Air di Daerah Pegunungan Kendeng
3.3.4 Potensi Batu Gamping
Kabupaten Rembang yang berada di perlintasan jalur transportasi darat
antarkota dan antarprovinsi, seharusnya memiliki kesempatan memanfaatkan
sejumlah potensi yang ada, seperti banyaknya batu kapur atau batu gamping yang
ada di rembang dapat mendongkrak perekonomian di daerah rembang yang
beberapa tahun lalu kota ini masih berstatus sebagai daerah tertinggal.Kini
mengalami kemajuan yang cepat dan berhasil lepas dari predikat daerah
tertinggal, bahkan berbagai mega proyek dibangun, di antaranya untuk mencukupi
kebutuhan air telah dibangun embung-embung besar seperi embung lodan,
embung panohan, dan embung-embung kecil lainnya.Kemajuan Rembang
dipastikan masih bisa ditingkatkan, menyusul lokasinya berada di perlintasan
Jalur Pantura Timur serta berbagai mega proyek akan dibangun di kota ini, seperti
pabrik semen dan sebelumnya juga dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Sluke yang akan terkoneksi pada jaringan listrik Pulau Jawa dan Bali dan
akan menghasilkan daya hingga 2.000 megawatt.Selain itu, Rembang juga akan
61
memiliki Pelabuhan Umum Nasional (PUN) di Desa Sendangmulyo senilai
Rp386 miliar yang proses pembangunannya masih terus berlangsung. Pelabuhan
tersebut, sempat dilakukan uji coba melibatkan satu unit kapal tongkang dengan
kapasitas 3.000 ton untuk mengangkut hasil tambang berupa batu kapur untuk
dikirimkan ke pelabuhan PLTU Tanjung Jati B Jepara. Pelabuhan tersebut,
diyakini akan mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar, menyusul
pelabuhan tersebut akan dimanfaatkan untuk masuk-keluar kapal barang berbobot
mati 30-40 gross tonnage.
Kabupaten Rembang yang memiliki luas 101.408 hektare yang terbagi
menjadi 14 kecamatan dan 294 desa, juga memiliki sejumlah potensi galian
tambang seperti, pasir kuarsa, pospat, batu bara, batu gamping, dolomit, kalsit,
andesit, tras, lignit, tanah liat, ball clay, dan gipsum.Sejumlah galian tambang
tersebut biasa digunakan untuk berbagai keperluan industri, seperti pasir kuarsa
biasa digunakan sebagai bahan dasar keramik, gelas / kaca, semen, dan industri
lain (cat, karet, gerinda, logam, dan bata tahan api), demikian pula pospat yang
digunakan oleh industri pupuk dan industri kimia lain seperti detergen dan asam
fosfat.Potensi galian tambang tersebut juga menarik investor untuk mendirikan
pabrik semen di kota ini. Di antaranya, PT Semen Indonesia yang sebelumnya
merupakan PT Semen Gresik.Bahkan, perusahaan tersebut sudah menyiapkan
lahan, sedangkan rencana rencana pembangunan akan dimulai dengan konstruksi
pabrik pada kuartal pertama 2013 sampai kuartal pertama 2016 yang melibatkan
sekitar 3.500 tenaga kerja proyek. “Commissioning” pabrik ditargetkan pada awal
2016, sehingga pengoperasiannya secara penuh ditarget mulai kuartal ketiga 2016.